Geologi Daerah Tangkil Dan Sekitarnya, Kecamatan Panggull, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Pemetaan geologi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mempelajari kondisi geologi dari suatu daerah baik dari aspek morfologi, litologi, stratigrafi, struktur geologi serta sejarah geologi. Sehingga dalam pemetaan ini dilakukan pengamatan kondisi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi yang terbentuk, sejarah geologi serta kajian-kajian geologi terhadap potensi ekonomi dan bencana disuatu daerah. Daerah pemetaan yang terletak pada Kecamatan Tangkil dan sekitarnya, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur ini termasuk ke dalam zona fisiografi Zona Pegunungan Selatan. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, masih banyak hal yang belum terungkap secara lebih rinci, terutama mengenai urut-urutan stratigrafi serta struktur geologi yang mempengaruhi daerah tersebut. Oleh karena itu sangat diperlukan suatu pengamatan yang lebih rinci lagi dengan skala yang lebih besar pada lintasanlintasan tertentu di daerah tersebut. Dengan mengetahui tatanan stratigrafi dan tektonika dengan lebih rinci, maka sejarah geologi daerah ini akan lebih terpahami dengan baik, terutama yang berkaitan dengan pembentukan potensi geologi di daerah tersebut. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dari dilakukannya kegiatan pemetaan ini adalah sebagai salah satu cara mengaplikasikan ilmu geologi dari kondisi geologi yang berupa keadaan geomorfologi, stratigrafi yang meliputi penyebaran litologi, dan struktur geologi dimana nantinya dapat menghasilkan peta geologi yang dapat dipertanggung jawabkan secara akademik serta untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna untuk mempelajari proses geologi yang terjadi serta hasil daripada proses geologi tersebut.



1



Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk menampilkan kondisi geologi yang ada pada daerah pemetaan dalam bentuk peta lintasan, peta dan penampang geomorfologi, peta dan penampang geologi serta kolom stratigrafi tanpa skala, yang nantinya dapat menjelaskan sejarah geologi dan potensi geologi, terutama yang berkaitan dengan sumber daya alam dan bencana alam daerah pemetaan. 1.3 Waktu, Lokasi, dan Kesampaian Daerah Pemetaan Pemetaan ini dilaksanakan selama satu bulan dari tanggal 19 Januari – 20 Februari 2016. Daerah pemetaan secara administratif terletak di Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Trenggalek, Kecamatan Panggul, yang meliputi Desa Tangkil dan sekitarnya. Secara geografis daerah pemetaan terletak pada koordinat 111°26’50” BT - 111°30’06” BT dan 08°10’07.2” LS - 08°12’49.4” LS. Luas daerah pemetaan adalah 30 km2, dengan ukuran 5 km x 6 km, (Gambar 1.1).



2



Gambar 1.1 Peta lokasi daerah pemetaan. Kesampaian daerah pemetaan dapat ditempuh selama 16 jam dari Jakarta dengan menggunakan Kereta Api menuju Kabupaten Tulungagung, dan dilanjutkan menuju daerah pemetaan yang berada pada Kabupaten Trenggalek, Kecamatan Panggul, Desa Tangkil dan sekitarnya dengan menggunakan kendaraan roda empat atau bisa dicapai dengan sepeda motor selama 2 jam dengan jarak tempuh 60 km. Basecamp atau tempat tinggal kelompok berlokasi di Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek. Aksesbilitas



3



menuju lokasi daerah pengamatan ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua dan berjalan kaki dengan kondisi jalan berbatu. 1.4 Metodologi dan Tahapan Pemetaan Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian geologi permukaan dengan metode analisis deksriptif, guna mendapatkan data-data yang diperlukan dalam pembuatan peta geologi, peta geomorfologi, peta lintasan, dan penampang stratigrafi. Untuk mempermudah kegiatan pemetaan lapangan geologi, dilakukan pembagian langkah kerja melalui beberapa tahapan, yaitu: tahap persiapan dan perencanaan, tahap penelitian lapangan, tahap penelitian dan analisis laboratorium dan tahap penyusunan laporan (Gambar 1.2).



Gambar 1.2 Diagram alir tahapan penelitian 1.4.1 Tahap Persiapan dan Perencanaan Tahapan persiapan meliputi pembuatan proposal dan studi literatur. Hal ini dilakukan agar penulis dapat mengetahui secara garis besar kondisi geologi daerah pemetaan baik secara regional maupun secara khusus. Studi pustaka mengenai geologi daerah Tangkil dan sekitarnya dilakukan dari peta geologi regional lembar Pacitan berskala 1 : 100.000, yang merupakan hasil dari peneliti terdahulu, dan data lain yang menunjang kegiatan pemetaan ; penafsiran peta topografi dari peta rupa bumi digital Indonesia lembar Sukerejo dan sekitarnya dengan skala 1 : 12.500 ; peta 4



bakorsurtanal lembar Sukerejo dan sekitarnya yang berskala 1 : 25.000, dan pembuatan peta pola aliran sungai dan penentuan lintasan pemetaan, serta peralatan maupun perlengkapan pemetaan geologi berupa kompas geologi, GPS (Global Positioning System), Palu geologi, kamera, kantong plastik sample, komparator besar butir, kaca pembesar (loup), larutan HCL 10%, Alat tulis, dan buku catatan lapangan. 1.4.2 Tahap Pemetaan Lapangan Penelitian di lapangan bertujuan untuk membuat peta geologi konvensional dengan menggunakan peta dasar topografi yang berskala 1 : 12.500. Tahapan pemetaan ini meliputi penentuan geologi permukaan yang mencakup orientasi dan shooting lapangan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) dan kompas geologi sebagai alat untuk menentukkan letak plotting pada peta topografi yang telah di-grid, dilanjutkan dengan pengamatan dan pencatatan data singkapan, beserta pengukuran strike/dip atau data struktur lainnya yang ditemui disepanjang lintasan yang dilalui, kemudian pengambilan sampel batuan, serta pengambilan foto dan sketsa. Pengambilan data biasanya dilakukan pada jalan setapak, lembah dan sungai yang meliputi pengamatan singkapan litologi, geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi. 1.4.3 Tahap Penelitian dan Analisis Laboratorium Tahapan penelitian laboratorium adalah tahap pengenalan data secara khusus dan rinci dengan beberapa penelitian laboratorium diantaranya, yaitu: (a) analisis petrografi merupakan pengamatan khusus pada contoh batuan yang disayat tipis dengan bantuan mikroskop polarisasi untuk menentukan nama



batuan berdasarkan jenis, tekstur, dan komposisi mineralnya; (b)



analisis paleontologi yaitu pengamatan khusus pada fosil yang terkandung dalam suatu contoh batuan dengan alat mikroskop binokuler untuk menentukan umur dan paleobathimetri dari suatu lingkungan pengendapan batuan yang bertujuan untuk mengetahui umur relatif batuan dan lingkungan



5



pengendapan pada daerah pemetaan; (c) analisis kalsimetri yang dilakukan untuk menentukan kadar karbonat dalam batuan pada daerah pemetaan. 1.4.4 Tahap Penyusunan Laporan Tahapan penyusunan laporan dilakukan setelah serangkaian tahapan sebelumnya telah diselesaikan dengan baik dan benar untuk menyimpulkan seluruh data yang di dapat selama kegiatan kegiatan lapangan geologi. Konsultasi dengan pembimbing juga dilakukan seiring dengan pelaksanaan pemetaan lapangan mulai dari tahap awal persiapan sampai tahap akhir penulisan laporan. Konsultasi ini meliputi masalah teknis penelitian sampai dengan masalah penulis hasil penelitian. Secara sistematika laporan pemetaan geologi terdiri dari tujuh bab, yaitu: 1. BAB I yang berisi pendahuluan, mencakup latar belakang, maksud dan tujuan pemetaan, peneliti terdahulu, waktu, lokasi, dan kesampaian daerah pemetaan, metode pemetaan, tahap pemetaan, dan tinjauan pustaka; 2. BAB II, merupakan pembahasan yang berkisar pada analisis geomorfologi yang diuraikan secara dekriptif dan genetik, Kemudian dilakukan pembagian satuan Geomorfologi yang diuraikan secara deskriptif daerah pemetaan; 3. BAB III, merupakan pembahasan stratigrafi, menguraikan urutan satuan batuan, baik hubungan yang satu dengan yang lain, maupun kejadiannya mulai dari yang tua sampai yang muda; 4. BAB IV, merupakan pembahasan tentang struktur Geologi yang ada di daerah tersebut, data yang diuraikan adalah data yang diperoleh di lapangan dengan melakukan kesebandingan dengan peneliti terdahulu; 5. BAB V, merupakan sejarah geologi yang terjadi



pada daerah



tersebut sampai terbentuk seperti sekarang dan merupakan gradasi dari seluruh pembahasan seperti bentang alam,stratigrafi dan struktur;



6



6. BAB VI, merupakan pembahasan tentang evalusai geologi mengenai daerah Tangkil dan sekitarnya yang membahas pengaruh dari faktor geologi terhadap lingkungan daerah pemetaan; 7. BAB VII, kesimpulan yang berisi mengenai inti dari hasil pembahasan seluruh aspek di daerah pemetaan. Dan dilanjutkan dengan daftar pustaka yang berisi referensi buku dan pengetahuan umum lain yang digunakan oleh penulis selama melakukan penelitian di daerah pemetaaan; daftar foto berisi tentang foto - foto yang diambil di lapangan untuk menjelaskan setiap bab dalam laporan ini; dan lampiran petrografi setiap satuan batuan yang berisi hasil - hasil sayatan batuan secara mikroskopis dengan analis laboratorium petrografi. Penulisan laporan merupakan tahap terakhir penelitian geologi daerah Tangkil dan sekitarnya sebagai suatu media untuk memaparkan segala penafsiran daerah pemetaan dan menggabungkan hasil-hasil penelitian lapangan dan laboratorium. 1.5 Tinjauan Pustaka Beberapa penelti terdahulu yang pernah melakukan penelitian dan pemetaan yang terkait dengan daerah pemetaan secara umum ataupun khusus, antara lain Van Bemmelen (1949), dalam “The Geology of Indonesia” yang membahas kondisi geologi Indonesia secara umum dan megelompokkan geologi regional Pulau Jawa berdasarkan fisiografi menjadi beberapa zona, salah satunya adalah Zona Pegunungan Kendeng yang merupakan daerah pemetaan. Pada tahun 1992, H. Samoedra, S. Gafoer, dan S. Tjokrosapoetro menyusun Peta Geologi Lembar Pacitan, P. Jawa Skala 1 : 100.000 dan diterbitkan oleh Pusat Survey Geologi, Badan Geologi Kementrian ESDM, Bandung.



