Naskah Hak Asasi Manusia Rev [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MARKAS BESAR ANGKATAN UDARA SEKOLAH STAF DAN KOMANDO



NASKAH SEKOLAH TENTANG HAK ASASI MANUSIA



BAB I PENDAHULUAN



1.



Tujuan kurikuler.



Agar Perwira Siswa mengerti dan memahami bahwa setiap



manusia memiliki hak yang sangat fundamental yang harus dihormati, dan dilindungi oleh siapa saja, termsuk Negara atau Pemerintah serta mampu mengenal batasan-batasan Hak Asasi Manusia. 2.



Umum.



Secara universal hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh



seseorang sejak lahir sampai mati sebagai anugerah dari tuhan YME. semua orang memiliki hak untuk menjalankan kehidupan dan apa yang dikendakinya selama tidak melanggar norma dan tata nilai dalam masyarakat. Hak asasi ini sangat wajib untuk dihormati, dijunjung tinggi serta dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah. Setiap orang sebagai harkat dan martabat manusia yang sama antara satu orang dengan lainnya yang benar-benar wajib untuk dilindungi dan tidak ada pembeda hak antara orang satu dengan yang lainnya. 3.



Maksud dan Tujuan. Untuk memberikan pengetahuan tentang hak asasi manusia



dengan tujuan agar Perwira Siswa mengerti dan mampu memahami pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia serta mampu mengaplikasikan konsep hak asasi manusia dalam pelaksanaan tugas TNI dalam rangka pertahanan negara. 4.



Ruang Lingkup dan Tata Urut.



berikut: a.



Bab I



Pendahuluan.



Naskah ini disusun dengan tata urat sebagai



2



5.



b.



Bab II Istilah, Pengertian dan Sejarah HAM.



c.



Bab III Teori Prinsip dan Instrumen HAM.



d.



Bab IV Mekanisme Perlindungan dan Penegakan HAM.



e.



Bab V HAM di Indonesia.



f.



Bab VI HAM Dalam Tugas Operasi Udara.



g.



Bab VII Penutup.



Dasar.Dasar yang digunakan untuk menyusun Naskah Sekolah tentang Hak Asasi



Manusia ini, antara lain: a.



Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.



b.



Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi



Manusia. c.



Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.



3 BAB II ISTILAH, PENGERTIAN, DAN SEJARAH HAM



6.



Tujuan Instruksional.



Agar Pasis dapat mengerti dan mengenal beberapa istilah-



istilah dan pengertian-pengertian yang sering digunakan oleh pakar-pakar atau organisasi internasional dalam membahas hak asasi manusia serta dengan mengikuti perkembangan pemikiran hak asasi manusia akan mempermudah Perwira Siswa dalam mempelajari hak asasi manusia dengan benar. 7.



Umum.



Untuk mempelajari hak asasi manusia adalah tidak mudah, mengingat



pemikiran tentang hak asasi manusia didalam Hukum Internasional baru dapat diakui sebagai salah satu rezim Hukum Internasional di sekitar abad 19.



Dinamika



perkembangan situasi kemanusiaan dan ilmu pengetahuan khususnya dibidang teknologi militer begitu cepat sehingga konsep perkembangan pemikiran hak asasi manusia juga cepat berubah.



Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman terlebih dahulu terhadap



istilah-istilah dan pengertian-pengertian yang terkait dengan hak asasi manusia. 8.



Istilah dan Pengertian. a.



Istilah. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyatakan tentang Hak



Asasi Manusia, yaitu Droit de,I homme (Perancis), Mensen Rechten (Belanda), Human Rights (Inggris).



Sedangkan untuk istilah Human Rights atau Hak Asasi



Manusia diciptakan oleh Eleanor Roosevelt sebagai Ketua Komisi Hak Asasi Manusia di PBB ketika merumuskan Universal Declaration of Human Rights.1 b.



Pengertian.



Menurut Hukum Internasional pengertian hak asasi manusia



diartikan sebagai hak yang melekat pada setiap umat manusia di dunia, diakui secara legal oleh seluruh umat manusia sehingga hak tersebut tidak dapat dicabut, dihilangkan, dikurangi



oleh



siapapun



dalam



keadaan



atau



dalih



apapun.



Sedangkan menurut beberapa ahli dibidang Hak Asasi Manusia dan beberapa literatur, pengertian tentang Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut:



1



Firman Deden, 2015. Istilah dan Pengertian HAM http://forumkomunikasifhunpas.blogspot.co.id/2015/04/istilah-danpengertian-ham.html



4 1)



John Locke.



Menurut John Locke, hak asasi adalah hak yang



diberikan langsung oleh Tuhan sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Artinya, hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga sifatnya suci.2 2)



Austin-Ranney. Hak Asasi Manusia adalah ruang kebebasan individu



yang dirumuskan secara jelas dalam konstitusi dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah. 3)



3



Prof. Dardji Darmodiharjo, SH.



Mengatakan bahwa hak asasi



manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi ini menjadi dasar dari pada hak dan kewajiban yang lain. 4)



Prof. Oemar Seno Adji, SH.



Mengatakan hak asasi manusia adalah



hak yang ada pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Allah Yang Maha Esa, seperti misalnya hak hidup, keselamatan, kebebasan dan kesamaan yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun. 5)



Prof. Dr. Muladi S.H. M.H.



Mengatakan hak asasi manusia adalah



hak yg melekat secara alamiah (inherent) pada diri manusia sejak manusia lahir, dan tanpa hak tersebut manusia tidak dapat tumbuh & berkembang sebagai manusia yang utuh. 6)



Perserikatan Bangsa-Bangsa.



Hak Asasi Manusia adalah hak yang



melekat dengan kemanusiaan kita sendiri, yang tanpa hak itu kita mustahil hidup sebagai manusia. 7)



Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.



Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan



2



Ibid hal 3 Dwi, published at 01.16 categorized PKN http://umum-pengertian.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-hak-asasimanusia-ham-umum.html 3



5 dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 4 8)



Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Hak asasi



manusiaadalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan berkait dengan harkat dan martabat manusia. 9)



Secara umum pengertian hak asasi manusia adalah hak dasar yang



dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara kodrati sebagai anugerah dari Tuhan, mencangkup hak hidup, hak kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki sesuatu.Dalam definisinya yang kodrat, hak asasi manusiamelekat pada manusia sebagai subjek pengemban hak semenjak manusia dapat dikategorikan sebagai manusia di dalam kandungan. Hak tersebut juga tidak dapat dicabut, dialihkan, dan dibagi-bagi. 9.



Sejarah Perkembangan HAM.



Pada awalnya hak asasi manusiadi buat untuk



memperjuangkan hak-hak dari setiap manusia di dunia. Pada tahun 1215 penanda tanganan Magna Charta dianggap sebagai perlindungan terhadap hak asasi manusia yang pertama.



Dalam kenyataanya, isinya hanya memuat perlindungan hak kaum bangsawan



dan kaum tertentu sehingga Magna Charta bukan merupakan awal dari sejarah hak asasi manusia.Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Pada waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan politik. Sejarah perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis.Peristiwa perkembangan Hak Asasi Manusia di Dunia. a.



Hak Asasi Manusia di Yunani.



Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399



SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak-hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai-nilai



4



Pemerintah Indonesia, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.



6 keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya. b.



Hak Asasi Manusia di Inggris. Inggris sering disebut-sebut sebagai negara



pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut: 1)



Magna Charta.



Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil



dan bijaksana telah diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang-wenang



terhadap



rakyat



dan



para



bangsawan.



Tindakan



sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.Isi Magna Charta adalah sebagai berikut:5 a)



Raja



beserta



keturunannya



berjanji



akan



menghormati



kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris. b)



Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk



memberikan hak-hak sebagai berikut: c)



Para



petugas



keamanan



dan



pemungut



menghormati hak-hak penduduk. 5



Ni Wayan Dyta Diantari https://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia/



pajak



akan



7 d)



Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa



bukti dan saksi yang sah. e)



Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap,



dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya. f)



Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur



ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya. 2)



Petition of Rights.Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-



pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628.Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut: a)



Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.



b)



Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di



rumahnya. c)



Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam



keadaan damai. 3)



Hobeas Corpus Act.Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang



mengatur tentang penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679.



Isinya



adalah sebagai berikut: a)



Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari



setelah penahanan. b)



Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah



menurut hukum. 4)



Bill of Rights.Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan



tahun 1689 dan diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang:



8



a)



Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.



b)



Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.



c)



Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus



seizin parlemen. d)



Hak



warga



Negara



untuk



memeluk



agama



menurut



kepercayaan masing-masing. e) c.



Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.



Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat. Pemikiran filsuf John Locke (1632-



1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak-hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan Declaration Of Independence Of The United States.Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian, merupakan pula piagam hak-hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebahagiaan.John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti yang disebut dengan status civilis, Locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan



sebagai



warga



negara



hak-hak



dasarnya



dilindungi



oleh



negara.Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak



9 asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter. Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni: 1)



Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech



and expression). 2)



Kebebasan



memilih



agama



sesuai



dengan



keyakinan



dan



kepercayaannya (freedom of religion).



d.



3)



Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).



4)



Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).



Hak Asasi Manusia di Prancis.Perjuangan hak asasi manusia di Prancis



dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan declaration des droits de l’homme et du citoyen yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir-pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu. Hak Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain: 1)



Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.



2)



Manusia mempunyai hak yang sama.



10 3)



Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.



4)



Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan



serta pekerjaan umum. 5)



Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-



undang. 6)



Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.



7)



Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.



8)



Adanya kemerdekaan surat kabar.



9)



Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.



10)



Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.



11)



Adanya



kemerdekaan



bekerja,berdagang,



dan



melaksanakan



kerajinan.



e.



12)



Adanya kemerdekaan rumah tangga.



13)



Adanya kemerdekaan hak milik.



14)



Adanya kemedekaan lalu lintas.



15)



Adanya hak hidup dan mencari nafkah.



Hak Asasi Manusia oleh PBB.



Setelah perang dunia kedua, mulai tahun



1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (Commission Of Human Right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB



11 yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa Universal Declaration Of Human Rights atau Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, bahwa setiap orang mempunyai hak: 6 1)



Hidup.



2)



Kemerdekaan dan keamanan badan.



3)



Diakui kepribadiannya.



4)



Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum



untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah.



6



5)



Masuk dan keluar wilayah suatu negara.



6)



Mendapatkan asylum.



7)



Mendapatkan suatu kebangsaan.



8)



Mendapatkan hak milik atas benda.



9)



Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan.



10)



Bebas memeluk agama.



11)



Mengeluarkan pendapat.



12)



Berapat dan berkumpul.



13)



Mendapat jaminan sosial.



Maixel S.H. Kilam, Posted: February 21, 2011. In Assignment http://maixelsh.wordpress.com/2011.02/21.hak-asasimanusia-universal-declaration-of-human-right-1948.



12



10.



14)



Mendapatkan pekerjaan.



15)



Berdagang.



16)



Mendapatkan pendidikan.



17)



Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat.



18)



Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.



Perkembangan Pemikiran Hak Asasi Manusia.



Pemikiran konsep hak asasi



manusia, secara umum menurut Philipus M Hadjon, dibedakan dalam tiga kelompok, berdasarkan ide/gagasan yaitu political and ideological thought yaitu kelompok Barat, Sosialis dan Dunia Ketiga. Yang dikelompokkan dalam pemikiran barat meliputi Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia, New Zeland, sebagian Amerika Latin yang dipengaruhi pemikiran Barat, dan Jepang (dari segi ekonomi). Kelompok Sosialis meliputi negara sosialis di Eropa timur, Kuba, Yugoslavia.Selain itu ada kelompok dunia ketiga yang tidak mempunyai kesatuan ideologi, misalnya India dan Indonesia.



Beberapa konsep



pemikiran hak asasi manusia antara lain: a.



Perkembangan konsep hak asasi manusia di dunia internasional secara



umum dibedakan dalam tiga generasi yaitu generasi pertama, dengan penekanan hak sipil dan politik, generasi kedua dengan penekanan hak ekonomi sosial dan budaya serta generasi ketiga yang melahirkan hak pembangunan. 1)



Generasi



pertama



berpendapat



bahwa



pemikiran



hak



asasi



manusiahanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran hak asasi manusiagenerasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru. 2)



Generasi kedua pemikiran hak asasi manusiatidak saja menuntut hak



yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran



hak



asasi



manusiagenerasi



kedua



menunjukan



perluasan



13 pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua,



hak



yuridis



kurang



mendapat



penekanan



sehingga



terjadi



ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik. 3)



Generasi ketiga yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan



dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negatif seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran hak asasi manusiagenerasi ketiga dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government. b.



Berbeda pendapat,Jimly Asshiddiqie yang membedakan perkembangan



konsep hak asasi manusia dalam lima generasi. 1)



Generasi Pertama, puncaknya pada persitiwa penandatanganan



naskah Universal Declaration of Human Rights oleh Perserikatan BangsaBangsa pada tahun 1948 setelah sebelumnya ide-ide perlindungan hak asasi manusia itu tercantum dalam naskah-naskah bersejarah di beberapa negara, seperti di Inggris dengan Magna Charta dan Bill of Rights, di Amerika Serikat dengan Declaration of Independence, dan di Perancis dengan Declaration of Rights of Man and of the Citizens. Dalam konsepsi generasi pertama ini elemen dasar konsepsi hak asasi manusia itu mencakup soal prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik. 2)



Generasi Kedua, dimulai dari persitiwa penandatanganan International



Couvenant on Civil and Political Rights dan  International Couvenant on Economic, Sosial and Cultural Rights (Ditetapkan melalui Resolusi Majelis Umum 2200 A (III) tertanggal 16 Desember 1966). 3)



Generasi Ketiga, tahun 1986, muncul konsepsi baru hak asasi manusia



yaitu mencakup pengertian mengenai hak untuk pembangunan atau rights to development. Hak atas atau untuk pembangunan ini mencakup persamaan



14 hak atau kesempatan untuk maju yang berlaku bagi segala bangsa, dan termasuk hak setiap orang yang hidup sebagai bagian dari kehidupan bangsa tersebut. Hak untuk atau atas pembangunan ini antara lain meliputi hak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasilhasil pembangunan tersebut, menikmati hasil-hasil dari perkembangan ekonomi,



sosial



dan



kebudayaan,



pendidikan,



kesehatan,



distribusi



pendapatan, kesempatan kerja, dan lain-lain sebagainya. Generasi I, II, dan III pada pokoknya mempunyai karakteristik dalam konteks hubungan kekuasaan yang bersifat vertikal, antara rakyat dan pemerintahan dalam suatu negara.Setiap pelanggaran selalu melibatkan peran pemerintah yang biasa dikategorikan sebagai crime by government yang termasuk ke dalam pengertian political crime (kejahatan politik) sebagai lawan dari pengertian crime against government (kejahatan terhadap kekuasaan resmi).Sasaran perjuangan hak asasi manusia adalah kekuasaan represif negara terhadap rakyatnya. 4)



Generasi Keempat, mempunyai sifat hubungan kekuasaan dalam



konsepsi yang bersifat horizontal. Hal ini dipengaruhi adanya fenomena : a)



Fenomena konglomerasi berbagai perusahaan berskala besar



dalam suatu negara yang kemudian berkembang menjadi Multi National Corporations (MNC’s) atau disebut juga Trans-National Corporations



(TNC’s)



diberbagai



belahan



di



dunia.



