Formulasi Dan Uji Efektivitas Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum Burmanni) SEBAGAI ANTI-AGING [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN SERUM EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni) SEBAGAI ANTI-AGING



SKRIPSI



OLEH: FIRDHA SEKAR RAHAYU 171501043



PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2021



FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN SERUM EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni) SEBAGAI ANTI-AGING SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara



OLEH: FIRDHA SEKAR RAHAYU 171501043



PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2021



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat,



karunia,



dan



ridho-Nya, sehingga penulis dapat



menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) Sebagai AntiAging”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. selaku pembimbing saya yang telah meluangkan banyak waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. Saya mengucapkan rasa terima kasih kepada Ibu Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt., dan Ibu Lia Laila, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan, kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan dan penelitian, saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt, selaku dosen pimbimbing akademik saya, dan beserta seluruh dosen pengajar di Fakultas Farmasi atas arahan, bimbingan, dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama di bangku perkuliahan.



iv



Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Ibunda Dra. Helina Mesta dan Ayahanda Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. atas doa, dukungan dan pengorbanan baik moril maupun materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada sahabat (Grup MetilSiklopentana Indi Kristi, Lailathul Ramadhani, Miftahul Jannah, Nur Anisah, Fairuz Salsabila. Grup 8 Cantik Manis Aisyah Raihan, Dhifa Apriyanti, Haliza Hasnia, Rodhina Putri, Nurul Hasanah, Nela Aprilia. Sahabat SMA saya Nurulita Shauma, Maghfira Ashila, Afifah Annisa, Mayang Sari, dan Tasya Safira), rekan penelitian, dan teman-teman yang telah memberikan, doa, kasih sayang, motivasi dan dukungan yang tanpa henti selama masa perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi. Tanpa mereka skripsi ini mungkin tidak akan selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis meminta maaf atas kesalahan dan kekhilafan dalam penulisan skripsi. Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini bisa memberikan sumbangsih untuk menambah pengetahuan para pembaca dan berguna untuk ilmu pengetahuan ke depannya.



Medan, 27 Mei 2021



Firdha Sekar Rahayu NIM 171501043



v



SURAT PERNYATAAN ORISINILITAS



Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama



: Firdha Sekar Rahayu



Nomor Induk Mahasiswa : 171501043 Program Studi



: Sarjana Farmasi



Judul Skripsi



: Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) Sebagai Anti-Aging



Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya sendiri dan bukan plagiat. Apabila dikemudian hari diketahui bahwa skripsi saya tersebut terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut. Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat. Medan, 27 Mei 2021



Firdha Sekar Rahayu NIM 171501043



vi



FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN SERUM EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni) SEBAGAI ANTI-AGING ABSTRAK Latar Belakang: Penuaan kulit yang disebabkan faktor eksternal melalui proses paparan radikal bebas dapat dicegah dengan antioksidan. Kulit kayu manis mengandung senyawa antioksidan turunan fenol seperti tanin dan flavonoid yang dapat menangkal radikal bebas akibat paparan sinar matahari. Serum merupakan sediaan dengan zat aktif konsentrasi tinggi dan viskositas rendah, yang dapat menghantarkan bahan aktif dari film tipis pada kulit. Tujuan: Untuk memformulasi sediaan serum wajah ekstrak etanol kulit kayu manis yang stabil dan tidak mengiritasi kulit serta menguji efektivitas serum sebagai sediaan anti-aging. Metode: Metode penelitian meliputi pengolahan kulit kayu manis, skrining fitokimia, pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis, pembuatan ekstrak metode maserasi dengan etanol 96%, pengujian antioksidan kulit kayu manis metode DPPH dengan alat Spektrofotometer UV-Visibel dengan panjang gelombang 515,4 nm, dan pembuatan formula sediaan serum dengan penambahan ekstrak etanol kulit kayu manis dengan masing-masing konsentrasi 0,3% (F1), 0,5% (F2), dan 0,7% (F3) ke dalam serum. Evaluasi sediaan serum meliputi uji homogenitas, uji viskositas, uji pH, uji iritasi, uji kestabilan, uji daya sebar dan uji efektivitas anti-aging sediaan serum yang diaplikasikan pagi dan malam selama 4 minggu perawatan dengan melihat parameter perubahan kondisi kulit seperti kelembapan, kehalusan, noda, pori, dan keriput yang diukur sekali seminggu dengan menggunakan skin analyzer dan moisture checker terhadap 12 orang sukarelawan. Hasil: Hasil karakterisasi simplisia didapatkan kadar air 8,58%, kadar sari larut air 19,62%, kadar sari larut etanol 28,95%, kadar abu total 7,06%, dan kadar abu tak larut asam 0,267%. Hasil karakterisasi ekstrak didapatkan kadar air 12,23%, kadar abu total 0,23%, kadar abu tak larut asam 0,08%. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak positif mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, triterpenoid, dan tanin. Hasil pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit kayu manis didapatkan nilai IC50 sebesar 6,28 ppm. Hasil evaluasi sediaan serum didapatkan homogen, pH 5,6-6,1; viskositas 488,5-499,5 mPa.s; tidak mengiritasi kulit, dan stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu pada suhu ruang, hasil diameter uji daya sebar sebesar 5,93-8,57 cm Efektivitas anti-aging sediaan serum memberikan persen pemulihan kelembapan 15,87%-43,20%, kehalusan 4,66%37,81%, noda 2,89%-39,33%, pori 3,61%-37,87%, dan keriput 3,71%-34,11%. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa ekstrak etanol kulit kayu manis memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 6,28 ppm. Sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis memenuhi hasil evaluasi sediaan dengan efektivitas anti-aging terbaik pada konsentrari ekstrak 0,7% (F3).



Kata Kunci: anti-aging, antioksidan, kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni), nilai IC50, serum.



vii



FORMULATION AND EFFECTIVITY EVALUATION OF SERUM PREPARATION FROM ETHANOLIC EXTRACT OF CINNAMON BARK (Cinnamomum burmanni) AS ANTI-AGING ABSTRACT Background: Skin aging caused by external factors through the process of exposure to free radicals can be prevented by antioxidants. Cinnamon bark contains antioxidants phenol derivative compounds such as tannins and flavonoids which can ward off free radicals caused by sun exposure. Serum is a preparation with a high concentration and low viscosity of the active ingredients, which delivers active ingredient of thin film on the skin. Objective: To formulate a stable and non-irritate facial serum with cinnamon bark ethanol extract and to test the effectiveness of the serum as an anti-aging preparation. Method: Research method included processing of cinnamon bark, phytochemical screening, characterization examination of dried and extract of cinnamon bark, making the extract with maceration method using ethanol 96%, testing the antioxidant activity of cinnamon bark with the DPPH method with a UV-Visible Spectrophotometer with a wavelength of 515.4 nm, and formulation of serum with the addition of cinnamon bark ethanol extract with the respective concentrations of 0.3% (F1), 0.5% (F2), and 0.7% (F3) into the serum. Evaluation of serum preparations includes homogeneity, viscosity, pH, irritation, stability, and spreadability test and serum preparation anti-aging effectivity evaluation which applicated at day and night for 4 weeks treatments by measuring the parameters changes in skin conditions such as moisture, evenness, spot, pore, and wrinkle using a skin analyzer and moisture checker on 12 volunters. Results: The results of dried characterization examination for water content was 8.58%, water soluble extract content 19.62%, ethanol soluble extract content 28.95%, total ash content 7.06%, and acid insoluble ash content 0.267%. The results of extract characterization examinations were obtained water content of 12.23%, total ash content 0.23%, and acid insoluble ash content 0.08%. The results of phytochemical screening for dried and extracts showed positive results for alkaloids, flavonoids, glycosides, saponins, triterpenoids, and tannins. The results of the antioxidant activity test of cinnamon bark ethanol extract was obtained an IC50 value of 6.28 ppm. The results of the serum preparation evaluation were homogeneous, pH 5.6-6.1; viscosity 488.5-499.5 mPa.s; nonirritating to skin, and stable in storage for 12 weeks at room temperature. The diameter results of speadability test was 5.93-8.57 cm. The anti-aging effectivity of the serum preparations provided moisture recovery percentages of 15.87%43.20%, evenness 4.66%-37.81%, spot 2.89%-39.33%, pore 3.61%-37.87%, and wrinkle 3.71% -34.11%. Conclusions: Based on the research, it was concluded that the extract of cinnamon bark had very strong antioxidant activity with an IC50 value of 6.28 ppm. Cinnamon bark ethanol extract serum fulfills preparation evaluation with the best anti-aging effectivity at 0.7% extract concentration (F3). Keywords: anti-aging, antioxidants, cinnamon bark (Cinnamomum burmanni), IC50 value, serum.



viii



DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... HALAMAN JUDUL......................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... KATA PENGANTAR ...................................................................................... SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ............................ ......................... ABSTRAK ........................................................................................................ ABSTRACT ............................................................................... ......................... DAFTAR ISI ..................................................................................................... DAFTAR TABEL .................................................................... ......................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ........................................................... ......................... BAB I ............................................................................................................... PENDAHULUAN ........................................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 1.3 Hipotesis Penelitian................................................................................. 1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................. 1.6 Kerangka Pikir Penelitian ....................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 2.1 Kulit ........................................................................................................ 2.1.1 Anatomi kulit .......................................................................................... 2.1.2 Fungsi kulit ............................................................................................. 2.1.3 Jenis-jenis kulit ....................................................................................... 2.2 Penuaan Kulit .......................................................................................... 2.3 Anti-Aging ............................................................................................... 2.3.1 Pengertian anti-aging .............................................................................. 2.3.2 Manfaat anti-aging .................................................................................. 2.4 Antioksidan ............................................................................................. 2.5 Kayu Manis ............................................................................................. 2.6 Serum Wajah ........................................................................................... 2.6.1 Jenis dan fungsi serum ............................................................................ 2.7 Uraian Bahan ........................................................................................... 2.8 Skin Analyzer .......................................................................................... BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 3.1 Alat .......................................................................................................... 3.2 Bahan ...................................................................................................... 3.3 Sukarelawan ............................................................................................ 3.4 Pembuatan Pereaksi ................................................................................ 3.4.1 Pereaksi Asam Klorida 2N ...................................................................... 3.4.2 Pereaksi Asam Sulfat 2 N ....................................................................... 3.4.3 Pereaksi Bouchardat ................................................................................ 3.4.4 Pereaksi Dragendorff .............................................................................. 3.4.5 Pereaksi Liebermann-Burchard ............................................................... 3.4.6 Pereaksi Meyer ........................................................................................ 3.4.7 Pereaksi Molish .......................................................................................



ix



iiiii iiiii iiiii ivii viii viii viii ixii xiii xiii xiv 1iii 1iii 1iii 4iii 4iii 5iii 5iii 6iii 7iii 7iii 7iii 9 ii 10i 11i 13i 13i 13i 13i 15i 17i 17i 18i 22i 23i 23i 23i 24i 24i 24i 24i 24i 25i 25i 25i 25i



3.4.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N ........................................................... 3.4.9 Pereaksi Timbal (II) asetat 0,4 M ............................................................ 3.4.10 Pereaksi DPPH ...................................................................................... 3.5 Sampel Penelitian .................................................................................. 3.5.1 Pengadaan sampel ................................................................................. 3.5.2 Identifikasi sampel ................................................................................ 3.5.2 Pembuatan simplisia kulit kayu manis .................................................. 3.6 Skrining Senyawa Kimia Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis ............ 3.6.1 Pemeriksaan alkaloid ............................................................................ 3.6.2 Pemeriksaan flavonoid .......................................................................... 3.6.3 Pemeriksaan saponin ............................................................................. 3.6.4 Pemeriksaan tanin ................................................................................. 3.6.5 Pemeriksaan glikosida........................................................................... 3.6.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid ........................................................... 3.7 Karakterisasi Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis ............................... 3.7.1 Pemeriksaan mikroskopik ..................................................................... 3.7.2 Penetapan kadar air ............................................................................... 3.7.3 Penetapan kadar sari larut dalam air ..................................................... 3.7.4 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ................................................ 3.7.5 Penetapan kadar abu total...................................................................... 3.7.6 Penetapan kadar abu tak larut asam ...................................................... 3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ...................................... 3.9 Skrining Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ................ 3.9.1 Pemeriksaan alkaloid ............................................................................ 3.9.2 Pemeriksaan flavonoid .......................................................................... 3.9.3 Pemeriksaan saponin ............................................................................. 3.9.4 Pemeriksaan tanin ................................................................................. 3.9.5 Pemeriksaan glikosida........................................................................... 3.9.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid ........................................................... 3.10 Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ................................... 3.10.1 Penetapan kadar air ............................................................................... 3.10.2 Penetapan kadar abu total...................................................................... 3.10.3 Penetapan kadar Abu tak larut asam ..................................................... 3.11 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Spektrofotometer UV-Visibel 3.11.1 Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH ........................... 3.11.2 Pembuatan larutan blanko ..................................................................... 3.11.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum DPPH .................. 3.11.4 Penentuan waktu kerja (operating time) ............................................... 3.11.5 Pembuatan larutan induk ....................................................................... 3.11.6 Pembuatan larutan uji............................................................................ 3.11.7 Analisis persen pemerangkapan radikal bebas DPPH .......................... 3.11.8 Analisis nilai IC50 .................................................................................. 3.12 Formula Sediaan Serum Anti-Aging ..................................................... 3.12.1 Formula dasar ........................................................................................ 3.12.2 Formula modifikasi ............................................................................... 3.12.3 Formula sediaan serum anti-aging ekstrak etanol kulit kayu manis ...... 3.13 Prosedur Pembuatan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ............ 3.14 Evaluasi Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis .................



x



25i 25i 26i 26i 26i 26i 26i 27i 27i 27i 27i 28i 28i 29i 29i 29i 29i 30i 30i 31i 31i 31i 32i 32i 32i 32i 33i 33i 34i 34i 34i 35i 35i 35i 35i 36i 36i 36i 36i 37i 37i 38i 38i 38i 39i 40i 40i 41i



3.14.1 Pengujian homogenitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis............ 3.14.2 Pengukuran pH serum ekstrak etanol kulit kayu manis ........................ 3.14.3 Penentuan viskositas serum ekstrak etanol kulit kayu manis ............... 3.14.4 Pengamatan stabilitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis .............. 3.14.5 Pengukuran diameter daya sebar serum ekstrak etanol kulit kayu manis .................................................................................... 3.15 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan ......................................................... 3.16 Pengujian Efektivitas Anti-Aging ......................................................... 3.17 Analisis data .......................................................................................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ................................................................. 4.2 Hasil Skrining Senyawa Kimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis .................................................................................. 4.3 Hasil Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis .................................. 4.4 Hasil Ekstraksi Simplisia Kulit Kayu Manis ........................................ 4.5 Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis .......................... 4.6 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Metode DPPH ....................................................................................... 4.6.1 Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum .................... 4.6.2 Hasil penentuan waktu kerja (operating time) ...................................... 4.6.3 Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit kayu manis ...... 4.6.4 Hasil analisis nilai IC50 (inhibitory concentration) sampel................... 4.7 Hasil Formulasi Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ................... 4.8 Hasil Evaluasi Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Manis.................. 4.8.1 Hasil pengujian homogenitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis .. 4.8.2 Hasil pengujian stabilitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis......... 4.8.3 Hasil pengukuran pH sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis .. 4.8.4 Hasil pengukuran viskositas sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis .................................................................................... 4.8.5 Hasil uji diameter daya sebar serum ekstrak etanol kulit kayu manis .. 4.9 Hasil Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan ................................................ 4.10 Hasil Pengujian Efektivitas Anti-Aging ................................................ 4.10.1 Kelembapan (moisture) ......................................................................... 4.10.2 Pori (pore) ............................................................................................. 4.10.3 Kehalusan (evenness) ............................................................................ 4.10.4 Noda (spot) ............................................................................................ 4.10.5 Keriput (wrinkle) ................................................................................... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 5.2 Saran ...................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................



xi



41i 41i 41i 42i 42i 42i 43i 44i 45i 45i 45i 47i 49i 50i 51i 51i 51i 52i 53i 54i 56i 56i 57i 58i 60i 62i 64i 65i 66i 69i 72i 75i 78i 82i 82i 82i 83i



DAFTAR TABEL 2.1 Parameter Hasil Pengukuran Dengan Skin Analyzer ................................... 3.1 Formula Sediaan Serum Anti-Aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ..... 4.1 Hasil Skrining Senyawa Kimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ........................................................................................ 4.2 Hasil Pengujian Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis ........................ 4.3 Hasil Pengujian Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis................ 4.4 Nilai IC50 Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Dan Vitamin C ...................... 4.5 Kategori Nilai IC50 Sebagai Antioksidan ..................................................... 4.6 Hasil Pengamatan Uji Stabilitas Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Selama 12 Minggu ...................................................................................... 4.7 Hasil Pengamatan pH (rerata ± SD) Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Selama 12 Minggu ........................................................................... 4.8 Hasil Pengukuran Viskositas (rerata ± SD) Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (mPa.s) Selama 12 Minggu .................................................... 4.9 Hasil Pengukuran Diameter (rerata ± SD) Daya Sebar Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ..................................................... 4.10 Hasil Uji Iritasi Sediaan Serum F3 (0,7%) Terhadap Sukarelawan ............. 4.11 Data Hasil Pengukuran Kelembapan Pada Kulit Wajah Sukarelawan yang Menggunakan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Selama 4 Minggu ....................................................................................... 4.12 Data Hasil Pengukuran Ukuran Pori Pada Kulit Wajah Sukarelawan yang Menggunakan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Selama 4 Minggu ......................................................................................... 4.13 Data Hasil Pengukuran Kehalusan Pada Kulit Wajah Sukarelawan yang Menggunakan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Selama 4 Minggu ....................................................................................... 4.14 Data Hasil Pengukuran Jumlah Noda Pada Kulit Wajah Sukarelawan yang Menggunakan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Selama 4 Minggu ....................................................................................... 4.15 Data Hasil Pengukuran Jumlah Keriput Pada Kulit Wajah Sukarelawan yang Menggunakan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Selama 4 Minggu .......................................................................................



xii



22 40 45 48 50 53 54 58 59 61 63 65



67



70



73



76



79



DAFTAR GAMBAR 2.1 Pohon, Kulit Batang Pada Pohon, dan Kulit Kayu Manis ........................... 15 4.1 Grafik % Aktivitas Peredaman Radikal Bebas DPPH Oleh Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis .......................................................................................... 52 4.2 Grafik % Aktivitas Peredaman Radikal Bebas DPPH Oleh Vitamin C ....... 52 4.3 Hasil Uji Homogenitas Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis .. 56 4.4 Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Minggu Ke-0 ................. 57 4.5 Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Setelah 12 Minggu Penyimpanan ............................................................................ 58 4.6 Grafik Lama Penyimpanan Terhadap pH Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Selama Uji Stabilitas 12 Minggu Pada Suhu Kamar ......................... 59 4.7 Grafik Rerata Viskositas (mPa.s) Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Selama Uji Stabilitas 12 Minggu Pada Suhu Kamar .................................... 61 4.8 Grafik Rerata ± SD Diameter Daya Sebar (cm) Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ........................................................................................ 63 4.9 Grafik Hasil Pengukuran Kelembapan (moisture) Pada Kulit Wajah Sukarelawan Selama 1 Bulan Perawatan ...................................................... 68 4.10 Grafik Persen Peningkatan Kelembapan (Moisture) Pada Kulit Wajah Sukarelawan ................................................................................................. 68 4.11 Grafik Hasil Pengukuran Pori (Pore) Pada Kulit Wajah Sukarelawan Selama 1 Bulan Perawatan ............................................................................ 71 4.12 Grafik Persen Peningkatan Penurunan Ukuran Diameter Pori (pore) Pada Kulit Wajah Sukarelawan ............................................................................ 71 4.13 Grafik Hasil Pengukuran Kehalusan (Evenness) Pada Kulit Sukarelawan Selama 1 Bulan Perawatan ............................................................................ 74 4.14 Grafik Persen Peningkatan Pemulihan Kehalusan (Evenness) Pada Kulit Wajah Sukarelawan ...................................................................................... 74 4.15 Grafik Hasil Pengukuran Jumlah Noda (Spot) Pada Kulit Sukarelawan Selama 1 Bulan Perawatan ............................................................................ 77 4.16 Grafik Persen Peningkatan Penurunan Jumlah Noda (Spot) Pada Kulit Wajah Sukarelawan ..................................................................................... 77 4.17 Grafik Hasil Pengukuran Jumlah Keriput (Wrinkle) Pada Kulit Sukarelawan Selama 1 Bulan Perawatan ............................................................................ 80 4.18 Grafik Persen Peningkatan Pemulihan Jumlah Keriput (Wrinkle) Pada Kulit Wajah Sukarelawan ............................................................................ 80



xiii



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan .............................................. Lampiran 2. Gambar Mikroskopis dan Makroskopis Simplisia Kulit Kayu Manis ................................................................................ Lampiran 3. Bagan Penelitian ........................................................................ Lampiran 4. Perhitungan Uji Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis ...... Lampiran 5. Gambar Hasil Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis ......... Lampiran 6. Gambar Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Kulit Kayu Manis Lampiran 7. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ................ Lampiran 8. Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) ... Lampiran 9. Perhitungan Uji Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Lampiran 10. Gambar Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Lampiran 11. Gambar Hasil Skrining Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis........ Lampiran 12. Bagan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Waktu Kerja (Operating Time) DPPH.................................................. Lampiran 13. Kurva Panjang Gelombang DPPH ............................................ Lampiran 14. Hasil Waktu Kerja (Operating Time) ........................................ Lampiran 15. Bagan Pengujian Aktivitas Antioksidan Vitamin C dan Ekstrak Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) ........................... Lampiran 16. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan .................................................. Lampiran 17. Gambar Pengujian Antioksidan Sampel ...................................... Lampiran 18. Perhitungan Persen Peredaman dan Nilai IC50 Vitamin C .......... Lampiran 19. Perhitungan Persen Peredaman dan Nilai IC50 Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ........................................................................ Lampiran 20. Surat Persetujuan Komisi Etik Peneliti Kesehatan ...................... Lampiran 21. Bagan Pembuatan Serum Anti-Aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ................................................................................. Lampiran 22. Gambar Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Dalam Kemasan .......................................................................... Lampiran 23. Gambar Sukarelawan ................................................................... Lampiran 24. Gambar Uji Iritasi Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Konsentrasi 0,7% (F3) ................................................................ Lampiran 25. Data Sukarelawan ........................................................................ Lampiran 26. Surat Pernyataan Persetujuan ...................................................... Lampiran 27. Gambar Alat-Alat yang Digunakan ............................................. Lampiran 28. Hasil Pengujian Skin Analyzer dan Moisture Checker pada Serum Konsentrasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,7% ...... Lampiran 29. Data Hasil Uji Statistik ...............................................................