7



BAB II GEOMORFOLOGI



2.1 Fisiografi Regional Secara umum fisiografi Pulau Jawa dikelompokkan menjadi empat, yaitu : Jawa Barat (Barat Cirebon), Jawa Tengah (Antara Cirebon dan Semarang), Jawa Timur (Antara Semarang dan Surabaya), Tepi Jawa Timur dan Pulau Madura. Dan daerah pemetaan terletak pada fisiografi Jawa Timur. Berdasarkan Van Bemmelen (1949) daerah pemetaan masuk ke dalam fisiografi Jawa Timur, Jawa Timur di bagi menjadi 6 zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1):       



Dataran Aluvial Jawa Utara Antiklinorium Rembang, Zona Depresi Randublatung, Antiklinorium Kendeng (Pegunungan Kendeng), Zona Pusat Depresi Jawa (Zona Solo, Subzona Ngawi), Busur Vulkanik Kuarter, dan Pegunungan Selatan Berdasarkan fisiografi van Bemmelen (1949) daerah pemetaan masuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan. (Gambar 2.1). Zona Pegunungan Selatan merupakan hasil pelipatan pada Miosen dan berlanjut ke arah Timur yaitu ke Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh 2 zona, disebelah utara dibatasi oleh Zona Depresi Sentral Jawa dan Zona Randublatang, disebelah barat dibatasi oleh Zona Pegunungan Serayu Selatan, sebelah timur dibatasi oleh Selat Bali, dan sebelah selatan dibatasi oleh Samudra Hindia. Pada zona ini batuan pembentuknya terdiri atas siliklastik, volkaniklastik, volkanik , dan batuan karbonat. Antara sebelah timur parangtritis sampai teluk popoh.



8



Gambar 2.1 Peta fisiografi Jawa Tengah & Jawa Timur (modifikasi dari Van Bemmelen, 1949 dalam Hartono, 2010), dengan kotak merah menunjukkan fisiografi daerah penelitian. 2.2 Geomorfologi Daerah Pemetaan Bentuk (morfologi) daerah pemetaan dipengaruhi oleh struktur geologi dan tingkat ketahanan batuan. Daerah penelitian ini menunjukkan hamparan perbukitan dan pegunungan dengan puncak tertinggi adalah Gunungn Waringim di daerah Tangkil (841m) dan Dataran sebagai titik terendah (20m). Pembagian satuan morfologi daerah pemetaan didasarkan pada aspek deskriptif dan genetis. Klasifikasi secara deskriptif yang berpanduan pada parameter relief yang disusun oleh Zuidam (1983) untuk menentukan satuan geomorfologi, namun klasifikasi relief bukan termasuk dalam satuan geomorfologi secara umurn dan tidak semua relief di setiap daerah dapat sesuai dengan perhitungan deskriptif pada klasifikasi yang dibuat oleh Zuidam (1983) (Tabel 2.1), sehingga satuan geomorfologi dapat dimodifikasi agar sesuai dengan klasifikasi relief tersebut. Secara umum daerah Tangkil dan sekitarnya memperlihatkan, perbukitan Terjal/Tersayat Tajam, Perbukitan Bergelombang dan Dataran. Namun pengklasifikasian bentang alam ini, dilakukan dengan mengacu pada parameterparameter relief menurut Zuidam (1983). Sedangkan pewarnaan peta geomorfologi mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI).



9



Tabel 2.1 Klasifikasi Relief Zuidam (1983) No.



Satuan Relief (Secara Deskriptif)



Kelerengan



1



Datar – Hampir Datar



0-2



140



> 1000



(%)



Beda Tinggi (m)



Berdasarkan satuan genesa, satuan geomorfologi diklasifikasikan menurut Hidartan dan Handayana (1994) (Tabel 2.2), bahwa bentuk bentang alam dapat dibedakan berdasarkan dominasi gaya-gaya yang terjadi selama pembentukannya, dibagi menjadi dua gaya yaitu, gaya endogen dan gaya eksogen. Bentuk bentang alam yang diakibatkan oleh gaya endogen, yaitu: 1.



Bentuk Asal Struktural Bentuk lahan struktural yang terbentuk akibat adanya gaya endogen atau proses tektonik yang berupa pengangkatan, perlipatan dan patahan. Gaya tektonik bersifat konstruktif atau membentuk.



2.



Bentuk Asal Vulkanik Bentuk lahan yang terjadi karena pengaruh aktifitas vulkanisme berupa kepundan, kerucut semburan, medan lava, medan lahar, dan lainnya yang terjadi pada wilayah gunung api.



10



Sedangkan bentang alam yang diakibatkan gaya eksogen, yaitu : 1.



Bentuk Lahan Asal Fluvial Bentuk lahan ini berkaitan erat dengan aktifitas sungai dan air permukaan yang berupa pengikisan pengangkutan, dan penimbunan pada daerah rendah seperti lembah, ledok, dan daratan aluvial.



2.



Bentuk Asal Marin Aktifitas marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, dan pasang surut. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine berada di kawasan pesisir yang melapar sejajar garis pantai.



3. Bentuk Lahan Asal Pelarutan (karst) Bentuk lahan karst dihasilkan oleh pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti gamping. Mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan oleh tingkat peralutan batuan yang tinggi. 4. Bentuk lahan asal aeolian (Angin) Bentukan ini dipengaruhi oleh udara dan angin yang dapat membentuk medan yang khas dan berbeda bentuknya dari daerah lain. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan, pengangkatan, dan pengendapan material lepas oleh angin yang umumnya dibedakan menjadi gumuk pasir dan endapan debu (loes). 5. Bentuk Lahan Es/Glasial Bentuk ini tidak berkembang di Indonesia yang beriklim tropis kecuali sedikit di puncak gunung Jaya Wijaya. Bentukan ini dihasilkan oleh aktifitas / gletser. 6. Bentuk Lahan Asal Denudasional Proses denudasional ( penelanjangan) merupakan kesatuan dari proses pelapukan, pergerakan tanah, erosi dan diakhiri dengan proses pengendapan.



11



Pada bentuk lahan denudasional, maka efek litologi menjadi sangat penting. Untuk batuan yang mempunyai resistensi tinggi akan memberikan relief yang lebih menonjol dibandingkan dengan batuan yang mempunyai resistensi rendah. Tabel 2.2 Klasifikasi Bentuk Lahan Secara Genetik menurut Hidartan dan Handayana (1994) Bentuk Lahan Asal



Proses



Bentuk asal struktural



Endogen



Bentuk asal volkanik



Endogen



Bentuk asal fluvial



Eksogen



Bentuk asal marine



Eksogen



Bentuk asal karst



Eksogen



Bentuk asal aeolian



Eksogen



Bentuk asal denudasional



Eksogen



Berdasarkan



penggabungan



antara



klasifikasi



geomorfologi



secara



deskriptif (Zuidam, 1983) dan secara genetis (Hidartan dan Handayana, 1994), maka sebagai dasar penentuan satuan geomorfologi daerah Tangkil dan Sekitarnya dapat dibagi menjadi tiga satuan, yaitu : 1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Terjal/Tersayat Tajam Struktural 2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang Struktural 3. Satuan Geomorfologi Dataran Fluvial



12



Tabel 2.3. Tabel Satuan Geomorfologi Daerah Tangkil dan Sekitarnya



Relief Warna



Pembagian Satuan Geomrfologi



Lua s % h (m)



Satuan Geomorfologi Perbukitan Terjal / Tersayat Tajam Struktural Satuan Geomorfologi Berbukit Bergelombang Struktural



65



30



79 3



67 5



∆h (m )



Slop e (%)



50 1



21 % – 55 %



18 8



14 % – 20 %



Proses



Pola Penyebar an



Menjema ri



Sejajar



Bentu k



Rapat



Rapat



13



Litologi Penyusu n (domina n)



Pola Aliran Sungai



Stadi a Daera h



Tata Lah



Hu Prod



Bentu k Pena mpan g



Pola Alira n



Stadi a Sung ai



-



Sesa r Gese r



Breksi Polemik, Breksi Monomi k, Batupas ir Karbona t



V



SubDend ritik



Muda



Muda



-



Sesa r Gese r



Batupas ir Karbona t, Breksi Polemik



V



SubDend ritik



Muda



Muda



Eksog en



Endo gen



Perke



Satuan Dataran Fluvial



5



20



8



0% –2 %



Reng gang



Sejajar



14



Erosi



_



Endapa n Aluvial



U-V



SubDend ritik



Dewa sa



Dewa sa



Persaw da Pertam a



2.2.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Terjal / Tersayat Tajam Struktural Satuan geomorfologi perbukitan tersayat tajam struktural mencakup 65% dari daerah Tangkil dan sekitarnya dengan ketinggian kontur 200 - 700 meter dengan nilai kemiringan 21-55%. Satuan geomorfologi ini terdapat dibagian tengah kavling, berkontur tinggi dan berpola tersayat tajam yang terletak di beberapa desa diantaranya, desa Ngrayun, desa Tangkil, desa Kertosono, desa Manggis dan Sekitarnya. Satuan geomorfologi ini disusun oleh dominasi perbukitan tersayat tajam struktural. Terbentuk atas gaya endogen yang berupa struktural yang berupa serangkaian proses tektonik. Tata guna lahan dalam satuan geomorfologi ini digunakan sebagai kawasan hutan produksi. Bentuk bentang alam daerah penelitian ini dipengaruhi litologi penyusun yang memiliki resistensi tinggi terdiri dari Breksi Monomik, Breksi Polemik, dan Batupasir Karbonatan sehingga membentuk suatu bentang alam seperti sekarang. Parameter pada daerah penelitian menunjukkan bentuk penampang V pada lembah sungai dan menunjukkan tidak banyak endapan sungai karena erosinya yang cenderung hampir tegak dan kerapatan anak sungai kecil/jarang, kecepatan aliran sungai rendah, juga tidak ada dataran banjir disekitar aliran sungai, bentuk/pola aliran sungai lurus. Berdasarkan parameter yang telah disebutkan sebelumnya, maka stadia sungai pada satuan geomorfologi perbukitan tersayat tajam struktural adalah muda.



15



Foto 2.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Tersayat Tajam Struktural (foto diambil pada daerah Jeruk, LP 32) 2.2.2 Satuan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang Struktural Satuan geomorfologi perbukitan bergelombang struktural mencakup 35% dari daerah Tangkil dan Sekitarnya dengan ketinggian kontur 500-700 meter dengan nilai kemiringan 14-20%. Satuan geomorfologi ini pola penyebaran sejajar dan bentuk rapat. Penyebaran berada di bagian tengah dan barat ke timur daerah pemetaan, yang meliputi daerah Depok, Karangan, Manggis, dan sekitarnya. Bentuk bentang alam ini, terbentuk akibat gaya endogen berupa structural yang merupakan serangkaian proses tektonik. Proses erosi mempengaruhi daerah ini cukup tinggi dengan didukung oleh litologi penyusun yang memiliki resistensi rendah, yaitu Batupasir selang-seling Batulempung Karbonatan. Tata guna lahan dalam satuan geomorfologi ini digunakan sebagai kawasan perkebunan. Parameter pada daerah penelitian



16



menunjukkan bentuk penampang V pada lembah sungai dan menunjukkan tidak banyak endapan sungai karena erosinya yang cenderung hampir tegak dan kerapatan anak sungai kecil/jarang, kecepatan aliran sungai rendah, juga tidak ada dataran banjir disekitar aliran sungai, bentuk/pola aliran sungai lurus. Berdasarkan parameter yang telah disebutkan sebelumnya, maka stadia sungai pada satuan geomorfologi perbukitan tersayat tajam struktural adalah muda.



