Hakikat Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II PEMBAHASAN



1.1. HAKIKAT PENDIDIKAN Pendidikan ada seiring dengan sejarah adanya manusia. karena pada dasarnya pendidikan adalah upaya alami mempertahankan kelangsungan dan keberlanjutan kehidupan. Secara alamiah sejak pertama manusia yang berstatus orang tua akan mendidik anaknya agar bertahan hidup sehingga kehidupannya dan keturunannya terus berlangsung. Nabi Adam sebagai manusia pertama mendidik qabil dan habil untuk bercocok tanam dan beternak. Demikian juga dengan manusia-manusia berikutnya, baik manusia-manusia yang berkumpul dalam komunitas masyarakat primitif hingga modern. Sebuah pernyataan yang melandasi pendapat tersebut adalah : Di lingkungan masyarakat primitif (berbudaya asli), misalnya pendidikan dilakukan oleh dan atas tanggung jawab kedua orangtua terhadap anak-anak mereka. Masyarakat suku Anak Dalam_(Kubu) yang menghuni wilayah hutan, sesuai dengan lingkungan hidupnya akan berupaya mendidik putra-putri mereka. Paling tidak secara sederhana, sang Bapak akan membimbing dan melatih putranya mengenal kehidupan hutan seperti; mengenal buah-buahan yang layak makan, membuat alat perangkap binatang dan sebagainya. Pendapat lain menyatakan bahwa, “pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan.” (file.upi.edu). Dalam dokumen unduhan yang sama, juga mengutip pendapat ahli yaitu, “Ki Hajar Dewantoro mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupakn



anak



yang



selaras



dengan



alam



dan



masyarakatnya.”



(file.upi.edu). Serta dalam bukunya “Landasan Kependidikan” Made Pidarta



menyimpulkan bahwa, “mendidik bermaksud membuat manusia menjadi lebih sempurna, membuat manusia meningkat hidupnya dari kehidupan alamiah menjadi berbudaya. Mendidik adalah membudayakan manusia. Dari beberapa pernyataan tersebut, masih menyimpulkan makna atau hakikat pendidikan secara umum dari sudut pandang sejarah peradaban manusia sejak awal. Lebih lanjut, seiring dengan perkembangan peradaban manusia hingga pada masa manusia modern maka pendidikan menjadi lebih terorganisir dari yang awalnya sebatas individual orang tua mendidik anak ataupun masyarakat melestarikan budayanya. Untuk mendukung pendapat ini, Jalaludin menyebutkan, Proses yang tak jauh berbeda terjadi dan berlangsung pula di masyarakat yang sudah maju (modern). Para orang tua juga memberi perhatian terhadap putra-putri, generasi muda masyarakatnya. Tujuan dan misi pendidikan yang dilaksanakan, pada prinsipnya sama, yaitu memberi bimbingan agar dapat hidup mandiri. Bimbingan diberikan oleh generasi tua (orang tua atau guru) kepada generasi muda (puteraputeri atau peserta didik) agar dapat meneruskan dan melestarikan tradisi yang hidup di masyarakat. Perbedaannya terletak pada sistem dan pola pelaksanaanya. Di masyarakat modern pendidikan sudah menjadi potensi yang terorganisasi dengan baik. Penyelenggaraannya dilakukan oleh institusi yang artifisial, yang secara formal disebut sekolah. Pendapat yang lain disampaikan Made Pidarta yang mengutip Langeveld, “Beliau mengatakan bahwa mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju



ke



arah



kedewasaan



dalam



arti



dapat



berdiri



sendiri



dan



bertanggungjawab susila atas segala tindakannya menurut pilihannya sendiri. Definisi lebih spesifik dalam arti pendidikan di sekolah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa, “pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk



memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan, masyarakat, bangsa dan negara. Dari beberapa pendapat yang mendefinisikan pendidikan secara lintas masa tersebut, dapat disimpulkan bahwa hakikat pendidikan pada dasarnya adalah upaya manusia untuk mempertahankan keberlanjutan kehidupannya yang tidak hanya keberlanjutan keberadaan fisik atau raganya akan tetapi juga keberlanjutan kualitas jiwa dan peradabannya dalam arti terjadi peningkatan kualitas budayanya, baik melalui pendidikan yang dilaksanakan secara alami oleh orang tua kepada anak atau masyarakat kepada generasinya hingga pendidikan yang yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi pendidikan yang lebih mudah dikenal dengan istilah sekolah, baik formal maupun non formal. Sehingga pendidikan itu berlangsung seumur hidup atau lebih dikenal dengan sebutan long-life education. Kesimpulan ini, sesuai pendapat Prof. Richy dalam buku “Planing for Teaching and Introduction to Education” yang sudah diterjemahkan dan di unggah di http://file.upi.edu/ yang menyatakan bahwa: Istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu bangsa (masyarakat) terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penuaian kewajiban dan tanggungjwabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks dan modern. Fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan formal di luar sekolah.



