FMEA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I LANDASAN TEORI 1.1 Sejarah FMEA Dimulai pada tahun 1940-an oleh militer AS, FMEA dikembangkan lebih lanjut oleh industri kedirgantaraan dan otomotif. Beberapa industri mempertahankan standar formal FMEA. Kemudian sekitar tahun 1960an FMEA digunakan sebagai metodologi formal pada industri aerospace dan pertahanan. Sejak itu kemudian FMEA digunakan dan distandarisasi oleh berbagai industri di seluruh dunia. FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) pada awal dibuat oleh Aerospace Industry pada tahun 1960-an. FMEA mulai digunakan oleh Ford pada tahun 1980-an, AIAG (Automotive Industry Action Group) dan American Society for Quality Control (ASQC) menetapkannya sebagai standar pada tahun 1993. Saat ini FMEA merupakan salah satu core tools dalam ISO/TS 16949:2002 (Techical Specification for Automotive Industry). Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan tool yang sangat efektif dalam mengelola kegagalan yang umum digunakan di banyak industri. FMEA akan mampu mengidentifikasi potensi kegagalan yang ada di dalam suatu produk atau proses dan kemudian melakukan pembobotan untuk mendapatkan prioritas terhadap potensi kegagalan yang sangat signifikan yang perlu untuk segera ditangani. 1.2 Pengertian FMEA Beberapa pengertian FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) 1. FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) adalah teknik engineering yang digunakan untuk mengidentifikasi, memprioritaskan, dan mengurangi permasalahan dari sistem,



1



desain, atau proses sebelum permasalahan tersebut terjadi (Kmenta99). 2. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) adalah metodologi yang dirancang untuk mengidentifikasi moda kegagalan potensial pada suatu produk atau proses sebelum terjadi, mempertimbangkan resiko yang berkaitan dengan moda kegagalan tersebut, mengidentifikasi serta melaksanakan tindakan korektif untuk mengatasi masalah yang paling penting (Reliability2002). 3. FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) adalah alat yang digunakan secara luas pada industri otomotif, aerospace, dan elektronik untuk mengidentifikasi, memprioritaskan, dan mengeliminasi potensi kegagalan, masalah, dan kesalahan sistem pada desain sebelum produk diluncurkan (J. Rhee2002). 4. Menurut Purdianta adalah suatu alat yang secara sistematis mengidentifikasi akibat atau konsekuensi dari kegagalan sistem atau proses, serta mengurangi atau mengeliminasi peluang terjadinya kegagalan. 5. Menurut Stamatis yang mengutip Omdahl dan ASQC, FMEA adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mendefinisikan, mengenali dan mengurangi kegagalan, masalah, kesalahan dan seterusnya yang diketahui dan/ atau potensial dari sebuah sistem, desain, proses dan/ atau servis sebelum mencapai ke konsumen. Dari semua definisi FMEA di atas, yang lebih mengacu ke kualitas, dapat disimpulkan bahwa: “ FMEA merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisa suatu kegagalan dan akibatnya untuk menghindari kegagalan tersebut. Dalam konteks kesehatan dan keselamatan kerja (K3), kegagalan yang dimaksudkan dalam definisi di atas merupakan suatu bahaya yang muncul dari suatu proses “. 2



Kegagalan digolongkan berdasarkan dampak yang diberikan terhadap kesuksesan suatu misi dari sebuah sistem. Secara umum, FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) didefinisikan sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu : 1. Penyebab kegagalan yang potensial dari sistem, desain produk, dan proses selama siklus hidupnya, 2. Efek dari kegagalan tersebut, 3. Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain produk, dan proses. 1.3 Tipe FMEA Ada beberapa tipe dari FMEA yaitu: 1. Design FMEA. Design FMEA digunakan untuk menganalisa produk sebelum dimasukan ke dalam proses produksi. Design FMEA fokus pada modus kegagalan yang diakibatkan oleh desain (Stamatis, 2003). 2. Process FMEA. Process FMEA digunakan untuk menganalisa proses produksi dan perakitan. Process FMEA ini fokus pada modus kegagalan yang disebabkan oleh proses produksi atau perakitan (Stamatis, 2003). 3.



