Hak Milik Satuan Rumah Susun [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hak Milik Satuan Rumah Susun Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), melainkan diatur dalam Undang-Undang tersendiri. Aturan mengenai Rumah Susun pada awalnya terdapat di Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang Kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut UU Rumah Susun). Sebagai bukti pemilikan hak atas Satuan Rumah Susun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan, Kantor petanahan setempat akan menerbitkan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun) yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan: 1. Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama 2. Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki 3. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi yang bersangkutan. Sedangkan pada satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah milik negara/daerah atau tanah wakaf, diterbitkan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun (SKBG Sarusun) . SKBG Sarusun merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan: 1. Salinan buku bangunan gedung 2. Salinan surat perjanjian sewa atas tanah 3. Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki 4. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama dan benda bersama yang bersangkutan. Kepemilikan rumah susun berpangkal pada teori-teori tentang pemilikan atas suatu benda, dimana menurut hukum suatu benda atau bangunan dapat dimiliki oleh seorang, dua orang atau lebih yang dikenal istilah pemilikan bersama. Sri Soedewi Hasjchocn Sofwan mengenai pengaturan hak milik bersama ini, menyatakan (1981: 80). Mengenai hak milik bersama itu tidak ada aturan umumnya, yang ada hanya khusus disana-sini. KUHPerdata itu yang ada hanya mengenai dua macam milik bersama: 1. Pemilikan bersama yang terikat (gebonden mede eigendom) yaitu ada ikatan hukum terlebih dahulu di antara pemilik benda bersama, misalnya harta perkawinan atau harta peninggalan. 2. Pemilikan bersama yang bebas (vrije mede eigendom), yaitu antara pemilik bersama tidak terdapat ikatan hukum terlebih dahulu selain dan hak bersama menjadi pemilik dan suatu benda. Disini ada kehendak bersamasama menjadi pemilik atas suatu benda untuk digunakan bersama. Bentuk pemilikan bersama ini menurut hukum romawi disebut Condominium, yang penerapannya diatur dengan UU. Untuk menjamin pemisahan kepemilikan antara kepemilikan bersama dan kepemilikan perorangan, menurut Pasal 25jo 26 UU Rumah Susun, penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah susun di atas tanah yang dikuasai wajib memisahkan rumah susun atas satuan dan bagian bersama dalam bentuk gambar dan uraian yang disahkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memberi kejelasan atas: a. Batas satuan yang dapat dipergunakan secara terpisah untuk perseorangan; b. Batas dan uraian atas bagian bersama dengan benda bersama yang menjadi hak masing-masing satuan; c. Batas dan uraian tanah bersama dengan besarnya bagian yang menjadi haknya masing-masing satuan.



Hak Milik Atas Rumah Susun 1.Pemilikan Rumah Susun



Sarusun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Hak milik Sarusun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik ini meliputi hak atas kesatuan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Hak atas bagian bersama, benda bersama, dan hak atas tanah bersama sesuai dengan atas luas atau nilai Sarusun yang bersangkutan. Satuan tersebut diperoleh saat pemilik yang pertama. Kebanyakan apartemen, salah satunya The Parc SouthCity pun memiliki status sertifikat yang sama. Apartemen modern dengan harga mulai Rp400 jutaan di Tangerang Selatan ini dibangun di atas tanah Hak Guna Bangun (HGB). Setiap pemiliknya nanti akan mengantongi SHMSRS/strata title yang tentunya dijamin keamanannya. 2.Tanda Bukti Sarusun Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur atas Hak Tanah Bersama menurut ketentuan Peraturan Pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Gambar denah tingkat rumah susun yang menunjukkan Sarusun yang dimiliki. Rincian besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang bersangkutan. 3.Dasar Hukum SHMSRS Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 46 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rumah Susun) 4.Masa Berlaku SHMSRS Masa berlaku SHMSRS sama dengan masa berlaku hak tanah (HGB dan Hak Pakai). Dengan kata lain, jika hak atas tanah berakhir, maka SHMSRS pun ikut berakhir. Untuk pengalihan, SHMSRS dilakukan dengan cara pemindahan hak sesuai dengan hukum yang berlaku. Pemindahan hak ini harus dilakukan dengan Akta PPAT dan didaftarkan pada kantor agrarian.