1.2. Defenisi Pendidikan Beberapa Definisi Pendidikan : 1. Pendidikan dalam arti sempit Pendidikan diartikan sebagai proses interaksi belajar mengajar dalam bentuk formal yang dikenal sebagai pengajaran. 2. Pendidikan dalam arti luas Pendidikan yang mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal, non formal maupun informal, sampai dengan suatu taraf kedewasaan tertentu. 3. Pendidikan alternative Berbagai program pendidikan yang dilakukan dengan cara berbeda dari cara tradisional. Secara umum pendidikan alternatif memiliki persamaan, yaitu: pendekatannya berisfat individual, memberi perhatian besar kepada peserta didik, orang tua/keluarga, dan pendidik serta dikembangkan berdasarkan minat dan pengalaman. Menurut Jery Mintz (1994) Pendidikan alternatif dapat dikategorikan dalam empat bentuk pengorganisasian, yaitu: 



Sekolah public pilihan (public choice); Adalah lembaga pendidikan dengan biaya negara (dalam pengertian seharihari disebut sekolah negeri yang menyelenggarakan program belajar dan pembelajaran yang berbeda dengan dengan program regular/konvensional, namun mengikuti sejumlah aturan baku yang telah ditentukan. Contoh sekolah publik pilihan adalah sekolah terbuka / korespondeni (jarak jauh). Kondisi sekarang adalah SMP Terbuka, SMU Terbuka, Universitas Terbuka







Sekolah/lembaga pendidikan publik untuk siswa bermasalah (student at risk); Pengertian “siswa bermasalah” di sini meliputi mereka yang: -



Tinggal kelas karena lambat belajar,



-



Nakal atau mengganggu lingkungan (termasuk lembaga permasyarakatan anak),



-



Korban penyalahgunaan narkoba,



-



Korban trauma dalam keluarga karena perceraian orang tua, ekonomi, etnis/budaya (termasuk bagi anak suku terasing dan anak jalanan dan gelandangan),



-



Putus sekolah karena berbagai sebab, - Belum pernah mengikuti program sebelumnya.







Sekolah/lembaga pendidikan swasta/independent Mempunyai jenis, bentuk dan program yang sangat beragam, termasuk di dalamnya program pendidikan bercirikan agama seperti pesantren & sekolah Minggu; lembaga pendidikan bercirikan keterampilan fungsional seperti kursus atau magang; lembaga pendidikan dengan program perawatan atau pendidikan usia dini seperti penitipan anak, kelompok bermain dan taman kanak-kanak.







Pendidikan di rumah (home-based schooling) Termasuk dalam kategori ini adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga sendiri terhadap anggota keluarganya yang masih dalam usia sekolah. Pendidikan ini diselenggarakan sendiri oleh orangtua/keluarga dengan berbagai pertimbangan, seperti: menjaga anak-anak dari kontaminasi aliran atau falsafah hidup yang bertentangan dengan tradisi keluarga (misalnya pendidikan yang diberikan keluarga yang menganut fundalisme agama atau kepercayaan tertentu); menjaga anak-anak agar selamat/aman dari pengaruh negatif lingkungan; menyelamatkan anak-anak secara fisik maupun mental dari kelompok sebayanya; menghemat biaya pendidikan; dan berbagai alasan lainnya. Beberapa Definisi Pendidikan Menurut beberapa ahli: 1. LANGEVELD Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.