Foto 2.2 Satuan Geomorfologi Berbukit Bergelombang Denudasional (foto diambil pada daerah Bendokretek, LP 19)



17



2.2.3 Satuan Geomorfologi Dataran Fluvial Satuan geomorfologi dataran fluvial mencakup 5% dari daerah Tangkil dan Sekitarnya dengan ketinggian kontur 12-20 meter dengan nilai kemiringan 0-2%. Satuan geomorfologi ini pola penyebaran sejajar dan bentuk kontur renggang. Penyebaran berada di hampir keseluruhan daerah penelitian, yang meliputi daerah Karanglo, Sawahan, dan sekitarnya. Bentuk bentang alam ini, terbentuk akibat gaya eksogen berupa denudasional yaitu serangkaian proses perlipatan rerosi serta pelapukan, dan pergerakan tanah yang diakhiri oleh proses pengendapan. Proses erosi mempengaruhi daerah ini cukup tinggi dengan disusun oleh endapan alluvial, dan berupa batuan yang telah berubah menjadi tanah. Tata guna lahan dalam satuan geomorfologi ini digunakan sebagai kawasan persawahan dan pertambangan pasir batu. Stadia sungai dan stadia daerah pada satuan geomorfologi ini adalah stadia dewasa (Hidartan & Nugroho, 2004) yang dicirikan dengan adanya slope/gradient yang tidak terlalu besar, kecepatan aliran yang rendah, bentuk/pola aliran sungai bermeander dan kompleks, bentuk penampang berbentuk huruf V- U dan ada endapan sungai.



18



Foto 2.3 Satuan Geomorfologi Dataran Fluvial (foto diambil pada daerah Manggis, LP 50) 2.3 Genetik dan Pola Aliran Sungai Daerah Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis peta topografi dengan skala 1:12.500 menunjukkan pola aliran sungai daerah pemetaan termasuk dalam pola aliran sungai sub-dendritik. Sub-dendritik merupakan polaaliran sungai yang di krontrol oleh litologi yang seragam dan juga sedikit dikontrol oleh struktur geologi. Secara genetik aliran sungai (Loebeck, 1989) dibagi berdasarkan tingkat erosinya dan daerah pemetaan dapat dibagi menjadi tiga pola, yaitu : Konsekuen, merupakan sungai yang memiliki arah aliran yang sesuai dengan kemiringan lapisan, meliputi daerah Kali Sukun, Kali Kelor dan Kali Tosari; Subsekuen, merupakan sungai yang alirannya searah dengan jurus perlapisan batuan, meliputi Kali Plelesan, Kali Tangkil; dan Obsekuen, merupakan sungai yang mengalir berlawanan arah dengan kemiringan lapisan, meliputi Kali Sukerejo.



19



Gambar 2.2 Pola aliran sungai dan tipe sungai daerah pemetaan 2.4 Stadia Sungai Daerah Penelitian Stadia sungai adalah klasifikasi sungai berdasarkan beberapa parameter tertentu seperti kelerengan, kecepatan aliran, jenis-jenis aliran dan erosi, proses pembentuk sungai, bentuk penampang sungai, kerapatan anak sungai, dan ciriciri umum dari sungai pada stadia tertentu. Pengenalan stadia sungai dilakukan berdasarkan beberapa parameter yang dikemukakan Hidartan dan Nugroho (2004).



20



Foto 2.4 Penampang Sungai (foto diambil dari Kali Tangkil, LP 57) Dari pengamatan yang dilakukan terhadap daerah pemetaan secara langsung dan menggunakan peta topografi 1:12.500, diketahui bahwa sungai-sungai di daerah pemetaan seperti Kali Panggul menunjukkan kecepatan aliran yang sedang dan memiliki endapan sungai yang sangat luas, berukuran relatif besar dan memiliki bentuk aliran cenderung bermeander, penampang sungai berbentuk V-U hingga datar, bentuk aliran yang ada pada anak sungai Kali Panggul memiliki aliran yang lurus hingga bermeander, penampang berbentuk V-U dan mulai diendapkan endapan sungai. Berdasarkan parameternya maka daerah pemetaan disimpulkan adalah stadia muda hingga dewasa.



21



Tabel 2.4 Klasifikasi Stadia Sungai menurut Nugroho (2004) Parameter



Stadia Sungai Muda



Dewasa



Tua



Slope Gradient



Besar



Relatif Kecil



Tidak ada



Kecepatan Aliran



Tinggi



Sedang



Rendah



Jenis aliran air



Turbulance



Jenis Erosi



Vertikal



Proses yang bekerja



Erosi



Bentuk/Pola aliran sungai Bentuk Penampang Kerapatan anak sungai



Laminer VertikalHorisontal



Lurus



Kecil/Jarang



ada dataran Banjir, mengalir di atas batuan induk



Horisontal Deposisi



Lurus dan



Bermeander dan



bermeander



Kompleks



V–U



U sampai datar



Sedang/Mulai banyak Air terjun sedikit, mulai terbentuk dataran banjir, mulai ada endapan sungai



22



Laminer



Erosi dan deposisi



V



Banyak air terjun, tidak Kenampakan lain



Trubulance-



Besar/ banyak Tak ada air terjun dataran banjir luas, Mulai ada oxbow lake.



2.5 Stadia Daerah Daerah Pemetaan Klasifikasi stadia suatu daerah berdasarkan parameter tertentu seperti stadia sungai, relief, bentuk penampang lembah dan kenampakan lain yang mencirikan suatu stadia daerah. Dalam Penentuan Stadia Daerah Lokasi Penelitian mengacu pada pembagian stadia daerah oleh Nugroho (2004) (Tabel 2.5). Tabel 2.5 Klasifikasi Stadia Daerah menurut Nugroho (2004) Parameter Stadia sungai Relief



Muda



Stadia Daerah Dewasa



Tua



Muda



Muda – Dewasa



Tua



Maksimum



Hampir datar



'V’



’V-U’



’U – Datar’



Bentang alam



Bentang alam



Bentang alamnya



umumnya datar



bergelombang



datar, hasil dari



sampai



sampai mempunyai



proses



bergelombang,



relief mulai



pengendapan,



Tidak ada gawir,



terbentuk gawir



gawir sudah mulai



Relif kecil/ tidak



relief sedang



rata, tidak ada



ada



sampai maksimum



relief



Sedikit bergelombang



Bentuk penampang lembah



Kenampakan Lain



Berdasarkan kenampakan pada daerah pemetaan secara langsung dan berdasarkan pengamatan peta skala 1: 12.500, parameter yang terlihat pada bagian tengah peta merupakan stadia muda hingga dewasa. Sedangkan dengan adanya sungai yang berstadia muda hingga dewasa disertai dengan relief cukup terjal dan pada bagian utara dan selatan menunjukkan pola relief yang bergelombang hingga datar dan bentuk lembah V - U yang menunjukkan stadia dewasa. Berdasarkan parameter yang dicirikan pada daerah pemetaan, dan seperti yang telah dijelaskan pada sub bab stadia sungai, maka dapat disimpulkan stadia daerah pemetaan adalah stadia Muda - Dewasa.



23



BAB III STRATIGRAFI



3.1 Stratigrafi Regional Stratigrafi Pegunungan Selatan di Jawa Timur, telah diteliti oleh H. Samodra (1992) dengan daerah telitian di daerah Punung dan sekitarnya (Trenggalek). Susunan litostratigrafinya sebagai berikut (dari tua ke muda): 3.1.1 Formasi Arjosari (Toma) Formasi Arjosari, berumur Oligosen Akhir - Miosen Awal dan mempunyai ketebalan 500 m. Litologinya terdiri dari breksi polimik sisipan tufa dan batupasir tufaan pada bagian bawah. Pada bagian tengah, terdiri dari breksi polimik, batupasir, lava andesit, tufa dengan sisipan batulempung. Sedangkan pada bagian atas terdiri dari batupasir konglomeratan, perselingan breksi volkanik, lava dan tufa. 3.1.2 Formasi Mandalika (Tomm) Formasi Mandalika yang tersusun oleh perselingan breksi, batupasir, serta lava bantal diendapkan pada lingkungan laut dalam. Terlepas dari perbedaan litologi, dan lingkungan pengendapan pada satuan yang bernama Formasi Besole ini, mempunyai penyebaran menempati morfologi terjal, dan berbukit-bukit. 3.1.3 Batuan Trobosan (Tomi) Batuan terobosan berupa diorite, dasit, dan tonalit mengintrusi formasi mandalika dan Formasi Campurdarat (Sjarifudin dan Hamidi 1992). Umur dari satuan ini tidak diketahui, tapi berdasarkan penarikan K-Ar pada batuan intrusi dasi yang serupa (Samoedra dan Gafoer 1990, dalam Sjarifudin dan Hamidi, 1992). Menunjukan umur 25 juta tahun dari Oligosen Akhir – Miosen Awal.



24



3.1.4 Batuan Campur Darat (Tmcl) Formasi campur darat tersusun atas batugamping dengan sisipan batulempung (Sjarifudin dan Hamidi 1992). Batugamping berwarna kelabukuning, keruh, padat. Ditemukan fosil di sekitar kontak dengan batuan terobosan mengalami ubahan derajat rendah. Sedangkan batulempung berwarna kelabu coklat kehitaman bersifat lebih keras. Formasi ini berumur Miosen Awal dan menindih Formasi Mandalika secara tidak selaras (Sjarifudin dan Hamidi 1992). 3.1.5 Formasi Jaten (Tmj) Dengan lokasi tipenya K.Jaten – Donorojo, Pacitan (Sartono 1964), tersusun oleh konglomerat, batupasir kuarsa, batulempung (mengandung fosil Gastrophoda, Pelecypoda, Coral, Bryozoa, Foraminifera), dengan sisipan tipis lignit. Ketebalan satuan ini mencapai 20-150 m. Diendapkan pada lingkungan transisi – neritik tepi pada Kala Miosen Tengah (N9 – N10). 3.1.6 Formasi Wuni (Tmw) Dengan lokasi tipenya K.Wuni (anak Sungai S Basoka) – Punung, Pacitan (Sartono, 1964), tersusun oleh breksi, aglomerat, batupasir tufan, lanau, dan batugamping. Berdasarkan fauna koral satuan ini berumur Miosen Bawah (Te.5 –Tf.1),



berdasarkan hadirnya



Globorotalia



siakensis,



Globigerinoides trilobus & Globigerina praebuloides berumur Miosen Tengah (N9-N12) (Tim Lemigas). 3.1.7 Formasi Nampol (Tmn) Tersingkap baik di K.Nampol, Kec Punung, Pacitan (Sartono,1964), dengann susunan batuan sebagai berikut: bagian bawah terdiri dari konglomerat, batupasir tufan, dan bagian atas: terdiri dari perselingan batulanau, batupasir, dan sisipan serpih karbonan dan lapisan lignit. Diendapkan pada Kala Miosen Awal (Sartono,1964) atau Nahrowi (1979), Pringgoprawiro (1985), Samodaria & Gafoer (1990) menghitungnya berumuri Miosen Awal – Miosen Tengah. Ketiga formasi (Jaten, Wuni, Nampol) berhu-bungan jari-jemari dengan bagian bawah Formasi Punung. 25



3.1.8 Formasi Oyo (Tmo) Tersusun oleh batuan: Batupasir gampingan, Batupasir tufaan, Batulanau gampingan, Batupasir tufaan, Napal pasiran, Napal tufaan, diendapkan pada Kala Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, menjemari dengan formasi wonosari, diendapkan selaras diatas formasi nampol, Samodra & Gafoer (1992). 3.1.9 Formasi Wonosari (Tmwl) Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi WonosariPunung. Formasi ini terdiri dari batugamping terumbu, batugamping berlapis, batugamping berkepingan, batugamping pasiran dan napal Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. 3.1.10 Formasi Kalipucang (Qpk) Formasi ini oleh Samodra dkk., (1992) disusun oleh satuan batuan konglomerat dan lempun yang di endapkan pada Kala Plistosen hingga Holosen, secara tidak selaras oleh formasi di bawahnya, berupa formasi wonosari. 3.1.11 Aluvium (Qa) Di daerah Pegunungan Selatan bagian Timur, endapan yang paling muda adalah endapan terarosa dan endapan sungai terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lanau, lempung, dan lumpur yang secara tidak selaras menutupi seri endapan Tersier.



