Fisiologi Gerak Refleks Dan Biolistrik Pada Katak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FISIOLOGI GERAK REFLEKS DAN BIOLISTRIK PADA KATAK LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN



Disusun Oleh : Septa Rizkyana (3415131028) Yuni Arum Sari (3415131029)



PENDIDIKAN BIOLOGI REGULER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2015



PENDAHULUAN Jaringan otot terdiri atas sel – sel panjang yang disebut serabut otot yang mampu berkontraksi ketika dirangsang oleh impuls saraf. Tersusun dalam susunan parallel didalam sitoplasma, serabut otot adalah sejumlah besar mikrofilamen yang terbuat dari protein kontraktif aktin dan myosin. Otot adalah jaringan yang paling banyak terdapat pada sebagian besar dari kerja skeleton (Cambell.2006:8-9). Dalam tubuh vertebrata terdapat tiga macam otot yaitu : otot polos , otot rangka dan otot jantung. Otot rangka terdapat tiga macam bila dilihat morfologi, histokimia, serta fisiologinya yaitu otot merah, otot putih, otot campuran. Warna merah pada otot merupakan myoglobin yang berguna untuk mengikat oksigen. Otot merah berkontraksi dengan kecepatan lebih lambat dari pada otot putih tetapi dapat melakukan kegiatan yang kuat dan kontinyu. Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membrane sel yang terjadi secara cepat (Seeley, 2003). Pada sel otot (serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot berkontraksi (Seeley, 2003). Berdasarkan Cambell (2004), sebuah potensi aksi tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar 100 milidetik atau kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua tiba sebelum respon potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan menjumlahkan dan menghasilkan respon yang lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan potensial aksi yang saling tumpang tindih, maka akan terjadi sumasi yang lebih besar lagi detngan tingkat tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat, sentakan tersebut akan lepas menjadi kantraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut tetanus. Reflek gerak pada ekstremitas (tungkai) berpusat di sumsum tulang belakang, sementara reflek kedip mata berpusat di otak besar lobus oksipitalis. Jalannya impuls pada gerak reflek : reseptor – saraf sensori (melalui lengkung dorsal) – medulla spinalis – saraf motoris ( melalui lengkung ventral) – efektor. Impuls saraf masuk ke medulla spinalis sebagai CNS (Central Nervous System) melalui akar dorsal dan keluar melalui akar ventral. Pada saat sel saraf dalam keadaan istirahat (reseptor tidak dirangsang), membrane seldalam keadaan impermeable terhadap ion. Jika sel saraf dirangsang, maka saluran ion akan terbuka. Ion Natrium akan masuk kedalam sel dan ion Kalium nersama Cl akan keluar dari dalam sel. Muatan ion didalam sel menjadi lebih negative. Keadaan ini disebut depolarisasi. Membrane sel dalam keadaan permeable terhadap ion. Perjalanan impuls saraf dapat diblokir oleh rangsang dingin, panas, atau tekanan pada serabut saraf.



HASIL PENGAMATAN 1. Kontraksi Otot Rangka Keadaan Otot Normal Ditetesi NaCl Ditetesi Alkohol



Waktu terjadi nya respon Kurang dari 1 detik Lebih cepat dari normal 1 detik



2. Gerak Refleks



a. Posisi Tegak



b. Diberi rangsang mekanik - Dicubit Pelan - Dicubit Keras c. Diberi rangsangan kimia - Dicelupkan pada asam cuka



Normal



Waktu terjadinya respon Katak spinal (otak dirusak)