Hubungan



kekuasaan yang dipersoalkan dalam hal ini adalah antara produsen dan konsumen. b)



Memunculkan fenomena Nations without State, seperti bangsa



Kurdi yang tersebar di berbagai negara Turki dan Irak; bangsa Cina Nasionalis yang tersebar dalam jumlah yang sangat besar di hampir semua negara di dunia; bangsa Persia (Iran), Irak, dan Bosnia. c)



Fenomena berkembangnya suatu lapisan sosial tertentu dalam



setiap masyarakat di negara-negara yang terlibat aktif dalam pergaulan internasional, yaitu kelompok orang yang dapat disebut sebagai global



15 citizens, dikalangan diplomat dan pekerja atau pengusaha asing. Sebagai contoh, di setiap negara, terdapat apa yang disebut dengan diplomatic shop yang bebas pajak, yang secara khusus melayani kebutuhan para diplomat untuk berbelanja. d)



Fenomena berkembangnya corporate federalism sebagai sistem



yang mengatur prinsip representasi politik atas dasar pertimbanganpertimbangan ras tertentu ataupun pengelompokan kultural penduduk. Pembagian kelompok English speaking community dan French speaking community di Kanada, kelompok Dutch speaking community dan German speaking community di Belgia, dan prinsip representasi politik suku-suku tertentu dalam kamar parlemen di Austria, dapat disebut sebagai corporate federalism dalam arti luas. Kelompokkelompok etnis dan kultural tersebut diperlakukan sebagai suatu entitas hukum tersendiri yang mempunyai hak politik yang bersifat otonom dan karena itu berhak atas representasi yang demokratis dalam institusi parlemen. 5)



Dimensi Baru dengan ciri pokok yang terletak dalam pemahaman



mengenai struktur hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara produsen yang memiliki segala potensi dan peluang untuk melakukan tindakan-tindakan



sewenang-wenang



terhadap



pihak



konsumen



yang



mungkin diperlakukan sewenang-wenang dan tidak adil. Dari sejarah perkembangan pemikiran tentang hak asasi manusia, tampak bahwa pengertian hak asasi manusia telah beralih dari semata-mata kepedulian akan perlindungan bagi individu dalam menghadapi absolutisme negara, kepadapenciptaan kondisi sosial dan ekonomi yang akan memungkinkan individu mengembangkan potensinya. 11.



Kewajiban Negara terhadap Hak Asasi Manusia.



Berdasarkan instrument-



instrumen Hak Asasi Manusia internasional, telah diterima bahwa pihak yang terikat secara hukum dalam pelaksanaan hak asasi manusiaadalah negara. Dalam konteks ini, negara berjanji untuk mengakui, menghormati, melindungi, memenuhi, dan menegakkan hak asasi



16 manusia. Ketentuan hukum hak asasi manusiatersebut memberi penegasan pada hal-hal berikut ini: a.



Negara sebagai pemangku tanggung jawab (duty holder), yang harus



memanuhi kewajiban-kewajibannya dalam pelaksanaan hak asasi manusiabaik secara nasional maupun internasional, sedangkan individu dan kelompok-kelompok masyarakat adalah pihak pemegang hak (right holder). b.



Negara tidak memiliki hak, negara hanya memikul kewajiban dan tanggung



jawab (obligation and responsibility) untuk memenuhi hak warga negaranya (baik individu maupun kelompok) yang dijamin dalam instrument-instrumen hak asasi manusiainternasional. c.



Jika negara tidak mau atau tidak punya keinginan untuk memenuhi kewajiban



dan tanggung jawabnya, pada saat itulah negara tersebut bisa dikatakan telah melakukan pelanggaran hak asasi manusiaatau hukum internasional. Jika pelanggaran tersebut tidak mau dipertanggung jawabkan oleh negara, maka tanggung jawab itu akan diambil alih oleh masyarakat internasional. Kewajiban dan tanggung jawab negara dalam kerangka pendekatan berbasis hak asasi manusiabisa dilihat dalam tiga bentuk: a.



Menghormati, merupakan tanggung jawab negara untuk tidak ikut campur



untuk mengatur warga negaranya ketika melaksanakan hak-haknya. Negara berkewajiban untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan menghambat pemenuhan dari seluruh hak asasi. b.



Melindungi, kewajiban negara agar bertindak aktif untuk memberikan jaminan



perlindungan terhadap hak asasi warganya. Negara berkewajiban mengambil tindakan-tindakan untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusiaoleh pihak ketiga. c.



Memenuhi,negara berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah legislatif,



administratif, hukum, dan tindakan-tindakan lain untuk merealisasikan secara penuh hak asasi manusia.



17



Kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi masing-masing mengandung unsur kewajiban untuk bertindak (obligation to conduct), yaitu negara disyaratkan melakukan langkah-langkah tertentu untuk melaksanakan pemenuhan suatu hak, dan kewajiban untuk berdampak (obligation to result), yaitu mengharuskan negara untuk mencapai sasaran tertentu memenuhi standar substantif yang terukur. Sebagai pihak yang memangku tanggung jawab, negara dituntut harus melaksanakan dan memenuhi semua kewajiban yang dikenakan kepadanya secara sekaligus dan segera. Jika kewajibankewajiban tersebut gagal untuk dilaksanakan maka negara akan dikatakan telah melakukan pelanggaran. Ada dua jenis pelanggaran yang bisa terjadi berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab negara, yaitu: 1.



Pelanggaran karena tindakan (by commission) terjadi karena negara justru



malah melakukan tindakan langsung untuk turut campur dalam mengatur hak-hak warga negara yang semestinya dihormati. 2.



Pelanggaran karena pembiaran (by omission) terjadi ketika negara tidak



melakukan sesuatu tindakan atau gagal untuk mengambil tindakan lebih lanjut yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban hukum.



Soal Latihan: 1.



Jelaskan pengertian Hak Asasi Manusia!



2.



Sebutkan dan jelaskan perkembangan pemikiran HAM secara umum!



3.



Sebutkan pengertian hak asasi manusia menurut John Locke!



18 BAB III TEORI, PRINSIP DAN INSTRUMEN HAM



12.



Tujuan Instruksional.



Agar Pasis dapat mengungkapkan teori-teori tentang hak



asasi manusia dan mengetahui kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang hak asasi manusia. 13.



Umum.



Nilai-nilai dasar martabat manusia berkaitan erat dengan perjuangan hak-



hak asasi manusia. Perjuangan hak-hak asasi muncul dari pengalaman umat manusia atas sejarah penderitaan kurban-kurban manusia yang tak terbilang jumlahnya. Dari sana timbul hasrat kuat bersama untuk menghentikan segala pemerkosaan martabat manusia. Hasrat itu menyatakan dengan tegas orang harus menjamin dan membela hak-hak asasi manusia, dan jangan merampasnya. 14.



Teori-Teori dan Prinsip-Prinsip HAM.



Dalam bab ini akan diuraikan beberapa



teori utama yang relevan dengan hak asasi manusia. a.



Teori-Teori Hak Asasi Manusia. 1)



Teori Hukum Kodrati (Natural Rights Theory).



Hukum kodrati



merupakan bagian dari hukum Tuhan yang sempurna yang dapat diketahui dari penggunaan nalar manusia. Dalam teori ini hak asasi manusia dipandang sebagai hak Kodrati yaitu hak yang sudah melekat pada manusia sejak lahir dan jika manusia tersebut meninggal maka hak-hak yang dimilikinya pun akan hilang. Hak asasi manusia dimiliki secara otonom (Independent) terlepas dari pengaruh Negara sehingga tidak ada alasan bagi negara untuk membatasi hak asasi manusia tersebut.



Jika hak-hak tersebut diserahkan kepada



Negara, Negara boleh membatasi hak-hak yang melekat pada manusia itu.Hukum ini kemudian disempurnakan oleh Grotius pada abad ke-17 dan melalui teori ini hak-hak individu yang subjektif diakui.



Pandangan hukum



kodrati model Grotius terus disempurnakan dan pada akhirnya berubah menjadi teori hak kodrati.



Penganut paham hak kodrati diantaranya adalah



John Locke yang beragumentasi bahwa semua individu dikaruniai oleh alam hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan dan harta, yang merupakan



19 milik mereka sendiri dan tidak dapat dipindahkan atau dicabut oleh Negara. Tetapi Locke juga mempostulatkan bahwa untuk menghindari ketidakpastian hidup dalam alam ini, umat manusia telah mengambil bagian dalam suatu kontrak sosial atau ikatan sukarela, dimana hak tersebut diserahkan kepada penguasa Negara. Apabila penguasa Negara memutuskan kontrak social itu dengan melanggar hak-hak kodrati individu, para kawula Negara itu bebas untuk menyingkirkan sang Penguasa dan menggantikannya dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormati hak-hak itu. Menurut Hugo De groot, eksistensi hukum kodrati yang merupakan landasan semua hukum positif atau hukum tertulis dapat dirasionalkan dengan landasan nalar yang benar. Sedangkan



menurut



JJ.Rosseau



dan



Immanuel



Kant,



rakyat



yang



mempunyai hak-hak otonom tersebut menyerahkan sebagian hak-haknya kepada Negara yang kemudian diatur atau dimuat dalam suatu konstitusi (untuk mengetahui mana yang merupakan perintah atau larangan). Jika negara gagal maka rakyat bisa mengambil kembali hak-hak yang telah diserahkan kepada Negara 2)



Teori Positivisme (Positivist Theory).



Dalam teori ini, setiap warga



negara baru mempunyai hak setelah ada aturan yang jelas dan tertulis yang mengatur tentang hak-hak warga negara tersebut. Jika terdapat pengabaian atas hak-hak warga negara tersebut dapat diajukan gugatan atau klaim. Individu



hanya



menikmati



hak-hak



yang



diberikan



Negara.Teori



ini



berpandangan bahwa karena hak harus tertuang dalam hukum yang rill, maka dipandang sebagai hak melalui adanya jaminan konstitusi (rights, then should be created and granted by constitution, laws, and contracts). Kaum positivis berpendapat bahwa eksistensi dan isi hak hanya dapat diturunkan dari hukum negara. Satu-satunya hukum yang sahih adalahperintah dari yang berdaulat. Ia tidak datang dari “alam” ataupun “moral”. 3)



Teori Universalisme.Teori universalitas hak asasi manusia dianut oleh



negara-negara barat, bahwa HAM inheren dengan keberadaan dan diri manusia hingga nilai-nilai hak asasi manusia tidak dibatasi oleh sekat-sekat etnis, budaya dan agama.



Beberapa parameter tersebut yang kemudian



menjadikan hak asasi manusia sebagai hak universal dan mutlak bagi manusia.



Sedangkan menurut Jack Donnely, bahwa hak asasi manusia



20 sebagai



hak



yang



universal,



bukan



keuntungan,



tanggungjawab,



keistimewaan atau bentuk pemberian lainnya tetapi hak tersebut diberikan sebagai akibat dari martabat seseorang sebagai manusia. Berdasarkan sifat HAM yang universal tersebut, hak tidak cukup hanya diberikan kepada semua individu, melainkan diikuti pula dengan kewajiban universal bagi seluruh individu dalam memperlakukan individu lain dengan baik.



Pemberlakuan



kewajiban tersebut juga tidak dapat berdasarkan latar belakang atau sekatsekat etnis, budaya



dan agama



seseorang, melainan dilaksanakan



berdasarkan pada asas persamaan hak bagi setiap individu. Penerapan asas persamaan hak bagi setiap individu ini sebagai akibat dari sistem nilai atas keberadaan manusia sebagai makhluk yang bermartabat. 4)



Teori Relativisme Budaya (Cultural Relativist Theory).



Teori ini



merupakan salah satu bentuk anti-tesis dari teori hak-hak alami (natural rights).



Teori ini berpandangan bahwa hak asasi manusia harus diletakan



dalam konteks budaya tertentu dan menolak pandangan adanya hak yang bersifat universal.



Gagasan tentang relativisme budaya mendalilkan bahwa



kebudayaan merupakan satu-satunya sumber keabsahan hak atau kaidah moral.



Karena itu hak asasi manusia dianggap perlu dipahami dari konteks



kebudayaan masing-masing negara.



Semua kebudayaan mempunyai hak



hidup serta martabat yang sama yang harus dihormati. Berdasarkan teori ini, para



penganut



gagasan



relativisme



budayamenolak



universalisasi hak asasi manusia, apalagi bila ia didominasi o l e h s a t u b u d a y a tertentu.Teori ini juga berpandangan bahwa hak itu bersifat universal merupakan pelanggaran satu dimensi kultural terhadap dimensi kultural yang lain, atau disebut dengan imperialisme kultural (cultural imperialism). Yang ditekankan dalam teori ini adalah bahwa manusia merupakan interaksi sosial dan kultural serta perbedaan tradisi budaya dan peradaban berisikan perbedaan cara pandang kemanusiaan (different ways of being human). Oleh karenanya, penganut teori ini mengatakan, thatrights belonging to all human beings at all times in all placeswould be the rights of desocialized and deculturized beings. b.



Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia.



21 1)



Prinsip Kesetaraan (Equality).



Kesetaraan dianggap sebagai prinsip hak



asasi manusia yang sangat fundamental. Kesetaraan dimaknai sebagai perlakuan yang setara, dimana pada situasi yang sama harus diperlakukan dengan sama , dan dimana pasa situasi berbeda dengan sedikit perdebatan diperlakukan secara berbeda. Kesetaraan juga dianggap sebagai prasyarat mutlak dalam negara demokrasi. Kesetaraan di depan hukum, kesetaraan kesempatan, kesetaraan akses dalam pendidikan, kesetaraan dalam mengakses peradilan yang fairdan lainlain merupakan hal penting dalam hak asasi manusia. Masalah muncul ketika seseorang berasal dari posisi yang berbeda dan diperlakukan secara sama. Jika perlakuan yang sama ini terus diberikan, maka tentu saja perbedaan ini akan terjadi terus 2)



Prinsip Non-Diskriminasi (Non-Discrimination).



Pelarangan terhadap



diskriminasi atau non-diskriminasi adalah salah satu bagian dari prinsip kesetaraan. Jika semua orang setara, maka seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminatif (selain tindakan afirmatif yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan). Pada efeknya, diskriminasi adalah kesenjangan perbedaan perlakuan dari perlakuan yang seharusnya sama atau setara. Prinsip ini kemudian menjadi sangat penting dalam hak asasi manusia. Dalam hal ini, diskriminasi memiliki dua bentuk, yaitu: a)



Diskriminasi langsung, yaitu ketika seseorang baik langsung



maupun tidak langsung diperlakukan secara berbeda dari pada lainnya (less favourable). b)



Diskriminasi tidak langsung, yaitu ketika dampak praktis dari



hukum dan atau kebijakan merupakan bentuk diskriminasi walaupun hal itu tidak ditujukan untuk tujuan diskriminasi. Misalnya, pembatasan pada hak kehamilan jelas mempengaruhi lebih kepada perempuan daripada kepada laki-laki. Pemahaman diskriminasi kemudian meluas dengan dimunculkannya indikator diskriminasi yaitu berbasis pada ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agana, pendapat politik atau opini lainnya, nasionalitas atau kebangsaan, kepemilikan atas suatu benda (property), status kelahiran atau status lainnya. Semakin banyak pula



22 instrumen yang memperluas alasan diskriminasi termasuk di dalamnya orientasi seksual, umur, dan cacat tubuh. 3)



Prinsip Kewajiban Positif Setiap Negara.



Prinsip kewajiban positif



negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu. Menurut hukum hak asasi internasional, suatu negara tidak boleh secara sengaja mengabaikan hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Sebaliknya negara diasumsikan memiliki kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Untuk kebebasan berekspresi, sebuah negara boleh memberikan kebebasan dan sedikit memberikan pembatasan. Untuk hak hidup, negara tidak boleh menerima pendekatan yang pasif. Negara wajib membuat suatu aturan hukum dan mengambil langkah-langkah guna melindungi secara positif hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dapat diterima oleh negara. Karena alasan inilah, negara membuat aturan hukum melawan pembunuhan untuk mencegah aktor non negara (non state actor) melanggar hak untuk hidup. Sebagai persyaratan utama, negara harus bersifat proaktif dalam menghormati hak untuk hidup, bukan bersikap pasif. 15.



Instrumen Utama Hak Asasi Manusia. a. Asasi



Universal Declaration of Human Rights. Manusia(DUHAM)



antara



lain



Isi Deklarasi Universal Hak-Hak



mencantumkan,



bahwa



setiap



orang



mempunyai hak: 1)



Hidup.



2)



Kemerdekaan dan keamanan badan.



3)



Diakui kepribadiannya.



