Filsafat Kuhn [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



Identitas Buku Judul Buku



: THE STRUCTURE OF SCIENTIFIC REVOLUTIONS Peran Paradigma dalam Revolusi Sains



Penulis



: Thomas S. Kuhn



Penerjemah



: Tjun Sujarman



Editor



: Prof. Dr. Lili Rasjidi, S.H., L.LM.



Diterbitkan oleh



: PT Remaja Rosdakarya-Bandung



Cetakan ke



: Tujuh



ISBN



: 979-514-218-6



2



BAB I RESUME BUKU



Persoalan yang dibahas di buku A. Pengantar : Sebuah Peran Bagi Sejarah Para Ilmuwan berusaha untuk menyumbangkan suatu unsur ke dalam konstelasi tertentu, perkembangan sains menjadi proses sedikit demi sedikit yang menambahkan item – item ini, satu persatu atau dalam bentuk gabungan yang semakin membesar yang membentuk teknik dan pengetahuan sains. Karenanya sejarah mempunyai dua tugas utama, di satu pihak ia harus menetapkan oleh orang apa dan pada saat mana fakta, dalil dan teori sains kontemporer itu ditemukan atau diciptakan. Di pihak lain ia harus menguraikan dan menerangkan penumpukan kekeliruan, mitos dan takahyul yang telah mengisi akumulasi yang lebih cepat dari unsur – unsur pokok buku teks sains modern. Sains telah mencakup kumpulan kepercayaan yang sangat bertentangan dengan apa yang kita akui hari ini, jika alternatif – alternatif diberikan maka sejarahwan harus memilih yang terakhir. Namun pilihan itu menyebabkan sulitnya melihat perkembangan sains sebagai proses pertambahan. Semua keraguan dan kesulitan ini mengakibatkan revolusi historiografis dalam studi sains meskipun masih dalam tahap awal. Para sejarahwan sains telah memulai mengajukan jenis – jenis pertanyaan yang baru dan menelusuri garis – garis perkembangan yang berbeda dan sering lebih sedikit dari yang kumulatif bagi berbagai sains. Diantara kemungkinan yang masuk akal itu, kesimpulan tertentu yang dicapainya bisa jadi ditentukan oleh pengalamannya yang lalu dalam bidang – bidang lain atau oleh peristiwa kebetulan dalam penyelidikan atau oleh keadaan individualnya. Pengamatan dan pengalaman dapat dan harus membatasi keanekaragaman kepercayaan ilmiah yang diperbolehkan, kalau tidak maka tidak akan ada sains. Sains yang normal kegiatan yang tak dapat dihindari menyerap hampir seluruh waktu kebanyakan ilmuwan didasarkan atas asumsi bahwa masyarakat ilmiah itu tahu seperti apa dunia ini dan sering menekan hal –



3



hal baru yang fundamental karena hal – hal baru itu memerlukan diruntuhkannya komitmen – komitmen mendasar. Revolusi sains adalah episode – episode yang termahsyur dalam perkembangan sains yang sebelumnya dinamakan revolusi yang terkait dengan nama – nama Copernicus, Newton, Lavoisier dan Einstein. Masing – masing memerlukan penolakan masyarakat ilmiah terhadap teori sains yang pada suatu ketika mendapat kehormatan demi teori yang bertentangan dengannya; menghasilkan perubahan sebagai akibatnya dalam masalah yang tersedia bagi penelitian ilmiah; mentransformasikan imajinasi ilmiah dengan cara – cara yang pada akhirnya dilukiskan sebagai transformasi dunia yang didalamnya dilakukan karya ilmah. Penemuan baru dalam teori juga bukan satu-satunya peristiwa ilmiah yang mempunyai dampak revolusioner terhadap para spesialisasi yang wilayahnya menjadi tempat terjadinya peristiwa itu. B. Jalan Menuju Sains Yang Normal Sains yang normal berarti riset berdasar atas satu atau lebih pencapaian ilmiah yang lalu, pencapaian yang oleh masyarakat ilmiah tertentu pada suatu ketika dinyatakan sebagai pemberi fundasi bagi praktek selanjutnya. Physica karya Aristoteles, Almagest karya Ptolemaeus, Principia dan Opticks karya Newton, Electricity karya Franklin, Chemistry karya Lavoisier dan Geology karya Lyell, pencapaian mereka cukup baru belum pernah ada sebelumnya sehingga



dapat



menghindarkan kelompok



penganut



yang



kekal



dari



mempersaingkan cara melakukan kegiatan ilmiah. Orang – orang yang risetnya didasarkan atas paradigma bersama terikat pada kaidah – kaidah dan standar – standar praktek ilmiah yang sama. Konsep paradigma akan sering menggantikan berbagai gagasan yang dikenal, maka lebih banyak yang perlu dikatakan tentang alasan penggunaannya. Pada abad ke-18 paradigma disajikan oleh Opticks karya Newton yang mengajarkan bahwa cahaya adalah partikel yang sangat halus. Di antara zaman kuno yang jauh dan akhir abad ke-17 tidak ada periode yang memperlihatkan suatu pandangan tersendiri yang diterima secara umum tentang sifat cahaya sebaliknya ada yang mendukung teori Epicurus, teori Aristoteles, atau teori Plato.



4



Pada masa itu banyak pandangan tentang sifat listrik dengan pengeksperimen seperti Hauksbee, Gray, Desaguliers, Du Fay, Nollett, Watson, Franklin dan lain-lain. Semua konsep kelistrikan mempunyai sesuatu yang sama yang menjadi pedoman seluruh riset ilmiah pada zaman itu. Suatu kelompok teori dini setelah praktek abad ke-17 menganggap pembangkitan tarikan dan gesekan sebagai gejala kelistrikan yang fundamental. Kelompok ini cenderung untuk memperlakukan tolakan sebagai efek sekunder yang diakibatkan oleh suatu jenis pantulan mekanis dan juga untuk menangguhkan selama mungkin diskusi maupun riset yang sistematis tentang efek yang baru ditemukan oleh Gray yaitu kondisi listrik. Kumpulan fakta yang dihasilkan berisi fakta – fakta yang yang dapat dijangkau oleh eksperimen dan pengamatan dari beberapa data yang dapat ditelusuri dari keterampilan yang mapan seperti obat – obatan, pembuatan kalender



dan



metalurgi.