2. JOHN DEWEY Pendidikan



adalah



proses



pembentukan



kecakapan-kecakapan



fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesame manusia. 3. J.J. ROUSSEAU Pendidikan adalah member kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa. 4. DRIYARKARA Pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insane. 5. CARTER V. GOOD a. Pedagogy is the art, practice, or profession of teaching (seni, praktik, atau profesi sebagai pengajar) b. The systematized learning or instruction concerning principles and methods of teaching and student control and guidance; largely replaced by the term education (ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan, dan bimbingan murid; dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan). 6. KI HAJAR DEWANTARA Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya adalah pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,



serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.



1.3. Tujuan Pendidikan Tujuan pedidikan biasanya dirumuskan dalam bentuk tujuan akhir (ultimate aims of education). Secara umum tujuan pendidikan ialah kematangan dan integritas pribadi. Ada pula yang merumuskan dengan kata kesempurnaan (perfection). Bagi kaum Naturalis, dengan tokohnya JJ. Rousseau, menyatakan bahwa tujuan akhir pendidikan adalah self-realisasi potensi-potensi manusia menjadi kenyataan di dalam tindakan yang nyata. Seperti dikatakan Rousseau : ... education should aim to perfect the individual in all his powers ..., the education is not to make a soldier, magistrate, or priest, but to make a man. Maksudnya pendidikan harus bertujuan untuk menyempurnakan semua potensi individu..., pendidikan bukan bertujuan untuk membina manusia menjadi prajurit, seorang hakim, melainkan untuk membina seseorang menjadi manusia. Pada dasarnya, pendidikan di semua institusi dan tingkat pendidikan mempunyai muara tujuan yang sama, yaitu ingin mengantarkan anak manusia menjadi manusia paripurna yang mandiri dan dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan lingkungannya. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, tujuan pendidikan tersebut secara eksplisit dapat dilihat pada Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturanperaturan pemerintah yang berkaitan dengan undang-undang tersebut Dalam UU Sisdiknas tersebut dinyatakan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.



Secara umum tujuan pendidikan di Indonesia sudah mencakup tiga ranah perkembangan manusia, yaitu perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor. Tiga ranah ini harus dikembangkan secara seimbang, optimal, dan integratif. Seimbang artinya ketiga ranah tersebut dikembangkan dengan intensitas yang sama, proporsional dan tidak berat sebelah. Optimal maksudnya dikembangkan secara maksimal sesuai dengan potensinya. Integratif artinya pengembangan ketiga ranah tersebut dilakukan secara terpadu. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa yang sejalan dengan visi pendidikan nasional, Kemendiknas mempunyai visi 2025 untuk menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/Insan Paripurna). Yang dimaksud dengan insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis.



1.4. Hakikat Manusia Dan Kebutuhan Akan Pendidikan •



Manusia : Mahluk yang pandai bertanya, bahkan mempertanyakan dirinya, keberadaannya dan dunia seluruhnya







Istilah lain manusia: Homo sapiens, homo faber, homo economicus & homo religiosus (animal rationale, animal symbolicum dan animal educandum) Manusia menurut pola pemikiran







Biologis –



Manusia dan kemampuan kreatifnya dikaji dari struktur fisiologisnya. Meskipun ada kesamaan dengan binatang, tapi ada yang khas dari aktivitasnya



yaitu bahasa, posisi vertikal tubuhnya, dan ritme



pertumbuhannya. •



Psikologis –



Menurut aliran psikoanalisa, manusia pada dasarnya digerakkan dari dorongan dari dalam yang bersifat instrinsik







Menurut Aliran Humanistik: menentang aliran psikoanalisa, manusia itu rasional, tersosialisasi dan dapat menentukkan nasibnya sendiri







Behavioristik, manusia merupakan mahluk reaktif yang tingkahlakunya dikontrol oleh faktor luar Lanjutan pola pemikiran







Pemikiran sosio-budaya –



Kodrat manusia tidak hanya mengenal satu bentuk yang uniform melainkan berbagai bentuk (animal symbolicum, zoon politicon)







Pemikiran Religius –



Tipe manusia yang hidup dalam suatu alam yang sakral, penuh dengan nilai-nilai religius dan dapat menikmati sakralitas yang ada.



Hakekat Manusia & Kebutuhan akan Pendidikan •







Pentingnya hakekat anak sebagai manusia –



Anak merupakan salah satu unsur/komponen sistem pendidikan







Urusan utama pendidikan adalah manusia



Hakekat anak sebagai manusia –



Anak manusia ketika lahir dibekali bermacam-macam potensi







Anak adalah calon manusia yang dapat tumbuh & berkembang







Dalam mengembangkan dirinya ia membutuhkan lingkungan hidup berkelompok



Kebutuhan Manusia akan Pendidikan •



Bimbingan, dan pengarahan dari orang-orang yang bertanggungjawab. –



Pendidikan bertujuan membantu mengembangkan potensi kearah yang lebih baik.