System FMEA.



System FMEA digunakan untuk menganalisa sistem dan subsistem dalam proses desain dan konsep. System FMEA ini fokus pada modus kegagalan antara fungsi dari sistem yang disebabkan oleh defisiensi sistem (Stamatis, 2003). 4. Service FMEA.



3



Service FMEA digunakan untuk menganalisa servis sebelum mencapai ke konsumen. Service FMEA fokus pada kegagalan yang disebabkan oleh system atau proses (Stamatis, 2003). 5. Product FMEA. Product FMEA fokus pada modus kegagalan yang terjadi pada produk atau proyek (Gygi, DeCarlo, Williams, 2005). 6. Software FMEA. Software FMEA digunakan untuk menganalisa modus kegagalan pada sebuah software (Gygi, DeCarlo, Williams, 2005). Sedangkan dalam industri manufakturing terdapat lima tipe FMEA yang bias diterapkan, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.



System, berfokus pada fungsi sistem secara global Design, berfokus pada desain produk Process, berfokus pada proses produksi, dan perakitan Service, berfokus pada fungsi jasa Software, berfokus pada fungsi software



1.4 Langkah-Langkah Dalam Melakukan FMEA 1. Menentukan label pada masing-masing proses atau sistem 2. Membuat penjelasan mengenai fungsi proses 3. Mengidentifikasi jenis cacat yang terjadi 4. Mengidentifikasi akibat dari cacat yang terjadi 5. Menentukan nilai severity : a. Nilai tingkat keparahan terdiri dari rating 1-10, semakin parah akibat yang ditimbulkan, maka semakin tinggi nilai rating yang diberikan. 6. Mengidentifikasi penyebab cacat 7. Menentukan nilai occurance a. Nilai tingkat kemungkinan diberikan untuk setiap penyebab cacat dan juga memiliki nilai rating dari 1-10. Semakin sering terjadi cacat, maka semakin tinggi nilai rating yang diberikan. 8. Mengidentifikasi kontrol yang dilakukan 9. Menentukan nilai detection



4



a. Nilai detection terdiri dari rating 1-10. Semakin sulit penyebab cacat dideteksi, maka semakin tinggi nilai rating yang diberikan. 10. Menghitung Risk Priority Number (RPN) yang dinyatakan dengan persamaan: RPN=severity x occurance x detection. 1.5 Tujuan FMEA Berikut ini adalah tujuan yang dapat dicapai oleh perusahaan dengan penerapan FMEA: 1. Mengidentifikasi mode kegagalan dan tingkat keparahan efeknya 2. Untuk mengidentifikasi karakteristik kritis dan karakteristik signifikan 3. Untuk mengurutkan pesanan desain potensial dan defisiensi proses. 4. Untuk membantu fokus engineer dalam mengurangi perhatian terhadap produk dan proses, dan membentu mencegah timbulnya permasalahan. 1.6 Manfaat Khusus Dari Process FMEA Bagi Perusahaan 1.



Membantu menganalisis proses manufaktur baru.



2.



Meningkatkan pemahaman bahwa kegagalan potensial pada proses manufaktur harus dipertimbangkan.



3.



Mengidentifikasi defisiensi proses, sehingga para engineer dapat berfokus pada pengendalian untuk mengurangi munculnya produksi yang menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan yang diinginkan atau pada metode untuk meningkatkan deteksi pada produk yang tidak sesuai tersebut.



4.



Menetapkan prioritas untuk tindakan perbaikan pada proses.



5.



Menyediakan dokumen yang lengkap tentang perubahan proses untuk memandu pengembangan proses manufaktur atau perakitan di masa datang.



1.7 Output dari Process FMEA



5



1.



Daftar mode kegagalan yang potensial pada proses.