4)



Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut



hukum. 5)



Masuk dan keluar wilayah suatu Negara.



23



b.



6)



Mendapatkan asylum.



7)



Mendapatkan suatu kebangsaan.



8)



Mendapatkan hak milik atas benda.



9)



Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan.



10)



Bebas memeluk agama.



11)



Mengeluarkan pendapat.



12)



Berapat dan berkumpul.



13)



Mendapat jaminan sosial.



14)



Mendapatkan pekerjaan.



15)



Berdagang.



16)



Mendapatkan pendidikan.



17)



Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat.



18)



Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan



Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR).



Desember



1948



Majelis



Umum



Perserikatan



Pada tanggal 10



Bangsa-Bangsa



(MU



PBB)



mengeluarkan Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia – DUHAM). DUHAM memuat pokok-pokok hak asasi manusia dan kebebasan dasar, termasuk cita-cita manusia yang bebas untuk menikmati kebebasan sipil dan politik. Hal ini dapat dicapai salah satu dengan diciptakannya kondisi dimana setiap orang dapat menikmati hak-hak sipil dan politik yang diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan internasional.Dalam sidangnya tahun 1951, Majelis Umum PBB meminta kepada Komisi HAM PBB untuk merancang Kovenan



24 tentang hak sipil dan politik memuat sebanyak mungkin ketentuan Pasal yang akan menetapkan bahwa semua rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Komisi HAM PBB tersebut berhasil menyelesaikan rancangan Kovenan sesuai dengan keputusan Majelis Umum PBB pada 1951, dan setelah dilakukan pembahasan Pasal demi Pasal, pada akhirnya Majelis Umum PBB melalui Resolusi No.2200 A (XXI) mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights(Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), dan Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights (Opsional Protokol Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik secara bersama-sama pada 16 Desember 1966 dan berlaku pada 23 Maret 1976.International Covenant on Civil and Political Rights atau biasa disingkat dengan ICCPR bertujuan untuk mengukuhkan pokok-pokok hak asasi manusia di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam DUHAM sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum dan penjabarannya mencakup pokok-pokok lain yang terkait. Konvenan tersebut terdiri dari pembukaan dan Pasal-Pasal yang mencakup 6 BAB dan 53 Pasal.Negara Indonesia sendiri telah meratifikasi ICCPR pada 28 Oktober 2005 melalui UU RI Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang disertai dengan Deklarasi terhadap Pasal 1 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Hak-Hak Sipil Dan Politik Meliputi: 1)



Hak hidup.



2)



Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi.



3)



Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa.



4)



Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi.



5)



Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah.



6)



Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum.



7)



Hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama.



25



c.



8)



Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi.



9)



Hak untuk berkumpul dan berserikat.



10)



Hak untuk turut serta dalam pemerintahan



Kovenan Internasional Hak Ekosob.



Kovenan Internasional tentang Hak-



Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya terdiri dari 31 Pasal, yang terdiri dari Mukadimah dan 5 Bagian. Mukadimah terdiri dari lima (5) Paragraf preambuler yang seluruh isinya berbunyi sama dengan Mukadimah Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Namun perlu dicatat bahwa, paragraf preambuler ke-3 dari Kovenan ini (ICESCR) merupakan penegasan tentang keterkaitan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dengan hak-hak sipil dan politik. Paragraf preambuler ke-3 tersebut menyatakan: “Mengakui bahwa sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, keadaan ideal dari manusia yang bebas dari penikmatan kebebasan dari ketakutan dan kemiskinan, hanya dapat dicapai apabila diciptakan kondisi di mana semua orang dapat menikmati hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, juga hak-hak sipil dan politiknya.” ‘Batang tubuh’ dari Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya ini terdiri dari ketentuan: 1)



Prinsip Umum (1 pasal, yakni Pasal 1).



2)



Kewajiban Negara (4 pasal, yakni Pasal 2 – 5).



3)



Kewajiban Negara-Negara Pihak untuk mengakui dan menjamin hak-



hak ekonomi, sosial dan budaya yang dimuat dan diakui dalam Kovenan (10 pasal, yakni Pasal 6 – 15). 4)



Masalah pelaporan pelaksanaan instrumen kovenan yang dilakukan



oleh Negara-Negara Pihak serta tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh Economic and Social Council atau Dewan Ekonomi dan Sosial, atau organ PBB lainnya (7 pasal, yakni Pasal 16 – 22).



26 5)



Ketentuan tentang ragam bentuk aksi internasional bagi pencapaian



hak-hak yang diakui dalam Kovenan (1 pasal, yakni Pasal 23). 6)



Penegasan, tentang tidak ada satu hal pun ketentuan di dalam



Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sehingga mengurangi ketentuan dalam piagam PBB dan konstitusi badan-badan khusus lainnya, berkenaan dengan masalah-masalah yang diatur Kovenan ini (1 pasal, yakni Pasal 24). 7)



Penegasan, tentang tidak ada satu hal pun ketentuan di dalam



Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sehingga mengurangi hak-hak yang melekat dari semua bangsa untuk menikmati dan memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka secara bebas dan penuh (1 pasal, yakni Pasal 25). 8)



Ketentuan tentang penandatangan sebagai Negara Pihak, ratifikasi,



dan aksesi, serta kententuan prosedural lainnya. (6 pasal, yakni Pasal 26-31) d.



Kovenan Hak Anak (KHA).



Anak merupakan generasi penerus cita-cita



perjuangan bangsa serta sebagai sumber daya manusia di masa depan yang merupakan modal bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development). Berangkat dari pemikiran tersebut, kepentingan yang utama untuk tumbuh dan berkembang dalam kehidupan anak harus memperoleh prioritas yang sangat tinggi. Sayangnya, tidak semua anak mempunyai kesempatan yang sama dalam merealisasikan harapan dan aspirasinya. Banyak diantara mereka yang beresiko tinggi untuk tidak tumbuh dan berkembang secara sehat, mendapatkan pendidikan yang terbaik, karena keluarga yang miskin, orang tua bermasalah, diperlakukan salah, ditinggal orang tua, sehingga tidak dapat menikmati hidup secara layak.Meletusnya perang dunia pertama, menyebabkan banyak anak yang menjadi korban, mereka mengalami kesengsaraan, hak-hak mereka terabaikan dan mereka menjadi korban kekerasan. Dengan berakhirnya perang dunia, tidak berarti kekerasan dan pelanggaran hak-hak anak berkurang. Bahkan eksploitasi terhadap hak-hak anak berkembang ke arah yang lebih memprihatinkan.Pelanggaran terhadap hak-hak anak bukan saja terjadi di negara yang sedang terjadi konflik bersenjata, tapi juga terjadi di negara-negara berkembang bahkan negara-negara maju. Permasalahan sosial dan masalah anak sebagai akibat dari dinamika



27 pembangunan ekonomi diantaranya anak jalanan (street children), pekerja anak (child labour), perdagangan anak (child trafficking) dan prostitusi anak (child prostitution).Berdasarkan kenyataan di atas, PBB mengesahkan Konvensi Hak-hak Anak (Convention On The Rights of The Child) untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan menegakkan hak-hak anak di seluruh dunia pada tanggal 20 Nopember 1989 dan mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered in to force) pada tanggal 2 September 1990. Konvensi ini telah diratifikasi oleh semua negara di dunia, kecuali Somalia dan Amerika Serikat. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak ini dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996.Konvensi Hak-hak Anak terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu: 1)



Mukadimah, yang berisi konteks Konvensi Hak-hak Anak.



2)



Bagian Satu (Pasal 1-41), yang mengatur hak-hak anak.



3)



Bagian Dua (Pasal 42-45), yang mengatur masalah pemantauan dan



pelaksanaan Konvensi Hak-hak Anak. 4)



Bagian Tiga (Pasal 46-54), yang mengatur masalah pemberlakuan



konvensi. Hak-hak anak menurut Konvensi Hak-hak Anak dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu: 1)



Hak



Kelangsungan



Hidup,



hak



untuk



melestarikan



dan



mempertahankan hidup dan hak memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya. 2)



Hak



Perlindungan,



perlindungan



dari



diskriminasi,



eksploitasi,



kekerasan dan keterlantaran. 3)



Hak Tumbuh Kembang, hak memperoleh pendidikan dan hak



mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.



28 4)



Hak Berpartisipasi, hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal



yang mempengaruhi anak. Sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam meratifikasi Konvensi Hakhak Anak, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober 2002 yang secara keseluruhan, materi pokok dalam undang-undang tersebut memuat ketentuan dan prinsip-prinsip Konvensi Hak-hak Anak. e.



Konvensi



Menentang



Penyiksaan



(CAT).



Konvensi



Menentang



Penyiksaan atau yang dalam bahasa resminya adalah Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia atau yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment



adalah sebuah instrumen hukum



internasional yang bertujuan untuk mencegah penyiksaan terjadi di seluruh dunia.Konvensi ini mewajibkan negara-negara pihak untuk mengambil langkahlangkah efektif untuk mencegah penyiksaan terjadi di wilayahnya dan Konvensi melarang pemulangan paksa atau ekstradisi terhadap seseorang ke Negara lain di mana ia berhadapan dengan risiko penyiksaan.



Konvensi ini diadopsi oleh Sidang



Majelis Umum PBB melalui resolusi 39/46 pada 10 Desember 1984 dan mulai berlaku pada 26 Juni 1987. Untuk menghormati konvensi ini setiap 26 Juni kemudian



diperingati



sebagai



“International



Day



in



Support



of



Torture



Victims”.Indonesia sendiri meratifikasi konvensi ini melalui UU No 5 Tahun 1998 pada 28 September 1998. Melalui UU ini Indonesia juga melakukan deklarasi terhadap ketentuan Pasal 20 ayat (1) ayat (2), dan ayat (3) serta melakukan reservasi terhadap ketentuan Pasal 30 ayat (1) dari konvensi ini.Pasal 1 Konvensi Menentang Penyiksaan mengedepankan sebuah definisi mengenai tindakantindakan yang merupakan “penyiksaan” yang disepakati secara internasional. Pasal ini menetapkan bahwa: istilah “penyiksaan” berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang luar biasa, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatanyang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau



29 mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan apa pun yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan atau sepengetahuan seorang pejabat publik atau orang lain yang bertindak di dalam kapasitas publik. Hal itu tidak meliputi rasa sakit atau penderitaan yang sematamata timbul dari, melekat pada atau diakibatkan oleh suatu sanksi hukum yang berlaku.“Unsur-unsur pokok” dari apa yang mendasari penyiksaan terkandung dalam Pasal 1 Konvensi Menentang Penyiksaan mencakup: 1)



Timbulnya rasa sakit atau penderitaan mental atau fisik yang luar



biasa; 2)



Oleh atau dengan persetujuan atau sepengetahuan pejabat-pejabat



Negara yang berwenang. 3)



Untuk



suatu



tujuan



tertentu,



seperti



mendapatkan



informasi,



penghukuman atau intimidasi. 4)



Perlakuan kejam, dan perlakuan atau penghukuman yang tidak



manusiawi atau merendahkan martabat manusia. Istilah-istilahini merujuk pada perlakuan sewenang-wenang yangtidak harus ditimbulkan untuk suatu tujuan tertentu,tetapi harus terdapat suatu niat untuk menyingkapkanindividu-individu pada kondisi-kondisi yang samadengan atau berakibat pada perlakuan sewenangwenang.Menyingkapkan seseorang pada kondisi kondisiyang layak dipercaya merupakan perlakuan sewenang-wenang akan menimbulkan tanggung jawabatas penderitaan yang ditimbulkan. Perlakuan yangmerendahkan martabat manusia dapat mencakup rasasakit atau penderitaan yang tidak sehebat penyiksaanatau perlakuan kejam atau tidak manusiawi dan pada umumnya akan mencakup penghinaan dan penurunanharga diri si korban. f.



Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi.



Laporan utama



pelanggaran hak asasi manusia yang paling mencuat salah satunya adalah masalah diskriminasi rasial. Penyakit sosial ini merambah ke berbagai negara dengan beragam bentuknya. Aneka tindakan diskriminasi rasial horisontal dalam kehidupan



30 sosial masyarakat, vertikal dalam sistem hukum dan aneka tindakan brutal kejahatan pada kemanusiaan serta genosida yang terencana terjadi di berbagai negara. Bahkan di Amerika ataupun Eropa yang dianggap sebagai negara yang termaju dalam penghargaan pada hak asasi seorang manusia. Pandangan yang mencibir atau merendahkan bangsa atau etnis yang lain mulai tumbuh ketika sistem penghisapan ekonomi dan perbudakan dijalankan. Para pengusaha melihat peluang keuntungan ekonomi yang tinggi bisa dicapai dengan alasan rasial. Kelompok budak adalah tenaga kerja murah atau gratis. Sedang kelompok ras atau etnis yang lemah bisa diperas dan dirampas hak-haknya tanpa perlawanan yang berarti.Dalam sejarah dunia setidaknya kita mencatat beberapa contoh peristiwa pelanggaran diskriminasi rasial yang besar : Contoh: Perdagangan budak pada abad ke-16 yang didatangkan dari Afrika ke Amerika dan Inggris.Pembenaran yang dipakai adalah pandangan perbedaan kelas. Budak yang berkulit hitam dianggap ras yang inferior dan memang patut diperdagangkan. Pembantaian besar-besaran kelompok Yahudi oleh Hitler dan Nazi di Jerman sepanjang Perang Dunia II. Pembentukan kamp-kamp konsentrasi dan kamar-kamar gas telah menjadi pilar sejarah hitam rasialisme. Sampai sekarang di berbagai negara masih mendokumentasikan dengan baik catatan dan bukti holocaust ini. Thomas de Torquemada (1420-1498) adalah kepala Pengadilan Inquisisi Spanyol telah membantai 2000 orang Yahudi dengan siksaan berat. Ia juga mengusir 200.000 orang Yahudi dari Spanyol sepanjang 15 tahun masa jabatannya. Kasus kaum Indian di Amerika. Kelompok Indian sebagai penduduk asli (indigenous people) benua Amerika mengalami penyerangan, pembunuhan massal dan pengusiran dari wilayah-wilayah tempat tinggal mereka oleh kelompok kaum pendatang kulit putih. Selain tindak kekerasan tersebut, kaum pendatang juga mendatangkan berpeti-peti “air api”, minuman keras yang mendatangkan kebiasaan bermabuk-mabukan di kalangan pemuda Indian. Stigmatisasi juga dilakukan secara kejam. Kelompok Indian digambarkan sebagai kelompok yang biadab, mempunyai



31 kebiasaan menari-nari dan membakar manusia. Stigmatisasi ini berlangsung ratusan tahun. Sampai sekarang rasialisme masih tumbuh dengan subur di benua Amerika. Kasus



Afrika



Selatan.



Semua



penduduk



Afrika



Selatan



didaftarkan



berdasarkan rasnya. Tentu saja proses hukum ini juga melahirkan diskriminasi rasial dalam prakteknya. Selain beragam tindak kekerasan, juga dibuat banyak peraturan yang amat membatasi hak kaum kulit hitam. Misalkan : dibuat ghetto-ghetto bagi kaum kulit hitam, aturan yang melarang kaum kulit hitam mempelajari budaya selain budayanya sendiri, harus memiliki surat jalan jika hendak keluar dari wilayahnya dan bahkan juga larangan perkawinan antar ras. Kasus Turki di Eropa yang dianggap bukan sebagai ‘pribumi’ Eropa. Mereka dianggap bangsa asing (Asia) yang berusaha mendapatkan keuntungan dari Eropa dengan melakukan asimilasi dan penyelundupan hukum. Pelanggaran kemanusiaan di berbagai tempat ini kemudian menjadi topik pembahasan yang serius di PBB. Setelah melalui proses perdebatan yang panjang pada banyak persidangan Majelis Umum PBB, akhirnya dibuka dan ditandatangani sebuah konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial pada tanggal 7 Maret 1966. Sebelumnya pada tanggal 20 November 1963 negara-negara anggota PBB telah membuat sebuah deklarasi yaitu United Nations Declaration on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial) melalui Resolusi 1904 (XVIII). Deklarasi itu memuat penolakan terhadap diskriminasi rasial, penghentian segala bentuk diskriminasi rasial yang dilakukan oleh Pemerintah dan sebagian masyarakat, penghentian propaganda supremasi ras atau warna kulit tertentu atau langkah-langkah



yang



harus



diambil



negara-negara



dalam



penghapusan



diskriminasi rasial.Namun demikian, karena deklarasi itu hanyalah sebuah pernyataan politis yang tidak bersifat mengikat secara hukum. Untuk menindaklanjuti deklarasi itu, maka Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) kemudian



menyusun



sebuah



rancangan



Konvensi



Internasional



tentang



Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Rancangan ini selanjutnya diajukan kepada Majelis Umum PBB. Pada tanggal 21 Desember 1965, Majelis



32 Umum PBB mengesahkan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination/CERD). Dengan disahkannya konvensi ini, maka konvensi ini menjadi memiliki kekuatan hukum kepada negara anggota yang menandatangani konvensi ini. Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani konvensi ini pada tanggal 25 Mei 1999. g.