xiv



87ii 88ii 89ii 90ii 93ii 94ii 95ii 96ii 97ii 99ii 100 101 102 103 104 107 108 109 115 121 122 123 124 125 126 127 128 129 135



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penuaan kulit merupakan proses kemunduran dari struktur dan fungsi sistem



kulit. Berhentinya proses pertumbuhan dan dimulainya proses



penuaan pada kulit merupakan dua fenomena yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Semakin meningkat usia, kemampuan alamiah dari kulit akan semakin menurun pula dalam proses pertumbuhannya, terutama pada usia setelah remaja (Lumenta, 2006). Berbagai macam faktor internal maupun eksternal dapat menjadi penyebab penuaan kulit, salah satu faktor eksternal tersebut adalah paparan sinar matahari yang sering disebut photo-aging yang merusak lapisan kulit akibat reaksi dengan Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat dihambat dengan adanya antioksidan sebagai salah satu mekanisme proses pencegahan penuaan (Lee, 2013). Radikal bebas adalah molekul atau atom yang sifat kimianya tidak stabil, sehingga cenderung reaktif menyerang molekul lain untuk mendapatkan elektron guna menstabilkan atom atau molekulnya sendiri. Serangan ini menyebabkan timbulnya senyawa abnormal yang memicu terjadinya reaksi berantai sehingga merusak sel dan jaringan-jaringan tubuh. Radikal bebas juga disinyalir sebagai penyebab penuaan dini pada kulit karena serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam lemak dan menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi kering dan keriput (Muliyawan dan Suriana, 2013). Beragam cara diupayakan untuk mencegah ataupun memperbaiki dampak penuaan. Tubuh memerlukan suatu substansi yang dapat memberi perlindungan



1



dari serangan radikal bebas yaitu antioksidan. Antioksidan merupakan suatu senyawa pemberi elektron (reduktor) yang dapat menetralkan radikal bebas dengan cara mengorbankan dirinya teroksidasi menstabilkan atom atau molekul radikal bebas. Sel-sel pada jaringan kulit pun terhindar dari serangan radikal bebas yang menjadi salah satu faktor penyebab penuaan dini (Muliyawan dan Suriana, 2013). Kayu manis adalah tumbuhan asli Asia Selatan, Asia Tenggara dan daratan Cina, Indonesia termasuk di dalamnya. Tumbuhan ini masuk ke dalam rumpun famili Lauraceae. Hasil utama tanaman kayu manis adalah kulit batang dan dahan. Komoditas ini selain digunakan sebagai rempah, hasil olahannya seperti minyak atsiri dan oleoresin banyak dimanfaatkan dalam industri-industri farmasi, kosmetik, makanan dan lain-lain (Alimah, 2015). Sentra produksi kayu manis di Indonesia berada di Pulau Sumatera dengan luas mencapai 96,22% dari total area perkebunan kayu manis di Indonesia (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, 2016). Kayu manis mengandung banyak senyawa fitokimia yang mempunyai mekanisme khusus yang berguna bagi manusia. Kandungan senyawa kimia berupa fenol, senyawa turunan fenol, terpenoid dan saponin yang merupakan sumber antioksidan yang dapat mencegah pembentukan radikal bebas, memperbaiki kerusakan oksidatif, dan menghilangkan molekul rusak didalam sel (Rafita, 2015). Selain itu, mengutip dari penelitian terdahulu kandungan senyawa bioaktif turunan fenol dari ekstrak kulit kayu manis dapat mempotensiasi biosintesis kolagen tipe I di dalam fibroblas dermal. Hal ini menjadikan ekstrak kulit kayu



2



manis dapat memperbaiki tanda-tanda penuaan yang diakibatkan oleh photo aging (Takasao, dkk., 2012). Penelitian sebelumnya telah memanfaatkan khasiat ekstrak kulit



kayu



manis



dengan



memformulasinya



menjadi



sediaan



emulgel



(Paramawidhita, dkk., 2019) dan masker peel-off (Priani, dkk., 2020). Serum merupakan sediaan dengan zat aktif konsentrasi tinggi dan viskositas rendah, yang menghantarkan film tipis dari bahan aktif pada permukaan kulit (Draelos, 2010). Serum diformulasikan dengan viskositas yang rendah dan kurang jernih (semi-transparan), yang mengandung kadar bahan aktif yang lebih tinggi dari sediaan topikal pada umumnya (Mardhiani, dkk., 2017). Serum mulai berkembang karena beberapa alasan, seperti perubahan gaya hidup dimana konsumen ingin menyederhanakan pengggunaan kosmetik untuk menghemat waktu, bentuk konsentrat yang dianggap memiliki efek yang lebih baik, penggunaan wadah yang elegan, perkembangan teknologi pelembab dan zat aktif berdasarkan fisiologi kulit, perkembangan teknik produksi. Serum memperbaiki kekurangan-kekurangan pada produk perawatan kulit tradisional memiliki setidaknya satu efek menjanjikan (Mitsui, 1993). Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menguji aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit kayu manis dengan metode DPPH dan memformulasikan sediaan anti-aging serum wajah yang mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni).



3



1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Apakah ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) mempunyai aktivitas antioksidan? b. Apakah ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) yang diformulasi menjadi sediaan serum stabil dan tidak mengiritasi kulit? c. Apakah sediaan serum wajah ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) efektif sebagai anti-aging?



1.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah: a. Ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) mempunyai aktivitas antioksidan. b. Ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) yang diformulasi menjadi sediaan serum stabil dan tidak mengiritasi kulit. c. Sediaan serum wajah ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) efektif sebagai anti-aging.



4



1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) mempunyai aktivitas antioksidan. b. Untuk mengetahui ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) yang diformulasi menjadi sediaan serum stabil dan tidak mengiritasi kulit. c. Untuk mengetahui sediaan serum wajah ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) efektif sebagai anti-aging.



1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah dapat diberdayakannya informasi tentang kegunaan ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) sebagai antioksidan alami dalam mengatasi penuaan yang dapat diformulasikan dalam sediaan serum wajah yang stabil, tidak mengiritasi, dan mempermudah pengguanaannya.



5



1.6 Kerangka Pikir Penelitian Variabel bebas Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)



Variabel Terikat Aktivitas antioksidan ekstrak



Parameter



Nilai IC50 (< 50 ppm) 



Karakteristik sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis Sediaan serum anti-aging ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3%; 0,5%; dan 0,7%



   



 Evaluasi Iritasi sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis



 







 Efektivitas sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis







 



6



Homogenitas (Homogen) pH sediaan (4,5-6,5) Stabilitas (bentuk, warna, bau) Viskositas (230–1150 mPa.s) Daya sebar (5-7 cm) Kemerahan (Eritema) (-) Gatal-Gatal (-) Bengkak (Udem) (-)



Kelembapan (Dehidrasi: 0-29, Normal: 30-50, Hidrasi: 51-100) Pori (Kecil: 0-19, Besar: 20-39, Sangat Besar: 40-100) Kehalusan (Halus: 031, Normal: 32-51, Kasar: 52-100) Noda (Sedikit: 0-19, Sedang: 20-39, Banyak: 40-100) Keriput (Tidak berkeriput: 0-19, Berkeriput: 20-52, Berkeriput parah: 53100)



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit merupakan organ terbesar tubuh, berfungsi tak hanya sebagai penghalang mekanis antara lingkungan eksternal dan jaringan di bawahnya tetapi juga terlibat aktif dalam mekanisme pertahanan dan fungsi penting lainnya (Sherwood, 2012). Kulit termasuk organ yang esensial dan vital yang dapat memberitahu gambaran kesehatan seseorang. Susunan kulit tiap orang sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, usia, jenis kelamin, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997). 2.1.1 Anatomi kulit 1. Epidermis Epidermis terbentuk dari banyak lapisan sel epitel. Rata-rata epidermis mengalami pergantian dirinya sendiri setiap kira-kira dua setengah bulan. Lapisan epidermis bagian dalam terdiri dari sel-sel berbentuk kubus yang hidup dan membelah dengan cepat, sementara sel-sel di lapisan luar berupa sel mati dan gepeng. Ketiadaan aliran darah langsung membuat sel-sel lapisan epidermis mendapat nutrisi melalui difusi jaringan vaskular dermis di bawahnya (Sherwood, 2012). Sel baru yang terbentuk di lapisan dalam mendorong sel tua mendekati permukaan, menjauhkannya dari pasokan nutrisi menyebabkan mati dan menggepengnya sel-sel tua ini. Keratin fibrosa yang tertinggal membentuk skuama gepeng keras yang membentuk lapisan tanduk (berkeratin) protektif yang kuat. Skuama yang terlepas akibat abrasi akan tergantikan oleh pembelahan sel



7



lapisan epidermis yang lebih dalam. Kecepatan pembelahan dan ketebalan lapisan keratin bervariasi sesuai dengan bagian tubuh (Sherwood, 2012). Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut sitomorfosis dari sel-sel epidermis. Bentuknya yang berubah pada tingkat berbeda dalam epitel memungkinkan pembagian dalam potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit (Kalangi, 2013). 2. Dermis Dermis yaitu lapisan kulit di bawah epidermis, berupa lapisan jaringan ikat yang mengandung banyak serat elastin (untuk peregangan) dan serat kolagen (untuk kekuatan) serta banyak pembuluh darah dan ujung saraf khusus. Pembuluh darah dermis tidak saja memasok dermis dan epidermis tetapi juga berperan besar mengatur suhu tubuh (Sherwood, 2012). Lapisan dermis terdiri dari pars papilaris dan pars retikularis, di mana serat penunjang kolagen, elastin, dan retikulin berada di dalamnya. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan konroitin sulfat dan sel fibroblas. Kolagen muda bersifat lentur namun dengan bertambahnya usia menjadi stabil dan keras. Retikulin menyerupai kolagen muda, sementara elastin menyerupai gelombang, berbentuk amorf, mudah mengembang, dan elastis (Wasitaatmadja, 1997). 3. Hipodermis Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis. Ia berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu



8



dengan dermis. Pada daerah tertentu, lapis ini memungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Tidak ada atau sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di abdomen, paha dan bokong dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan lemak ini disebut pannikulus adiposus (Kalangi, 2013). 2.1.2 Fungsi kulit 1. Proteksi Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan gangguan kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat lainnya), gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus (Wasitaatmadja, 1997). Permukaan kulit dijaga pada pH asam lemah untuk pelindung dari gangguan kimia (Mitsui, 1997). Kulit yang basa akan dinetralkan oleh film hidrolipid dan lapisan tanduk sebelum merusak organ di dalamnya. Pada kondisi normal, kulit manusia memiliki pH asam yang bervariasi pada tiap daerah yaitu 4,5-6,5 (Tabor dan Blair, 2009). 2. Thermoregulasi Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan kontriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan gas (Tranggono dan Latifah, 2007).



9



3. Persepsi Sensoris Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu dan nyeri melalui beberapa reseptor. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan diinterpretasi oleh korteks serebri (Tranggono dan Latifah, 2007). 4. Absorpsi Banyak zat aktif yang diserap melalui kulit ke dalam tubuh. Usia, aliran darah, suhu tubuh, kandungan air pada lapisan tanduk, tingkat kerusakan lapisan tanduk dan kelembapan mempunyai peranan pada absorpsi transdermal. Ada dua jalur absorpsi yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebaseus pada folikel rambut (Mitsui, 1997). 2.1.3 Jenis-jenis kulit Keragaman jenis dan fungsional kulit dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor intrinsik yang berhubungan dengan kelompok etnis, usia, keadaan fisiologis dan patologis, serta faktor-faktor ekstrinsik terkait dengan lingkungan sekitarnya seperti tingkat kekeringan, paparan sinar matahari, suhu, dan angin. Jenis-jenis kulit dibagi sebagai berikut. Jenis kulit dibagi menurut Barel, dkk. (2009), sebagai berikut: a. Kulit Normal Kulit normal biasanya memiliki kadar air tinggi dan kadar minyak yang normal, bertekstur halus dan lembut, kulit kencang dan lentur, pori-pori kelihatan namun tidak terlalu besar, kelembapan kulit yang bagus dan warna kulit merata, memiliki pH normal. Pada sudut pandang kosmetologi, kulit normal adalah kulit yang struktural dan fungsionalnya seimbang.



10



b. Kulit kering Kulit kering memiliki ciri-ciri yaitu kehilangan kekenyalan dan elastisitas kulit, kulit terlihat kasar dan bersisik. c. Kulit berminyak Kulit berminyak merupakan hasil dari aktivitas yang berlebihan dari kelenjar minyak (sebaceous), yang menyebabkan produksi sebum yang berlebihan menuju permukaan kulit sehingga memberikan penampilan yang berminyak dan mengkilap. Produksi ini akan berlanjut mencapai tingkat maksimum pada masa remaja dan kemudian mengalami penurunan seiring usia. d. Kulit sensitif Kulit sensitif dapat ditemukan pada orang yang memiliki kulit yang lebih tipis sehingga mudah iritasi.



2.2 Penuaan Kulit Penuaan pasti akan terjadi pada semua orang, tetapi penuaan yang baik adalah penuaan yang dapat dijalani dengan sukses dan bahagia Successfully Aging Elderly (SAE). SAE adalah proses penuaan tanpa atau disertai penyakit yang seminimal mungkin, dengan fungsi kognitif yang baik dan dapat menjalani hidup yang aktif dalam lingkungan sosial. Faktor genetik, gaya hidup, faktor lingkungan, kehidupan sosial, ketersediaan pusat pelayanan kesehatan dan interaksi dari faktor-faktor tersebut sangat penting pada proses penuaan. Perawatan kulit dasar sebagai pencegahan terjadinya keluhan kulit yang sering timbul pada populasi ini perlu diketahui sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya (Damayanti, 2017).



11



Proses penuaan kulit terjadi secara alami baik melalui mekanisme internal dan eksternal. Penuaan internal meliputi penuaan kronologis, penuaan biologis (genetik), penuaan katabolik (penyakit kronis, karsinoma), dan penuaan hormonal. Penuaan eksternal termasuk di dalamnya photoaging (radiasi UV), penuaan akibat lingkungan, penuaan mekanis, dan penuaan akibat gravitasi (Anggowarsito, 2014). Proses penuaan kulit pada dasarnya terdiri dari dua macam, yaitu penuaan kronologi (chronological aging) dan penuaan karena paparan cahaya (photo aging). Penuaan kronologi terjadi seiring dengan bertambahnya usia karena adanya perubahan struktur, fungsi, dan metabolik kulit khususnya pada lapisan dermis dan epidermis. Perubahan ini ditandai dengan berkurangnya kelenjar minyak, kulit tampak lebih kering, muncul kerutan dan bintik hitam (Muliyawan dan Suriana, 2013). Photo aging terjadi karena berkurangnya kolagen dan serat elastis kulit akibat paparan sinar ultraviolet. Kolagen merupakan komponen utama lapisan kulit dermis (lapisan bawah epidermis) yang bertanggungjawab pada sifat elastisitas dan halusnya kulit. Apabila produksi kolagen menurun pada lapisan dermis kulit, maka kulit akan terlihat kering dan tidak elastis lagi. Paparan sinar matahari berlebih menyebabkan munculnya enzim proteolisis dari radikal bebas yang terbentuk. Enzim ini lah yang selanjutnya akan merusak kulit, menghancurkan kolagen, dan jaringan penghubung yang ada di bawah kulit dermis (Muliyawan dan Suriana, 2013).



12



2.3 Anti-aging 2.3.1 Pengertian anti-aging Anti-aging atau anti penuaan adalah senyawa/zat yang berfungsi mencegah proses kerusakan pada kulit (degeneratif), sehingga mampu mencegah timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2003). Dalam hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada kulit seperti timbulnya keriput, kelembutan kulit berkurang, menurunnya elastisitas kulit, tekstur kulit menjadi kasar, hiperpigmentasi, serta kulit berwarna gelap. Keriput yang timbul dapat diartikan secara sederhana sebagai penyebab menurunnya jumlah kolagen dermis (Jaelani, 2009). 2.3.2 Manfaat anti-aging Manfaat dari produk anti-aging, yaitu: 1. Mencegah kulit dari kerusakan degeneratif yang menyebabkan kulit terlihat kusam dan keriput. 2. Kulit tampak lebih sehat, cerah dan awet muda. 3. Kulit tampak kenyal, elastis dan jauh dari tanda-tanda penuaan dini



2.4 Antioksidan Secara umum, antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau sering disebut juga elektron donor atau reduktan. Senyawa antioksidan mampu menginaktivasikan berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga dapat didefinisikan sebagai senyawa yang apabila dalam konsentrasi rendah berada bersama substrat yang dapat teroksidasi, dapat menunda atau menghambat oksidasi senyawa tersebut (Sadeli, 2016).



13



Antioksidan adalah senyawa penting yang bermanfaat bagi kesehatan kulit. Zat ini mampu menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan kulit. Antioksidan berperan aktif menetralkan radikal bebas dengan cara mengorbankan dirinya teroksidasi menstabilkan atom atau molekul radikal bebas. Sel-sel pada jaringan kulit pun terhindar dari serangan radikal bebas. Oleh karena itu, produkproduk perawatan kulit selalu mengandung senyawa antioksidan sebagai salah satu bahan aktif (Muliyawan dan Suriana, 2013). Pemerolehan antioksidan dapat dilakukan secara sintetik (hasil sintesis reaksi kimia) maupun secara alami (antioksidan botanikal) yaitu hasil ekstraksi bahan alami. Penggunaan antioksidan alami akhir-akhir ini semakin meningkat karena mempunyai beberapa keuntungan seperti lebih mudah mendapatkannya, lebih murah, tidak terjadi reaksi intermediet, dan mengandung beberapa antioksdan yang berbeda (Wiraguna, 2013). Salah satu kandungan senyawa tanaman yang berperan sebagai antioksidan yaitu senyawa polifenol (flavonoid). Aktivitas senyawa polifenol (flavonoid) sebagai antioksidan meliputi tiga mekanisme sebagai berikut: a. Aktivitas penangkapan radikal seperti reactive oxygen species (ROS) ataupun radikal yang dihasilkan dari peroksidasi lipid seperti R·, RO·, dan ROO· dengan proses transfer elektron melalui atom hidrogen. b. Mencegah spesies senyawa reaktif produksi katalisis transisi metal seperti reaksi melalui khelasi metal. c. Interaksi dengan antioksidan lainnya, seperti lokalisasi dan penggabungan dengan antioksidan lainnya (Niki dan Noguchi, 2000).



14



2.5 Kayu Manis Tumbuhan kayu manis termasuk dalam famili Lauraceae yang memiliki nilai ekonomis. Hasil utama kayu manis adalah kulit batang dan dahan, sedang hasil samping adalah ranting dan daun. Komoditas ini selain digunakan sebagai rempah, hasil olahannya seperti minyak atsiri dan oleoresin banyak dimanfaatkan dalam industri-industri farmasi, kosmetik, makanan, dan sebagainya (Rafita, 2015). Menurut Herbarium Medanense (2020), klasifikasi taksonomi kayu manis antara lain: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies



: Plantae : Spermatophyta : Dicotyledoneae : Laurales : Lauraceae : Cinnamomum : Cinnamomum burmanni (C. Ness & T. Ness) C. Ness ex Blume



Gambar 2.1 Pohon, Kulit Batang Pada Pohon, dan Kulit Kayu Manis (Sumber gambar: Idris dan Mayura (2019), https://www.britannica.com/plant/cinnamon/, dokumentasi pribadi 2020) Kayu manis berkhasiat mengatasi masuk angin, diare, dan penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan. Kayu manis juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Bisset & Wichtl 2001). Kayu manis mempunyai kandungan senyawa kimia berupa fenol, terpenoid dan saponin yang merupakan sumber antioksidan (Halliwell, 2007).