26



Gambar 3.1 Stratigrafi Geologi Lembar Pacitan (Samodra, dkk, 1992) 3.2 Stratigrafi Daerah Pemetaan Pembahasan dalam stratigrafi daerah pemetaan diklasifikasikan/dibagi berdasarkan perbedaan jenis litologi batuan yang dominan. Untuk menentukan urutan satuan pada daerah pemetaan, kesebandingan mengacu pada stratigrafi regional oleh H. Samodra, dkk., (1992), Sedangkan penentuan umur dan lingkungan pengendapan ditentukan oleh pendekatan mikrofosil foraminifera planktonik ataupun bentonik yang ditemukan dalam contoh batuan. Dalam setiap satuan formasi atau satuan litologi yang dominan memiliki ciri khas masing-masing berdasarkan urutan stratigrafi yang menyusunnya, dan susunan



ini



menentukan



lingkungan



pengendapan



dimana



tempat



diendapkannya satuan batuan yang dikarakteristikan oleh rangkaian unsur geologi dan kimiawi. Dalam penentuan umur dan batimetri setiap satuan batuan digunakan metode hukum superposisi. Analisis Laboratorium pada mikrofosil yang didapatkan pada beberapa sample batuan dari daerah pemetaan mengacu 27



pada daftar kisaran hidup/umur fosil Foraminifera Planktonik oleh Blow (1969). Analisis untuk menentukan lingkungan pengendapan menggunakan fosil foraminifera bentonik dengan klasifikasi yang dibuat oleh Phleger dan Parker (1951) dan perbandingan lingkungan pengendapan di gunungapi oleh Bogie, I. dan Mackenzie, K. M, (1998). Untuk menentukan batas satuan, dapat berdasarkan kedudukan satuan batuan atau batas kontak antara batuan satu dengan batuan yang lainnya dan pengamatan topografi. Satuan batuan dikelompokkan atas dasar pengamatan pada berbagai lintasan yang dilalui di daerah pemetaan. Berdasarkan atas ciri-ciri litologi di lapangan yang dapat terpetakan dalam peta topografi 1:12.500, maka stratigrafi pada daerah pemetaan, dibagi dalam tiga satuan batuan secara tidak resmi, dengan urutan dari yang berumur paling tua hingga yang berumur paling muda adalah sebagai berikut : 1. Satuan Breksi Polemik 2. Satuan Batupasir karbonatan. 3. Satuan Breksi Vulkanik. 4. Endapan Aluvial 3.2.1 Satuan Breksi Polemik Penamaan satuan ini berdasarkan pada litologi yang mendominasi di daerah penelitian, yaitu Breksi Polemik. a. Pemerian Litologi Secara makroskopik, di bagian bawah tersusun oleh bareksi polemik bersisipan dengan batupasir karbonatan karbonatan, di bagian tengah hadir breksi karbonatan, serta gamping terumbu, batupasir karbonatan, sementara di bagian atas kembali di dominasi oleh breksi polemik, dan sisipan batupasir karbonatan. Dibagian bawah, Batupasir sedang, dengan sortasi cukup baik berkemas grain supported, matriks berukuran pasir sedang, dan semen kabonatan. Secara gradual, tersisipkan batupasir halus, berukuran pasir halus, bersortasi baik, berkemas grain supported, fragmen pasir halus - lanau, semen karbonatan, berstruktur laminasi sejajar. Lalu muncul breksi pasiran, dengan ukuran pasir hingga kerakal, bersortasi buruk, berkemas matriks supported, terdiri dari 28



fragmen kerat andesit, kuarsa, dan bersemen karbonatan, berstruktur graded bedding. Secara gradual, mulai diendapkan kembali batupasir dengan dimulai dari ukuran halus, hingga mengasar ke arah atas, bersortasi buruk, berkemas matrik supported, semen karbonatan, memiliki fragmen keratan andesit yang cukup besar, dengan matriks tuff dan semen karbonatan, memiliki struktur graded bedding, dan laminasi sejajar. Di bagian atas satuan ini terendapakan Lalu terendapkan pula sisipan breksi pasiran dengan ukuran pasir sedang hingga kerakal, bersoratasi buruk, berkemas matriks supported, memiliki fragmen kerat andesit, dan berstruktur graed bedding. b. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batuan ini menempati 55% daerah pemetaam dengan penyebaran dari Barat Daya ke Tenggara daerah penelitian yang mencakup Desa Kertosono, Desa Banteng, Desa Manggis, dan sekitarnya. Satuan ini menempati satuan geomorfologi perbukitan terjal / tersayat tajam structural dan perbukitan bergelombang struktural, dengan kontrol struktur geologi berupa sesar geser dan lipatan antiklin. Singkapan pada satuan ini relatif fresh, sehingga tersingkap cukup baik. Ketebalan satuan ini secara perhitungan rekontruksi penampang ketebalan mencapai ± 769 meter.



29



Foto 3.1 Kenampakan Singkapan breksi polemik karbonatan masif di daerah kali Pojok (LP 35) Pada lokasi pengamatan lain ditemukan juga sisipan batupasir. Memiliki deskripsi yaitu sedimen klastik dengan memiliki tekstur yaitu ukuran butir very fine sand, bentuk butir well rounded – very well rounded, dan kemas tertutup. Fragmen berukuran pasir sedang – halus dan mineral karbonat, Matriks berupa mineral lempung dan mikrit kalsit. Batuan ini terpilah baik dan berkemas tertutup.



30



Foto 3.2 Kenampakan singkapan Beksi Polemik sisipan Batupasir karbonatan pada di Kali Sukun (LP 3) c. Penentuan Umur Umur satuan breksi polemik ini ditentukan dengan menganalisis kandungan foraminefera planktonik. Berdasarkan data kandungan fosil foraminifera planktonik yang dijumpai pada litologi batupasir karbonatan, dapat disimpulkan bahwa Satuan breksi monomik mempunyai kisaran umur Oligosen Akhir atau zona N2 (Blow, 1969). (Tabel 3.4). d. Lingkungan Pengendapan Lingkungan pengendapan satuan breksi polemik dilihat dari karakteristik batuan yang menyusunnya. Bila melihat karakteristik batuan yang memiliki semen karbonatan maka diduga satuan ini terendapkan di laut, dan secara stratigrafi dan membandingkannya dengan model pengendapan gunungapi oleh



31



Bogie, I. dan Mackenzie, K.M., 1998, dapat disimpulkan satuan breksi polemik berada di fasies distal dari gunungapi. e. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan Secara stratigrafi, satuan Breksi Polemik ini berkedudukan selaras dengan satuan batupasir karbonatan diatasnya, dan satuan ini merupakan satuan yang paling tua pada daerah pemetaan. Berdasarkan ciri litologi, umur, serta posisi stratigrafi menurut H. Samodra, dkk (1992) satuan breksi polemik ini dapat disebandingkan dengan Formasi Arjosari. Merupakan satuan yang paling tua di daerah pemetaan, terdapat satuan yang lebih muda terendapkan di atas satuan breksi polemik ini yaitu satuan batupasir karbonatan yang diendapkan secara selaras. Tabel 3.1 Kolom Litologi Satuan Breksi Polemik (Tanpa Skala)



32



Contoh LP Litologi Sampel



:1



: LP 45 : Satuan breksi polemik : Batupasir (Wentworth) Tabel 3.2 Kisaran umur foraminifera planktonik pada Satuan breksi polemik di litilogi batupasir



33



Gambar 3.1 Lingkungan pengendapan Satuan breksi polemik dengan membandingkan model lingkungan pengedapan Bogie, I. dan Mackenzie, K.M., 1998 3.2.2Satuan Batupasir Karbonatan Berlapis Penamaan satuan batuan ini berdasarkan litologi yang mendominasi di daerah penelitian, yaitu batuan sedimen klastik berupa batupasir Karbonatan Berlapis. a



Pemerian Litologi 34



Secara makroskopik, di bagian bawah tersusun oleh batupasir berlapis dengan semen karbonat, di bagian tengah hadir sisipan lempung diantara batupasir tersebut yang memiliki semen karbonat, serta breksi polemik dengan fragmen berukuran krikil, sementara di bagian atas kembali di dominasi oleh batupasir berlapis, dan sisipan batupasir halus dengan semen karbonatan. Dibagian bawah, Batupasir sedang, dengan sortasi cukup baik berkemas grain supported, matriks berukuran pasir sedang, dan semen kabonatan. Secara gradual, tersisipkan batupasir halus, berukuran pasir halus, bersortasi baik, berkemas grain supported, fragmen pasir halus - lanau, semen karbonatan, berstruktur laminasi sejajar. Lalu muncul breksi pasiran, dengan ukuran pasir hingga kerakal, bersortasi buruk, berkemas matriks supported, terdiri dari fragmen kerat andesit, kuarsa, dan bersemen karbonatan, berstruktur graded bedding, serta bersisipan dengan batulempung dengan semen karbonat, mempunyai ukuran butir lempung berwarna abu – abu.. Secara gradual, mulai diendapkan kembali batupasir dengan dimulai dari ukuran halus, hingga mengasar ke arah atas, bersortasi buruk, berkemas matrik supported, semen karbonatan, memiliki fragmen keratan andesit yang cukup besar, dengan matriks tuff dan semen karbonatan, memiliki struktur graded bedding, dan laminasi sejajar. f. Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini menempati 19% bagian barat laut daerah penelitian yang mencangkup daerah Depok, Desa Ngrayun, dan sekitarnya. Satuan ini menempati satuan geomorfologi perbukitan terjal / tersayat tajam struktural dan satuan geomorfologi perbukitan bergelombang struktural. Penyebaran satuan ini berarah Utara – Barat Laut daerah pemetaan. Ketebalan satuan ini tidak bisa ditentukan secara pasti karena tidak ditemukannya kontak pada satuan batuan bagian bawahnya yang berumur lebih tua, namun ditemukan kontak batas atas dengan satuan batuan yang lebih muda yaitu satuan Breksi Polemik. Namun, ketebalan satuan ini dapat dihitung dengan merekonstruksi penampang geologi, hasil pengukurannya adalah ± 428 m.



35



Foto 3.3 Kenampakan Singkapan Batupasir karbonatan berlapis pada daerah Ngruyun (LP 31)



Foto 3.4 Kenampakan Singkapan Batupasir karbonatan sisipan Batulempung pada daerah Kali Tenggoran (LP 7)



36



g. Penentuan Umur Umur Satuan Batugamping ditentukan dengan menganalisis kandungan foraminifera planktonik. Hasil analisis mikropaleontologi, ditemukan fossil Globorotalia peripheroronda Blow & Banner, Globorotalia obesa Bolli, Globigerina praeorbulloides Blow, Globigerina venezuelana Hedberg, fosil ini didapat dari litologi batulempung. Berdasarkan analisis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa umur pengendapan Satuan Batupasir karbonatan yakni N2 hingga N8. h. Lingkungan Pengendapan Lingkungan pengendapan satuan ini ditentukan dengan melihat sifat fisik dari satuan batuan secara keseluruhan. Satuan batuan ini tersusun oleh litologi calcareous wacke. Penentuan kedalaman laut ketika pembentukan batugamping di daerah ini ditentukan berdasarkan analisis foram benthonik. Melalui analisis pengamatan foraminifera benthonik, ditemukan fossil Nonionella tugida (Williamson), Elphidium macellum (Fitchel & Moll), Amphistegina . Ciri ciri fosil tersebut menunjukan bahimetri di kedalaman Neritik Tepi hingga Neritik Tengah.