Konvensi



Anti



Diskriminasi



terhadap



Perempuan.



Konvensi



Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan Disamping merumuskan International Bill of Rights, PBB juga merumuskan perjanjian-perjanjian untuk menjamin hak asasi manusia di bidang-bidang yang spesifik, salah satunya adalah Konvensi Specifik Utama yang berkenaan dengan kaum perempuan, yakni Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan atau yang dikenal dengan CEDAW. Konvensi ini ditandatangani pada tahun 1979 dan mulai berlaku pada tahun 1981. Konvensi ini merupakan puncak dari upaya Internasional yang ditujukan untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak perempuan di seluruh dunia, termasuk di dalamnya anak-anak dan remaja perempuan. Mengingat diskriminasi terhadap perempuan adalah melanggar azas persamaan hak dan rasa hormat terhadap martabat manusia,merupakan halangan bagi partisipasi perempuan,atas dasar persamaan dengan kaum laki-laki dalam kehidupan politik, sosial,ekonomi dan budaya negara-negara mereka.Bertekad untuk melaksanakan azas-azas yang tercantumdalamDeklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, dan untuk itu membuat peraturan yang diperlukan untuk menghapus diskriminasiseperti itu dalamsegala bentuk dan perwujudannya. Untuk itulah Negara para pihak sepakat menetapkan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. 16.



Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional Indonesia. a.



HAM dalam UUD RI 1945. Beberapa ketentuan yang mengatur tentang Hak



Asasi Manusia yang terdapat dalam UUD 1945, antara lain: 7 1)



7



Pasal 27



Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945.



33 1)



Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam



hukum dan



pemerintahan



dan



wajib



menjunjung



hukum



dan



pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 2)



Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan



yang layak bagi kemanusiaan. 3)



Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya



pembelaan negara. 2)



Pasal 28 A. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya



3)



Pasal 28 B 1)



Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan



keturunan  melalui perkawinan yang sah. 2)



Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan



berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 4)



Pasal 28 C 1)



Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan



kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia. 2)



Setiap



orang



memperjuangkan



berhak



haknya



untuk



secara



masyarakat, bangsa dan negaranya.



memajukan kolektif



untuk



dirinya



dalam



membangun



34 5)



Pasal 28 D 1)



Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan



dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 2)



Setiap orang berhak untuk bekerjasama serta mendapat



imbalan dan pengakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. 3)



Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan dalam



pemerintahan. 4) 6)



Setiap orang berhak atas status kewargaannegaraan



Pasal 28 E 1)



Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut



ajaran agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali. 2)



Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaannya



menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. 3)



Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat berkumpul dan



mengeluarkan pendapat. 7)



Pasal 28 F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan meperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran tersedia.



8)



Pasal 28 G



35



1)



Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,



kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 2)



Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau



perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. 9)



Pasal 28 H 1)



Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat



tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 2)



Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan



khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. 3)



Setiap orang berhak atas jaminan social yang memungkinkan



pengembangan



dirinya



secara



utuh



sebagai



manusia



yang



bermartabat. 4)



Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik



tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun 10)



Pasal 28 I 1)



Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan



pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hokum, dan hak untuk tidak



36 dituntut atas dasar hokum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. 2)



Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat



diskriminatif



atas



dasar



apa



pun



dan



berhak



mendapatkan



perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. 3)



Identitass budaya dann hak masyarakat tradisional dihormati



selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. 4)



Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak



asasi manusia adalah tanggumng jawab negara terutama pemerintah. 5)



Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai



dengan prinsip negara hokum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan pertundang-undangan 11)



Pasal 28 J 1)



Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain



dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2)



Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib



tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilainilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis 12)



Pasal 29



37 1)



Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk



memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu. 13)



Pasal 30 1)



Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha



pertahanan dan keamanan negara 14)



Pasal 31 1)



Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.



2)



Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan



pemerintah wajib membiayainya b.



17.



Hak Asasi Manusia dalam Peraturan Perundang-undangan Lainnya. 1)



UU No. 39/ 1999 tentang HAM.



2)



UU No. 26/ 2000 tentang Pengadilan HAM.



3)



UU No. 3/ 1997 tentang Peradilan Anak.



4)



UU No. 23/ 2002 tentang Perlindungan Anak.



5)



UU No. 23/ 2004 tentang KDRT.



6)



UU No. 13/ 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban



Deklarasi dan Program Aksi Wina 1993.



Konferensi Internasional Hak Asasi



Manusia merupakan konferensi hak asasi manusia yang pertama kali diadakan sejak berakhirnya Perang Dingin. Pertemuan ini diadakan oleh PBB di Wina, Austria, pada 14-25 Juni 1993.Hasil utama dari konferensi ini adalah Deklarasi dan Program Aksi Wina (Vienna Declaration and Programme of Action). Meskipun PBB telah lama aktif dalam bidang hak



38 asasi manusia,Konferensi Wina merupakan konferensi global kedua yang secara eksklusif menangani hak asasi manusia, setelah konferensi pertama yang diadakan di Teheran, Iran selama April-Mei 1968 untuk memperingati ulang tahun kedua puluh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Soal Latihan. 1.



Sebutkan dan jelaskan teori Hak Kodrati tentang hak asasi manusia!



2.



Sebutkan macam-macam prinsip Hak asasi manusia.



3.



Sebutkan intrumen utama dari hak asasi manusia.



39 BAB IV MEKANISME PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HAM



18.



Tujuan Instruksional. Agar Pasis dapat memahami mekanisme perlindungan hak



asasi manusia di masyarakat internasional yang telah menjadi hukum internasional serta mengetahui lembaga-lembaga baik internasional maupun nasional yang bergerak dalam pemantauan hak asasi manusia. 19.



Umum.



Kaedah hak asasi manusia yang telah diakui oleh masyarakat dunia



internasional sebagai bagian dari hukum internasional dalam pelaksanaannya perlu adanya pemantauan dan pengawasan dalam upaya menegakan eksistensinya.



Masyarakat



internasional telah berupaya untuk menyelenggarakan mekanisme penegakan hukum hak asasi manusia. Dalam upaya memantapkan sistem “universal” untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia, PBB juga menjalankan program-program untuk menyusun instrumen yang secara hukum mengikat guna menangani aspek-aspek hak asasi manusia yang khusus. Diantara instrumen-instrumen ini adalah traktat-traktat mengenai pencegahan dan penghukuman terhadap pelanggaran hak asasi manusia.



Terdapat pula beberapa



langkah dan inisiatif kelembagaan yang diambil oleh PBB untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia.



Beberapa lembaga internasional yang bernaung dibawah



Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ada juga terus melakukan sosialisasi, pematauan dan menegakan hak asasi manusia. 20.



Hakekat Hak Asasi Manusia.



Hak asasi manusia merupakan nilai dan norma



yang sangat penting bagi kehidupan manusia di dunia ini. Dengan adanya perlindungan dan penegakan hak asasi manusia, maka kehidupan manusia yang beradab dan sejahtera dapat diwujudkan.Sebagai mahkluk ciptaan Tuhan, semua manusia memiliki martabat dan derajat serta hak-hak yang sama sebagai manusia. Hak-hak yang sama sebagai manusia inilah yang sering disebut hak asasi manusia. Hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, maksudnya hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki manusia sebagai manusia yang berasal dari Tuhan, dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.Dengan mendasarkan pada pengertian hak asasi manusiadi atas, maka hak asasi manusiamemiliki landasan utama, yaitu:



40 a.



Landasan langsung yang pertama, yaitu kodrat manusia;



b.



Landasan kedua yang lebih dalam, yaitu Tuhan yang menciptakan manusia.



Jadi hak asasi manusiapada hakekatnya merupakan hak-hak fundamental yang melekat pada kodrat manusia sendiri, yaitu hak-hak yang paling dasar dari aspek-aspek kodrat manusia sebagai manusia. Semua hak yang berakar dalam kodratnya sebagai manusia adalah hak-hak yang lahir bersama dengan keberadaan manusia itu sendiri. Dengan demikian hak-hak ini adalah universal atau berlaku di manapun di dunia ini. Di mana ada manusia di situ ada hak asasi manusiadan harus dijunjung tinggi oleh siapapun tanpa kecuali. Hak asasi manusiatidak tergantung dari pengakuan orang lain, tidak tergantung dari pengakuan masyarakat atau negara. Manusia memperoleh hak-hak asasi itu langsung dari Tuhan sendiri karena kodratnya (secundum suam naturam). Penindasan terhadap hak asasi manusiabertentangan dengan keadilan dan kemanusiaan, sebab prinsip dasar keadilan dan kemanusiaan adalah bahwa semua manusia memiliki martabat yang sama dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama. Oleh karenanya, setiap manusia dan setiap negara di dunia wajib mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia tanpa kecuali. Penindasan terhadap hak asasi manusiaberarti pelanggaran terhadap hak asasi manusia.



Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat



keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia secara kodrati sebagai anugerah dari Tuhan, mencangkup hak hidup, hak kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki sesuatu.Hak asasi manusiaadalah klaim yang dapat dipaksakan sebagai konsekuensi penanda kemanusiaan yang bersifat kodrat. Dalam definisinya yang kodrat, hak asasi manusiamelekat pada manusia sebagai subjek pengemban hak semenjak manusia dapat dikategorikan sebagai manusia di dalam kandungan. Hak tersebut juga tidak dapat dicabut, dialihkan, dan dibagi-bagi. 21.



Mekanisme Internasional Pemantauan HAM.



Hak asasi manusia internasional



ditetapkan dan dikembangkan melalui kerjasama multilateral di PBB, Dewan Eropa dan organisasi internasional lainnya. Organisasi-organisasi tersebut dibentuk melalui berbagai konvensi hak asasi manusia, bersama mekanisme pemantauan internasional yang masih merupakan mekanisme pemantauan yang penting dan merupakan tambahan kegiatan



41 pelaksanaan yang dilakukan di tingkat nasional. Sistem PBB telah memainkan peran yang sangat penting dalam memajukan dan melindungi hak asasi manusia sejak PBB didirikan pada 1945. Menurut pembukaan Piagam PBB, hak asasi manusia adalah salah satu tugas yang diprioritaskan, dan menurut Pasal 1 paragraf 2 dan 3 Piagam, kemajuan hak asasi manusia adalah salah satu tujuan utamanya. Oleh karena setiap masalah kemanusiaan mempunyai dimensi Hak Asasi Manusia, maka setiap lembaga utama PBB ikut menangani masalah hak asasi manusia. a.



Badan-badan PBB yang khusus untuk memantau dan melindungi hak asasi



manusia, antara lain berikut. 1)



The Human Rights Commission (Komisi Hak Asasi Manusia), yang



dibentuk oleh Dewan Ekonomi dan Sosial. 2)



The Committee on the Elimination of Racial Discrimination (Komisi



Penghapusan Diskriminasi Rasial). 3)



The Committee on the Elimination of Discrimination Against Women



(Komisi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita). 4)



The Committee on Economic, Social and Cultural Rights (Komisi Hak



Ekonomi, Sosial dan Budaya). 5)



The Committee Against Torture (Komisi penghapusan Terhadap



Penyiksaan). 6)



The High Level Commission on Sustainable Development (Komisi



Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan). Seluruh komisi tersebut bekerja secara purna waktu untuk menerima, mengolah, dan jika perlu memantau kondisi perlindungan terhadap hak asasi manusiasecara umum maupun pada setiap negara. Dalam menjalankan tugasnya, badan/komisi tersebut melakukan pendekatan-pendekatan persuasif sehingga tidak mungkin memaksa



pemerintah



dari



negara-negara



berdaulat



untuk



mengubah



kebijaksanaannya. Kekuatan komisi-komisi ini terletak pada aspek moral dan



42 dukungan dari pendapat umum sedunia yang disiarkan secara terbuka melalui media massa. b.



Prinsip-prinsip pokok prosedur pengaduan terhadap pelanggaran hak asasi



manusiayang ditetapkan oleh komisi-komisi ini adalah sebagai berikut: 1)



Seluruh upaya untuk menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi



manusiadi dalam negeri yang bersangkutan telah ditempuh dan tidak berhasil,



kecuali



jika



dapat



dibuktikan



secara



meyakinkan



bahwa



penyelesaian pada tingkat nasional tidak akan mencapai hasil atau memakan waktu lama. 2)



Pengaduan terhadap pelanggaran hak asasi manusiatidak boleh



menyimpang dari prinsip-prinsip PBB, Deklarasi hak asasi manusia, perjanjian hak asasi manusiaterkait atau konvensi-konvensi yang seperti itu. 3)



Pengaduan akan diterima jika setelah ditelaah terdapat dasar yang



masuk akal, yaitu adanya pola pelanggaran hak asasi manusiaserta kemerdekaan yang bersifat berat, terbukti secara meyakinkan dan terjadi terus-menerus. 4)



Pengaduan hanya akan diterima jika dikirimkan oleh orang, baik



perseorangan maupun kelompok, yang menjadi korban dari pelanggaran hak asasi manusia. Pengaduan dapat pula dikirimkan oleh seseorang atau kelompok yang mempunyai pengetahuan langsung dan dapat dipercayai tentang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Bagi LSM, pengaduan dapat dilakukan dengan itikad baik berdasarkan dasar-dasar hak asasi manusiayang telah disepakati secara umum dan mereka mempunyai pengetahuan langsung dan terpercaya. 5)



Surat kaleng dan pengaduan yang hanya berdasarkan laporan dalam



media massa akan ditolak, termasuk pengaduan yang bertentangan dengan asas PBB atau bermotif politik.



43 6)



Pengaduan akan dibahas dengan memberikan kesempatan yang



sama untuk mengajukan bukti-bukti kepada pihak yang mengadu dan pemerintah negara yang bersangkutan. 7)



Komisi menghindari terjadinya tumpang tindih dengan prosedur



lembaga-lembaga Iainnya atau dengan pengaduan yang pernah ditangani PBB. 8)



Seluruh pengaduan dibahas secara rahasia.



9)



Seluruh keputusan yang diambil atas pengaduan selalu diumumkan



kepada publik. 22.



Organisasi Non Pemerintah.



Pembahasan hak asasi manusiatidak akan lengkap



tanpa mengulas ke peran yang dimainkan oleh organisasi non pemerintah (Non Governmental Organization) atau kelompok perorangan swasta yang peduli terhadap isuisu hak asasi manusia. Lembaga ini dibentuk oleh masyarakat internasional. Adapun yang termasuk ke dalam lembaga swadaya ini yakni Non Governmental Organizations (NGOs). Organisasi internasional ini ikut bersama badan-badan hak asasi manusiadi PBB dalam memantau kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia, sekaligus juga membantu mengkritisi kinerja badan-badan HAM bentukan PBB.



Beberapa di antaranya adalah



organisasi besar yang bersifat internasional adalahAmnesty Internasional, International CommissionofJurists, International Commite of Red Cross.



Sebagian NGOs ini telah



memperoleh pengakuan dari organisasi-organisasi internasional.



