Full Skripsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LAUT BERCERITA KARYA LEILA S. CHUDORI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA



SKRIPSI Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia



Diajukan Oleh: SISKA PUTRI ROYANI A 310 140 038



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020



PERSETUJUAN



KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LAUT BERCERITA KARYA LEILA S. CHUDORI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA



Yang dipersiapkan dan disusun oleh:



SISKA PUTRI ROYANI A 310 140 038



Skripsi telah disetujui oleh pembimbing skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi.



Surakarta, Mei 2019



Drs. Adyana Sunanda, M.Pd. NIDN. 0618076201



ii



PENGESAHAN



KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LAUT BERCERITA KARYA LEILA S. CHUDORI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA Yang dipersiapkan dan di susun oleh: SISKA PUTRI ROYANI A 310 140 038 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal, 01 0ktober 2019 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Dewan Penguji 1. Drs. Adyana Sunanda, M.Pd.



(



)



2. Drs. Zainal Arifin, M.Him



(



)



3. Miftakhul Huda, S.Pd., M.Pd.



(



)



Surakarta, 02 Oktober 2019 Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Dekan



Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M.Hum. NIP. 19650428 199303 1 001



iii



PERNYATAAN Saya yang bertandatangan di bawah ini, Nama



: SISKA PUTRI ROYANI



NIM



: A310140038



Program Studi



: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia



Judul Skripsi



: KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LAUT BERCERITA KARYA LEILA S. CHUDORI: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA



Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya serahkan ini benarbenar hasil karya saya sendiri dan bebas plagiat karya orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu/dikutip dalam naskah dan disebutkan pada daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti skripsi ini hasil plagiat, saya bertanggung jawab sepenuhnya dan bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Surakarta, 02 Oktober 2020 Yang membuat pernyataan,



Siska Putri Royani A 310 140 038



iv



HALAMAN MOTO



“Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi dan saya menang”. (Penulis)



“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhan mullah hendaknya kamu berharap”. (Q.S. Al-Insyirah: 6-8)



“Sesungguhnya allah tidak mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri”. (Q.S. Ar-Rad: 11)



v



HALAMAN PERSEMBAHAN



Terselesaikannya skripsi ini atas dorongan dan semangat dari orang-orang terdekat. Kupersembahkan karya ini kepada: 1. Kedua orang tua saya, Bapak Suyanto dan Ibu Sri Istantini yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan doa yang tiada terhingga. 2. Kakak-kakak saya, Rita Fitri yanti dan Puput Rika Harjani yang telah memberikan semangat dan motivasi. 3. Darmawan, Desy, Ria, dan Shinta sahabat sekaligus guru yang memberikan warna dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Rekan-rekan PBSI UMS kelas A angkatan 2014. 5. Almamaterku UMS tercinta.



vi



ABSTRAK Siska Putri Royani/ A310140038. KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LAUT BERCERITA KARYA TERE-LIYE: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Mei, 2019. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan latar sosiohistoris Leila S. Chudori sebagai pengarang novel Laut Bercerita, (2) mendeskrepsikan struktur yang membangun novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, (3) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dengan tinjauan Psikologi Sastra, (4) memaparkan implementasinya dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dengan pembelajaran sastra di SMA. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan objek penelitian adalah konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka, simak, dan catat. Keabsahan data menggunakan teknik triangulasi teori. Teknik analisis data dilakukan dengan metode heuristik dan hermeneutik. Hasil penelitian ini adalah (1) Leila S. Chudori mempunyai nama asli Leila Salikha Chudori yang lahir pada tanggal 12 Desember 1962 di Jakarta. Karyakarya Leila S. Chudori yang telah diterbitkan berupa novel, kumpulan cerpen, kumpulan naskah skenario (2) struktur novel Laut Bercerita antara lain, Tema adalah perjuangan hidup seorang pemuda bernama Biru Laut, ia merupakan aktivis mahasiswa yang menentang pemerintahan Orde Baru atau jaman pemerintahan presiden Soeharto, walaupun pada akhirnya Biru Laut juga merupakan salah satu korban yang diculik dan tak pernah kembali lagi. Fakta cerita, a) alur yang digunakan adalah alur maju, b) tokoh utama adalah Biru Laut, c) latar tempat naskah ini adalah di Jakarta, Yogyakarta, Solo dan Situbondo, latar waktu terjadi antara periode 2000an, latar sosial kehidupan mahasiswa di perantauan, yaitu kehidupan mahasiswa dan juga aktivis di daerah Yogyakarta yang penuh dengan kesederhanaan, (3) konfilk batin tokoh utama novel Laut Bercerita terdapat dua jenis konflik batin yaitu konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict) dan konflik menjauh-manjauh (avoidance-avoidance conflict), (4) penelitian ini sesuai dengan kriteria pemilihan bahan ajar yaitu a) aspek bahasa, b) aspek psikologi, c) aspek latar belakang siswa sehingga dapat diimplementasikan sebagai bahan ajar di SMA kelas XI sesuai dengan KD 3.11 menganalisis pesan dari buku fiksi yang dibaca. Kata Kunci: novel Laut Bercerita, konflik batik, psikologi sastra, implementasi sebagai bahan ajar SMA



vii



ABSTRACT Siska Putri Royani / A310140038. THE INNER CONFLICT OF THE MAIN CHARACTER IN THE NOVEL OF THE SEA TELLS TERE-LIYE'S WORK: STUDY OF LITERATURE PSYCHOLOGY AND ITS IMPLEMENTATION AS LITERATURE TEACHING IN HIGH SCHOOL. Essay. Teacher Training and Education Faculty, Muhammadiyah University Surakarta. May 2019. This study aims to (1) describe the sociohistorical background of Leila S. Chudori as the author of the novel Laut Bercerita, (2) to describe the structure that builds the novel Laut Bercerita by Leila S. Chudori, (3) describes the inner conflict of the main characters in the novel Laut Bercerita by Leila S. Chudori with Literary Psychology review, (4) describes its implementation in the novel Laut Bercerita by Leila S. Chudori with literary learning in high school. This study uses a qualitative descriptive method with the object of research is the inner conflict of the main character in the novel Laut Bercerita. Data collection is done by library techniques, see, and note. The validity of the data uses the theory of triangulation. The data analysis technique is done by heuristic and hermeneutic methods. The results of this study are (1) Leila S. Chudori has a real name Leila Salikha Chudori who was born on December 12, 1962 in Jakarta. Leila S. Chudori's works have been published in the form of novels, collections of short stories, scenarios (2) the novel structure of Laut Bercerita, among others, The theme is the struggle of a young man named Biru Laut, he was a student activist who opposed the New Order era President Soeharto's government, although in the end Biru Laut was also one of the victims who were kidnapped and never returned. The facts of the story, a) the plot used is the forward flow, b) the main character is Biru Laut, c) the setting of the script is in Jakarta, Yogyakarta, Solo and Situbondo, the setting took place between the 2000s, the social background of student life overseas, namely the lives of students and activists in the Yogyakarta area who are full of simplicity, (3) the inner conflict of the main character of the novel Laut Bercerita, there are two types of inner conflicts, namely approaching conflict (avoidance- avoidance conflict), (4) this study is in accordance with the criteria for selecting teaching materials, namely a) aspects of language, b) aspects of psychology, c) aspects of student background so that it can be implemented as teaching material in class XI SMA in accordance with KD read fiction. Keywords:



storytelling Sea novel, batik conflict, literary implementation as high school teaching material



viii



psychology,



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA” ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra dan Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini sangat diperlukan bantuan dari berbagai pihak, mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada. 1. Dr. Sofyan Anif, M.Si selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dalam penyusunan skripsi ini. 3. Dra. Yakub Nasucha, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang sabar memberi arahan kepada penulis. 4. Drs. Adyana Sunanda, M.Pd, selaku pembimbing yang telah memberikan petunjuk, pengarahan, saran, serta nasihatnya dengan penuh kesabaran, sehingga telah terselesaikannya skripsi ini. 5. Dosen FKIP Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis. 6. Semua pihak yang telah memberikan berbagai petunjuk dan dorongan demi kelancaran dalam penyusunan skripsi.



ix



Penulis berharap semoga Allah Swt. memberikan balasan atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti-peneliti selanjutnya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.



Surakarta,



Mei 2019



Penulis



SISKA PUTRI ROYANI



x



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI..........................................................iii HALAMAN PERNYATAAN...........................................................................iv HALAMAN MOTTO.........................................................................................v HALAMAN PERSEMBAHAN.........................................................................vi ABSTRAK........................................................................................................vii ABSTRACT.....................................................................................................viii KATA PENGANTAR........................................................................................ix DAFTAR ISI......................................................................................................xi DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................xiii BAB I PENDAHULUAN................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah...................................................................1 B. Rumusan Masalah.........................................................................4 C. Tujuan Penelitian..............................................................................5 D. Manfaat Penelitian............................................................................5 E. Sistematika Penulisan………………………………………………6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................7 A. Landasan Teori.................................................................................7 1. Teori Strukturalisme………………………………………........7 2. Novel dan Unsur-unsurnya .........................................................8 a) Tema .................................................................................... 9 b) Penokohan..............................................................................9 c) Latar.....................................................................................12 3. Sarana Sastra………………………………………………….13 4. Teori Konflik Batin…………………………………………...14 5. Teori Psikologi Sastra……………………………………........15 6. Bahan Ajar ..........................................................…………… 18



xi



B. Kajian Penelitian yang Relevan......................................................21 C. Kerangka Berpikir..........................................................................24 BAB III METODE PENELITIAN.................................................................25 A. Jenis dan Strategi Penelitian...........................................................25 B. Objek Penelitian ............................................................................26 C. Data dan Sumber Data....................................................................26 D. Teknik Pengumpulan Data.............................................................27 E. Teknik Validasi Data......................................................................28 F. Teknik Analisis Data......................................................................29 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...............................32 A. Latar Sosiohistoris Pengarang.......................................................32 1. Riwayat Hidup dan Latar Sosial Budaya Pengarang................33 2. Karya-karya Pengarang............................................................35 3. Ciri Khas Kesusastraan Pengarang ........................................36 B. Struktur Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin Karya Tere Liye..................................................................42 1. Tema …………………………………………………………44 2. Alur/Plot …………………………………………………......47 3. Penokohan ……………………………………………………55 4. Lattar.........................................................................................62 C. Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin Karya Tere Liye………………….72 1. Konflik Mendekat-Menjauh.....................................................74 2. Konflik Menjauh-Menjauh.......................................................75 D. Relevansi Hasil Penelitian dengan Pembelajaran Sastra di SMA.77 BAB V PENUTUP..........................................................................................85 A. Simpulan.........................................................................................85 B. Implikasi.........................................................................................87 C. Saran...............................................................................................87 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



xii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memandang kehidupan masyarakat Indonesia saat ini banyak fenomena-fenomena yang dapat menggugah hati kita. Banyak kasus yang berhubungan dengan kegagalan pembentukan psikis manusia, sehingga mengakibatkan manusia berperilaku menyimpang. Di Indonesia banyak potret yang menyoroti permasalahan tentang realita yang dapat menggugah hati. Kasus-kasus seperti itu juga banyak dicerminkan di dalam karya sastra. Salah satu karya sastra yang mengupas tentang masalah-masalah konflik batin adalah novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Novel ini dipandang sebagai karya satra karena memiliki ciri sebagai karya sastra yaitu termasuk dalam novel motivasi hidup, novel tersebut menampilkan masalahmasalah yang pada dasarnya merupakan sebuah permasalahan hidup yang intens. Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa karya berbentuk tulisan dan karya sastra lisan. Karya sastra tidak sekedar lahir dari dunia yang kosong melainkan karya yang lahir dari proses penyerapan realita pengalaman manusia (Siswantoro, 2004: 23). Novel Laut Bercerita adalah novel yang sangat menarik untuk dikaji. Isi yang terkandung di dalam novel ini dapat dijadikan sebagai contoh penyampaian pesan mengenai kepribadian manusia yang perlu dipertahankan dan dicapai setiap manusia. Hal tersebut berbeda dengan apa yang terjadi di negara kita ini, banyaknya perilaku menyimpang yang disebabkan mundurnya moral dan berakibat pada kepribadian yang buruk, sehingga muncul berbagai macam masalah yang menyangkut pada keduniaan. Membahas tentang novel Laut Bercerita dari segi kepribadian yang terdapat dalam novel ini, setidak-tidaknya akan menggugah perasaan hati



1



2



pembaca untuk bercermin terhadap kehidupan masa sekarang. Novel ini dengan jelas membahas tentang realita kehidupan manusia pada umumnya yang penuh dengan kekurangan serta sarat akan permasalahan. Namun hal tersebut juga diiringi adanya kekuatan kasih sayang kepada sesama manusia maupun kepada Allah yang timbul sebagai penawar rasa sulit dalam menjalani hidup. Membaca novel ini seperti membaca karakter kuat tiap orang-orang yang berperan, menjadikan lebih hidup dengan cerita-cerita dan konflik yang mengalir tanpa terasa hambar. Pada akhirnya, peneliti memilih novel Laut Bercerita sebagai subjek penelitian karena novel ini merupakan sebuah novel motivasi yang banyak mengandung pesan atau amanat tentang kepribadian dan konflik yang menarik untuk dikaji sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai bahan pembelajaran di SMA untuk memperbaiki perilaku anak demi kelangsungan dan kemajuan bangsa ini. Mengingat masalah kepribadian dan konflik itu menyangkut masalah psikologi, maka penelitian ini akan menggunakan pendekatan psikologi sastra. Dalam penelitian ini akan membahas tentang konflik yang merupakan hasil dari aktivitas dan tingkah laku manusia. Konflik merupakan salah satu unsur yang amat esensial dalam pengembangan sebuah cerita. Konflik hadir di dalam sebuah cerita dalam bentuk pertentangan, ketegangan, kekalutan atau kekacauan batin yang dialami tokoh-tokohnya. Wellek dan Warren menjelaskan bahwa konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya “aksi dan balasan”, jadi konflik merupakan pertentangan yang seimbang antara pendapat satu individu satu dengan lainnya yang berupa fisik dan batin (Nurgiyantoro, 2009:122). Konflik juga berhubungan dengan kepribadian seseorang dalam hakikatnya sebagai manusia. Kepribadian tidak hanya meliputi pikiran, perasaan, dan sebagainya, melainkan secara keseluruhannya sebagai panduan antara kehidupan seseorang sebagai anggota masyarakat atau di dalam interaksi sosial (Sujanto dkk, 2004:3). Dengan demikian, kepribadian tokoh



3



dalam suatu cerita fiksi juga menarik untuk diteliti, terutama tokoh dengan kadar lifelike tinggi yang tentunya memiliki kepribadian yang hampir sama dengan manusia. Orang dapat mengamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam sebuah roman atau drama dengan pertolongan psikologi. Apabila tingkah laku tokohtokoh tersebut sesuai dengan apa yang diketahuinya tentang jiwa manusia, ia telah berhasil menggunakan teori-teori psikologi modern untuk menjelaskan dan menafsirkan karya sastra. Oleh karena itu penulis lebih memilih unsur psikologi sebagai pendekatan dalam penelitian ini, karena pendekatan psikologi lebih menekankan pada penelitian tentang kejiwaan. Penelitian ini ingin membahas lebih dalam unsur konflik dan kepribadian yang merupakan bagaian dari unsur kejiwaan, sehingga penulis cenderung ingin menggunakan pendekatan psikologi daripada pendekatan sastra yang lainnya. Pendekatan psikologi sastra sebagai jalan untuk membahas dan mengupas aspek konflik yang dialami tokoh utama yang terdapat di dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini. Dengan pendekatan ini diharapkan penelitian akan tersaji lebih jelas dan spesifik dalam menggambarkan konsep kepribadian yang terdapat di dalam novel tersebut sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca. Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti konflik batin yang terdapat dalam novel Laut Bercerita. Oleh karena itu peneliti memilih judul “Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Laut Bercerita Karya Leila S.



Chudori:



Kajian



Psikologi



Sastra



dan



Implemantasinya



dalam



Pembelajaran Sastra di SMA”. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, dapat dijelaskan secara rinci alasan penelitian itu sebagai berikut. 1. Novel Laut Bercerita merupakan novel motivasi hidup yang menurut penulis banyak masalah-masalah kehidupan yang perlu dipahami sehingga penulis tertarik untuk menjadikan novel ini sebagai objek penelitian.



4



2. Peneliti ingin mengetahuai serta mengkaji konflik batin tokoh utama yang terdapat dalam Laut Bercerita, yang cocok dikaji dengan kajian Psikologi Sastra. 3. Dengan mengkaji konflik batin tokoh utama Laut Bercerita dalam kajian psikologi sastra penulis berharap dapat digunakan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA. B. Rumusan Masalah Mengacu pada



pembatasan



masalah



di atas,



maka



penulis



merumuskan masalah sebagai berikut.  1. Bagaimana latar sosiohistoris dari novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori? 2. Bagaimana struktur yang membangun novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori? 3. Bagaimana konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori? 4. Bagaimana Implementasinya novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dalam pembelajaran sasrta di SMA? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis memiliki tujuan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan latar sosiohistoris dari novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori? 2. Mendeskripsikan struktur yang membangun novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori? 3. Mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori? 4. Mendeskripsikan Implementasinya novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dalam pembelajaran sasrta di SMA? D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis



5



Bagi bidang keilmuan diharapkan agar peneliti ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu bahasa dan sastra sehingga dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya, khususnya kajian psikologi sastra. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sarana untuk memahami konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita. a. Bagi Guru sebagai masukan dan pertimbangan untuk guru Bahasa Indonesia sebagai referensi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia upaya meningkatkan kemampuan siswa membaca karya sastra. b. Bagi siswa Sebagai acuan pembelajaran dalam menghubungkan pembelajran memebaca karya sastra. c. Bagi Peneliti Sebagai artikel ilmiah penelitian karya sastra lain yang dikaji dengan menggunakan kajian Psikologi Sastra. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ditentukan agar dapat memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh. Adapun sistematika penelitian ini adalah: BAB I, Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II, kajian teori, Penelitian yang relevan dan kerangka berpikir. BAB III, Metode penelitian. BAB IV, Analisis struktural novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang dikhususkan pada tema, alur, penokohan, dan latar/setting. Pembahasan yang berisi hasil dan pembahasan yang memuat analisis konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dengan kajian psikologi sastra. Implementasi novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dalam pembelajaran sasrta di SMA. BAB V, Penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran, selain itu daftar pustaka dan lampiran.



BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Psikologi Sastra Psikologi secara sempit dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa. Sedangkan sastra adalah ilmu tentang karya seni dengan tulis-menulis. Maka jika diartikan secara keseluruhan, psikologi sastra merupakan ilmu yang mengkaji karya sastra dari sudut kejiwaannya. Ada tiga hal cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dan sastra, yaitu a) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, dan c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca (Ratna, 2007:343) Karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tak langsung dan fungsional. Pertautan tak langsung, karena baik sastra maupun psikologi



objek yang sama yaitu kehidupan manusia.



Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif ( Jatman dalam Endraswara, 2003:97) Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang sastra sebagai aktivitas kejiwaan.



Pengarang akan menggunakan cipta, rasa dan karya



dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan terlepas dari kejiwaan masing-masing (Endaswara, 2003:96) Karya sastra mengandung unsur-unsur kejiwaan yang sangat kaya. Oleh karena itu, penelitian psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman sastra. Menurut Endraswara (dalam Minderop, 2010:2) penelitian psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman sastra karena adanya beberapa kelebihan seperti: pertama, pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji lebih mendalam aspek perwatakan; kedua, dengan pendekatan ini dapat memberi umpan balik kepada peneliti tentang 6



7



masalah perwatakan yang dikembangkan; dan terakhir, penelitian semacam ini sangat membantu untuk menganalisis karya sastra yang kental dengan masalah-masalah psikologis. Menurut Ratna (2007:350) Psikologi Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologi. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra.. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra”. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi sastra adalah sebuah kajian teks karya sastra dilihat dari sudut pandang kejiwaan, yaitu kejiwaan penulis, kejiwaan tokoh fiksi dalam tulisan atau karya sastra dan kejiwaan pembaca. 2. Teori Konflik Batin Konflik adalah percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Dalam sastra diartikan bahwa konflik merupakan ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama yakni pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya Alwi dkk (Dalam Kartika, 2008 :22). Adapun pengertian konflik batin menurut Hardjana adalah terganggunya hubungan antara dua orang atau dua kelompok, perbuatan yang satu berlawnan dengan perbuatan yang lain sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Irwanto (1997:207) menyebutkan bahwa pengertian konflik  adalah keadaan munculnya dua atau lebih kebutuhan pada saat yang bersamaan. Pendapat lain mengenai jenis konflik disebutkan sobur (2003:292-299), bahwa konflik mempunyai beberapa bentuk, antara lain sebagai berikut.



8



a. Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict) Konflik ini timbul jika suatu ketika terdapat dua motif yang kesemuanya positif (menyenangkan atau menguntungkan) sehingga muncul kebimbangan untuk memilih satu di antaranya. b. Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict) Konflik ini timbul jika dalam waktu yang sama timbul dua motif yang berlawanan mengenai satu objek, motif yang satu positif (menyenangkan), yang lain negatif (merugikan, tidak menyenangkan). Karena itu ada kebimbangan, apakah akan mendekati atau menjauhi objek itu. c. Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict) Konflik ini terjadi apabila pada saat yang bersamaan, timbul dua motif yang negatif, dan muncul kebimbangan karena menjauhi. motif yang satu berarti harus memenuhi motif yang lain yang juga negatif. Pada Umumnya konflik dapat dikenali karena beberapa ciri, menurut Kurt Lewin (dalam Irwanto, 1997: 213-216) adalah sebagai berikut. a. Konflik terjadi pada setiap orang dengan reaksi berbeda untuk rangsangan yang sama. Hal ini bergantung pada faktor-faktor yang sifatnya pribadi. b. Konflik terjadi bilamana motif-motif mempunyai nilai yang seimbang atau kira-kira sama sehingga menimbulkan kebimbangan dan ketegangan. c. Konflik dapat berlangsung dalam waktu yang singkat, mungkin beberapa detik, tetapi bisa juga berlangsung lama, berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Sigmund freud (dalam kusmawan 2003:33) menyatakan bahwa berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan  alam  perasaan yang parah. Faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam beberapa gangguan batin antara lain adalah: a. Agresi, menunjukkan bahwa konflik terjadi karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri. b. Kehilangan, merujuk pada perpisahan traumatik individu dengan benda atau seseorang yang sangat berarti. Kehilangan dalam masa kanak-kanak



9



sebagai faktor predisposisi terjadinya konflik dan depresi pada masa dewasa. c. Kepribadian, menguaraikan bagaimana konsep diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap faktor pencetus konflik. d. Kognitif, depresi merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi. e. negatif sesorang terhadap dirinya sendiri, dunia seseorang dan masa depannya. f. Ketidakberdayaan, trauma bukanlah satu-satunya faktor menyebabkan masalah tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, g. Perilaku, berkembang dari kerangka teori belajar sosial bahwa peyebab konflik dalam diri terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan. 3. Teori Strukturalisme Struktur secara etimologis berasal dari kata structura, bahasa Latin yang berarti bentuk atau bangunan (Ratna, 2007:88). Sedangkan secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antar hubungannya, di satu pihak antar hubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya, di pihak yang lain, antara unsur (unsur) dengan totalitasnya. Hubungan tersebut tidak sematamata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga negatif, seperti konflik dan pertentangan (Ratna, 2007:91). Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totaitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2012:36). Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat



10



timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersamasama membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 2012:36). Analisis strukturalisme karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan ,mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan



antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula



diidentifikasi dan dideskrepsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwaperistiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang dan lain-lainnya. Setelah dicobajelaskan bagaimana fungsi-fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antarunsur sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas-kemaknaan yang padu (Nurgiyantoro, 2012:37). Dengan demikian, pada dasarnya analisis strukturalisme bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis strukturalisme tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai (Nurgiyantoro, 2012:37). 4. Novel dan Unsur-Unsurnya Novel memuat cerita yang rinci, detail dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Nurgiyantoro (2012:11) mengemukakan kelebihan novel yang khas adalah kemampuannya untuk menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh, mengkreasikan sebuah dunia yang “jadi”. Membaca sebuah novel baru dapat diselesaikan setelah berkali-kali baca, dan setiap kali baca hanya selesai beberapa episode sehingga pembaca dipaksa untuk mengingat kembali cerita sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa novel merupakan karya fiksi berbentuk prosa yang menyajikan cerita secara utuh, lebih rinci, lebih mendetail dan berisi cerita yang lebih kompleks.



11



Nurgiyantoro



(2012:18) membagi novel menjadi dua jenis, yaitu



novel populer dan novel serius. Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Novel populer menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secar intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Novel populer lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena ia memang semata-mata menyampaikan cerita (Stanon dalam Nurgiyantoro, 2012:19). Berikut akan dipaparkan batasan unsur-unsur fiksi sesuai dengan teori Robert Stanton (2007:45). a. Tema Tema adalah gagasan yang melandasi cerita, yang berkaitan dengan aspek kehidupan, seperti masalah sosial, politik, budaya religi, juga cinta kasih, maut, dan sebagainya (Al-Ma’ruf, 2017:64). Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Tema adalah makna yang dapat merangkum semua elemen dalam cerita dengan cara yang paling sederhana (Stanton, 2007:45). b. Fakta Cerita. 1) Alur Alur merupakan rangakaian peristiwa yang sambung-sinambung yang terjalin dalam hubungan kausalitas (sebab-akibat) guna membangun jalannya cerita secara terpadu dan utuh (Al-Ma’ruf, 2017:64) Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2009:149-150), membedakan tahap plot menjadi lima bagian sebagai berikut. (a) Tahap situasion (penyituasian) Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokohtokoh cerita. Tahap ini merupakan pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang berfungsi untuk melandasi cerita yang diceritakan pada tahap berikutnya.



12



(b) Tahap generating circimtances (pemunculan konflik) Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik. Konflik akan berkembang dan dikembangkan pada tahap berikutnya. (c) Tahap rising action (peningkatan konfliks) Tahap ini meningkatkan konflik pada tahap berikutnya. Isi dalam cerita semakin menegangkan karena konflik yang ada pada tahap sebelumnya menjadi lebih tinggi intensitasnya. Tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari. (d) Tahap climax Konflik yang dialami oleh tokoh cerita mencapai titik puncak. Klimaks dialami oleh tokoh utama dalam sebuah cerita karena tokoh utama yang berperan penting sebagai pelaku dan penderitaan terjadinya konflik utama. (e) Tahap denouement (tahap penyelesaian) Pada tahap ini, konflik yang terjadi pada tahap sebelumnya akan diberikan solusi untuk menyelesaikannya. Ketegangan yang ada dalam cerita pun di kendorkan. 2) Penokohan/ Perwatakan Karakter (character) dapat berarti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula berarti ‘perwatakan’. Stanton (2007:33) menyebutkan bahwa karakter dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individuindividu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu. Nurgiyantoro (2012:179) menggolongkan tokoh berdasarkan peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita menjadi dua. (a) Tokoh utama (central character, main character) Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama adalah tokoh yang paling bnayk diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir



13



dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam setiap halaman novel. Tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. (b) Tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh tambahan hadir hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung. Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung. Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, penokohan dibedakan menjadi tokoh protagonis dan antagonis. (a) Tokoh protagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi, yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis dalam Nurgiyantoro, 2012:178). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan harapanharapan pembaca. Sebuah fiksi harus mengandung konflik dan ketegangan, khususnya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. (b) Tokoh Antagonis Tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik dalam sebuah cerita. Tokoh antagonis dapat disebut beroposisi dengan tokoh protagonis secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat fisik maupun batin. Penyebab terjadinya konflik dalam sebuah novel adalah berupa tokoh antagonis, kekuatan antagonis atau keduanya sekaligus. Nurgiyantoro (2012:181) membedakan penokohan berdasarkan perwatakannya ke dalam tokoh sederhana dan tokoh kompleks atau tokoh bulat. (a) Tokoh sederhana (simple atau flat character) Tokoh sederhana adalah tokoh yang memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh



14



manusia, tokoh sederhana tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Tokoh sederhana tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang memberi efek kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku tokoh sederhana bersifat datar dan monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu. (b) Tokoh bulat atau kompleks ( complex atau round character) Tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang



memiliki dan



diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Tokoh bulat dapat memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan bertentangan dan sulit diduga. Tingkah laku tokoh bulat sering tidak terduga oleh pembaca dan memberikan efek kejutan pada pembaca. Menurut Lubis (dalam Al-Ma’ruf, 2010:83) penokohan secara wajar dapat diterima jika dapat dipertanggungjawabkan dari sudut fisiologis, psikologis, dan sosiologis, dengan tujuan untuk memahami lebih dalam penokohan secara sistematis. (a) Dimensi fisiologis Dimensi fisiologis adalah hal yang berkaitan dengan fisik seseorang. Misalnya: usia, tingkat kedewasaan, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka dan ciri-ciri badan. (b) Dimensi sosiologis Dimensi sosiologis adalah ciri-ciri kehidupan masyarakat. Misalnya: status sosial, pekerjaan, jabatan, tingkat pendidikan, agama dan keturunan. (c) Dimensi psikologis Dimensi psikologis adalah dimensi yang berkaitan dengan masalah kejiwaan seseorang. Misalnya: ambisi, cita-cita, tempramen. 3) Latar/setting Stanton (2007:35) latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang beristeraksi dengan peristiwa-



15



peristiwa yang sedang berlangsung. Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2012:216) menambahkan bahwa latar atau setting disebut juga dengan landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial (Nurgiyantoro, 2012:227-233). (a) Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, lokasi tertentu tanpa nama jenis. Latar tempat dalam senuah novel meliputi berbagai lokasi yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sejalan dengan perkembangan plot dan tokoh. (b) Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan fungsional jika digarap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan wakti sejarah. Pengangkatan unsur sejarah kedalam fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal dan dapat menjadi sangat fungsional sehingga tidak dapat diganti dengan waktu lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita. (c) Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.



16



c. Sarana Sastra Stanton (2007:46) menjelaskan bahwa sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Stanton (2007:51) menyebutkan beberapa sarana dapat ditemukan dalam setiap cerita seperti judul, tone dan gaya, sudut pandang, simbol dan ironi. 1) Judul Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukkan karakter, latar dan tema. Judul merupakan kunci pada makna cerita. Judul juga dapat berisi sindiran terhadap kondisi yang ingin dikritisi oleh pengarang atau merupakan kesimpulan terhadap keadaan yang sebanarnya dalam cerita. 2) Tone dan gaya Gaya adalah cara pengarang untuk menggunakan bahasa. Gaya bisa terkait dengan maksud dan tujuan sebuah cerita. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tone bisa tampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironi, misterius, senyap, bagai mimpi atau penuh perasaan. 3) Sudut pandang Sudut pandang adalah posisi tokoh dalam sebuah cerita. Sudut pandang dipergunakan untuk menentukan arah pengarang terhadap peristiwaperistiwa di dalam cerita. Sudut pandang dapat dibagi menjadi empat tipe utama yaitu orang pertama-utama, orang pertama-sampingan, orang ketigaterbatas dan orang ketiga terbatas. 4) Simbol Simbol adalah sebuah cara untuk menampakkan gagasan dan emosi agar tampak nyata. Simbol berwujud detail-detail konkret yang faktual dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Dengan simbol, pengarang membuat maknanya menjadi tampak.



17



5) Ironi Ironi adalah cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan dalam hampir semua cerita. Dalam dunia fiksi ada dua jenis ironi yang dikenal yaitu ironi dranatis dan tone ironis. 5. Bahan Ajar Pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA) sangat kurang. Salah satu kendala yang menyebabkan pembelajaran sastra kurang adalah tidak sesuainya bahan ajar sastra yang diberikan oleh guru. Bahan ajar yang disampaikan oleh guru tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat juga memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalahmasalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat (Rahmanto, 2004:15). Fungsi sastra menurut Lazar (dalam Al-Ma’ruf, 2012) adalah 1) sebagai alat untuk merangsang siswa dalam menggambarkan pengalaman, perasaan, dan pendapatanya; 2) sebagai alat membantu siswa dalam menggambarkan



kemampuan



intelektual



dan



emosionalnya



dalam



mempelajari bahasa; dan 3) sebagai alat untuk memberi setimulus dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Menurut MGMP (2007) materi pembelajaran (instructional material) adalah bahan yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai siswa dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Bahan ajar atau materi pembelajaran secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Pengajaran sastra juga memiliki fungsi, 1) memotivasi siswa dalam menyerap ekspresi bahasa; 2) alat simulative dalam language acquisition, 3)



18



media dalam memahami budaya masyarakat; dan 4) alat pengembangan kemampuan interpretatif; dan 5) sarana untuk mendidik manusia seutuhnya (educating the whole person) (Lazar dalam Al-Ma’ruf, 2011). Rahmanto (2004:16) menambahkan bahwa pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat,



yaitu:



membantu



keterampilan



berbahasa,



meningkatkan



pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Selain manfaat pengajaran sastra, Rahmanto (2004:2731) juga menjelaskan agar dapat memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan. Berikut ini akan dibicarakan tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika kita ingin memilih bahan pengajaran sastra. a. Bahasa Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor-faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. b. Psikologi Karya sastra yang dipilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap psikologis pada umumnya dalam suatu kelas. Tentu saja, tidak semua siswa dalam satu kelas mempunyai tahapan psikologis yang sama, tetapi guru hendaknya menyajikan karya sastra yang setidak-tidaknya secara psikologis dapat menaraik minat sebagian besar siswa dalam kelas itu. c. Latar belakang budaya Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau orang-orang di sekitar mereka. Guru sastra hendaknya mengutamakan



19



karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa. Guru sastra hendaknya mengetahui apa yang diminati oleh siswanya sehinga dapat menyajikan suatu karya sastra tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki oleh para siswanya. Berdasar uraian di atas, penelitian ini akan mengimplementasikan hasil penelitian sebagai bahan ajar di SMA kelas XI sesuai dengan KD 3.11 Menganalisis pesan dari buku fiksi yang dibaca. B. Kajian Penelitian yang Relevan Untuk mengetahui keaslian atau keotentikan penelitian ini perlu adanya tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka adalah uraian sistematis tentang penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti (Sangidu, 2004:10). Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini akan dideskripsikan hasil dan kesimpulannya. Sundari (2011) melakukan penelitian berjudul “Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Negeri Lima Menara Karya A. Fuadi: Tinjauan Psikologi Sastra”. Hasil dari penelitian novel yang menggunakan tinjauan psikologi sastra ini adalah pecara psikologi tokoh Alif Fikri dalam novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi, dianalisis menggunakan teori kepribadian Sigmund Freud; (1) tokoh Alif Fikri dilihat dari segi insting mempunyai insting hidup dan insting mati, (2) Dari segi distribusi dan pemakaian energi, tokoh Alif Fikri mempunyai energi super ego lebih besar daripada energi yang diberikan id dan ego, (3) Tokoh Alif Fikri mengalami pengaruh alam bawah sadar yang besar karena adanya tekanan, (4) Tokoh Alif Fikri mempunyai kecemasan dalam kehidupan yang dijalaninya, (5) Tokoh Alif Fikri mempunyai teori mimpi dalam kehidupanya yang digunakan sebagai motivasi dalam hidupnya. Secara keseluruhan berdasarkan 5 teori tersebut Alif Fikri adalah tokoh yang memilki kepribadian; (1) Taat kepada Allah Swt. dan kedua orang tua, (2) Mandiri, (3) Tidak memiliki pendirian yang kuat, (4) Pantang menyerah.



