Hak Asasi Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hak Asasi Anak Menurut Undang-Undang perlindungan anak, yang dimaksud dari Anak di dalam undangundang nomor 23 tahun 2002 perlindungan anak bab I Ketentuan umum pasal 1 nomor 1 adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. “Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Seorang anak juga termasuk mahluk ciptaan Tuhan yang juga memiliki seperangkat hak yang melekat paa dirinya. Sejatinya seorang anak tidak bisa melindungi dirinya sendiri dari bahaya-bahayan yang mengancam dirinya. Salah satu yang melindungi anak adalah hak-hak yang telah diatur. Persoalan-persoalan kemanusiaan yang menyangkut kepentingan-kepentingan hidup asasi manusia tersebut perlu mendapat pengakuan dan perlindungan dari masyarakat internasional dengan memunculkan kesepakatan-kesepakatan (Traktat) Internasional yang dilandasi prinsip-prinsip persamaan kedaulatan dari seluruh negara yang cinta damai, besar maupun kecil untuk memelihara perdamaian dan kemanan internasional. Salah satu kesepakatan untuk menjamin hak anak yaitu Konvensi Hak-Hak Anak di Jenewa (Convention On The Right of The Child). Isi konvensi tersebut antara lain: 



Setiap anak berhak mendapat jaminan perlindungan dan perawatan yang dibutuhkan untuk kesejahteraan anak;







Setiap anak memiliki hak yang merupakan kodrat hidup;







Negara menjamin kelangsungan hidup dan pengembangan anak;







Bagi anak yang terpisah dari orangtuanya, berhak mempertahankan hubungan pribadi dan kontak langsung secara tetap;







Setiap anak berhak mengembangkan diri, menyatakan pendapatnya secara bebas, kemerdekaan berpikir dan beragama;







Setiap anak berhak mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, perlakuan salah, termasuk penyalahgunaan seksual;







Setiap anak berhak mendapat pelayanan kesehatan, perawatan dan pemulihan kesehatan, dengan sarana yang sebaik-baiknya;







Setiap anak berhak mendapat pendidikan dasar secara cuma-cuma, yang dilanjutkan pendidikan menengah, umum, kejuruan, pendidikan tinggi sesuai sarana dan kemampuan;







Setiap anak berhak mendapat pemeliharaan, perlindungan atau perawatan kesehatan rohani dan jasmani secara berkala dan semaksimal mungkin;







Setiap anak berhak untuk beristirahat dan bersantai, bermain dan turut serta dalam rekreasi yang sesuai dengan usia anak.







Hak dan Kewajiban Seorang Anak Hak merupakan satu aspek dan satu kesatuan, malah bagian integral dari hukum. Hukum tanpa adanya hak (wewenang) bukan lagi merupakan hukum, mungkin sekedar kebiasaan sehari-hari yang tidak mempunyai “ikatan”. Di dalam Kesejahteraan Anak dan UU Perlindungan Anak yang merupakan perwujudan hak asasi manusia dan perlindungan anak untuk mewujudkan generasi penerus bangsa yang berkualitas diatur tentang hak-hak anak dicantumkan dalam ketentuan Pasal 2 sampai dengan Pasal 8 UU Kesejahteraan Anak diantaranya: 1. anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan casi sayang baik dalam lingkungan keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang secara wajar;



2. anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya dengan baik dan berguna; 3. anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan; 4. anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara wajar; 5. dalam keadaan yang membahayakan anaklah yang pertama kali berhak mendapatkan pertolongan, bantuan, dan perlindungan. Di dalam UU Perlindungan anak, hak-hak anak diatur dalam ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal 18. Perlu diketahui bahwa di dalam UU Perlindungan Anak, diberikan batasan tentang usia seseorang dikategorikan sebagai seorang anak apabila ia belum berusia 18 tahun termasuk anak yang maíz dalam kandungan. Di antara hak-hak anak yang diatur dalam UU Perlindungan tersebut adalah: 1. hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; 2. hak atas sebuah nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan; 3. hak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua; 4. hak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri; 5. apabila karena susuatu hal orang tuanya tidak bisa mengasuh sendiri, anak tersebut berhak diasuh dan diangkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 6. hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan social sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan social; 7. hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran;