ECOSOC telah diberi



wewenang oleh pasal 71 Piagam PBB untuk mengadakan konsultasi yang sesuai dengan NGOs yang berminat dalam bidang aktivitasnya dan ECOSOC telah memberikan status penasehat kepada beberapa kelompok NGOs.



Salah satu peran dari NGOs adalah



mengupas pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia di berbagai negara kepada publik. Dalam banyak kasus, yang paling ditakuti oleh negara-negara adalah publisitas yang merugikan oleh NGOs mengenai catatan pelanggaran hak asasi manusia. NGOs itu dapat membuat pengaduan kepada lembaga-lembaga internasional yang berwenang, jika para korban itu sendiri tidak dapat menempuh prosedur yang semestinya. 8



8



Davidson Scott, 1994. Hak Asasi Manusia Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti hal. 63.



44 23.



Intervensi Kemanusiaan. Dalam suatu hubungan masyarakat internasional, antar



suatu negara sering terjadi pertentangan yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan. Tidak selamanya pertentangan antar negara itu dapat diselesaikan dengan cara damai. Pertentangan kepentingan inilah yang sering disebut dengan konflik. Penyelesaian konflik dapat secara damai atau dengan cara kekerasan, yaitu apabila solusi damai tidak dapat tercapai.



Prinsip-prinsip dari cara penyelesaian melalui kekerasan adalah perang dan



tindakan bersenjata non perang, retorsi, tindakan pembalasan, blokade secara damai dan intervensi.



Melihat konflik bersenjata sering disertai dengan genosida, dan kejahatan



terhadap kemanusiaan maka masyarakat internasional menyepakati untuk melakukan intervensi terhadap negara yang berkonflik untuk menghentikan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia berat.



Intervensi mempunyai batasan sebagai suatu tindakan yang



dilakukan oleh suatu negara atau oragnisasi internasional yang mencampuri secara paksa urusan dalam negeri negara lain dengan tujuan untuk memelihara dan merubah situasi yang ada.



Salah satu bentuk intervensi kemanusiaan dalam konflik bersenjata yang



pernah terjadi adalah di Rwanda dan Bosnia Herzegovina. Di kedua negara tersebut teleh terjadi konflik etnis, dan berkembang menjadi konflik bersenjata non internasional yang kemudian berubah menjadi konflik bersenjata internasional karen adanya pihak-pihak negara lain yang ikut serta dalam kedua konflik tersebut.



Intervensi kemanusiaan



merupakan upaya untuk mencegah ataumenghentikanpelanggaran hak asasi manusiaberat dengan kekuatan tertentu (diplomaticand military) di suatu negara, baik dengan atau tanpa persetujuan dari negara (countries with internal conflict). Intervensi kemanusiaan secarahukum dibenarkan dengan ketentuan yang diatur dalamhukum internasional yang berlaku, yaitu Piagam PBB Pasal 39-51.Sedangkan peran PBB dalam intervensi kemanusiaan dalam konflikbersenjata dilakukan oleh Dewan Keamanan sebagai organ PBB yang menjagaperdamaian dengan mengeluarkan keputusan dalam bentuk resolusi untukdaerah-daerah yang mengalami konflik.



Intervensi kemanusiaan yang dilakukan



PBB tidak melanggar kebebasan politik sebuah negara.



Tindakan tersebut hanya



bertujuan untuk memulihkan hak asasi manusia pada suatu negara yang mengalami konflik. Intervensi kemanusiaan sering disorot atas legitimasinya. Oleh karena itu, pakar hukum Internasional berpendapat bahwa intervensi kemanusiaan tetap bisa dilakukan terhadap suatu negara selama memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.



Intervensi kemanusiaan harus didasarkan atas alasan dan tujuan yang jelas,



yaitu melindungi hak asasi manusia.



45 b.



Harus dilakukan dengan memperhatikan asas proporsionalitas.



c.



Harus didasarkan aturan yang jelas untuk menghindari terjadinya eksploitasi



oleh suatu negara terhadap wilayah yang didudukinya. 24.



Lembaga Pengadilan Internasional.



Terhadap pelanggaran hak asasi



manusiaberat yang dilakukan oleh suatu negara maka akan diselesaikan menurut peraturan internasional yang berlaku serta dilakukan oleh lembaga internasional yang berwenang.



Di suatu negara akan dibentuk pengadilan internasional atas kasus



pelanggaran berat hak asasi manusia apabila: a.



Pemerintah negara yang bersangkutan tidak berdaya dan tidak sanggup



menciptakan pengadilan yang obyektif. b.



Mengancam perdamaian internasional ataupun regional.



c.



Berlangsung konflik yang terus menerus.



Pembentukan pengadilan internasional harus mendapat persetujuan Dewan Keamanan PBB terlebih dahulu.



Lembaga yang menangani persoalan sengketa dan tindakan



kejahatan internasional dalam struktur organisasi PBB adalah sebagai berikut: a.



Mahkamah Internasional.



(International Criminal of Court) Mahkamah



Internasional merupakan organisasi dari PBB yang berkedudukan di Den Haag yang berwenang memutuskanperkara hukum yang dipersengketakan antar negara dan memberikan pertimbangan hukum atas kasus yang dilimpahkan kepadanya. b.



Mahkamah Militer Internasional.



Terbentuk pada tahun 1945, bertugas



mengadili para pelaku kejahatan perang. c.



Mahkamah Pidana Internasional. Pada tanggal 17 Juli 1998 disahkan dalam



forum diplomatik PBB di Roma.



Mahkamah yang berkedudukan di Haque ini



bersifat permanen guna mengadili pelaku kejahatan agresi (crime of aggression), kejahatan genosida (crime of genocida), kejahatan perang (crime of war) dan kejahatan kemanusiaan (crime of humanity).



46



d.



Pengadilan Internasional Khusus.



Untuk menangani pelanggaran berat hak



asasi manusia dibentuklah pengadilan internasional khusus oleh PBB. Contoh: 1)



International Criminal Tribund for Yugoslavia (ICTY).



Didirikan pada



tahun 1993 untuk mengadili kasus pelanggaran hak asasi manusia akibat erang etnik di negara bekas Yugoslavia berdasarkan Resolusi 808 Dewan Keamanan PBB Februari 1993.



Pengadilan terhadap Slobodan Milosevic



dan Ratko Mladic merupakan contoh pelaksanaan peradilan khusus. Keduanya adalah pemimpin Serbia yang dianggap paling bertanggungjawab dalam pembersihan etnik (etnic cleansing) terhadap orang-orang Kroasia dan Bosnia Herzegovina yang hendak memisahkan diri dari Yugoslavia. 2)



International Criminal Tribund for Rwanda (ICTR) dibentuk oleh Dewan



Keamanan PBB tahun 1994 untuk mengadili kasus pelanggaran hak asasi manusia akibat peperangan antar suku Huttu dan suku Tutsi di Rwanda, Afrika.



Soal Latihan. 1.



Jelaskan pengertian hakekat hak asasi manusia.



2.



Sebutkan 2 (dua) contoh pengadilan internasional ad hoc yang menangani



pelanggaran berat hak asasi manusia. 3.



Jelaskan peran NGOs dalam upaya perlindungan hak asasi manusia.



47 BAB V HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA



25.



Tujuan Instruksional.



Agar Perwira Siswa lebih memahami awal dan



perkembangan hak asasi manusia di Indonesia serta mengetahui instrumen-instrumen hak asasi manusia yang ada dalam hukum positif. 26.



Umum.



Indonesia



adalah



salah



satu



Negara



yang



senantiasa



ikut



mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak asasi manusia . Dalam pembukaan UUD RI 1945 alenia pertama dinyatakan bahwa “ kemerdekaan ialah hak segala bangsa oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus di hapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.



Kesungguhan negara dalam menegakkan hak asasi



manusia diwujudkan dengan adanya pasal-pasal dalam batang tubuh UUD RI 1945 yang mengatur tentang hak asasi manusia, disamping itu juga telah lahir UU RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Amandemen UUD 1945 pada pasal 28 juga merupakan suatu terobosan dalam menegakkan Hak Asasi Manusia .



Peranan hak asasi manusiadi



Indonesia sendiri, sebenarnya dalam UUD 1945 telah tersurat namun belum secara tersirat dan transparan. Tujuan sebenarnya di ciptakannya hak asasi manusiaadalah agar manusia dapat menggunakan dan memanfaatkan haknya sendiri dengan sebaik-baiknya, namun juga harus dapat mempehatikan hak orang lain. Peranan hak asasi manusiasebenarnya sudah ada pada pasal 75 ayat 1dan 2 Undang-Undang No. 39 tahun 1999. Sementara itu kondisi hak asasi manusiadi Indonesia saat ini masih sebatas normatif dan belum menjamin terlaksananya perlindungan hak asasi manusiasecara baik dan memadai. 27.



Mekanisme PerlindunganHak Asasi Manusia.



Mekanisme perlindungan hak



asasi manusia adalah agenda politik hukum yang harus diselesaikan oleh Pemerintah RI bersama DPR RI agar pengaturan hak asasi manusia di Indonesia yang termuat di berbagai peraturan perundang-undangan segera dapat diwujudkan.



Terkait dengan



mekanisme perlindungan hak asasi manusia ini, beberapa kewajiban pemerintah terkait dengan perlindungan hak asasi manusia, yaitu: kewajiban melindungi (obligations to protect), kewajiban menghormati (obligations to respect) dan kewajiban memenuhi (obligations to fullfill).



48 a.



Penyelenggaraan Hak Asasi Manusia.



Penyelenggaraan hak asasi



manusiaadalah sebagai tindakan yang dilakukan untuk membuat hak asasi manusiasemakin diakui dan dihormati oleh pemerintah dan masyarakat .



Untuk



melindungi hak asasi manusia di Indonesia , pemerintah telah melakukan beberapa langkah-langkah sebagai upaya pemenuhan hak asasi manusiadi Indonesia, diantaranya dibidang yudikatif telah dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, diundangkanya beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hak asasi manusia, membentuk lembaga-lembaga independent bidang hak asasi manusiaseperti, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.



Negara menjadi unsur



dominan untuk menilai keberhasilan dari proses perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia. Bagaimana negara memperlakukan individu-individu atau kelompok sosial yang bekerja demi mempromosikan nilai nilai ham. kenal



sebagai



pembela



hak



asasi



manusiaadalah



Mereka yang lebih di ujung



tombak



untuk



mendiseminasikan gagasan ini, agar publik semakin sadar dan paham atas apa yang tengah mereka perjuangkan.



Kondisi hak asasi manusiaIndonesia tengah



menjadi perhatian masyarakat internasional. Tidak hanya permasalahan kebebasan beragama dan berkeyakinan, tetapi juga terkait dengan beragam permasalahan hak asasi manusia, seperti hak-hak anak, hak perempuan, Papua, impunitas dan beragam pelanggaran hak asasi manusialainnya.



Telah menjadi sebuah



keniscayaan tatkala masyarakat dunia semakin akrab menjalin hubungan satu sama lain, tidak terkecuali di bidang hak asasi manusia. Forum di Perserikatan Bangsabangsa meniscayakan adanya hubungan kenegaraan yang aktif dari masing-masing Negara untuk saling memberikan masukan dan saran terkait dengan penegakan hak asasi manusia. Dalam pada itu, Indonesia pun dapat melakukan hal yang sama terkait dengan kondisi suatu Negara tertentu, sebagaimana sikap Indonesia terhadap kekerasan yang akhir-akhir ini terjadi di Suriah.



Sekali lagi, keterlibatan



Indonesia dalam pergaulan dunia telah meniscayakan Indonesia untuk juga diperhatikan oleh komunitas internasional dan perhatian tersebut tidak semata sebagai sebuah penghinaan atau pelecehan terhadap bangsa Indonesia, tetapi lebih dari itu untuk mendorong Indonesia lebih toleran dan demokratis dalam penyelenggaran hak asasi manusia. b.



Pelanggaran Hak Asasi Manusia.



Pelanggaran hak asasi manusiaadalah



setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi,



49 menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusiaseseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan



tidak akan



memperoleh



penyelesaian



hukum



yang



berlaku.



Pelanggaran hak asasi manusiadapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu pelanggaran



hak



asasi



manusiaberat



dan



pelanggaran



hak



asasi



manusiaringan.Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan termasuk dalam pelanggaran hak asasi manusiayang berat.



Kejahatan genosida itu sendiri



berdasarkan UU No.26 Tahun2000 tentang Pengadilan HAM adalah setiap perbuatan



yang



dilakukan



dengan



maksud



untuk



menghancurkan



atau



memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok, bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama.Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asasasas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentuatau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan,etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.Pelanggaran hak asasi manusiaoleh pihak negara dapat dilihat dalam hal kegagalan nya untuk memenuhi tiga jenis kewajiban yang berbeda,yakni: 1)



Kegagalan dalam kewajiban untuk menghormati,seperti pembunuhan



diluar hukum. 2)



Kegagalan dalam kewajiban untuk melindungi, seperti kegagalan untuk



mencegah terjadinya penyerangan etnis tertentu. 3)



Kegagalan dalam kewajiban untuk memenuhi, seperti kegagalan



dalam memberikan layanan pendidikan dan kesehatan yang memadai.



50 Sedangkan



bentuk



pelanggaran



yang



dilakukan



oleh



satuan



bukan



pemerintahandiantaranya pembunuhan oleh tentara, pemberontakan dan serangan bersenjata oleh salah satu pihak melawan pihak lain. c.



Penegakan Hak Asasi Manusia.



Penegakkan hak asasi manusiaadalah



sebagai tindakan yang dilakukan untuk membuat hak asasi manusiasemakin diakui dan dihormati oleh pemerintah dan masyarakat .



Untuk menegakkan hak asasi



manusia di Indonesia , pemerintah telah melakukan beberapa langkah-langkah sebagai upaya pemenuhan hak asasi manusiadi Indonesia, diantaranya dibidang yudikatif telah dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, diundangkanya beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hak asasi manusia, membentuk lembaga-lembaga independent bidang hak asasi manusiaseperti, Komisi nasional Hak Asasi Manusia.



Secara umum terdapat beberapa parameter yang dapat



dijadikan indikasi bahwa disuatu negara memiliki mekanisme yang baik terhadap perlindungan hak asasi manusia, antara lain adanya peraturan yang memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia agar mendapat kepastian hukum. Jaminan tersebut adanya alat negara yang dibentuk untuk penegakan hak asasi manusia, adanya kesadaran masyarakat untuk mentaati hak asasi manusia, 28.



Beberapa Ketentuan Hukum Hak Asasi Manusia. Dalam DUHAM pengertian hak



asasi manusiadapat ditemukan dalam Mukaddimah yang pada prinsipnya dinyatakan bahwa hak asasi manusia merupakan pengakuan akan martabat yang terpadu dalam diri setiap orang akan hak-hak yang sama dan tak teralihkan dari setiap manusia ialah dasar dari kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia. Sejak munculnya DUHAM itulah secara internasional hak asasi manusiatelah diatur dalam ketentuan hukum sebagai instrumen internasional. Ketentuan hukum hak asasi manusiaatau disebut juga Instrumen hak asasi manusiamerupakan alat yang berupa peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam menjamin perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Instrumen hak asasi manusiaterdiri atas instrumen nasional hak asasi manusiadan instrumen internasional hak asasi manusia. Instrumen nasional hak asasi manusiaberlaku terbatas pada suatu negara sedangkan instrumen internasional hak asasi manusiamenjadi acuan negara-negara di dunia



dan



mengikat



secara



hukum



bagi



negara



yang



telah



mengesahkannya



(meratifikasi).Di negara kita dalam era reformasi sekarang ini, upaya untuk menjabarkan ketentuan hak asasi manusia telah dilakukan melalui amandemen UUD 1945 dan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 39 Tahun 1999



51 Tentang Hak Asasi Manusiaserta meratifikasi beberapa konvensi internasional tentang hak asasi manusia. a.



Undang-Undang Dasar RI 1945.



