FT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Lebih dari 2.000 tahun lalu, sebuah mazhab filsafat menemukan akar masalah dan juga solusi dari banyak emosi negatif. Stoisisme, atau Filosofi Teras, adalah filsafat Yunani-Romawi kuno yang bisa membantu kita mengatasi emosi negatif dan menghasilkan mental yang tangguh dalam menghadapi naik-turunnya kehidupan. Sumber kekhawatiran: 1. hidup scr keseluruhan 63 % 2. Pendidikan 53% 3. relationship 30% 4. jomblo 30% 5. pekerjaan 33% 6. keuangan 535 7.sbg orang tua 53% 8. sosial politik 76% Cost of worrying 1. Menghabiskan energi pikiran 2. Menghabiskan waktu dan juga uang 3. Mengganggu kesehatan tubuh Di ilmu pengobatan psikosomatis dijelaskan bahwa apa yang terjadi di otak kita bisa memengaruhi badan secara keseluruhan. Maka, tidak heran ada orang stres mengalami tegang leher. Kalau sakit kepala, bisa kemudian mengalami sakit lambung juga, karena ada interconnection (keterkaitan) Ada quote dari Hans Seyle, “Bukan stres yang membunuh kita, tapi reaksi kita terhadapnya.” Karena sebenarnya masalahnya bukan di stres itu sendiri, tetapi persepsi kita hormon stres, namanya kortisol. Kortisol adalah zat yang sifatnya oksidatif, merusak apa pun di dalam tubuh kita. Depresi itu melukai. Melukai otak, tetapi juga bisa diartikan melukai orang-orang di sekitar penderita, karena penderita memandang segala sesuatu "gelap”. Apakah artinya manajemen cemas sehari-hari sama dengan manajemen persepsi? Benar. Misalnya terjebak di tengah macet, wah sialan gue gak bisa jalan, itu persepsi negatifnya. Tapi persepsi positifnya, wah terjebak macet di jalan di sebelah cewek cakep (istri), gue bisa ngobrol lama-lama sama dia. Sama macetnya, tapi beda cara bersikapnya. Mengapa? Karena beda persepsi. Dan jadinya less stress bagi kita. Intisari Wawancara dengan Dr. Andri: • Kondisi psikis berkaitan dengan kesehatan tubuh kita. • Jika dalam keseharian kita terbiasa hidup dengan cemas dan stres untuk jangka waktu panjang, maka tubuh juga beradaptasi dalam rentang waktu tersebut. • Bukan situasi penyebab stresnya yang menjadi masalah, tetapi persepsi kita akan situasi tersebut. Manajemen cemas = manajemen persepsi. • Dengan media sosial, kita mengalami banjir informasi yang belum tentu benar. Ini bisa menambah kekhawatiran.



kekhawatiran sehari-hari bukanlah sebuah kondisi yang bisa dianggap remeh. Selain membuat kita jadi sulit merasakan damai, ada risiko lain yaitu ancaman atas kesehatan fisik kita sendiri. Terus, bagaimana dong solusinya? Adakah cara mengatasi kekhawatiran sehari-hari dan juga emosi negatif lainnya? Positive thinking is not the best way Perkembangan terakhir ilmu psikologi justru menemukan adanya potensi masalah dengan anjuran berpikir positif. Artikel "The Problem With Positive Thinking" menyebutkan bahwa positive thinking justru sering menghambat kita. Beberapa eksperimen menunjukkan, mereka yang menerapkan positive thinking dalam berusaha mencapai tujuannya sering kali memperoleh hasil yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang tidak menerapkan positive thinking. Positive Thinking "menipu" pikiran kita, beranggapan seolah-olah kita "sudah" mencapai apa yang kita inginkan, sehingga melemahkan keuletan kita dalam berusaha mencapainya. Namun, sebaliknya, sekadar menyuruh orang berpikir realistis saja juga tidak memberikan hasil yang lebih baik. Misalnya, kita sedang merasa terpuruk karena tidak lulus ujian. Kesedihan ini masih ditambah lagi kita menjadi merasa bersalah karena merasakan kesedihan itu sendiri ("Saya harusnya bisa positive thinking, kenapa saya masih merasa sedih?"]. Ini bagaikan kena tinju dua kali, dan tinju yang kedua— merasa bersalah karena tidak bisa bahagia—justru yang lebih merusak dibandingkan kegagalan saat ujian itu sendiri Adakah ide alternatif yang bisa membantu kita merasa lebih tenang dan damai, tanpa terbentur label dan politik identitas? Dalam proses penulisan buku ini, saya menemukan banyak orang sulit menyebutkan "Stoisisme”. Karenanya, untuk memudahkan judul buku, saya menyebutnya Filosofi Teras (terjemahan langsung dari kata stoa]. Stoisisme bersifat sangat practical dan bisa diterapkan sehari-hari. Saya pribadi menemukan alternatif laku hidup (meminjam terjemahan Romo Setyo Wibowo untuk “way of Z/fe”) yang lebih baik dari ajaran positive thinking. Yang terutama ingin dicapai oleh Stoisisme adalah: 1. Hidup bebas dari emosi negatif (sedih, marah, cemburu, curiga, baper, dan lain-lain), mendapatkan hidup yang tenteram [tranquil). Ketenteraman ini hanya bisa diperoleh dengan memfokuskan diri pada hal-hal yang bisa kita kendalikan. Kita akan membahas lebih lanjut di bagian-bagian berikutnya. 2. Hidup mengasah kebajikan [virtues). Ada empat kebajikan utama menurut Stoisisme: a. Kebijaksanaan [wisdom): kemampuan mengambil keputusan terbaik di dalam situasi apa pun. b. Keadilan [justice): memperlakukan orang lain dengan adil dan jujur. c. Keberanian /courage): keberanian berbuat yang benar, berani berpegang pada prinsip yang benar. Ini bukan ‘‘berani’’ dalam makna sempit, seperti bernyali masuk kandang singa (walaupun jika kita membaca kisah hidup para filsuf Stoa, rasanya mereka juga akan berani masuk kandang singa jika memang perlu....). d. Menahan diri /temperance): disiplin, kesederhanaan, kepantasan, dan kontrol diri (atas nafsu dan emosi). Intisari bab 2 • Filosofi Teras, atau Stoisisme, adalah aliran filsafat Yunani-Romawi purba yang sudah berusia lebih dari 2.000 tahun, tetapi masih relevan untuk kondisi manusia zaman sekarang. • Sebagai sebuah filsafat, Stoisisme bisa melengkapi cara kita menjalani hidup. Stoisisme bukan agama kepercayaan. •



Stoisisme mengandung banyak ajaran dan nilai-nilai universal yang mungkin kita dengar dari filosofi lain, nilai budaya, atau agama. • Tujuan utama dari Filosofi Teras adalah hidup dengan emosi negatif yang terkendali, dan hidup dengan kebajikan (virtue/arete)—atau bagaimana kita hidup sebaikbaiknya seperti seharusnya kita menjadi manusia. Intisari bab 3 Manusia harus hidup selaras dengan Alam jika ingin hidup yang baik. • Keluar dari keselarasan dengan Alam adalah pangkal ketidakbahagiaan. • Hidup selaras dengan Alam artinya kita harus sebaik- baiknya menggunakan nalar, akal sehat, rasio, karena itulah yang membedakan manusia dan binatang. • Filosofi Teras percaya bahwa segala sesuatu di Alam ini saling terkait (interconnected), termasuk di dalamnya segala peristiwa yang terjadi di dalam hidup kita. • Melawan atau mengingkari apa yang telah terjadi artinya keluar dari keselarasan dengan Alam.