Hama & Penyakit Tanaman Kelapa Sawit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KELAPA SAWIT



Gambaran umum dan pengenalan secara umum terhadap hama dan penyakit tanaman kelapa sawit dalam kaitan usaha budidaya kelapa sawit sangat diperlukan. Produktifitas dan hasil produksi tanaman turut dipengaruhi oleh serangan hama & penyakit. Tanaman yang dibudidayakan produksinya tidak akan dapat optimal jika mengalami serangan hama dan penyakit. Oleh sebab itu perlu pengenalan dan pengetahuan secara umum dan praktis mengenai hama dan penyakit, sehingga akan memudahkan dalam mengidentifikasi dan proses penanganan lebih lanjut. Harapannya gambaran secara umum ini dapat membantu kemudahan dari sisi operasionalisasi di lapangan dalam kegiatan budidaya kelapa sawit. Serangan hama & penyakit pada tanaman pada situasi ekstrim tertentu dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar dalam budidaya, bahkan menyebabkan kematian bagi tanaman. Berikut beberapa pengenalan secara umum dan praktis mengenai hama penyakit untuk membantu memudahkan operasional di lapangan, sbb:



I. HAMA 1. Kumbang (Oryctes rhinoceros) dengan gejala serangan pada daun muda yang belum membuka, pangkal daun berlubang-lubang. Pengendalian dengan menggunakan predator seperti ular, burung dan sebagainya. Selain menggunakan predator hama juga dapat menggunakan parasit hama tersebut seperti virus Baculovirus oryctes dan jamur seperti Metharrizium anisopliae . 1. Nematoda (Rhadinaphelenchus cocophilus) dengan gejala serangan pada daun. Daun yang terserang menggulung, tumbuh tegak, warna daun berubah menjadi kuning dan akhirnya akan mongering. Pengendaliannya dapat dengan cara pohon yang terserang dibongkar dan dibakar, ataupun dengan cara tanaman dimatikan dengan menggunakan racun natrium arsenit. 1. Ulat api (Setora nitens, Darna trima, Ploneta diducta) dengan gejala serangan daun menjadi berlubang-lubang dan selanjutnya hanya tersisa tulangnya daunnya saja. Pengendalian dapat dengan cara pengaplikasian insektisida berbahan aktif triazofos 242 gr/lt, karbaril 85 % dan klorpirifos 200 gr/lt 1. Ulat kantong (Matisa plana, Mahasena corbetti, Crematosphisa pendula) dengan gejala serangan daun rusak, berlubang menjadi tidak utuh, dan tahap selanjutnya daun akan menjadi kering serta berwarna abu-abu. Pengendalian dapat dengan cara aplikasi insektisida yang berbahan aktif triklorfon 707 gr/lt dengan dosis 1.5 – 2 kg/ha. Dapat juga menggunakan timah arsetat dengan dosis 2.5 kg/ha. 1. Tikus (Rattus tiomanicus, Rattus sp) Gejala serangan adanya bekas gigitan terutama pada buah, bibit dan tanaman muda yang terserang pertumbuhannya tidak normal. Pengendalian dapat menggunakan atau mendatangkan predator seperti burung hantu, ular dan sebagainya, serta tindakan pengemposan pada tempat-tempat yang dijadikan sarang oleh tikus. 1. Belalang (Valanga nigricornis, Gastrimargus marmoratus) dengan gejala awal bagian tepian daun yang terserang terdapat bekas gigitan. Pengendalian dapat menggunakan predator seperti burung sebagai pemangsa alaminya. 1. Tungau (Oligonychus sp) dengan gejala serangan pada daun yang terserang berwarna seperti perunggu dan mengkilat. Pengendalian dengan melakukan aplikasi akarisida yang mengandung bahan aktif tetradifon 75.2 gr/lt. 1. Ngengat (Tirathaba mundella) dengan gejala serangan pada buah muda maupun buah tua terdapat lubang-lubang. Pengendalian dengan cara pengaplikasian insektisida yang mengandung bahan aktif triklorfon 707 gr/lt atau andosulfan 350 gr/lt. 1. Pimelephila ghesquierei dengan gejala serangan pada daun yang terserang banyak yang patah karena menyerang dengan melubangi tulangan daun. Pengendalian dapat dilakukan dengan pengaplikasian semprot parathion 0.02 %.