Dalam amandemen UUD 1945 ke dua,



ada Bab yang secara eksplisit menggunakan istilah hak asasi manusia yaitu Bab XA yang bersikan pasal 28A s/d 28J. b.



Undang Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi



Manusia.Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 jaminan hak asasi manusialebih terinci lagi. Hal itu terlihat dari jumlah bab dan pasal-pasal yang dikandungnya relatif banyak yaitu terdiri atas XI bab dan 106 pasal. Apabila dicermati jaminan hak asasi manusiadalam UUD 1945 dan penjabarannya dalam UU RI Nomor 39 Tahun 1999, secara garis besar meliputi: 1)



Hak untuk hidup (misalnya hak: mempertahankan hidup, memperoleh



kesejahteraan lahir batin, memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat); 2)



Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan.



3)



Hak mengembangkan diri (misalnya hak : pemenuhan kebutuhan



dasar, meningkatkan kualitas hidup, memperoleh manfaat dari iptek, memperoleh informasi, melakukan pekerjaan sosial); 4)



Hak memperoleh keadilan (misalnya hak : kepastian hukum,



persamaan di depan hukum); 5)



Hak atas kebebasan pribadi (misalnya hak : memeluk agama,



keyakinan politik, memilih status kewarganegaraan, berpendapat dan menyebarluaskannya, mendirikan parpol, LSM dan organisasi lain, bebas bergerak dan bertempat tinggal); 6)



Hak atas rasa aman (misalnya hak: memperoleh suaka politik,



perlindungan



terhadap



ancaman



ketakutan,



melakukan



hubungan



52 komunikasi, perlindungan terhadap penyiksaan, penghilangan dengan paksa dan penghilangan nyawa); 7)



Hak atas kesejahteraan (misalnya hak : milik pribadi dan kolektif,



memperoleh pekerjaan yang layak, mendirikan serikat kerja, bertempat tinggal yang layak, kehidupan yang layak, dan jaminan sosial); 8)



Hak turut serta dalam pemerintahan (misalnya hak: memilih dan dipilih



dalam pemilu, partisipasi langsung dan tidak langsung, diangkat dalam jabatan pemerintah, mengajukan usulan kepada pemerintah); 9)



Hak wanita (hak yang sama/tidak ada diskriminasi antara wanita dan



pria dalam bidang politik, pekerjaan, status kewarganegaraan, keluarga perkawinan); 10).



Hak anak (misalnya hak : perlindungan oleh orang tua, keluarga,



masyarakat dan negara, beribadah menurut agamanya, berekspresi, perlakuan khusus bagi anak cacat, perlindungan dari eksploitasi ekonomi, pekerjaan, pelecehan sexual, perdagangan anak, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya). c.



Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi



PBB tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).Dengan meratifikasi Konvensi Wanita tersebut, maka segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin (laki-laki-perempuan) harus dihapus. Misalnya, perlakuan pemberian upah buruh wanita dibawah upah buruh pria harus dihapus, begitu pula dunia politik bukanlah milik pria maka perempuan harus diberi kesempatan yang sama menduduki posisi dalam partai politik maupun pemerintahan. Kita harus menyadari bahwa pembangunan suatu negara, kesejahteraan dunia, dan usaha perdamaian menghendaki partisipasi maksimal kaum wanita atas dasar persamaan dengan kaum pria. Hal ini menunjukan keharusan adanya pembagian tanggung jawab antara pria dan wanita dan masyarakat sebagai keseluruhan, bukan dijadikan dasar diskriminasi.



53 d.



Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.



Latar belakang dikeluarkannya undang-undang ini, sebagaimana dikemukakan dalam Penjelasan Umum undang-undang ini antara lain: 1)



Bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan YME, yang



senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam UndangUndang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HakHak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. 2)



Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi



Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. 3)



Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk



menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah. 4)



Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 ini menegaskan bahwa



pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terusmenerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus



berkelanjutan



dan



terarah



guna



menjamin



pertumbuhan



dan



perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan



54 inidimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. e.



Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi



Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhumanor Degrading Treatment or Punishment).Konvensi ini mengatur pelarangan penyiksaan baik fisik maupun mental, dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia



yang



dilakukan



oleh



atau



atas



hasutan



dari



atau



dengan



persetujuan/sepengetahuan pejabat publik dan orang lain yang bertindak dalam jabatannya. Ini berarti negara RI yang telah meratifikasi wajib mengambil langkahlangkah legislatif, administratif, hukum dan langkah-langkah efektif lain guna mencegah tindakan penyiksaan (tindak pidana) di dalam wilayah yuridiksinya. Misalnya langkah yang dilakukan dengan memperbaiki cara interograsi dan pelatihan bagi setiap aparatur penegak hukum dan pejabat publik lain yang bertanggungjawab terhadap orang-orang yang dirampas kemerdekaannya. f.



Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi



ILO nomor 182 Mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk–Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.



Menurut Konvensi ILO



(International Labour Organization/Organisasi Buruh Internasional) tersebut, istilah “bentuk-bentuk terburuk kerja anak mengandung pengertian sebagai berikut: 1)



Segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan,



misalnya: a)



Penjualan anak;



b)



Perdagangan anak-anak;



c)



Kerja ijon;



55 d)



Perhambaan (perbudakan);



e)



Kerja paksa atau wajib kerja;



f)



Pengerahan



anak-anak



secara



paksa



atau



wajib



untuk



dimanfaatkan dalam konflik bersenjata; 2)



Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran,



untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno; 3)



Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan



haram, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan. 4)



Pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan itu



dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. Dengan UURI Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO nomor 182, maka negara Republik Indonesia wajib mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, hukum, dan langkah-langkah efektif lain guna mencegah tindakan praktek memperkerjakan anak dalam bentuk-bentuk terburuk kerja anak dalam industri maupun masyarakat. g.



Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan



Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights).Kovenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok hak asasi manusiadi bidang ekonomi, sosial dan budaya dari UDHR dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 31 pasal. Intinya kovenan ini mengakui hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial, dan budaya, yang meliputi: 1)



Hak atas pekerjaan,



2)



Hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menyenangkan,



56 3)



Hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh,



4)



Hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial,



5)



Hak atas perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi



keluarga, ibu, anak, dan orang muda, 6)



Hak atas standar kehidupan yang memadai,



7)



Hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi



yang dapat dicapai,



h.



8)



Hak atas pendidikan, dan



9)



Hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya.



Undang Undang RI Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan



Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights).Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok hak asasi manusiadi bidang sipil dan politik yang tercantum dalam UDHR sehingga menjadi ketentuanketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan tersebut terdiri dari pembukaan dan Pasal-Pasal yang mencakup 6 bab dan 53 Pasal. Hak-hak sipil (kebebasankebebasan fundamental) dan hak-hak politik meliputi: 1)



Hak-hak sipil: a)



Hak hidup;



b)



Hak bebas dari siksaan, perlakuan atau penghukuman yang



kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat; c)



Hak bebas dari perbudakan;



d)



Hak



bebas



sewenang-wenang;



dari



penangkapan



atau



penahanan



secara



57 e)



Hak memilih tempat tinggalnya, untuk meninggalkan negara



manapun termasuk negara sendiri; f)



Hak persamaan di depan peradilan dan badan peradilan;



g)



Hak atas praduga tak bersalah.



h)



Hak kebebasan berpikir;



i)



Hak berkeyakinan dan beragama;



j)



Hak untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan pihak



lain; k)



Hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat;



l)



Hak atas perkawinan/membentuk keluarga;



m)



Hak anak atas perlindungan yang dibutuhkan oleh statusnya



sebagai anak dibawah umur, keharusan segera didaftarkannya setiap anak setelah lahir dan keharusanmempunyai nama, dan hak anak atas kewarganegaraan;



2)



n)



Hak persamaan kedudukan semua orang di depan hukum, dan



o)



Hak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.



Hak-hak Politik: a)



Hak untuk berkumpul yang bersifat damai;



b)



Hak kebebasan berserikat;



c)



Hak ikut serta dalam urusan publik;



d)



Hak memilih dan dipilih;



58 e) i.



Hak untuk mempunyai aksespada jabatan publik di negaranya ;



Undang Undang RI Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi



Manusia.



Undang-undang ini mengatur pengadilan terhadap pelanggaran hak



asasi manusiaberat. 29.



KelembagaanHak Asasi Manusia.



Dalam upaya perlindungan dan penegakan



hak asasi manusiatelah dibentuk lembaga-lembaga resmi oleh pemerintah seperti Komnas HAM, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Peradilan HAM dan lembaga– lembaga yang dibentuk oleh masyarakat terutama dalam bentuk LSM pro-demokrasi dan hak asasi manusia. a.



Komnas HAM.



Komisi Nasional (Komnas) HAM pada awalnya dibentuk



dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Pembentukan komisi ini merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia internasional tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Kemudian dengan lahirnya UURI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang didalamnya mengatur tentang Komnas HAM ( Bab VIII, pasal 75 s/d. 99) maka Komnas HAM yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan dengan UURI Nomor 39 Tahun 1999. 1)



Tujuan Komnas HAM: a)



Membantu



pengembangan



kondisi



yang



kondusif



bagi



pelaksanaan hak asasi manusia. b)



Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia



guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. 2)



Fungsi Komnas HAM: a)



Fungsi pengkajian dan penelitian. Untuk melaksanakan fungsi



ini, Komnas HAM berwenang antara lain:



59 (1)



Melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrumen



internasional dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi. (2)



Melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan



perundang-undangan



untuk



memberikan



rekomendasi



mengenai pembentukan, perubahan dan pencabutan peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia. b)



Fungsi penyuluhan.Dalam rangka pelaksanaan fungsi ini,



Komnas HAM berwenang: (1)



Menyebarluaskan wawasan mengenai hak asasi manusia



kepada masyarakat Indonesia. (2)



Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi



manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta berbagai kalangan lainnya. (3)



Kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lain



baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia. c)



Fungsi pemantauan.Fungsi ini mencakup kewenangan antara



lain: (1)



Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan



penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut. (2) timbul



Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang dalam



masyarakat



yang



pelanggaran hak asasi manusia.



patut



diduga



terdapat



60 (3)



Pemanggilan



kepada



pihak



pengadu



atau



korban



maupun pihak yang diadukan untuk dimintai atau didengar keterangannya. (4)



Pemanggilan



saksi



untuk



dimintai



dan



didengarkesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan. (5)



Peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang



dianggap perlu. (6)



Pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan



keterangan secara tertulis ataumenyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan. (7)



Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan,



bangunan dan tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan. (8)



Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua



Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak. d)



Fungsi mediasi.Dalam melaksanakan fungsi mediasi Komnas



HAM berwenang untuk melakukan: (1)



Perdamaian kedua belah pihak.



(2)



Penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi,



konsiliasi, dan penilaian ahli.



61



(3)



Pemberian



saran



kepada



para



pihak



untuk



sesuatu



kasus



menyelesaikan sengketa melalui pengadilan. (4)



Penyampaian



rekomendasi



atas



pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya. (5)



Penyampaian



rekomendasi



atas



suatu



kasus



pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR RI untuk ditindaklanjuti. Bagi setiap orang dan atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM. Pengaduan hanya akan dilayani apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan. b.



Pengadilan HAM.



Pengadilan hak asasi manusiamerupakan pengadilan



khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan hak asasi manusiamerupakan pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusiaberat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan (UURI Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia). Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan dalam kejahatan



genosida,



misalnya;



membunuh,



tindakan



yang



mengakibatkan



penderitaan fisik atau mental, menciptakan kondisi yang berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.Sedangkan yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan terhadap kemanusiaan misalnya:



62 1)



Pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan;



2)



Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;



3)



Perampasan kemerdekaan atau perampasan kemerdekaan fisik lain



secara



sewenang-wenang



yang



melanggar



ketentuan



pokok



hukum



internasional; 4)



Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan



kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; 5)



Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan



yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; 6)



Penghilangan orang secara paksa (penangkapan, penahanan, atau



penculikan disertai penolakan pengakuan melakukan tindakan tersebut dan pemberian informasi tentang nasib dan keberadaan korban dengan maksud melepaskan dari perlindungan hukum dalam waktu yang panjang); 7)



Kejahatan apartheid (penindasan dan dominasi oleh suatu kelompok



ras atas kelompok ras atau kelompok lain dan dilakukan dengan maskud untuk mempertahan peraturan pemerintah yang sedang berkuasa atau rezim). Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran



hak



asasi



manusiayang



berat.



Pengadilan



hak



asasi



manusiajuga berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusiayang berat yang dilakukan di luar batas territorial wilayah negara RI oleh Warga Negara Indonesia (WNI). Disamping itu juga dikenal Pengadilan HAM Ad Hoc, yang diberi kewenangan untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusiaberat yang terjadi sebelum di undangkannya UURI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Oleh karena itu



63 pelanggaran hak asasi manusiaberat tidak mengenal kadaluwarsa. Dengan kata lain adanya Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan pemberlakuan asas retroactive (berlaku surut) terhadap pelanggaran hak asasi manusiaberat. c.



Komnas Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.



Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini lahir berawal dari gerakan nasional perlindungan anak yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1997. Kemudian pada era reformasi, tanggung jawab untuk memberikan perlindungan anak diserahkan kepada masyarakat. Tugas KNPA melakukan perlindungan anak dari perlakuan, misalnya: diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaraan, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah yang lain. KNPA juga yang mendorong lahirnya UURI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Disamping KNPA juga dikenal KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). KPAI dibentuk berdasarkan amanat pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002.Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas: 1)



Melakukan



sosialisasi



seluruh



ketentuan



peraturan



perundang-



undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak. 2)



Mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat,



melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. 3)



Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada



Presiden dalam rangka perlindungan anak. Misalnya untuk tugas memberikan masukan kepada Presiden/pemerintah KPAI meminta pemerintah segera membuat undang–undang larangan merokok bagi anak atau setidak-tidaknya memasukan pasal larangan merokok bagi anak dalam UU. d.



Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan.



Komisi Nasional Anti



Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya mencegah



terjadinya



dan



menghapus



segala



bentuk



kekerasan



perempuan. Komisi Nasional ini bersifat independen dan bertujuan:



terhadap



64 1)



Menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap



perempuan. 2)



Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk



kekerasan terhadap perempuan. 3)



Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk



kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi perempuan. e.



Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.



Dibentuk berdasarkan UURI Nomor



27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Keberadan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk : 1)



Memberikan



alternatif



penyelesaian



pelanggaran



hak



asasi



manusiaberat di luar Pengadilan HAM ketika penyelesaian pelanggaran hak asasi manusiaberat lewat Pengadilan HAM dan Pengadilan HAMAd Hoc mengalami kebuntuan; 2)



Sarana mediasi antara pelaku dengan korban pelanggaran hak asasi



manusiaberat untuk menyelesaikan di luar Pengadilan HAM. f.



LSM Pro-demokrasi dan HAM.



Disamping lembaga penegakan hak asasi



manusia yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat juga mendirikan berbagai lembaga hak asasi manusia. Lembaga hak asasi manusiabentukan masyarakat terutama dalam bentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non Governmental Organization) yang programnya berfokus pada upaya pengembangan kehidupan yang demokratis (demokratisasi) dan pengembangan hak asasi manusia. LSM ini sering disebut sebagai LSM Prodemokrasi dan HAM. Yang termasuk LSM ini antara lain : 1)



YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia),



2)



Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan),



3)



Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat),



65 4)



PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia).



LSM yang menangani berbagai aspek hak asasi manusia, sesuai dengan minat dan kemampuannya sendiri pada umumnyaterbentuk sebelum didirikannya



Komnas



HAM.



Dalam



pelaksanaan



perlindungan



dan



penegakkanhak asasi manusia, LSM tampak merupakan mitra kerja Komnas HAM. Misalnya, LSM mendampingi para korban pelanggaran hak asasi manusiake Komnas HAM.   30.



Penggolongan Pelanggaran Hak Asasi Manusia.



Pelanggaran hak asasi



manusia adalah setiap perbuatan yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia (UURI Nomor 39 Tahun 1999). Pelanggaran itu dapat dilakukan oleh negara/pemerintah maupun oleh masyarakat.Menurut Richard Falk kategori pelanggaranhak asasi manusiayang dianggap kejam, yaitu: a.