Cara Mengurus Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS) Ketika melunasi biaya pembelian rumah susun seperti unit apartemen, bukan berarti akan langsung mendapatkan SHRMS. Berbeda dengan SHM yang bisa langsung diurus di kantor pertanahan atau notaris, SHMSRS harus diurus dan didapatkan melalui pihak pengembang. Berikut cara mengurus SHRMS: 1.Pemisahan Satuan Rumah Susun Pertama-tama, pihak pengembang melakukan proses pemisahan satuan rumah susun yang meliputi tanah bersama, bagian bersma, dan benda bersama. Lalu pihak pengembang menuangkannya dalam akta pemisahan yang dilengkapi pertelaan dalam bentuk gambar, uraian, serta batasan-batasan kepemilikan satuan rumah susun. Akta pemisahaan ini diproses sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun. 2.Pengajuan Pengesahan Akta Pemisahan Selanjutnya, pengembang harus mengajukan akta pemisahan ke Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya setempat. 3.Mendaftarkan Akta Pemisahan Setelah akta pemisahan disahkan oleh Pemerintah Daerah, pengembang juga harus mendaftarkan akta pemisahan ke Kantor Pertanahan setempat dengan melampirkan dokumen persyaratan. Dokumen persyaratan dalam hal ini adalah sertifikat hak atas tanah, izin layak huni, warkah, dan sebagainya. 4.Penerbitan SHMSRS Apila akta pemisahan telah terdaftar dan buku tanah selesai dibuat, SHMSRS sudah bisa diterbitkan dengan buku tanah sebagai dasar penerbitannya.



5.Pembuatan Salinan dari Buku Tanah Setelah terbit SHMSRS, kemudian dilakukan proses pembuatan salinan dari buku tanah terkait dengan membuat surat ukur atas tanah bersama dan gambar daerah satuan rumah susun.



Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Sebagai Jaminan Kredit Salah satu jenis kredit adalah, Fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen atau rumah susun (KPA/KPRS) merupakan sebagian dari fasilitas kredit yang ditujukan langsung kepada konsumen yang terdiri atas berbagai strata dalam masyarakat. Kredit ini dinamakan sebagai kredit konsumen atau konsumer atau konsumtif, karena KPA/KPRS ditujukan kepada konsumen. Oleh karenanya dikategorikan sebagai fasilitas kredit yang sifatnya untuk konsumtif. Kredit kepemilikan rumah atau kredit kepemilikan apartemen memiliki 2 (dua karakteristik, yaitu :



1.



Perjanjian jual beli KPR/KPA memiliki dua aspek yang menyangkut hubungan antara konsumen dengan pengembang dan hubungan antara konsumen dengan bank. Dalam mekanisme jual beli rumah, perjanjian jual beli rumah terjadi antara konsumen (debitor) dengan developer dan untuk pendanaannya disediakan oleh bank melalui mekanisme kredit. 2. Perjanjian Kredit kepemilikan Rumah/Apartemen dan Perjanjian jaminan Perjanjian KPR/KPA merupakan perjanjian kepemilikan rumah/apartemen atau satuan rumah susun yang dilakukan antara konsumen/debitor dengan bank dengan jaminan rumah/apartemen/satuan rumah susun yang menjadi objek jual beli yang pendanaannya berasal dari bank. Selain itu dalam perjanjian KPR/KPA terdapat pula perjanjian pemberian jaminan yang merupakan perikatan antara kreditor dengan debitor atau pihak ketiga yang isinya menjamin pelunasan utang yang timbul dari pemberian kredit dan lazim disebut dengan Perjanjian Jaminan Kredit. Jaminan kredit diberikan dalam bentuk jaminan kebendaan yang diikat dengan Hak Tanggungan. Pemberian Tanggungan tersebut merupakan suatu perjanjian sebagaimana yang dirumuskan dalam ketentuan Pasal 10, 11 dan 12 UUHT. Pemberian Hak Tanggungan tersebut harus pula memenuhi ketentuan Pasal 1320 tentang syarat sahnya suatu perjanjian. Kemungkinan untuk memiliki rumah susun secara cicilan atau kredit dimungkinkan oleh undang undang, dimana berdasarkan Pasal 43 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman (selanjutnya disebut UU Perumahan Permukinan) yang menyatakan : 1. Pembangunan untuk rumah tinggal, rumah deret, dan atau rumah susun, dapat dilakukan di atas tanah :



a. b. c. 2.



Hak milik; Hak Guna Bangunan, baik di atas tanah Negara maupun di atas hak pengelolaan; atau Hak Pakai atas Tanah Negara.