2.



Daftar critical characteristic dan significant characteristic.



3.



Daftar tindakan yang direkomendasikan untuk menghilangkan penyebab munculnya mode kegagalan atau untuk mengurangi tingkat kejadiannya dan untuk meningkatkan deteksi terhadap produk cacat bila kapabilitas proses tidak dapat ditingkatkan.



6



BAB II ANALISIS 2.1 Abstrak PT. CDE merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur alat berat. Salah satu produk yang dihasilkan oleh PT. CDE adalah bucket tipe ZX 200 GP. Berdasarkan data produksi yang diperoleh dari bulan Mei 2013 hingga September 2013, jenis kegagalan produk yang paling banyak ditemui adalah jenis cacat undercut. Dalam penelitian ini, pengendalian kualitas dilakukan dan dianalisis dengan menggunakan metode Failiure Mode and Effect Analysis (FMEA). Jenis FMEA yang digunakan adalah FMEA proses. Hasil analisis mengidentifikasi beberapa akar permasalahan utama yang menjadi penyebab munculnya kegagalan pada jenis cacat undercut yaitu: penyetelan mesin yang kurang tepat, kotornya ujung mata las, penggunaan mesin secara terus menerus, pemakaian kawat terlalu sedikit, kurang pemeriksaan kualitas, kemiringan elektroda yang kurang tepat, kecepatan pengelasan terlalu tinggi, kurang pengawasan kerja, dan pekerja yang kurang terampil.



2.2 Prioritas Penanganan Permasalahan Penetapan nilai dari severity, occurance, dan detectability dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan pihak perusahaan yang terkait di bagian produksi. Tabel detail FMEA untuk semua jenis kegagalan pada Bucket tipe ZX 200 GP dapat dilihat pada Tabel 2.



7



Berdasarkan hasil pemberian nilai severity, occurance, dan detectability, maka didapatkan urutan 5 ranking tertinggi yang diambil dari nilai Risk Priority Number (RPN). Urutan prioritas penanganan permasalahan pada bucket tipe ZX 200 GP yang dapat dilihat pada Tabel 3.



Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa, nilai RPN didapatkan pada jenis cacat undercut yaitu pekerja yang kurang terampil, kecepatan pengelasan terlalu tinggi, kemiringan elektroda kurang tepat, setting mesin 8



kurang tepat, dan kurangnya pemeriksaan kualitas. Akibat yang terjadi dari jenis kegagalan ini adalah keretakan pada sambungan pengelasan. Apabila tingkat keparahan semakin tinggi, maka dapat menyebabkan patahan pada bagian sambungan top box ke hook up.



2.3 Action Plan Setelah ditentukan jenis kegagalan yang menjadi prioritas penanganan masalah, maka dilakukan pemberian usulan perbaikan untuk menangani permasalahan yang terdapat pada jenis kegagalan ini. Rencana/tindakan perbaikan untuk cacat undercut dapat dilihat pada Tabel 4.



Mengenai kekurang terampilan dari para pekerja, diberikan usulan tindakan perbaikan untuk mengurangi terjadinya jenis kegagalan cacat undercut adalah mempekerjakan pekerja atau welder yang telah bersertifikasi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan sertifikasi adalah pekerja harus memiliki teknik pengelasan yang baik, mengetahui standar pengelasan, cacat las, dan memiliki pengetahuan keselamatan kerja. Dengan mempekerjakan pekerja yang telah bersertifikasi dengan baik, maka produk yang dihasilkan dapat memiliki kualitas yang baik. Permasalahan kedua disebabkan oleh kecepatan pengelasan yang terlalu tinggi. Kecepatan pengelasan yang tinggi ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman pekerja mengenai prosedur pengelasan yang tepat.