Pendidikan tidak hanya berarti penyampaian pengetahuan tetapi merekomendasikan nilai-nilai







Manusia tidak akan menjadi manusia kalau tidak dibesarkan dalam lingkungan manusiaKenapa manusia membutuhkan pendidikan ?. –



Anak manusia lahir dengan bermacam-macam potensi







Agar potensi sebagai modal dasar dapat berkembang maka perlu bantuan



Dimensi-dimensi Kemanusiaan •



Manusia sebagai individu –



Tidak ada orang yang dilahirkan yang sama persis







Setiap orang ingin mengaktualisasikan dirinya.







Setiap orang bertanggungjawab atas dirinya, pikiran, perasaan, pilihan dan perilakunya.



Manusia sebagai mahluk sosial –



Anak menemukan akunya, membedakan antara akunya dan aku-aku lain yang ada disekitarnya.



Lanjutan Dimensi •



Manusia sebagai Mahluk Beragama –



Sejak dulu manusia percaya ada kekuatan di luar dirinya di luar alam ini.



– •



Manusia pada dasarnya Homo Religioso



Manusia sebagai mahluk Susila



1.5. Pengertian Pendidikan Manusia Seutuhnya Manusia utuh berarti adalah sosok manusia yang tidak parsial, fragmental. Apalagi split personality. Utuh artinya adalah lengkap, meliputi semua hal yang ada pada diri manusia. Manusia menuntut terpenuhinya kebutuhan jasmani, rohani, akal, fisik dan psikisnya. Berdasarkan pikiran dimikian dapat diuraikan konsepsi manusia seutuhnya ini secara mendasar yakni mencakup pengertian sebagai berikut: 1. Keutuhan potensi subyek manusia sebagai subyek yang berkembang. 2. Keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai subyek yang sadar nilai yang menghayati



dan



yakin



akan



cita-cita



dan



tujuan



hidupnya.



Selain hal tersebut, manusia juga memerlukan pemenuhan kebutuhan spiritual, berkomunikasi atau berdialog dengan Dzat Yang Maha Kuasa.



Lebih dari itu, manusia juga memerlukan keindahan dan estetika. Manusia juga memerlukan penguasaan ketrampilan tertentu agar mereka bisa berkarya, baik untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain. Semua kebutuhan itu harus dapat dipenuhi secara seimbang. Tidak boleh sebagian saja dipenuhi dengan meninggalkan kebutuhan yang lain. Orang tidak cukup hanya sekedar cerdas dan terampil, tetrapi dangkal spiritualitasnya. Begitu pula sebaliknya, tidak cukup seseorang memiliki kedalaman spiritual, tetapi tidak memiliki kecerdasan dan ketrampilan. Tegasnya, istilah manusia utuh adalah manusia yang dapat mengembangkan berbagai potensi posisitf yang ada pada dirinya itu. Jika pemahaman terhadap manusia seutuhnya seperti itu, maka pendidikan seharusnya mengembangkan berbagai aspek itu. Pendidikan tidak tepat jika hanya mengembangkan satu aspek, tetapi melupakan aspek-aspek lainnya. Pendidikan agama adalah sangat penting, tetapi tidak boleh terlalu mengesampingkan intelektualitasnya. Sebaliknya juga tidak tepat pendidikan hanya mengedepankan pengembangan kecerdasan dan ketrampilan, dengan mengabaikan pengembangan spiritual. ‫ولرسول أستجيبوللاّه أمنوا الذين يّها يأ‬ ‫ّه‬ ‫للا‬ ‫وأنّه وقلبه المرء بين يحول ّ ه‬ ّ ‫واعلمواأن لمايحييكم إذادعاكم‬ ‫تخشرون إليه‬.