20



Penelitian Amalia (2013) dengan judul “Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Ibuku Tak menyimpan Surga Di Telapak Kakinya Karya Triani Retno A: Tinjauan Psikologi sastra”. Hasil penelitian ini adalah Berdasarkan tinjauan psikologi sastra, wujud Konflik batin dalam novel Ibuku Tak Menyimpan Surga di Telapak Kakinya hanya terdapat dua jenis konflik batin a) konflik mendekat-menjauh, terdapat empat konflik (1) konflik batin ketika mendapatkan promosi dipekerjaannya, (2) konflik batin mengenai keinginan menikah, (3) konflik batin ketika harus bekerja diusia 18 tahun, dan (4) Konflik batin akibat tidak adanya penghargaan. b) konflik menjauh-menjauh, terdapat lima konflik (1) konflik batin ketika menjadi pembicaraan tetangga, (2) konflik batin akibat adanya rasa tidak aman dan rasa ketidaknyamanan, (3) konflik batin ketika akan dinikahkan dengan Harun, (4) konflik batin ketika fisik dan psikis Amelia merasa sakit akibat pemukulan dan cacian yang diberikan oleh Ibu, dan (5) konflik batin akibat tidak terpenuhinya kebutuhan akan cinta. Santai Istrasari (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Konflik Batin Tokoh utama dalam Novel Permainan Bulan Desember karya Mira W: Tinjauan Psikologi Sastra”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskrepsikan struktur yang membangun novel Permainan Bulan Desember karya Mira W serta mendeskripsikan konflik batin tokoh utama pada novel Permainan Bulan Desember karya Mira W. Hasil penelitian ini mendeskripsikan struktur yang membangun novel Permainan Bulan Desember karya Mira W baik dari segi tema, alur, latar maupun tokoh. Selain itu hasil penelitian ini juga mendeskripsikan konflik batin yang dialami tokoh utama pada novel Permainan Bulan Desember karya Mira W dengan tinjauan psikologi sastra dari tokoh utama dalam novel. Deshmukh, Arvind (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “The Alchemist: Analysis of Major Characters”. Penelitian ini mendeskripsikan bahwa karakter utama pada novel ini ditunjukan oleh tokoh Santiago seorang gembala yang mengikuti suara hatinya dan berkelana untuk mengejar mimpi. Perjuangannya untuk mengejar impian mengajarkannya tentang cinta, kasih sayang dan kegigihan.



21



William D Raymond (2017), melakukan penelitian dengan judul Breaking Into the Mind: George A Miller’s Early Work in The American Journal of Psychology. Membahas tentang pembelajaran statistik manusia yang diulas melalui ilmu psikologi, yang dianggap dapat berpengaruh terhadap kejiwaan. Persamaan penelitian ini sama sama ilmu psikologi. Perbedaan penelitian ini terdapat pembelajarannya. C. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dimaksudkan untuk menggambarkan secara jelas bagaimana memahami dan mengkaji permasalahan yang diteliti Sutopo (2002:32). Peneliti dimulai dengan menganalisis struktur novel Laut Bercerita. Analisis ini dilakukan bertujuan mencari unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut. Unsur pembangun yang dianalisis meliputi: tema, penokohan, alur, dan latar. Selanjutnya menganalisis konflik batin tokoh utama dalam novel tersebut dengan pendekatan psikologi sastra. Alur kerangka berpikir dapat dipahami melalui gambar berikut. Alur kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut: Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori Struktur pembangun novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori



Psikologi Sastra Konflik Batin



Implementasi hasil penelitian dengan pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Simpulan Gambar 1. Alur kerangka berpikir



BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Strategi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Ratna (2007:47) mendefinisikan penelitian kualitatiff adalah metode yang memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Sutopo (2002:8-10) menambahakan bahwa pengkajian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok), keadaan fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan interpretasi. Dalam mengkaji novel Laut Bercerita peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif yaitu menganalisis bentuk deskripsi, tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel. Pengkajian deskriptif dilakukan berdasarkan fakta atau fenomena yang hidup pada sastrawan. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus terpancang (embedded research and case study). Sutopo (2002:112) memaparkan bahwa penelitian terpancang (embedded research) digunakan karena masalah dan tujuan penelitian telah ditetapkan oleh peneliti sejak awal penelitian, kemudian studi kasus tunggal (case study) digunakan karena strategi ini difokuskan pada kasus tertentu. Jadi penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggunakan strategi studi kasus terpancang dan studi kasus tunggal. Arah atau penekanan dalam penelitian ini adalah konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dengan kajian psikologi sastra dengan urutan analisis sebagai berikut. 1. Struktur yang membangun novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. 2. Konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dengan tinjauan psikologi sastra.



22



23



B. Data dan Sumber Data 1. Data Data kualitatif adalah data yang berkaitan dengan kualitas (Sutopo, 2002:48). Menurut Moleong (2004:6) dalam analisis deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Wujud data dalam penelitian ini adalah kata, frasa dan kalimat yang menunjukkan konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. 2. Sumber Data Sumber data adalah sumber penelitian dari mana data itu diperoleh (Siswantoro, 2005:63) a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data utama penelitian yang diproses langsung dari sumber tanpa melalui perantara (Siswantoro, 2005:54). Sumber data primer penelitian ini adalah novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang diterbitkan oleh penerbit KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Tahun 2017. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung atau lewat perantara, tetapi masih berdasarkan pada katagori konsep (Siswantoro, 2005:54). Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa data dari browsing internet yang berhubungan dengan



biografi



Leila



S.



Chudori



di



akses



melalui



www.penerbitkpg.com/penulis/detil/97/Leila-S-Chudori. “Biografi Leila S.



Chudori.”



Resensi



novel



Pulang



melalui



http://m.berdikarionline.com/suluh/20130502/pulangikisah-tentangnasionalisme-sang-ekalaya.html. “Malam Terakhir” by: Leila Salikha Chudori



http://novel-terlaris-iwan.blogspot.com/2012/malam-terakhir-



leila-s-chudori.html?m=1. Sumber data lain adalah karya-karya Leila S. Chudori berjudul Pulang, Malam Terakhir, 9 Dari Nadira, Dunia Tanpa Koma, Drupadi, The Longest Kiss.



24



C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik analisis isi (content analysis) yang meliputi teknik simak, catat, dan pustaka (Al-Ma’ruf, 2010:32). Sumber data tertulis dipilih sesuai dengan kajian psikologi sastra. Menurut Soebroto (dalam Al-Ma’ruf, 2010 :87) teknik pustaka adalah teknik pengambilan data dari sumber tertulis beserta konteks lingual yang mengandung analisis data. Sumber tertulis dipilih sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian sastra. Teknik simak dan catat berarti peneliti sebagai instrumen kunci melakukan penyimakan secara cermat, teratarh, dan teliti terhadap sumber primer yanki karya sastra sasaran penelitian dalam rangka memperoleh



data



yang



diinginkan



(Al-Ma’ruf,



2011:12).



Dalam



mengumpulkan data berikut adalah rinciannya. 1. Teknik pustaka yakni, pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dan membaca literatur –literatur yang ada hubungannya dengan penelitian ini dan mempergunakan sumber-sumber tertulis yang sesuai dengan masalah dan tujuan pengkajian sastra, dalam hal ini menggunakan tinjauan psikologi sastra. 2. Teknik simak, peneliti menyimak secara cermat dan teliti teks novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori agar memperoleh data yang diperlukan meliputi struktur pembangun novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, kepribadian dan konflik tokoh utama dalam Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Metode Laut Bercerita karya Laila S. Chudori pemerolehan data yang dilakukan dengan cara menyimak suatu penggunaan bahasa yang terdapat novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. 3. Teknik catat, peneliti mencatat data tertulis meliputi kalimat atau wacana yang mengandung struktur pembangun novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, dan implementasi hasil penelitian konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori sebagai bahan ajar pembelajaran bahasa Indonesia di SMA. Memaparkan kajian psikologi



25



sastra yang terdapat dalam novel yang dikaji tersebut. Sasaran penelitian tersebut berupa teks novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. D. Teknik Validasi Data Untuk mengetahui keabsahan data dalam penelitian ini digunakan teknik trianggulasi. Trianggulsi merupakan teknik yang didasari pola fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya, untuk mencari simpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang (Sutopo, 2002:78). Patton (dalam Sutopo, 2002:78-82) menyatakan ada empat macam teknik trianggulasi, yaitu (1) trianggulasi data, mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, ia wajib menggunakan beragam sumber data yang berbeda, (2) trianggullasi peneliti, yaitu hasil penelitian baik data ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya biasa diuji validitasnya dari beberapa peneliti yang lain, (3) trianggulasi metode, dilakukan peneliti dengan cara menggumpulkan data sejenis tetapi menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda, dan (4) trianggulasi teori, dilakukan peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Berdasarkan keempat teknik trianggulasi di atas, teknik pengkajian validitas yang digunakan dalam penelitian novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori kajian psikologi sastra adalah teknik trianggulasi teori. Untuk menguji validnya data penelitian ini dengan teknik trianggulasi teori dilakukan peneliti dengan



menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam



membahas permasalahan yang dikaji. Dari beberapa perspektif teori tersebut akan diperoleh pandangan yang lebih lengkap, tidak hanya sepihak, sehingga dapat dianalisis dan ditarik kesimpulan yang lebih utuh dan menyeluruh. Dalam melakukan teknik triangulasi ini perlu memahami teori-teori yang digunakan dan keterkaitannya dengan masalah yang diteliti sehingga mampu dan lebih benar-benar memiliki makna yang kaya perspektifnya (Sutopo, 2002:82-83). Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural, konflik batin tokoh utama dan teori psikologi sastra.



26



E. Teknik Analisis Data Menurut Sugiyono (2012:333), analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih yang penting dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Menurut Moleong (2014:248), Teknik analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi kesatuan yang dapat dikelola, mentesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Berdasarkan pendapat para ahli di atasa teknik analisis data merupakan teknik yang dilakukan peneliti dengan mengorganisasikan data, kemudian dikelola membentuk satu kesatuan dengan menyusun ke dalam pola dan membuat kesimpulan. Selain itu, teknik analisis dilakukan untuk mentesiskan dan mengorganisasikan data. Menurut Nurgiyantoro (2007:33) kerja heuristik menghasilkan makna secara harfiah yang berupa makna tersurat (actual meaning). Pembacaan hermeneutik dengan menafsirkan karya sastra yang dilakukan dengan pemahaman keseluruhan berdasarkan unsur-unsurnya dan sebaliknya, pemahaman keseluruhan berdasarkan keseluruhannya. Miles dan Huberman sebagaimana dikutip oleh Patilima (2005:99-100), memperkenalkan dua model analisis data meliputi: model alir dan model interaktif. Model alir yaitu pengaturan waktu, penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data, analisis data dan pasca pengumpulan. Model interaktif yaitu reduksi data dan penyajian data memperhatikan hasil data yang dikumpulkan, kemudian pada proses penarikan kesimpulan dan verifikasi. Berdasarkan teori di atas, peneliti menggunakan teknik analisis data model interaktif. Adapun langkah-langkah teknik analisis data model interaktif menurut Miles dan Huberman (1992:15-19) adalah sebagai berikut.



27



1. Pengumpulan Data Pengumpulan data yaitu mengumpulkan data di lokasi penelitian dengan melakukan observasi, dokumentasi dan studi kepustakaan dengan menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan untuk menentukan fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data berikutnya. 2. Reduksi Data Reduksi data yaitu sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan atau pemfokusan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan langsung, dan diteruskan pada waktu pengumpulan data, dengan demikian reduksi data dimulai sejak peneliti mulai memfokuskan wilayah penelitian sampai laporan akhir lengkap tersusun. 3. Penyajian Data Penyajian data yaitu sekumpulan informasi yang memungkinkan peneliti untuk melakukannya. Penyajian data diperoleh dengan berbagai jenis matrik gambar, jaringan kerja, grafik, bagan dan keterkaitan kegiatan atau tabel. 4. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan yaitu dalam pengumpulan data peneliti harus mengerti dan tanggap terhadap sesuatu yang diteliti langsung di lapangan dengan menyusun pola-pola pengarahan, penjelasan dan sebab-akibat. Peneliti menggunakan dua teknik analisis data yang meliputi (1) heuristik dan hermeneutik, (2) model interaktif. Teknik analisis data heuristik dan hermeneutik bertujuan untuk menganalisis kutipan dan kalimat yang terdapat dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Teknik analisis data model interaktif bertujuan untuk menganalisis data yang diperoleh dari informan yang berupa data observasi serta data wawancara dengan guru Bahasa Indonesia di SMA.



BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Latar Sosiohistoris Pengarang Pendekatan biografis merupakan studi yang sistematis mengenai proses kreatifitas. Subjek kreator dianggap sebagai asal-usul karya sastra, arti sebuah karya sastra dengan demikian secara relatif sama dengan maksud, niat, pesan, dan bahkan tujuan-tujuan tertentu pengarang. Sebagai anggota masyarakat, pengarang dengan sendirinya lebih berhasil untuk melukiskan masyarakat di tempat ia tinggal, lingkungan hidup yang benar-benar dialaminya secara nyata (Ratna, 2009:56). Menurut Wellek dan Warren (1993:82) penyebab utama lahirnya karya sastra adalah penciptanya sendiri (pengarang). Itulah sebabnya penjelasan tentang kepribadian dan kehidupan pengarang adalah metode tertua dan paling mapan dalam studi sastra. Biografi hanya menilai sejauh memberi masukan tentang penciptaan karya sastra. Akan tetapi, biografi dapat juga dinikmati karena mempelajari hidup pengarang yang jenius, menelusuri perkembangan moral, mental dan intelektuanya yang tentu menarik. Biografi juga dapat dianggap sebagai sistematis tentang psikologi pengarang dan proses kreatif. Biografi pengarang dalam ilmu sastra membantu untuk memahami proses kreatif, genesisi karya seni. Biografi memperluas sekaligus membatasi proses analisis. Dalam ilmu sosial, biasanya biografi dimanfaatkan dalam kaitannya dengan latar belakang proses rekonstruksi fakta-fakta, membantu menjelaskan pikiran-pikiran seorang ahli, seperti sistem ideologis, paradigma ilmiah, pandangan dunia, dan kerangka umum sosial budaya yang ada di sekitarnya (Ratna, 2009:56). Biografi berisikan informasi mengenai riwayat, hasil karya, latar belakang dan ciri khas seorang pengarang. Selain untuk mengetahui identitas



28



29



pengarang, biografi digunakan untuk membantu menganalisis sastra bagi peneliti sastra. Mengingat pentingnya biografi pengarang, maka di bawah ini akan dikemukakan biografi tentang Leila S. Chudori, pengarang novel Laut Bercerita. 1. Riwayat Hidup dan Latar Sosial Budaya Pengarang Leila Salikha Chudori lahir di Jakarta, 12 Desember 1962. Leila mengagumi ayahnya. Mohammad Chudori, yang merupakan wartawan kantor Berita Antara dan The Jakarta Post. Leila menikah dengan Yudhi Soerjoatmodjo, yang merupakan fotografer jurnalistik yang kerap membuat esai foto. Leila bersama suami dan putri tunggalnya, Rain Chudori Soerjoatmodjo memilih menetap di Jakarta. Rain Chudori mengikuti jejak ibunya dengan menjadi seorang penulis. Namanya tengah bersinar berkat cerita pendeknya yang dimuat di berbagai media. Leila merupakan mahasiswi yang berprestasi sehingga ia mendapatkan beasiswa di luar negeri. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Chudori (2012:459) bahwa ia terpilih mewakili Indonesia mendapat beasiswa menempuh pendidikan di Lester B. Pearson College of the Pasific (United World Colleges) di Victoria, Kanada. Lulus sarjana Political Science dan Comparative Development Studies dari Universitas Trent, Kanada. Karya-karya awal Leila dimuat saat ia berusia 12 tahun di majalah Si Kuncung, Kawanku, dan Hai. Pada usia dini ia menghasilkan buku kumpulan cerpen berjudul Sebuah Kejutan, Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati Andra (Chudori, 2012:459). Hal tersebut membuktikan bahwa Leila Salikha Chudori memiliki bakat menulis sejak usia dini. Pada masa kanak-kanaknya Leila menjadi pengarang cerita anak-anak ketika cerpen pertamanya berjudul Pesan Sebatang Pohon Pisang dimuat dimajalah anak-anak. Pada usia dewasa cerita pendeknya dimuat di majalah Zaman, majalah sastra Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia), dan Tenggara (Malaysia).