37



i. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan Secara stratigrafi, satuan batupasir karbonatan ini berkedudukan selaras dengan satuan breksi polemik dibawahnya. Berdasarkan ciri litologi, umur, serta posisi stratigrafi menurut H. Samodra, dkk (1992) satuan batupasir karbonatan ini dapat disebandingkan dengan Formasi Arjosari. Pada satuan ini tidak ditemukan kontak dengan batuan yang lebih muda diatasnya. Tabel 3.3 Kolom Litologi Satuan Batupasir karbonatan berlapis karbonatan (Tanpa Skala)



38



Contoh LP Litologi Sampel



:1 : 21 : Satuan Batupasir karbonatan : Batulempung (Wentworth)



Tabel 3.4 Kisaran umur berdasarkan analisa foraminifera planktonik pada Satuan batupasir karbonatan



Tabel 3.5 Zonasi batimetri satuan batupasir karbonatan berdasarkan analisa foraminifera bentonik (Bandy, 1967)



39



3.2.3 Satuan Breksi Vulkanik Penamaan satuan ini berdasarkan pada litologi yang mendominasi di daerah penelitian, yaitu Breksi Vulkanik. a



Pemerian Litologi Secara makroskopik, di bagian bawah nampak hamparan breksi monomik



disertai sisipan batupasir, sementara di bagian tengah didominasi oleh breksi monomik beserta sisipan pasir yang memiliki jurus dan kemiringan, di bagian atas terendapkan breksi andesit, tufa, serta lava andesit secara selang seling. Breksi monomik, berwarna hitam (sebagian berwarna kelabu gelap), dengan ukuran berangkal hingga bongkah, berbentuk butir menyudut hingga menyudut tanggung, memiliki sortasi buruk, dengan kemas umum grain supported, berporositas buruk, permeabilitas buruk. Komposisi umumnya berisikan fragmen andesit, dan basalt dengan matriks kerikil andesit dan pasir kuarsa, semen silika. Berstruktur sedimen graded bedding (baru nampak bila melihat dari jarak jauh), terdapat sisipan batupasir yang memiliki jurus dan kemiringan sehingga dapat dilihat perlapisanya. Tuff, berwarna putih dalam kondisi segar, dan krem dalam kondisi lapuk, dengan kemas baik, porositas baik. Berkomposisi pecahan tuff. Lava andesit, berwarna kelabu, dengan granularitas fanerik halus, kristalinitas hipokristalin, relasi tidak nampak jelas, berstruktur masif, dan sheeting joint. Secara mikroskopik, Pada satuan ini hanya diambil Fragmen Andesit pada breksi andesit, dan tuff saja. Andesit pada nikol sejajar tidak nampak warna, pada nikol bersilang nampak jelas warna, bergranularitas fanerik halus,



40



kristalinitas hipokristalin, berfabrik euhedral hingga subhedral, equigranular, berteksturk hipidiomorfik granular. Berkomposisi dipenuhi plagioklas, piroksin, dan massa gelas. Dapat disimpulkan pula fragmen batuan ini Andesit piroksin (lampiran terikat 2). Sementara untuk Tuff, berwarna keruh pada nikol sejajar, dan pada nikol bersilang nampak banyak pecahan gelas, dominasi pecahan gelas ini membuat namanya disebut Vitric Tuff (Schmid, 1954).. j. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batuan ini menempati 19% daerah pemetaam dengan penyebaran dari Utara ke Timur Laut daerah penelitian yang mencakup Desa Tangkil, Desa Manggis, dan sekitarnya. Satuan ini menempati satuan geomorfologi perbukitan terjal / tersayat tajam struktural dan perbukitan bergelombang struktural, dengan kontrol setruktur geologi berupa sesar geser sinistral. Singkapan pada satuan ini relatif fresh, sehingga tersingkap cukup baik. Ketebalan satuan ini secara perhitungan rekontruksi ketebalan mencapai ± 50 - 100 meter.



41



Foto 3.5 Kenampakan singkapan Breksi Monomik masif pada daerah Gunung Waringin (LP 70) Pada lokasi pengamatan lain ditemukan juga sisipan batupasir. Memiliki deskripsi yaitu sedimen klastik dengan memiliki tekstur yaitu ukuran butir very fine sand, bentuk butir well rounded – very well rounded, dan kemas mud supported. Fragmen berukuran pasir sedang – halus, Matriks berupa mineral lempung dan dan kuarsa. Batuan ini terpilah baik dan berkemas mud supported.



Foto 3.6 Kenampakan singkapan Breksi vulkanik sisipan Batupasir pada daerah Tangkil (LP 57) k. Penentuan Umur Satuan breksi vulkanik ini di peta dan penampang geologi berkedudukan tidak selaras di atas satuan breksi polemik. Hal ini dicirikan dari kedudukan perlapisan yang ditemukan setelah melakukan observasi. Dilihat dari karakteristik batuannya, batuan ini berumur Miosen Tengah, namun lebih muda dibandingkan Satuan breksi polemik.



42



l. Lingkungan Pengendapan Lingkungan pengendapan satuan breksi vulkanik berdasarkan karakteristik batuan penyusunya berupa fragmen berbutir krakal – bongkah, dan tidak memiliki sifat karbonatan diduga berada pada lingkungan darat dan berdasarkan stratigrafi satuan ini diduga merupakan bagian fasies Proksimal gunung api yang berada di darat, setelah dicocokan ke dalam model pengendapan gunungapi oleh Bogie, I. dan Mackenzie, K.M., 1998. Hal ini dicirikan adanya perlapisan breksi monomik di bagian bawah dan adanya lava andesit di antaranya. m. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan Secara stratigrafi satuan breksi vulkanik berada diatas satuan breksi polemik terendapkan secara tidak selaras, merupakan batuan termuda pada daerah pemetan. Berdasarkan karakteristik dan ciri litologi dari satuan batuan ini. Maka menurut H. Samodra, dkk (1992) satuan batuan ini dapat disebandingkan dengan formasi Wuni. Tabel 3.6 Kolom Litologi Satuan Breksi Monomik (Tanpa Skala)



43



Gambar 3.2 Lingkungan pengendapan Satuan breksi vulkanik dengan membandingkan model lingkungan pengedapan Bogie, I. dan Mackenzie, K.M., 1998 3.2.4 Endapan Aluvium Penamaan satuan batuan ini berdasarkan material penyusun yang mendominasi di daerah penelitian, yaitu berupa endapan alluvial dan batuan penyusun yang telah berubah menjadi tanah. a



Pemerian Litologi Satuan ini terdiri dari endapan aluvial di beberapa LP,yang menutupi sungai



yang berumur dewasa. Secara umum endapan ini merupakan endapan kuarter yang menutupi batuan berumur tersier di bawahnya, dengan material berupa, kerakal, kerikil, pasir, lanau, lempung, yang merupakan rombakan dari batuan sebelumnya.



44



n. Penyebaran dan Ketebalan Endpan Aluvial ini menempati 5% di bagian selatan daerah penelitian yang terdapat pada kali Sukun, kali Panggul dan sekitarnya. Satuan ini menempati satuan geomorfologi Dataran Fluvial. Ketebalan satuan ini tidak bisa ditentukan secara pasti karena perbedaan endapan yang terbentuk yang diakibatkan erosi dari aliran sungai tempat endapan tersebut berada.



Foto 3.7 Kenampakan Endapan Fluvial pada daerah Kali Sukun (LP 2) o. Hubungan Stratigrafi dan Kesebandingan Satuan ini merupakan satuan termuda pada daerah pemetaan, yang merupakan endapan kuarter yang memiliki hubungan tidak selaras satuan batuan berumur tersier dibawahnya. Kesebandingan satuan ini secara regional yaitu Endapan Aluvium (H. Samodra, dkk., 1992).



45



Tabel 3.7 Kolom Stratigrafi Endapan Aluvium (Tanpa Skala)



Dari pengumpulan data di atas, maka dapat disusun kolom stratigrafi daerah pemetaan tanpa skala, dengan urutan dari yang berumur paling tua hingga yang berumur paling muda (Tabel 3.8) adalah sebagai berikut. Tabel 3.8 Kolom Stratigrafi Daerah Pemetaan, Tanpa Skala (Tidak Resmi)



46



BAB IV STRUKTUR GEOLOGI



4.1 Struktur Geologi Regional Struktur yang terdapat di pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh pergerakan aktif dari lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Akibat dari pergerakanpergerakan tektonik lempeng aktif tersebut, pada pulau Jawa berkembang 3 pola struktur geologi yang dominan (Gambar 4. 1. 1), yaitu: Pola Meratus (Timur Laut – Barat Daya), Pola Sunda (Utara – Selatan), dan Pola Jawa (Barat – Timur) (Martodjojo dan Pulunggono, 1994).



Gambar 4. 1 Pola Struktur Pulau Jawa (Martodjojo dan Pulunggono, 1994) Pola Meratus terbentuk pada umur kapur akhir – paleosen (80 – 52 juta tahun yang lalu) dengan arah timur laut – barat daya, pola ini terbentuk akibat dari subduksi Lempeng Indo-Australia ke Lempeng Benua Eurasia, arah tumbukan dan penunjaman yang bersudut ini yang menyebabkan terbentuknya sesar-sesar utama bersifat sesar mendatar mengiri dengan orientasi timur laut – barat daya. Pola ini diwakili oleh Sesar Cimandiri di Teluk Pelabuhan Ratu dan menerus ke lembah Sungai Cimandiri yang berarah timur laut.



47



Pola Sunda terbentuk pada umur eosen awal – oligosen akhir (53 – 32 juta tahun yang lalu) dengan arah utara - selatan, pola ini terbentuk akibat penurunan kecepatan dari Lempeng Indo-Australia yang menyebabkan terjadinya regangan sehingga terbentuk pola Sunda ini. Pola ini diwakili oleh sesar yang membatasi Cekungan Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna. Pola jawa berumur oligosen akhir – miosen awal (32 juta tahun yang lalu) dengan arah barat – timur, pola ini terbentuk akibat rezim tektonik kompresi yaitu penunjaman lempeng Indo-Australia pada selatan Pulau Jawa yang menerus hingga ke Pulau Sumatera. Di Jawa Tengah hampir semua sesar di Pegunungan Selatan dan Serayu Utara berorientasi barat – timur. Pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti Sesar Baribis yang membentang dari Purwakarta hingga ke Jawa Tengah di daerah Baribis Kadipaten Majalengka serta sesar-sesar naik di dalam Zona Bogor pada Zona Fisiografi Van Bemmelen (1949). 4.2 Struktur Geologi Daerah Pemetaan Struktur geologi pada daerah pemetaan dapat ditentukan berdasarkan data lapangan dalam bentuk bukti-bukti berupa pengukuran kekar-kekar pada batuan, pengukuran arah breksiasi, interpretasi kontur pada peta topografi, dan interpretasi jurus dan kemiringan batuan. Bukti-bukti tsb. Disesuaikan dengan pola penyebaran kontur pada peta topografi dengan skala 1: 12.500, baik berupa kelurusan bukit maupun pembelokan sungai sebagai data yang menunjang dalam penentuan struktur geologi daerah penelitian. Penamaan struktur geologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan nama geografis setempat, seperti nama desa, kecamatan, maupun sungai dimana tanda-tanda struktur tersebut ditemukan. Berdasarkan indikasi dan tanda-tanda yang diperoleh di lapangan, maka ditemukan struktur-struktur: 4.2.1 Antiklin Kali Kelor Penamaan lipatan Antiklin ini didasarkan pada tempat dimana antiklin tersebut dijumpai, yaitu di daerah Kali Kelor. Antiklin berada di dalam 2 satuan batuan, yakni Satuan Breksi Polemik, dan Satuan Batupasir.