Hanya



dalam



hal



statistika,



dinamika



dan



optika geometris kuno, fakta – fakta yang dikumpulkan dengan begitu sedikit bimbingan dari teori yang telah dikukuhkan sebelumnya, berbicara dengan kejelasan yang cukup untuk memungkinkan munculnya paradigma yang pertama. Supaya diterima sebagai paradigma, sebuah teori harus tampak lebih baik daripada saingannya. Jika dalam perkembangan sains seseorang atau suatu kelompok mampu menarik kebanyakan dari pemraktek generasi berikutnya, maka secara berangsur-angsur aliran – aliran lama hilang. Hilangnya aliran-aliran itu sebagian disebabkan oleh pembelotan anggota-aggotanya kepada paradigma yang baru, paradigma yang baru itu menyiratkan suatu definisi baru yang lebih kaku tentang bidangnya. Definisi yang kaku dari kelompok sains mempunyai konsekuensi-konsekuensi lain, ketika ilmuwan mempercayai paradigma dalam karya utamanya tidak perlu lagi membangun kembali bidangnya, memulai dari prinsip - prinsip pertama dan membenarkan penggunaan setiap konsep yang diperkenalkan. Sebaliknya mereka biasanya akan tampil sebagai artikel-artikel singkat yang ditujukan hanya kepada rekan - rekan professional, orang - orang yang pengetahuannya tentang paradigma bersama dapat diakui dan yang terbukti



5



bahwa hanya mereka yang mampu membaca makalah - makalah yang ditujukan kepada mereka. Sejak zaman prasejarah bidang - bidang studi bergiliran menyeberangi pembagi diantara apa yang sejarahwan bisa menyebutnya prasejarahnya sebagai suatu sains dan sejarahnya yang khas. Transisi kepada kematangan ini jarang begitu mendadak atau begitu tegas seperti yang mungkin telah disiratkan oleh pembahasan yang skematis. Akan tetapi transisi ini juga tidak pernah secara historis bertahap,



menyebabkan



perluasan



yaitu



dengan



keseluruhan



perkembangan bidang-bidang tempat terjadinya transis Itu. Meskipun demikian dalam hal yang penting tulisan mengenai listrik dari Cavendish, Coulomb dan Volta dari abad ke-18 tampak lebih jauh dari tulisan-tulisan Gray, Du Fay dan bahkan Franklin dibandingkan dengan tulisan para penemu kelistrikan dari awal abad ke-18 dari tulisan-tulisan abad ke-16. Sebagai kelompok mereka telah mencapai apa yang didapat oleh para astronom zaman kuno oleh para peneliti gerak abad pertengahan artinya mereka telah memperoleh paradigma yang terbukti mampu menjadi pedoman bagi seluruh riset kelompok itu. C. Sifat Sains Yang Normal Paradigma memperoleh statusnya karena lebih berhasil daripada singannya dalam memecahkan beberapa masalah yang mulai diakui oleh kelompok pemraktek bahwa masalah-masalah itu rawan. Keberhasilan sebuah paradigma pada mulanya sebagian besar adalah janji akan keberhasilan yang dapat ditemukan dalam contoh-contoh pilihan dan yang belum lengkap. Sains yang normal memiliki mekanisme yang melekat yang memastikan pelonggaran pembatasan yang mengikat riset manakala paradigma yang menurunkanya itu tidak lagi berfungsi secara efektif. Pada saat itu para ilmuwan berprilaku lain dan sifat masalah - masalah riset mereka berubah, namun dalam periode ketika paradigma itu berhasil, profesi telah berhasil memecahkan masalah – masalah yang hampir tidak dapat dibayangkan oleh para anggotanya dan tidak akan pernah dilakukan tanpa komitmen dengan paradigma itu sekurang – kurangnya bagian dari pencapaian itu selalu ternyata permanen.



6



Untuk mengetahui apa yang dimaksud riset normal atau riset berdasarkan paradigma, bisa dilakukan melalui pengumpulan fakta yakni dengan melakukan eksperimen – eksperimen dan pengamatan – pengamatan yang diuraikan dalam berkala – kala teknis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memberikan informasi tentang hasil – hasil riset mereka yang berkesinambungan kepada rekan – rekan professional mereka. Adanya paradigma itu menetapkan masalah yang harus dipecahkan, seringkali teori paradigma itu terlibat langsung di dalam desain peralatan yang mampu memecahkan masalah tersebut. Tanpa principia misalnya, pengukuran dengan mesin Atwood akan tidak berarti sama sekali. kelas yang ketiga menyerap seluruh kegiatan pengumpulan fakta sains yang normal. Kelas ini terdiri atas karya empiris yang dilaksanakan untuk mengartikulasikan teori paradigm, memecahkan beberapa ambiguitasnya yang masih tersisa dan memungkinkan pemecahan masalah yang sebelumnya hanya menarik perhatiannya. Sebagian dari karya teoritis yang normal meskipun hanya sebagian kecil hanya tercapai karena menggunakan teori yang ada untuk memprakirakan informasi faktual dengan nilai yang sebenarnya, bukan karena prakiraan-prakiraan yang dihasilkan di dalamnya memiliki nilai yang nyata melainkan karena prakiraan-prakiraan itu dapat langsung dihadapkan dengan eksperimen. D. Sains Normal Sebagai Pemecah Teka-teki Ciri yang menonjol dari masalah riset yang normal ialah betapa sedikitnya masalah – masalah itu ditujukan untuk menghasilkan penemuan – penemuan baru yang besar, konseptual atau hebat. Pada abad ke-18 misalnya hanya sedikit perhatian yang diberikan kepada eksperimen – eksperimen yang mengukur tarikan listrik



dengan peranti



seperti



neraca, karena tidak memberikan hasil



yang konsisten maupun yang sederhana, eksperimen itu tidak dapat digunakan untuk mengartikulasikan paradigm yang menurunkannya. Hasil – hasil yang diperoleh dalam riset yang normal itu signifikan karena merupakan tambahan bagi ruang lingkup dan presisi yang dapat diterapkan oleh paradigma itu, namun hal tersebut



tidak



dapat



menyebabkan



kegairahan



dan



ketekunan



yang



diperlihatkan oleh para ilmuwan terhadap masalah-masalah riset yang normal.