30



Buku kumpulan cerita pendeknya Malam Terakhir (Pustaka Utama Grafiti, 1989) telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzte Nacht (Horlemman Verlag). Cerpen Leila dibahas oleh kritikus sastra Tinneke Hellwig “Leila S. Chudori and women in Contemporary Fiction Writing dalam Tenggara”, di sebuah jurnal sastra Asia Tenggara. Karyakaryanya banyak mendapat pujian. Diterjemahkannya cerpen Malam Terakhir ke dalam bahasa Jerman membuktikan bahwa cerpen tersebut tidak hanya diakui di negeri sendiri, tetapi juga mendapat pengakuan di luar negeri. Selain itu, dengan tercantumnya nama Leila dalam kamus sastra di Prancis membuktikan eksistensi Leila sebagai salah satu sastrawan Indonesia yang mendapat pengakuan di dunia. Hal tersebut menjadi kebanggaan tersendiri bagi Leila. Leila bukan hanya memiliki bakat dalam menulis cerpen dan novel. Akan tetapi, Leila juga memiliki kemampuan dalam menulis scenario drama televisi dan film pendek. Kemampuan Leila dalam menulis skenario drama televisi dan film pendek tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal tersebut terbukti dari drama televisi Dunia Tanpa Koma yang menerima berbagai penghargaan. Drama TV berjudul Dunia Tanpa Koma (Produksi SinemArt, sutradara Maruli Ara) yang menampilkan Dian Sastrowardoyo dan Tora Sudiro ditanyangkan di RCTI tahun 2006. Drama televisi ini mendapat penghargaan Sinetron terpuji Festival Film Bandung 2007 dan Leila menerima penghargaan sebagai Penulis Skenario Drama Televisi Terpuji pada fertival dan tahun yang sama. Terakhir, Leila menulis skenario film pendek Drupadi (Produksi SinemArt dan Miles Films, sutradara Riri Rizal), yang merupakan tafsir kisah Mahabharata (Chudori, 2012:459). Leila memang perempuan yang pantang mundur, terutama untuk bidang tulis-menulis yang diyakininya sebagai pilihan hidup dam karier. Karena itu, dia memilih karier sebagai wartawan. Sempat mewawancarai tokoh-tokoh terkenal, yang kemungkinan tak bisa dijumpai kalau ia cuma sekadar penulis fiksi. Sejak tahun 1989 hingga kini Leila bekerja sebagai



31



wartawan majalah berita Tempo. Di tahun-tahun awal, Leila dipercayakan meliput masalah-masalah internasional. Leila memiliki karier sebagai pengarang dan wartawan yang cukup cemerlang, diminta ceramah, sampai diundang ke pertemuan pengarang Asia di Filipina. Dia juga tak bisa menyembunyikan kegembiraannya ketika sempat bertemu dengan Paul Wolfowitz, Bill Morison, HB Jassin, Corry Aquino dan menjadi satu dari 11 wanita Indonesia yang bisa makan siang bersama Lady Diana (Subekti, 2008). Nama Leila Chudori tercantum sebagai salah satu sastrawan Indonesia dalam kamus sastra Dictionnaire des Creatrices yang diterbitkan EDITION DES FEMMES, Prancis, yang disusun oleh Jacqueline Camus. Kamus sastra ini berisi data dan profil perempuan yang berkecimpung di dunia seni (Chudori, 2012:459). Nama Leila S. Chudori juga pernah tercantum dalam daftar keanggotaan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), periode 1993-1996, ia menegaskan bahwa sudah sejak lama ia menolak untuk duduk dalam keanggotaan itu. 2. Karya-Karya Pengarang Di bawah ini merupakan hasil karya dari Leila Salikha Chudori. Ia telah menghasilkan beberapa karya dari novel, kemampuan cerita pendek, dan cerita skenario film pendek. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut. a. Novel 1) Kelopak – kepolak Yang Berguguran (Gramedia, 1984) 2) Seputih Hati Andra (Gaya Favorit Press, 1986) 3) Pulang (Gramedia, 2012) b. Cerpen 1) Sebuah Kejutan (Sinar Harapan, 1983) 2) Malam Terakhir: Kumpulan Cerpen (Pustaka Grafiti, 1989) diterbitkan kembali oleh Penerbit KPG pada tahun 2009. 3) 9 Dari Nadira (Gramedia, 2009) 4) The Longgest Kiss (Yayasan Lontar, 2013)



32



c. Skenario 1) Dunia Tanpa Koma (2006) 2) Drupadi (2009) 3) Kata Maaf Terakhir (2009) 3. Ciri Khas Kesustraan Setiap pengarang mempunyai ciri khas kesusastraan masingmasing dalam membuat karyanya. Kekhasan sebuah karya dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya kehidupan sosial, latar belakang diri dan keluarganya, ekonomi, pengalaman hidup dan lain sebagainya. Wellek dan Warren (1993:182) juga menjelaskan bahwa karya sastra merupakan pengalaman pribadi pengarangannya. Usaha untuk memahami karya sastra pengarang dapat dilakukan dengan cara memahami beberapa karya yang diciptakannya, serta membandingkan antara karya sastra satu dengan karya sastra yang lain. Begitu pula Leila S. Chudori, beliau mempunyai ciri khas dalam karya-karyanya yang berbeda dengan pengarang lain. Adapun ciri khas Leila S. Chudori yang dimunculkan dalam karya-karya adalah sebagai berikut. a. Setting Cerita di Luar Negeri Karya Leila S. Chudori identik dengan cerita yang berlatar tempat di luar negeri, meliputi Paris, Amsterdam, dan New York. Terdapat empat karya Leila S. Chudori yang menggunakan latar tempat di luar negeri yaitu, cerpen berjudul Paris, Juni 1985 dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Malam Terakhir, dalam kumpulan cerpen lainnya yang berjudul 9 dari Nadira, terdapat dua cerpen yang berlatar tempat di luar negeri yakni cerpen berjudul Mencari Seikat Seruni dan Nina dan Nadira, dan terakhir novel Pulang. Latar tempat Paris, Perancis terdapat dalam salah satu cerpen berjudul Paris, Juni 198 dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Malam Terakhir dan juga terdapat dalam novel Pulang. Dalam kumpulan cerpen lainya yang berjudul 9 dari Nadira, terdapat dua



33



cerpen yang berlatar tempat di luar negeri. Cerpen berjudul Mencari Seikat Seruni berlatar cerita di Amsterdam, Belanda. Sedangkan cerpen Nina dan Nadira berlatar tempat New York. Dalam cerpen Paris, Juni 1985 dapat diketahui sebagai berikut. “Paris tak pernah menawarkan kehangatan dan tidak berpretensi untuk menjadi sosok yang hangat. Entah kenapa, ia semakin merasa Marc semakin membuat Paris menjadi kota yang paling sunyi” (Malam Terakhir, 2009:14-15) Kutipan di atas menunjukkan bahwa latar cerpen Paris, Juni 1985 berlatar tentang keindahan dan keromantisan Paris yang menceritakan seorang perempuan Asia yang tiba di Paris pada saat musim panas. Kemudian perempuan tersebut menyewa sebuah kamar kecil di sebuah penginapan kumuh selama tiga minggu. Dalam novel Pulang, kota Paris menjadi latar cerita ketika sekelompok eksil politik terpaksa melanjutkan hidup di Perancis karena terjadi penangkapan besar-besaran terhadap anggota dan simpatisan PKL. Melanjutkan hidup di negeri orang dengan diiringi rasa was-was dan tanpa kejelasan kapan bisa pulang ke Tanah Air bukanlah hal yang mudah bagi para eksil politik tersebut. “Sungguh ganjil. Seharusnya malam itu para tentara menjeratku di Jakarta. Tetapi sekarang aku di sini, di tengah ribuan mahasiswa Prancis yang bergelora. Di tengah jeritann mereka, aku mencium bau parit Jakarta bercampur aroma cengkih kretek dan kepulan kopi hitam. Kilatan sinar di mata mahasiswa Prancis ini mengingatkan kawan-kawan di Jakarta. Kilatan mata dan semangat yang berbuih. Suara garang yang penuh tuntutan untuk masyarakat yang lebih adil meski kelak sebagaian dari mahasiswa idealis itu akan menjadi bagian dari kekuasaan” (Pulang, 2012:11) Dalam cerpen Mencari Serikat Seruni, kota Amsterdam menjadi latar ketika Nadira berkuliah dan tinggal dengan ayahnya



34



yang bernama Bramantyo Suwandi. Ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Amsterdam kota yang kontradiktif. Amsterdam selalu rapi dan rajin membasuh diri, sedangkan penduduknya malas mandi. Bram Suwandi di antara mereka seperti juga para penduduk Indonesia di sini terlihat paling bersih, rapi dan rajin bertemu dengan air. Amsterdam juga serba kontradiktif, karena semasa kuliah, aku bisa mendapatkan dua tetangga yang posisi apartemennya sekaligus menunjukkan titik spektrum yang berlawanan.” (9 dari Nadira, 2009:4) Dalam cerpen Nina dan Nadira, kota New York menjadi latar tempat dua orang Kakak beradik, yaitu Nina dan Nadira menjalani hidup di New York. Ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Nina berjalan kaki sendirian di kawasan Greenwich Village di sebuah sore, Nina tahu, inilah bagian New York yang disukai Nadira di masa lalu: bohemian, beraroma intelektual, dan membebaskan warganya untuk menjadi diri sendiri. Tetapi Nina lebih merasa bergairah di tengah Manhattan.” (9 dari Nadira, 2009:43) b. Cenderung Bertema Kekerasan Beberapa karya Leila S. Chudori bertema kekerasan. Terdapat tiga karya Leula S. Chudori yang bertema kekerasan yaitu, cerpen yang berjudul Malam Terakhir dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Malam Terakhir, novel Pulang, dan skenario Dunia Tanpa Koma. Cerpen yang berjudul Malam Terakhir bertemakan tentang kekerasan yang dilakukan tentara pada mahasiswa yang menentang penguasa. Novel Pulang memaparkan tentang perburuan yang berujung pembunuhan yang dilakukan pemerintah terhadap mereka yang dianggap terlibat PKI. Dalam drama serial Dunia Tanpa Koma memaparkan tentang kehidupan wartawan yang hidup dalam dunia yang penuh kriminalitas, seperti pemerkosaan dan pembunuhan.



35



Cerpen Leila S. Chudori yang berjudul Malam Terkahir berusaha memaparkan tentang demokrasi yang dilakukan mahasiswa untuk menentang penguasa. Tiga mahasiswa ditangkap tentara lalu disiksa sampai babak belur dan dijebloskan ke dalam penjara. Pada malam terakhir sebelum mereka bertiga dieksekusi dengan cara digantung di depan umum. Seorang gadis cantik yang juga dicampakkan ke dalam penjara yang sama karena menjadi bagian dari demonstrasi telah mengalami penyiksaan yang tidak wajar. Hal tersebut menggambarkan bahwa penguasa akan menggunakan cara kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan. Gadis tersebut tidak mengerti mengapa hukuman mati itu disebut ayahnya sebagai pertunjukan seni akbar. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. “Dalam semua pertempuran. Sayang, segala gerunjalgerunjal harus ditebas habis. Di dalam pertempuran, selalu ada kata “kita” dan ada kata “mereka”. Siapa saja yang menjadi unsur kata “mereka harus ditebas hingga ke akar-akarnya. Semua unsur harus menjadi bagian dari “kita” (Malam Terakhir, 2009:112) Novel Leila S. Chudori yang berjudul Pulang memaparkan tentang bagaimana perburuan yang semakin mengganas yang dilakukan pemerintah terhadap mereka yang dianggap terlibat PKI. Banyak yang hilang begitu saja bahkan ada yang dihanyutkan ke sungai. Hal tersebut dapat terlihat dalam kutipan berikut. “Perburuan semakin mengganas, bukan hanya mereka yang dianggap kominus, atau ramah kepada PKI. Kini keluarga atau sanak family pun kena ciduk. Ada yang dikembalikan, ada yang hilang begitu saja, ada yang dihanyutkan ke sungai.” (Pulang, 2012:19) Dalam skenario drama serial Dunia Tanpa Koma menyajikan berbagai kasus kriminal yang terus terjadi di Indonesia. Rulianto (2012) menyatakan bahwa drama serial Dunia Tanpa Koma dibuat dengan pendekatan visual yang berbeda dengan sinetron. Dunia Tanpa Koma berbeda dengan berbagai sinetron yang cenderung



36



menampilkan warna cerita dan terang. Leila S. Chudori ingin serialnya divisualisasikan dengan nuansa muram yang gelap, kerana cerita tentang dunia kriminal. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. “Episode satu sampai tujuh tentang narkoba, delapan sampai sepuluh pemerkosaan, dan 11 sampai 14 tentang pembunuhan. Mereka hidup dalam dunia tanpa koma kriminalitas”. (Chudori dalam Rulianto, 2012). c. Leila Salikha Chudori Menggunakan Tokoh Wayang Leila Salikha Chudori tidak asing dengan Baratayudha dan Ramayana dari dunia pewayangan. Hal ini terlihat dari empat karyanya yang menceritakan tokoh wayang yaitu, cerpen berjudul Untuk Bapak dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Malam Terakhir, novel Pulang, skenario yang berjudul Drupadi, dan cerpen Nita dan Nadira dalam kumpulan cerpennya yang berjudul 9 dari Nadira. Cerpen



Untuk



Bapak



menceritakan



salah



satu



tokoh



Mahabarata yang sangat hidup dalam pikiran Moko. Menurut Moko yang bermonolog dalam cerpen, meskipun Yudhistira merupakan lambing kebijaksanaan, dia sukar dimaafkan karena terlibat perjudian dengan Kurawa dan mempertaruhkan Drupadi. Sementara Arjuna, meskipun rupawan akan tetapi sebenarnya tidak memiliki hak untuk beristri. Bhisma merupakan tokoh yang dikagumi Moko. Setelah orang tua Moko bercerai dan ibunya menikah, ternyata ayahnya tidak pernah ada niatan untuk menikah lagi. Itulah yang membuat Moko merasa ayahnya semakin mirip dengan Bhisma. Dalam surat yang dikirimkan pada ulang tahun Moko yang ke-15, ayahnya berujar: “Anakku, panah-panah Bhisma itu sudah menjadi surat nadi Bapak. Tapi kamu tetap menjadi jantungku”. (Untuk Bapak, 2009:67) Dalam novel Pulang, Dimas Suryo sering bercerita kepada anaknya tentang petikan lakon Mahabarata dan Ramayana. Dalam



37



novel Pulang, dikisahkan bahwa Dimas Suryo menyukai tokoh Bima dan Ekalaya dalam Mahabarata. Sementara anaknya yang bernama Lintang Utara memilih tokoh Srikandi dalam Mahabarata dan Candra Kirana dalam cerita Panji Semirang. Lintang menyadari ada sesuatu dalam diri Ekalaya yang membuat ayahnya bertahan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. “Menjelang usiaku yang ke-12, segala penolakan visa dan upacara mencium bau cengkih dan memainkan wayang kulit Ekalaya berulang, aku menyimpulkan: Ayah adalah seorang Ekalaya. Dia ditolak tapi dia akan bertahan meski setiap langkahnya penuh jejak darah dan luka.” (Pulang, 2012:197) Dalam skenario film pendek yang berjudul Drupadi, Leila S. Chudori menggunakan tokoh Drupadi sebagai subyek bagi dirinya sendiri.



Film



bersuamikan



pendek Lima



tersebut



Pandawa



menceritakan Bersaudara.



Ia



Drupadi



yang



mengendalikan



perkawinannya dengan damai. Dalam film pendek yang berdurasi 40 menit tersebut, Drupadi menuangkan perasaannya yang tertuang pada kalimat berikut. “Mungkin penderitaan adalah sebuah jalan sunyi menuju keindahan yang lebih abadi.” (2009) Cerpen berjudul Nina dan Nadira dalam kumpulan cerpen Leila S. Chudori yan berjudul 9 dari Nadira juga menceritakan kisah Mahabarata. Kemala Yunus menceritakan kisah Mahabarata pada ketiga anaknya yaitu Arya, Nina dan Nadira. Arya mengagumi sosok Bhima yang tidak akan pernah menutupi kesalahannya dan selalu bertanggung jawab. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut. “Jadi Arya, Bhima itu tak akan pernah menutupi kesalahannya. Kalau dia berbuat sesuatu, dia akan meminta maaf…, dia tak akan membiarkan abang atau adiknya yang mengambil alih tanggung jawab.” (9 dari Nadira, 2009:60) d. Penggunaan Gaya Bahasa Personifikasi



38



Gaya bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan (Keraf, 2004:140). Leila S. Chudori menggunakan gaya bahasa perdonifikasi dalam beberapa karya sastranya. Terdapat lima karya Leila yang menggunakan gaya bahasa personifikasi yaitu, cerpen berjudul Adila dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Malam Terakhir, novel Pulang, serta cerpen Mencari Serikat Seruni dan Nina dan Nadira dalam kumpulan cerpennya berjudul 9 dari Nadira, dan cerpen berjudul Dari New York ke Legian dalam analogi cerpen yang berjudul The Longest Kiss. Di dalam cerpen berjudul Adila karya Leila S. Chudori terdapat kutipan bahasa kiasan, yaitu personifikasi. Bahasa kiasan tersebut, yaitu kutipan “bak kamar mandi, gayung, odol, sabun, air, dan bahkan taik dalam jamban itu tak akan berteriak-teriak sekalipun aku ingin telanjang selama lima jam. Mereka semua memahami dan mentolerir keganjilanku”. Peralatan mandi tersebut diibaratkan mempunyai sifat seperti manusia yaitu tak akan berteriak-teriak dan seolah-olah memiliki sifat manusia yaitu mampu memahami perasaan orang lain. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. “Aku tak mengerti kenapa aku lahir untuk harus menjadi baying-bayang ibuku. Semua tindakan dan pemikiran yang lahir dari diriku selalu salah. Karena itu, aku merasa, kamar mandi adalah tempat yang paling menyenangkan. Bak kamar mandi, gayung, odol, sabun, air, dan bahkan taik dalam jamban itu tak akan berteriak-teriak sekalipun aku ingin telanjang selama lima jam. Mereka semua memahami dan mentolerir keganjilanku.” (Malam Terakhir, 2009:21) Di dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori terdapat kutipan bahasa kiasan, yaitu personifikasi. Kiasan tersebut terdapat dalam kutipan “beberapa helai rambut yang dengan bandel melambai-lambai menutupi wajahnya”. Rambut tersebut diibaratkan



39



dapat melambai-lambai seperti yang dilakukan tangan manusia. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. “Di antara ribuan mahasiswa Sorbonne yang baru saja mengadakan pertemuan, aku melihat dia berdiri di bawah patung Victor Hugo. Rambut berwarna brunette, tebal, berombak, melawan arah tipuan angina. Hanya beberapa helai rambut yang dengan bandel melambai-lambai menutupi wajahnya.” (Pulang, 2012:9) Di dalam cerpen berjudul Mencari Sikat Seruni dalam kumpulan cerpennya yang berjudul 9 dari Nadira karya Lelai S. Chudori terdapat kutipan bahasa kiasan yaitu personifikasi. Kisaan tersebut terdapat pada kutipan “ombak itu bergulung-gulung mendesak dada Nadira”. Ombak tersebut diibaratkan dapat bergulung-gulung seperti yang dapat dilakukan binatang dan manusia. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. “Pada saat itulah ombak itu bergulung-gulung mendesak dada Nadira. Dia tak bisa menahannya lagi. Nadira menangis tersedu-sedu. Air matanya mengalir tak berkesudahan.” (9 dari Nadira, 2009:34) Dalam cerpen berjudul Nina dan Nadira dalam kumpulan cerpen yang berjudul 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori terdapat kutipan bahasa kiasan yaitu personifikasi. Kutipan tersebut yaitu kutipan “angin malam yang tak ramah pada kulitnya”. Angin malam tersebut diibaratkan memiliki sifat seperti manusia yaitu ramah. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. “Malam sudah turun bersama hujan bulan Oktober. Nina tiba-tiba merasakan angin malam yang tak ramah pada kulitnya.” (9 dari Nadira, 2009:38) Dalam cerpen berjudul Dari New York ke Legian dalam antalogi cerpen yang berjudul The Longest Kiss karya Leila S. Chudori terdapat kutipan gaya bahasa personifikasi. Kutipan tersebut adalah kutipan “biasanya pasir di pantai di Bali selalu ramah dan akrab”. Pasir di pantai tersebut diibaratkan memiliki sifat seperti



40



manusia yaitu ramah dan akrab. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut. “Utara Bayu mencoba berbicara dengan mereka semua: laut, ombak, pasir, bulan, bintang, dan langit. Tetapi dia merasa yang diinjaknya begitu pegal dan sama sekali tak mengerubungi kakinya. Biasanya pasir di pantai di Bali selalu ramah dan akrab.” (The Longest Kiss, 2013:103) Kesimpulan dari kutipan-kutipan di atas menunjukkan bahwa dalam karya-karya yang ditulis oleh Leila S. Chudori banyak mengangkat tentang tema kekerasan. Ciri khas karya-karya Leila S. Chudori adalah 1) setting cerita diluar negeri, 2) Cenderung bertema kekerasan, 3) Menggunakan tokoh wayang, 4) penggunaan gaya personofikasi. B. Struktur Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Sub-bab ini akan dibahas novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori menggunakan analisis struktural. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2009:36) sebuah karya sastra menurut kaum strukturalis adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan seebagai susunan, penegasan, gambaran semua bahan dan bagaian yang menjadi komponen yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Di pihak lain struktur karya sastra juga menyarankan pada pengertian antar hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik, misalnya bagaimana keadaan peristiwa –peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai.