8. hak untuk menyatakan dan di dengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya; 9. hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu Luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat dan bakatnya. 1. Hak Anak dalam Pendidikan Dalam Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights) Pasal 1 disebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan hendaknya diselenggarakan secara bebas (biaya), sekurang-kurangnya pada tingkat dasar. Di samping itu, pendidikan dasar haruslah bersifat wajib; pendidikan keahlian dan teknik hendaknya dibuat secara umum dapat diikuti oleh peminatnya; dan pendidikan tinggi hendaknya dapat diakses secara sama bagi semua orang atas dasar kelayakan. Pada Pasal 3 disebutkan bahwa orang tua memiliki hak utama untuk menentukan jenis pendidikan yang semestinya diberikan kepada anak-anak mereka. PBB menindaklanjuti pasal-pasal ini melalui berbagai kegiatan untuk memelihara perdamaian dunia. Dengan kata lain, pendidikan damai adalah upaya menyeluruh PBB melalui proses belajar mengajar yang humanis, dan para pendidik damai yang memfasilitasi perkembangan manusia. Mereka berjuang melawan proses dehumanisasi yang ditimbulkan akibat kemiskinan, prasangka diskriminasi, perkosaan, kekerasan, dan perang. Secara khusus dalam CRC terdapat empat prinsip dasar dalam menyelenggarakan pendidikan yang dapat memenuhi hak anak, yaitu: 1. Non-Discrimination. Yang dimaksud non diskriminasi adalah penyelenggaraan pendidikan anak yang bebas dari diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa memandang etnis, agama, jenis kelamin, ekonomi, keluarga, bahasa dan kelahiran serta kedudukan anak dalam status keluarga. Untuk mengimplementasikan prinsip ini pemerintah memiliki kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang layak. 2. The Best Interests of The Child. Yang dimaksud dengan prinsip Kepentingan Terbaik bagi Anak adalah dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan, kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta,



lembaga peradilan, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. 3. The Right to Life, Survival and Development. Yang dimaksud dengan prinsip hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang harus dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua. Karena itulah KHA memandang pentingnya pengakuan serta jaminan dari negara bagi kelangsungan hidup dan perkembangan anak, seperti dinyatakan dalam pasal 6 ayat 1, bahwa negara-negara peserta mengakui bahwa setiap anak memilki hak yang melekat atas kehidupan (inherent right to life)”, serta ayat 2 “ negara-negara peserta secara maksimal mungkin akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan anak (survival and development of child)”. 4. Respect for The Views of The Child. Yang dimaksud dengan penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya. 1. Pembelajaran berbasis pemenuhan hak anak 



Menciptakan suasana kondusif



Suasana yang kondusif akan meningkatkan minat dan motivasi belajar anak. Oleh karenanya, suasana yang kondusif perlu terus dijaga ketika proses pembelajaran dan latihan dilakukan. Sebab dengan suasana tersebut internalisasi nilai dan sikap menjadi efektif. Bila dijumpai perusak suasana hendaklah segera diatasi agar tidak merusak keseluruhan proses. Dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas merupakan penentu utama psikologis yang mempengaruhi belajar akademis. Di samping itu, guru akan mencapai hasil lebih tinggi jika mereka mampu menyingkirkan segala amcam ancaman, melibatkan emosi siswa dan membangun hubungan yang humanistik. 



Meningkatkan kualitas emosi positif



Pendidikan berfungsi menanamkan kualitas emosi positif kepada peserta didiknya. Proses internalisasi nilai positif bukanlah pengetahuan tentangnya, seperti memperkenalkan apa itu jujur, bagaimana konsep toleransi, atau menjelaskan apa itu empati. Sama sekali bukan



pengetahuan tentangnya. Proses internalisasi nilai positif adalah penciptaan suasana, teladan, penerapan strategi belajar dan interaksi sosial dalam komunitas pendidikan. Penanaman kualitas emosi positif berguna bagi pembentukan watak (character building). 