7



Mengantarkan masalah riset yang normal kepada kesimpulan adalah mencapai apa yang diantisipasi dengan suatu cara baru dan hal ini memerlukan pemecahan segala jenis teka-teki instrumental, konseptual dan matematis yang rumit. Jika kita dapat menerima penggunaan istilah “kaidah” yang sangat diperluas maka masalah – masalah yang dapat dijangkau di dalam tradisi riset tertentu memperlihatkan sesuatu yang sangat mirip dengan perangkat karakteristik teka-teki ini. Selama abad ke-18 para ilmuwan mencoba menurunkan gerakan – gerakan bulan yang diamati dari hukum – hukum Newton tentang gerak dan gravitasi tetapi tidak selalu berhasil. Akibatnya beberapa orang menganjurkan untuk menggantikan hukum berbanding terbalik dengan kuadratnya dengan hukum yang menyimpang daripadanya pada jarak yang dekat. Studi tentang tradisi – tradisi sains yang normal menyingkapkan banyak kaidah tambahan, dan tradisi ini memberikan banyak informasi tentang komitmen – komitmen yang diturunkan dari paradigm – paradigm mereka. Pada suatu tingkat yang lebih rendah atau lebih konkret daripada tingkat hukum dan teori misalnya terdapat banyak komitmen kepada tipe – tipe instrumentasi yang dipilih dan kepada instrument yang diterima boleh digunakan secara sah. Kumpulan komitmen itu ternyata metafisis maupun metodologis : Sebagai metafisis ia mengatakan kepada para ilmuwan jenis – jenis maujud (entity) apa yang terkandung dan yang tidak terkandung didalam alam semesta. Sebagai metodologis ia mengatakan harus seperti apa hukum – hokum tertinggi dan keterangan – keterangan fundamental itu, hukum harus merinci gerakan dan interaksi korpuskel dan keterangan harus mengubah setiap gejala alam menjadi tindakan korpuskel menurut hokum – hokum ini. Pada tingkat yang lebih tinggi lagi terdapat perangkat komitmen yang lain, yang tanpa itu siapapun tidak bias disebut sebagai ilmuwan. Ilmuwan harus bisa memahami dunia serta menambah ketepatan dan ruang lingkup yang menatanya. Pada gilirannya komitmen harus menyebabkan meneliti dengan cermat, baik bagi dirinya sendiri maupun melalui rekan – rekannya suatu segi dari alam dengan rincian empiris yang teliti. Adanya jaringan komitmen yang kuat merupakan sumber utama metafora yang menghubungkan sains yang normal



8



kepada pemecahan teka – teki karena menyajikan kaidah – kaidah yang mengatakan kepada pemraktek spesialisasi yang telah matang seperti apa dunia dan sainsnya itu. Sains yang normal adalah kegiatan yang sangat ditentukan tetapi tidak perlu seluruhnya ditentukan oleh kaidah – kaidah. Kaidah diturunkan dari paradigm tetapi paradigm dapat menjadi pedoman bagi riset bahkan tanpa adanya kaidah. E. Keunggulan Paradigma Sejarahwan harus membandingkan paradigm – paradigm masyarakat itu satu sama lain dengan laporan riset pada masa itu, tujuannya adalah menemukan unsur – unsur yang dapat diisolasi secara gambling atau tersirat yang oleh para anggota masyarakat bisa jadi telah diringkaskan dari paradigm – paradigm yang lebih global dan digunakan sebagai kaidah-kaidah dalam riset mereka. Meskipun demikian jika kepaduan tradisi riset akan dipahami dari segi kaidah – kaidah, diperkukan beberapa rincian tentang dasar bersama dalam bidang yang sesuai akibatnya, pencarian kumpulan kaidah yang berwenang membentuk tradisi riset normal tertentu menjadi sumber frustasi yang dalam dan berkesinambungan. Para ilmuwan bisa sepakat bahwa Newton, Lavoisier, Maxwell atau Einstein telah menghasilkan pemecahan yang tampaknya permanen bagi sekelompok masalah penting namun tidak sepakat tentang karakteristikkarakteristik abstrak tertentu yang menjadikan pemecahan – pemecahan itu permanen. Artinya mereka bisa sepakat dalam identifikasi tentang suatu paradigma tanpa sepakat dalam atau bahkan berupaya untuk menghasilkan interpretasi atau rasionalisasi yang bulat tentang paradigm itu. Sesuatu yang jenisnya sama bisa saja berlaku bagi berbagai teknik dan masalah riset yang timbul dalam suatu tradisi sains yang normal. Para ilmuwan bekerja berdasarkan model – model yang diperoleh melalui pendidikan dan selanjutnya melalui terpaan kepustakaan sering tanpa mengetahui atau merasa perlu mengetahui karakteristik – karakteristik apa yang telah diberikan oleh model – model ini bagi status paradigm – paradigm masyarakat. Para ilmuwan tidak biasa menanyakan atau memperdebatkan apa yang membuat suatu masalah atau pemecahan tertentu itu sah mendorong kita untuk menduga