Hai orang- orang yang beriman , penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul, apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadanyalah kamu akan dikumpulkan. ( Q.S al Anfal 24) Bagaimanakah Pendidikan manusia itu seutuhnya? Pertanyaan ini sangat lazim dilontarkan oleh para mahasiswa, juga para audiens yang ketika berada didalam ruangan, atau didalam suatu seminar, yang ditujukan kepada



para dosen ataupun kepada para nara sumber, mungkin juga pertanyaan ini sudah dilontarkan kepada kita semua, yang mana para penanya mungkin sudah menganggap kita mampu untuk menjawab pernyataan ini.



Maka



untuk menjawab pertanyaan itu, saya akan menguraikan beberapa argumen tentang masalah seputar pendidikan yang saat ini menuntut agar kita selalu bersiap siaga menghadapi Era- global, yang semakin membawa kita kepada zaman yang serba modren dan canggih. Secara rasional–filosofis tentang pendidikan yang sudah berkembang semenjak beberapa abad yang lalu, maka sistem pendidikan untuk membentuk manusia yang seutuhnya harus diarahkan kepada dua dimensi, yakni, pertama ;dimensi dialektikal horisontal , dan yang kedua ; dimensi ketundukan vertikal. Pada dimensi pertama pendidikan hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentang kehidupan yang konkret, yakni kehidupan manusia dalam hubunganya dengan alam ataupun lingkungan sosialnya. Dalam dimensi inilah manusia dituntut untuk mampu mengatasi berbagai tantangan dan kendala dunia konkretnya , melalui pengembangan teknologi dan sains. Sedangkan dalam dimensi kedua, yakni ketundukan vertikal, pendidikan sains dan teknologi, selain menjadi alat untuk memanfaatkan, dan melestarikan sumber daya alam juga menjadi jembatan untuk memahami fenomena dan misteri kehidupan dalam mencapai hubungan yang hakiki juga abadi dengan sang khalik . berarti bagaimanapun pesatnya perkembangan sains dan teknologi ia harus disertai dengan pendidikan hati. Firman Allah dalam Surah al- Anfal ayat 24 diatas menjadi landasan yang sangat kuat, yang intinya ialah Allah mengingatkan kita supaya disamping kita beriman kepada-Nya kita juga harus mampu hidup yang bermakna secara horisontal sekaligus vertikal, itulah manusia yang seutuhnya, dari hasil sistem pendidikan yang kita kehendaki pada saat ini. Didalam diri manusia seutuhnya terdapat kesatuan kualitas iman kepada Allah, Ilmu, dan amal shaleh. Keseluruhan aspek yang tercakup dalam



konfigurasi tersebut merupakan dataran bagi pembentukan kerangka ideal manusia seutuhnya yang digapai melalui sistem pendidikan, yakni manusia yang bertakwa kepada Allah , yang cerdas, kereatif, inovatif, trampil, dan jujur, (shiddiq, amanah, istiqomah). Singkatnya, manusia seutuhnya adalah yang menjadi rahmatan lilàlamin. Yang mempunyai kemampuan cipta, rasa, kan karsa, atau manusia yang kognitif, efektif, dan konatif-psikomotorik pada zamanya. Itulah blue print manusia masa depan yang memiliki zikir, fikir dan amal saleh. Di samping itu ada beberapa causa pertanyaan yang harus mampu kita menjawabnya, yang mana dengan causa inilah nantinya kita akan mentransfer ke dalam proses pendidikan manusia dalam konteks ruang serta waktu. Causa pertanyaan itu adalah ¨ 1. Causa eficiens (bagaimana), 2.Causa formalis (menurut rencana apa), 3. Causa materialis (dengan apa), dan Causa finalis (untuk apa kita di didik). Kita jawab terlebih duhulu causa eficiens, bagaimanakah kita memperoleh pendikan?, pertanyaan ini sangat mudah untuk kita jawab, yang mana pendidikan itu sebenarya sudah kita dapatkan pertama sekali semenjak ada didalam kandungan ibu kita, hal ini apabila kedua orang tua kita mengerti pokok-pokok ajaran agama Islam yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad s.a.w. Yang ketika itu ia menyerukan kepada para seluruh umatnya melalui sebuah sabda yang intinya ialah; “menuntut ilmu itu semenjak dari ayunan sampai keliang lahat”. Yang kita garis bawahi disini ialah menuntut ilmu semenjak dari ayunan. Sebenarnya kalau kita menterjemahkan kata-kata ayunan disini tentunya masa yang dimaksud adalah (masa didalam rahim seorang ibu) atau didalam kandungan ibu kita. Disinilah seorang ibu harus mampu mendidik seorang bakal anak yang akan meneruskan generasinya, dengan berbagai cara yang sehingga anaknya itu nanti akan menjadi seorang yang benar-benar berakhlak mulia dan menjadi rahmatan lilàlamin.