15



Zat kimia yang terkandung dalam kayu manis diantaranya adalah sinamaldehide, eugenol, trans-cinnamic acid, kelompok senyawa fenol tanin, katekin, proantosianidin oligomeris, limonen dan alpha-terpineol, dan dalam jumlah yang sedikit juga dapat ditemukan mineral dan vitamin A, riboflavin (B2), niacin (B3), dan vitamin K (Rismunandar, 1995). Ekstrak



kulit



batang



kayu



manis



dengan



kandungan



kadar



transinamaldehid yang cukup tinggi (68,65%) menjadi sumber senyawa antioksidan dengan kemampuannya menangkap radikal bebas. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa minyak atsiri dan oleoresin kayu manis jenis C. burmannii mempunyai aktivitas antioksidan. Kayu manis merupakan tanaman rempah yang mengandung banyak senyawa fitokimia yang mempunyai mekanisme khusus yang berguna bagi manusia. Diantaranya dalam kayu manis banyak ditemukan senyawa fitokimia dari kelas phenylpropanoids berupa cinnamic acid (Senyawa sinamaldehid) yang termasuk dalam golongan fenilpropanoid merupakan turunan senyawa fenol, dimana senyawa fenol tersebut juga berperan penting dalam aktivitas antioksidan. Senyawa ini dapat berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mencegah pembentukan radikal bebas, menghilangkan radikal sebelum kerusakan muncul, memperbaiki kerusakan oksidatif, menghilangkan molekul rusak didalam sel (Rismunandar 1995). Mengutip dari penelitian terdahulu kandungan senyawa bioaktif turunan fenol dari ekstrak kulit kayu manis dapat mempotensiasi biosintesis kolagen tipe I di dalam fibroblas dermal. Hal ini menjadikan ekstrak kulit kayu manis dapat memperbaiki tanda-tanda penuaan yang diakibatkan oleh photo aging (Takasao, dkk., 2012).



16



2.6 Serum Wajah Serum kosmetik sebenarnya hanyalah istilah komersil di dunia kosmetik, dimana sediaan ini memiliki viskositas rendah dengan konsentrat tinggi (Mitsui, 1997). Zat aktifnya dihantarkan dengan membentuk film tipis pada permukaan kulit. Serum sendiri dapat diolah menggunakan dua basis, yaitu basis air dan minyak. Serum mengandung lebih banyak zat aktif alami yang baik untuk kulit dibandingkan dengan produk lainnya seperti krim wajah. Serum bekerja secara lokal pada bagain tubuh manusia seperti wajah, bahu, leher dan kelopak mata. Serum juga dapat digunakan oleh berbagai umur, orang tua maupun anak muda / remaja (Draelos, 2010). 2.6.1 Jenis dan fungsi serum Beberapa jenis dan fungsi serum seperti yang dipaparkan oleh Muliyawan dan Suriana (2013), meliputi: 1. Serum Anti-acne Serum ini ditujukan untuk memperbaiki tampilan kulit yang berjerawat dengan kandungan zat-zat yang berkhasiat mengeringkan jerawat dan mengurangi produksi minyak berlebih pada wajah. Namun, berbeda dengan obat jerawat jenis lain yang dapat menyebabkan kulit kering, serum anti-acne tetap menjaga kelembapan kulit meskipun dapat meredakan jerawat yang meradang. 2. Serum Whitening Serum dengan kandungan zat yang berfungsi mencerahkan wajah, penggunannya yang teratur disertai dengan tambahan sunblock. 3. Serum Anti-aging Serum dengan kandungan kolagen



17



dan beberapa zat yang membantu



mencegah munculnya kerut dan garis halus pada wajah. Penggunaan serum antiaging bisa dilakukan menjelang usia 30 tahun untuk menjaga penampilan wajah. 4. Serum Vitamin C Vitamin C atau ascorbic acid merupakan antioksidan yang mampu menangkal pengaruh buruk polusi dan zat berbahaya lain bagi kulit. Penggunaan serum vitamin C mampu mengurangi kerut dan garis-garis halus di wajah. Dua fungsi serum vitamin C adalah: a. Merangsang pembentukan kolagen. Dengan terbentuknya kolagen, kerut dan garis halus yang mulai muncul di wajah mulai berkurang. b. Melembapkan kulit. Penggunaan teratur serum vitamin C pada kulit dapat menanggulangi pengaruh buruk sinar matahari dan membuat kulit kembali terasa lembap dan kenyal. 5. Serum Vitamin E Vitamin E mampu mengembalikan kelembapan kulit, vitamin E juga memiliki fungsi sebagai antioksidan yang bisa mencegah terjadinya penuaan dini. 6. Serum Rambut Serum rambut bisa digunakan pada kulit kepala dan batang rambut. Serum untuk batang rambut adalah cara paling praktis untuk menjinakkan rambut “liar” sehingga rambut akan terasa lembap dan mudah ditata. 2.7 Uraian Bahan 1. Air Demineral Air demineral diproduksi dari air minum yang dimurnikan menggunakan penukar ion yang cocok (Ditjen POM, 1979).



18



2. Ethoxydiglycol Ethoxydiglycol berupa cairan tidak berwarna berbau lemah dan tidak menyengat yang dapat diklasifikasikan sebagai glikol, biasa digunakan sebagai pelarut dalam produk perawatan kulit dan rambut. Berfungsi untuk melarutkan bahan, meningkatkan kemanjuran bahan aktif, humektan, dan mengurangi viskositas formulasi. Biasa digunakan pada konsentrasi 1-10%. Larut dalam etanol, propilen glikol, minyak nabati, air dan butilen glikol. (Thedermreview, 2021). 3. Gliserin Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik; larutan netral terhadap lakmus Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak, dan dalam minyak menguap (Ditjen POM, 2020). Dalam formulasi sediaan topikal farmasetik dan kosmetik gliserin digunakan karena kemampuannya sebagai humektan dan emolien. Konsentrasi gliserin yang digunakan sebagai humektan dalam sediaan yaitu ≤ 30% (Rowe, dkk., 2009). 4. Karbomer Serbuk halus higroskopis stabil berwarna putih, bersifat asam dengan karakteristik berbau lemah (Ditjen POM, 1995). Mengembang dalam air dan gliserin, setelah netralisasi dapat mengembang dalam etanol (95%). Karbomer tidak dapat melarut, melainkan mengembang sampai tingkat tertentu, karena pada



19



dasarnya karbomer merupakan microgel yang bertaut silang secara tiga dimensi (Rowe, dkk., 2009). Karbomer adalah bahan sintesa dengan bobot molekul besar dari asam akrilat mata rantai silang dengan alil sukrosa atau alil eter pentaeritritol. Karbomer digunakan dalam formula kosmetik sebagai pengatur sifat reologi. Pendispersian dalam air akan membentuk dispersi koloid asam yang ketika dinetralkan akan membentuk gel dengan viskositas tinggi (Rowe, dkk., 2009). Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menetralkan karbomer meliputi asam amino, kalium hidroksida, natrium bikarbonat, natrium hidroksida, dan golongan amina organik seperti trietanolamin. Gel akan lebih kental jika berada dalam lingkungan pH 6-11, viskositasnya berkurang jika kondisi pH berada di bawah 3 atau lebih besar dari 12. Konsentrasi karbomer yang biasa digunakan sebagai gelling agent yaitu 0,5-2,0% (Rowe, dkk., 2009). 5. Metil Paraben Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih tidak berbau atau berbau khas lemah; mempunyai sedikit rasa terbakar (Ditjen POM, 1995). Sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter. Metil paraben digunakan sebagai zat pengawet. Konsentrasi yang digunakan yaitu 0,02-0,3% untuk sediaan topikal (Rowe, dkk., 2009). 6. Natrium Metabisulfit Hablur prismatik tidak berwarna atau serbuk kristal berwarna putih hingga putih kekuningan berbau belerang dioksida dan memiliki rasa asin (Rowe,



20



dkk., 2009). Mudah larut dalam air dan dalam gliserin; sukar larut dalam etanol (Ditjen POM, 2020). Natrium metabisulfit biasa digunakan sebagai antioksidan dalam sediaan farmasi oral, parenteral, dan topikal. Digunakan dalam konsentrasi 0,01-1,0% (Rowe, dkk., 2009). 7. Propanediol Cairan bening tidak berwarna dan tidak berbau. Larut dalam air, alkohol, eter, dan formamida. Sangat mudah larut dalam benzena dan kloroform (Sullivan, dkk., 2018). Propanediol merupakan senyawa glikol yang memiliki struktur dan sifat fisikokimia yang sama dengan propilen glikol. Penggunaannya dalam sediaan skin care adalah sebagai peningkat absorpsi transdermal bahan aktif, memberi efek melembapkan dan melembutkan pada kulit. Propanediol secara umum didapat melalui proses degradasi jagung oleh bakteri E.coli memberikannya reputasi sebagai bahan baku yang alami ketimbang propilen glikol yang didapatkan dari petroleum yang merupakan iritan terhadap mata dan kulit (Guertin, 2018). Berdasarkan hasil pengujian Belcher, dkk. (2010) menunjukkan jika potensi reaktivitas terhadap kulit manusia dari propanediol lebih rendah ketimbang propilen glikol. 8. Trietanolamin (TEA) Cairan kental tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak, dan bersifat higroskopis. Mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%), larut dalam kloroform (Ditjen POM, 1979).



21



Trietanolamin banyak digunakan dalam formulasi sediaan topikal farmasi, terutama dalam pembentukan emulsi. Pada formula yang menggunakan polimer karbomer biasa digunakan sebagai penetral untuk mengembangkan karbomer (Rowe, dkk., 2009).



2.8 Skin Analyzer Skin analyzer merupakan perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi-sisi kulit yang lebih dalam dari lapisan kulit. (Aramo, 2012). Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan skin analyzer, yaitu: Moisture (Kadar air), Sebum (Kadar minyak), Evenness (Kehalusan), Pore (Pori), Spot (Noda), Wrinkle (Keriput). Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan menampilkan hasil dalam bentuk angka dan angka yang didapatkan akan secara langsung disesuaikan dengan parameter yang telah diatur sedemikian rupa pada alat. Parameter hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Parameter Hasil Pengukuran Dengan Skin Analyzer Pengukuran Parameter (%) Dehidrasi Normal Hidrasi Moisture (Kadar air) 0-29 30-44 45-100 Halus Normal Kasar Evenness (Kehalusan) 0-31 32-51 52-100 Kecil Sedang Besar Pore (Pori) 0-19 20-39 40-100 Sedikit Sedang Banyak Spot (Noda) 0-19 20-40 41-100 Tidak Berkeriput Berkeriput Berkeriput Parah Wrinkle (Keriput) 0-19 20-52 53-100



22



BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental. Penelitian meliputi pembuatan sediaan serum yang mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis, uji antioksidan sediaan, evaluasi terhadap mutu fisik serum seperti uji homogenitas, uji stabilitas, uji pH, uji viskositas, uji iritasi dan uji efektivitas sediaan sebagai anti-aging terhadap 12 orang sukarelawan.



3.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, alumunium foil, batang pengaduk, botol pipet, cawan porselen, lumpang dan alu, objek gelas, pH meter (Hanna Instrument), penangas air, pipet tetes, pinset, pot plastik, serbet, skin analyzer dan moisture checker (Aramo-SG), spatula, sudip, timbangan analitik (Boeco), tissue (Nice) dan viskositas NDJ-8S.



3.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aqua demineral, aqua destilata, asam asetat anhidrat, asam askorbat pro analisis, asam klorida, asam sulfat, etanol 96%, etoksidiglikol, gliserin, isopropanol, karbopol, kloralhidrat, kloroform, kulit kayu manis, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH netral (7,01), metanol pro analisis, metil paraben, n-heksan, natrium hidroksida, natrium metabisulfit, natrium sulfat anhidida, pereaksi besi (III) klorida, pereaksi Bouchardat,



pereaksi



DPPH



(2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl),



23



pereaksi



Dragendorff, pereaksi Liebermann-Burchard, pereaksi Meyer, pereaksi Molish, propanediol, serbuk magensium, timbal (II) asetat, toluen, trietanolamin.



3.3 Sukarelawan Sukarelawan yang dijadikan panel pada penentuan kemampuan sediaan untuk mengurangi efek penuaan dini berjumlah 15 orang dengan kriteria yaitu: Syarat - syarat yang digunakan : 1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun 3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan 4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM RI, 1985).



3.4 Pembuatan pereaksi 3.4.1 Pereaksi Asam Klorida 2N Sebanyak 16,67 mL asam klorida pekat dilarutkan dalam air suling hingga volume 100 mL (Ditjen POM, 1979). 3.4.2 Pereaksi Asam Sulfat 2 N Sebanyak 5,4 mL asam sulfat pekat kemudian diencerkan dengan air suling hingga 100 mL (Ditjen POM, 1979). 3.4.3 Pereaksi Bouchardat Sebanyak 4 g kalium iodide ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20 mL air suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling hingga 100 mL (Ditjen POM, 1995).



24



3.4.4 Pereaksi Dragendorff Sebanyak 8 g bismut (III) nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 mL kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 mL air suling. Diamkan campuran sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 mL (Depkes RI, 1980). 3.4.5 Pereaksi Liebermann-Burchard Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 5 mL asam sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 mL (Harbone, 1987). 3.4.6 Pereaksi Meyer Sebanyak 1,3 g merkuri (II) klorida dilarutkan dalam 60 mL air suling. Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodide dilarutkan dalam 10 mL air lalu campurkan keduanya dan ditambahkan air suling hingga 100 mL (Depkes RI, 1980). 3.4.7 Pereaksi Molish Sebanyak 3 g alfa-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga volume 100 mL (Depkes RI, 1980). 3.4.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 mL (Depkes, 1979). 3.4.9 Pereaksi Timbal (II) asetat 0,4 M Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air bebas karbondioksida hingga 100 mL (Depkes, 1979).



25



3.4.10 Pereaksi DPPH Sebanyak 20 mg DPPH ditimbang kemudian dilarutkan dalam metanol hingga diperoleh volume larutan 100 mL (konsentrasi 200 g/mL) (Molyneux, 2004).



3.5 Sampel Penelitian 3.5.1 Pengadaan sampel Metode pengadaan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan sampel yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) yang diperoleh dari Sidikalang Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. 3.5.2 Identifikasi sampel Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA), Departemen Biologi FMIPA USU. 3.5.3 Pembuatan simplisia kulit kayu manis Kulit kayu manis basah dibersihkan dengan dicuci menggunakan air mengalir, ditiriskan dan ditimbang (1,15 kg). Pengeringan simplisia dapat dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari, diangin-angin, atau menggunakan oven, kecuali dinyatakan lain subuh pengeringan dengan oven tidak lebih dari 60˚ (Depkes RI, 2017). Dilakukan pengeringan kulit kayu manis dalam lemari pengering dengan suhu 40-60˚C selama 3-5 hari atau sampai kering. Setelah kering, simplisia kulit kayu manis diserbukkan dengan menggunakan blender dan ditimbang hingga diperoleh serbuk simplisia kulit kayu manis (1,056 kg).



26



3.6 Skrining Senyawa Kimia Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis Skrining senyawa kimia serbuk simplisia kulit kayu manis meliputi pemeriksaan



senyawa



alkaloida,



flavonoida,



saponin,



tannin,



glikosida,



triterpenoid/steroid. 3.6.1 Pemeriksaan alkaloid Ditimbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring. Pindahkan 3 tetes filtrat pada spot plat, kemudian ditambahkan 2 tetes (LP) Meyer, Bouchardat, dan Dragendroff. Jika dengan Mayer terbentuk endapan berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol, dengan Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, dan dengan Dragendorff terbentuk endapan kuning jingga. Sebuk simplisia dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif (Depkes RI, 1995). 3.6.2 Pemeriksaan flavonoid Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia kemudian ditambahkan 20 mL air panas, dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996). 3.6.3 Pemeriksaan saponin Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 mL air suling panas, didinginkan kemudian di kocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-



27



10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang maka hasil menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995). 3.6.4 Pemeriksaan tanin Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 mL air suling, disaring lalu filtrat diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 mL larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes RI, 1995). 3.6.5 Pemeriksaan glikosida Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g dimasukkan kedalan erlenmeyer, kemudian ditambahkan 30 mL campuran etanol 96% dan air (7:3), panaskan selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 mL filtrat ditambahkan 25 mL air dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat diekstraksi dengan 20 mL campuran kloroform dan isopropanol (3:2) dilakukan sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari tambahkan natrium sulfat anhidrat P, saring dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Larutkan sisa dengan 2 mL metanol P. (1) Uapkan 0,1 mL larutan percobaan di atas penangas air, larutkan sisa dalam 5 mL asam asetat anhidrat P. Tambahkan 10 tetes asam sulfat P, terjadi warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (reaksi Liebermann Burchard). (2) Masukkan 0,1 mL larutan percobaan dalam tabung reaksi, uapkan di atas penangas air. Pada sisi tambahkan 2 mL air dan 5 tetes Mollish LP. Tambahkan hati-hati 2 mL asam sulfat P, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes RI, 1995).



28



3.6.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuk warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroida dan terbentuk warna merah, pink atau ungu menunjukkan adanya triterpenoida (Farnsworth, 1966).



3.7 Karakterisasi Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis 3.7.1 Pemeriksaan mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit kayu manis. Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. 3.7.2 Penetapan kadar air Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen). Tahapan langkah penetapannya: 1. Penjenuhan Toluen Sebanyak 200 mL toluen dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 mL (Depkes RI, 1995). 2. Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat berisi toluen, dipanaskan selama 15 menit, setelah



29



toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik sampai bagian air terdestilasi. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995). 3.7.3 Penetapan kadar sari larut dalam air Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 mL filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanakan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). 3.7.4 Penetapan kadar sari larut dalam etanol Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 mL filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanakan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).



30



3.7.5 Penetapan kadar abu total Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan dikeringkan (Depkes RI, 1995). 3.7.6 Penetapan kadar abu tak larut asam Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring memalui kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan dan timbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).



3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Simplisia diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% yang telah dimurnikan Dimasukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuang dengan 75 bagian cairan penyari, tutup rapat, dibiarkan selama 5 hari terlindungi dari cahaya sambil sering diaduk. Serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring (Ditjen POM, 1979). Maserat lalu diuapkan dengan rotary evaporator pada temperatur 40-50oC sampai diperoleh ekstrak kental.



31



3.9 Skrining Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Skrining senyawa kimia ekstrak etanol kulit kayu manis meliputi pemeriksaan



senyawa



alkaloida,



flavonoida,



saponin,



tannin,



glikosida,



triterpenoid/steroid. 3.9.1 Pemeriksaan alkaloid Ditimbang 500 mg ekstrak, tambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air, panaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring. Pindahkan 3 tetes filtrat pada spot plat, kemudian ditambahkan 2 tetes (LP) Meyer, Bouchardat, dan Dragendroff. Jika dengan Mayer terbentuk endapan berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol, dengan Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, dan dengan Dragendorff terbentuk endapan kuning jingga. Ekstrak dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif (Depkes RI, 1995). 3.9.2 Pemeriksaan flavonoid Sebanyak 0,5 g ekstrak kemudian ditambahkan 20 mL air panas, dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996). 3.9.3 Pemeriksaan saponin Sebanyak 0,5 g ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 mL air suling panas, didinginkan kemudian di kocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm.



32



Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang maka hasil menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995). 3.9.4 Pemeriksaan tanin Sebanyak 0,5 g ekstrak disari dengan 10 mL air suling, disaring lalu filtrat diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 mL larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes RI, 1995). 3.9.5 Pemeriksaan glikosida Ekstrak ditimbang sebanyak 3 g dimasukkan kedalan erlenmeyer, kemudian ditambahkan 30 mL campuran etanol 96% dan air (7:3), panaskan selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 mL filtrat ditambahkan 25 mL air dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat diekstraksi dengan 20 mL campuran kloroform dan isopropanol (3:2) dilakukan sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari tambahkan natrium sulfat anhidrat P, saring dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 500C. Larutkan sisa dengan 2 mL metanol P. (1) Uapkan 0,1 mL larutan percobaan di atas penangas air, larutkan sisa dalam 5 mL asam asetat anhidrat P. Tambahkan 10 tetes asam sulfat P, terjadi warna biru atau hijau, menunjukkan adanya glikosida (reaksi Liebermann Burchard). (2) Masukkan 0,1 mL larutan percobaan dalam tabung reaksi, uapkan di atas penangas air. Pada sisi tambahkan 2 mL air dan 5 tetes Mollish LP. Tambahkan hati-hati 2 mL asam sulfat P, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes RI, 1995).