9



bahwa sekurang – kurangnya secara naluriah mereka mengetahui jawabannya. Paradigm – paradigma bisa lebih unggul, lebih mengikat dan lebih lengkap daripada perangkat manapun dari kaidah – kaidah untuk riset yang tidak diragukan pasti disarikan dari paradigm – paradigm itu. Proses belajar teori bergantung pada studi penerapannya termasuk praktek pemecahan masalah baik dengan pinsil dan kertas maupun dengan instrument di laboratorium. Sains yang normal hanya bisa berjalan tanpa kaidah – kaidah selama masyarakat ilmiah yang relevan menerimanya tanpa mempertanyakan pemecahan masalah tertentu yang telah dicapainya. Oleh sebab itu kaidah – kaidah harus menjadi penting dan ketakpedulian yang khas terhadapnya akan lenyap bilamana paradigm – paradigm tau model – model dibiarkan tidak kukuh. F. Anomali dan Munculnya Penemuan Sains Sains yang normal , yakni kegiatan pemecahan masalah yang baru saja kita teliti, adalah kegiatan yang sangat kumulatif, benar – benar berhasil dalam tujuannya, perluasan secara tetap ruang lingkup dan persisi pengetahuan sains. Sains yang normal tidak ditujukan kepada kebaruan – kebaruan fakta atau teori dan, jika berhasil tidak menemukan hal – hal tersebut. Jika karakteristik sains ini akan diselaraskan dengan apa yang telah dikatakan, maka riset yang mengikuti suatu paradigma harus merupakan cara yang sangat efektif untuk mendorong perubahan paradigma. Untuk mengetahui betapa eratnya kebaruan faktual dan teoritis itu saling terjalin dalam penemuan ilmiah, perhatikan contoh yang sangat terkenal yaitu penemuan oksigen, sinar X, ahli fisika Roentgen penemuan bejana Leyden. Disadari atau tidak putusan untuk mengunakan peralatan tertentu dan dengan cara tertentu membawa asumsi bahwa hanya jenis keadaan tertentu yang akan timbul. Ada harapan instrumental dan pengharapan teoritis dan kedua – duanya = sering memainkan peran yang menentukan dalam perkembangan sains. Anomaly hanya muncul dengan latar belakang yang disajikan oleh paradigma. Semakin tepat paradigma



yang



dijangkaunya



jauh



itu, semakin



peka



indikator



yang



disediakannya terhadap anomali, dan karena itu terhadap peristiwa perubahan paradigma. Kenyataan bahwa suatu kebaruan ilmiah yang signifikan begitu sering



10



muncul serempak dari berbagai labolatorium merupakan penunjuk, baik kepada sifat sains normal yang sangat tradisional maupun kepada ketuntasannya yang digunakan oleh pencarian tradisional untuk merintis jalan bagi perubahannya sendiri. G. Krisis Dan Munculnya Teori Sains Para filosof sains telah berulang – ulang mendemonstrasikan bahwa terhadap sekelompok data tertentu selalu dapat diberikan lebih dari satu kontruksi teoritis. Sejarah sains menunjukan bahwa, terutama pada tahap – tahap awal perkembangan suatu paradigma baru, bahkan tidak begitu sulit untuk menciptakan alternatif seperti itu. Akan tetapi penciptaan alternatif itu justru yang jarang dilakukan oleh para ilmuwan kecuali pada tahap paradigma dari perkembangan sains dan pada peristiwa – peristiwa yang sangat khusus selama evolusi selanjutnya. Selama alat – alat yang disediakan oleh paradigma itu masih tetap mampu memecahkan masalah-masalah yang ditetapkannya, sains maju paling cepat dan menembus paling dalam melalui penggunaan alat – alat itu yang disertai keyakinan. Alasannya jelas. Pada sains tidak berbeda dengan di dalam pabrik pembaruan alat merupakan pemborosan yang harus dicadangkan bagi saat – saat yang benar – benar memerlukannya. Pentingnya kritik ialah karena petunjuk yang diberikannya bahwa saat untuk pembaruan alat sudah tiba. H. Tanggapan Terhadap Kritis Krisis itu merupakan prakondisi yang diperlukan dan penting bagi munculnya teori – teori baru, tindakan mempertimbangkan yang mengakibatkan para ilmuwan menolak teori yang semula diterima itu selalu didasarkan atas lebih daripada perbandingan teori itu dengan dunia. Putusan untuk menolak sebuah paradigma selalu sekaligus merupakan putusan untuk menerima yang lain, dan pertimbangan yang mengakibatkan putusan itu melibatkan perbandingan paradigm – paradigm dengan alam maupun satu sama lain. Disamping itu ada alasan kedua untuk meragukan bahwa para ilmuwan menolak paradigma karena dihadapkan kepada anomial – anomial atau penggantinya. Bagaimana ilmuwan menanggapi kesadaran akan anomial dalam kecocokan antara teori dan alam. Ketaksesuaian yang jauh lebih besar pun daripada yang dialami dalam penerapan