9



Kecepatan pengelasan yang dilakukan pada top box joint to hook up yaitu 310 mm/menit dengan ketebalan plat 12 mm. Rencana tindakan perbaikan yang diberikan untuk mengurangi terjadinya jenis kegagalan ini adalah mengurangi kecepatan pengelasan sesuai dengan ketebalan plat. Dengan meningkatnya ketebalan plat, maka kecepatan pengelasan harus diturunkan. Standar kecepatan pengelasan pada bucket dapat dilihat pada Tabel 5.



Permasalahan Ketiga disebabkan oleh kemiringan elektroda yang kurang tepat. Kemiringan elektroda ini disebabkan oleh kesalahan posisi kerja saat pengelasan. Kemiringan elektroda dalam melakukan pengelasan adalah 5° terhadap garis vertikal. Tindakan perbaikan yang diberikan untuk mengurangi terjadinya jenis kegagalan ini adalah melakukan pengarahan mengenai kemiringan elektroda yang sesuai dengan posisi pengelasan. Posisi pengelasan yang digunakan dalam pengelasan bucket yaitu posisi mendatar atau horizontal, dimana kedudukan benda kerja dibuat tegak dan arah elektroda mengarah horizontal. Sewaktu pengelasan berlangsung, elektroda dibuat miring 10 ° terhadap garis vertikal dan sekitar 70°-80° ke arah benda kerja. Permasalahan keempat disebabkan oleh arus dan tegangan yang digunakan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan hasil pengelasan yang kurang baik pada bucket. Arus yang digunakan dalam memproduksi bucket yaitu 360 Ampere. Sedangkan, tegangan yang digunakan pada diameter kawat 1,2 mm yaitu 36 Volt. Rencana tindakan perbaikan yang diberikan untuk mengurangi terjadinya jenis kegagalan ini adalah mengatur besar arus dan tegangan sesuai dengan ketebalan plat dan diameter kawat las. Standar



10



parameter arus dan tegangan pada pengelasan bucket dapat dilihat pada Tabel 6.



Rencana tindakan perbaikan yang diberikan untuk mengurangi faktor penyebab kurangnya pemeriksaan kualitas adalah melakukan pemeriksaan kualitas secara rutin dengan menggunakan alat ukur pemeriksaan yang sesuai dan segera dilakukan tindakan bila terjadi kegagalan produk. Pemeriksaan kualitas secara rutin bertujuan agar tidak terjadi kelolosan pada produk yang mengalami kegagalan produksi.



11



BAB III KESIMPULAN Berdasarkan data produksi bucket tipe ZX 200 GP pada bulan Mei 2013 hingga September 2013 dapat diketahui bahwa jenis cacat undercut pada bagian top box joint to hook up merupakan jenis cacat yang paling dominan mengalami kegagalan produksi. Akar permasalahan yang menjadi penyebab munculnya kegagalan pada jenis cacat undercut adalah setting mesin yang kurang tepat, kotornya ujung mata las, penggunaan mesin secara terus menerus, pemakaian kawat terlalu sedikit, kurang pemeriksaan kualitas, kemiringan elektroda yang kurang tepat, kecepatan pengelasan terlalu tinggi, kurang pengawasan kerja, dan pekerja yang kurang terampil. Dari hasil analisis menggunakan FMEA proses, didapatakan akar permasalahan dengan tingkat prioritas tertinggiuntuk jenis cacat undercut yaitu pekerja yang kurang terampil/kompeten(dengan nilai RPN sebesar 392) yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan pada sambungan pengelasan. Terdapat beberapa usulan/tindakan perbaikan yang diberikan kepada pihak manajemen perusahaan, antara lain: mempekerjakan pekerja atau welder yang telah bersertifikasi, mengurangi kecepatan pengelasan sesuai dengan ketebalan material, melakukan pengarahan mengenai kemiringan elektroda yang sesuai dengan posisi pengelasan, mengatur besar arus dan tegangan pengelasan sesuai dengan tebal bahan dan diameter kawat elektroda, melakukan pemeriksaan kualitas secara rutin dan segera melakukan tindakan perbaikan bila terjadi kegagalan saat produksi.



12



LAMPIRAN



13