33



3.9.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid Sebanyak 1 g ekstrak dimaserasi dengan n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuk warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroida dan terbentuk warna merah, pink atau ungu menunjukkan adanya triterpenoida (Farnsworth, 1966).



3.10 Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 3.10.1 Penetapan kadar air Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen). Tahapan langkah penetapannya: 1. Penjenuhan Toluen Sebanyak 200 mL toluen dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 mL (Depkes RI, 1995). 2. Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Sebanyak 5 g ekstrak yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat berisi toluen, dipanaskan selama 15 menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik sampai bagian air terdestilasi. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna,



34



volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995). 3.10.2 Penetapan kadar abu total Sebanyak 2,5 gram ekstrak ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselen bersama isinya dipijarkan perlahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap, kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 1995). 3.10.3 Penetapan kadar abu tak larut asam Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total didihkan dengan 25 mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, didinginkan dan ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).



3.11 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Spektrofotometer UV-Visibel 3.11.1 Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH Kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi radikal bebas DPPH dalam larutan metanol (sehingga terjadi perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning) dengan nilai IC50 (konsentrasi sampel uji yang memerangkap radikal bebas 50%) sebagai parameter menentukan aktivitas antioksidan sampel uji tersebut (Sapri, dkk., 2013).



35



3.11.2 Pembuatan larutan blanko Ditimbang sebanyak 5 mg serbuk DPPH kemudian dilarutkan dalam metanol hingga diperoleh volume larutan 25 mL (konsentrasi 200 g/mL). Larutan DPPH (konsentrasi 200 g/mL) dipipet sebanyak 1 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 5 mL, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 40 g/mL) (Sapri, dkk., 2013). 3.11.3 Penentuan panjang gelombang serapan maksimum DPPH Larutan DPPH konsentrasi 40 g/mL dihomogenkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm (Sapri, dkk., 2013). 3.11.4 Penentuan waktu kerja (operating time) Dihomogenkan larutan DPPH 40 g/mL dan diukur absorbasi larutan pada panjang gelombang 515,4 nm sampai menit ke-60 dan diamati waktu larutan tersebut hingga menghasilkan absorbansi yang stabil, data kemudian digunakan sebagai operating time. 3.11.5 Pembuatan larutan induk 1. Pembuatan Larutan Induk Baku Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Sebanyak 5 mg ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 mL dengan metanol, lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 200 g/mL). 2. Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C Sebanyak 2,5 mg serbuk vitamin c ditimbang, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dilarutkan dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 100 g/mL).



36



3.11.6 Pembuatan larutan uji 1. Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Larutan induk dipipet sebanyak 0,025 mL, 0,075 mL, 0,125 mL, dan 0,175 mL dan 0,225 mL ke dalam labu tentukur 5 mL untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 1 g/mL, 3 g/mL, 5 g/mL, 7 g/mL, dan 9 g/mL . Lalu ke dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 1 mL larutan DPPH (konsentrasi 200 g/mL), volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda dan dihomogenkan. Diinkubasi selama 15 menit pada suhu kamar, lalu diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh. 2. Pembuatan Larutan Uji Vitamin C Larutan induk dipipet sebanyak 0,05 mL, 0,1 mL, 0,15 mL, 0,2 mL, dan 0,25 mL ke dalam labu tentukur 25 mL untuk mendapatkan konsentrasi larutan uji 1 g/mL, 2 g/mL, 3 g/mL, 4 g/mL, dan 5 g/mL. Lalu ke dalam masingmasing labu tentukur ditambahkan 5 mL larutan DPPH (konsentrasi 200 g/mL), volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda dan dihomogenkan. Diinkubasi selama 15 menit pada suhu kamar, lalu diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh. 3.11.7 Analisis persen pemerangkapan radikal bebas DPPH Menurut Al Ridho, dkk., (2013) prinsip dari metode uji aktivitas antioksidan ini adalah pengukuran aktivitas antioksidan secara kuantitatif yaitu dengan melakukan pengukuran penangkapan radikal DPPH oleh suatu senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan dengan menggunakan spektrofotometri



37



UV-Vis sehingga dengan demikian akan diketahui nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang dinyatakan dengan nilai IC50 (Inhibitory Concentration), yaitu dihitung dengan rumus sebagai berikut: Aktivitas pemerangkapan radikal bebas (%) = Keterangan: Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi sampel 3.11.8 Analisis nilai IC50 Nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang dinyatakan dengan nilai IC50 (Inhibitory Concentration) didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC 50 maka aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi. Prinsip kerja dari pengukuran ini adalah adanya radikal bebas stabil yaitu DPPH yang dicampurkan dengan senyawa antioksidan yang memiliki



kemampuan



mendonorkan



hidrogen,



sehingga radikal bebas dapat diredam. Koefisien y pada persamaan ini adalah sebagai IC50, sedangkan koefisien x adalah konsentrasi dari ekstrak yang akan dicari nilainya, dimana nilai dari x yang didapat merupakan besarnya konsentrasi yang diperlukan untuk dapat meredam 50% aktivitas radikal DPPH (Al Ridho, dkk., 2013).



3.12 Formula Sediaan Serum Anti-Aging 3.12.1 Formula dasar Sediaan serum yang dibuat berdasarkan formula dasar (Septiyanti, 2019), yaitu:



38



Formula Dasar (Septiyanti, 2019): R/



Ekstrak Alga (P. australis, U. reticulate, E. cottoni, S. oligocystum) Natrium Bikarbonat Carbomer Gliserin Euxyl® Nanosilver TEA



0,2%



0,02% 1,5% 10% 0,5% 0,3% 0,3%



3.12.2 Formula modifikasi Formulasi sediaan serum anti-aging sebagai berikut: R/



Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Carbomer Gliserin Propanediol Natrium Metabisulfit Metil Paraben Ethoxydiglycol TEA Aqua demineral ad



0%; 0,3%; 0,5%; 0,7% 0,5% 5% 5% 0,2% 0,2% 1% 0,2% 100



Penambahan bahan aktif berupa ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomun burmanni) karena ekstrak etanol kulit kayu manis mengandung senyawa turunan fenolik seperti tanin, flavonoid, dan sinamaldehid yang memiliki efek antioksidan yang tinggi. Penggantian bahan tambahan Euxyl® dan Nanosilver menjadi Nipagin dikarenakan Nipagin memiliki kegunaan yang sama yaitu sebagai bahan pengawet pada sediaan. Penambahan Propanediol dan Ethoxydiglycol dalam formula berfungsi sebagai pelarut bahan dan humektan. Penambahan Natrium Metabisulfit dalam formula berfungsi sebagai antioksidan tambahan agar zat aktif tidak mudah teroksidasi dalam sediaan.



39



3.12.3 Formula sediaan serum anti-aging ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) yang digunakan pada sediaan serum anti-aging adalah konsentrasi 0,3% (F1), konsentrasi 0,5% (F2), konsentrasi 0,7% (F3). Formula sediaan serum anti-aging yang tidak mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) digunakan sebagai blanko. Formula sediaan serum anti-aging dapat dilihat pada Tabel 3.1 Tabel 3.1 Formula Sediaan Serum Anti-Aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Konsentrasi NO Komponen F0 F1 F2 F3 1 Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0% 0,3% 0,5% 0,7% 2 Carbomer 0,5% 0,5% 0,5% 0,5% 3 Gliserin 5% 5% 5% 5% 4 Propanediol 5% 5% 5% 5% 5 Natrium Metabisulfit 0,2% 0,2% 0,2% 0,2% 6 Metil Paraben 0,2% 0,2% 0,2% 0,2% 7 Ethoxydiglycol 1% 1% 1% 1% 8 TEA 0,2% 0,2% 0,2% 0,2% 9 Aqua demineral ad 100 100 100 100 Keterangan: F0: Serum anti-aging tanpa Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis F1: Serum anti-aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,3% F2: Serum anti-aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,5% F3: Serum anti-aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,7%



3.13 Prosedur Pembuatan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Pembuatan sediaan serum yang mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis dan bahan tambahan lainnya mengikuti formula yang telah dicantumkan. Dilarutkan Carbomer dalam air panas (50oC) kemudian ditambahkan TEA dan diaduk konstan sambil dijaga suhu hingga terbentuk massa gel (massa I). Dilarutkan nipagin dengan aqua demineral panas (massa II). Dilarutkan Natrium Metabisulfit dengan aqua demineral dingin (Massa III). Massa II dan massa III dimasukkan ke dalam massa I secara perlahan-lahan dan dihomogenkan (massa



40



IV). Dimasukkan ethoxydiglycol dan gliserin ke dalam massa IV sedikit demi sedikit sambil terus diaduk hingga homogen (massa V). Dilarutkan ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) sesuai dengan variasi yang telah ditentukan dengan propanediol, ditambahkan ke dalam massa V kemudian diaduk hingga homogen (massa VI) 3.14 Evaluasi Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 3.14.1 Pengujian homogenitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan mtransparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogeny dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Depkes RI, 1979). 3.14.2 Pengukuran pH serum ekstrak etanol kulit kayu manis Penentuan pH serum dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam air suling ad 100 ml, kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan sampel tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003). 3.14.3 Penentuan viskositas serum ekstrak etanol kulit kayu manis Penentuan viskositas serum



menggunakan alat Viskometer NDJ-8S.



Sediaan serum dimasukan ke dalam gelas beker, lalu spindle diturunkan hingga tercelup ke dalam cairan sampai batas yang tertera, kemudian diatur kecepatan



41



spindle dan Viskometer NDJ-8S dijalankan, kemudian viskositas dari serum akan terbaca. 3.14.4 Pengamatan stabilitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis Masing-masing formula serum dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan seperti bau, warna dan bentuk, kemudiaan dievaluasi selama penyimpanan 12 minggu dengan pengamatan setiap 4 minggu (National Health Surveillance Agency, 2005). 3.14.5 Pengukuran diameter daya sebar serum ekstrak etanol kulit kayu manis Sebanyak 1 gram serum diletakkan dengan hati-hati diatas kaca atau plastik transparan, kemudian ditutupi dengan bagian lainnya dan digunakan pemberat diatasnya hingga bobot mencapai 125 gram dan diukur diameternya setelah 1 menit (Syaiful, 2016).



3.15 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan serum dengan maksud untuk mengetahui bahwa serum yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Iritasi dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu iritasi primer yang akan segera timbul sesaat setelah terjadi pelekatan atau penyentuhan pada kulit dan iritasi sekunder yang reaksinya baru timbul beberapa jam setelah penyentuhan dan pelekatan pada kulit (Ditjen POM RI, 1985). Sukarelawan yang akan menggunakan kosmetika baru dapat dilakukan uji tempel preventif (patch test), yaitu dengan memakai kosmetik tersebut ditempat lain, misalnya dibagian lengan bawah atau dibelakang daun telinga. Setelah



42



dibiarkan 24 jam tidak terjadi reaksi kulit yang diinginkan, maka kosmetik dapat digunakan (Wasiataatmadja, 1997).



3.16 Pengujian Efektivitas Anti-Aging Perawatan dilakukan dengan memberi serum pada wajah sukarelawan hingga merata setiap minggu selama 4 minggu. Pengujian efektivitasnya terhadap 12 sukarelawan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: a. Kelompok 1: 3 orang sukarelawan formula serum blanko (F0) b. Kelompok 2: 3 orang sukarelawan formula serum konsentrasi 0,3% (F1) c. Kelompok 3: 3 orang sukarelawan formula serum konsentrasi 0,5% (F2) d. Kelompok 4: 3 orang sukarelawan formula serum konsentrasi 0,7% (F3) Semua sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi kulit awal/sebelum perlakuan dengan menggunakan perangkat skin analyzer. Pengukuran meliputi: 1. Moisture (kelembapan) Pengukuran kelembapan dengan menggunakan alat Moisture checker yang Universitas Sumatera Utara terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan tombol power dan diletakkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur. 2. Evenness (kehalusan) Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis menampilkan hasil berupa angka dan banyaknya noda pada layar komputer.



43



3. Pore (pori) Pengukuran perbesaran pori pada kulit secara otomatis akan muncul pada saat melakukan pengukuran pada kehalusan kulit. Gambar yang terlah terfoto pada pengukuran kehalusan kulit juga akan muncul pada kotak bagian pori kulit. 4. Spot (noda) Pengukuran banyaknya noda dilakukan dengan lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga (terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukan kulit yang akan diukur, kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis menampilkan hasil berupa angka dan banyaknya noda pada layar komputer. 5. Wrinkle (keriput) Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapat akan tampil pada layar komputer.



3.17 Analisis data Data dianalisis menggunakan program SPSS ver. 25. Distribusi data dianalisis menggunakan Homogeneity of variance test. Selanjutnya dianalisis menggunakan uji parametrik One Way ANOVA untuk mengetahui efektivitas antiaging pada perubahan kondisi kulit setiap minggu selama empat minggu perawatan. Jika terdapat nilai signifikansi p < 0,05, data selanjutnya dianalisis dengan uji post-hoc Duncan Test untuk melihat perbedaan antara formula.



44



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Medanense, Dapertemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara No. 5366/MEDA/2020 menunjukkan bahwa tumbuhan yang diteliti termasuk spesies Cinnamomum burmanni (C. Ness & T. Ness) C. Ness ex Blume dari suku Lauraceae. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1.



4.2 Hasil Skrining Senyawa Kimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Hasil skrining senyawa kimia simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) dapat dilihat pada Lampiran 6, Lampiran 11 dan sebagai berikut pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Skrining Senyawa Kimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Hasil No. Golongan Simplisia Ekstrak Mayer + + 1. Alkaloid Bouchardat + + Dragendrof + + 2. Flavonoid + + 3. Saponin + + 4. Tanin + + 5. Triterpenoid/Steroid + + 6. Glikosida + + Keterangan: (+) Positif : Mengandung golongan senyawa (-) Negatif : Tidak mengandung golongan senyawa Hasil pengujian skrining senyawa alkaloid terhadap simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis dikatakan positif apabila pada penambahan larutan



45



pereaksi Mayer akan membentuk endapan putih, penambahan larutan Dragendroff membentuk endapan kuning jingga, dan apabila ditambahkan larutan pereaksi Bouchardart membentuk endapan coklat. Apabila dua dari tiga percobaan di atas terdapat endapan atau kekeruhan maka alkaloid disebut positif (Depkes RI, 1995). Hasil pengujian skrining senyawa flavonoid pada simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis memberikan hasil positif. Flavonoid dikatakan positif apabila terbentuk warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966). Hasil pengujian skrining senyawa saponin pada pada seimplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan hasil positif, di mana simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis akan membentuk buih yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm jika dikocok menggunakan air panas, dan jika dilakukan penambahan HCl 2 N buih tersebut tidak hilang (Depkes RI, 1995). Hasil pengujian skrining senyawa glikosida pada simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan hasil positif. Glikosida dikatakan positif apabila menghasilkan cincin ungu pada sari air dan menghasilkan warna hijau/biru pada sari pelarut organik (Depkes RI, 1995). Hasil pengujian skrining senyawa triterpenoid/steroid pada simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan hasil positif senyawa triterpenoid, dimana simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis dimaserasi



dengan



menggunaka n-heksan, filtrat kemudian diuapkan dan ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat pada sisa filtrat (pereaksi Liebermann-Buchard), apabila terjadi warna merah atau ungu maka positif



46



triterpenoid kemudian apabila terjadi warna hijau atau biru menunjukkan positif steroid (Harbone, 1987). Hasil pengujian skrining senyawa tanin pada pada simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan hasil positif, dimana simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis disari dengan menggunakan air suling dan diencerkan filtratnya hingga tidak berwarna. Filtrat hasil direaksikan dengan pereaksi besi (III) klorida, bila didapatkan warna biru atau hijau maka menunjukkan positif tanin (Depkes RI, 1995). Tanin galat akan membentuk warna biru kehitaman sedangkan tanin katekol akan membentuk warna hijau-kehitaman (Septyaningsih, 2010). Sehingga jenis tanin yang terdapat dalam simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis merupakan tanin katekol.



4.3 Hasil Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis Hasil pengujian makroskopis simplisia kulit kayu manis yaitu berupa kulit batang menggulung dan tebal berwarna cokelat kemerahan, bau aromatik khas kayu manis, rasa sedikit manis agak pedas. Gambar simplisia kulit kayu manis dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil pengujian mikroskopis simplisia kulit kayu manis menunjukkan simplisia memiliki sel minyak, skelereida (sel batu). Gambar mikroskopis simplisia kulit kayu manis dapat dilihat di Lampiran 2 Hasil pengujian karakterisasi simplisia kulit kayu manis dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Tabel 4.2. Dan hasil perhitungan pengujian karakterisasi simplisia kulit kayu manis dapat dilihat pada Lampiran 4.



47



Tabel 4.2 Hasil Pengujian Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis Persyaratan (BSN, 1995) No. Pemeriksaan Hasil dan (Depkes RI, 2017) 1. Penetapan Kadar Air 8,58% ≤ 12% 2. Penetapan Kadar Sari Larut Air 19,62% > 4% 3. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol 28,95% > 16% 4. Penetapan Kadar Abu Total 7,06% ≤ 10,5% Penetapan Kadar Abu Tak Larut 5. 0,267% ≤ 0,3% Asam Hasil pengujian karakterisasi penetapan kadar air simplisia kulit kayu manis yang didapat yaitu sebesar 8,58%. Monografi kadar air simplisia kulit kayu manis yang dinyatakan SNI 01-3714-1995 (Kulit Kayu Manis Bubuk) menetapkan kadar air bubuk kayu manis maksimal sebesar 12%. Sehingga hasil pengujian memenuhi persyaratan. Penetapan kadar air dilakukan untuk menentukan kualitas simplisia dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas pelarut dalam mengekstrak simplisia (Widiyanto, dkk., 2013). Penetapan kadar sari dilakukan dengan pelarut air dan etanol, hasil pengujian karakterisasi penetapan kadar sari larut air simplisia kulit kayu manis yang didapat yaitu sebesar 19,62%. Berdasarkan monografi yang tertera pada Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (2017) ditetapkan kadar sari larut air simplisia kulit kayu manis tidak kurang dari 4,0%. Sementara, hasil pengujian karakterisasi penetapan kadar sari larut etanol simplisia kulit kayu manis didapatkan sebesar 28,95%. Berdasarkan monografi yang tertera pada Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (2017) ditetapkan kadar sari larut air simplisia kulit kayu manis tidak kurang dari 16,0%. Hasil pengujian memenuhi persyaratan monografi. Penetapan kadar senyawa terlarut dalam pelarut air dan etanol ini bertujuan untuk memperkirakan banyak kandungan senyawa-senyawa aktif yang



48



bersifat polar (larut dalam air) dan bersifat polar – non polar (larut dalam etanol) (Utami, dkk., 2017). Hasil pengujian karakterisasi penetapan kadar abu total dan kadar abu tak larut asam simplisia kulit kayu manis yang didapat yaitu sebesar 7,06% untuk kadar abu total dan 0,267% untuk kadar abu tak larut asam. Persyaratan kadar yang tertera dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (2017) menetapkan kadar abu total simplisia kulit kayu tidak lebih dari 10,5% dan kadar abu tak larut asam tidak lebih dari 0,3%. Sehingga hasil memenuhi persyaratan monografi.



4.4 Hasil Ekstraksi Simplisia Kulit Kayu Manis Sebanyak 1150 g (1,15 kg) kulit kayu manis basah dikeringkan dan dihaluskan menjadi simplisia dengan berat hasil pengeringan 1056 g (1,056 kg). Hasil ekstraksi menggunakan metode maserasi dari 1056 g simplisia kulit kayu manis menggunakan etanol 96% sebanyak 10 L, kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu 50oC dan diuapkan di penangas air sampai terbentuk ekstrak kental berwarna merah kecoklatan yaitu sebanyak 355,03 g dengan hasil nilai rendemen sebesar 33,62% hasil rendemen memenuhi persyaratan di mana ekstrak etanol kulit kayu manis memiliki rendemen tidak kurang dari 25,4% (Depkes RI, 2017). Hasil ekstrak etanol kulit kayu manis dapat dilihat di Lampiran 8.