11



lain dari teori itu sama sekali tidak perlu menarik tanggapan yang sangat besar. Ketaksesuaian itu selalu ada. Bahkan yang paling bandel pun biasanya pada akhirnya menanggapi praktek yang normal. Jika suatu anomali akan menimbulkan krisis, biasanya harus lebih dari pada sekadar sebuah anomial. Selalu ada kesulitan dalam kecocokan paradigma alam kebanyakan diantaranya cepat atau lambat diluruskan, sering kali dengan proses – proses yang tidak mungkin telah diramalkan. Transisi kepada paradigma baru yang dihasilkannya adalah revolusi sains, subjek yang pada akhirnya kita siap mendekatinya secara langsung. Banyak kriteria kemacetan dalam kegiatan sains normal, kriteria yang sama sekali tidak bergantung pada apakah kemacetan itu diikuti oleh revolusi. I. Sifat dan Perlunya Revolusi Sains Revolusi sains dianggap sebagai episode perkembangan nonkumulatif yang didalamnya paradigma yang lama diganti seluruhnya atau sebagaian oleh paradigma baru bertentangan. Revolusi politik, revolusi sains. Marilah kita percayai saja bahwa perbedaan – perbedaan di antara paradigm – paradigm yang bertautan itu diperlukan serta tidak dapat diselaraskan. Paradigma – paradigma yang berurutan mengatakan kepada kita hal – hal yang berbeda tentang populasi alam semesta dan tentang perilaku populasi itu. Artinya mereka berbeda disekitar pertanyaan – pertanyaan seperti adanya pertikel – pertikel subatomic bahwa cahaya itu materi dan penghematan panas atau energi. Inilah perbedaan – perbedaan yang sesungguhnya diantara paradigma – paradigma yang berurutan, dan mereka tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Paradigma – paradigma adalah esensial bagi sains. Paradigma – paradigma itu juga esensial bagi alam. J. Revolusi sebagai Perubahan Pandangan atas Dunia Perubahan – perubahan paradigma menyebabkan para ilmuwan berbeda memandang dunia kegiatan risetnya. Sepanjang satu – satunya jalan lain mereka ke dunia itu hanya melalui apa yang mereka lihat dan lakukan, kita bisa jadi ingin mengatakan bahwa setelah revolusi, para ilmuwan menanggapi dunia yang berbeda. Apa yang dilihat orang bergantung pada apa yang dipandangnya dan juga pada apa yang diajakannya kepadanya untuk terlihat oleh pengalaman konsep



12



visual terdahulu. Bila latihan seperti itu tidak ada, maka hanya ada “kekacauan sialan yang bersimpang siur” seperti yang diungkapkan oleh William James. Namun kendati eksperimen – eksperimen psikologis itu sugestif, menurut sifatnya tidak bisa lebih dari itu. Eksperimen – eksperimen itu juga memperagakan karakteristik – karakteristik persepsi yang bisa merupakan sentral bagi perkembangan sains, tetapi tidak mendemonstrasikan bahwa pengamatan yang cermat dan terkontrol yang dilakukan oleh ilmuwan riset benar – benar turut menjadi karakteristik itu. Namun, dengan pengamatan ilmiah situasi itu tepat sebaliknya. Ilmuwan tidak dapat mencari bantuan di atas atau yang melebihi apa yang dilihatnya dengan mata dan instrumennya. Jika dapat dicari bantuan autoritas yang lebih tinggi sehingga dapat diperlihatkan bahwa penglihatannya telah berubah, maka autoritas itu sendiri akan menjadi sumber datanya, dan perilaku penglihatannya akan menjadi sumber masalah (seperti subjek eksperimen bagi psikolog). Dan paradigma para ilmuwan mengenai sain berubah dan tidak mengkotakkan lagi ilmu pengetahuan tersebut setelah terjadi revolusi sain. Paradigma itu telah sangat berguna, baik bagi sains maupun bagi filsafat. Pemanfaatannya, seperti pemanfaatan dinamika sendiri, telah berguna bagi pemahaman fundamental yang mungkin tidak akan dapat dicapai dengan cara lain. Apa yang terjadi selama revolusi sains tidak dapat sepenuhnya direduksi menjadi reinterpretasi data – data



individual yang stabil. Ilmuwan yang menganut



paradigma yang baru itu bukannya menjadi penafsir, melainkan menjadi seperti orang yang mengenakan kaca mata dengan lensa pembalik. Ketika menghadapi konstelasi objek yang sama dengan sebelumnya, dan tahu bahwa ia berbuat demikian, bagaimana pun ia menemukan mereka dalam banyak rinciannya bertransformasi secara menyeluruh. Setiap interpretasi ini mensyaratkan suatu paradigma, semuanya adalah bagian – bagian dari sains yang normal, kegiatan yang seperti itu bertujuan memperbaiki, memperluas, dan mengartikan paradigma yang sudah ada. Berkat paradigma yang kita terima, kita dapat mengetahui apa itu data, instrumen apa yang bisa digunakan untuk menelusurinya, dan konsep mana yang relevan dengan interpretasinya. Jika paradigma ditentukan, maka interpretasi data



13



merupakan pokok kegiatan yang mengeksplorasinya, akan tetapi kegiatan menginterpretasikan itu hanya bias mengartikulasikan paradigma, bukan mengoreksinya. Paradigma sama sekali tidak dapat dikoreksi oleh sains yang normal. Dengan adanya revolusi sains, para ilmuwan bekerja dalam dunia yang berbeda sehingga tidak hanya mengkhususkan pada bidang keilmuannya belaka. K. Tak Tampaknya Revolusi Kita masih harus bertanya, bagaimana berakhirnya revolusi sains. Namun, sebelum mengajukan pertanyaan itu, tampaknya perlu melakukan upaya terakhir untuk memperkuat keyakinan tentang kehadiran dan sifatnya. Baik ilmuwan maupun orang awam mengambil banyak dari citra para ilmuwan terdahulu tentang kegiatan sains yang kreatif dari sumber yang berwenang yang secara sistematis menyamarkan (sebagian karena alasan – alasan fungsional yang penting) adanya dan pentingnya revolusi sains. Kita hanya berharap untuk membuat contoh historis yang benar – benar efektif jika kewenangan itu diakui dan dianalisis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua argumen yang paling signifikan dan persuasif bagi paradigma yang menghasilkan paradigma baru didasarkan atas kemampuan komparatif para ilmuwan. Sebagai sumber autoritas, buku teks tentang sains bersama – sama dengan popularisasinya maupun karya filosofis yang sudah akan tentu mencontoh para ilmuwan terdahulu. Namun hingga saat ini tidak ada sumber informasi lain yang penting



tentang



sains



yang



tersedia



kecuali



melalui



praktek



riset.