Katak tegak, posisis kepala membentuk sudut dengan tempat berpijak



Tidak tegak, perut menempel pada papan bedah, dada cekung



Tidak tegak, perut menempel pada papan bedah, dada cekung



0,6 detik 0,5 detik



8 detik 7 detik



No response No response



0,1



1 detik



No response



Otak dan Spinal dirusak



3. Biolistrik pada Sistem Saraf Keadaan Saraf Normal Ditetesi NaCl Ditetesi Alkohol



Waktu terjadinya respon Kurang dari 1 detik Lebih cepat dari normal 2 detik



PEMBAHASAN 1. Kontraksi Otot Rangka Pada praktikum kali ini, praktikan mengamati kontraksi otot gastrocnemius pada katak yang diberikan kejutan listrik yang terdapat dalam batu baterai sebagai impuls untuk memperlihatkan kontraksi pada otot brachialis atau gastrocnemius. Otot gastrocnemius digunakan karena otot ini lebar dan terletak diatas tibiofibula, serta disisipi oleh tendon tumit yang tampak jelas (tendon Achillus) pada permukaan kaki sehingga mudah diamati. Ketika dihubungkan rangkaian listrik dengan saraf pada tungkai depan dan tungkai belakang (Brachialis ataupun pada gastocnemius) muncul getaran yang terlihat jelas. Getaran tersebut dinamakan dengan kontraksi otot. Ion-ion yang terdapat di otot tersebut mengalami perpindahan keluar masuk di dalam otot yang diatur oleh pergerakan aktin-miosin. Tegangan baterai tersebut yang berfungsi sebagai impuls dan memungkinkan terjadinya kontraksi otot. Menurut percobaan yang dilakukan oleh Biofagri (2006), besarnya kuat rangsang minimal adalah 1 V, kuat rangsang submaksimal 20 V, dan kuat rangsang maksimal 25 V. Semakin kuat rangsang yang diberikan, semakin besar pula potensial yang terjadi. Apabila potensial berjenjang secara lokal terjadi pada membran sel saraf atau sel otot, terdapat potensial yang berbeda didaerah



tersebut, bukan di bagian membran lainnya yang masih berada dalam potensial istirahat. Karena muatan yang berlawanan akan saling tarik menarik, arus secara pasif mengalir antara daerah yang terlibat dan daerah-daerah yang berdekatan baik di bagian dalam maupun luar membran. Pada sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot berkontraksi (Seeley, 2002). Jika sebuah sel jaringan tidak memperlihatkan perubahan potensial yang cepat disebut juga dengan potensial membran istirahat. Impuls saraf terdiri atas suatu gelombang depolarisasi membran yang disebut potensial aksi dan merambat sepanjang sel saraf. Penyebab terjadinya potensial aksi ini ialah peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ secara transien (dalam rentang fraksi dari satu mili detik) kemudian diikuti oleh peningkatan permeabilitas membran terhadap ion K+ secara transien serta penurunan drastis pada permeabilitas membran terhadap ion Na+. Perubahan permeabilitas yang spesifik (hanya khusus ion tertentu) disebabkan oleh adanya protein membran transaxonal. Protein tersebut berfungsi sebagai saluran-saluran spesifik ion (ion Na+ atau ion K) yang sensitif terhadap beda potensial. Kita dapat menyebutnya dengan voltage-sensitive channels. Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang terjadi secara cepat (Seeley, 2002). Menurut Campbell (2004), sebuah potensial aksi tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar 100 milidetik atau kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua tiba sebelum respons terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan menjumlahkan dan menghasilkan respons yang lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan potensial aksi yang saling tumpang tindih, maka akan terjadi sumasi yang lebih besar lagi dengan tingkat tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat, sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut tetanus. Waktu antara datangnya rangsang ke neuron motoris dengan awal terjadinya kontraksi disebut fase laten; waktu terjadinya kontraksi disebut fase kontraksi, dan waktu otot berelaksasi disebut fase relaksasi (Seeley,2002) Jadi, otot dapat bergerak karena adanya impuls ataupun rangsangan dari luar yang kemudian diterima oleh reseptor diteruskan ke saraf sensorik dibawa oleh saraf konektor hingga sampai ke otak. Otak akan mengolah rangsangan tersebut. Jika impuls ditanggapi dan dilanjutkan ke saraf motorik hingga ke efektor sehingga kita dapat bergerak (pergerakan karena terjadinya kontraksi-relaksasi otot). Mekanisme itu pada pergerakan biasa ,sementara pada gerakan refleks impuls tidak diolah di otak, akan tetapi impuls tersebut diteruskan ke sumsum tulang belakang, hal itu mengakibatkan gerak yang terjadi tanpa kita sadari. Impuls yang dihantarkan tersebut berupa biolistrik yan mengalir dari jaringan ke jaringan bahkan mikroskop terlihat lalu lintas ion-ion natrium, kalsium dan sebagainya pada sel otot sehingga aktin-miosin bergerak bergantian sehingga menimbulkan gerakan (kontraksi-relaksasi). Saat suatu impuls saraf (pemunculan arus listrik yang tiba-tiba) mencapai suatu daerah axon (yang dijadikan daerah pengamatan), beda potensial transmembran akan lebih positif sehingga memicu terbukanya saluran-saluran ion Na+ (yang bersifat sensitif terhadap tegangan) secara transien (mendadak). Akibatnya, ion Na+ berebutan masuk ke dalam sel saraf sejumlah 6000 ion per 1 milisekon untuk tiap saluran. Ini jelas merupakan peningkatan permeabilitas ion Na atau PNa+ dan peningkatan ini membuat beda potensial trans membran meningkat. Jika A mendapat rangsangan, proses terbukanya saluran-saluran itu akan terjadi di A sehingga beda potensial trans membran pada daerah A meningkat. Peningkatan beda potensial di A akan menimbulkan medan listrik yang mempengaruhi daerah B yang ada di dekatnya. Medan listrik itu akan merangsang saluransaluran ion di B untuk terbuka dan memulai proses yang serupa seperti pada A. Dengan cara itulah, rangsangan dihantar dan diperkuat di tiap partisi melalui pertukaran ion antar kedua sisi membran. Walau ketidakseimbangan relatif ionik berperan untuk potensial istirahat itu hanyalah kecil, hanya sedikit sekali fraksi gradien Na+ -K+ yang dikacaukan oleh satu impuls saraf. Pemberian alkohol menghambat terjadi pergerakan atau kontraksi otot yang mulai melambat. Hal ini karena alkohol bersifat menghambat (inhibitor) terjadinya biolistrik pada otot katak sehingga kontraksi otot menjadi lebih lambat, begitu juga pada ion-ion pergerakan (keluar-masuk) juga terhambat. Alkohol juga merupakan larutan non elektrolit yang tidak bisa menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, pada saat