41



Hal itu perlu dilakukan mengingat karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks dan unik, yang membedakan antara karya yang satu dengan yang lain (Nurgiyantoro, 2009:37). Menurut



Nurgiyantoro



(2009:37)



ada



beberapa



langkah



untuk



menganalisis struktural, yaitu sebagai berikut. a. Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra secara lengkap dan jelas, mana yang tema dan mana yang tokohnya. b. Mengkaji unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui tema, alur, penokohan, dan latar dalam sebuah karya sastra. c. Menghubungkan masing-masing unsur sehingga memperoleh kepadatan makna secara menyeluruh dari sebuah karya sastra. Robert Stanton (dalam Al-Ma’ruf, 2017:63)) membagi unsur-unsur yang membangun novel menjadi tiga yakni tema (theme). Fakta cerita (facts) dan sarana sastra (literaty device). Tema adalah gagasan yang melandasi cerita, yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, seperti masalah sosial, politik, budaya religi, juga cina kasih, maut dan sebagainya. Fakta cerita meliputi tokoh, alur dan latar, ketiganya merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan eksistensinya dalam sebuah cerita. Karena itu, ketiganya sering disebut sebagai struktur factual (factual structure) adapun sarana sastra adalah teknik yang digunakan pengarang untuk menyusun detaildetail cerita berupa peristiwa dan kejadian-kejadian menjadi pola yang bermakna. Sarana sastra dipakai untuk memungkinkan pembaca melihat dan merasakan fakta seperti yang dilihat dan dirasakan oleh pengarang, serta menafsirkan makna sepeti yang ditafsirkan pengarang. Sarana sastra dalam fiksi antara lain berupa sudut pandang penceritaan, gaya bahasa dan nada, simbolisme dan ironi. Berdasarkan penjelasan di atas, berikut analisis novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori yang difokuskan pada tema dan fakta cerita (facts) yang meliputi penokohan, alur, dan latar. Hal ini merujuk pada pandangan AlMa’ruf (2017:63) bahwa Tema adalah gagasan yang melandasi cerita, yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, seperti masalah sosial, politik,



42



budaya religi, juga cina kasih, maut dan sebagainya. Fakta cerita merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat dibayangkan eksistensinya dalam sebuah cerita. 1. Tema Tema merupakan aspek cerita sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita (Stanton, 2007:36-37).



Hal



ini



sependapat



dengan



Fananie



(2000:84)



yang



mengemukakan bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Karena karya sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam tema dapat berupa persoalan moral, etika, sosial budaya, agama, teknologi, dan tradisi yang berkaitan erat dengan mesalah kehidupan. Tema dapat juga berupa pandangan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul. Tema diangkat dari berbagai masalah hidup dan kehidupan yang dialami dan dirasakan oleh pengarang. Nurgiyantoro (2012:71) menyatakan bahwa pengarang memilih dan mengangkat berbagai masalah hidup dan kehidupan itu menjadi tema dan sub-subtema ke dalam karya fiksi sesuai dengan pengalaman, pengamatan, aksi-interaksi dengan lingkungan. Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna (pengalaman) kehidupan. Melalui karya itulah pengarang menawarkan makna tertentu kehidupan, mengajak pembaca untuk melihat, merasakan, dan menghayati makna (pengalaman) kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan itu sebagaimana ia memandangnya. Dari uaraian di atas, dapat disimpulan bahwa tema merupakan gagasan pokok yang membangun sebuah cerita dalam novel. Tema diangkat dari kehidupan yang dialami, dilihat dan dirasakan oleh penulis.



43



Tema novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori adalah perjuangan hidup seorang pemuda bernama Biru Laut, ia merupakan aktivis mahasiswa yang menentang pemerintahan Orde Baru atau jaman pemerintahan presiden Soeharto, walaupun pada akhirnya Biru Laut juga merupakan salah satu korban yang diculik dan tak pernah kembali lagi. Hal tersebut dapat diketahui dari kutipan berikut. “Apa yang kubanyangkan tentang Indonesia 10 tahun lagi; apakah kita akan terus-menerus membiarkan rezim Soeharto berkuasa selama-lamanya atau apakah aku ingin berbuat sesuatu.” (Laut Bercerita, 2017:24) “Kami tak punya senapan dengan bayonet; kami tak punya otot, tak punya uang. Gerakan kami semua bermodalkan semangat, uang pribadi, dan sumbangan beberapa individu yang secara diam-diam sudah muak dengan pemerintahan Orde Baru yang semakin represif dari tahun ke tahun.” (Laut Bercerita, 2017:116-117) “Sudah lama aku hidup Bersama suara, napas, dan air mata ini: peyangkalan. Penyangkalan adalah salah satu cara untuk bertahan hidup. Menyangkal bahwa mereka diculik dan menyangkal kemungkinan besar bahwa mereka sudah dibunuh. Mereka. Harus kuakui, aku masih sulit mengucapkan nama kakaku bersama kawan-kawannya dalam satu baris yang sama. Saat ini, Komisi Orang Hilang mendata orang-orang yang belum kembali adalah: Biru Laut, Gala Pranaya, Kasih Kinanti, Sunu Dyantoro, Julius Sasongko, Narendra Jaya, Dana Suwarsa, Widi Yulianto, dan lima orang lain lagi.” (Biru Laut, 2017:239) Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tema utama dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori adalah perjuangan para pemuda-pemuda bangsa yang menentang pemerintahan Orde Baru, namun pada akhirnya mereka hanya dan dihilangkan tak pernah kembali lagi. Perjuangan Biru Laut dan teman-temannya di Winatra dan Wirasena merupakan bukti bahwa mereka pernah berjuang dengan puisi dan sajak yang menentang rezim Soeharto, puncak akhir perjuangan mereka adalah pada tahun 1998. 2. Fakta Cerita



44



Stanton (2007:22) menyebutkan bahwa karakter, alur dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Ketiga unsur tersebut disebut sebagai ‘struktur faktual’ atau ‘tingkatan faktual’ cerita. a. Alur Stanton



(2007:26)



menyatakan



bahwa



secara



umum



alur



merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa terjadi karena adanya aksi atau aktivitas yang dilakukan oleh tokoh cerita, baik yang bersifat fisik maupun batin. Alur merupakan cerminan bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam tindakan, berpikir, berasa, dan sikap dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan (Nurgiyantoro, 2012:114). Tasrif (dalam Nurgiyantoro, 2012:149-150), membedakan tahap plot menjadi lima bagian, yaitu tahap situation (penyituasian), tahap generating Circumstance, (pemunculan konflik), tahap rising action (peningkatan konfliks), tahap climax, dan tahap denovement (tahap penyelesaian). Alur novel Laut Bercerita adalah alur maju. Hal ini dibuktikan oleh tahapan cerita berikut ini: 1) Tahap situasional (penyituasian) Tahap penyituasian berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap selanjutnya (Nurgiyantoro, 2012:149). Dengan demikian tahap penyituasian merupakan tahap awal dan pengenalan tokoh serta serta pemberian informasi awal tentang cerita. Pada novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, tahap pennyituasian ketika cerita diawali dengan penggambaran latar di



45



sebuah rumah derah Seyegan di Yogyakarta. Situasi latar pada tahap ini akan melandasi cerita yang akan berkembang pada tahap selanjutnya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut “Aku baru menyadari, bunyi ketukan halus itu datang dari jarijari Sunu pada pintu calon rumah kami di Seyegan, di sebuah pojok terpencil di Yogyakarta.” (Laut Bercerita, 2017:10) Pada tahap ini juga terdapat pengenalan tokoh utama yaitu Biru Laut, serta tokoh-tokoh tambahan seperti Sunu, Daniel, Alex dan Kinan. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut “Dari kami berlima, hanya Sunu yang paling paham urusan bangunan. Karena itulah aku mengajaknya Bersama Kinan untuk melihat rumah ini. Lantas saja Daniel dan Alex memutuskan ikut-ikutan. Tentu saja itu bukan keputusan yang bijak karena Daniel seperti biasa akan menganggap segala di dunia ini perlu diperdebatkan. Udara yang panas bisa jadi pangkal keributan.” (Laut Bercerita, 2017:10) “Aku rasa kita ambil saja, Laut. Enam juta rupiah setahun. Jauh lenih murah daripada Pelem Kecut, kata Kinan mengingat harga sewa sebelumnya.” (Lau Bercerita, 2017:13) Kutipan-kutipan di atas terdapat pada awal cerita novel Laut Bercerita. Kutipan tersebut melukiskan dan mengenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita, serta memuat informasi awal yang dapat melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap selanjutnya. 2) Tahap Generating Circumtances (tahap pemunculan konflik) Tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik. Masalahmasalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut konflik mulai dimunculkan (Nurgiyantoro,2012:149). Pada tahap ini konflik mulai dimunculkan, dan konflik pada tahap ini akan berkembang menjadi konflik-konflik yang lebih luas pada tahap selanjutnya. Tahap pemunculan konflik dalam novel Laut Bercerita muncul setelah pengenalan tokoh serta situasi latar cerita. Pemunculan konflik dalam novel ini yaitu ketika muncul perbedaan pendapat yang diawali oleh Laut dengan Asmara. Perdebatan Biru Laut dengan Asmara adalah



46



ketika Asmara meminta kepada Laut untuk jujur kepada kedua orangtuanya



bahwa



Laut



mengikuti



Winatra.



Winatra



adalah



perkumpulan mahasiswa yang menentang pemerintahan Orde Baru. Hal tersebut tercermin dalam kutipan berikut. “Mengapa Mas Laut tidak berterus terang pada Bapak dan Ibu?” Aku tidak menjawab. Masih terpejam. “Mas, kalau Ibu nanti ke Solo, pasti akan mampir ke Yogya. Kalau Mas Laut ternyata tidak di tempat kos…” “Tempat kosku di Pelem Kecut belum kutinggalkan.” “Ya, ya tapi satu saat Mas harus memilih. Nggak mungkin membiayai dua-duanya. Memangnya Mas Laut gratisan tinggal di Seyegan?” Aku tidak menjawab karena sebetulnya mulai bulan depan memang Pelem Kecut secara resmi kutinggalkan. Asmara dan aku berputar-putar debat soal geografi dan lokasi, tapi sesungguhnya dia sedang menegur kegiatanku yang menyerempet berbahaya.” (Laut Bercerita, 2017:86-87) Kutipan-kutipan di atas menunjukkan masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik. Konflik-konflik yang muncul pada tahap ini akan berkembang menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. 3) Tahap Rising action (tahap peningkatan konflik) Tahap peningkatan konflik adalah tahap ketika konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakain berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya (Nurgiyantoro, 2012:149). Pada tahap ini, konflik-konflik yang terjadi semakin menegangkan sehingga mengarah ke klimaks. Tahap peningkatan konflik dalam novel Laut Bercerita terjadi setelah tokoh Laut dan kedua temannya Alex dan Daniel ditangkap, diintrograsi dan disiksa oleh kelompok yang tidak dikenal karena mereka mentang Orde Baru. Hal tersebut tercermin dalam kutipan berikut. “Tulang-tulangku terasa retak karena semalaman tubuhku digebuk, diinjak, dan ditonjok beberapa orang sekaligus. Dimanakah aku? Begitu gelap. Kucoba menggerakkan kepalaku, masih juga sulit. Akhirnya aku



47



menyerah dan membiarkan diriku telungkup beberapa lama sebelum bangsat-bangsat itu datang lagi menghantamku. Yang aku ingat, beberapa jam lalu, atau mungkin kemarin ketika mereka meringkusku adalah tanggal 13 Maret 1998, persis bertepatan dengan ulang tahun Asmara. (Laut Bercerita, 2017:51) Dalam tahap ini juga terjadi konflik-konflik internal dan eksternal yang semakin menegang yang dialami oleh Biru Laut dan tokoh lainnya. Peristiwa tersebut terdapat dalam kutipan berikut. “Benar saja. Suaranya yang dalam dan menekan menanyakan di manakah Gala Pranaya dan Kinan Kinanti? Siapa saja yang mendirikan Winatra dan Wirasena? Siapa yang membiayai kegiatan kami? Aku menekan bibirku.” (Laut Bercerita, 2017: 57) “Aku mencoba memberontak dari ikatan tangan dan kakiku, meski aku tahu tak mungkin aku bisa terlepas begitu saja. Tiba-tiba sebuah tinju melayang menabok kepalaku. Aku berhenti memberontak. Suara Daniel makin meninggi. Dan tiba-tiba kudengar pula suara Alex yang mengeranggerang. Terdengar suara gebukan dan tendangan. Para penyiksa terdengar seperti berpesta seraya menghajar Alex. Rupanya kedua sahabatku itu diambil tak lama setelah mereka menculikku.” (Laut Bercerita, 2017:59) Kutipan di atas menunjukkan konflik yang terjadi antara Laut dan Para penyiksa yang semakin menegangkan. Para penyiksa menghukum Laut dengan sangat kejam karena Laut tidak mau buka mulut mengenai kedua temannya Gala Pranaya dan Kinan Kinanti. Dia juga diintrogasi mengenai Winatra dan Wirasena. 4) Tahap Climax (Tahap Klimaks) Tahap klimaks adalah tahap dimana konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak (Nurgiyantoro, 2012:150). Pada tahap ini, konflik yang dialami oleh tokoh utama akan mencapai klimaks.



48



Tahap klimaks dalam novel Laut Bercerita ketika tokoh Biru Laut dibunuh oleh orang-orang yang menculik dan menyiksanya. Hal tersebut nampak dalam kutipan berikut. “Kita akan kemana? Ke laut, sesuai namamu. Ke kuburanmu! Si Mata Merah memerintahkan mulutku dibebat kembali. Selama hamper sejam, aku sukar bergerak di antara dua manusia Pohon itu seolah mengelilingi Jakarta. Akhirnya ketika mobil berhenti, si manusia Pohon menarikku keluar mobil. Aku mendengar debur ombak yang pecah, mencium aroma asin laut di antara angin yang mengacak rambut. Lalu di dalam kegelapan itu, aku membanyangkan ribuan ikan kecil berwarna kuning dan biru berkerumun menantikan kedatanganku; puluhan ikan pari meloncat ke atas permukaan laut menyambutku seperti saudara yang telah lama pergi.” (Laut Bercerita, 2017:229) 5) Tahap Denovument (Tahap Penyelesaian) Tahap penyelesaian adalah tahap ketika konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian (Nurgiyantoro,2012:150). Pada tahap ini konflik-konflik lain dan sub-konflik jika ada diberi jalan keluar dan diakhiri. Tahap penyelesaian dalam novel Laut Bercerita terjadi setelah Laut meninggal dunia. Tokoh Anjani dan Asmara bersama dengan kawan-kawan lain membuat Komisi Orang Hilang. Bertujuan untuk mencari kebardaan mereka yang belum kembali. Hal tersebut Nampak dalam kutipan berikut. “Anjani, Alex sudah memberi kesaksian resmi. Dia ditahan bersama Mas Sunu, Daniel, Julius, Dana dan Naratama secara bergantian. Mereka berada di sebuah ruangan di bawah tanah yang belakangan kita tahu itu markas besar pasukan khusus Elang. Kalau ada sembilan kawan yang kembali, ke mana sisanya.” (Laut Bercerita, 2017:239) “Sudah lama aku hidup Bersama suara, napas, dan air mata ini: peyangkalan. Penyangkalan adalah salah satu cara untuk bertahan hidup. Menyangkal bahwa mereka diculik dan menyangkal kemungkinan besar bahwa mereka sudah dibunuh. Mereka. Harus kuakui, aku masih sulit mengucapkan nama kakaku bersama kawan-kawannya dalam satu baris yang sama. Saat ini, Komisi Orang Hilang mendata orang-orang



49



yang belum kembali adalah: Biru Laut, Gala Pranaya, Kasih Kinanti, Sunu Dyantoro, Julius Sasongko, Narendra Jaya, Dana Suwarsa, Widi Yulianto, dan lima orang lain lagi.” (Biru Laut, 2017:239) Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa novel Laut Bercerita menggunakan Plot maju, lurus atau progresif. Hal ini terlihat dari peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwaperistiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Jika digambarkan dalam bentuk skema, alur novel Laut Bercerita sebagai berikut. A



