Full Laporan Pembuatan Nata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBUATAN NATA DE COCO LAPORAN MIKROBIOLOGI



Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi dibimbing oleh Prof.Dr.Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd



Disusun oleh: Kelompok 4 offering H 2015 Achib Irmawati Atikah Amalia 3. Solichatul Afifah 4. Sugi Hartono 5. Yasinta Swastika Ayu 1. 2.



(150342605103) (150342603782) (150342603789) (150342608273) (150342607572)



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI S1 BIOLOGI Mei 2017



A.



Topik Pembuatan Nata de Coco



B.



Waktu Pelaksanaan Selasa, 18 April 2017



C.



Tujuan Setelah melakukan praktikum ini, diharapkan mahasiswa dapat:



1. Mengetahui cara pembuatan nata de coco. 2. Mengetahui peranan bakteri dalam fermentasi atau pembuatan suatu produk nata de coco.



D.



Dasar Teori Kelapa (Cocos nucifera L) adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-



arenan atau Arecaceae dan adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir (Astuti, 2008). Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan tambahan yang diperlukan oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen, dan asam asetat. Pada umumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai suplemen pembuatan nata de coco, diantaranya adalah senyawa-senyawa maltosa, sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa (Hastuti, 2010). Nata adalah produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum pada substrat yang mengandung gula. Bakteri tersebut menyukai kondisi asam dan memerlukan nitrogen untuk stimulasi aktifitasnya. Glukosa substrat sebagian akan digunakan bakteri untuk aktifitas metabolisme dan sebagian lagi diuraikan menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan “extracelluler selulose” berbentuk gel. Polisakarida inilah yang dinamakan nata. (Susilawati, 2002)



Nata de coco ialah sejenis makanan fermentasi yang dibuat dengan bahan dasar air kelapa. Nata tersusun dari senyawa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum dapat hidup dalam air kelapa dan juga dalam buah-buahan yang mengandung glokosa dalam cairan buah nenas, yang kemudian diubah menjadi selulose dan dikeluarkan ke permukaan sel. Lapisan selulosa ini terbentuk selapis demi selapis pada permukaan sari buah, sehingga akhirnya menebal inilah yang disebut nata (Susilawati, 2002). Nata adalah produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum pada substrat yang mengandung gula. Bakteri tersebut menyukai kondisi asam dan memerlukan nitrogen untuk stimulasi aktivitasnya. Glukosa substrat sebagian akan digunakan bakteri untuk aktivitas metabolisme dan sebagian lagi diuraikan menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan extracelluler selulose yang berbentuk gel. Polisakarida inilah yang dinamakan nata (Suarsini, 2010). Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak optimal tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan tambahan yang diperlukan oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen, dan asam asetat. Pada umumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai suplemen pembuatan nata de coco, diantaranya adalah senyawa-senyawa maltosa, sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa (Misgiyarto, 2009). Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8 %). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5-5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asam asetat, asam- asam organik dan anorganik lain bisa digunakan (Misgiyarto, 2009). Biosintesa nata berasal dari proses hidrolisis karbohidrat yang berasal dari media dimana sel-sel bakteri tersebut akan mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian glukosa t e r s e b u t d i g a b u n g k a n d e n g a n a s a m l e m a k m e m b e n t u k p r e k u r s o r a t a u p e n c i r i n a t a p a d a membran sel. Prekursor selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim mempolarisasi glukosa menjadi selulosa luar sel (Palungkun, 1996).



E.



Alat Dan Bahan Alat



:



1. Laminar Air Flow 2. Neraca analitik 3. Talanan 4. Saringan 5. Kompor 6. Panci 7. Sendok 8. Indikator Universal 9. Botol Selai Bahan



:



1. Asam asetat glasial 2. Gula 3. Ragi 4. Air kelapa 5. Bakteri Acetobacter xylinum 6. Kecambah. F.



Prosedur Kerja Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.



Menyaring air kelapa dengan menggunakan saringan.



Mencampurkan 6000 mL air kelapa disaring, ditambahkan 600 gram gula pasir, 1,5 gram ragi roti, air rebusan kecambah kacang hijau ( 2400 gram kecambah direbus dengan 6000 mL air, lalu disaring sebanyak 1500 ml).