katak otot diberi alkohol, maka rangsangan akan semakin lama dibandingkan dengan katak yang hanya diberi NaCl. 2. Pengamatan Gerak Refleks pada Katak (Rana Sp.) Jalannya impuls pada gerak reflek menurut Bell dan Magendie adalah: reseptor - saraf sensoris (melalui lengkung dorsal) – medulla spinalis (sumsum tulang belakang) – saraf motoris (melalui lengkung ventral) – efektor. Untuk membuktikan teori ini, katak diberi perlakuan berupa perusakan otak dan sumsum tulang belakang. a. Posisi tubuh Pada katak dalam keadaan normal, ketika posisi tubuhnya tegak, posisi kepala membentuk sudut dengan tempat berpijak. Hal ini terjadi karena belum ada sistem saraf yang dirusak sehingga keseimbangan dan refleksnya masih sangat baik. Setelah otak katak dirusak dengan cara ditusuk, posisi tubuh katak tidak tegak, perut menempel pada papan bedah, dada cekung. Hal tersebut juga sama ketika medulla spinalis katak juga dirusak. Dengan kata lain katak sudah benar-benar tidak memiliki sistem saraf pusat, sehingga katak sudah tidak dapat mengkoordinasikan tubuhnya lagi. b. Katak dicubit perlahan Pada katak dengan keadaan normal, setelah katak dicubit perlahan tungkai belakangnya dengan menggunakan pinset, respon katak yaitu menggerakkan kakinya dengan segera ( 0,6 detik ). Hal ini terjadi karena belum ada sistem saraf yang dirusak sehingga sistem sarafnya masih berfungsi dengan baik. Setelah otak katak dirusak dengan cara ditusuk, reaksi katak saat dicubit perlahan tungkai belakangnya dengan menggunakan pinset yaitu menggerakkan kakinya dengan lambat (8 detik ). Hal ini terjadi dikarenakan pusat gerak refleks adalah medulla spinalis bukan otak, jadi katak masih bisa melakukan gerak refleks. Saat medulla spinalis katak juga dirusak, ketika dicubit perlahan katak tidak memberikan respons apapun. Medulla spinalis yang telah rusak membuat katak tidak dapat memberikan gerak respons karena koordinasinya sudah terputus. c. Katak dijepit dengan keras Pada katak dengan keadaan normal, ketika kakinya dijepit dengan keras, terdapat respons katak yaitu kaki katak terjadi penarikan dengan cepat oleh katak (0,5 detik ). Masih terjadinya respons pada katak karena belum ada sistem saraf yang dirusak sehingga sistem sarafnya masih berfungsi dengan baik. Setelah bagian otak katak dirusak sehingga hanya mempunyai sumsum tulang belakang sebagai pusat saraf, tungkai belakang katak yang dijepit keras memperlihatkan respon yaitu kaki katak terjadi penarikan lebih lambat dari katak waktu normal ( 7 detik ). Hal ini menunjukkan bahwa katak tersebut mengalami gerak refleks. Refleks gerak pada tungkai katak berpusat di sumsum tulang belakang, sehingga walaupun otak katak telah dirusak, tetap saja katak tersebut masih dapat melakukan gerak reflek. Ketika medulla spinalis katak juga dirusak dan kemudian diberi perlakuan dengan dijepit keras maka katak tersebut tidak merespon. Hal ini terjadi karena medulla spinalis yang merupakan pusat saraf juga telah dirusak maka secara langsung tidak akan terjadi gerakan reflek. Rusaknya medulla spinalis menyebabkan impuls terhambat karena seluruh sarafnya yang seharusnya dapat menghantarkan impuls telah rusak. (Sherwood, 2001) d. Katak diberi larutan asam cuka