Demokratisasi pendidikan



Kebebasan menimbulkan kreativitas. Kreativitas merupakan proses mental dan kemampuan tertentu untuk “mencipta”. Kreativitas adalah proses pemikiran terhadap sesuatu masalah yang darinya dapat dihasilkan gagasan baru yang sebelumnya tak terpikirkan. Kreativitas juga berarti sebagai proses interaktif antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang kreatif dapat terlihat dari kemampuannya mengatasi masalah (problem sensitivity), mampu menciptakan ide alternatif untuk memecahkan masalah (idea fluency), mampu memindahkan ide dari satu pola pikir ke pola pikir yang lain (idea flexibility). Orang yang kreatif pun dapat dilihat dari kemampuannya untuk menciptakan ide yang asli (idea originality). Seluruh kemampuan pengembangan ide dan sensitivitas terhadap persoalan yang merupakan ciri kreatif tersebut tak dapat terbentuk bilamana dalam diri seseorang terjadi tekanan dan pembatasan atas kebebasannya. Akan tetapi, harus dikatakan pula bahwa kebebasan itu bukan tanpa aturan. Kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Sedangkan kewajiban merupakan suatu aspek yang terkait secara langsung dengan hukum, sehingga ada ikatan antara keduanya. Tanpa adanya kewajiban tidak pernah ada hukum. Diakui kewajiban dalam arti umum sebagai moral necessity, yaitu kewajiban terkait dengan adanya sanksi. Adapun kewajiban anak tertuang di dalam ketentuan pasal 19 UU Perlindungan Anak, di antaranya ádalah sebagai berikut: 1. menghormati orang tua, wali dan guru; 2. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; 3. mencintai tanah air, bangsa dan negara; 4. menunaikan Ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; 5. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.



Peran dan tanggung jawab dalam pemberian perlindungan pada anak termasuk pemenuhan hak-hak anak serta mengarahkan anak untuk bisa memenuhi kewajiban- kewajibannya supaya bisa menjadi generasi penerus yang berkualitas pada hakekatnya ada di tangan keluarga, masyarakat dan negara/pemerintah. Didalam pelaksanaan upaya kesejahteraan dan perlindungan anak ini keluarga dan orang tua memegang peranan yang amat penting karena tanggung jawab utama dalam upaya kesejahteraan dan perlindungan anak berada di tangan mereka. Walaupun fakta menunjukkan bahwa belum semua anak diasuh oleh keluarga dan orang tua dengan baik, masih ada anak yang belum memperoleh akta kelahiran, belum memperoleh kesehatan yang optimal, masih banyak anak yang berada dalam pengungsian, situasi konflik, di daerah bencana alam, masih ada anak yang dieksploatasi baik secara ekonomi maupun seksual, sehingga disini peran keluarga dan masyarakat di dalam memberikan perlindungan pada anak sangat penting. Peran keluarga dan orang tua dalam penyelenggaraan perlindungan anak adalah wajib dan orang tua/keluarga bertanggung jawab terhadap pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan anak dalam kondisi apapun, menumbuhkembangkan anak sesuai dengan bakat dan minatnya, mencegah terjadinya perkawinan usia dini. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak baik itu dilakukan oleh masyarakat secara perorangan, Lembaga Perlindungan Anak, Lembaga Sosial Kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat maupun lembaga keagamaan serta mass media, mereka ini berkewajiban untuk berperan serta dalam memfasilitasi serta mengadvokasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan dan perlindungan anak. Sedangkan pemerintah/negara berkewajiban untuk memberikan dukungan/fasilitasi sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan kesejahteraan dan perlindungan anak, misalnya penyediaan sekolah, lapangan bermain, lapangan olah raga, rumah ibadah, tempat rekreasi dan lain-lain. Pemerintah juga berkewajiban untuk menjamin terlaksanakan kesejahteraan dan perlindungan anak yang dilakukan oleh orang tua, wali dan orang lain yang secara hukum berkewajiban untuk melaksanakan pemenuhan hak-hak anak. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Anak Pada prinsipnya, terampasnya hak asasi anak-anak dalam tumbuh kembang mereka bukan hanya berwujud pemaksaan baca, tulis dan hitung semata-mata. Dalam banyak aspek anakanak telah menjadi korban sistem dan ambisi orang dewasa, gejolak sosial ekonomi akibat industrialisasi dan peperangan antar bangsa. Nyaris setiap hari media massa mengungkap realitas buruk anak-anak dan masa kanak-kanaknya di seluruh dunia. Jutaan anak-anak