Kemudian larutan dididihkan selama 15 menit, setelah 15 menit, kompor dimatikan dan ditambahkan 150 ml asam asetat glasial.



Dengan dimasukkan kedalam botol selai sebanyak 200 ml yang telah disterilkan, lalu ditutup dengan kertas sampul coklat bersih dan dibiarkan hingga dingin.



Setelah dingin, ditambahkan starter nata de coco dengan perbandingan antara starter nata : larutan air kelapa = 1:5.



Larutan disimpan di tempat gelap dengan suhu ruang selama 2 minggu.



Setelah 2 minggu, larutan diambil, diukur ketebalan lapisan nata yang ada di permukaan larutan, dan ditimbang.



G.



Data Pengamatan



Tabel 1. Pengamatan Pembuatan Nata de Coco Botol ulangan



Tebal (cm)



Berat (gram)



1



2,4



65



2



1,85



50



3



2,7



70



H.



Analisis Data Dalam praktikum pembuatan nata de coco ini didapatkan hasil dari ketiga



botol ulangan. Yang mana hasil ini didapatkan dari proses inkubasi selama dua minggu agar bakteri yang digunakan Acetobacter xylinum dapat berkembang biak dengan baik. Nata de coco sebagai hasil dari pengolahan ini dicirikan dengan bagian yang berwarna lebih putih terapung telah menjadi padatan, memiliki



ketebalan dan berat. Penggukuran ketebalan menggunakan penggaris dengan ketelitian 0,1 cm, sedangkan dalam pengukuran berat nata de coco menggunakan timbangan dengan ketelitian 10 gram. Pada botol ulangan pertama nata de coco yang didapatkan memiliki ketebalan 2, 4 cm dan dengan berat 65 gram. Pada botol ulangan kedua didapatkan nata de coco yang memiliki ketebalan 1,85 cm dan dengan berat sebesar 50 gram. Sedangkan pada botol ulangan ketiga nata de coco yang didapatkan memiliki ketebalan sebesar 2,7 cm dengan berat 70 gram. Dengan hal tersebut terlihat jika semakin bertambah ketebalan dari nata de coco maka akan semakin bertambah pula berat yang didapatkan. I.



Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan nata de coco. Pembuatan



nata de coco diawali dengan mencampurkan berbagai macam campuran kedalam 5 liter air kelapa, yakni 500 gr gula, 0,25 gr fermipan, air kecambah kacang hijau, lalu medium air kelapa ini dipanaskan hingga mendidih selama 15 menit, pemanasan ini berfungsi sebagai sterilisasi agar medium air kelapa tidak terkontaminasi oleh bakteri lain yang tidak diinginkan. Air kelapa yang digunakan sebagai medium adalah air kelapa segar yang belum mengalami penundaan cukup lama. Hal ini dilakukan agar air kelapa tersebut belum mengalami perubahan komposisi, karena menurut Thampan (1982), komoposisi air kelapa terutama kandungan gulanya mudah mengalami perubahan. Hal ini didukung oleh pernyataan Mashudi (1993) bahwa penundaan air kelapa yang digunakan untuk medium pertumbuhan nata de coco maksimal selama 9 hari dan penundaan air kelapa lebih dari 9 hari sudah tidak menghasilkan nata. Setelah mendidih, dimasukkan asam asetat glasial kedalamnya. Pemberian asam asetat ini dikarenakan derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas bakteri Acetobacter xylinum, sehingga penambahan asetat glasial dapat menciptakan suasana asam dimana bakteri Acetobacter xylinum menyukai suasana asam atau pH rendah (Andriani, 1996). Kemudian medium air kelapa didinginkan (tidak terlalu panas) untuk



menambahkan starter nata dengan perbandingan 1:5 (40 ml starter dan 200 ml larutan induk, air kelapa). Starter ini merupakan bakteri Acetobacter xylinum yang diinokulasikan dalam kultur. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Andriani (1998) bahwa inokulasi kultur A.xylinum