49



4.5 Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Hasil pengujian karakterisasi ekstrak etanol kulit kayu manis dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Tabel 4.3. Dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 4.3 Hasil Pengujian Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis No. Pemeriksaan Hasil Persyaratan (Depkes RI, 2017) 1. Penetapan Kadar Air 12,23% ≤ 16% 2. Penetapan Kadar Abu Total 0,23% ≤ 0,3% Penetapan Kadar Abu Tak 3. 0,08% ≤ 0,1% Larut Asam Hasil pengujian karakterisasi penetapan kadar air ekstrak etanol kulit kayu manis yang didapat yaitu sebesar 12,23%. Hasil ini memenuhi persyaratan monografi kadar air yang dinyatakan Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (2017) yang menetapkan batas kadar air dari ekstrak etanol kulit kayu manis tidak melebihi 16,0%. Penentuan kadar air juga terkait dengan kemurnian ekstrak. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menjadi penyebab tumbuhnya mikroba yang akan menurunkan stabilitas ekstrak (Utami, dkk., 2017). Hasil pengujian karakterisasi penetapan kadar abu total dan kadar abu tak larut asam simplisia kulit kayu manis yang didapat yaitu sebesar 0,23% untuk kadar abu total dan 0,08% untuk kadar abu tak larut asam. Persyaratan kadar yang tertera dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi II (2017) menetapkan kadar abu total ekstrak etanol kulit kayu manis tidak lebih dari 0,3% dan kadar abu tak larut asam tidak lebih dari 0,1%. Sehingga hasil memenuhi persyaratan monografi. Pengujian kadar abu dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI., 2000). Semakin tinggi kadar abu yang didapat maka semakin tinggi kandungan mineral yang terdapat di sampel (Utami, dkk., 2017). Kadar abu tak



50



larut asam memberikan gambaran adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam dalam suatu sampel (Guntarti dkk., 2015).



4.6 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Metode DPPH 4.6.1 Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum Pengukuran absorbansi maksimum larutan DPPH dengan konsentrasi 40 ppm



dalam metanol



menggunakan spektrofotometer



UV-Visible.



Kurva



absorbansi panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil pengukuran menunjukkan larutan DPPH 40 ppm dalam metanol menghasilkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 515,4 nm. Panjang gelombang maksimum DPPH yang didapat sesuai dengan panjang gelombang teoritis DPPH teoritis yang berkisar antara 515-525 nm. Pada panjang gelombang tersebut larutan DPPH dapat memberi nilai absorbansi yang tinggi dan stabil (Sari, dkk., 2020). 4.6.2 Hasil penentuan waktu kerja (operating time) Waktu kerja (Operating Time/OT) dilakukan untuk menentukan waktu paling tepat larutan uji dalam meredam radikal bebas DPPH (Rastuti dan Purwati, 2012). Waktu kerja bertujuan untuk mengetahui waktu pengukuran stabil yang ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan (Gandjar dan Rohman, 2007). Hasil pengukuran waktu kerja larutan DPPH sudah mulai stabil pada menit ke-15 sampai menit ke-18, dikutip dari beberapa penelitian waktu yang digunakan yaitu berkisar dari 1 sampai 240



51



menit (Marinova dan Batchvarov, 2011). Tabel penentuan waktu kerja (operating time) dapat dilihat pada Lampiran 14. 4.6.3 Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit kayu manis Kemampuan aktivitas antioksidan diukur pada menit ke-15 sebagai penurunan serapan larutan DPPH (peredaman warna ungu) akibat penambahan larutan uji sampel. Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan larutan uji dihitung dalam persen peredaman (%). Perhitungan analisis peredaman radikal bebas vitamin C dan ekstrak etanol kulit kayu manis dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19. Berikut merupakan gambar



grafik



pemerangkapan radikal bebas DPPH (%) oleh ekstrak etanol kulit kayu manis dan vitamin C.



Gambar 4.1 Grafik % Aktivitas Peredaman radikal bebas DPPH Oleh Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis



Gambar 4.2 Grafik % Aktivitas Peredaman radikal bebas DPPH Oleh Vitamin C



52



Prinsip kerja dari metode DPPH yaitu interaksi senyawa antioksidan dalam sampel dengan DPPH. Perpindahan elektron atau radikal hidrogen akan terjadi pada DPPH dan menetralkan radikal bebas dari DPPH tersebut (Sari, dkk., 2020). Larutan ungu DPPH bertemu dengan bahan pendonor elektron maka DPPH akan tereduksi, menyebabkan warna ungu memudar dan berubah menjadi warna kuning yang berasal dari gugus pikril (Tristantini, dkk., 2016). Semakin meningkatnya konsentrasi larutan uji maka aktivitas peredaman DPPH akan semakin meningkat dan nilai absorbansi DPPH akan menurun dikarenakan semakin banyak DPPH yang berpasangan dengan atom hidrogen dari sampel. Dari persamaan tersebut digunakan untuk mencari konsentrasi efektif ekstrak etanol kulit kayu manis dan vitamin C untuk meredam radikal bebas DPPH atau nilai IC50. Besarnya aktivitas penangkapan radikal DPPH dinyatakan dalam parameter IC50. 4.6.4 Hasil analisis nilai IC50 (inhibitory concentration) sampel Nilai IC50 untuk ekstrak etanol kulit kayu manis dan vitamin C ditentukan menggunakan persamaan regresi dengan memplot konsentrasi sampel uji sebagai sumbu horizontal (X) dan persen peredaman sampel uji sebagai sumbu vertikal (Y). Perhitungan regresi dan nilai IC50 dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Nilai IC50 Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis dan Vitamin C Sampel Persamaan Regresi Nilai IC50 Ekstrak Etanol Kulit Kayu Y = 6,7438X +7,6406 6,2812 ppm Manis Vitamin C Y = 11,0177X – 2,2757 4,7447 ppm



53



No. 1. 2. 3. 4.



Tabel 4.5 Kategori Nilai IC50 Sebagai Antioksidan Kategori Konsentrasi (ppm) Sangat Kuat < 50 Kuat 50 – 100 Sedang 101 – 500 Lemah > 150 Menurut Molyneux (2004), nilai IC50 merupakan konsentrasi efektif



ekstrak yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH (warna), sehingga nilai 50 disubstitusikan untuk nilai Y. Setelah mensubstitusikan nilai 50 pada nilai Y, akan didapat nilai X sebagai nilai IC50. Berdasarkan Tabel 4.4, nilai IC50 dari ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan nilai IC50 sebesar 6,2812 ppm dan nilai IC50 Vitamin C sebesar 4,7447 ppm yang berarti ekstrak etanol kulit kayu manis dan vitamin C memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat (nilai IC50 < 50) menurut tabel yang dikutip dari Molyneux (2004). Penurunan nilai absorbansi menunjukkan peningkatan aktivitas antioksidan sampel. Penurunan nilai absorbansi terjadi karena larutan ekstrak etanol kulit kayu manis menetralkan DPPH dengan mendonorkan elektron kepada DPPH membuat atom dengan elektron yang tidak berpasangan menjadi berpasangan dan tidak lagi menjadi radikal. Reaksi ini ditandai dengan larutan yang berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan angka absorbansi pada panjang gelombang maksimumnya yang menurun (Molyneux, 2004).



4.7 Hasil Formulasi Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis diformulasi dengan memodifikasi formula standar Septiyanti (2019) dan juga dilakukan penambahan bahan dari formula standar Mardhiani (2018). Formula yang dimodifikasi yaitu



54



penurunan konsentrasi carbomer menjadi 0,5% dikarenakan konsentrasi carbomer 1,5% pada formula standar masih menghasilkan konsistensi sediaan gel semi stiff sementara konsistensi yang diharapkan yaitu sediaan gel semi liquid. Modifikasi konsentrasi TEA menjadi 0,2% dilakukan karena pada konsentrasi 0,3% seperti formula standar masih menghasilkan pH sediaan di luar rentang penerimaan pH kulit yaitu 4,5-6,5. Pembagian humektan menjadi dua yaitu gliserin 5% dan propanediol 5% serta dilakukan penambahan ethoxydiglycol 1% sebagai co-solvent dilakukan untuk mempermudah pelarutan ekstrak yang akan ditambahkan ke dalam sediaan serum. Berdasarkan hasil orientasi sebelumnya yang menggunakan konsentrasi humektan 20% (gliserin 10% dan propanediol 10%) dihasilkan sediaan yang lengket dan tidak nyaman pada saat pemakaian. Penggunaan humektan yang terlalu tinggi akan menyebabkan air dalam sediaan berinteraksi sepenuhnya dengan humektan dan membentuk ikatan hidrogen, bahkan kulit akan kehilangan kelembapannya saat diaplikasikan dan mengalami dehidrasi. Namun, konsentrasi humektan yang terlalu rendah dikhawatirkan tidak dapat menjaga kandungan air dengan baik (Aulton dan Taylor, 2007). Oleh karena itu penggunaan humektan dalam formula serum tidak melebihi 15%. Penggantian bahan pengawet dari nanosilver dan Euxyl menjadi metil paraben 0,2% dikarenakan kesulitan pengadaan bahan pengawet yang terdapat dalam formula standar sehingga dipilih penggantian bahan pengawet yang umum digunakan pada sediaan kosmetik yaitu metil paraben. Penambahan natrium metabisulfit 0,2% dilakukan karena pada orientasi sediaan serum terjadi proses



55



oksidasi yang ditandai dengan perubahan warna sediaan sehingga diperlukan antioksidan tambahan untuk menjaga kestabilan sediaan. Pada sediaan ditambahkan ekstrak etanol kulit kayu manis dengan konsentrasi 0,3%; 0,5%; dan 0,7%. Konsentrasi didapat melalui hasil orientasi dan percobaan pendahuluan menggunakan skin analyzer dan moisture checker. Sediaan berwarna merah muda dengan aroma aromatik khas kulit kayu manis. Gambar sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis dalam kemasan dapat dilihat pada Lampiran 22.



4.8 Hasil Evaluasi Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 4.8.1 Hasil pengujian homogenitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis Hasil pengujian homogenitas sediaan serum pada blanko (F0), dan sediaan serum yang masing-masing telah ditambah ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3% (F1); 0,5% (F2); 0,7% (F3) menunjukkan distribusi sediaan yang homogen dan tidak terdapat partikel kasar.



Gambar 4.3 Hasil uji homogenitas sediaan serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Keterangan: F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis) F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3% F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5% F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7%



56



Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengambil sejumlah sediaan dan kemudian dioleskan pada permukaan kaca atau bahan transparan lain yang sesuai. sediaan harus menunjukkan distribusi yang homogen dan tidak terlihat adanya partikel kasar (Ditjen POM. 1979). 4.8.2 Hasil pengujian stabilitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis Evaluasi mutu sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis dilakukan pada jangka waktu 12 minggu penyimpanan dengan pengamatan setiap 2 minggu. sediaan serum disimpan pada suhu kamar dan diamati perubahan bentuk. warna. dan bau. Hasil pengamatan stabilitas sediaan serum blanko (F0) dan sediaan serum dengan ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3% (F1); 0,5% (F2) dan 0,5% (F3) menunjukkan hasil yang stabil selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar di mana. tidak didapati perubahan bentuk. warna. dan bau. Pada setiap sediaan serum ditambahkan metil paraben 0,2% sebagai pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroba dan jamur. selain itu penambahan natrium metabisulfit 0,2% juga dilakukan untuk menghindari sediaan serum teroksidasi yang ditandai dengan perubahan warna sediaan. Hasil pengujian stabilitas dari tiap parameter dapat dilihat pada Tabel 4.6.



Gambar 4.4 Sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis minggu ke-0



57



Gambar 4.5 Sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis setelah 12 minggu penyimpanan Keterangan: F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis) F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3% F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5% F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7% Tabel 4.6 Hasil pengamatan uji stabilitas serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama 12 minggu Pengamatan Formula (Minggu) F0 F1 F2 F3 X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z 0 2 4 6 8 10 12 Keterangan: F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis) F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3% F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5% F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7% : Tidak terjadi perubahan + : Terjadi perubahan X : Perubahan warna Y : Perubahan bau Z : Perubahan bentuk (konsistensi) 4.8.3 Hasil pengukuran pH sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis Hasil pengujian pH sediaan serum didapatkan dengan menggunakan alat pH meter digital. Rentang pH sediaan sebaiknya tidak terlalu asam karena dapat menyebabkan iritasi kulit dan tidak terlalu basa karena dapat membuat kulit bersisik. Rentang pH fisiologis kulit manusia berada pada angka 4,5-6,5



58



(Tranggono dan Latifah, 2007). Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil pengamatan pH (rerata ± SD) serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama 12 minggu Pengamatan Formula (Minggu) F0 F1 F2 F3 0 6,30 ± 0,00 6,00 ± 0,10 5,93 ± 0,06 5,73 ± 0,06 2 6,27 ± 0,06 6,00 ± 0,10 5,90 ± 0,10 5,70 ± 0,00 4 6,27 ± 0,06 5,97 ± 0,06 5,87 ± 0,06 5,70 ± 0,00 6 6,27 ± 0,06 5,97 ± 0,06 5,87 ± 0,06 5,67 ± 0,06 8 6,23 ± 0,06 5,93 ± 0,06 5,87 ± 0,15 5,67 ± 0,06 10 6,20 ± 0,10 5,93 ± 0,06 5,83 ± 0,15 5,67 ± 0,06 12 6,17 ± 0,06 5,87 ± 0,06 5,83 ± 0,06 5,60 ± 0,10 Keterangan: F0 : Formula blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis) F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,3% F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,5% F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,7% 6,4 6,3 6,2



pH



6,1 6 F0 F1 F2 F3



5,9 5,8



5,7 5,6 5,5 0



2



4



6



8



10



12



Minggu Gambar 4.6 Grafik lama penyimpanan terhadap pH serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama uji stabilitas 12 minggu pada suhu kamar Berdasarkan hasil pengamatan pH selama masa penyimpanan 12 minggu, menunjukkan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis yang ditambahkan akan menurunkan pH sediaan yang disebabkan karena pH ekstrak etanol kulit kayu manis yang bersifat asam 4,0-6,5 (Nurmalasari, dkk., 2018). Pada Tabel 4.7 sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis mengalami



59



penurunan pH setelah penyimpanan selama 12 minggu. Penurunan pH yang terjadi dapat disebabkan karena terdapat kontaminasi ion positif dari bahan yang digunakan dalam formulasi yang dapat mempengaruhi derajat keasaman atau kebasaan sediaan serum (Mardhiani, dkk., 2018). Banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas dari sediaan farmasi, antara lain stabilitas bahan aktif, inetraksi antara bahan aktif dengan bahan tambahan , proses pembuatan bentuk sediaan, cara pengemasan dan kondisi lingkungan yang dialami selama pengiriman, penyimpanan, penanganan dan jarak waktu antara pembuatan dan penggunaan. Faktor lingkungan seperti temperatur, radiasi cahaya dan udara (khususnya oksigen, karbon dioksida dan uap air) juga mempengaruhi stabilitas (Troy dan Beringer, 2006). Penurunan yang terjadi masih berada dalam rentang pH fisiologis kulit wajah sehingga hasil pengujian stabilitas pH sediaan serum masih memenuhi persyaratan untuk berada dalam keadaan stabilnya. 4.8.4 Hasil pengukuran viskositas sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis Pemeriksaan viskositas dilakukan dengan menggunakan viscometer NDJ8S spindle 1 speed 12. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.8.



60



Tabel 4.8 Hasil pengukuran viskositas (rerata ± SD) serum ekstrak etanol kulit kayu manis (mPa.s) selama 12 minggu Formula Pengamatan (Minggu) F0 F1 F2 F3 0



446,5 ± 2,8



450,5 ± 2,3



464,3 ± 0,00



474,2 ± 3,5



2



446,5 ± 2,8



450,5 ± 2,3



464,3 ± 0,00



474,2 ± 3,5



4



450,5 ± 9,5



464,3 ± 2,8



474,2 ± 2,3



488,5 ± 0,00



6



450,5 ± 9,5



474,2 ± 2,8



474,2 ± 2,8



488,5 ± 0,00



8



481,5 ± 9,5



490,5 ± 15,6



490,5 ± 15,6



494 ± 15,6



10



481,5 ± 9,5



490,5 ± 15,6



490,5 ± 15,6



494 ± 15,6



12 488,5 ± 0,00 488,5 ± 9,5 494 ± 9,5 499,5 ± 9,5 Keterangan: F0 : Formula blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis) F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,3% F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,5% F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,7%



Viskositas (mPa.s)



510 500 490 480



F0



470



F1



460



F2



450



F3



440 430 0



2



4



6



8



10



12



Minggu Gambar 4.7 Grafik rerata ± SD viskositas (mPa.s) serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama uji stabilitas 12 minggu pada suhu kamar Beberapa faktor yang mempengaruhi viskositas suatu sediaan diantaranya, yaitu faktor mekanis seperti pencampuran atau pengadukan saat proses pembuatan sediaan, pemilihan zat pengental, proporsi fase terdispersi, dan ukuran partikel (Ansel,



1989).



Berdasarkan



hasil



pengukuran



viskositas



selama



masa



penyimpanan 12 minggu, menunjukkan perbedaan konsistensi yang diberikan tiap



61



konsentrasi ekstrak yang ditambahkan ke dalam sediaan. Rentang viskositas dari sediaan serum berada pada 230-1150 mPa.s (Mardhiani, dkk., 2018). Viskositas sediaan mengalami peningkatan setelah penyimpanan selama 12 minggu. Peningkatan viskositas sediaan terjadi dikarenakan adanya tekanan geser (shear force) dari proses pengadukan pada saat pembuatan sediaan. Tekanan geser mengubah struktur polimer basis sediaan menjadi agak renggang menyebabkan viskositas sediaan menjadi rendah saat baru dibuat. Setelah dilakukan penyimpanan, struktur dari polimer tersebut akan kembali seperti semula, sehingga sediaan menjadi lebih kental (Martin, dkk., 1983). Selain itu, peningkatan viskositas juga dapat terjadi karena penurunan kadar air sediaan yang terjadi karena penguapan pada saat pengujian, semakin berkurang kandungan air dalam sediaan akan meningkatkan konsistensinya (Winarti, dkk., 2007). Peningkatan viskositas yang terjadi masih berada dalam rentang persyaratan viskositas sehingga sediaan serum masih terpenuhi.



4.8.5 Hasil uji diameter daya sebar serum ekstrak etanol kulit kayu manis Pengujian daya sebar serum ekstrak etanol kulit kayu manis dilakukan pengukuran setelah 1 penambahan beban tiap 25 g di atas kaca yang menimpa sediaan hingga mencapai 125 g. Hasil pengukuran diameter daya sebar sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan Gambar 4.8.



62



Tabel 4.9 Hasil pengukuran diameter (rerata ± SD) daya sebar serum ekstrak etanol kulit kayu manis (cm) Formula



Waktu (menit)



Beban (g)



1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1



25 50 75 100 125 25 50 75 100 125 25 50 75 100 125 25 50 75 100 125



F0



F1



F2



F3



Ukuran Diameter Daya Sebar Sediaan (cm) (Rerata ± SD) 7,57 ± 0,06 7,80 ± 0,10 8,03 ± 0,06 8,13 ± 0,06 8,57 ± 0,12 5,70 ± 0,10 5,97 ± 0,06 6,27 ± 0,12 6,57 ± 0,06 6,67 ± 0,06 5,07 ± 0,06 5,27 ± 0,06 5,47 ± 0,06 5,67 ± 0,06 6,00 ± 0,10 5,03 ± 0,06 5,17 ± 0,06 5,23 ± 0,06 5,50 ± 0,10 5,93 ± 0,06



Keterangan: F0 : Formula blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis) F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,3% F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,5% F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis Konsentrasi 0,7%



Diameter Daya Sebar (cm)



9 8,5 8



7,5



F0



7



F1



6,5



F2



6



F3



5,5 5 25



50



75



100



125



Beban (gram) Gambar 4.8 Grafik rerata ± SD diameter daya sebar (cm) serum ekstrak etanol kulit kayu manis



63



Hasil menunjukkan Formula 0 memiliki rentang daya sebar dengan diameter 7,57-8,57 cm, Formula 1 sebesar 5,7-6,67 cm, Formula 2 sebesar 5,076,00 cm dan Formula 3 sebesar 5,03-5,93 cm. Setiap formula mengalami peningkatan daya sebar setelah ditambahkan beban kelipatan 25 gram di atas kaca setelah 1 menit. Pengujian daya sebar sediaan bertujuan untuk mengetahui seberapa baik sediaan gel menyebar di permukaan kulit, karena dapat mempengaruhi absorbsi dan kecepatan pelepasan zat aktif di tempat pemakaiannya. Suatu sediaan yang baik dan lebih disukai bila dapat menyebar dengan mudah di kulit dan nyaman digunakan (Wyatt, dkk., 2008). Daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas, makin besar viskositas suatu sediaan, makin kental konsistensinya, maka makin kecil daya sebar yang dihasilkan. Daya sebar semisolid dibagi menjadi 2, yaitu semistiff dan semifluid. semistiff adalah sediaan semisolid yang memiliki viskositas tinggi sedangkan semifluid adalah sediaan semisolid dengan viskositas rendah. Pada semistiff syarat daya sebar yang ditetapkan adalah 3-5 cm dan untuk semifluid adalah 5-7 cm (Garg, dkk., 2002). Berdasarkan hasil uji daya sebar sediaan serum termasuk ke dalam sediaan gel semifluid.