48



Penarikan sumbu antilin didasarkan pula pada indikasi-indikasi yang dijumpai di lapangan, yakni kelurusan kontur, pola kontur, dan kemiringan lapisan yang berlawanan di beberapa LP. 4.2.2 Sesar Geser Sinistral Kali Tangkil Penamaan berdasarkan daerah terdapatnya sesar geser tersebut, yakni di daerah Kali Tangkil. Sesar berada di 3 satuan batuan, yakni Satuan Breksi Polemik, Satuan Batupasir, Satuan Breksi Monomik. Penarikan zona sesar berdasarkan pengacakan jurus dan kemiringan, kelurusan kontur, dan pembelokan sungai yang menandakan adanya sesar geser. 4.3 Analisis Arah Gaya Utama Berdasarkan pola struktur Pulau Jawa menrut Martodjojo dan Pulunggono (1994), terdapat 3 kemungkinan arah gaya dominan dari daerah pemetaan, yakni pola meratus, pola sunda, dan pola jawa (Gambar 4. 1. 1). Dengan analisis datadata strike menggunakan diagram bunga (rose set), akan menunjukkan arah gaya dominan (σ1) dari daerah pemetaan. Tabel 4.1 Data Pengukuran Kekar Data Pengukuran Kekar No



Data Strike



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



N 2350 E N 2370 E N 2260 E N 2360E N 2420 E N 2370 E N 2350 E N 2280 E N 2360 E N 2360 E



.



No



Data Strike



11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.



N 550 E N 450 E N 380 E N 400 E N 400 E N 460 E N 520 E N 470 E N 460 E N 460 E



.



49



Gambar 4.2 Diagram Bunga (rose set) Berdasarkan hasil analisis pada rose set, menunjukkan arah gaya dominan (σ1) dengan arah Timur Laut-Tenggara. Dengan kata lain, pola struktur yang terdapat pada daerah pemetaan adalah Pola Jawa (Martodjojo dan Pulunggono, 1994). Dengan pola struktur yang berorientasi Barat Laut-Tenggara, akan menghasilkan sesar-sesar geser berarah Timur Laut-Barat Daya. Sesar geser yang terjadi akibat pola struktur ini dapat dilihat pada adanya Lipatan Antiklin Kali kelor dan Sesar Geser Dekstral Kali Tangkil. Pada prinsipnya dalam penentuan mekanisme struktur diamati kenampakan struktur di alam yang meliputi morfologi, dan data struktur. Kemudian setelah itu, penentuan mekanisme struktur di cocokan ke dalam salah satu model pembentukan struktur. Dalam penelitian ini model pembentukan struktur menggunakan model pembentukan oleh Billing, Menurut teori kertakan batuan (Billings, 1984), suatu benda akan mengalami perlipatan bila dikenai oleh gaya kompresi, apabila gaya itu terus berlanjut hingga melampaui daya elastisitasnya, maka benda tersebut akan



50



mengalami shear fracture. Pembentukan dari shear fracture umumnya mempunyai sudut 30° - 45° dari gaya kompresi utama.



Gambar 4. 3 Gambar teori Pure share yang menghubungkan antara pola pola kekar terhadap tegasan utama. Dari analisis data strike dalam diagram bunga (rose net), didapat bahwa tegasan utama berorientasi barat laut – tenggara, maka akan menghasilkan sumbu lipatan tegak lurus terhadap gaya utama, dan



sesar mendatar yang



membentuk sudut lancip terhadap sumbu lipatan seperti yang terdapat pada daerah pemetaan.



51



BAB V SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi merupakan gabungan dari segala aspek-aspek kajian geologi seperti geologi struktur dan stratigrafi yang sudah dibahas pada bab-bab sebelumnnya. Sejarah geologi merupakan cerita pembentukan dari daerah penelitian dari segi geologi struktur dan stratigrafi yang dimanifestasikan dalam bentuk roman muka bumi. Roman muka bumi sendiri dibahas dalam bab Geomorfologi. Satuan batuan yang pertama kali terbentuk adalah Satuan Breksi Polemik pada kala Oligosen Akhir. Mekanisme dari pengendapan adalah hasil erosi dari batuan asalnya..



Gambar 5.1 Pengendapan Satuan Breksi Polemik



52



Selanjutnya diendapkan Satuan Batupasir berlapis yang diendapkan secara selaras di atas Satuan Breksi Polemik.



Gambar 5.2 Pengendapan Satuan Batupasir Karbonatan Kemudian secara tidak selaras diendapkan Breksi vulkanik, diatas Satuan Batupasir berlapis yang pengendapanya berakhir pada kala Miosen Awal.



Gambar 5.3 Pengendapan Satuan Breksi Volkanik Selanjutnya daerah tersebut mengalami gaya tektonik dengan arah utama Barat Laut – Tenggara, sehingga membentuk struktur seperti yang ada di daerah pemetaan.



53



Gambar 5.4 Gaya utama bekerja dengan arah barat laut tenggara Kemudian terendapkan endapan alluvial pada bagian selatan daerah pemetaan pada kala Resen, lalu terjadi erosi dan membentuk morfologi seperti sekarang.



Gambar 5.5 Proses erosi dan kondisi morfologi saat ini



54



BAB VI EVALUASI GEOLOGI Evaluasi geologi merupakan sebuah implementasi dari ilmu-ilmu geologi seperti Geologi Teknik, Geologi Tata Lingkungan, Bencana Geologi dll. Yang dapat diaplikasikan ke dalam komunitas lokal (dari daerah pemetaan). Hal ini bila ditinjau dari aspek Geologi Tata Lingkungan dan Geologi Teknik, dapat dipisahkan ke dalam potensi dan kendala yang terdapat di daerah pemetaan. Tujuan utama dari evaluasi geologi dapat diaplikasikan pada segi mitigasi (pencegahan) bencana. Selain itu, evaluasi geologi juga dapat diaplikasikan ke dalam segi perekonomian masyarakat guna adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. 6.1 Kendala Bencana Geologi Bencana geologi adalah peristiwa alam yang disebabkan oleh faktor-faktor geologi , dan mengakibatkan terjadinya kerusakan alam, kerugian harta benda serta dapat menimbulkan korban jiwa.. Bencana geologi yang sering terjadi di daerah pemetaan adalah gerakan tanah berupa rayapan dan longsor. 6.1.1 Gerakan Tanah Gerakan tanah terjadi karena adanya kehilangan keseimbangan pada lereng akibat dari proses endogen dan eksogen. Misalkan, adanya gempa bumi (akibat proses tektonik) yang terus menerus yang dapat menyebabkan kekompakan tanah yang semakin berkurang. Pada daerah pemetaan, ditemukan secara berulang adanya gerakan tanah, terutama di bukit-bukit yang ramai ditumbuhi oleh pohon pinus di lereng bukitnya. Pada lereng-lereng tersebut, ditemui adanya longsoran yang dapat menutupi jalan sebagai akses utama masyarakat. Keberadaan pohonpohon pinus membebani lereng bukit yang tak stabil, serta keberadaannya di zona sesar, menyebabkan semakin intensnya longsoran di daerah pemetaan, terutama apabila musim hujan tiba. Hal ini diperparah dengan beban dari adanya permukiman penduduk di atas bukit.



55



Pada daerah pemetaan, terdapat pula rayapan atau creep. Rayapan merupakan gerakan tanah yang terjadi secara perlahan. Pada daerah pemetaan ditunjukkan dengan adanya tiang listrik dan juga pohon pinus yang sudah tidak tegak di beberapa lokasi. Tidak hanya gerakan tanah, daerah pemetaan juga sering sekali mengalami gerakan tanah berupa longsoran. Beberapa daerah mengalami intensitas longsoran cukup sering, seperti daerah Ngrayun dan Sambi.



Gambar 6. 1 Kenampakan Gerakan Tanah berupa rayapan di daerah Ngrayun



56



Gambar 6. 2 Kenampakan longsoran di daerah Ngrayun 6.2 Potensi Bahan Galian Penggolongan bahan galian mengacu pada: 1. UU no. 11 tahun 1967 tentang ketentuan pokok pertambangan (pada bab mengenai Penggolongan dan Pelaksanaan penguasaan Bahan galian 2. Peraturan Pemerintah No. 27 th 1980, penggolongan ini didasarkan pada : Nilai strategis / ekonomis bahan galian terhadap negara, terdapatnya bahan galian dalam alam (genesa), penggunaan bahan galian terhadap industri, pengaruh terhadap kehidupan rakyat banyak, pemberian kesempatan pengembangan pengusahaan,dan penyebaran pembangunan di daerah. Pembayaran pajak penggalian mengacu pada perda Kabupaten Banyumas no. 20 tahun 2009 tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. pada bab IV, pasal 7, ditetapkan bahwa tarif pajak adalah sebesar 20% (dua puluh persen).



57



6.2.1 Penambangan Pasir dan Batu Penambangan pasir dan batu yang terdapat di daerah pemetaan berupa penambangan Tuff. Tuff oleh warga setempat dijadikan sebagai bahan baku semen/ bahan material, serta penambangan gamping dan potensi penambangan pasir-batu (sirtu).