B



C



D



E



Keterangan: a. Tahap Penyituasian (situation). Tahap ini merupakan tahap pengenalan tokoh, terutama tokoh utama yaitu Biru Laut. Pada tahap ini juga terdapat gambaran situasi latar, yaitu gambaran mengenai keadaan sebuah rumah di Seyegan daerah Yogyakarta. Selain itu, pada tahap ini juga terdapat pengenalan tokoh tambahan. Tahap ini dimulai dari halaman 1 s.d. 89. b. Tahap pemunculan konflik (Generating Circumstance). Pemunculan konflik pada novel Laut Bercerita yaitu ketika muncul perbedaan pendapat yang diawali oleh Laut dengan Asmara. Perdebatan Biru Laut dengan Asmara adalah ketika Asmara meminta kepada Laut untuk jujur kepada kedua orangtuanya bahwa Laut mengikuti Winatra. Winatra adalah perkumpulan mahasiswa yang menentang pemerintahan Orde Baru. Tahap ini dimulai dari halaman 91 s.d. 111. c. Tahap peningkatan konflik (rising action). Tahap peningkatan konflik dalam novel Laut Bercerita terjadi setelah tokoh Laut dan kedua temannya Alex dan Daniel ditangkap, diintrograsi dan disiksa



50



oleh kelompok yang tidak dikenal karena mereka mentang Orde Baru. Tahap ini dimulai dari halaman 143 s.d. 160. d. Tahap klimaks (climax). Tahap klimaks dalam novel Laut Bercerita terjadi ketika tokoh Biru Laut dibunuh oleh orang-orang yang menculik dan menyiksanya. Tahap ini dimulai dari halaman 161 s.d. 229. e. Tahap Penyelesaian (denoument). Tahap penyelesaian dalam novel Laut Bercerita terjadi setelah Laut meninggal dunia. Tokoh Anjani dan Asmara bersama dengan kawan-kawan lain membuat Komisi Orang Hilang. Bertujuan untuk mencari kebardaan mereka yang belum kembali. Tahap ini dimulai dari halaman 234 s.d. 240. b. Penokohan Menurut Nurgiyantoro (2012:166) istilah penokohan lebih luas pengertiannya dari tokoh dan perwatakan, sebab sekaligus mencakup masalah sikap tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas pada pembaca. Penokohan sekaligus menyarankan pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Nurgiyantoro (2012:179) menggolongkan tokoh berdasarkan peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita menjadi Tokoh utama (central character, main character) dan Tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama adalah tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam setiap halaman novel. Tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Tokoh tambahan hadir hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung. Pemunculan



51



tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung. Penelitian ini menganalisis penokohan dalam novel Laut Bercerita berdasar peranan atau tingkat kepentingan tokoh dalam cerita. Analisis penokohan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) Biru Laut Biru Laut merupakan tokoh utama dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Biru Laut merupakan tokoh sentral dan ditampilkan terus-menerus sehingga membangun struktur novel. Dilihat dari perannya, tokoh Biru Laut merupakan tokoh protagonis karena dalam novel ini Biru Laut menyampaikan nilai-nilai positif. Dari segi psikologis Biru Laut digambarkan sebagai pemuda yang pintar. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Aku memutuskan menjawab dengan jujur bahwa aku ingin bertemu dan vertukar pikiran dengan anak muda Indonesia yang memilih berkumpul di UGM dan mengutarakan ide-ide besar.” (Laut Bercerita, 2017:23) Secara fisiologis dan sosiologis dimensi tokoh Biru Laut hanya digambarkan melalui jenis kelamin dan tingkat Pendidikan. Tokoh Biru Laut digambarkan sebagai seorang laki-laki dan juga seorang mahasiswa di UGM. Hal tersebut di tunjukan dalam kutipan berikut. “Namun, karena kesibukanku kuliah dan lebih lagi karena keterlibatanku dengan Winatra, sulit sekali menemukan waktu untuk menjenguk Jakarta. Sudah tiga bulan aku tak mengunjungi Ciputat.” (Laut Bercerita, 2017:62) “Kalau Ibu sudah memanggilku “Mas” dengan nada menekan, aku tahu Ibu sudah melembut sekaligus putus asa.” (Laut Bercerita, 2017:75) Secara psikologis tokoh Biru Laut digambarkan sebagai tokoh pemeberani. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.



52



“Gedoran pada pintu semakin keras dan terdengar mereka berhasil menggebrak. Aku tak bisa lagi berlari atau melompat keluar jendela. Empat orang langsung masuk dan segera merengsek ke kamar dan mengepungku. “Mau mencari siapa? Aku bertanya berlagak tenang, seolah adalah hal yang biasa menghadapi emapt orang tak dikenal yang begitu saja masuk ke ruamh dan mengelilingiku.” (Laut Bercerita, 2017:52) Dilihat dari karakternya, tokoh Biru Laut digolongkan sebagai tokoh pipih karena dari awal sampai akhir cerita karekternya tidak mengalami perubahan. 2) Kinan Kinanti Tokoh Kinan berperan langsung terhadap jalannya cerita novel Laut Bercerita. Sebagai tokoh pendamping, Kinan berperan penting terhadap jalan cerita novel ini. Dilihat dari kompleksitas karakter Kinan termasuk tokoh pipih karena sifat baik yang ditunjukkan tidak mengalami perubahan. Tokoh Kinan secara fisiologis dan sosiologis digambarkan sebagai seorang perempuan muda dan juga merupakan aktivis mahasiswa di Winatra. Hal tersebut ditunjukan dalam kutipan berikut. “Selain itu, Kinan adalah senior kami. Usianya dua tahun lebih tua daripada kami. Dialah jembatan kami kepada Arifin Bramantyo, senior aktivis Wirasena yang menjadi induk Winatra.” (Laut Bercerita, 2017:17) “Begitu tabjub melihat pesanannya karena belum pernah melihat perempuan yang menikmati nasi warung tegal sebagaimana Asmara Jati menggauli makanan di hadapannya.” (Laut Bercerita, 2017:20) Dari segi fisiologis tokoh Kinan digambarkan sebagai tokoh yang bijaksana. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Meski kami berpretensi menganggap semua keputusan diambil Bersama-sama, sesungguhnya Kinan sering menjadi pengambil keputusan. Dan kami membiarkannya karena berbagai alasan, keputusan Kinan sering menyelesaikan silang pendapat antara Sunu dan Daniel, antara Alex dan Daniel, atau antara siapa saja melawan Daniel. Bagi kami Kinan selalu berpikir realistis dan taktis.” (Laut Bercerita, 2017:17)



53



Dilihat dari karakternya, tokoh Kinan digolongkan sebagai tokoh pipih. Tokoh Kinan digambarkan sebagai tokoh yang pintar dan bijaksana dari awal sampai akhir cerita. 3) Daniel Tokoh Daniel berperan langsung terhadap jalannya cerita novel Laut Bercerita. Tokoh Daniel secara fisiologis dan sosiologis digambarkan sebagai seorang laki-laki dan Daniel merupakan anak yang pintar, ia merupakan aktivis di Winatra. Hal tersebut ditunjukan dalam kutipan berikut. “di rumahnya dia harus menjadi kakak sekaligus ayah bagi Hans yang menderita polio tetapi sangat pintar secara akademis. Ibunya pantang mengemis uang dari bekas suaminya, meski seharusnya ayah Daniel tetap wajib menafkahi kedua anaknya.” (Laut Bercerita, 2017:40) Dari segi fisiologis tokoh Daniel digambarkan sebagai tokoh yang mudah mengeluh dan kritis. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Kesalahan sekecil apa pun dalam hidup ini mudah membuatnya gelisah. Daniel datang dari keluarga yang sukar menerima kritik. Bapak dan Ibunya bercerai sejak Daniel masih duduk di SMP sehingga Daniel dan adiknya, Hans yang terkena polio sejak bayi itu, harus berpindah-pindah antara rumah bapaknya yang sudah berkeluarga lagi dan ibunya yang bekerja sendirian mengongkosi kedua puteranya. Menurut teori Sunu yang selalu mencoba memahami setiap kekurangan orang, sikap Daniel yang kritis, selalu mengeluh, dan cenderung ke perbatasan nyinyir pati karena sebuah kompensasi.” (Laut Bercerita, 2017:40) Dilihat dari karakternya, tokoh Daniel digolongkan sebagai tokoh datar. Tokoh Daniel digambarkan sebagai tokoh yang kritis dari awal sampai akhir cerita. 4) Alex Perazon Tokoh Alex berperan langsung terhadap jalannya cerita novel Laut Bercerita. Tokoh Alex secara fisiologis dan sosiologis



54



digambarkan sebagai seorang pemuda yang tampan dan Alex merupakan mahasiswa yang berasal dari Flores Timur. Hal tersebut ditunjukan dalam kutipan berikut. “Alex Parazon adalah mahasiswa paling ganteng dari seluruh penjuru Winatra maupun Wirasena hingga sulit memberi julukan yang konyol karena terllau tampan dan agak menjengkelkan kami yang buruk rupa. Untung saja dia anak baik dan sopan.” (Laut Bercerita, 2017:41) “Tak heran ketika dewasa dan keduanya kuliah di Jawa-Moses kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro sedangkan Alex di Fakultas Filsafat UGM-mereka sama-sama rajin menelpon dan menyurati Ibu dan Abang Felix yang kelak menjadi salah satu room yang dikenal sangat baik dan dekat dengan masyarakat Flores Timur dan Solor.” (Laut Bercerita, 2017:42) Dari segi fisiologis tokoh Alex digambarkan sebagai tokoh yang mengabdi pada seni visual. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Aku lebih tertarik pada pengabdian Alex pada seni visual hingga dia mengatakan bahwa kameranya adalah bagian dari mata dan tangannya, dan karena itu tak seorang pun boleh memegang kamera saya.” (Laut Bercerita, 2017:41) Dilihat dari karakternya, tokoh Alex digolongkan sebagai tokoh datar. Tokoh Alex digambarkan sebagai tokoh yang bijaksana dari awal sampai akhir cerita. 5) Anjani Tokoh Anjani berperan langsung terhadap jalannya cerita novel Laut Bercerita. Sebagai tokoh pendamping, Tokoh Anjani secara fisiologis dan sosiologis digambarkan sebagai seorang perempuan cantik dan juga merupakan aktivis sekaligus seniman Taraka. Hal tersebut ditunjukan dalam kutipan berikut. “Hai…aku Anjani. Dia tersenyum, giginya bagus sekali, putih bersih. Lalu muncul lesung pipit itu. Tanganku menggenggam tangannya dengan erat dan seketika terpaku. Dari mulutku terdengar gremengan bodoh. Aku ingin menyebut namaku, tapi macet di kerongkongan.” (Laut Bercerita, 2017:37)



55



“Aku akan mengisi tembok yang berjendela dengan melukis beberapa tokoh yang memberi inspirasi, sedangkan satu tembok besar di ruang diskusi ini adalah jatah Anjani, dia si pendongeng ulung dan akan memperlakukan tembok seperti panek komik.” (Laut Bercerita, 2017:36) Ajani berperan penting terhadap jalan cerita novel ini karena dia diceritakan sebagai kekasih tokoh utama Biru Laut. Dilihat dari kompleksitas karakter Anjani termasuk tokoh pipih karena sifat baik yang ditunjukkan tidak mengalami perubahan. “Aku tak lagi sempat terpaku. Mahesa, kakak Anjani yang sering disebut-sebutnya? Anjani yang baru saja menciumku beberapa hari lalu? Di Pasir Putih?” (Laut Bercerita, 2017:172) “Oh, maaf. Dia terkejut. Ini aku beli diminimarket sebelah, baju dalam dan T-shirt…celana Panjang punya Mahesa, karena tubuh kalian kelihatannya sama-sama tinggi.” Terima kasih. Aku takt ahu harus berkata apa dengan kebaikan hatinya, “Kau sungguh baik.” (Laut Bercerita, 2017:178) Dilihat dari karakternya, tokoh Anjani digolongkan sebagai tokoh pipih. Tokoh Anjani digambarkan sebagai tokoh yang baik dari awal sampai akhir cerita c. Latar Lattar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2012:216). Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam



56



karya fiksi (Nurgiyantoro, 2012:227-230). Adapun latar yang terdapat dalam novel Laut Bercerita dijelaskan sebagai berikut. 1) Latar Tempat Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial



tertentu,



mungkin



lokasi



tertentu



tanpa



nama



jelas



(Nurgiyantoro, 2012:227). a) Kota Yogyakarta Latar tempat yang diangkat dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori adalah di sebuah rumah di Seyegan kota Yogyakarta. Latar tempat tersebut dianalisis melalui ciri tempat, ciri kedaerahan dan bahasa yang terdapat dalam novel Biru Laut karya Leila S. Chudori serta sumber data lain yang sesuai. “Aku baru menyadari, bunyi ketukan halus itu datang dari jari-jari Sunu pada pintu calon rumah kami di Seyegan, di sebuah pojok terpencil di Yogyakarta.” (Laut Bercerita, 2017:10) Dalam kutipan di atas menjelaskan bahwa latar tempat kejadian semua cerita yang dialami tokoh Biru Laut dan tokoh yang lain baik diawal dan akhir cerita adalah di sebuah rumah di Seyegan di Yogyakarta. b) Kota Jakarta Karena urusan pekerjaan keluarga Laut pindah ke daerah Ciputat di Jakarta sejak Laut mulai kuliah di Yogya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. “Aku bisa mencium aroma tengkleng yang mengisi rumah orangtuaku. Sudah pasti di hari Minggu sore seperti ini Ibu memasak untukku, karena dia tahu aku akan mencoba sebisaku mengjenguk Jakarta setiap bulan pada akhir pekan keempat. Namun, karena kesibukanku kuliah dan lebih lagi karena keterlibatanku dengan Winatra, sulit sekali menemukan waktu untuk menjenguk Jakarta. Sudah tiga bulan



57



aku tak mengunjungi Ciputat.” (Laut Bercerita, 2017:62) Dalam kutipan ini dijelaskan bahwa keluarga Biru Laut tinggal di Ciputat daerah Jakarta. c) Kota Solo Latar tempat dalam novel ini terdapat latar tempat di Kota Solo yaitu ketika Laut dan Asmara masih duduk di bangku SMA dan SMP. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. “Saat aku duduk di bangku SMA dan Asmara di SMP, kami mulai sibuk dengan urusan urusan masingmasing. Asmara dengan berbagai kelompok yang dia ikuti: pramuka, karate, gitar, lab fisika, dan renang. Aku lebih suka dengan kegiatan fotografi, OSIS, dan majalah dinding sekolah, serta ikut bergabung dengan diskusi sastra dan teater Solo.” (Laut Bercerita, 2017:66) “Terkadang jika Ibu perlu membeli oleh-oleh untuk saudara di Jakarta, kami diajak ke Pasar Klewer. Itu adalah hari dahsyat bagi kami berdua, karena biasanya kami akan berdesakan di tengkleng Bu Edi.” (Laut Bercerita, 2017:68) d) Kabupaten Situbondo Latar tempat dalam novel ini terdapat latar tempat di daerah Blanggunan Kabupaten Situbondo yaitu ketika Laut dan temantemannya sesame aktivis membantu konflik lahan petani dengan tantara. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. “Lahan pertanian rakyat Desa Blanggunan digusur secara paksa karena daerah kediaman dan lahan mereka akan digunakan untuk latihan gabungan tantara dengan menggunakan mortar dan senapan panjang. Lahan pertanian jagung mereka digusur buldoser.” (Laut Bercerita, 2017:116) “Akhirnya kami berangkat dari Yogyakarta pukul sembilan malam menuju Pasir Putih Situbondo. Perjalanan belasan jam di atas bus itu memang cukup Panjang. Namun bus besar yang menampung 40 mahasiswa dan aktivis muda yang masih percaya kata



58



“perjuangan” dan “lawan” itu tak menghalangi kami untuk mengisi waktu dengan berbincang, bergurau, dan meneriakkan yel-yel dari bait-bait “Sajak Seonggok Jagung” yang penuh gelora.” (Laut Bercerita, 2017:117) Berdasarkan analisis tersebut latar tempat dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori terjadi di tiga Kota di Indonesia yaitu Yogyakarta, Jakarta, Situbondo dan Solo. 2) Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa



yang



diceritakan



dalam



sebuah



fiksi



(Nurgiyantoro, 2012:230). Nurgiyantoro (2012:232) menambahkan bahwa dalam sejumlah karya fiksi lain, latar waktu mungkin justru tampak samar, tidak ditunjukkan secara jelas. Latar waktu dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori ditunjukkan secara jelas dan dapat dianalisis melalui peristiwa dan dialog yang terjadi. a) Tahun 1993 Latar waktu dalam novel ini menunjukkan periode waktu tahun 1993-an. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Di awal tahun 1993, kami pernah merancang sebuah diskusi terbatas di Pelem Kecut. Kawan-kawan Wirasena memutuskan sebaiknya mahasiswa dari berbagai kampus Yogya diundang mengikuti diskusi penting ini.” (Laut Bercerita, 2017:113) b) Tahun 1998 Latar waktu dalam novel ini menunjukkan periode waktu tahun 1998-an. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Ya aku ingat, beberapa jam lalu, atau mungkin kemarin ketika mereka meringkusku adalah tanggal 13 Maret 1998, persis bertepatan ulang tahun Asmara. Aku ingat aku ingin sekali meneleponnya untuk mengucapkan Salamat ulang tahun dan menjanjikannya buku apa saja yang disukainya, tapi mustahil. Di masa buron seperti ini segala medium