Melalui praktek riset, menunjukkan kepada kumpulan masalah, data, dan teori yang sudah diartikulasikan, paling sering kepada perangkat paradigma tertentu tempat berkomitmennya masyarakat sains pada saat mereka ditulis. Buku – buku teks sendiri bertujuan mengkomunikasikan kosakata dan sintaksis bahasa sains yang kontemporer. Namun apabila terdapat penyimpangan terhadap suatu konstruksi pemikiran tentang sains oleh para ilmuwan 9 dalam buku – bukunya menyebabkan revolusi sain tidak tampak; penyusunan bahan yang masih tampak menyiratkan suatu proses yang, bila ada, tidak akan memberi fungsi kepada revolusi. L. Pemecahan Revolusi



14



Buku – buku teks mengenai sains dihasilkan sebagai akibat dari revolusi sains yang merupakan dasar bagi tradisi baru sains yang normal. Hal ini diakibatkan perkembangan zaman yang diikuti dengan perubahan paradigma para ilmuwan terhadap teori – teori maupun sains secara keseluruhan yang telah diungkapkan para ilmuwan pendahulunya. Perubahan paradigma tersebut diperoleh melalui praketk riset, baik itu melalui pengujian, verifikasi, atau falsifikasi teori – teori sains yang mapan. Pekerja riset adalah pemecah teka – teki dan bukan sebagai penguji paradigma, meskipun selama mencari pemecahan teka – teki tersebut, bisa menguji coba sejumlah pendekatan alternatif, menolak yang gagal, memberikan hasil yang diharapkan, ketika melakukan hal itu ia bukan menguji paradigma. Upaya dalam melakukan percobaan pemecahan teka – teki hanyalah untuk menguji diri sendiri, dan bukan mencoba untuk menguji paradigma yang berlaku. Hal ini hanya mungkin dilakukan selama paradigma itu sendiri dianggap semestinya benar. Oleh karena itu, pengujian paradigma hanya terja di setelah kegagalan yang berlarut – larut dalam memecahkan teka-teki yang penting menimbulkan krisis. Dan kendatipun demikian, ia hanya terjadi setelah kesadaran akan krisis memunculkan calon pengganti paradigma. Dalam sains, berbeda dengan dalam pemecahan teka – teki, situasi pengujian tidak pernah terjadi semata – mata karena perbandingan suatu paradigma dengan alam. Akan tetapi, pengujian terjadi sebagai bagian dari kompetisi di antara dua paradigma yang bersaingan dalam memperebutkan kesetiaan masyarakat sains. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua argumen yang paling signifikan dan persuasif bagi paradigma yang menghasilkan paradigma baru didasarkan atas kemampuan komparatif para ilmuwan dalam memecahkan suatu permasalahan melalui proses pengujian, verifikasi, dan falsifikasi. M. Kemajuan Melalui Revolusi Melalui revolusi, dapat membantu kita dalam memperlihatkan hubungan yang tak bisa dilepaskan di antara gagasan tentang sains dan kemajuan. Kita cenderung selalu melihat setiap bidang itu ditandai dengan kemajuan sains, padahal disana masih terdapat masalah pemahaman mengapa kemajuan



15



merupakan karakteristik yang pantas begitu diperhatikan dari kegiatan yang dilakukan dengan teknik-teknik dan tujuan-tujuan tertentu. Dalam semua kasus bidang keilmuan, pemecahannya sebagian akan bergantung pada pembalikan penglihatan kita yang normal terhadap hubungan antara kegiatan sains dan masyarakat yang mempraktekkannya. Kita harus belajar menyadari apa yang biasanya kita anggap efek itu sebagai penyebab, yang berimplikasi kepada pengagungan “kemajuan sains” dan “objektifitas sains”. Masyarakat sains yang mapan memulai pekerjaan dari satu paradigma tunggal atau dari perangkat yang hubungannya erat. Jarang sekali masyarakat sains yang berbeda menyelidiki masalah – masalah yang sama. Dalam kasus – kasus istimewa itu kelompok-kelompok menganut beberapa paradigma utama bersama-sama untuk menghasilkan karya kreatif yang berhasil, dan karya kreatif tersebut adalah kemajuan. N. Pascawacana -1969 Apabila paradigma-paradigma dicari dengan meneliti perilaku anggotaanggota masyarakat sains yang ditetapkan sebelumnya dapat dengan cepat menyingkapkan bahwa sebagian besar buku, istilah “paradigma” digunakan dalam dua arti yang berbeda. Di satu pihak, ia berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik, dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh anggotaanggota masyarakat tertentu. Di pihak lain, ia menunjukkan sejenis unsur dalam konstelasi itu, pemecahan teka-teki yang kongkret, yang jika digunakansebagai model atau contoh, dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan teka-teki sains yang normal yang masih tertinggal. Setidak-tidaknya secara filosofis, arti kedua dari “paradigma” ini adalah yang lebih dalam dari yang dua, dan klaim yang dibuat atas namanya merupakan sumber



utama



berbagai



kontroversi



dan



kesalahpahaman,



terutama



untuk pernyataan mengenai sains menjadi kegiatan yang subjektif dan irasional. 1.Pascawacana -1969 Istilah “paradigma” ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains, dan sebaliknya, masyarakat sains terdiri atas orang-orang yang m emiliki suatu paradigma bersama. Masyarakat sains dapat dan seharusnya