Gambar 6. 3 Kenampakan Tambang tuff di Desa Jangsung



58



BAB VII KESIMPULAN Daerah pemetaan termasuk dalam wilayah Desa Tangkil dan sekitarnya, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa timur secara geografis terletak pada koordinat 08° 10' 07,2"- 08° 12' 49,4" LS dan 111° 26' 50"-111° 30' 06" BT dengan luas daerah



30 km². Zona fisiografi daerah



pemetaan termasuk ke dalam pegunungan Selatan. Zona geomorfologi ditentukan dengan menggunakkan metode ITC, bentang alam daerah pemetaan didapatkan menjadi tiga satuan yaitu satuan perbukitan tersayat tajam struktural, satuan perbukitan bergelombang structural dan dataran fluvial. Pola aliran sungai yang mengaliri daerah pemetaan terdiri dari satu pola yakni sub dendritik. Sedangkan stadia daerah dan sungai pada daerah pemetaan termasuk kedalam stadia dewasa hingga tua. Secara stratigrafi, daerah pemetaan dibagi berdasarkan sifat lithostratigrafi (dibedakan melalui sifat karakteristik fisika, kimia, dan biologi) sehingga dapat dibedakan menjadi empat satuan batuan yang berumur tersier hingga kuarter yang terdiri dari tua ke muda, yakni: 1) Satuan breksi polemik berumur Oligosen (N2) dan diendapkan pada fasies distal gunungapi ; 2) Satuan batupasir berlapis berumur Oligosen Akhir – Mosen Awal (N2 – N8) dan diendapkan pada lingkungan laut. 3) Satuan breksi vulkanik berumur Oligosen MiosenTengah diendapkan pada fasies Proksimal gunung api ; 4) Endapan kolluvial dan alluvial yang berumur holosen hingga resen yang diendapkan di darat. Struktur geologi di daerah pemetaan terbentuk akibat aktivitas vulkanik dan tektonik yang mengenai daerah pemetaan. Pada orde pertama (sekitar kala Oligosen Akhir - Miosen Awal) terbentuk Antiklin Kali Sukun. Pada Miosen Akhir terjadi tektonik orde kedua mengakibatkan Sesar Sinistral Kali Tangkil. Dari hasil analisis dari aspek geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi, dapat disimpulkan bahwa jenis satuan batuan yang ada di daerah pemetaan lebih



59



beragam dibandingkan dengan hipotesis awal di bab geomorfologi, hal ini dikarenakan adanya perubahan fasies dari satuan breksi yang membentuk daerah pemetaan. Hal ini sehubungan dengan adanya pengaruh jarak sumber sedimen. Sejarah pengendapan pada daerah pemetaan dimulai dari diendapkanya Satuan batuan yang pertama kali terbentuk adalah Satuan Breksi Polemik pada kala Oligosen Akhir hingga Miosen Awal. Mekanisme dari pengendapan adalah hasil erosi dari batuan asalnya. Selanjutnya diendapkan Satuan Batupasir berlapis yang diendapkan secara selaras di atas Satuan Breksi Polemik. Kemudian secara tidak selaras diendapkan Breksi vulkanik, diatas Satuan Batupasir berlapis yang pengendapanya berakhir pada kala Miosen Awal. Selanjutnya daerah tersebut mengalami gaya tektonik dengan arah utama Barat Laut – Tenggara, sehingga membentuk struktur seperti yang ada di daerah pemetaan. Kemudian terendapkan endapan alluvial pada bagian selatan daerah pemetaan pada kala Resen, lalu terjadi erosi dan membentuk morfologi seperti sekarang.. Evaluasi geologi di daerah pemetaan terdiri dari potensi sumber daya alam, dan bencana alam. Potensi yang dimiliki di daerah ini yakni sumber daya air, penambangan andesit, perkebunan tanaman industri, potensi wisata air terjun.



60



61



DAFTAR PUSTAKA



Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI Penyusunan Peta Geologi. Jakarta: Indonesia. Badan Standarisasi Nasional. 1999. SNI Penyusunan Peta Geomorfologi. Jakarta: Indonesia Bemmelen, R. W. Van. 1949. The Geology of Indonesia vol IA General Geology, Martinus Nijhoff. The Hague, Netherland Blow, A. H. 1969.



“Late Midldle Miocene Eocene to Recent Planktonic



Foraminifera Biostratigraphy”. Proceeding



Intern, Conf. Planktonic



Microfossil, 1st edition. Bolli, H.M., 1985, Planktonic Stratigraphy, 1st ed. Cambridge University Press, English. Bogie, I. dan Mackenzie, K.M., 1998. The application of a volcanic facies models to an andesitic stratovolcano hosted geothermal system at Wayang Windu, Java, Indonesia. Proceedings of 20th NZ Geothermal Workshop, h.265-276 Davis, G. H., S. J. Reynold & C. F. Kluth 2011. Structural Geology of Rocks and Regions, 3rd Edition. USA Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 2000. An Outline of the Geology of Indonesia. Jakarta. Indonesia. Ipranta, 2010. Peta Fisiografi Indonesia skala 1:10.000.000. Badan Geologi, Bandung. Indonesia.



62



Kadar, Darwin. 1986, Neogene Planktonic Foramineferal Biostratigraphy of The South Central Java Area, Indonesia, Geol. Res. Dev. Centre, Bandung. Indonesia. Komisi Sandi Stratigrafi Nasional. 2002. Sandi Stratigrafi Nasional. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Jakarta Lobeck, 1968.“Geomorphology: An Introduction to the study of landscapes”. USA Nichols, D. 2009. Principles of Sedimentology and Stratigraphy. John Wiley & Sons, Inc. London, UK Pettijohn, F. J. (1975), Sedimentary rock, Halper and R Brother, New York. Postuma, J.A., 1951. Manual of Planktonik Foraminifera, Elsevier Publ. Co., Amsterdam. Purnamaningsih, S., & Pringgoprawiro, H..1981. Stratigraphy and Planktonik Foraminifera or Eocene – Oligocene Nanggulan Formation Central Java, Geol. Res. Dev. Centre, Pal. Ser. N. Bandung. Schmid, R., 1981, Descriptive nomenclature and classification of pyroclastic rocks and fragments: Recommendations of the IUGS Subcommission on the Systematics of Igneous Rocks: Geology, v. 9 , p. 41–43. Sukandarrumidi. 2011. Pemetaan Geologi: Penuntun Praktis Untuk Geologist Pemula. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Suria-Admatja, R., Pringgoprawiro, H., &Priadi, B., 1990, Kegiatan magmatik Tersier di Jawa : Studi Evolusi Geokimia dan Mineralogi, Persidangan Sains Bumi dan Masyarakat, Universiti Kebangsaan Malaysia.



63



Samodra, dkk. 1992. Peta Geologi Lembar Pacitan, Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan pengembangan Geologi. Bandung Tappounnier, P., P., Peltzer. G., Armajo, R., 1986. On the mechanics of the collision between India and Asia. In Colliion tectonics (ed M.P. Coward & A. C. Ries). Geol. Soc. London, Spec. Publ. 19: 115 – 157. Varnes, D.J., 1978. Slope Movement and Types and Processes, In Landslide: Analysis and Control. Transportation Research Board. Walker, R.G. 1964. Facies Models 2nd Edition. Geoscience Canada. Ontario, Canada William, H., Turner, F.J., and Gilbert, C.M. 1982, Petrography and Introduction to Study of Rock in Thin Section, W.H., Freeman and Co., San Fransisco. Zuidam, R.A. Van. and Verstappen , 1978. Terrain Analysis and Classification Using Aerial Photography, A Geomogphological Approach, p. 12-16. KATA PENGANTAR Puji Syukur Kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, dan karunia Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pemetaan ini tepat pada waktunya. Laporan ini berjudul “Geologi Daerah Tangkil dan Sekitarnya, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur”. Laporan ini berisi mengenai keadaan geologi daerah pemetaan yang meliputi kenampakan bentang alam atau geomorfologi dan pola aliran sungai daerah, stratigrafi dan urutan proses pembentukan batuan di daerah pemetaan, struktur geologi yang terbentuk dan berkembang di daerah pemetaan, sejarah geologi daerah pemetaan, serta evaluasi geologi yang dapat terjadi di daerah pemetaan. Penulis juga menyadari penulisan laporan ini tidak lepas dari peran, jasa, dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada:



64



Umi, Ayah, Dwi, Dinda, dan semua kerabat dekat yang telah membantu memberikan semangat, cinta, dukungan moral, dan kekuatan kepada penulis. Ir. Denny Suwanda Djohor, MS., Selaku dosen pembimbing pemetaan yang telah membantu, memberi masukan, dan motivasi kepada penulis hingga laporan ini terselesaikan. Ir. Dewi Syavitri, M.Sc. Ph.D., Selaku Ka. Prodi Teknik Geologi, dan dosen mata kuliah penyusunan laporan geologi yang telah sabar, dan tulus membantu penulis dalam menyusun laporan pemetaan geologi ini, serta memberikan ilmunya dalam menyusun laporan pemetaan geologi dengan baik dan benar. Ghina Lulu Fadiyah, terimakasih atas nasehat, doa, segala jenis bantuan saat di lapangan, setia menemani dan menyemangati penulis dalam penyusunan laporan hingga larut malam, perhatian tanpa batas, senantiasa memberi dukungan dan menghibur penulis dikala duka saat menyusun laporan geologi. Teman – teman dari blok III, Pemetaan daerah Trenggalek, terutama kelompok 1 dan 2, Agam Mardila, Hario Yudistiro, Ivan Ibrahim, Michael Chandra, Bella Naomi, Ghalih Saputra, Tengku Rafiansyah, Rosano Providentia, dan Rizsa Budiarti, Terimakasih telah memberikan dukungan dan semangat satu sama lain serta keceriaan sehingga memberikan suasana yang indah dalam setiap harinya. Saudara Brahmantyo Jihad, Yan Happy Joshua selaku asisten pemetaan geologi yang memberikan banyak masukan dan telah sabar membimbing selama penyusunan proposal, proses akusisi data di lapangan, hingga penyusunan laporan pemetaan geologi ini. Bronkost Family; Rahmat Ansori, Radityo Harimurti, Abi Yuda, Aditya Utama, Adli Cahya, Muhammad Amarullah, Ami Tri Kurniawan, Arif Zamzami Lubis, Arya Patih Amiluhur, Aryo Wicaksono, Hizkia Brando, Christian Lembong, Fahmi Chairul Umam, Fakhrul Arifin, Fikri Mafazi, Firman Akbar, Fitra Perdana, Handani Satriawan, Ilham Kurniawansyah, Muhammad Arfiandi, Muhammad Fauzan



R.M., sahabat kesayangan



Muhammad



Mardano,



Muhammad Zaki Nirwan, Purnamasidi S, Rama Kesuma, Rendhika Adri, Riwaldi Rizal, Riza Adhita, Tedy Wulantoro, Teguh Eko Sulistiyanto, Irwin Hentriansa.



65



Keluarga besar Geologi USAKTI angkatan 2012, terutama Muhammad Hanif, Muhammad Fajar Indra, Muhammad Wisnu, Irfan Sunkar, serta semua teman teknik geologi 2012 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas semangat dan dukungannya kepada penulis. Semoga kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan laporan ini dapat bermanfaat bagi setiap pembacanya. Namun dalam penyusunan dan penulisan laporan ini, disadari masih ada kekurangan, serta keterbatasan kemampuan dan waktu penelitian yang masih belum sempurna. Oleh karena itu, segala pendapat baik kritik maupun saran patut penulis terima demi menyempurnakan laporan penelitian ini agar menjadi lebih baik dan berguna bagi orang lain. Akhir kata, semoga laporan ini berguna, baik dalam bidang ilmu sains maupun bagi mereka yang akan melakukan penelitian di dalam daerah penelitian dan sekitarnya. Jakarta, 25 Juni 2016 Penulis



66



SARI Daerah pemetaan terletak pada Desa Tangkil dan sekitarnya, Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur dengan luas 30km 2. Pemetaan ini mencakup aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, untuk selanjutnya dapat direkonstruksi sejarah geologinya. Evaluasi geologi berupa potensi dan bencana geologi didasarkan pada penilaian kondisi fisik geologi. Satuan geomorfologi daerah pemetaan didasarkan pada kelerengan dan genesa, yaitu Satuan Geomorfologi Berbukit Tersayat Tajam Struktural, Satuan Geomorfologi Berbukit Bergelombang Struktural dan Dataran Fluvial. Berdasarkan pembagian litostratigrafi dan pengelompokkan secara deskriptif, daerah pemetaan dibagi menjadi tiga satuan batuan, diawali dengan satuan tertua berupa satuan Breksi Polemik yang berumur Oligosen Akhir, yang diendapkan di fasies gnung api distal, kemudian di atasnya terendapkan secara terlaras satuan batuan Batupasir berlapis dengan umur Oligosen Akhir – Miosen Awal yang diendapkan di lingkungan pengendapan laut, dan selanjutnya secara tidak selaras diendapkan satuan Breksi Vulkanik yang diendapkan di lingkungan pengendapan darat. Struktur geologi yang terdapat di daerah pemetaan berupa Antiklin Kali Sukun, Sesar Sinistral Kali Tangkil, arah gaya dominan barat laut tenggara. Hasil interpretasi sejarah geologi menunjukkan aktivitas vulkanik terjadi setelah terendapkannya satuan Breksi Polemik dan satuan Batupasir berlapis, yang menghasilkan satuan Breksi Vulkanik. Potensi geologi di daerah pemetaan berupa tambang galian pasir-batu, sedangkan kendala geologi berupa banjir pada daerah pinggir Kali Serang dan adanya daerah rawan longsor.