Pada katak dengan keadaan normal, terdapat respons katak yang menolak dicelupkan ke larutan cuka katak menaikkan kakinya dengan cepat (0,1 detik). Hal ini terjadi karena belum ada sistem saraf yang dirusak sehingga sistem sarafnya masih berfungsi dengan baik. Setelah bagian otak katak dirusak, terdapat respons katak yang menolak dicelupkan ke larutan cuka dengan menaikkan kakinya setelah 1 detik. Hal ini menunjukkan bahwa katak tersebut mengalami gerak refleks. Refleks gerak pada katak berpusat di sumsum tulang belakang, sehingga walaupun otak katak telah dirusak, tetap saja katak tersebut masih dapat melakukan gerak refleks. Setelah medulla spinalisnya ikut dirusak juga kemudian diberi perlakuan dengan mencelupkan katak ke dalam larutan asam cuka, katak tersebut tidak merespon. Hal ini terjadi karena medulla spinalis yang merupakan pusat saraf juga telah dirusak maka secara langsung tidak akan terjadi gerakan refleks. Rusaknya medulla spinalis menyebabkan impuls terhambat karena seluruh sarafnya yang seharusnya dapat menghantarkan impuls telah rusak. (Sherwood, 2001) Semua respon atas rangsangan diberikan terjadi karena adanya rangsangan eksternal yang diterima oleh reseptor dalam bentuk impuls yang akan diteruskan oleh saraf sensoris (melalui lengkung dorsal menuju ke medulla spinalis impuls saraf yang masuk kedalam medulla spinalis sebagai CNS (Central Nervous System) melalui akar dorsal dan akan keluar melalui akar ventral yang teruskan oleh saraf motoris menuju ke efektor maka terjadilah gerak refleks pada katak. Meskipun otak katak telah dirusak tetapi masih terdapat gerak refleks pada tungkai katak. Hal ini terbukti bahwa gerak refleks pada tungkai katak berpusat di medulla spinalis. Namun kecepatan gerak refleks berbeda-beda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Refleks pada katak yang dicelupkan ke dalam larutan asam cuka (rangsangan kimiawi) lebih cepat dari rangsangan mekanik karena pada rangsangan cubit dan jepit keras bersifat rangsangan lokal sehingga hanya sel saraf perifer saja yang dirangsang. Sedangkan rangsangan pada larutan cuka bersifat difusi dan mengenai seluruh bagian tubuh katak tersebut sehingga menimbulkan kontraksi dari otot rangka. Larutan asam cuka dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H + dan CH 3 COO - . Jika suatu otot diteteskan dengan asam lemah, maka asam lemah tersebut akan merangsang timbulnya potensial aksi. Ketika timbul potensial aksi di bagian manapun pada lembaran otot, potensial aksi tersebut merambat dengan cepat melalui gap junction yang menghubungkannya. Kelompok selsel otot yang saling berhubungan itu pun kemudian berkontraksi sebagai satu unit yang terkoordinasi. Penetesan asam lemah dapat merangsang potensial aksi otot polos dan meningkatkan produksi Ca2+ sitosol yang diproduksi di Retikulum Endoplasmic system. Dengan meningkatnya kadar Ca2+, otot polos berkontraksi. Kontraksi tiba-tiba inilah yang menyebabkan terjadinya refleks. 3. Biolistrik pada Sistem Saraf Pada praktikum ini mengeanai penjalaran impuls yang terjadi pada katak Rana tigrina. Pertama bedah tubuh katak dan temukan percabangan dari N. Vertebralis yaitu N. Branchialis dan N. Scicitic kemudian setelah ditemukan nervous tersebut teteskan alkohol dan NaCl secara bergantian lalu dialiri arus listrik 2 volt. Setelah melakukan prosedur tersebut praktikan mendapatkan hasil kontraksi otot yang terjadi pada keadaan norman yang tidak diteteskan apapun berlangsung kurang dari 1 detik, kemudian yang diteteskan dengan NaCl berkontraksi kurang dari 2 detik dan yang diteteskan dengan alkohol berkontraksi selama 2 detik. Hal ini membuktikan bahwa pada kondisi diberi alkohol respon kontraksi otot menjadi lebih lambat karena alkohol memperlambat kecepatan implus. Kontraksi otot dapat terjadi karena terbukanya ion Na sehingga Na dapat masuk ke dalam sel dan mengeluarkan K sehingga