16



diisolasi tanpa terlebih dulu meminta bantuan kepada paradigma; yang belakangan ini kemudian dapat ditemukan dengan meneliti perilaku anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan. Dalam pandangan ini, masyarakat sain terdiri atas pemraktek sosialisasi sains. Sampai tingkat yang tak ada bandingannya dalam kebanyakan bidang lain, mereka telah mengalami pendidikan dan memulai profesi yang serupa; dalam proses ini mereka telah menyerap kepustakaan teknik yang sama dan mengambil banyak pelajaran yang sama daripadanya. Biasanya batas-batas kepustakaan standar itu menandai batas materi subjek sains, dan setiap masyarakat biasanya memiliki materi subjek sendiri. Revolusi adalah jenis khusus perubahan yang melibatkan jenis tertentu rekonstruksi komitmen-komitmen kelompok tertentu. Akan tetap, ia tidak perlu merupakan perubahan besar, juga tidak perlu tampak revolusioner bagi mereka yang berada di luar masyarakat. Justru karena tipe perubaha n ini, yang tidak banyak dikenal atau dibahas dalam kepustakaan filsafat sains, terjadi begitu teratur dalam skala yang lebih kecil, maka perubahan revolusioner, sebagai lawan kumulatif, begitu perlu dipahami. 2.Paradigma sebagai konstelasi komitmen kelom pok Paradigma menyebutkan unsur-unsur filosofis yang menjadi pokok bahasan literatur ini, menyiapkan indeks analitik parsial dan menyimpulkan bahwa istilah itu digunakan dengan cara-cara yang berbeda yang disebabkan oleh inkonsistensi gaya penulisan. Untuk maksud – maksud tersebut dikemukakan “matriks disipliner” : “disipliner” karena ia mengacu kepada dimilikinya disiplin tertentu oleh para pemraktek bersama-sama; “matriks” karena ia terdiri atas berbagai jenis unsur yang tertata yang masing-masing memerlukan spesifikasi lebih lanjut. Semua atau kebanyakan objek kelompok yang oleh teks asli saya dijadikan paradigma, bagian-bagian paradigma, atau paradigmatik adalah unsur-unsur yang membentuk matriks disipliner, dan dalam keadaan demikian mereka membentuk keseluruhan dan berfungsi bersama-sama. 3.Paradigma dan Contoh Bersama



17



Para filosof sains tidak biasa mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan oleh mahasiswa di laboratorium atau dalam teks sains karena dianggap hanya memasok praktek dalam penerapan apa yang telah diketahui oleh mahasiswa itu. Dikatakan bahwa ia sama sekali tidak dapat memecahkan masalahmasalah kecuali jika ia belajar dulu teori dan beberapa kaidah untuk menerapkannya. Pengetahuan sains tertanam dalam teori dan kaidah; masalahmasalah diberikan untuk memperoleh kemudahan dalam penerapannya. 4.Pengetahuan diam-diam dan naluri Acuan kepada pengetahuan diam-diam dan kepada penolakan kaidahkaidah yang terjadi bersamaan mengisolasi masalah lain yang telah menyusahkan banyak kritikus dan tampaknya menyajikan dasar bagi tuduhan subjektivitas dan irasionalitas dan pada prinsipnya naluri itu sesuatu yang bukannya tidak dapat dianalisis. Pengetahuan diam-diam didapat dari kejadian-kejadian di luar kekuasaan kita, hal tersebut terjadi begitu saja, yang tanpa kita sadari menyebabkan bertambahnya pengetahuan kita. Sedangkan Pengetahuan naluri didapat karena adanya hasrat manusia yang selalu ingin tahu dan mencoba menganal isi suatu peristiwa yang dirasakan janggal dan aneh yang memerlukan riset untuk memperolehnya. 5.Eksemplar, kemustahilan dibandingkan, dan revolusi Para pendukung teori yang tak mungkin dibandingkan, sama sekali tak dapat berkomunikasi satu sama lain; akibatnya, dalam perdebatan tentang pilihan teori tidak dapat menggunakan bantuan alasan yang baik; alih-alih, teori harus dipilih karena alasan yang akhirna personal dan subjektif; sejenis appersepsi mistis menjadi penyebab dicapainya keputusan yang sebenar- benarnya. Jika ada ketidaksepakatan tentang kesimpulan, pihak-pihak dalm debat tersebutdapat menelusuri kembali langkah-langkah mereka satu per satu, membandingkan masing-masing dengan ketetapan semula. Pada akhir proses itu salah satu pihak harus mengakui bahwa ia telah melakukan kekeliruan, melanggar kaidah yang telah diterima sebelumnya. Setelah pengakuan itu ia tidak bisa berpaling kepada bantuan lain, dan kemudian bukti lawannya itu mempunyai kekuatan memaksa. Hanya jika kedua pihak alih-alih menemukan, bahwa mereka



18



berbeda tentang makna atau penerapan kaidah yang ditetapkan, bahwa kesepakatan sebelumnya tidak menyajikan dasar yang cukup untuk bukti, maka perdebatan diteruskan dalam bentuk yang tak dapat dihindari diambilnya selama revolusi sains. Debat tersebut tentang premis, dan bantuan yang bisa dimintanya adalah persuasi sebagai pendahuluan bagi kemungkinan bukti. Praktek sains yang normal bergantung pada kemampuan, diperoleh adri eksemplar-eksemplar,



kepada



dalam perangkat-perangkat



objek-objek



kemiripan



yang



dan



situasi



primitif



kelompok



dalam



arti



ke



bahwa



pengelompokan itu dilakukan tanpa jawaban atas pertanyaan, maka satu aspek sentral dari setiap revolusi adalah bahwa beberapa hubungan kemiripan itu mengalami perubahan. 6.Revolusi dan Relativisme Para pendukung teori-teori yang berbeda adalah seperti anggota-anggota masyarakat budaya bahasa yang berbeda. Mengenal paralelisme menunjukkan bahwa dalam arti tertentu kedua kelompok itu bisa jadi benar. Bila diterapkan pada budaya dan perkembangannya, posisi itu relativistik. Akan tetapi jika diterapkan pada sains, bisa jadi tidak demikian, dan bagaimanapun ia jauh dari sekadar relativisme dalam hal bahwa kritikusnya tidak bisa melihat. Bila dianggap sebagai kelompok atau kelompok dalam, para pemraktek sain yang berkembang yang pada dasarnya adalah pemecah teka-teki. Teori sains biasanya dirasakan lebih baik daripada pendahulunya tidak hanya dalam arti bahwa ia adalah instrumen yang lebih baik untuk menemukan dan memecahkan teka-teki, tetapi juga karena ia, bagaimana pun, merupakan penggambaran yang lebih baik tentang seperti apa alam itu sebenarnya. 7.Sifat Sains Bahwasannya sifat sains yang pertama adalah kritis, dan yang kedua menguntungkan, dan diantara kedua-duanya tidak berhubungan satu sama lain, kedua-duanya cukup umum untuk menuntut sekurang-kurangnya suatu tanggapan. Meskipun perkembangan sains bisa lebih mirip dengan perkembangan bidang lain daripada yang sering diduga, ia juga berbeda secara menyolok. Untuk mengatakan, misalnya, bahwa sains, setidak-tidaknya setelah tahap tertentu dalam



19



perkembangannya, maju dengan cara yang tidak terdapat dalam bidang lain, tidak dapat sama sekali salah, berupa apa pun kemajuan itu.