67



ABSTRACT The mapping area located in Tangkil and surroundings, District Panggul, Trenggalek, East Java Province with an area of 30km2. This mapping includes aspects of geomorphology, stratigraphy, structural geology, for further geological history can be reconstructed. The geological evaluation of geological hazard potential and be based on an assessment of the physical condition of geology. Unit of geomorphology mapping based on the slope area as descriptive and the genesis, geomorphology unit of Sharp Cuts Hilly Structural geomorphology, Wavy Hills Structural and Fluvial Plain. Based on the distribution of litostratigrafi and grouping are descriptively, mapping area was divided into three units of rocks, starting with the unit's oldest form of unit Breccia Polemic of Late Oligocene - Early Miocene, which is deposited in facies volcanic distal area, later on it was deposited in continius are Sandstone plated unit by the age of Late Oligocene - Early Miocene deposited in marine depositional environment, and furthermore it is not aligned deposited Volcanic Breccia unit deposited in terrestrial depositional environments. The geological structure of the region in the form of mapping Anticline Sukun Stream, Kali Tangkis Sinistral Fault, the dominant force direction northwest - southeast. The interpretation of the geological history shows volcanic activity occurred after deposition of Breccia Polemics unit and layered sandstone unit, which produces the Volcanic Breccia unit. Potential geological mapping in the area such as the sandstone quarry, while the geological constraints of flooding on the outskirts of Kali Serang and their areas prone to landslides.



68



DAFTAR I KATA PENGANTAR.............................................................................................i SARI.....................................................................................................................iii ABSTRACT.........................................................................................................iv DAFTAR ISI..........................................................................................................v DAFTAR FOTO.................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR............................................................................................ix DAFTAR TABEL..................................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN TERIKAT.......................................................................xi DAFTAR LAMPIRAN LEPAS..........................................................................xii YBAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1 1.1 1.2 1.3 1.4



Latar Belakang..........................................................................................1 Maksud dan Tujuan...................................................................................1 Waktu, Lokasi, dan Kesampaian Daerah Pemetaan.................................2 Metodologi dan Tahapan Pemetaan..........................................................4



1.4.1 1.4.2 1.4.3 1.4.4



Tahap Persiapan dan Perencanaan....................................................4 Tahap Pemetaan Lapangan...............................................................5 Tahap Penelitian dan Analisis Laboratorium....................................5 Tahap Penyusunan Laporan..............................................................6



1.5 Tinjauan Pustaka.......................................................................................7 BAB II GEOMORFOLOGI..................................................................................8 2.1 Fisiografi Regional...................................................................................8 2.2 Geomorfologi Daerah Pemetaan...............................................................9 2.2.1 2.2.2 2.2.3



Satuan Geomorfologi Perbukitan Terjal Struktural........................14 Satuan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang Struktural..........15 Satuan Geomorfologi Dataran Fluvial............................................17



2.3 Genetik dan Pola Aliran Sungai Daerah Penelitian................................18 2.4 Stadia Sungai Daerah Penelitian.............................................................19 2.5 Stadia Daerah Daerah Pemetaan.............................................................22 BAB III STRATIGRAFI.....................................................................................24 3.1 Stratigrafi Regional.................................................................................24 3.1.1 3.1.2



Formasi Arjosari (Toma).................................................................24 Formasi Mandalika (Tomm)...........................................................24



69



3.1.3 3.1.4 3.1.5 3.1.6 3.1.7 3.1.8 3.1.9 3.1.10 3.1.11



Batuan Trobosan (Tomi).................................................................24 Batuan Campur Darat (Tmcl).........................................................24 Formasi Jaten (Tmj)........................................................................25 Formasi Wuni (Tmw).....................................................................25 Formasi Nampol (Tmn)..................................................................25 Formasi Oyo (Tmo)........................................................................26 Formasi Wonosari (Tmwl)..............................................................26 Formasi Kalipucang (Qpk).............................................................26 Aluvium (Qa)..................................................................................26



3.2 Stratigrafi Daerah Pemetaan...................................................................27 3.2.1 3.2.2 3.2.3 3.2.4



Satuan Breksi Polemik....................................................................28 Satuan Batupasir Karbonatan Berlapis...........................................34 Satuan Breksi Vulkanik..................................................................40 Endapan Aluvium...........................................................................44



BAB IV STRUKTUR GEOLOGI.......................................................................47 4.1 Struktur Geologi Regional......................................................................47 4.2 Struktur Geologi Daerah Pemetaan........................................................48 4.2.1 4.2.2



Antiklin Kali Kelor.........................................................................48 Sesar Geser Sinistral Kali Tangkil..................................................49



4.3 Analisis Arah Gaya Utama.....................................................................49 BAB V SEJARAH GEOLOGI............................................................................52 BAB VI EVALUASI GEOLOGI.........................................................................55 6.1 Kendala Bencana Geologi......................................................................55 6.1.1



Gerakan Tanah................................................................................55



6.2 Potensi Bahan Galian..............................................................................57 6.2.1



Penambangan Pasir dan Batu..........................................................57



BAB VII KESIMPULAN....................................................................................59 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................62



70



DAFTAR FOTO Foto 2.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Tersayat Tajam Struktural................15 Foto 2.2 Satuan Geomorfologi Berbukit Bergelombang Denudasional .............16 Foto 2.3 Satuan Geomorfologi Dataran Fluvial .................................................18 Foto 2.4 Penampang Sungai................................................................................20 Foto 3.1 Kenampakan Singkapan breksi polemik karbonatan masif .................30 Foto 3.2 Kenampakan singkapan Beksi Polemik sisipan Batupasir ...................31 Foto 3.3 Kenampakan Singkapan Batupasir karbonatan berlapis.......................36 Foto 3.4 Kenampakan Singkapan Batupasir sisipan Batulempung.....................36 Foto 3.5 Kenampakan singkapan Breksi Monomik masif .................................41 Foto 3.6 Kenampakan singkapan Breksi vulkanik sisipan Batupasir .................42 Foto 3.7 Kenampakan Endapan Fluvial pada daerah Kali Sukun.......................45



71



DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Peta lokasi daerah pemetaan..............................................................3 Gambar 1.2 Diagram alir tahapan penelitian.........................................................4 Gambar 2.1 Peta fisiografi Jawa Tengah & Jawa Timur ......................................9 Gambar 2.2 Pola aliran sungai dan tipe sungai daerah pemetaan.......................19 Gambar 3.1 Lingkungan pengendapan Satuan breksi polemik ..........................34 Gambar 3.2 Lingkungan pengendapan Satuan breksi vulkanik .........................44 Gambar 4. 1 Pola Struktur Pulau Jawa (Martodjojo dan Pulunggono, 1994).....47 Gambar 4.2 Diagram Bunga (rose set)................................................................50 Gambar 4. 3 Gambar teori Pure share antara pola - pola kekar..........................51 Gambar 5.1 Pengendapan Satuan Breksi Polemik..............................................52 Gambar 5.2 Pengendapan Satuan Batupasir Karbonatan....................................53 Gambar 5.3 Pengendapan Satuan Breksi Volkanik.............................................53 Gambar 5.4 Gaya utama bekerja dengan arah barat laut tenggara......................54 Gambar 5.5 Proses erosi dan kondisi morfologi saat ini.....................................54 Gambar 6. 1 Kenampakan Gerakan Tanah berupa rayapan di daerah Ngrayun..56 Gambar 6. 2 Kenampakan longsoran di daerah Ngrayun....................................57 Gambar 6. 3 Kenampakan Tambang tuff di Desa Jangsung................................58



72



DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi Relief Zuidam (1983)........................................................10 Tabel 2.2 Klasifikasi Bentuk Lahan Secara Hidartan dan Handayana...............12 Tabel 2.3. Tabel Satuan Geomorfologi Daerah Tangkil dan Sekitarnya..............13 Tabel 2.4 Klasifikasi Stadia Sungai menurut Nugroho (2004)..........................21 Tabel 2.5 Klasifikasi Stadia Daerah menurut Nugroho (2004)..........................22 Tabel 3.1 Kolom Litologi Satuan Breksi Polemik (Tanpa Skala).......................32 Tabel 3.2 Kisaran umur foraminifera planktonik pada Satuan breksi polemik . .33 Tabel 3.3 Kolom Litologi Satuan Batupasir karbonatan berlapis karbonatan.....38 Tabel 3.4 Kisaran umur foraminifera planktonik Satuan batupasir karbonatan. .39 Tabel 3.5 Zonasi batimetri satuan batupasir karbonatan ....................................39 Tabel 3.6 Kolom Litologi Satuan Breksi Monomik (Tanpa Skala).....................43 Tabel 3.7 Kolom Stratigrafi Endapan Aluvium (Tanpa Skala)............................46 Tabel 3.8 Kolom Stratigrafi Daerah Pemetaan, Tanpa Skala (Tidak Resmi)......46 Tabel 4.1 Data Pengukuran Kekar.......................................................................49



73



DAFTAR LAMPIRAN TERIKAT Lampiran Petrografi 1 Analisis Petrografi Andesit Piroksen 1 Lampiran Petrografi 2 Analisis Petrografi Andesit Piroksen 2 Lampiran Petrografi 3 Analisis Petrografi Andesit Piroksen 3 Lampiran Petrografi 4 Analisis Petrografi Batulempung Berlapis Lampiran Petrografi 5 Analisis Petrografi Vitric Tuff Lampiran Petrografi 6 Analisis Petrografi Calcareous Wacke



74



DAFTAR LAMPIRAN LEPAS Lampiran Lepas 01 Peta Geomorfologi Lampiran Lepas 02 Peta Lokasi Pengamatan Lampiran Lepas 03 Peta Geologi LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PEMETAAN GEOLOGI DAERAH TANGKIL DAN SEKITARNYA KECAMATAN PANGGUL, KABUPATEN TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti Oleh: Muhammad Ridwan Pratama 072.12.160 Menyetujui Pembimbing Penelitian



Ir. Denny Suwanda Djohor, MS. NIK: 1535/USAKTI Mengetahui Ketua Program Studi



Ir. Dewi Syafitri, M.Sc., Ph.D. NIK: 1977/USAKTI



LAPORAN PEMETAAN GEOLOGI GEOLOGI DAERAH TANGKIL DAN SEKITARNYA KECAMATAN PANGGUL, KABUPATEN TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR Disusun Oleh: MUHAMMAD RIDWAN PRATAMA NIM : 072.12.160



75



PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2016



LAMPIRAN 76