Salah satu contoh pendidikan dalam fase ini adalah : seorang ibu hendaknya mampu mengajak dan memberitahu selalu isi kandunganya kepada semua hal kebaikan, misalnya pergi beribadah kepada Allah. Disinilah janin yang dikandungnya itu akan merekam semua aktifitas induknya yang selalu mengingatkan juga sekaligus mengajaknya. Di samping itu juga kedua orang tuanya, jangan sekali-kali mengkonsumsi makanan yang haram dan subhat, karna ditakutkan janin ini akan tercipta dari darah daging yang haram dan subhat, na’ujubillahi mindjalik. Hal inilah sebenarnya pendidikan yang pertama sekali harus benar-benar kita perhatikan bersama, karna menyangkut moral dan aqidah seorang anak nantinya. Yang selanjutnya Causa formalis, menurut rencana apa kita melakukan pendidikan ?. jauh sebenarnya sebelum seseorang melakukan hal ini, ia sudah mempunyai planing yang jitu dan matang sebelumnya, baik bercita-cita atau berangan untuk menggapai masa depan yang cerah serta gemilang. Tapi banyak diantara kita perencanaan itu sudah menjurus kebanyak hal yang kurang positif, misalnya mereka dengan mendapatkan pendidikan hanya semata-mata untuk memperoleh pekerjaan yang layak nantinya, hal itulah yang sebenarnya membuat manusia menjadi dialis, karna ia merasa tinggi dan ditinggikan. Menurut kaca mata Islam sebenarnya tidak demikaian, karna ia banyak memberikan konsep tentang perencanaan yang semestinya benar-benar menjadi cermin bagi kita. Diantara konsep itu ialah; carilah pendidikan (ilmu) itu karena ia merupakan pembeda antara orangorang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang jahl (bodoh) disekelilingmu. Jadi perencanaan kita semestinya ialah, kita harus mampu mengarahkan diri kita dahulu dalam memperoleh pendidikan tersebut, tujuannya untuk dapat membedakan kita dengan orang yang tidak berpendidikan baik dari segi pengetahuan, akhlaq, (hablumminallah juga hablumminas). Singkatnya, kita harus mampu tampil beda didalam kehidupan masyarakat kita.



Yang ketiga Causa materialis, dengan apa kita memperoleh pendidikan tersebut?. Disini baru kita merasa agak kesulitan, karna banyak diantara kita yang hendak mencari ilmu atau pengetahuan yang tinggi, namun terhambat bahkan tidak sedikit yang gagal. Penyebab utamanya ialah karna kekurangan modal sebagai penunjang pendidikan tersebut, sehingga membuat mereka tidak bersemangat dan tidak jarang diantara mereka yang sampai berputusasa. Sebagai flash back kendala seperti diatas sering terjadi, ketika semasa di SMU dahulu saya pribadi merasa bingung hendak kemana sebenarnya setudi dan pendidikan ini akan saya lanjutkan? Karna melihat kondisi dan situasi materi kedua orang tua jauh dari apa yang saya perkirakan, disamping itu juga banyak kendala-kendala lainya yang masih belum terselesaikan. Disinalah kita harus benar-benar mengerti apa makna dari perkataan orang bijak, “hilangkan dari kehidupanmu rasa keputus asaan, bangun dan sing-singkan



lengan



bahumu,



dekatkan



dirimu



selalu



padanya,



bekerjakeraslah untuk mencari sesuatu yang kau inginkan, sebagai pedoman yang nyata bahwa dunia itu tidak hanya selebar daun kelor”. salah satu pesan moral yang dapat kita petik yaitu, sebenarya dalam mencari ilmu atau pendidikan itu kita jangan hanya berpikir akan materi, karna ternyata semangat, berusaha, dan kerja keras itu lebih diutamakan. Disinilah mungkin banyak yang salah persepsi, karna hanya dibayangi persaan was-was dan takut (khasyiah wa khauf) bila tidak mempunyai materi tersebut bagaimana nantinya pendidikan itu akan berhasil, perlu kita ingat masing-masing materi dalam pendidikan itu adalah kebutuhan primer juga, tetapi kita jangan mudah merasa takut dan putus asa karna ketiadaannya, yang perlu adalah usaha, kerja keras, ikhtiar, dan diiringi do,a insya Allah ia akan datang dalam mengiringi apa yang kita maksud dan yang kita tuju. Yang terakhir ialah Causa Finalis untuk apa kita sebenarnya di didik? Kalau kita menjawab secara simple dan singkat, tantu saja kita di didik untuk mengurangi kebodohan dan menghindari buta hurup di sekeliling atau