4.9 Hasil Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan yang menggunakan sediaan serum dengan ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7% (F3) dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan pada Lampiran 24.



64



Tabel 4.10 Hasil Uji Iritasi Sediaan Serum F3 (0,7%) Terhadap Sukarelawan Parameter Sukarelawan Gatal-gatal Udem Eritema 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Keterangan: - : Tidak terjadi reaksi + : Terjadi reaksi Hasil uji iritasi terhadap sukarelawan yang dilakukan pada sediaan serum dengan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis 0,7% (F3) menunjukkan hasil yang negatif. Uji iritasi dilakukan dengan mengaplikasikan serum ke bagian belakangan telinga relawan yang kemudian dilihat parameter uji iritasi yaitu munculnya kemerahan kulit (eritema), gata-gatal, dan pembengkakkan (udem) pada kulit (Mulyawan dan Suriana, 2013). Berdasarkan hasil pengujian dengan konsentrasi tertinggi dapat disimpulkan bahwa blanko sediaan serum (F0) dan sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis dengan konsentrasi 0,3% (F1) dan 0,5% (F2); dan 0,5 (F2) tidak menyebabkan reaksi iritasi dan aman untuk digunakan.



4.10 Hasil Pengujian Efektivitas Anti-Aging Pengujian efektivitas anti-aging serum ekstrak etanol kulit kayu manis dalam dilakukan terhadap sukarelawan wanita sebanyak 12 orang yang telah disetujui Komite Etik Pelaksanaan Penelitian Kesehatan No:165/KEP/USU/2021.



65



Surat persetujuan Komite Etik Peneliti Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 20. Pengukuran dilakukan seminggu sekali dalam kurun waktu 1 bulan. Semua sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi kulit wajah awal sebelum perlakuan dengan menggunakan perangkat skin analyzer. Hal ini bertujuan untuk melihat besar pengaruh serum ekstrak etanol kulit kayu manis terhadap kulit sukarelawan dilihat dari persen pemulihan. Parameter pengukuran meliputi : kelembapan (moisture), kehalusan (evenness), pori (pore), noda (spot), dan keriput (wrinkle). Data yang diperoleh pada setiap parameter dianalisis dengan menggunakan program statistik dengan metode One Way ANOVA. Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh setiap formula terhadap kondisi kulit selama 1 bulan perawatan digunakan uji post-hoc Duncan Test. 4.10.1 Kelembapan (moisture) Kelembapan diukur menggunakan moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Hasil pengukuran kelembapan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.11 dan Gambar 4.9.



66



Tabel 4.11 Data hasil pengukuran kelembapan pada kulit wajah sukarelawan yang menggunakan serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama 4 minggu Kelembapan % Peningkatan Formula Kondisi Setelah Setelah Setelah Setelah Kelembapan Awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari F0



Rerata



F1



Rerata



F2



Rerata



F3



27



28



28



30



31



14,81%



27



28



29



31



32



18,52%



28



29



30



31



32



14,29%



27,33 ± 0,58



28,33 ± 0,58



29,00 ± 1,00



30,67 ± 0,58



31,67 ± 0,58



15,87 ± 2,31 %



30



32



34



35



37



23,33%



29



30



33



35



37



27,58%



27



29



30



32



35



29,63%



28,67 ± 1,53



30,33 ± 1,53



32,33 ± 2,08



34,00 ± 1,73



36,33 ± 1,15



26,85 ± 3,21 %



27



28



31



34



36



33,33%



28



30



33



36



37



32,14%



28



31



34



37



39



39,28%



27,67 ± 0,58



29,67 ± 1,53



32,67 ± 1,53



35,67 ± 1,53



37,33 ± 1,53



34,92 ± 3,83 %



27



30



34



37



39



44,44%



28



32



35



38



40



42,86%



26



30



32



34



37



42,31%



27,00 ± 30,67 ± 33,67 ± 36,33 ± 38,67 ± 43,20 ± 1,11 % 1,00 1,15 1,53 2,08 1,53 Keterangan : - Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012). - Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam sediaan serum F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis) F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3% F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5% F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7% Rerata



Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 4.11 dapat dilihat terjadinya kenaikan kadar air pada setiap formula. Grafik pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis memengaruhi peningkatan kelembapan kulit



67



wajah pada sukarelawan mulai minggu ke-1 sampai ke-4 perawatan. Pemakaian sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis menghasilkan peningkatan kelembapan rata-rata dari masing-masing formula yaitu, F0 (blanko) 15,87%; F1 26,85%; F2 34,92%; dan peningkatan yang paling tinggi yaitu F3 43,20% α = 0,05



Dehidrasi



Normal



Kelembapan



Waktu (Minggu)



Gambar 4.9 Grafik hasil pengukuran kelembapan (moisture) pada kuli sukarelawan selama 1 bulan perawatan



Gambar 4.10 Grafik persen peningkatan kelembapan (moisture) pada kulit wajah sukarelawan Kemudian data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji parametrik One Way ANOVA untuk mengetahui efektivitas formula serum terhadap kelembapan kulit wajah sukarelawan dan diperoleh nilai Asymp. Sig.(p) ˂ 0,05. Hasil analisis pengukuran kelembapan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar formula setelah pemakaian serum selama 4 minggu.



68



Data selanjutnya diuji menggunakan uji post-hoc Duncan test untuk mengetahui perbedaan signifikan antara tiap formula. Dari hasil uji Duncan mulai terdapat perbedaan signifikan F0 dengan F1, F2, dan F3 dari minggu 2 hingga minggu 4. Serta tidak terdapat perbedaan signifikan antara F1, F2, dan F3 dari minggu awal hingga minggu 4. Membran sel manusia terdiri dari lapisan fosfolipid yang salah satunya berupa asam lemak tak jenuh/Polyunsaturated faty acid (PUFA). Polyunsaturated faty acid (PUFA) memiliki fungsi menormalkan aktivitas metabolisme dan meningkatkan fluiditas membran sel. Radikal bebas akan melakukan aktivitas foto oksidasi pada asam lemak tak jenuh sehingga menurunkan fluiditas membran sel dan menyebabkan kulit kehilangan kelembapannya. Antioksidan bekerja untuk menghambat reaksi foto oksidasi sehingga meningkatkan kelembaban kulit (Bhagavan, 1992). Kandungan ekstrak kulit kayu manis yaitu transinamaldehid dalam serum bermanfaat sebagai scavenging agent yang berperan dalam mengikat radikal bebas sehingga dapat mencegah perusakan lipid interseluler dan menjaga pertahanan alami kulit berupa NMF (Natural Moisturizing Factor) (Astuti dkk., 2018). 4.10.2 Pori (pore) Besar pori pada kulit wajah sukarelawan yang diukur menggunakan perangkat skin analyzer yakni lensa perbesaran 60x (normal lens) sensor biru (Aramo, 2012). Hasil pengukuran pori yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Gambar 4.11.



69



Tabel 4.12 Data hasil pengukuran diameter pori pada kulit wajah sukarelawan yang menggunakan serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama 4 minggu Ukuran Pori % Penurunan Besar Formula Kondisi Setelah Setelah Setelah Setelah Diameter Pori Awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari 5,26% 38 38 37 37 36 F0



Rerata



F1



Rerata



F2



Rerata



F3



35



35



34



34



34



2,86%



37



37



36



36



36



2,70%



35,67 ± 1,53



35,33 ± 1,15



3,61 ± 1,43 %



36,67 ± 36,67 ± 35,67 ± 1,53 1,53 1,53 37



36



35



34



34



8,11%



35



35



33



32



32



8,57%



38



37



35



34



34



10,53%



33,33 ± 1,15



33,33 ± 1,15



9,07 ± 1,29 %



36,67 ± 36,00 ± 34,33 ± 1,53 1,00 1,15 38



36



34



34



33



13,16%



36



34



30



29



28



22,22%



40



39



36



35



35



12,50%



32,67 ± 3,21



32,00 ± 3,61



15,96 ± 5,43 %



38,00 ± 36,33 ± 33,33 ± 2,00 2,52 3,05 36



34



29



25



23



36,11%



32



30



26



23



20



37,50%



40



35



30



26



24



40,00%



36,00 ± 33,00 ± 28,33 ± 24,67 ± 22,33 ± 37,87 ± 1,97 % 4,00 2,65 2,08 1,53 2,08 Keterangan : - Kecil 0-19; Besar 20-39; Sangat Besar 40-100 (Aramo, 2012). - Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam sediaan serum F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis) F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3% F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5% F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7% Rerata



Dari hasil data yang diperoleh kondisi awal pori kulit wajah sukarelawan berada pada rentang sangat besar dan besar. Setelah penggunaan sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis, semua kelompok formula menunjukkan penurunan ukuran pori dengan persentase pemulihan rata-rata F0 (blanko) sebesar



70



3,61%; F1 sebesar 9,07%; F2 sebesar 15,96%; dan F3 menunjukkan rata-rata penurunan ukuran pori kulit wajah paling besar yaitu sebesar 37,87%. α = 0,05



Besar



Ukuran Pori



Waktu (Minggu)



Gambar 4.11 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan selama 1 bulan perawatan



Gambar 4.12 Grafik persen peningkatan penurunan ukuran diameter pori (pore) pada kulit wajah sukarelawan Hasil uji parametrik One Way ANOVA dilakukan untuk mengetahui efektivitas formula serum terhadap ukuran pori kulit wajah sukarelawan dan diperoleh nilai Asymp. Sig.(p) ˂ 0,05. Hasil analisis pengukuran ukuran pori menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar formula setelah pemakaian serum selama 4 minggu. Dilakukan uji lanjutan menggunakan uji post-hoc Duncan test untuk mengetahui perbedaan signifikan antara tiap formula. Dari hasil uji Duncan mulai terdapat perbedaan signifikan F0, F1, F2, dengan F3 dari minggu 2 hingga



71



minggu 4. Serta tidak terdapat perbedaan signifikan antara F0, F1, dan F2 dari minggu awal hingga minggu 4. Seiring dengan berjalannya usia, pori-pori kulit akan menjadi semakin besar karena berkurangnya elastisitas dan adanya penumpukan sel-sel kulit mati. Banyaknya aktivitas meningkatkan suhu tubuh yang akan memperbesar ukuran pori (Anderson, 1996). Pori-pori dapat membesar apabila terkena sinar matahari yang terlalu terik, peningkatan suhu menyebabkan pembukaan pori-pori pada kulit. Pori-pori yang besar dapat menyebabkan kotoran mudah masuk dan tersumbat di dalamnya sehingga menyebabkan jerawat lebih mudah timbul (Muliyawan dan Suriana, 2013). Flavonoid (turunan fenol) berlaku sebagai penghambat yang baik untuk radikal hidroksil dan superoksida sehingga dapat melindungi membran lipid kulit, menyebabkan berkurangnya ukuran pori-pori dan meningkatkan tekstur serta elastisitas kulit (Tapas, dkk., 2008). Kandungan senyawa bioaktif ekstrak etanol kulit kayu manis seperti sinamaldehid dan senyawa turunannya secara signifikan dapat mempotensiasi biosintesis kolagen tipe I yang dapat menjaga elastisitas kulit (Takasao, dkk., 2012). 4.10.3 Kehalusan (evenness) Pengukuran kehalusan kulit (evenness) dengan menggunakan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 60x dan metode pembacaan normal dengan warna lampu sensor biru. Hasil pengukuran kelembapan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.13.



72



Tabel 4.13 Data hasil pengukuran kehalusan pada kulit wajah sukarelawan yang menggunakan serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama 4 minggu Tingkat Kehalusan % Pemulihan Formula Kondisi Setelah Setelah Setelah Setelah Kehalusan Awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari F0



Rerata



F1



Rerata



F2



Rerata



F3



37



37



36



35



35



5,41%



35



35



34



34



34



2,86%



35



34



34



33



33



5,71%



35,67 ± 1,15



35,33 ± 1,53



34,67 ± 1,15



34,00 ± 1,00



36



35



35



33



31



13,89%



37



36



35



34



32



13,51%



39



38



36



34



32



17,95%



37,33 ± 1,53



36,33 ± 1,53



35,33 ± 0,58



33,67 ± 0,58



37



34



32



30



28



24,32%



41



39



35



33



31



24,39%



37



34



31



29



27



27,02%



38,33 ± 2,31



35,67 ± 2,89



32,67 ± 2,08



30,67 ± 2,08



35



32



28



25



22



37,14%



37



34



30



27



23



37,84%



34,00 ± 4,66 ± 1,57 % 1,00



31,67 ± 15,12 ± 2,46 % 0,58



28,67 ± 25,25 ± 1,54 % 2,08



39 35 31 27 24 38,46% 37,00 ± 33,67 ± 29,67 ± 26,33 ± 23,00 ± Rerata 37,81 ± 0,66 % 2,00 1,53 1,53 1,15 1,00 Keterangan: - Halus 0-31; Normal 32-51; Kasar 52-100 (Aramo, 2012). - Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam sediaan serum F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis) F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3% F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5% F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7% Dari hasil data yang diperoleh kondisi awal kehalusan kulit sukarelawan berkisar pada kondisi normal. Setelah penggunaan sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis, semua kelompok formula menunjukkan peningkatan kehalusan kulit dengan persentase peningkatan rata-rata F0 (blanko) sebesar 4,66%; F1



73



sebesar 15,12%; F2 sebesar 25,25%; dan F3 menunjukkan rata-rata peningkatan kehalusan kulit wajah paling tinggi yaitu sebesar 37,81%. α = 0,05



Halus



Normal



Kehalusan



Waktu (Minggu)



Gambar 4.13 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit sukarelawan selama 1 bulan perawatan



Gambar 4.14 Grafik persen peningkatan pemulihan kehalusan (evenness) pada kulit wajah sukarelawan Data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji parametik One Way ANOVA untuk mengetahui efektivitas formula serum terhadap kehalusan kulit wajah sukarelawan dan diperoleh nilai Asymp. Sig.(p) ˂ 0,05. Hasil analisis pengukuran kehalusan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar formula setelah pemakaian serum selama 4 minggu. Dilakukan uji lanjutan menggunakan uji post-hoc Duncan test untuk mengetahui perbedaan signifikan antara tiap formula. Dari hasil uji Duncan mulai



74



terdapat perbedaan signifikan F0, F1, F2, dengan F3 dari minggu 2 hingga minggu 4. Terdapat perbedaan signifikan F2 dengan F1 dan F0 dari minggu 3 hingga minggu 4. Serta tidak terdapat perbedaan signifikan antara F0 dengan F1 dari minggu awal hingga minggu 4. Kulit yang terlalu sering terpapar oleh sinar matahari akan mengalami kerusakan kolagen dan elastin yang berada dalam lapisan kulit. Sehingga sel-sel mati pada stratum korneum menyebabkan permukaan kulit menjadi kurang halus. Akibatnya, kulit tampak lebih kasar (Bogadenta, 2012). Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah kerusakan sel melalui mekanisme radikal fenoksi yang bergabung dengan spesies oksigen reaktif, dan menghentikan reaksi berantai radikal bebas yang tidak diinginkan dalam sel. Senyawa flavonoid meningkatkan pembentukan kolagen ekstraseluler yang akan menjaga elastisitas, fleksibilitas, dan kehalusan kulit (Tapas dkk., 2008). Kayu manis banyak ditemukan senyawa fitokimia dari kelas phenylpropanoids berupa asam sinamat (Senyawa sinamaldehid) yang termasuk dalam golongan fenilpropanoid merupakan turunan senyawa fenol, dimana senyawa fenol tersebut juga berperan penting dalam aktivitas antioksidan (Rismunandar, 1995). 4.10.4 Noda (spot) Noda pada kulit wajah sukarelawan diukur menggunakan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 60x (polarizing lens) sensor jingga. Hasil pengukuran banyaknya noda kulit wajah dari sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.14. dan Gambar 4.15.



75



Tabel 4.14 Data hasil pengukuran jumlah noda pada kulit wajah sukarelawan yang menggunakan serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama 4 minggu Banyak Noda % Penurunan Formula Kondisi Setelah Setelah Setelah Setelah Banyak Noda Awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari F0



Rerata



F1



Rerata



F2



Rerata



F3



36



36



35



35



35



2,78%



33



33



32



32



32



3,03%



35



35



34



34



34



2,86%



34,67 ± 1,53 37



34,67 ± 1,53 37



33,67 ± 1,53 35



33,67 ± 1,53 34



33,67 ± 1,53 32



36



35



33



32



30



16,67%



37



36



34



34



33



10,81%



36,67 ± 0,58 37



36,00 ± 1,00 36



34,00 ± 1,00 33



33,33 ± 1,15 30



34



32



29



29



27



20,59%



37



34



32



31



28



24,32%



36,00 ± 1,73 38



34,00 ± 2,00 35



31,33 ± 2,08 29



30,00 ± 1,00 27



39



36



32



28



23



41,03%



32



29



25



23



20



37,50%



2,89 ± 0,13 % 13,51%



31,67 ± 13,66 ± 2,93 % 1,53 29 21,62%



28,00 ± 22,18 ± 1,93 % 1,00 23 39,47%



36,33 ± 33,33 ± 28,67 ± 26,00 ± 22,00 ± 39,33 ± 1,77 % 3,79 3,79 3,51 2,65 1,73 Keterangan: - Sedikit 0-19; Sedang 20-39; Banyak 40-100 (Aramo, 2012). F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis) F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3% F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5% F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7% Rerata



Dari hasil data yang diperoleh kondisi awal jumlah noda kulit wajah sukarelawan berkisar pada jumlah noda sedang. Setelah penggunaan sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis, semua kelompok formula menunjukkan pengurangan jumlah noda kulit wajah dengan persentase pemulihan rata-rata F0 (blanko) sebesar 2,89%; F1 sebesar 13,66%; F2 sebesar 22,18%; dan F3



76



menunjukkan rata-rata penurunan ukuran pori kulit wajah paling besar yaitu 39,33%. α = 0,05



Sedang



Banyak Noda



Waktu (Minggu)



Gambar 4.15 Grafik hasil pengukuran jumlah noda (spot) pada kulit sukarelawan selama 1 bulan perawatan



Gambar 4.16 Grafik persen peningkatan penurunan jumlah noda (spot) pada kulit wajah sukarelawan Data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji parametik One Way ANOVA untuk mengetahui efektivitas formula serum terhadap jumlah noda kulit wajah sukarelawan dan diperoleh nilai Asymp. Sig.(p) ˂ 0,05. Hasil analisis pengukuran kehalusan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar formula setelah pemakaian serum selama 4 minggu. Dilakukan uji lanjutan menggunakan uji post-hoc Duncan test untuk mengetahui perbedaan signifikan antara tiap formula. Hasil uji Post-Hoc Duncan



77



mulai terdapat perbedaan signifikan antara F0, F1 dengan F3 sedangkan F2 dengan F3 masih tidak terdapat perbedaan signifikan pada minggu 2. Pada minggu 3 hingga minggu 4 terdapat perbedaan signifikan F0, F1, dan F2 dengan F3 serta F0 dan F1 dengan F2. Serta tidak terdapat perbedaan signifikan antara F0 dengan F1 dari minggu awal hingga minggu 4. Bercak-bercak hitam (hiperpigmentasi) bisa muncul pada kulit yang mulai menua maupun kulit yang belum tua yang disebabkan oleh sinar ultraviolet. Semakin lama kulit terpapar sinar matahari menyababkan melanin kulit semakin aktif dan menimbulkan noda pada kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013). Pigmentasi kulit dapat disebabkan oleh berbagai tingkat sintesis melanin di kulit, melanosom dalam sel melanosit oleh aksi tyrosinase, enzim yang menghidroksilasi asam amino tyrosine menjadi dihydroxyphenylalanine (DOPA) dan mengkatalisis oksidasi menjadi DOPA quinone. Senyawa yang termasuk dalam golongan flavonoid (turunan fenol) dapat berperan sebagai antioksidan serta penghambat tirosinase (Sari dkk., 2015). Senyawa khas turunan fenol yang terdapat dalam kayu manis yaitu sinamaldehid dan asam sinamat (Rismunandar, 1995). 4.10.5 Keriput (wrinkle) Keriput atau kerutan pada kulit mata bagian lateral sukarelawan diukur dengan menggunakan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 10x sensor biru. Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan dapat dilihat pada Tabel 4.15 dan Gambar 4.17



78



Tabel 4.15 Data hasil pengukuran jumlah keriput pada kulit wajah sukarelawan yang menggunakan serum ekstrak etanol kulit kayu manis selama 4 minggu Jumlah Keriput % Pemulihan Formula Kondisi Setelah Setelah Setelah Setelah Jumlah Keriput Awal 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari F0



Rerata



F1



Rerata



F2



Rerata



F3



Rerata



25



25



25



24



24



4,00%



28



28



28



27



27



3,57%



28



28



28



27



27



3,57%



27,00 ± 1,73



27,00 ± 1,73



27,00 ± 1,73



26,00 ± 1,73



26,00 ± 1,73



3,71 ± 0,25 %



27



27



26



26



25



7,41%



27



27



26



25



24



11,11%



24



24



23



22



21



12,50%



26,00 ± 1,73



26,00 ± 1,73



25,00 ± 1,73



24,33 ± 2,08



23,33 ± 2,08



10,34 ± 2,63 %



25



24



22



21



20



20,00%



26



25



23



21



20



23,08%



28



27



25



23



21



25,00%



26,33 ± 1,53



25,33 ± 1,53



23,33 ± 1,53



21,67 ± 1,15



20,33 ± 0,58



22,69 ± 2,52 %



28



26



24



22



19



32,14%



28



25



23



20



18



35,71%



29



26



22



20



19



34,48%



28,33 ± 0,58



25,67 ± 0,58



23,00 ± 1,00



20,67 ± 1,15



18,67 ± 0,58



34,11 ± 1,81 %



Keterangan: - Tidak berkeriput 0-19; Berkeriput 20-52; Berkeriput parah 53-100 (Aramo, 2012). - Konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam sediaan serum F0 : Formula serum blanko (tanpa ekstrak etanol kulit kayu manis) F1 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,3% F2 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,5% F3 : Formula serum ekstrak etanol kulit kayu manis konsentrasi 0,7% Dari hasil data yang diperoleh kondisi awal jumlah keriput kulit wajah sukarelawan berkisar pada rentang berkeriput. Setelah penggunaan sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis, semua kelompok formula menunjukkan



79



pengurangan jumlah keriput kulit wajah dengan persentase pemulihan rata-rata F0 (blanko) sebesar 3,71%; F1 sebesar 10,34%; F2 sebesar 22,69%; dan F3 menunjukkan rata-rata pengurangan jumlah keriput kulit wajah paling besar yaitu 34,11%. α = 0,05



Tidak Berkeriput



Berkeriput



Jumlah Keriput



Waktu (Minggu)



Gambar 4.17 Grafik hasil pengukuran jumlah keriput (wrinkle) pada kulit sukarelawan selama 1 bulan perawatan



Gambar 4.18 Grafik persen peningkatan pemulihan jumlah keriput (wrinkle) pada kulit wajah sukarelawan Data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji parametik One Way ANOVA untuk mengetahui efektivitas formula serum terhadap jumlah keriput kulit wajah sukarelawan dan diperoleh nilai Asymp. Sig.(p) ˂ 0,05. Hasil analisis pengukuran jumlah keriput menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar formula setelah pemakaian serum selama 4 minggu.