dilakukan secara aseptis untuk mencegah



kontaminan masuk ke dalam botol. Setelah cairan fermentasi diinkubasukan pada suhu kamar selama 7 hari, pada hari ke 3-4 mulai tumbuh benang-benang halus kemudian menjadi lapisan nata berupa yang transparan pada permukaan media. Lapisan ini kemudian menebal dan menjadi berwarna putih. Setelah 7 hari medium fermentasi dapat digunakan sebagai starter untuk memproduksi nata de coco. Setelah ditambahkan starter, medium air kelapa dimasukkan ke dalam botol yang telah disterilkan sebanyak 200 ml , lalu menutupnya dengan sampul cokelat bersih. Setelah itu disimpan pada tempat gelap selama 2 minggu untuk kemudian dipanen dan dihitung tebal nata dan menimbang berat basah lapisan nata yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeseno (1984) bahwa pemanenan nata dilakukan setelah 12-15 hari. Botol-botol berisi medium air kelapa ini hanya diangkat sewaktu nata akan dipanen sehingga terhindar dari goncangan, karena goncangan medium dapat menyebabkan pecahnya struktur lapisan nata yang terbentuk sehingga lapisan nata menjadi tipis dan terpisah satu sama lain. Pada hasil pengamatan ini diamati 3 botol nata dari 6 botol nata yang dibuat. Pada botol pertama, memiliki tebal nata 2,4 cm dan berat nata 65 gram. Pada botol kedua, memiliki tebal nata 1,85 cm dan berat nata 50 gram dan pada botol ketiga memiliki tebal nata 2,7 cm dan berat nata 70 gram. Rata-rata ketebalan dari ketiga medium adalah sebesar 2,32 cm dan berat rata- rata 61,7 gram. Ketebalan nata de coco ini dipengaruhi oleh wadah fermentasi yang digunakan, hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Mashudi (1993) bahwa, ketebalan nata yang dihasilkan dipengaruhi oleh ukuran wadah, dimana semakin luas dan dangkal wadah fermentasi maka nata yang terbentuk akan semakin tebal karena suplai oksigen pada wadah yang demikian lebih banyak dibandingkan dengan wadah yang sempit dan dalam, sehingga ketebalan yang didapat cukup tebal. Selain dipengaruhi oleh ukuran wadah, menurut Azizah (2017) pembentukan ketebalan



nata juga disebabkan oleh pengikatan air dalam matriks serat karena adanya 3 gugus hidroksil yang dimilikinya. Selain itu, Melina (2016) juga menambahkan bahwa semakin tinggi pemberian konsentrasi jus kecambah kacang hijau maka semakin rendah rerata ketebalan nata yang diperoleh, dan sebaliknya apabila semakin rendah pemberian konsentrasi jus kecambah kacang hijau, maka semakin tinggi rerata ketebalan nata yang diperoleh. Untuk berat dari nata ini berbanding lurus dengan ketebalan yang dihasilkan, yang artinya semakin tebal nata yang dihasilkan, maka beratnya pun akan semakin tinggi pula. Menurut Rahmadani (2002) menyatakan bahwa tinggi rendahnya berat nata ditentukan oleh serat yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum. Serat selulosa yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh tebal tipisnya selulosa, juga dipengaruhi kekompakan ikatan. Semakin kompak ikatannya akan semakin bertambah seratnya. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, nutrisi terus-menerus dipakai oleh Acetobacter xylinum untuk membentuk produk metabolisme (Djutikah, 2002 dalam Hastuti, 2009). Menurut Widia (1984) Lapisan nata yang tebal ini merupakan hasil dari aktifitas bakteri Acetobacter xylinum dalam keadaan aerobik dan anaerobik. Keadaan aerobik yaitu pada saat belum terbentuknya lapisan nata di permukaan medium sedangkan keadaan anaerobik terjadi pada saat terbentuk lapisan nata di permukaan medium. Hal ini terjadi karena transfer oksigen ke dalam medium fermentasi terhalang oleh lapisan nata yang terbentuk di permukaan. Keadaan menjadi lebih anaerobik bila lapisan nata semakin menebal (Andriani, 1996). Menurut Andriani (1996) pada saat keadaan aerobik dimana oksigen tersedia diatas permukaan medium dan terlarut didalammnya, bakteri Acetobacter xylinum menggunakan oksigen untuk metabolisme oksidatifnya yakni dengan dekomposisi gula menjadi asam asetat melalui lintasan asam trikarboksilat. Energi yang didapatkan untuk melaksanakan metabolisme zat dalam sel, memperbanyak diri kemudian disimpan dalam bentuk ATP. Metabolisme kemudian dilanjutkan dengan membentuk kembali glukosa melalui lintas glukoneogenesis. Saat oksigen habis, bakteri Acetobacyer xylinum mulai menjalankan keadaan anaerobiknya dengan membentuk selulosa ekstraseluler secara perlahan. Menurut Fardiaz