59



komunikasi dengan keluarga harus diminimalisir.” (Laut Bercerita, 2017:51) Kutipan di atas menunjukkan periode waktu tahun 1998-an. Secara umum latar waktu yang digunakan adalah zaman modern karena sudah mengenal teknologi Telepon untuk berkonikasi saru dengan yang lain. 3) Latar Sosial Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkungan yang cukup kompleks. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan sikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2012:233-234). Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa latar sosial merupakan bagian latar secara keseluruhan. Latar sosial berada dalam kepaduannya dengan unsur latar lain, yaitu latar tempat dan latar waktu. Dalam novel Laut Bercerita mengangkat latar sosial kehidupan mahasiswa di perantauan, yaitu kehidupan mahasiswa dan juga aktivis di daerah Yogyakarta yang penuh dengan kesederhanaan. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut. “Aku memutuskan menjawab dengan jujur bahwa aku ingin bertemu dan bertukar pikiran dengan anak muda Indonesia yang memilih berkumpul di UGM dan mengantarkan ide-ide besar.” (Laut Bercerita, 2017:23) “Di masa-masa kami kos di Pelem Kecut, setiap kali aku membuka rak dapur yang kosong, entah bagaimana secara ajaib Sunu akan menyelamatkan kehidupan dengan beberapa



60



bungkus mie instan yang dia simpan untuk masa-masa paceklik.” (Laut Bercerita, 2017:39) Dalam novel Laut Bercerita juga terdapat latar sosial masyarakat perkotaan yang penuh hirup pikup. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Sulur pohon beringin yang melindungi Rumah Seyegan itu tetap tak menghalangi keramaian markas kami. Motor butut milik Sunu yang kupinjam siang itu kuparkir di samping, menghindari kerihuan beberpa orang yang keluar masuk melalui pintu depan. Kulihat Sunu, Narendra, dan Dana yang dibantu beberapa mahasiswa beberes kamar-kamar depan, menyikat lantai, membersihkan meja, sementara Kinan dirubung beberapa anak muda. Menilik dari rambut mereka yang tak kenal pisau cukur, aku menduga mereka adalah seniman Taraka, kumpulan perupa Yogyakarta yang selama ini berkarya dengan Teknik cukil kayu dan diam-diam hasilnya sudah menghiasi beberapa kulit muka buku-buku yang diedarkan di bawah tanah.” (Laut Bercerita, 2017:36) Berdasarkan analisis struktural, unsur-unsur yang membangun novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori sangat berkaitan erat antara unsur satu dengan yang lain. Secara keseluruhan novel ini mengangkat tema tentang perjuangan para pemuda-pemuda bangsa yang menentang pemerintahan Orde Baru, namun pada akhirnya mereka hanya dan dihilangkan tak pernah kembali lagi. Tokoh Biru Laut sebagai tokoh utama merupakan penggerak utama alur. Alur yang ditampilkan sangat jelas mulai dari tahap penyituasian hingga penyelesaian. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tokoh Biru Laut dan tokoh pendamping (Kinan, Sunu, Alex, Bram, dll) membuat alur ceria yang menarik. Latar yang digunakan dalam novel ini sangat mendukung tema yang diangkat. Latar tempat di Jakarta, Yogyakarta, Solo dan Situbondo menggambarkan kehidupan sederhana masyarakat di dalamnya. Latar sosial budaya ditunjukkan dengan kehidupan masyarakat pinggiran dan elite. Latar tempat, waktu dan sosial budaya yang diangkat dalam novel ini sangat mendukung tema.



61



Koherensi antar unsur dalam novel Laut Bercerita dapat juga dilihat dari hubungan antara unsur penokohan, latar, serta bahasa. Bahasa yang digunakan oleh tokoh utama dan tokoh tambahan mendukung latar tempat dalam novel, yaitu di sebuah perjuangan para aktivis yang menentang pemerintahan Orde Baru yang pada akhirnya mereka diculik, disiksa dan ada yang tidak kembali. Bahasa yang digunakan berbentuk sapaan khas Indonesia juga menunjukkan hubungan yang erat antar tokoh, dan latar.



C. Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Karya sastra mengandung aspek-aspek kultural, bukan individual (Endraswara, 2007:329). Karya sastra lahir dan berkembang dalam lingkungan masyarakat yang kompleks, oleh karena itu pada dasarnya penelitian terhadap karya sastra identik dengan penelitian seluruh aspek kehidupan. Dalam hubungan inilah dibutuhkan pendekatan-pendekatan dalam penelitian karya sastra. Salah satu pendekatan tersebut adalah psikologi sastra. Psikologi adalah suatu disiplin ilmu mengenai kejiawaan. Tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung di dalam suatu karya sastra (Minderop, 2010:54). Psikologi satra berperan penting dalam analisis sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut pandang kejiwaan karya sastra baik dari sudut pandang pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Melalui pendekatan psikologi sastra dapat diketahui aspekaspek kejiwaan yang membangun sebuah karya sastra tersebut baik dari sudut pandang pengarang, tokoh, maupun pembaca. Salah satu aspek yang membangun karya sastra adalah konflik batin. Konflik adalah percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Dalam sastra diartikan bahwa konflik merupakan ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama yakni pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan



62



sebagainya Alwi dkk (dalam Kartika, 2008:22). Adapun pengertian konflik batin menurut Hardjana adalah terganggunya hubungan antara dua orang atau dua kelompok, perbuatan yang satu berlawnan dengan perbuatan yang lain sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Irwanto (1997:207) menyebutkan bahwa pengertian konflik  adalah keadaan munculnya dua atau lebih kebutuhan pada saat yang bersamaan. Pendapat lain mengenai jenis konflik disebutkan Sobur (2003:292-299), bahwa konflik mempunyai beberapa bentuk, antara lain sebagai berikut. d. Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict) Konflik ini timbul jika suatu ketika terdapat dua motif yang kesemuanya positif (menyenangkan atau menguntungkan) sehingga muncul kebimbangan untuk memilih satu di antaranya. e. Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict) Konflik ini timbul jika dalam waktu yang sama timbul dua motif yang berlawanan mengenai satu objek, motif yang satu positif (menyenangkan), yang lain negatif (merugikan, tidak menyenangkan). Karena itu ada kebimbangan, apakah akan mendekati atau menjauhi objek itu. f. Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict) Konflik ini terjadi apabila pada saat yang bersamaan, timbul dua motif yang negatif, dan muncul kebimbangan karena menjauhi. motif yang satu berarti harus memenuhi motif yang lain yang juga negatif. Pada Umumnya konflik dapat dikenali karena beberapa ciri, menurut Kurt Lewin (dalam Irwanto, 1997: 213-216) adalah sebagai berikut. d. Konflik terjadi pada setiap orang dengan reaksi berbeda untuk rangsangan yang sama. Hal ini bergantung pada faktor-faktor yang sifatnya pribadi. e. Konflik terjadi bilamana motif-motif mempunyai nilai yang seimbang atau kira-kira sama sehingga menimbulkan kebimbangan dan ketegangan. f. Konflik dapat berlangsung dalam waktu yang singkat, mungkin beberapa detik, tetapi bisa juga berlangsung lama, berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.



63



Konflik batik tokoh utama dalam novel Laut Bercerita dianalisis berdasarkan kajian Psikologi sastra. Melalui kajian Psikologi sastra dapat diketahui bahwa dalam Novel Laut Bercerita ini sarat akan konfilk batin yang dialami tokoh utamanya yaitu tokoh Biru Laut. Aspek konfilk batin tersebut dianalisis dari perwatakan tokoh utamanya dalam konflik-konflik yang dialaminya serta latar belakang tokoh-tokoh lainya dalam sebuah alur cerita. Pembahasan konflik batin terhadap Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori akan mengacu pada teori Sobur (2003:292-299), bahwa konflik mempunyai beberapa bentuk, antara lain sebagai berikut. (a)Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict) Konflik ini timbul jika dalam waktu yang sama timbul dua motif yang berlawanan mengenai satu objek, motif yang satu positif (menyenangkan), yang lain negatif (merugikan, tidak menyenangkan). Karena itu ada kebimbangan, apakah akan mendekati atau menjauhi objek itu. Konflik mendekat-menjauh yang dialami tokoh utama Biru Laut dalam novel Laut Bercerita. Pada saat Biru Laut menerima kabar bahwa kedua sahabatnya Kinan dan Gala belum tertangkap. Namun dilain sisi Laut harus menerima siksaan karena ia tidak mau berkata jujur saat di intrograsi. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut: “Aku yakin Mata Merah ada di sampingku. Benar saja. Suaranya yang dalam dan menekan menanyakan di manakah Gala Pranaya dan Kasih Kinanti? Siapa saja yang mendirikan Winatra dan Wirasena? Siapa yang membiayai kegiatan kami? Aku meerkat bibirku. Ada sedikit kelegaan bahwa kedua sahabatku masih belum tertangkap. Aku merapatkan bibir, pura-pura tuli. Kali ini lelaki lain, mungkin para Manusia Pohon, berteriak di telingaku. Mana Kasih Kinanti, mana Gala Pranaya. Aku tetap diam dan bahkan mencoba tersenyum mengejek. Mungkin mereka jengkel, mungkin mereka marah dengan reaksiku. Terdengar krasak-krusuk tangan-tangan yang berbenah dan tiba-tiba saja sebuah tongkat yangh mengeluarkan lecutan listrik menghajar kepalaku. Aku menjerit ke ujung langit. Seluruh tulangku terasa rontok.” (Laut Bercerita, 2017:56-57)



64



Konflik batin yang di alami Biru Laut juga terjadi saat Laut dan teman-temannya ditangkap oleh apparat saat di terminal Bungurasih. Disitu Laut dan teman-temannya dibawa ke sebuah markas tantara di introgasi dengan disiksa dengan keji dilain sisi Laut tidak mau jujur mengenai aksi mereka dan para petani di Blangguan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut: “Aku pura-pura tenang meski sangat terkejut. Pak Kumis membungkuk dan mengeluarkan setangkai penggaris besi sepanjang satu meter dari bawah meja. “Setiap kamu jawa dengan kacau atau setiap kali aku tak puas dengan jawabanmu, aku hajar mukamu dengan penggaris ini,” lalu dengan lagak santai dan tetap duduk di kursi hadapannku, dia manmparkan penggaris it uke pipi kanan saya. Taik! Bukan hanya sakit, penggaris besi itu menampar pipi sekaligus bibirku. Asin darah…” (Laut Bercerita, 2017:167) “Siapa, siapa di belakang kalian?” “Kami mahasiswa semua, Pak, tidak ada yang dibelakang, semuanya sama-sama di depan,” jawabku sok gagah. “Siapa!!!” suaranya menggelegar. Kali ini dia berdiri dan menghampiriku. Tangannya yang ternyata lumayan besar itu menghamparku. “Tak mungkin kalian satu bus besar biaya sendiri. Siapa yang membiayai?” Aku mengusap darah yang kini mengucur dari hidung. Aku mulai yakin tulang hidungku patah. Sial betul tangan si Pak Kumis ternyata terbuat dari batu saking kerasnya. “Beneran kami saweran, saya menulis artikel…” “Lalu saya juga berjualan buku The Motives of Eloquence: Literary Rhetoric in the Renaissance, karya Richard A. Lanham, Pak. Lha Mas Richard ini menjelaskan bagaimana ungkapan sastra di masa Renaissance, untuk kuliah saya itu penting. Laku iku…” Aku semakin semangat meningkatkan kengawuranku.” (Laut Bercerita, 2017:168-169) (b)



Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict) Konflik ini terjadi apabila pada saat yang bersamaan, timbul dua motif



yang negatif, dan muncul kebimbangan karena menjauhi. motif yang satu berarti harus memenuhi motif yang lain yang juga negatif. Konflik batin



65



ini terjadi saat Laut pulang kerumahnya di Jakarta. Di saat itulah Laut berbohong kepada kedua orantuanya bahwa kegiatan yang dilakukan Laut adalah kegiatan diskusi menganai buku karya Pramoedya. Padahal dilain sisi sebenarnya Winatra adalah organisasi yang menentang rezim Orde Baru. Kalo orang tua Laut tahu yang sebenarnya pasti kedua orang tua Laut melarang dan sedih melihat tingkah laku Laut. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut. “Tentu, Bu. Kami tak hanya mendiskusikan buku Pak Pram. Kami diskusi tentang puisi Rendra…” (Laut Bercerita, 2017:75) “Iya, iya Ibu tahu. Rendra kan dari solo toh Mas?” “Iya, Bu, tapi dia sudah boleh pentas kok, beberapa tahun yang lalu Rndra mementaskan drama Panembahan Reso sepanjang 9 jam di Senayan. Kami baru saja mendiskusikan alegori drama tersebut, Bu. Jadi, kami juga diskusi kesenian kok…” Kali ini aku mengusap-usap bahu Ibu karena wajahnya kelihatan semakin sedih. Beberapa kolega Bapak dari majalah Tera mengatakan bahwa selalu saja ada intel yang bergonta-ganti mengikuti beberapa wartawannya. Juga mereka senang sekali keluar masuk LBH, berpura-pura menajdi aktivis.” Tiba-tiba saja ruang makan menajdi sepi dan tak nyaman. Aku membanyangkan semua kawankawanku: Kinan, Sunu, Alex, Daniel, Julius, Dana, Gusti, Narendra, Arga, Widi, Harun…mana mungkin mereka intel. Naratama? Itu lain lagi. Dia menyebalkan. Tapi intel?” (Laut Bercerita, 2017: 76) Dapat disimpulkan bahwa konflik batin yang terdapat dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori di temukan dua jenis konflik batin yaitu konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict) dan konflik menjauh-manjauh (avoidance-avoidance conflict). Berdasarkan analisis data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa bentuk konflik batin tokoh Biru Laut dari aspek ego pada dirinya untuk menentang Orde Baru namun dilain sisi adiknya Asmara Jati dan kedua orangtuanya melarang, namun dilandasi aspek ego yang kuat dan dorongan



66



dari teman-temannya tokoh Biru Laut tetap dengan pendiriannya. Penyebab konflik batin yang dialami Biru Laut lebih didominasi oleh faktor eskternal. Selain itu akibat konflik batin yang dialami Biru Laut adalah rasa sakit lantaran menyembunyikan kebenaran yang berujung pada maut yang melanda dirinya. D. Implementasi Hasil Penelitian Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA Pembelajaran sastra dalam pelajaran Bahasa Indonesia berperan besar dalam membentuk karakter peserta didik. Pembelajaran sastra dalam pelajaran Bahasa Indonesia lebih banyak mengkaji karya sastra dan unsurunsur yang terkandung di dalamnya. Tujuannya tidak lain untuk membentuk karakter peserta didik dengan mengenalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra. Nilai-nilai budaya, moral, akhlak, sosial, filsafat, politik dan pendidikan di dalam karya sastra dapat mengembangkan karakter dan kepribadian peserta didik menjadi lebih baik. Selain puisi dan drama, cerita fiksi atau novel sering digunakan sebagai bahan ajar dalam pelajaran Bahasa Indonesia (Al-Ma’ruf, 2011). Fungsi pembelajaran sastra menurut Lazar (dalam Al-Ma’ruf, 2011:66) adalah: (1) memotivasi siswa dalam menyerap ekspresi bahasa; (2) alat simulatif dalam penguasaan bahasa (language acquisition); (3) media dalam memahami budaya masyarakat; (4) alat pengembangan kemampuan interpretatif; dan (5) sarana untuk mendidik manusia seutuhnya (educating the whole person). 1. Memotivasi siswa dalam menyerap ekspresi bahasa. Bahasa dalam novel Laut Bercerita adalah bahasa Indonesia. Bahasa yang digunakan cukup sederhana dan mudah dipahami oleh siswa. Penggunaan kosa kata dan penulisan dalam novel ini telas sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).



Terlihat dalam



kutipan berikut. “Sudah tiga bulan aku tak mengunjungi Ciputat. Kalau bukan karena Asmara mengirim pesan melalui pager dengan nada mengancam, mungkin aku akan menunda kunjuanganku ke



67



Jakarta. “Kalau kau tidak datang juga akhir pekan ini, kami akan datang ke Yogya!”. (Laut Bercerita, 2017:62) Kutipan di atas adalah dialog Biru Laut dengan adiknya Asmara. Pemilihan bahasa yang sederhana dalam novel Laut Bercerita dapat dipahami dengan mudah oleh peserta didik. Kesederhanaan diksi dalam novel ini membuat pembaca khususnya peserta didik untuk memahami setiap peristiwa yang terjadi sehingga mudah untuk menangkap pesanpesan yang disampaikan penulis dalam novel. 2. Sebagai alat



simulatif



dalam



penguasaan



bahasa



(language



ecquistian). Peserta didik diharapkan mampu menambah kosa kata bahasa yang baru setelah membaca novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori ini. Sesuia dengan fungsi pembelajaran sastra tersebut, dalam novel Laut Bercerita terdapat beberapa kosa kata yang dapat digunakan sebagai simulasi dalam penguasaan bahasa peserta didik. Ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Jadi…pengkhianat adalah sebuah kata yang relatif? Tanyaku. Bisa repot kalau kita selalu menggunakan relativitas sebagai justifikasi.” (Laut Bercerita, 2017:31) Kutipan di atas adalah peristiwa Bram menjelaskan tentang pengkhianat kepada Laut. Justifikasi adalah mengambil keputusan berdasarkan hati nurani. Pemahaman tentang justifikasi tersebut dapat mensimulasi penguasaan bahasa pada peserta didik. 3. Sebagai media dalam memahami budaya masyarakat. Dalam novel Laut Bercerita terdapat banyak nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pengetahuan bagi peserta didik. Ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Sebetulnya aku paham mengapa Tama merasa frustasi dan sering meninggalkan kelas; seperti Kinan, Daniel, Alex dan Sunu, bacaan Tama sudah sangat maju. Bedanya, jika Kinan dan Sunu hanya mengeluarkan kutipan atau pengetahuan saat di butuhkan, Tama cenderung menggunakannya untuk melecehkan.” (Laut Bercerita, 2017:45)



68



Kutipan di atas menunjukkan suasana lingkungan Winatra yang kental dengan kebersamaan akan suatu bacaan. Diceritakan, Biru Laut memiliki beberapa orang teman dekat yang satu tujuan di Winatra dengannya. 4. Alat pengembangan kemampuan interpretatif. Siswa mengembangkan kemampuan interpretatifnya dengan membaca sebuah karya sastra. Siswa belajar menarik kesimpulan dan menemukan makna yang terdapat dalam karya sastra. Misalnya dalam kutipan novel Laut Bercerita berikut. “Hati-hati saja, Mas. Bapak kan tetap mengikuti nasib para aktivis yang dipenjara hanya karena berdikusi buku karya Pal Pram, kini Bapak ikut-ikutan menggunakan “Mas”. Dia sudah pasrah karena tahu aku keras kepala dan akan tetap melakukan apa yang kuanggap benar.” (Laut Bercerita, 2017:75) Kutipan di atas merupakan nasihat Bapak kepada Laut tentang apa yang sedang dilakukan Laut saat ini menajdi seorang aktivis di Winatra. Dari



kutipan



di



atas,



diharapkan



peserta



didik



mampu



menginterpretasikan nasihat Bapak dengan selalu menjaga perbuatan dan perilaku agar tidak terjerumus seperti aktivis yang sudah tertangkap dan dipenjara. 5. Sarana untuk mendidik manusia seutuhnya. Karya sastra khususnya novel adalah cerminan kehidupan manusia. Dalam novel Laut Bercerita terdapat pesan-pesan yang dapat diambil untuk diterapkan dalam kehidupan. Ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Hari itu berlalu tanpa penyiksaan. Kami diberi makan yang kami lahap susah payah dengan keadaan bibir bengkak berdarah dan mata nyaris sulit melihat. Menjalang maghrib akhirnya sang komandan memerintahkan anak buahnya melepas kami. Aku ditempatkan di dalam satu mobil Kijang Bersama Alex, Sunu, Julius dan Bram, sedangkan yang lain di mobil Kijang dan sebuah mobil jib.” (Lau Bercerita, 2017:170171)



69



Kutipan di atas adalah perjuangan tokoh Biru Laut saat dia di intrograsi



dan



disiksa



oleh



apparat



yang



mencurigainya.