keadaan di dalam sel menjadi lebih negatif dan terjadilah depolarisasi kemudian depolarisasi yang dapat mencapai ambang batas akan menimbulkan potensial aksi kemudian potensial aksi yang berjalan akan menimbulkan implus kemudian implus akan membuat Ca masuk ke dalam sel otot rangka dan berikatan dengan troponin, troponin yang ditempelkan Ca akan menggerakan tropomyosin kemudian kepala myosin akan menempul maka akan terjadilah kontraksi otot.



KESIMPULAN Dari kegiatan yang telah dilakukan, maka dapat kami simpulkan, sebagai berikut: 1. Pusat gerak refleks pada katak adalah medulla spinalis. 2. Saat medulla spinalis dirusak, katak tidak dapat lagi merespon rangsangan yang diberikan karena tidak ada lagi pusat gerak refleks. 3. Kerja otot pada N. Branchialis dan N. Scicitic dapat diketahui dengan pemberian arus listrik 4. Kerja otot dapat dipengaruhi oleh zat-zat yang berasal dari luar contohnya alkohol dan NaCl



DAFTAR PUSTAKA Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. Campbell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Jakarta: Erlangga. Campbell, J. B. Reece, L. G dan Mitchell. 2004. Biologi Edisi kelima. Jilid 3. Jakarta:Penerbit Erlangga Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi 20). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Seeley, R.R, T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology fourth edition. McGraw-Hill Companies. . New York.



JAWABAN PERTANYAAN 1. Rangsangan mana yang ditanggapi rangsangan berupa gerakan). Mengapa?



lebih



cepat?



(Rangsangan



kimiawi



atau



Jawab : Katak memberikan gerakan refleks pada rangsangan kimiawi yang berupa dicelupkan ke dalam larutan asam cuka lebih cepat dari rangsangan cubit dan jepit keras, karena rangsangan fisik hanya bersifat rangsangan lokal sehingga hanya sel saraf perifer saja yang dirangsang. Sedangkan rangsangan pada larutan cuka bersifat difusi dan mengenai seluruh bagian tubuh katak tersebut sehingga menimbulkan kontraksi dari otot rangka. Larutan asam cuka dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam cuka encer (CH3COOH) menginduksi otot rangka untuk menghasilkan Ca2+. Peningkatan konsentrasi Ca2+ di otot rangka digunakan untuk kontraksi otot polos. 2. Apa beda sinapsis yang EPSP dan IPSP dilihat dari biolistrik di neuron post sinaps? Jawab: Sinapsis pada EPSP melakukan depolarisasi dan biasanya menambah Na+ atau mengurangi K+ dan mengakumulasi untuk membuat potensial aksi. Sedangkan, IPSP biasanya hiperpolarisasi dan menambah Cl atau K. 3. Mengapa kontraksi otot dengan rangsang berulang lebih pendek dari rangsangan tunggal? Jawab : Karena apabila otot telah mengalami rangsangan lebih dari satu maka chaneel Na sudah terbuka dan dapat dengan cepat mengalami depolarisasi sehingga waktu yang dibutuhkan saat katak diberikan rangsangan berulang kali akan lebih cepat meresponnya dibandingkan hanya saat diberikan rangsangan tunggal.