Pemilikan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat di fasilitasi dengan kredit atau pembiayaan pemilikan rumah pemilikan rumah. 3. Kredit atau pembiayaan pemilikan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibebani hak tanggungan. 4. Kredit atau pembiayaan rumah umum tidak harus dibebani Hak Tanggungan. Berdasarkan ketentuan ini, maka memungkinkan diperolehnya Kredit Pemilik Rumah/Apartemen (KPR/KPA) guna membayar lunas harga satuan rumah susun yang dibeli pengembaliannya dapat dilakukan secara angsuran KPR/KPA tersebut baru dapat diberikan setelah rumah susun yang bersangkutan selesai dibangun dan telah pula dilakukan pemisahan dalam satuan rumah susun yang bersertifikat. Dalan Perjanjian kredit ini, rumah susun yang dibiayai dengan kredit (Sertifikat HMSRS) menjadi jaminan kredit dan diikat dengan Hak Tanggungan sesuai dengan ketentuan Pasal 47 ayat (5) UU Rumah Susun. Selain kredit kepemilikan atas satuan rumah susun, terkait rumah susun, dimungkinkan juga atas tanah di mana apartemen nantinya dibangun dibebani Hak Tanggungan (HT) untuk menjamin kredit konstruksi



apartemen di mana pelunasan kredit tersebut adalah dari hasil penjualan unit apartemen. Bila atas sertifikat induk (status SHGB) dibebani HT, apakah HT tersebut tetap berlaku dan mengikat meskipun atas sertifikat SHGB yang diikat tersebut sudah berubah menjadi Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (Strata title). Sehingga Hak Tanggungan dapat juga dibebankan atas tanah dimana rumah susun itu dibangun beserta rumah susun yang akan dibangun, sebagai jaminan kredit yang dimaksudkan untuk membiayai pelaksanan pembangunan rumah susun yang telah direncanakan di atas tanah yang bersangkutan dan yang pemberian kreditnya dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun tersebut.



Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun di Atas Tanah Hak Guna Bangunan yang berdiri diatas Tanah Hak Milik berdasarkan Perjanjian Sewa Menyewa Tanda bukti kepemilikan atas rumah susun adalah Sertifikat Hak Milik Sarusun. Adapun status tanah tempat apartemen tersebut dibangun, ada beberapa kemungkinan yaitu Tanah Hak Milik dimana Apartemen yang didirikan di atas tanah hak milik maka hak pengelolaan oleh developer menjadi HGB Hak Milik, kemudian Tanah Hak Guna Bangunan, dimana Apartemen yang didirikan diatas tanah negara maka status pengelolaan oleh developer menjadi HGB (Hak Guna Bangunan) Murni dan yang terkahir adalah Tanah Hak Pakai, dimana Apartemen yang dibangun diatas Tanah Hak Pakai di atas tanah negara, serta hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan. Developer hanya diberi kuasa untuk membangun apartemen ditanah pihak ketiga maka statusnya HGB Pengelolaan Lahan. Sertifikat Hak Guna Bangunan adalah jenis sertifikat dimana pemegang sertifikat hanya bisa memanfaatkan tanah tersebut baik untuk mendirikan bangunan atau untuk keperluan lain, sedang kepemilikan tanah adalah milik negara. Sertifikat Hak Guna Bangunan mempunyai batas waktu tertentu misalnya 20 tahun. Setelah melewati batas 20 tahun, maka pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGBnya.Berbeda dengan Sertifikat Hak Milik yang kepemilikannya hanya untuk WNI.Maka pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut tidak bisa dimiliki selamanya seperti pada halnya Hak Milik atas Tanah dan Rumah. Jenis sertifikat-sertifikat Hak Guna Bangunan ini memiliki banyak persamaan dalam penggunaan namun sangat berbeda dalam kepemilikan. Hak Guna Bangunan Murni memiliki status yang paling tinggi di antara sertifikat Hak Guna Bangunan yang lain, karena status tanah adalah milik developer dan harga apartemen di status tanah seperti ini relatif mahal di banding apartemen lain. Jenis sertifikat yang kedua dan yang lebih lemah adalah Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan. Sertifikat ini lebih lemah karena status pemilik tanah oleh pihak ketiga, dan jika pemilik ingin tanah tersebut kembali, sehabis masa sertifikat HGB habis, ada kemungkinan pemilik apartemen tidak mendapatkan pergantian sama sekali. Sewa menyewa diatur dalam Buku III Bab VII Pasal 1548 – 1600 KUHPerdata Dari definisi sewa menyewa jelaslah bahwa penyerahan bukanlah kepemilikan dari barang yang disewa melainkan hanya memberikan kenikmatan kepada penyewa. Pihak-pihak dalam sewa menyewa adalah pihak penyewa dan pihak yang menyewakan. Pihak penyewa merupakan pihak yang membayar uang sewa sedangkan pihak yang menyewakan adalah pihak pemilik yang menyerahkan kenikmatan atas barang. Sedangkan obyek dari sewa menyewa yang menjadi unsur sewa adalah harga, barang dan waktu sewa.Saat terjadinya Sewa Menyewa yaitu sama seperti jual beli, pada sewa menyewa juga menganut asas konsensual artinya pada detik terjadinya kata sepakat maka perjanjian sewa menyewa tersebut sudah sah dan mengikat bagi pihak-pihak yang membuatnya. Dari pengertian dalam undang-undang Pasal 1559 KUHPerdata ini dapat disimpulkan bahwa :