20



BAB II ANALISIS ISI BUKU Dalam buku ini, pembahasan utama yaitu mengungkap paradigma yang terjadi dalam teori dan praktik sains normal yang mengharuskan untuk dilakukan sebuah revolusi. Istilah sains normal atau “normal science” dimaknai sebagai “penelitian yang berdasarkan pada satu atau lebih temuan sains, yang untuk sementara waktu diakui oleh suatu komunitas ilmiah sebagai temuan yang menjadi fondasi bagi praktik selanjutnya.” Sains normal, berdasarkan pada paradigma bersama (shared paradigm), yaitu yang “terikat oleh aturan dan standar yang sama demi praktik keilmuan. Keterikatan atau kesepakatan tersebut adalah pra‑syarat bagi normal science, yaitu sebagai tolak ukur awal untuk keberlangsungan sebuah riset. Kuhn memperkenalkan teorinya dengan sebutan Paradigma. Bangunan sebuah teori ilmu pengetahuan sangat bergantung kepada paradigma ilmu pengetahuan itu sendiri. Terdapat dua karakteristik ciri khas substansi dari paradigma yaitu: pertama, menawarkan unsur baru tertentu yang menarik pengikut keluar dari persaingan metode kerja dalam kegiatan ilmiah sebelumnya. Kedua, menawarkan pula persoalan – persoalan baru yang masih terbuka dan belum terselesaikan. Maksudnya ialah ketika suatu kesepakatan yang dibentuk dan telah berjalan sesuai dengan masanya dan ternyata pada masa tertentu kesepakatan itu tidak bisa memecahkan masalah maka diperlukan sebuah kontruksi ulang yang kemudian akan membentuk sebuah paradigma baru yang mampu memecahkan persoalanpersoalan ilmiah. Kuhn mengatakan bahwa istilah paradigma erat kaitannya dengan sains yang normal (normal Science). Normal science adalah usaha yang sungguh – sungguh dari ilmuan untuk menundukkan alam masuk ke kotak – kotak konseptual yang disediakan oleh paradigma ilmiah dan untuk menjelaskan, diumpamakan sains normal itu dapat menyelesaikan teka – teki masalah tersebut. Jadi, sains normal itu merupakan sebuah penyelidikan yang dibuat oleh suatu komunitas ilmiah yang dalam usahanya menafsirkan alam ilmiah melalui paradigm ilmiahnya. Kuhn menyatakan bahwa komunitas ilmiah adalah bukan



21



bekerja bersama di suatu tempat tetapi sekelompok ilmuan yang telah memilih pandangan bersama tentang alam atau bisa dikatakan bahwa paradigma ilmu bersama baik nilainilai, asumsi – asumsi tujuan – tujuan, bahkan kepercayaan bersama. (Muslih, 130:2008) Perubahan dari Normal Science ke wilayah Revolutionary Science ini terjadi proses pergeseran paradigma (Shifting Paradigm) Dalam revolusi ini komunitas ilmiah atau para ilmuan akan turut andil dalam bagian ini. Kuhn mengatakan bahwa para ilmuanilmuan itu seakanakan tiba – tiba dipindahkan ke planet lain di mana objek – objek yang sangat dikenal tanpak dalam penerangan yang berbeda dan berbaur dengan objek yang tidak dikenal. Kuhn mengindikasikan bahwa paradigma tidak bersifat stagnan, tetapi dinamis. Pembentukan paradigm dengan siklus normal science–anomalies– revolution–normal science.



22



BAB III PENUTUP Materi yang disajikan oleh Kuhn ini memang agak sukar dipahami bukan saja oleh para mahasiswa namun juga masyarakat umum. Revolusi sains yang digagas oleh Thomas Kuhn lebih menekankan pada proses tranformasi paradigma yang lama menuju paradigma yang baru yang lebih mendatangkan sebuah alternatif. Proses ‑ proses yang ia gambarkan dalam perkembangan sains merupakan siklus bagaimana sains normal ternyata mendominasi dari seluruh persoalan sains hingga saat ini, dan paradigma di sini dimainkan oleh kalangan ilmuan yang mendominasi paradigma. Seperti ia sampaikan dalam pembahasan di atas, bahwa umumnya para ilmuan tidak peduli dengan paradigma lain yang berkembang, yang diutamakan adalah bagaimana teori‑teori dan konsep mampu diterapkan, jika ditemukan keganjalan mereka cenderung sulit menemukan pemecahan.



Oleh



karena



itu



disini



perlunya



sebuah



solusi



untuk



menyelesaikannya dengan menerapkan revolusi sains. Apa yang digagas oleh Thomas Kuhn memang secara konsep lebih menjanjikan, namun penyelesaiannya tetap masih terlihat adanya kesamaan dengan pola positivistik, dia menafikan kebenaran atau kepastian tertinggi di dalam semesta ini. Usaha epistemologis manusia dianggap tidak memiliki tujuan akhir dan tidak mungkin diraih secara objektif. Namun, gagasan dari Kuhn mendapat tempat yang baik dalam pengembangan seluruh disiplin ilmu pengetahuan kotemporer terutama dalam ilmu sosial ‑ humaniora.



23



DAFTAR PUSTAKA



Muslih, Mohammad. 2008. Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmiah. Yogyakarta: Penerbit Belukar. Khun, Thomas. S. The Structure of Scientific Revolution Peran Paradigma dalam Revolusi Sains. PT Remaja Rosdakarya: Bandung.