Pembunuhan besar-besaran (genocide).



b.



Rasialisme resmi.



c.



Terorisme resmi berskala besar.



d.



Pemerintahan totaliter.



e.



Penolakan secara sadar untuk memenuhikebutuhan dasar manusia.



f.



Perusakan kualitas lingkungan.



g.



Kejahatan perang.



Penggolongan



pelanggaran



hak



asasi



manusiadi



atas



merupakan



contoh



pelanggaran hak asasi manusiaberat dikemukakan Richard Falk. Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 yang dikategorikan pelanggaran hak asasi manusiaberat adalah : a.



Pembunuhan masal (genocide);



66 b.



Pembunuhan sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan;



c.



Penyiksaan;



d.



Penghilangan orang secara paksa;



e.



Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis.



Disamping pelanggaran hak asasi manusiaberat juga dikenal pelanggaran hak asasi manusiabiasa. Pelanggaran hak asasi manusiabiasa antara lain pemukulan, penganiayaan, pencemaran nama baik, menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya, penyiksaan, menghilangkan nyawa orang lain.



31.



Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia.



Penegakan hukum dan hak asasi



manusia di Indonesia saat ini merupakan suatu masalah yang sangat menarik untuk dikaji, karena dalam banyak kasus ternyata memberikan citra yang kurang baik dimata masyarakat pada umumnya.



Banyak kalangan, baik yang awam maupun yang bergelut



dalam bidang hukum, sering berpendapat bahwa hukum (dalam bidang hak asasi manusia) seakan tidak mempunyai makna dan manfaat dalam rangka memberikan jaminan terciptanya ketertiban, keamanan, kesejahteraan dan keadilan serta kepastian hukum. Hukum telah kehilangan jati dirinya sebagai instrument penting dalam menata atau mengatur kehidupan masyarakat.



Dalam proses penegakan hukum, sebenarnya banyak



pihak mempunyai peran baik pemerintah (aparatur penegak hukum; Polisi, Jaksa, Hakim) termasuk masyarakat sendiri yang merupakan bagian integral atau tidak bisa dipisahkan. Peran dan tanggung jawab penegakan hukum, sering dilimpahkan sepenuhnya kepada aparatur penegak hukum saja, padahal dalam sebuah negara hukum yang demokratis, rakyat atau masyarakat mempunyai fungsi, peran dan tanggung jawab yang sangat penting dan menentukan.



Penegakan hukum dan hak asasi manusia akan lebih bermakna, jika



hal itu diikuti dengan berbagai instrument dan elemen pendukung yang patut mendapat perhatian yang serius dari pihak pemerintah atau penguasa.



Banyak kasus pelanggaran



hukum dan hak asasi manusia yang muncul kepermukaan dan melibatkan para aparatur penegak hukum, sehingga sorotan utama hanya tertuju pada Polisi, Jaksa, Hakim juga Pengacara yang terlibat langsung. Pada akhirnya masyarakat, baik secara individu atau kelompok memberikan penilaian terhadap aparatur penegak hukum, menurut versi masingmasing.



Patut diketahui dan dipahami dalam proses penegakan hukum dan hak asasi



67 manusia aparatur penegak hukum hanya merupakan salah satu bagian penting dari sejumlah komponen lain yang mempunyai fungsi dan peran penting antara lain ; aturan hukum, sarana dan prasarana, budaya hukum dan masyarakat sendiri.



Soal latihan. 1.



Sebutkan jenis pelanggaran hak asasi manusia!



2. Sebutkan beberapa LSM di Indonesia yang berkecimpung di bidang hak asasi mansuia! 3.



68 BAB VI HAM DALAM TUGAS OPERASI



32.



Tujuan Instruksional. Agar para Perwira Siswa Seskoau dapat memahami aspek



hak asasi manusiadalam Operasi Udara dalam upaya peningkatan wawasan hukum khususnya bidang hak asasi manusia, yang akhirnya dapat menunjang tugas-tugasnya. 33.



Umum.



Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat



dan keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.



Hal ini terlihat dalam Pancasila sebagai Dasar Negara yang tertuang dalam



Pembukaan UUD 1945, yang sila-silanya syarat dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, apalagi dalam Sila Kedua yang berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab. Penuangan prinsip-prinsip HAM dalam UUD RI 1945 merupakan salah satu bukti nyata komitmen bangsa Indonesia dalam mengakui dan menegakkan Hak Asasi Manusia. Indonesia sebagai negara yang berdaulat mengakui adanya prinsip kedaulatan negara di ruang udara yang utuh dan eksklusif di wilayah udara nasional sebagaimana dimaksud Pasal 1 Konvensi Chicago 1944, yang telah dituangkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Sifat kedaulatan yang utuh dan eksklusif dari Negara di wilayah udara nasional tersebut berbeda misalnya dengan sifat kedaulatan Negara di laut wilayah. Karena sifatnya yang sedemikian, maka di ruang udara nasional tidak dikenal hak lintas damai (innocent passage) pihak asing seperti terdapat di laut teritorial sesuatu Negara. Ruang udara nasional sesuatu Negara sepenuhnya tertutup bagi pesawat udara asing, baik sipil maupun militer. Dengan kedaulatan yang penuh dan utuh tersebut, setiap negara masih dituntut untuk menghormati ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam hukum internasional sebagai kesepakatan masyarakat bangsa-bangsa, sebagai contoh: “Bagaimana mengambil tindakan koreksi atas pelanggaran wilayah udara dan bagaimana selanjutnya tata-cara dalam melakukan penyergapan (interception)?”. Dalam hal ini harus memperhatikan ketentuan hukum internasional, khususnya Attachment dari Annex 2 Rule of the Air.



Dalam hal ini dikenal pula adanya asas pertimbangan



kemanusiaan yang mendasar (elementary considerations of humanity), dimana secara tegas telah dinyatakan sebagai asas yang harus melandasi tindakan-tindakan negara dalam menghadapi pelanggaran wilayah udaranya oleh pesawat udara sipil asing. Selain



69 itu, terdapat kegiatan operasi militer selain perang yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan pemenuhan hak asasi manusia, yaitu tugas perbantuan kepada Kepolisian dalam rangka keamanan dan ketertiban masyarakat. 34.



Pelanggaran Berat dan Hukum Acara. a.



Genosida (The crime of genocide).



Istilah “genocide” diterima, setelah



beberapa tahun oleh Jaksa di Mahkamah Internasional Nuremberg, dan pada tahun 1946 dinyatakan sebagai kejahatan internasional (international crime) oleh sidang umum PBB. Kemudian pada tahun 1948 lahir sebuah Konvensi Internasional, yakni “Convention on the Prevention and Punishment of the Crime Genocide”, 9 Desember 1948, yang sering disebut sebagai inti dari pelbagai traktat tentang hak asasi manusia. 1)



Statuta Roma 1998.



Genosida diatur dalam Article 6 yang



mendefinisikan genosida sebagai 5 (lima) perbuatan tertentu atau khusus (specific acts) yang dilakukan dengan maksud untuk memusnahkan suatu kelompok nasional, etnis, rasial atau agama. Lima perbuatan tersebut adalah: a)



Pembunuhan anggota kelompok;



b)



Mengakibatkan



penderitaan berat baik terhadap badan atau



mental; c)



Menerapkan kondisi terhadap kelompok yang diperkirakan



dapat memusnahkan kelompok; d)



Mencegah kelahiran di dalam kelompok; dan



e)



Secara paksa memindahkan anak-anak dari suatu kelompok ke



kelompok lain. 2)



UU RI No. 26 Tahun 2000. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun



2000 tentang Pengadilan HAM disebutkan kejahatan genosida sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan



70 maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: a)



Membunuh anggota kelompok.



b)



Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat



terhadap anggota-anggota kelompok. c)



Menciptakan



mengakibatkan



kondisi



kemusnahan



kehidupan secara



kelompok fisik



baik



yang



akan



seluruh



atau



sebagiannya. d)



Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah



kelahiran di dalam kelompok, atau e)



Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu



ke kelompok lain. b.



Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crimes Against Humanity).



Dalam



Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 diatur ketentuan bahwa yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari seranganyang meluas atau sistematik yang diketahuinya



bahwa



serangan



tersebut



ditujukansecara



langsung



penduduk sipil, berupa: 1) Pembunuhan, 2) Pemusnahan, 3) Perbudakan, 4) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;



terhadap



71 5) Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan pisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; 6) Penyiksaan; 7) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara. 8) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; 9) Penghilangan orang secara paksa; atau 10)Kejahatan apartheid. Dalam Penjelasan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 diberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan serangan terhadap penduduk sipil adalah suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap penduduk sipil sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atau kebijakan yang berhubungan dengan organisasi. Dalam Statuta Roma 1998 dijelaskan bahwa kebijakan tersebut harus berhubungan langsung dengan penyerangan atau kejahatan yang dilakukan (“policy to commit such attack“). c.



Pertanggungjawaban Komando. Komandan militer adalah seorang yang



memiliki wewenang dan tanggungjawab atas pelaksanaan tugas satuan yang berada di bawah komandonya. Adapun komando tersebut adalah kewenangan dan kekuasaan berdasarkan atas hukum yang diberikan kepada seorang Perwira untuk memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan pasukan. Komando dapat diartikan pula sebagai perintah yang diberikan oleh komandan atau atasan langsung kepada satuan atau bawahannya dengan maksud agar perintah tersebut dilaksanakan. Dalam pertanggungjawaban komando ini dikenal pula seseorang yang



72 efektif bertindak sebagai Komandan Militer, yakni seseorang yang bertindak sebagai komandan militer tersebut setiap saat mampu menggunakan kekuasaannya bilamana menginginkannya (material ability) atau mempunyai kekuasaan untuk mengeluarkan perintah yang mengikat bawahannya. Dalam lingkungan militer komandan militer yang efektif diberikan wewenang oleh undang-undang untuk menghukum bawahan atau pasukan dalam komando dan pengendaliannya yang efektif, oleh karenanya ia secara hukum disebut sebagai Atasan Yang Berhak Menghukum (power to take remedial action).



Pertanggungjawaban komando



menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Pasal 42 ayat (1), Komandan Militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak dilakukakan pengendalian secara patut, yaitu: 1)



Komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar



keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat;



2)



Komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan



yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Komando dalam lingkungan militer tersebut merupakan “unity of command” yang pelaksanaannya melalui suatu rantai komando (“chains of command”). Dengan demikian efektifitas komando pengendalian dilakukan secara berjenjang dalam suatu rantai komando, yang mana pada setiap mata rantai komando tersebut melekat tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara berjenjang.Bahwa ada dua pengetahuan sebagai mensrea bagi seorang Komandan, yaitu pertama mengetahui



73 sendiri (must have know), yaitu mendengar laporan langsung dari kepala seksi atau bawahannya, yang kedua adalah seharusnya mengetahui (should have know), jadi buktinya berdasarkan kondisi-kondisi yang terjadi pada saat itu. Meskinya seorang yang wajar melihat kondisi-kondisi seperti itu harus tahu, misalnya sudah baca di surat kabar dia diam saja, mendengar teriakan-teriakan diam saja, mendengar pengaduan dari masyarakat atau keluarganya atau penyidik tetapi diam saja, jadi kalau ukuran yang wajar orang tersebut seharusnya mengetahui. d.



Hukum Acara.



Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 26 Tahun



2000 dinyatakan bahwa dalam hal tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, hukum acara atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana(lazim disingkat sebagai KUHAP).



Dengan demikian seharusnya tidak boleh menggunakan hukum



acara dari International Criminal Court (Rules of procedure dari ICC) maupun hukum acara pengadilan internasional lainnya (ICTR, ICTY, dll) maupun praktek-praktek peradilan internasional yang sudah ada, karena Pasal 10 menyebut dengan tegas bahwa hal tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, hukum acara atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana atau KUHAP.Ketentuan mengenai kewenangan Atasan Yang Berhak Menghukum dan Perwira Penyerah Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 dan Pasal 123 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dinyatakan tidak berlaku dalam pemeriksaan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Hal tersebut diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000. e.



Proses Penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik



untuk mencari dan menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusiayang berat dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Komisi Nasional Hak Asasi Mansia dalam melakukan penyelidikan dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komnas HAM dan unsur masyarakat.Dalam melaksanakan penyelidikan, berdasarkan Pasal 19 UU Nomor 26 tahun 2000 penyelidik mempunyai kewenangan sebagai berikut:



74 1)



Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang



timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia yang berat. 2)



Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang atau kelompok



orang tentang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat, serta mencari keterangan dan barang bukti. 3)



Memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan untuk



diminta dan didengar keterangannya. 4)



Memanggil saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya.



5)



Meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan



tempat lainnya yang dianggap perlu. 6)



Memanggil pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis



atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya. 7)



Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: a)



Pemeriksaan surat.



b)



Penggeledahan dan penyitaan.



c)



Pemeriksaan



setempat



terhadap



rumah,



pekarangan,



bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu. d)



Mendatangkan ahli dalam hubungan dengan penyelidikan.



Dalam hal Komnas HAM berpendapat bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup telah terjadi peristiwa pelanggaran hak asasi manusiaberat, maka kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan kepada penyidik. Paling lambat 7 hari kerja setelah kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan, Komnas HAM menyerahkan seluruh



75 hasil penyelidikan kepada penyidik. Dalam hal penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan masih kurang lengkap, penyidik segera mengembalikan hasil penyelidikan tersebut kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi dan dalam waktu 30 hari sejak tanggal diterimanya hasil penyelidikan, penyelidik wajib melengkapi kekurangan tersebut. f.



Proses Penyidikan.



Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun



2000, penyidikan perkara pelanggaran hak asasi manusiaberat dilakukan oleh Jaksa Agung. Penyidikan dimaksud tidak termasuk kewenangan menerima laporan atau pengaduan. Dalam pelaksanaan tugas penyidikan, Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan atau masyarakat.Penyidikan wajib diselesaikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik (Pasal 22 ayat 1). Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya (Pasal 22 ayat 2). Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) habis dan penyidikan belum dapat diselesaikan, penyidikan dapat diperpanjang paling lama 60 (enampuluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya (Pasal 22 ayat 3).Apabila dalam jangka waktu tersebut di atas dari hasil penyidikan tidak diperoleh bukti yang cukup, maka wajib dikeluarkan surat perintah pengehentian penyidikan oleh Jaksa Agung. Setelah surat perintah penghentian penyidikan dikeluarkan, penyidikan hanya dapat dibuka kembali dan dilanjutkan apabila terdapat alasan dan bukti lain yang melengkapi hasil penyidikan untuk dilakukan penuntutan.Dalam hal penghentian penyidikan tidak dapat diterima oleh korban atau keluarganya, maka korban, keluarga korban atau keluarganya, maka korban atau keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga, berhak mengajukan pra peradilan kepada Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Dalam rangka pelaksanaan tugas



penyidikan,



Jaksa



Agung



sebagai



penyidik



berwenang



melakukan



penangkapan untuk kepentingan penyidikan terhadap seseorang yang diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Pasal 11 ayat 1 UU No. 26 Tahun 2000). Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh penyidik dengan memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan



76 identitas tersangka dengan menyebutkan alasan penangkapan, tempat dilakukan pemeriksaan serta uraian singkat perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dipersangkakan. Tembusan surat perintah penangkapan diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan. Dalam hal tertangkap tangan penangkapan tanpa surat dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik. Jaksa Agung sebagai Penyidik dan Penuntut Umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan (Pasal 12 ayat 1 UU No 26 Th 2000). Hakim Pengadilan HAM dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan. Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi manusiaberat berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal ini terdapat keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi pelanggaran hak asasi manusia yang berat.Berdasarkan Pasal 13 UU Nomor 26 Tahun 2000 ditentukan bahwa penahanan untuk kepentingan penyidikan dapat dilakukan selama 90 (sembilan puluh) hari. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai daerah hukumnya. Dalam jangka waktu tersebut habis dan penyidikan belum dapat diselesaikan, maka penahanan dapat diperpanjang paling lama 60 (enampuluh) hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai daerah hukumnya. g.