80



Dilakukan uji lanjutan menggunakan uji post-hoc Duncan test untuk mengetahui perbedaan signifikan antara tiap formula. Dari hasil uji post-hoc Duncan mulai terdapat perbedaan signifikan antara F0 dengan F3. Pada minggu 3 hingga minggu 4 mulai terdapat perbedaan signifikan F1 dengan F3. Serta tidak terdapat perbedaan signifikan antara F2 dengan F3 dari minggu awal hingga minggu 4. Radikal bebas merupakan molekul yang sifat kimianya tidak stabil dan cenderung menyerang molekul lain untuk mendapatkan elektron. Serangan ini dapat merusak asam lemak dan menghilangkan elastisitas sehingga membuat kulit menjadi kering dan keriput (Muliyawan dan Suriana, 2013). Flavonoid sebagai antioksidan dapat menghambat peningkatan enzim MMP-1 (Matrix Metalloproteinase-1). MMP-1 adalah mediator utama yang menurunkan produksi kolagen pada kulit. Penghambatan terhadap enzim MMP-1 adalah salah satu cara untuk mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar UV. Dengan penghambatan ini, sintesis MMP-1 akan berkurang dan proses degradasi kolagen terhambat sehingga kulit terlindungi dari proses penuaan (Tapas dkk., 2008). Kandungan senyawa bioaktif ekstrak etanol kulit kayu manis seperti sinamaldehid dan senyawa turunannya secara signifikan dapat mempotensiasi biosintesis kolagen tipe I di dalam fibroblas dermal. Hal ini menjadikan ekstrak etanol kulit kayu manis dapat memperbaiki tanda-tanda penuaan yang diakibatkan oleh photo aging (Takasao, dkk., 2012).



81



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:  Ekstrak etanol kulit kayu manis memiliki aktivitas antioksidan dalam kategori sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 6,28 ppm.  Serum wajah ekstrak etanol kulit kayu manis yang diformulasi merupakan sediaan



yang



stabil



dengan



memenuhi



persyaratan



homogenitas



(homogen), pH (5,6-6,1), viskositas (488,5-499,5 mPa.s) selama 12 minggu penyimpanan dan tidak mengiritasi kulit pada uji iritasi sukarelawan.  Serum wajah ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan efektivitas sebagai sediaan anti-aging, di mana konsentrasi terbaik yaitu pada konsentrasi 0,7%. Penggunaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan peningkatan kondisi kulit yaitu semakin meningkatnya kelembapan kulit (43,20%), pori kulit mengecil (37,87%), kulit semakin halus (37,81%), noda kulit berkurang (39,33%) serta kerutan yang semakin berkurang (34,11%). 5.2 Saran Penulis menyarankan peneliti selanjutnya untuk melakukan uji aktivitas antioksidan serum ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmanni) untuk mendapatkan nilai IC50.



82



DAFTAR PUSTAKA Alimah, D. 2015. Studi Pengusahaan Kayu Manis Di Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Galam. Vol 1(1). Halaman 2 Al Ridho, E., Sari, R., dan Wahdaningsih, S. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Buah Lakum (Cayratia trifolia) Dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrihidrazil). Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran. Universitas Tanjungpura. Halaman 5, 7 Anderson, P.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 473 Anggowarsito, J. L. 2014. Aspek Fisiologi Penuaan Kulit. Jurnal Widya Medika Surabaya. Vol 2(1). Halaman 57 Aramo. 2012. Skin and Hair Diagnosis System. Sungnam: Aram Huvis Korea Ltd. Halaman 1-10 Astuti, K.W., Wijayanti,N. P. A. D., Lestari,A. A. D., Artha, IG. A. P. Y., Pradnyani,IA. G., Ratnayanti, IG. A. D. 2018. Uji Pendahuluan Nilai Kelembaban Kulit Manusia Pada Pemakaian Sediaan Masker Gel Peel Off Kulit Buah Manggis. Jurnal Kimia. 12 (1). Halaman 50-53 Aulton, M. E., dan Taylor, K. M. G. 2007. Aulton’s Pharmaceutics, The Design and Manufactures of Medicines. Inggris : Churchill Livingstone Elsevier. Halaman 399 Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. 2009. Handbook of Cosmetic Science and Technology Edisi Ketiga. United State of America: Informa Healthcare USA, Inc. Halaman 83 Belcher, L. A., Muska, C. F., dan DeSalvo, J. W. 2010. Evaluating 1,3Propanediol for Potential Skin Effects. Cosmetics and Toiletries Formulating Results in Cosmetics R&D. Vol 125(5). Halaman 4 Bhagavan, N. V. 1992. Medical Biochemistry. Burlington: Jones and Barlett Publisher. Halaman 179 Bogadenta, A. 2012. Antisipasi Gejala Penuaan Dini dengan Kesaktian Ramuan Herbal. Jogjakarta: Buku Biru. Halaman 43 Britannica.com. 2021. Cinnamon Plant and Spice. Diakses pada tanggal 3 Juni 2021 melalui https://www.britannica.com/plant/cinnamon/ Damayanti. 2017. Penuaan Kulit dan Perawatan Kulit Dasar pada Usia Lanjut. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and Venereology. Vol 29(1). Halaman 74 Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid Keenam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Halaman 300, 302-304, 306, 334, 540, 536 Depkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 181-184 Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 96, 612, 792 Ditjen POM. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 22, 356 Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 1168, 117



83



Ditjen POM. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 680, 1233 Draelos, Z.D. (2010). Cosmetic Dermatology Products and Procedures. West Sussex: Wiley-Blackwell. Halaman 253 Fansworth, N.R. 1966. Biologycal and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Science. Vol 55(3). Halaman 262-264 Gandjar, L. G., dan Abdul, R. 2007. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 36-39 Garg A, Aggarwal D, Garg S, Singla A. 2002. Spreading of semisolid formulations an update. Pharmaceutical Technology. Vol 26(9). Halaman 105 Guertin, P.A. 2018. Is Propanediol a Safer Molecule Than Some Other Glycols In Personal Care And Anti-Aging Biocosmeceutical Products? Review Article. International Journal of Aging Research. Vol 1(23). Halaman 1-2 Guntarti, A., Sholehah, K., Irna, N., Fistianingrum, W. 2015. Penentuan Parameter Non Spesifik Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garciniamangostana) Pada Variasi Asal Daerah. Farmasains. Vol 2(5). Halaman 203-204 Halliwell, B. 2007. Oxidative stress and cancer: have we moved forward?. Biochemistry Journal. Vol 1(11). Halaman 5 Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 49, 147 Idris, H dan Mayura, E. 2019. Sirkuler Informasi Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Bogor: Badan Penelitian Tanaman Obat. Halaman 3 Jaelani. 2009. Ensiklopedi Kosmetika Nabati. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Halaman 153-155 Kalangi, S. 2013. Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik. Vol 5(3). Halaman 12-15. Lee, C.K. 2013. Assesments of the Facial Mask Materials in Skin Care. Thesis. Department of Cosmetics Science. Chia-Nan University of Pharmacy and Science. Halaman 14-19 Lumenta, N. A. 2006. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Halaman 132 Mardhiani, Y. D., Yulianti, H., Azhary D. P., dan Rusdiana, T. 2018. Formulasi dan Stabilitas Sediaan Serum dari Ekstrak Kopi Hijau (Coffea cenaphora var. Robusta) Sebagai Antioksidan. Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal. Vol 2(2). Halaman 21-22 Marinova, G., dan Batchvarov, V. 2011. Evaluation of The Methods for Determination of The Free Radical Scavening Activity by DPPH. Bulgarian Journal of Agricultural Science. Vol 17(1). Halaman 20 Martin, A., Swarbick, J., & Cammarata, A. (1983). Farmasi Fisik Jilid II edisi ketiga. Jakarta: UI Press. Halaman 378 Maslarova, N.V.Y. 2001. Inhibiting Oxidation Cited in Pokornya J, Yanishlieva N and Gordon M. Antioxidant in Food. Practical Applications. New York : CRC Press. Halaman 42-48 Mitsui, T. 1997. New Cosmetics Science Edisi Pertama. Amsterdam: Elsevier Science. Halaman 354-355



84



Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal Science Technology. Vol 26(2). Halaman 211-219 Muliyawan, D., dan Suriana, N. 2013. A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Halaman 17, 267-269 National Health Surveillance Agency. 2005. Cosmetics Products Stability Guide. Brazil: ANVISA. Halaman: 19 Niki, E., dan Noguchi, N., 2000, Evaluation of Antioxidant Capacity ; What Capacity is Being Measured by Which Method?, IUBMB Life. 323- 329 Nurmalasari, D. L., Damiyanti, M., Eriwati, Y. K. 2018. Effect of cinnamon extract solution on human tooth enamel surface roughness. Journal of Physics Conference. Series 1073. Halaman 2 Paramawidhita, R. Y., Chasanah, U., Ermawati, D. 2019. Formulasi dan Evaluasi Fisik Sediaan Emulgel Tabir Surya Ekstrak Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum burmannii). Jurnal Surya Medika. Vol 5(1). Halaman 91 Priani, S. E., Mutiara, R., Mulyanti, D. 2020. The Development of Antioxidant Peel-Off Facial Masks From Cinnamon Bark Extract (Cinnamomum burmannii). Pharmaciana Vol 10(1). Halaman 70-72 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. 2016. Perkembangan Produksi dan Ekspor Kayu Manis Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Vol 22(2). Halaman 10-13 Rafita, I.D. 2015. Pengaruh Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) Terhadap Gambaran Histopatologi Dan Kadar Sgot Sgpt Hepar Tikus Yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Halaman 9 Rismunandar. 1995. Kayu Manis. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 23-30 Rowe, R.C., Paul, J.S dan Marian, E.Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed. Pharmaceutical Press. USA. Halaman 110-112, 283, 441, 654 Sadeli, R.A. 2016. Uji Aktivitas Ntioksidan dengan metode DPPH (1,1-diphenyl2-picrylhydrazyl) Ekstrak Bromelian Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Halaman 13-15 Sapri, Pebrianti, R., dan Faizal, M. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Tumbuhan Singgah Perempuan (Loranthus sp.) Dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil). Prosiding Seminar Nasional Kimia. Halaman 203-210 Sari, R. K., Utami, R., Batubar, I., Carolina, A., Febriany, S. 2015. Aktivitas Antioksidan dan Inhibitor Tirosinase Ekstrak Metanol Mangium (Acacia mangium) (Antioxidant and Tyrosinase Inhibitor Activities of Methanol Extracts of Acacia mangium). J. Ilmu Teknol. Kayu Tropis. 13 (1): 88-97 Sari, W. Y., Yuliastuti, D., Afiaturrahma, A. 2020. Aktivitas Antioksidan Krim Dari Fraksi Etanol 70% Buah Stroberi Dengan Metode DPPH. Jurnal Farmasetis. Vol 9(2). Halaman 111 Septiyanti, M., Liana, L., Sutriningsih, Kumayanjati, B., dan Meliana, Y. 2019. Formulation and Evaluation of Serum From Red, Brown and Green Algae Extract For Anti-Aging Base Material. Proceedings of the 5th International Symposium in Applied Chemistry. Halaman 3



85



Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC. Halaman 479-480 SNI 01-3714-1995. Kayu Manis Bubuk. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Halaman 1 Sullivan, C.J., Kuenz, A., dan Vorlop, K. 2018. Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry. 7th Ed. Weinheim Wiley-VCH-Verl. Weinheim. Halaman 7, 9 Syaiful, S. D. 2016. Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum Sanctum L.) Sebagai Sediaan Hand Sanitizer. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Halaman 39 Tabor, A., dan Blair, R. 2009.Nutritional Cosmetics Beauty from Within. USA: William Andrew. Hal.14-15 Takasao, N., Tsuji-Naito, K., Ishikura, S., Tamura, A., Akagawa, M. 2012. Cinnamon Extract Promotes Type I Collagen Biosynthesis via Activation of IGF-I Signaling in Human Dermal Fibroblasts. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol 60(1). Halaman 1198 Tapas, A.R., Sakarkar, D.M., Kakde, R.B. 2008. Flavonoid as Nutraceuticals: A Review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research.7(3): 1089-1099 Thedermreview.com. 2021. Ethoxydiglycol-The Dermatology Review. Diakses pada tanggal 13 Februari 2021 melalui https://thedermreview.com/ethoxydiglycol/ Tranggono, R. I., dan Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 11, 32, 167 Tristantini, D., Ismawati, A., Pradana, B. T., Jonathan, J. G. 2016. Pengujian Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH pada Daun Tanjung (Mimusops elengi L). Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. Halaman 1-2 Troy, D. B. dan Beringer, P. 2006. Remington’s Pharmaceutical Sciences 21st Ed. Massachusetts : Academic Press. Halaman 724 Utami, Y. P., Umar, A. H., Syahruni, R., Kadullah, I. 2017. Standardisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Leilem (Clerodendrum minahassae Teisjm. & Binn.). Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences. Vol 2(1). Halaman 37-38 Wardhani, R.A.P., dan Supartono. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappacheum L.) Pada Bakteri. Indonesian Journal of Chemical Science. Vol 4(1). Halaman 48 Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press. Halaman 4-5 Widiyanto, I., Anandito. 2013. Ekstraksi Oleoresin Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) : Optimasi Rendemen Dan Pengujian Karakteristik Mutu. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. Vol 6(1). Halaman 12 Winarti, C., Hernani, Budiarti, R. 2007. Formulasi dan Karakterisasi Shampo Anti Jamur Dengan Penambahan Ekstrak Lengkuas Merah. Jurnal Pascapanen. Vol 4 (2). Halaman 102 Wyatt, E. L., Sutter, S. H., Drake, L. A. 2008. Goodman & Gilman’s the Pharmacological Basis of Therapeutics 10th edition. New York : McGraw-Hill. Halaman 1763



86



Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan



87



Lampiran 2. Gambar Mikroskopis dan Makroskopis Simplisia Kulit Kayu Manis



2



3 1



A. Mikroskopis



1



B. Makroskopis



Keterangan: A. Mikroskopis 1. Sel Minyak 2. Sklerenkim 3. Sel Batu B. Makroskopis 1. Simplisia Kulit Kayu Manis 2. Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis



88



2



Lampiran 3. Bagan Penelitian Kulit Kayu Manis Basah (1,15 kg) Dikeringkan dan dihaluskan Simplisia Kulit Kayu Manis (1,056kg)



Karakterisasi Simplisia



Pembuatan Ekstrak



Skrining Fitokimia



Karakterisasi Ekstrak Dimaserasi



 PK.Air  PK. Sari Larut Air  PK. Sari Larut Etanol  PK. Abu Total  PK. Abu Tak Larut Asam



     



Alkaloida Flavonoida Glikosida Saponin Tanin Triterpenoid/ Steroid



Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis



 PK.Air  PK. Abu Total  PK. Abu Tak Larut Asam



Dibuat variasi konsentrasi Pengujian Aktivitas Antioksidan



Formulasi sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis



IC50



Evaluasi mutu sediaan serum ekstrak etanol kulit kayu manis     



Efektivitas anti-aging



    



Homogenitas pH sediaan Stabilitas (organoleptis) Viskositas Tidak Mengiritasi Kulit



89



Kelembapan (moisture) Pori (Pore) Kehalusan (Evenness) Noda (Spot) Keriput (Wrinkle)



Lampiran 4. Perhitungan Uji Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis 1. Penetapan Kadar Air Kadar Air =



Volume Air (mL) Berat Sampel (g)



x 100%



No.



Berat Sampel (gram)



Volume Air (mL)



1.



5,0902 g



0,6



2.



5,0095 g



0,4



3.



5,0333 g



0,3



1. Kadar air =



x 100% = 11,78%



2. Kadar air =



x 100% = 8%



3. Kadar air =



x 100% = 5,96%



Kadar air rata-rata =



=



= 8,58%



2. Penetapan Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Air =



No.



Berat sari air (g) Berat Sampel (g)



Berat Cawan



Berat Sampel



Kosong



(gram)



(gram)



x



x 100%



Berat Cawam



Berat Sari



+ Sari (gram)



(gram)



1.



5,03 g



60,6245



60,828



0,1973



2.



5,05 g



58,5908



58,7890



0,1982



3.



5,02 g



58,2768



58,4738



0,1970



1. Kadar sari larut air =



x



x 100% = 19,61%



2. Kadar sari larut air =



x



x 100% = 19,62%



90



Lampiran 4. (Lanjutan) 3. Kadar sari larut air =



x



x 100% = 19,62%



Kadar sari larut air rata-rata =



=



= 19,62%



3. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol Berat sari air (g)



Kadar Sari Larut Etanol =



No.



Berat Sampel



Berat Sampel (g)



Berat Cawan Kosong



(gram)



(gram)



x



x 100%



Berat Cawam



Berat Sari



+ Sari (gram)



(gram)



1.



5,10 g



103,2298



103,5262



0,2964



2.



5,08 g



48,8324



49,1250



0,2926



3.



5,12 g



45,2474



45,5445



0,2971



1. Kadar sari larut etanol =



x



x 100% = 29,05%



2. Kadar sari larut etanol =



x



x 100% = 28,79%



3. Kadar sari larut etanol =



x



x 100% = 29,01%



Kadar sari larut etanol rata-rata =



=



= 28,95%



4. Penetapan Kadar Abu Total Kadar Abu Total =



No.



Berat Sampel (gram)



Berat abu (g) Berat Sampel (g)



Berat Kurs Kosong (gram)



x 100%



Berat Kurs +



Berat Abu



Abu (gram)



(gram)



1.



2,00 g



39,4280



39,5751



0,1471



2.



2,01 g



41,0644



41,1926



0,1282



3.



2,01 g



37,3220



37,4722



0,1502



91



Lampiran 4. (Lanjutan) 1. Kadar abu total =



x 100% = 7,35%



2. Kadar abu total =



x 100% = 6,37%



3. Kadar abu total =



x 100% = 7,47%



Kadar abu total rata-rata =



=



= 7,06%



5. Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam Kadar Abu Tak Larut Asam =



No.



Berat Sampel



Berat abu (g) Berat Sampel (g)



Berat Kurs



(gram)



Kosong (gram)



x 100%



Berat Kurs +



Berat Abu



Abu (gram)



(gram)



1.



2,00 g



39,4280



39,4334



0,0054



2.



2,01 g



41,0644



41,0697



0,0053



3.