1. Penyewa tidak diperbolehkan mengulang sewakan barang yang disewa. 2. Penyewa tidak diperbolehkan melepaskan sewanya kepada orang lain. Ada perbedaan antara mengulang sewakan dengan melepas sewa, yaitu :



1. Dalam hal mengulang sewakan, penyewa barang bertindak sendiri sebagai pihak dalam perjanjian sewa menyewa kedua yang diadakan olehnya dengan pihak ketiga.



2. Dalam hal melepas sewanya, penyewa mengundurkan diri dari penyewa, sehingga pihak ketiga langsung berhadapan dengan pihak yang menyewakan. Pasal 1559 KUHPerdata menyebutkan bahwa penyewa diperbolehkan menyewa rumah yang menjadi tempat tinggalnya sebagian kepada orang lain, kecuali kekuasaan tersebut telah dilarang dalam perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa menyewa tidak berakhir dengan dijualnya barang yang disewa, kecuali telah diperjanjikan sebelumnya (pasal 1576 KUH. Perdata). Demikian pula apabila pemilik atau yang menyewakan menghibahkan barang yang menjadi obyek sewa kepada seseorang, maka penghibahan juga tidak mengakhiri sewa menyewa. Artinya penerima hibah harus menunggu sampai dengan masa sewa berakhir. Pasal 1579 KUHPerdata juga melindungi penyewa dari maksud yang menyewakan untuk memakai barang yang disewakan.Yang dimaksud dengan risiko adalah kewajiban menanggung kerugian jika terjadi keadaan memaksa (overmacht). Risiko dalam perjanjian sewa menyewa diatur dalam Pasal 1553. KUH. Perdata yang membagi atas 2 kriteria, yaitu :



a. Apabila barang yang disewa musnah secara keseluruhan, maka perjanjian sewa menyewa gugur demi hukum. Maksudnya risiko ada pada pihak yang menyewakan sebagai pemilik benda yang telah musnah.



b. Apabila barang yang disewa musnah sebagian, maka penyewa dapat memilih : 1. pembatalan perjanjian sewa menyewa 2. berlangsungnya terus perjanjian dengan pengurangan uang sewa tanpa hak atas ganti rugi. Sewa menyewa dapat berakhir baik secara normal maupun secara tidak normal. Berakhir secara normal artinya sewa menyewa itu telah terpenuhi sebagaimana mestinya sesuai dengan waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan secara tidak formal berakhirnya karena terdapat faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Ada beberapa sebab berakhirnya perjanjian sewa menyewa, yaitu :



1. jangka waktu sewa berakhir. 2. benda sewaan musnah. 3. pembatalan sewa menyewa. 4. benda sewaan musnah sebagian dan penyewa memilih alternatif pembatalan sewa menyewa (Pasal 1553 ayat 2 KUHPerdata)



5. karena perbaikan benda sewaan sedemikian rupa, sehingga tidak dapat didiami, penyewa meminta agar sewa menyewa dibatalkan saja (Pasal 1555 ayat 3 KUHPerdata)



6. karena benda sewaan dijual, sewa menyewa dibatalkan berdasarkan syarat perjanjian (Pasal 1576 KUHPerdata)



7. Karena benda sewaan akan dipakai sendiri, maka sewa menyewa dibatalkan berdasarkan syarat perjanjian (pasal 1579 KUHPerdata).



Contoh Akta PPJB Rusun Adobe Acrobat Document



Adobe Acrobat Document



Adobe Acrobat Document