Proses Penuntutan.



Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) penuntutan perkara



pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung. Dalam pelaksanaannya Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan atau masyarakat. Penuntutan wajib dilaksanakan paling lambat 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal hasil penyidikan diterima. Komnas HAM sewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusiaberat. h.



Proses Persidangan.



Dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 26 tahun



2000 ditentukan bahwa perkara pelanggaran hak asasi manusiayang berat diperiksa dan diputus oleh pengadilan HAM sebagaimana dimaksud dalam pasal 4. Pasal 4



77 tersebut menetukan bahwa “Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat“. Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 31 Tahun 2001 telah dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan, dan Pengadilan Negeri Makasar. Daerah hukum Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Banten, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Daerah hukum Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi wilayah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Daerah hukum Pengadilan Hak Asasi Manusia pada Pengadilan Negeri Medan meliputi wailayah Provinsi Sumatera Utara, Daerah Istimewa Aceh, Riau, Jambi, dan Sumatera Barat. Sedangkan daerah hukum Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makasar meliputi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara, dan Irian Jaya.Untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusiaberat yang terjadi sebelum tanggal diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000 (diundangkan tanggal 23 November 2000 melalui Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 208), Komnas HAM tidak dapat serta merta melakukan penyelidikan pro yustisia sebelum dibentuk Pengadilan HAM Ad Hoc dengan Keputusan Presiden atas usul DPR RI sebagai Keputusan Politik sesuai dengan pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000. Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000; “Pengadilan HAM Ad Hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentudengan Keputusan Presiden“. Penjelasan Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000; “Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengusulkan dibentuknya Pengadilan HAM Ad Hoc, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mendasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dibatasi pada locusdelicti dan tempos delicti tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini”. Dengan demikian untuk pelanggaran hak asasi manusiaberat yang terjadi sebelum diundangkannya UU. No. 26 tahun. 2000, Komnas HAM tidak secara serta



78 mertaberwenang melakukan penyelidikan pro yustisia melalui Tim Ad Hoc yang dibentuk olehnya, karena Pengadilan HAM Ad Hoc belum dibentuk. Kewenangan Tim Ad Hoc untuk melakukan penyelidikan pro yustisia baru ada setelah Pengadilan HAM Ad Hocdibentuk dengan Keputusan Presiden atas usul DPR RI. Dibentuk atau tidaknya Pengadilan HAM Ad Hoc tergantung pada keputusan politik DPR RI, karena DPR RI merupakan satu-satunya lembaga tinggi Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk menyaring peristiwa-peristiwa mana saja yang terjadi sebelum diundangkannya UU. No. 26 Th. 2000 yang diduga sebagai pelanggaran hak asasi manusiaberat dengan pertimbangan demi kepentingan bangsa dan negara. Di samping itu kita perlu memperhatikan latar belakang dibuatnya ketentuan Pasal 43 UU. No. 26 Tahuh 2000 yaitu untuk mencegah pihakpihak



tertentu



termasuk



Komnas



HAM



berlaku



sewenang-wenang



atau



menyalahgunakan wewenang menentukan sendiri peristiwa-peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran hak asasi manusiaberat yang terjadi di masa lalu, oleh karena itu yang berwenang mengusulkan dibentuk atau tidaknya Pengadilan HAM Ad Hoc, bukan Komnas HAM. Pengadilan terhadap dugaan pelanggaran HAM Berat yang terjadi sebelum diundangkannya



Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, adalah pengadilan



terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusiaberat Timor Timur 1999 dan Tanjung Priok 1984, pembentukannya berdasarkan Keppres RI Nomor 96 Tahun 2001, sebagai perubahan atas Keppres RI Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam Pasal 1 Keppres RI Nomor 96 Tahun 2001, dinyatakan bahwa: Ketentuan pasal 2 Keppres RI Nomor 53 Tahun 2001 tentang pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diubah sehingga berbunyi sebagai berikut, Pasal 2: “Pengadilan HAM Ad Hoc sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusiaberat yang terjadi di Timor Timur dalam wilayah hukum Liquisa, Dilli, dan Suai pada bulan April 1999 dan bulan September 1999, dan yang terjadi di Tanjung Priok bulan September 1984. Pemeriksaan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 (lima) orang hakim pada



79 Pengadilan HAM yang bersangkutan dan 3 (tiga) orang hakim Ad hoc. Majelis Hakim diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan (Pasal 28 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000). Berdasarkan Pasal 31 undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 ditentukan bahwa perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan HAM. Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan banding ke Pengadilan Tinggi, maka perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung, maka perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung. 35.



Aspek HAM dalam Operasi Udara.



Tentara Nasional Indonesia tetap konsisten



mematuhi semua peraturan perundangan yang berlaku sebagai wujud reformasi internal TNI. Termasuk kepatuhan dalam proses hukum terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusiaberat. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan upaya penambahan wawasan tentang hak asasi manusia di lingkungan militer.Dalam pelaksanaan operasi udara pada waktu damai antara lain perlu memedomani aspek hukum hak asasi manusia, antara lain dalam pelaksanaan intersepsi dan pemaksaan mendarat, penanganan pasca pendaratan. Selain hak asasi manusia yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun, terdapat pula hak asasi manusia yang masih boleh dibatasi. Dalam situasi tertentu dan berdasarkan undang-undang, hak asasi manusia dapat dibatasi (Derogable Rights), misalnya pembatasan waktu dan tempat berunjuk rasa, pemberlakuan jam malam, penggeledahan, pembatasan berkumpul, penyensoran surat, berita, komunikasi, dan lainlain.Penggunaan pesawat udara yang tidak sesuai dengan ketentuan navigasi pesawat udara yang berlaku merupakan pelanggaran terhadap ketentuan penerbangan. Pesawat udara yang melakukan pelanggaran dapat dilakukan pengenalan secara



visual,



pembayangan, penghalauan, dan/atau pemaksaan mendarat. Pesawat udara yang melakukan pelanggaran dapat dilakukan pemaksaan mendarat di pangkalan udara atau bandar udara di dalam wilayah negara Republik Indonesia. Apabila terjadi pelanggaran dilakukan intersepsi dan pembayangan oleh pesawat TNI AU untuk mengetahui identitas,



80 tujuan, dan rencana penerbangan dan memerintahkan untuk melakukan komunikasi dua arah dengan pengatur lalu lintas udara.Pesawat udara yang melakukan pelanggaran apabila memungkinkan terlebih dahulu dilakukan peringatan atas pelanggarannya melalui alat komunikasi. Apabila tidak mengindahkan peringatan yang diberikan dan tetap meneruskan penerbangannya akan dilakukan tindakan hukum yang didahului dengan tindakan intersepsi. Pada pelaksanaan proses intersepsi didahului dengan koordinasi antara TNI dan otoritas pengatur lalu lintas udara sipil untuk memberikan informasi yang diperlukan bagi pesawat udara TNI dan pesawat udara yang melanggar. Apabila dilakukan pemaksaan mendarat, harus mengikuti persyaratan sebagai berikut: a.



Aerodrome yang dipilih adalah yang memungkinkan pesawat udara dapat



mendarat dengan aman sesuai dengan jenisnya, khususnya pada aerodrome yang tidak biasa didarati oleh pesawat sipil; b.



Kondisi alam yang ada memungkinkan pesawat udara melakukan proses



pendaratan dengan aman;



c.



Pesawat yang diintersepsi masih mempunyai bahan bakar yang cukup untuk



mencapai aerodrome yang dipilih;dan



d.



Apabila memungkinkan, aerodrome yang dipilih merupakan salah satu yang



dijelaskan secara lengkap di Aeronautical Information Publication(AIP). Apabila pesawat udara sipil harus mendarat pada aerodrome yang tidak diketahui dengan baik, diberikan waktu yang cukup bagi pesawat udara tersebut untuk mempersiapkan pendaratannya, kapten penerbang dari pesawat udara yang diintersepsi dapat menilai tingkat keselamatan dari pendaratannya berhubungan dengan panjang landasan dan limitasi pesawat udara, dan apabila tidak sesuai dengan tingkat keselamatan penerbangan maka dialihkan ke aerodrome yang ditunjuk. Informasi yang penting yang diberikan kepada pesawat yang diintersepsi untuk memfasilitasi keselamatan proses pendaratannya dengan menggunakan komunikasi lewat alat komunikasi. Pesawat udara yang dipaksa mendarat akan diadakan penyelidikan berupa pemeriksaan dokumen, pemeriksaan pesawat, pemeriksaan awak pesawat dan penumpang, apabila ada indikasi tindak pidana dan/atau pelanggaran hukum lainnya selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Bila pesawat udara pelanggar adalah pesawat udara sipil yang



81 menyelenggarakan angkutan udara, maka tindakan koreksi terhadap pesawat tersebut pada dasarnya dibatasi oleh prinsip dan kaedah hukum internasional. Prinsip dan kaedah hukum internasional tersebut adalah: a.



Penyergapan (interception) sebagai bentuk tindakan koreksi hanya dilakukan



sebagai tindakan terakhir. b.



Prinsip menahan diri untuk tidak menggunakan senjata terhadap pesawat



udara sipil yang dalam penerbangan.



c.



Prinsip bahwa negara yang melaksanakan penyergapan menerapkan asas



hukum internasional yang dinamakan pertimbangan kemanusiaan yang mendasar (elementary consideration of humanity).



d.



Dalam melakukan penyergapan harus diperhatikan tata cara sebagaimana



diatur dalam Attachment dari Annex 2 Rules of the Air, Visual Signals Intiated by intercepting Aircraft,Visual Signals Intiated by intercepted Aircraft, dan Radio Communication Perlakuan yang dapat diberitahukan oleh Tim SAR terhadap musibah pelayaran dan penerbangan meliputi: usaha pencarian, usaha pertolongan dan penyelamatan, dan Pemindahan ke lokasi yang dianggap aman. Dalam hal pesawat udara negara asing, pesawat udara sipil asing tidak berjadwal dan pesawat udara sipil dalam negeri tidak berjadwal yang terbang di wilayah ADIZ di atas wilayah udara tidak memiliki diplomatic clearance, security clearance, dan flight approval dilakukan penghalauan dan/atau pemaksaan mendarat oleh pesawat TNI. Apabila terjadi pelanggaran dilakukan intersepsi dan pembayangan oleh pesawat TNI untuk mengetahui identitas, tujuan, dan rencana penerbangan dan memerintahkan untuk melakukan komunikasi dua arah dengan pengatur lalu lintas udara. Prinsip kedaulatan negara yang utuh (complete) dan utuh (exclusive) terhadap ruang udara di atasnya, hal ini berarti tidak ada satupun pesawat udara sipil asing terlebih lagi pesawat udara negara asing yang dapat memasuki ruang udara suatu negara tanpa izin sebelumnya dari negara tersebut. Pelanggaran terhadap prinsip ini akan berakibat serius



82 terhadap pesawat udara yang melanggar maupun terhadap hubungan kedua negara. Penindakan dengan cara kekerasan senjata seringkali dilakukan terhadap pesawat udara asing yang melanggar ruang udara suatu negara, hal ini dapat dibenarkan apabila kita kembali kepada prinsip kedaulatan negara yang penuh dan utuh. Masyarakat internasional yang beradab menganggap penggunaan kekerasan senjata terhadap pesawat udara sipil asing adalah berlebihan dan merupakan bentuk kejahatan terhadap prinsip kemanusiaan. Asas pertimbangan kemanusiaan yang mendasar (elementary considerations of humanity) secara tegas telah dinyatakan sebagai asas yang harus melandasi tindakan negara-negara dalam menghadapi pelanggaran tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, dilakukan perubahan atas Konvensi Chicago dilakukan dengan memasukkan pasal baru, yaitu Pasal 3 bis setelah Pasal 3 (Insert, after Article 3, a new Article 3 bis). Pasal 3 bis huruf a tersebut menentukan bahwa Negara-negara Pihak mengakui bahwa setiap Negara harus menahan diri dari pengambilan tindakan penggunaan senjata terhadap pesawat udara sipil dalam penerbangan dan dalam hal ada intersepsi, tidak boleh membahayakan keselamatan jiwa orang-orang di dalam pesawat udara dan keselamatan pesawat udara. 36.



Perlakuan terhadap Pesawat Dalam Keadaan Darurat. Sebagai negara anggota



ICAO dan badan khusus di bawah PBB lainnya, maka RI berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati secara internasional. Salah satu ketentuan tersebut adalah pemberian pertolongan terhadap suatu musibah pelayaran dan penerbangan yang terjadi dalam wilayah atau perbatasan daerah SAR RI. Annex 12 dari Konvensi Chicago 1944 mengatur tentang pertolongan dan perlakuan terhadap pesawat dalam keadaan darurat. Disini ditetapkan adanya unsur kerja sama antar negara dalam menangani SAR.Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 80 Tahun 1998 tanggal 23 Desember 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Search and Rescue Nasional, maka Badan SAR Nasional adalah Badan Pelaksana Operasi SAR di tingkat Pusat. TNI AU merupakan salah satu potensi SAR unsur udara yang dapat diperbantukan dalam operasi tersebut. a.



Negara wajib melakukan upaya SAR bila terdapat aircraft in distress dalam



wilayah teritorialnya atau wilayah sekitarnya atau laut sekitarnya sejauh kemampuan yang dimiliki.



83 b.



Memberikan izin kepada pemilik pesawat atau pejabat negara bendera



pesawat untuk melakukan tindakan penyelamatan yang memungkinkan, meskipun harus di bawah kendali negara yang mengizinkan. c.



Memberikan kesempatan secepatnya bagi masuknya peralatan pertolongan



atau personel yang diperlukan dari negara seperti disebut dalam subpasal b, di atas. d.



Bagi SAR di daerah terlarang (prohibited area), negara yang memiliki teritorial



boleh menentukan, hanya ia sendiri yang akan menangani SAR. Perlakuan yang dapat diberitahukan oleh Tim SAR terhadap musibah pelayaran dan penerbangan meliputi: Usaha pencarian, Usaha pertolongan dan penyelamatan, Pemidahan ke lokasi yang dianggap aman. Pasal 23 Konvensi Chicago 1944 menganjurkan adanya kerja sama regional atau bilateral bagi usaha SAR antara Indonesia dan negara-negara ASEAN telah terdapat perjanjian yang diberi nama “Agreement for the Facilitation of Search for Aircraft Accident” ditandatangani di Singapura tanggal 14 April 1972. Begitu pula dengan Australia telah ditandatangani suatu “Operational Arrangement” tanggal 5 November 1979. Perjanjian kerja sama SAR tersebut pada dasarnya mengatur hal-hal yang sama, yaitu prosedur pelaksanaan pemberian bantuan SAR manakala diterima berita permintaan bantuan SAR dari salah satu Badan Pusat Koordinasi SAR (The Rescue Coordination Centre) dari negara yang bersangkutan. Ketentuan aturannya adalah sesuai dengan Standard dan Recommended PracticesAnnex 12 dari Konvensi Chicago 1944 seperti yang telah disebutkan di atas.



Soal Latihan. 1.



Sebutkan prinsip-prinsip dalam melakukan tindakan koreksi terhadap pesawat udara



sipil yang melakukan pelanggaran wilayah udara nasional! 2.



Sebutkan persyaratan untuk dapat melakukan pemaksaan mendarat terhadap



pesawat udara yang melakukan pelanggaran wilayah udara nasional!



84 3.



Sebutkan lembaga yang mempynyai kewenangan untuk melakukan penyidikan



terhadap dugaan adanya pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia!



85 BAB VII PENUTUP



37.



Wusana Kata.



Demikian Naskah Sekolah tentang Hak Asasi Manusia sebagai



bahan ajaran bagi Perwira Siswa Seskoau, semoga bermanfaat dan dijadikan bahan acuan dalam mengaplikasikannya dan untuk penyempurnaan lebih lanjut Naskah Sekolah ini dapat dilakukan berbagai perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan organisasi.



Departemen Iptek