Bahwa



memperjuangkan kebenaran sangatlah berat dikala itu. Peserta didik mampu memahami pesan moral tersebut dan menerapkan dalam kehidupan seharihari. Selain itu peserta didik juga mampu mendekatkan diri kepada agamanya. Hal tersebut dapat mendidik peserta didik menjadi manusia seutuhnya. Merujuk pendapat Rahmanto (2004:27-33) untuk memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan. Aspek tersebut adalah aspek bahasa, psikologi dan latar belakang budaya siswa. Pengimplemantasian berdasarkan aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1. Aspek bahasa Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor-faktor lain seperti cara penulisan yang dipakai pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Pemilihan bahan ajar sastra oleh guru harus berdasarkan pada wawasan yang ilmiah, misalnya: memperhitungkan kosa kata yang baru, memperhatikan



segi



ketatabahasaan



dan



sebagainya



(Rahmanto,



2004:28). Merujuk pada pendapat Rahmanto tersebut, berikut kutipan yang menunjukkan aspek bahasa dalam novel Laut Bercerita. “Akan ada yang muncul, Laut. Percayalah! Tiba-tiba Julius mematikan batang rokoknya, mereka mungkin masih diam, tetapi tokoh-tokoh oposisi akan muncul. Sementara kita tetap menyalakan isu-isu penting di kampus maupun luar kampus.” (Laut Bercerita, 2017:183) Kutipan di atas menunjukkan bahasa yang digunakan dalam novel Laut Bercerita hampir keseluruhan menggunakan bahasa Indonesia. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa novel ini menggunakan



70



bahasa yang sederhana sehingga mudah untuk dipahami oleh pembaca terutama siswa SMA kelas XI. “Hai…aku Anjani. Dia tersenyum, giginya bagus sekali, putih bersih. Lalu muncul lesung pipi itu. Tanganku menggenggam tangannya dengan erat dan seketika terpaku. Dari mulutku terdengar geremengan bodoh. Aku ingin menyebut namaku, tapi macet di kerongkongan.” (Laut Bercerita, 2017:37) Kutipan di atas menunjukkan bahasa yang digunakan oleh pengarang dalam novel Laut Bercerita mudah untuk dipahami, terutama untuk siswa SMA kelas XI sesuai dengan kemampuan bahasa pada jenjang pendidikan tersebut. Terlihat dari penulisan kalimat “Tanganku menggenggam tangannya dengan erat dan seketika terpaku” pemilihan kosa kata dan ketatabahasaan yang digunakan telah sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Dengan demikian novel Laut Bercerita dapat dijadikan sebagai bahan ajar sastra khususnya di SMA kelas XI KD 3.11 Menganalisis pesan dari buku fiksi yang dibaca. 2. Aspek psikologi Tahap-tahap perkembangan psikologis harus diperhatikan dalam pemilihan bahan ajar sastra. Tahap-tahap perkembangan psikologis sangat berpengaruh terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi (Rahmanto, 2004:30). Tahap psikologis siswa SMA kelas XI termasuk ke dalam tahap realistik. Pada tahap ini siswa mulai berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata. Berdasarkan tahap psikologis siswa tersebut novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori sangat sesuai untuk dijadikan bahan ajar sastra karena secara keseluruhan menceritakan tentang perjuangan seorang pemuda yang menjadi aktivis dalam mentang memerintahan Orde Baru dengan menumbuhkan kejujuran, harga diri, etos kerja serta perilaku yang baik.



71



“Apa yang kubanyangkan tentang Indonesia 10 tahun lagi; apakah kita akan terus-menerus membiarkan rezim Soeharto berkuasa selama-lamanya atau apakah aku ingin berbuat sesuatu.” (Laut Bercerita, 2017:24) “Kami tak punya senapan dengan bayonet; kami tak punya otot, tak punya uang. Gerakan kami semua bermodalkan semangat, uang pribadi, dan sumbangan beberapa individu yang secara diam-diam sudah muak dengan pemerintahan Orde Baru yang semakin represif dari tahun ke tahun.” (Laut Bercerita, 2017:116-117) Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Biru Laut secara psikologi adalah pekerja keras. Biru Laut berjuang dengan keras untuk menegakkan keadilan bagi yang membutuhkan. Selain itu, Laut dan teman-temannya aktivis Winatra berjuang dengan biaya sendiri dan bermodal semangat yang mereka yakini bahwa yang mereka lakukan adalah hal benar. Nilai positif yang terdapat dalam novel ini dapat diambil pelajaran oleh siswa dalam kehidupan. Berdasarkan tema yang diangkat, secara psikologis novel ini sangat sesuai untuk diterapkan sebagai bahan ajar sastra di SMA kelas XI sesuai dengan tingkat usia siswa SMA. 3. Aspek latar belakang budaya Siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau orang-orang di sekitar mereka. Guru sastra hendaknya mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa. Guru sastra hendaknya mengetahui apa yang diminati oleh siswanya sehinga dapat menyajikan suatu karya sastra tidak terlalu menuntut gambaran di luar jangkauan kemampuan pembayangan yang dimiliki oleh para siswanya.(Rahmanto, 2003:31) Ditinjau dari latar belakang tokoh utama, novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori sangat sesuai untuk dijadikan bahan ajar sastra di SMA kelas XI karena tokoh utama yaitu Biru Laut adalah seorang



72



Mahasiswa. Tokoh utama juga merupakan aktivis di kampusnya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut. “Aku mahasiswa semester tiga Fakultas Sastra Inggris…kataku agak gugup. Yang diam-diam membaca buku Pramoedya bukan hanya estetika sastra, tetapi karena ada suara lain yang mendorongmu! Kinan memotong kalimatmu.” (Laut Bercerita, 2017:24) “Dia menatapku. Sebagai seorang mahasiswa hijau, apa yang bisa kita lakukan untuk menguncang sebuah rezim yang begitu kokoh berdiri selama sepuluh tahun, dengan fondasi militer yang sangat kuat dan ditopang dukungan kelas menengah dan kelas atas yang nyaman dengn berbagai lisensi dan keistimewaan yang dikucurkan oleh Orde Baru?” (Laut Bercerita, 2017:25) Kutipan di atas menunjukkan bahwa keterbatasan perjuangan tidak menghalangi Biru Laut untuk menguncang rezim yang telah berkuasa selama 10 tahun. Siswa dapat mengambil pelajaran dari sikap optimis yang ditunjukkan oleh tokoh Biru Laut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan aspek kebudayaan tersebut, penelitian ini dapat dikatakan sesuai untuk digunakan sebagai bahan ajar sastra di SMA kelas XI. Berdasarkan kriteria pemilihan bahan ajar sastra di atas, novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dapat digunakan sebagai bahan ajar sastra di SMA karena di dalamnya terdapat nilai dan pesan positif dalam kehidupan. Melalui membaca dan memahami novel ini, diharapkan peserta didik mampu menerapkan dan meneladani nilai dan pesan positif dalam kehidupan bermasyarakat. Penelitian Konflik Batin dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dengan tinjauan Psikologi Sastra ini dapat diimplementasikan sebagai bahan ajar di SMA kelas XI sesuai dengan KD 3.11 Menganalisis pesan dari buku fiksi yang dibaca. Pemilihan novel Laut Bercerita sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA dilakukan dengan mempertimbangkan tiga aspek penting, yaitu segi kebahasaan, segi psikologis, dan latar belakang budaya. Aspek kebahasaan di dalam novel Laut Bercerita sesuai dengan



73



tingkat penguasaan kebahasaan siswa di SMA. Secara psikologis, novel Laut Bercerita sesuai dengan tahap perkembangan siswa di SMA. Latar belakang budaya novel Laut Bercerita juga memiliki hubungan yang erat dengan latar belakang kebudayaan di Indonesia, sehingga mudah menarik minat siswa SMA



untuk



membacanya.



Proses



pembelajaran



dilakukan



dengan



menganalisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik novel Laut Bercerita. Unsur intrinsik yang dianalisis adalah tema, penokohan, alur, dan latar/setting. Unsur ekstrinsik yang dianalisis adalah konflik batin yang terdapat di dalam novel Laut Bercerita. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori sesuai diimplementasikan sebagai bahan ajar di SMA.



BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan analisis novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut. 1. Leila S. Chudori merupakan nama pena dari Leila Salikha Chudori yang lahir pada tanggal 12 Desember 1962 di Jakarta. Karya-karya Leila S. Chudori yang telah diterbitkan berupa novel antara lain Kelopak-kelopak Yang Berguguran, Seputih Hati Andra, Pulang dan Laut Bercerita. Karya Leila S. Chudori berupa kumpulan cerpen antara lain Sebuah Kejutan, Malam Terakhir, 9 Dari Nadira, dan The Longgest Kiss. Karya lain berupa naskah skenario berjudul Dunia Tanpa Koma, Drupadi, dan Kata Maaf Terakhir. Ciri khas karya Leila S. Chudori adalah 1) setting cerita diluar negeri, 2) Cenderung bertema kekerasan, 3) Menggunakan tokoh wayang, 4) penggunaan gaya personofikasi. 2. Analisis struktural difokuskan pada tema dan fakta cerita yang meliputi penokohan, alur, dan latar. Tema yang diangkat dalam novel ini adalah perjuangan hidup seorang pemuda bernama Biru Laut, ia merupakan aktivis mahasiswa yang menentang pemerintahan Orde Baru atau jaman pemerintahan presiden Soeharto, walaupun pada akhirnya Biru Laut juga merupakan salah satu korban yang diculik dan tak pernah kembali lagi. Tokoh utama dalam novel ini adalah Biru Laut sebagai tokoh protagonis. Tokoh tambahan dalam novel ini adalah Asmara, Kinan, Bram, Alex, Sunu Anjani Dll. Latar tempat yang digunakan dalam novel Laut Bercerita adalah di Jakarta, Yogyakarta, Solo dan Situbondo. Latar waktu dalam novel Laut Bercerita tidak ditunjukkan secara jelas. Latar waktu dalam novel ini tejadi antara periode tahun 2000-an. Latar sosial dalam novel ini kehidupan mahasiswa di perantauan, yaitu kehidupan mahasiswa dan juga aktivis di daerah Yogyakarta yang penuh dengan kesederhanaan. Alur yang digunakan dalam novel Laut Bercerita adalah alur maju. Alur cerita



74



75



ditulis runtut mulai tahap penyituasian, pemunculan konflik, peningkatan konflik, klimaks, hingga penyelesaian. Hubungan antara unsur pembangun novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori sangat koheren antara unsur satu dengan unsur lainnya. Koherensi antar unsur dalam novel Laut Bercerita dapat juga dilihat dari hubungan antara unsur penokohan, latar, tema dan bahasa. Bahasa yang digunakan tokoh sesuai dengan latar tempat dalam novel yaitu Indonesia tepatnya di kota Yogyakarta, Solo, dan Jakarta. Mengangkat latar sosial kehidupan mahasiswa di perantauan, yaitu kehidupan mahasiswa dan juga aktivis di daerah Yogyakarta yang penuh dengan kesederhanaan. Koherensi antar unsur terlihat dari penokohan yang dihadirkan sangat mendukung alur cerita sehingga muncul konflik-konflik yang membuat alur lebih menarik. 3. Berdasarkan analisis konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori terdapat dua jenis konflik batin yaitu konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict) dan konflik menjauh-manjauh (avoidance-avoidance conflict) dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori. Aspek pertama konflik mendekatmenjauh yang dialami tokoh utama Biru Laut dalam novel Laut Bercerita. Pada saat Biru Laut menerima kabar bahwa kedua sahabatnya Kinan dan Gala belum tertangkap. Namun dilain sisi Laut harus menerima siksaan karena ia tidak mau berkata jujur saat di intrograsi. Aspek kedua Konflik batin menjauh-menjauh terjadi saat Laut pulang kerumahnya di Jakarta. Di saat itulah Laut berbohong kepada kedua orantuanya bahwa kegiatan yang dilakukan Laut adalah kegiatan diskusi menganai buku karya Pramoedya. Padahal dilain sisi sebenarnya Winatra adalah organisasi yang menentang rezim Orde Baru. Kalau orang tua Laut tahu yang sebenarnya pasti kedua orang tua Laut melarang dan sedih melihat tingkah laku Laut. 4. Penelitian konflik batin tokoh utama dalam novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dengan tinjauan psikologi sastra sesuai untuk di implementasikan sebagai bahan ajar di SMA kelas XI sesuai dengan KD



76



3.11 Menganalisis pesan dari buku fiksi yang dibaca. Novel Laut Bercerita sesuai untuk digunakan sebagai bahan ajar karena sesuai dengan kriteria pemilihan bahan ajar dari segi kebahasaan, segi psikologis, dan segi latar belakang kebudayaan. B. Implikasi Implementasi novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori dalam pembelajaran sastra dapat digunakan sebagai berikut. 1. Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan ajar pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah untuk menambah pengetahuan siswa tentang kesusastraan Indonesia di sebuah Sekolah, terutama mengenai sastrawansastrawan novel Indonesia. 2. Bagi peserta didik Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan minat baca khususnya bagi peserta didik, agar lebih memahami dan mengambil nilai positif yang ada di dalam karya sastra. 3. Bagi pembaca dan penikmat sastra Hasil penelitian ini hendaknya dapat dijadikan salah satu wawasan dalam memahami sebuah karya sastra, khususnya novel. Novel Laut Bercerita sangat menarik dibaca dan direnungkan karena membahas tentang motivasi anak-anak untuk mewujudkan cita-cita dengan menumbuhkan kejujuran, harga diri, etos kerja serta perilaku yang baik. C. Saran Pertama, masyarakat umum dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai acuan untuk bahan mengapresiasi novel ini. Dalam membaca, mengapresiasi, dan mengkaji karya sastra, khususnya novel, masyarakat perlu membudayakan dan memulainya sejak dini. Hal itu didasari dari isi kandungan yang memiliki nilai-nilai dan manfaat positif baik bagi pribadi maupun terhadap orang lain di sekitarnya.



77



Kedua, bagi perpustakaan penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi buku-buku penelitian di perpustakaan yang dapat dijadikan sumber bacaan bagi pembaca dan dapat memberikan wawasan bagi pembaca serta sebagai referensi dalam melakukan penelitian.



DAFTAR PUSTAKA



Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2010. Dimensi Sosial Keagamaan dalam Keluarga Permana Tinjauan Semiotik. Solo: Smart Media. ______. 2011. “Pemilihan Bahan Ajar Sastra untuk SMA”. Dalam (http://aliimronalmakruf.blogspot.com/2011/04/pembelajaran-sastramultikultural-di.html diakses tanggal 20 Februari 2019) ______. 2012. Hand Out Metode Penelitian Sastra 2012/2013. FKIP PBSID: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Amalia, Farisa Rizka. 2013. “Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Ibuku Tak Menyimpan Surga di Telapak Kakinya Karya Triani Retno A: Tinjauan Psikologi Sastra. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Chudori, Leila Salikha. 2009. 9 dari Nadira. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. _________. 2012. Pulang. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. _________. 2013. The Longest Kiss. Jakarta: Yayasan Lontar. _________. 2017. Laut Bercerita. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi penelitian Sastra: Epistemologi, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. ________ .2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press ________ .2009. Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ________. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. MGMP, 2007. “Pengertian Bahan Ajar Materi Pembelajaran”. Dalam (http://www.mgmpips.wordpress.com. Diakses 4 maret 2019)



Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra Karya Sastra, metode, Teori, dan contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Moeleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Rahmanto, B. 2004. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: KANISIUS. Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Pustaka Pelajar. ________. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sangidu. 2004. Penelitian Sastra: Teori, Pendekatan, Metode, dan Teknik. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologi. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. Stanton, Robert. 2007. Teori fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sujanto, Agus, dkk. 1986. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Penerbit Angkasa Baru. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Sundari, Wiwik. 2011. “Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Negeri Lima Menar Karya A. Fuadi: Tinjauan Psikologi”. Skripsi.Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Wellek, Rene dan Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia. _________. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia. Wulandari, Tri.” Aspek Motivasi novel Merengguk Cinta dari Surga Karya Abdulkarim Khiaratullah: Tinjauan Psikologi Sasta”. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.