menderita karena kemiskinan dan krisis ekonomi yang menyebabkan kelaparan, tuna wisma, terserang epidermi penyakit, kehilangan kesempatan pendidikan sehingga buta huruf dan menderita fisik akibat kerusakan lingkungan. Kematian anak-anak setiap hari karena kekurangan gizi dan penyakit, menjadi korban diskriminasi ras, pendudukan asing, menjadi pengungsi yang terlantar, cacat, menjadi korban kekejaman, penculikan dan eksploitasi seolah-olah tidak menarik lagi karena sudah dianggap biasa. Sekalipun PBB pada tanggal 5 Desember 1989 melalui resolusi nomor 44/25 telah menetapkan suatu konvensi mengenai Hak-hak Anak yang intinya menjamin hak-hak asasi anak, fakta-fakta di media masih tetap berlangsung. Padahal, dalam pembukaan CRC dinyatakan adanya pengakuan bahwa anak demi perkembangan jiwanya yang penuh dan harmonis harus tumbuh kembang dalam lingkungan keluarga dalam suasana bahagia, penuh kasih dan pengertian. Resolusi PBB dalam bentuk CRC tersebut juga menekankan bahwa anak dengan berbagai alasan kekurang-matangan fisik dan mentalnya membutuhkan perhatian dan pembinaan khusus. Termasuk kebutuhan perlindungan hukum, baik sebelum maupun sesudah kelahirannya di dunia. Dan tentu saja tanpa perlu mengabaikan pentingnya peranan nilai-nilai tradisi dan kultural dari setiap bangsa sejauh menyangkut perlindungan serta keharmonisan tumbuh kembang anak. Kini, masalahnya tidak terletak pada ada tidaknya regulasi-regulasi produk pembangunan nasional yang mempunyai komitmen tinggi terhadap perlindungan hak-hak asasi anak dan masa kanak-kanaknya. Lebbih dari itu sejauh mana praktik nyata kehidupan benar-benar menjamin tumbuh kembang mereka sesuai kodrat. Hal ini jelas bukan persoalan mudah. Sebab untuk bisa bertindak seperti itu, diperlukan pemahaman komprehensif dan pendekatan integral terhadap permasalahan anak Indonesia dalam konteks pembangunan nasional. Berikut adalah contoh kasus pelanggaran hak asasi anak yang sering terjadi, yaitu: 1. Perdagangan anak 2. Kekerasan rumah tangga terhadap anak, baik fisik maupun psikis 3. Mempekerjakan anak di bawah umur



4. Menjadikan anak sebagai penjajak seks komersial (psk) 5. Penganiayaan oknum pendidik terhadap anak didik 6. Pemerkosaan terhadap anak perempuan 7. Eksploitasi anak. BAB III PENUTUP



Kesimpulan Dalam makalah ini penyusun dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlunya sanksi tegas atas pelanggarn hak asasi anak 2. Hapuskan segala eksploitasi anak di bumi Indonesia ini, karena anak adalah penerus bangsa ini 3. Berikan pendidikan yang layak bagi anak-anak 4. Berikan kebebasan anak dalam memilih kelangsungan hidupnya. Saran Menyadari bahwa kelompok kami masih jauh dari kata sempurna, selanjutnya kelompok kami akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggung jawabkan. DAFTAR PUSTAKA Affandi, Idrus. 2009. Hak Asasi Manusia (HAM). Jakarta: Universitas Terbuka. Effendy, Mahsyur. 1994. Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.



Mutrofin. 2002. Otokritik Pendidikan Gagasan-Gagasan Evaluatif. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. Eny Kusdarini. Perlindungan Anak sebagai Perwujudan Hak Asasi Manusia dan Generasi Penerus



Bangsa.



http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/eny-kusdarini-sh-



mhum/ppm-perlindungan-anak-sebagai-perwujudan.pdf (online). Diakses Tanggal 12 Mei 2015 Pukul 07.40 wib. Hayatun. 2010. Hak Asasi Anak. http://suarahayatun.blogspot.com/2010/05/makalah-hakasasi-anak.html (online). Diakses Tanggal 12 Mei 2015 Pukul 07.30 wib. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29981/4/Chapter%20I.pdf (online). Diakses Tanggal 12 Mei 2015 Pukul 08.00 wib. http://www.unicef.org/magic/media/documents/CRC_bahasa_indonesia_version.pdf. Diakses Tanggal 12 Mei 2015. http://www.kpai.go.id/hukum/undang-undang-uu-ri-no-10-tahun-2012-tentang-konvensi-hakanak/ . Diakses Tanggal 12 Mei 2015. http://www.law.yale.edu/rcw/rcw/jurisdictions/asse/indonesia/Indon_Child_Prot.htm Diakses Tanggal 12 Mei 2015.



.