disekitar kita. Dalam kaca mata Islam hal inilah yang terutama menjadi problematik besar sehingga benar-benar harus menjadi pusat perhatian bersama khususnya kepada para pemimpin bangsa dan negara, karna sangat banyak rakyat jelata yang buta huruf, dan tidak mengerti sedikitpun tentang pokok-pokok ajaran agama Islam. Disamping itu, disinalah kita harus mampu terjun kelapangan sebagai salah satu diantara merekayang terpilih sebagai pendidik, dengan tidak merasa rendah diri dan tidak tinggi hati, karna ilmu yang kita dapatkan atau titel yang diperoleh lebih tinggi dari mereka. mudahmudahan dengan beberapa jawaban dan causa pernyataan di atas bermanfaat bagi penulis khusunya dan kepada para pembaca secara umumnya.



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan ini dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi seringkali orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya. Karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang terlihat dalam dunia pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan makna dan hakikat pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi sebagai buah refleksinya. 1.2. Pokok Permasalahan Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan ini adalah : 1. Apa itu defenisi pendidikan 2. Apa Tujuan pendidikan bagi manusia 3. Bagaimana pengertian hakikat manusia dan kebutuhan akan pendidikan 4. Bagaimana pendidikan manusia seutuhnya 1.3. Tujuan Penulisan Makalah Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sbb: 1. Ingin menjelaskan defenisi dari pendidikan 2. Untuk mengetahui tujuan pendidikan bagi manusia 3. Menjelaskan hakikat pendidikan dan kebutuhan akan pendidikan 4. Memaparkan penjelasan tentang pendidikan manusia seutuhnya



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.



Mataram, Oktober 2018



DAFTAR ISI



Halaman Judul ...................................................................................................... Kata Pengantar ..................................................................................................... Daftar Isi ............................................................................................................... Bab I Pendahuluan ............................................................................................... 1.1 Pendahuluan ................................................................................................... 1.2 Pokok Permasalahan ...................................................................................... 1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... Bab II Pembahasan ............................................................................................... 1.1 Hakikat Pendidika .......................................................................................... 1.2 Tujuan Pendidikan ......................................................................................... 1.3 Hakikat Manusia Dan Kebutuhan Akan Pendidikan ..................................... 1.4 Pendidikan Manusia Seutuhnya ..................................................................... Bab III Penutup .................................................................................................... 1.1 Kesimpulan .................................................................................................... Daftar Pustaka ......................................................................................................



DAFTAR PUSTAKA



Drost, J. Mengajar adalah Mendidik. Kompas, 2 Mei 1998. Freire, Paulo. (1985). Pendidikan Kaum Tertindas. LP3ES: Yogyakarta Lloyd Yen, Yudith.(2002). Teaching in Mind How Teacher Thingking Shapes Education. Hamilton Orr ______, 1989. UU RI No 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Semarang: Aneka Ilmu. _______, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. _______, 2003. UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Wahab, Rochmad. 2011. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : CV Aswaja Pressindo http://bukittingginews.com/2010/10/makalah-dasar-dan-tujuan-pendidikan/ unsam.ac.id/uploads/Tujuan_Belajar.docx Mudyaharjo, Redja, Pengantar Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta, 1998Tirtarahardja, Umar, Pengantar Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2005 Ariestha Anggraeni (NIM: 3100079), Konsep Pendidikan Anak Menurut Dr. Imawan Prayitno Di Tinjau Dari Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Arifin, H.M, Filsafat Pendidikan Islam, Edisi Revisi, Jakarta: Bumi Aksara, 2003. _______, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2000. Arikunto, Suharsimi, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta: Rineka Cipta, 1990. Ashraf, Ali, Horison Baru Pendidikan Islam, terj, Sori Siregar, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989.