2,01 g



37,3220



37,3276



0,0056



1. Kadar abu tak larut asam =



x 100% = 0,27%



2. Kadar abu tak larut asam =



x 100% = 0,26%



3. Kadar abu tak larut asam =



x 100% = 0,27%



Kadar abu tak larut asam rata-rata =



=



92



= 0,267%



Lampiran 5. Gambar Hasil Karakterisasi Simplisia Kulit Kayu Manis



(B)



(A)



(C)



(D)



Keterangan: A : Penetapan Kadar Air B : Penetapan Kadar Sari Larut Etanol dan Kadar Sari Larut Air C : Penetapan Kadar Abu Total D : Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam



93



Lampiran 6. Gambar Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Kulit Kayu Manis



(A)



(D)



(B)



(E)



(C)



(F)



Keterangan: A : Hasil Skrining Alkaloid B : Hasil Skrining Flavonoid C : Hasil Skrining Saponin D : Hasil Skrining Glikosida E : Hasil Skrining Tanin F : Hasil Skrining Triterpenoid/Steroid



94



Lampiran 7. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Simplisia Kulit Kayu Manis (1056g) Dimasukkan ke dalam botol maserasi Dimasukkan etanol 96% rotary sebanyak ¾ bagian total etanol (7,5L) Dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil diaduk sesekali Diserkai/disaring



Maserat I



Ampas Diremaserasi dengan sisa ¼ bagian total etanol 96% rotary (2,5L) Disaring



Maserat II Digabung Dibiarkan selama 2 hari di tempat yang terlindung dari cahaya Dienap tuangkan Maserat



Dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 50oC Dilanjutkan diuapkan dengan penangas air



Ekstrak Kental Kulit Kayu Manis (Berat = 355,03g) (Rendemen = 33,62%)



95



Lampiran 8. Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)



96



Lampiran 9. Perhitungan Uji Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 1. Penetapan Kadar Air Kadar Air =



Volume Air (mL) Berat Sampel (g)



x 100%



No.



Berat Sampel (gram)



Volume Air (mL)



1.



5,30 g



0,7



2.



5,05 g



0,5



3.



5,15 g



0,7



1. Kadar air =



x 100% = 13,20%



2. Kadar air =



x 100% = 9,90%



3. Kadar air =



x 100% = 13,59%



Kadar air rata-rata =



=



= 12,23%



2. Penetapan Kadar Abu Total Kadar Abu Total =



No.



Berat Sampel (gram)



Berat abu (g) Berat Sampel (g)



Berat Kurs Kosong (gram)



x 100%



Berat Kurs +



Berat Abu



Abu (gram)



(gram)



1.



2,01 g



57,5754



57,5802



0,0048



2.



2,00 g



58,1235



58,1278



0,0043



3.



2,01 g



62,8259



62,8310



0,0051



1. Kadar abu total =



x 100% = 0,24%



2. Kadar abu total =



x 100% = 0,21%



3. Kadar abu total =



x 100% = 0,25%



97



Lampiran 9. (Lanjutan) Kadar abu total rata-rata =



=



= 0,23%



3. Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam Kadar Abu Tak Larut Asam =



No.



Berat Sampel



Berat abu (g) Berat Sampel (g)



Berat Kurs



(gram)



Kosong (gram)



x 100%



Berat Kurs +



Berat Abu



Abu (gram)



(gram)



1.



2,01 g



57,5754



57,5772



0,0018



2.



2,00 g



58,1235



58,1249



0,0014



3.



2,01 g



62,8259



62,8279



0,0020



1. Kadar abu tak larut asam =



x 100% = 0,08%



2. Kadar abu tak larut asam =



x 100% = 0,07%



3. Kadar abu tak larut asam =



x 100% = 0,09%



Kadar abu tak larut asam rata-rata =



=



98



= 0,08%



Lampiran 10. Gambar Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis



(B)



(A)



(C)



Keterangan: A : Penetapan Kadar Air B : Penetapan Kadar Abu Total C : Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam



99



Lampiran 11. Gambar Hasil Skrining Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis



(B)



(A)



(D)



(E)



(F)



Keterangan: A : Hasil Skrining Alkaloid B : Hasil Skrining Flavonoid C : Hasil Skrining Saponin D : Hasil Skrining Glikosida E : Hasil Skrining Tanin F : Hasil Skrining Triterpenoid/Steroid



100



(C)



Lampiran 12. Bagan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Waktu Kerja (Operating Time) DPPH 12.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum 5 mg serbuk DPPH Dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml Dilarutkan dengan metanol Dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda Larutan Blanko DPPH 0,5 mM (C = 200 ppm) Dipipet 1 ml Dimasukkan ke dalam labu tentukur 5 ml Dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (C = 40 ppm) Diukur pada serapan gelombang 400-800 nm



panjang



Hasil Serapan Maksimum (515,4 nm) 12.2 Penentuan Waktu Kerja (Operating Time) Larutan DPPH (C = 40 ppm) Diukur serapan pada panjang gelombang 515,4 nm sampai menit ke-60 Hasil Waktu Kerja (15 menit)



101



Lampiran 13. Kurva Panjang Gelombang DPPH



102



Lampiran 14. Hasil Waktu Kerja (Operating Time)



103



Lampiran 15. Bagan Pengujian Aktivitas Antioksidan Vitamin C dan Ekstrak Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) 15.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C 2,5 mg Vitamin C Dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml Dilarutkan dengan metanol dan dicukupkan sampai garis tanda (C = 100 ppm) Larutan Induk Baku Vitamin C



15.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 5 mg Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml Dilarutkan dengan metanol dan dicukupkan sampai garis tanda (C = 200 ppm) Larutan Induk Baku Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis



104



Lampiran 15. (Lanjutan) 15.3 Pembuatan Larutan Uji Vitamin C Larutan Induk Baku Vitamin C (100 ppm) Dipipet masing-masing 0,05 ml, 0,1 ml, 0,15 ml, 0,2 ml, 0,25 ml Dimasukkan ke dalam labu tentukur 5 ml Ditambahkan 1 ml LIB DPPH 200 ppm Dicukupkan dengan metanol hingga batas tanda



Larutan Uji 1 ppm



Larutan Uji 2 ppm



Larutan Uji 3 ppm



Larutan Uji 4 ppm



Larutan Uji 5 ppm



Diinkubasi selama 15 menit Diukur absorbansi pada gelombang 515,4 nm



panjang



Dihitung % pemerangkapan DPPH



IC50 = 4,7447 ppm



105



Lampiran 15. (Lanjutan) 15.4 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Larutan Induk Baku Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (200 ppm) Dipipet masing-masing 0,025 ml, 0,075 ml, 0,125 ml, 0,175 ml, 0,225 Dimasukkan ke dalam labu tentukur 5 ml ml



Ditambahkan 1 ml LIB DPPH 200 ppm Dicukupkan dengan metanol hingga batas tanda



Larutan Uji 1 ppm



Larutan Uji 3 ppm



Larutan Uji 5 ppm



Larutan Uji 7 ppm



Larutan Uji 9 ppm



Diinkubasi selama 15 menit Diukur absorbansi pada gelombang 515,4 nm



panjang



Dihitung % pemerangkapan DPPH



IC50 = 6,2812 ppm



106



Lampiran 16. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan 1. Tabel Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C Larutan Uji



Vitamin C



Absorbansi



% Peredaman



Konsentrasi (ppm)



I



II



III



I



II



III



RataRata



Blanko



0,9694



0,9689



0,9689



0,00



0,00



0,00



0,00



1 2 3 4 5



0,8202 0,7213 0,6415 0,5125 0,4321



0,8202 0,7213 0,6419 0,4950 0,4318



0,8200 0,7210 0,6425 0,4810 0,4318



15,39 25,59 33,83 47,13 55,43



15,35 25,55 33,75 48,91 55,43



15,37 25,59 33,69 50,35 55,43



15,37 25,58 33,76 48,80 55,43



2. Tabel Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Larutan Uji



Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis



Absorbansi



% Peredaman



Konsentrasi (ppm)



I



II



III



I



II



III



RataRata



Blanko



0,9694



0,9689



0,9689



0,00



0,00



0,00



0,00



1 3 5 7 9



0,7611 0,6662 0,5775 0,4590 0,3036



0,7611 0,6663 0,5773 0,4588 0,3036



0,7613 0,666 0,5775 0,4592 0,3036



21,49 31,28 40,43 52,65 68,68



21,45 31,23 40,42 52,65 68,67



21,43 31,26 40,40 52,61 68,67



21,46 31,26 40,42 52,64 68,67



107



Lampiran 17. Gambar Pengujian Antioksidan Sampel 1. Gambar Pengujian Antioksidan Vitamin C



2. Gambar



Pengujian



Antioksidan



Ekstrak



(Cinnamomum burmanni)



108



Etanol



Kulit



Kayu



Manis



Lampiran 18. Perhitungan Persen Peredaman dan Nilai IC50 Vitamin C a. Perhitungan Persen Peredaman Vitamin C A. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran I No.



Konsentrasi (ppm)



Absorbansi



1. 2. 3. 4. 5. 6.



0 1 2 3 4 5



0,9694 0,8202 0,7213 0,6415 0,5125 0,4321 A



Aktivitas Peredaman (%) =



A A



x 100%



Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi Sampel Perhitungan % Peredaman Vitamin C (Pengukuran I)  Konsentrasi 1 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 15,39%



 Konsentrasi 2 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 25,59%



 Konsentrasi 3 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



109



Lampiran 18. (Lanjutan) % Peredaman =



x 100%



= 33,83%



 Konsentrasi 4 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 47,13%



 Konsentrasi 5 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 55,43%



B. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran II No.



Konsentrasi (ppm)



Absorbansi



1. 2. 3. 4. 5. 6.



0 1 2 3 4 5



0,9689 0,8202 0,7213 0,6419 0,4950 0,4318 A



Aktivitas Peredaman (%) =



A A



x 100%



Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi Sampel



110



Lampiran 18. (Lanjutan) Perhitungan % Peredaman Vitamin C (Pengukuran II)  Konsentrasi 1 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 15,35%



 Konsentrasi 2 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 25,55%



 Konsentrasi 3 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 33,75%



 Konsentrasi 4 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 48,91%



 Konsentrasi 5 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



111



Lampiran 18. (Lanjutan) % Peredaman =



x 100%



= 55,43%



C. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran III No.



Konsentrasi (ppm)



Absorbansi



1. 2. 3. 4. 5. 6.



0 1 2 3 4 5



0,9689 0,8200 0,7210 0,6425 0,4810 0,4318 A



Aktivitas Peredaman (%) =



A A



x 100%



Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi Sampel Perhitungan % Peredaman Vitamin C (Pengukuran III)  Konsentrasi 1 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 15,37%



 Konsentrasi 2 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 25,59%



112



Lampiran 18. (Lanjutan)  Konsentrasi 3 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 33,69%



 Konsentrasi 4 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 50,35%



 Konsentrasi 5 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 55,43%



b. Perhitungan Nilai IC50 NO X Y 0 1 0 15,37 2 1 25,58 3 2 33,76 4 3 48,80 5 4 6 55,43 5 Total 15 178,93 Mean 2,5 29,82 Keterangan: X = Konsentrasi (ppm) Y = % Peredaman



XY 0 15,37 51,16 101,26 195,20 277,16 640,14 106,69



113



X2 0 1 4 9 16 25 55 9,167



Y2 0 236,1980 654,2276 1139,3403 2381,4223 3072,6339 7483,8221 1247,3037



Lampiran 18. (Lanjutan)



r



( X 2



2



2



2



/ n)



640,14  (15)(178,93) / 6



r



[55  (15) 2 / 6 )][7483,8221  (178,93) 2 /6)]



192,81



r



(17,5 )(2147,7187)



192,8131054 37585,078603332



r



r



 XY  ( X )( Y ) / n  ( X ) / n)( Y  ( Y )



192,8131054 193,8687148648



r = 0,9945550292 r = 0,9945



a = a = a = a =



640,14 - (15)(178,93)/ 6 55 - ((15)2/6) 192,81 17,5 11,0177



b= b=



29,82 - (11,0177)(2,5)



b=



2,2757



Persamaan garis untuk mendapatkan nilai IC50 adalah Y = 11,0177X - 2,2757 Nilai IC50



Y = 11,0177X – 2,2757 50 = 11,0177X – 2,2757 X = 4,7447



114



Lampiran 19. Perhitungan Persen Peredaman dan Nilai IC50 Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis a. Perhitungan Persen Peredaman Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 1. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran I No.



Konsentrasi (ppm)



Absorbansi



1.



0 1 3 5 7 9



0,9694



2. 3. 4. 5. 6.



0,7611 0,6662 0,5775 0,4590 0,3036 A



Aktivitas Peredaman (%) =



A A



x 100%



Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi Sampel Perhitungan % Peredaman Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Pengukuran I)  Konsentrasi 1 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 21,49%



 Konsentrasi 3 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 31,28%



 Konsentrasi 5 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



115



Lampiran 19. (Lanjutan) % Peredaman =



x 100%



= 40,43%



 Konsentrasi 7 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 52,65%



 Konsentrasi 9 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 68,68%



2. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran II No.



Konsentrasi (ppm)



Absorbansi



1. 2. 3. 4. 5. 6.



0 1 3 5 7 9



0,9689 0,7611 0,6663 0,5773 0,4588 0,3036 A



Aktivitas Peredaman (%) =



A A



x 100%



Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi Sampel



116



Lampiran 19. (Lanjutan) Perhitungan % Peredaman Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Pengukuran II)  Konsentrasi 1 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 21,45%



 Konsentrasi 3 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 31,23%



 Konsentrasi 5 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 40,42%



 Konsentrasi 7 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 52,65%



 Konsentrasi 9 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 68,67%



117



Lampiran 19. (Lanjutan) 3. Tabel Data Absorbansi DPPH Pengukuran III No.



Konsentrasi (ppm)



Absorbansi



1. 2. 3. 4. 5. 6.



0 1 3 5 7 9



0,9689 0,7613 0,6660 0,5775 0,4592 0,3036 A



Aktivitas Peredaman (%) =



A A



x 100%



Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi Sampel Perhitungan % Peredaman Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Pengukuran III)  Konsentrasi 1 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 21,43%



 Konsentrasi 3 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 31,26%



 Konsentrasi 5 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 40,40%



118



Lampiran 19. (Lanjutan)  Konsentrasi 7 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 52,61%



 Konsentrasi 9 ppm % Peredaman =



A



A



x 100%



A



% Peredaman =



x 100%



= 68,67%



b. Perhitungan Nilai IC50 No. 1 2 3 4 5 6



X Y XY 0 0 0 21,46 1 21,46 31,26 3 93,77 40,42 5 202,06 52,64 7 368,44 68,67 9 618,04 total 25 214,45 1303,77 mean 4,1667 35,74 217,30 Keterangan : X = Konsentrasi (ppm) Y = % Peredaman r



r



r



( X 2



 XY  ( X )( Y ) / n  ( X ) / n)( Y  ( Y ) 2



2



2



/ n)



1303,77  (25)(214,45) / 6 [165  (25) 2 / 6 )][10556,6138  (214,45) 2 /6)]



410,2284 (60,83 )(2891,813)



119



X2 0 1 9 25 49 81 165 27,5



Y2 0 460,2581 976,9923 1633,2473 2770,4258 4715,6903 10556,6138 1759,4356



Lampiran 19. (Lanjutan) 410,2284



r



175908,9848



r



410,2284 419,4150



r = 0,9780966346 r = 0,9781



a =



a =



1303,77- (25)(214,45) / 6 165 – ((25)2/6)



a =



410,2284 60,83



a=



6,7438



b= b=



35,74 – (6,7438)(4,1667)



b=



7,6406



Jadi, persamaan garis untuk mendapatkan nilai IC50 adalah Nilai IC50 50 = ax + b X = 6,281103548 ppm



Jadi, persamaan garis untuk mendapatkan nilai IC50 adalah Y = 6,7438X +7,6406 Nilai IC50



Y = 6,7438X +7,6406 50 = 6,7438X + 7,6406 X = 6,2812 ppm



120



Lampiran 20. Surat Persetujuan Komisi Etik Peneliti Kesehatan



121



Lampiran 21. Bagan Pembuatan Serum Anti-Aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Carbomer



Nipagin



Na. Metabisulfit



Dilarutkan dengan Aqua demineral panas



Dilarutkan dengan Aqua demineral



Dimasukkan ke dalam lumpang yang sudah ditambah aqua demineral 60oC Dibiarkan mengembang selama ±30 menit Dinetralkan dengan TEA Diaduk hingga homogen Massa I



Massa II



Massa III



Ditambahkan sedikit demi sedikit Massa II dan Massa III ke dalam Massa I sambil diaduk homogen



Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis variasi konsentrasi 0,3%; 0,5%; 0,7% Ditambahkan ethoxydiglycol, gliserin, dan propanediol sedikit demi sedikit sambil digerus homogen Massa V



Massa IV



Ditambahkan Massa V ke dalam Massa IV sedikit demi sedikit Dihomogenkan Serum Anti-Aging Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis



122



Lampiran 22. Gambar Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Dalam Kemasan



123



Lampiran 23. Gambar Sukarelawan



124



Lampiran 24. Gambar Uji Iritasi Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Konsentrasi 0,7% (F3)



125



Lampiran 25. Data Sukarelawan No. 1. 2. 3. 4. 5.



Nama Lailathul Ramadhani Indi Kristi Claudia S.P. Rodhina Putri Madiha Dhifa Apriyanti Wardhani Maghfira Ashila Nasution



Usia (Tahun)



Jenis Kelamin



21



Perempuan



21



Perempuan



21



Perempuan



22



Perempuan



21



Perempuan



6.



Nurulita Shauma Bismaranti



21



Perempuan



7.



Chelvia



21



Perempuan



20



Perempuan



21



Perempuan



8. 9.



Uci Yis Emeninta Tarigan Anjeli Rosevtica Tampubolon



10.



Firdha Sekar Rahayu



22



Perempuan



11.



Esi Margaretha



21



Perempuan



12.



Risky Maesaroh



21



Perempuan



126



Alamat Jl Susuk II no. 18 Jl Helvetia No. 37 Jl. Gaperta Ujung Jl. Susuk II no. 37 Jl Deposito No. 12 Jl. Setiabudi Gg Rambutan II Jl. Yos Sudarso No. 56 Jl Harmonika Baru No. 44 Jl. Marelan Raya No. 16 Jl. Setiabudi Ps. II Komplek Icon Jl. Susuk II No. 5 Jl. Sipirok No. 47



Riwayat Alergi -



Lampiran 26. Surat Pernyataan Persetujuan LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUKARELAWAN PENELITIAN (Informed Consent)



Saya yang bertandatangan di bawah ini, Nama



:



Umur



:



Jenis Kelamin : Alamat



:



No.Telp/HP



:



Telah mendapat penjelasan dari peneliti (Firdha Sekar Rahayu) secara jelas tentang penelitian “Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Serum Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) Sebagai Anti-Aging”, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia untuk diikutsertakan dalam penelitian tersebut. Demikian surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.



Medan,



Maret 2021



Sukarelawan



(



127



)



Lampiran 27. Gambar Alat-Alat yang Digunakan



A. Rotary Evaporator



C. Viskometer



B. Spektrofotometer UV-Visibel



D. Spindle



E. Skin Analyzer dan Moistiure Checker



F. pH Meter G. Neraca Analitik H. Alat-Alat Gelas



128



Lampiran 28. Hasil Pengujian Skin Analyzer dan Moisture Checker pada Sediaan Serum Dengan Konsentrasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis 0,7% A. Kelembapan (Moisture) Kondisi Awal



Minggu 1



Minggu 2



Minggu 3



Minggu 4



129



B. Kehalusan (Evenness) Kondisi Awal



Minggu 1



Minggu 2



Minggu 3



25



Minggu 4



22



130



C. Noda (Spot) Kondisi Awal



Minggu 1



Minggu 2



Minggu 3



29



Minggu 4



131



D. Pori (Pore) Kondisi Awal



Minggu 1



Minggu 2



Minggu 3



Minggu 4



132



E. Keriput (Wrinkle) Kondisi Awal



Minggu 1



26



Minggu 2



24



133



Minggu 3



22



Minggu 4



19



134



Lampiran 29. Data Hasil Uji Statistik A. Kelembapan (Moisture) Uji Homogenitas



Uji One Way ANOVA



135



Lampiran 29. (Lanjutan) Uji Post-Hoc Duncan Test



136



Lampiran 29. (Lanjutan) B. Pori (Pore) Uji Homogenitas



Uji One Way ANOVA



137



Lampiran 29. (Lanjutan) Uji Post-Hoc Duncan Test



138



Lampiran 29. (Lanjutan) C. Kehalusan (Evenness) Uji Homogenitas



Uji One Way ANOVA



139



Lampiran 29. (Lanjutan) Uji Post-Hoc Duncan Test



140



Lampiran 29. (Lanjutan) D. Noda (Spot) Uji Homogenitas



Uji One Way ANOVA



141



Lampiran 29. (Lanjutan) Uji Post-Hoc Duncan Test



142



Lampiran 29. (Lanjutan) E. Keriput (Wrinkle) Uji Homogenitas



Uji One Way ANOVA



143



Lampiran 29. (Lanjutan) Uji Post-Hoc Duncan Test



144