(1989) polisakarida ekstraseluler (selulosa) merupakan kapsul yang diproduksi Acetobacter xylinum secara berlebihan dan digunakan untuk membuat nata de coco. Selain itu, Rizal et al (2013) juga menambahkan bahwa polisakarida bakteri yang dibentuk oleh enzim – enzim Acetobacter xylinum berasal dari suatu precursor yang berkaitan β (1-4) yang tersusun dari komponen gula yaitu glukosa, manosa, ribose, dan rhamnosa. Prekursor dalam pembentukan selulosa bakteri Acetobacter xylinum ialah UDPG ( Urasil Difosfo Glukosa).



Gambar: Struktur selulosa. Alan dan Lilian (1976) dalam Effendi (2009). Pada penelitian ini dibutuhkan unsur nitrogen dimana nitrogen tersebut digunakan untuk merangsang pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Nitrogen disini didapatkan dari ekstrak kecambah kacang hijau. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alaban (1962) bahwa nitrogen menjadi salah satu bahan yang dapat merangsang pertumbuhan dan aktifitas bakteri Acetobacter xylinum.



Hal ini



didukung oleh pernyataan Hidayat (2006) bahwa nitrogen diperlukan untuk pembentukan enzim dan untuk pertumbuhan sel, karena jika kita kekurangan nitrogen maka sel tumbuh kurang baik sehingga pembentukan enzim terhambat. Hal ini berdampak pada proses fermentasi yang tidak maksimal. Dalam pembuatan nata, nitrogen dapat membantu peningkatan produksi selulosa yang dilakukan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Hal ini dikarenkan apabila jumlah sel bakteri Acetobacter xylinum banyak, maka selulosa yang terbentuk juga semakin banyak pula. Selain itu, nitrogen yang terkandung terkandung dalam kecambah kacang hijau digunakan sebagai komponen penyusun bagian-bagian sel bakteri, diantaranya yaitu kapsul atau lapisan lendir bakteri.



Alasan lain mengapa bakteri Acetobacter xylinum membuat selulosa dalam jumlah besar ini dijelaskan oleh Iguchi (2000) yaitu untuk menjaga keberadaanya agar tetap di bagian atas permukaan media pertumbuhan, sehingga bakteri tetap memperoleh oksigen dalam jumlah yang cukup untuk aktifitasnya dan memproduksi selulosa. Mekanisme terbentuknya selulosa itu sendiri yaitu melalui jalur pentose fosfat secara enzimatis. Sebelum masuk ke jalur pentose, sukrosa sebagai substrat dihidrolisis oleh enzim heksokinase dan membentuk glukosa Martoharsono (1997) dalam Azizah (2017).



Gambar: Biosintesis selulosa (Martoharsono, 1997) dalam Azizah (2017). J.



Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan dalam



laporan pembuatan Nata de Coco ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.liter air ke 1. Untuk membuat Nata de Coco, menyaring air kelapa dan mencampurkan 6 liter air kelapa dengan 600 gram gula pasir, 1,5 gram ragi roti, 1,5 liter ekstrak kecambah kacang hijau. Campuran tersebut diaduk rata. Didihkan selama ±15 menit, kompor dimatikan. Pada campuran tersebut ditambahkan asam asetat glasial ±150 ml, diaduk hingga rata. Kemudian di kemas dalam botol selai yang steril dan ditutup dengan kertas sampul yang bersih yang diikat menggunakan benang kasur. Setelah dingin, ditambahkan starter



bakteri Acetobactter xylinum dengan perbandingan antara starter dengan larutan air kelapa adalah 1:5. Larutan disimpan di tempat gelap dengan suhu ruang selama ±2 minggu. Setelah 2 minggu, larutan diambil dan diukur ketebalan lapisan nata yang terbentuk di permukaan larutan dan ditimbang berat nata yang terbentuk. 2. Nata de coco merupakan selulosa bakteri yang terbentuk sebagai aktivitas bakteri Acetobacter xylinum terhadap air kelapa. Selulosa ini merupakan produ bakteri untuk membentuk slime (menyerupai kapsul). Air kelapa + Acetobacter xylinum à Selulosa Acetobacter xylinum merupaka suatu model sistem untuk mempelajari enzim dan gen yang teribat dalam biosintesis selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata.



DAFTAR PUSTAKA Alaban, C.A. 1962. Studies on Optimum Conditions for Nata de Coco Bacterium or Formulation in Coconnut Water. Philippine Agriculture. 96(2) 420515. Andriani,D. 1996. Pembuatan Nata De Coco Dari Beberapa Konsentrasi “Skim” Santan dan Sukrosa. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Astuti. 2008. Laporan Kerja Pembuatan Nata de coco. Yogyakarta: Universitas Gadjah Hastuti. 2011. Blog hastuti. Membuat Nata. http://www.hastuti.wordpress.com (09 Desember 2014). Azizah, H. 2017. Pengaruh Pemberian Molase dan Air Rebusan Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus Radiatus L.) Terhadap Kualitas Nata Dari Limbah Cair Pulp Kakao (Theobroma Cacao L.). Skripsi. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Effendi, H.N. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Massa Pati (Soluble Starch) Pada Pembuatan Nata De Coco Dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter xylinum. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas, IPB. Bogor. Hastuti, B. 2009. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Gula Terhadap Kualitas Nata De Soya Dari Limbah Cair Tahu. Skripsi. Kimia FMIPA Universiras Negeri Surabaya. Hidayat, 2006, Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi offset Iguchi, M., S. Yamanaka, and A. Budhiono. 2000. Review Bacterial Cellulose-A Masterpiece of Nature's Arts. Journal of Materials Science. 2000. 35:261- 270. Mashudi,1993. Mempelajari Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat dan Waktu Penundaan Bahan Baku Air Kelapa terhadap Laju Pertumbuhan dan



Struktur Gel Nata de coco. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Melina, M.M. 2016. Pengaruh Penggunaan Jus Kecambah Kacang Hijau Sebagai Sumber Nitrogen Alternatif Terhadap Karakteristik Nata De Besusu. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Misgiyarto. 2009. Fermentasi Nata Dengan Substrat Limbah Buah Nanas Dan Air Kelapa. Bogor: Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Palungkun, R. 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta. Ramadhani, A. 2002. Pengaruh Kombinasi Sukrosa dan Amonium Sulfat Terhadap Mutu Nata de Tomato. Skripsi. Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang. Rizal, M.H., Pandiangan, M.D, Saleh, A. 2013. Pengaruh Penambahan Gula, Asam Asetat Dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Corn. Jurnal Teknik Kimia. No. 1, Vol. 19 . Soeseno,S. 1984. Sari Kelapa. Majalah Intisari N: Jakarta. 246 : 54-61. Suarsini, Endang. 2010. Bioremediasi Limbah Air Kelapa sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata de Coco. Malang: FMIPA UMM. Susilawati L, Mubarik NR. 2002. Pembuatan Nata de Coco dan Nata de Radia. Laboratorium mikrobiologi, Jurusan Biologi FMIPA IPB, Bogor. Thampan,P.K. 1982. Handbook of Coconut Palm. Oxford and Ibit Publ. Co. Wetsport, New Delhi. Widia, I.W. 1984. Mempelajari Pengaruh Penambahan “Skim milk” Kelapa, Jenis Gula dan Mineral dengan Berbagai Konsentrasi pada Pembuatan Nata de coco. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.