II. PENYAKIT 1. Bud Rot atau Penyakit Busuk Titik Tumbuh, gejala serangan pada tanaman yang terserang, kuncupnya mengeluarkan bau busuk, kuncup membusuk dan mudah dicabut. Penyebab serangan bakteri erwinia, pengendalian dapat mengaplikasikan bakteri yang berfungsi sebagai pemangsa bagi bakteri erwinia. 1. Spear Rot atau Busuk Kuncup, gejala serangan daun berwarna kecoklatan, jaringan pada kuncup yang terserang membusuk. Penyebab serangan ini sampai saat ini masih dalam kajian dan belum menemukan penyerang yang pasti. Pengendalian yang dilakukan masih sebatas melakukan pemotongan bagian kuncup yang terserang. 1. Upper Stem Rot atau Penyakit Busuk Batang Atas, gejala serangan memperlihatkan batang pada ketinggian sekitar 2 m di atas tanah membusuk dan berwarna coklat keabuan, warna daun yang terbawah berubah dan selanjutnya akan mati. Serangan disebabkan oleh jamur fomex noxius, penanganan dengan cara membuang bagian batang yang terserang dan menutup bekas luka dengan obat luka yang ada. Pada kondisi parah tanaman dibongkar dan dimusnahkan. 1. Basal Stem Rot atau Penyakit Busuk Pangkal Batang, gejala serangan pada daun yang terserang akan berwarna hijau pucat, tempat yang terinfeksi mengeluarkan getah, pada daun yang tua akan layu dan patah. Penyebab serangan adalah jamur Ganoderma, pengendalian dan pencegahan dapat melakukan aplikasi dengan menggunakan bahan yang mengandung Tricodherma ( produk CustomBio ), dapat disemprotkan kebagian yang terserang dan penyemprotan pada tanah sekeliling tanaman pokok secara melingkar. 1. Dry Basal Rot atau Penyakit Busuk Kering Pangkal Batang, gejala serangan tandan buah membusuk, pelepah daun terutama bagian bawah patah, penyebabnya jamur Ceratocytis paradoxa, penanganan untuk tanaman yang sudah terserang secara hebat dengan melakukan pembongkaran dan pemusnahan dengan cara dibakar. 1. Blast Disease atau Penyakit Akar, gejala serangan pertumbuhan tanaman terlihat tidak normal, daun menguning, keragaan tanaman tidak segar. Penyebab serangan jamur Rhizoctonia lamellifera, Phytium sp , pengendalian dimulai sejak awal kegiatan di dalam pesemaian dengan mempersiapkan media yang tidak terkontaminasi jamur, drainase yang baik agar tidak terjadi kekeringan yang ekstrim pada tanaman. 1. Anthracnose atau Penyakit Antraknosa, gejala serangan daun terdapat bercak-bercak coklat diujung dan tepi daun, bercak coklat dikelilingi warna kuning dan terlihat sebagai pembatas antara daun yang sehat dengan daun yang tidak sehat/terserang penyakit. Penyebab serangan seperti jamur Melanconium sp, Botryodiplodia palmarum, Glomerella cingulata. Cara pengendalian sejak awal mulai dari pemindahan bibit, dimana seluruh media tanah bibit disertakan, jarak tanam, penyiraman dan pemupukan yang dilakukan secara teratur dan berimbang, aplikasi Captan 0.2 % atau Cuman 0.1 % 1. Patch Yellow atau Penyakit Garis Kuning, gejala serangan terdapat bercak-bercak pada daun dengan bentuk melonjong warna kuning dan di bagian dalamnya berwarna coklat. Penyebab jamur Fusarium oxysporum, pengendalian melakukan proses inokulasi pada bibit dan



tanaman muda, atau dengan melakukan aplikasi bahan yang mengandung Tricodherma & Bacillus ( produk CustomBio ) 1. Disease atau Penyakit Tajuk, gejala serangan daun bagian tengah sobek, pelepah berukuran abnormal atau kecil-kecil, penyebabnya bias dikarenakan menurunnya sifat genetik indukan. Pengendalian dimulai sejak awal terutama melakukan seleksi indukan yang bersifat karier penyakit ini, sehingga akan didapatkan bibit yang mempunyai sifat-sifat yang sehat. 1. Bunch Rot atau Penyakit Busuk Tandan, gejala serangan adanya miselium bewarna putih diantara buah masak atau pangkal pelepah daun, penyebab jamur Marasmius palmivorus. Pengendalian dengan menjaga sanitasi kebun terutama pada musim penghujan, aplikasi difolatan 0.2 %, melakukan penyerbukan buatan atau kastrasi.



HAMA ULAT API



Ulat api merupakan jenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit. Jenis-jenis ulat api yang paling banyak ditemukan adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. Jenis yang jarang ditemukan adalah Thosea vestusa, Thosea bisura, Susica pallida dan Birthamula chara (Norman dan Basri, 1992). Jenis ulat api yang paling merusak di Indonesia akhir-akhir ini adalah S. asigna, S. nitens dan D. trima. Siklus Hidup Siklus hidup masing-masing spesies ulat api berbeda. S. asigna mempunyai siklus hidup 106-138 hari (Hartley, 1979). Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300-400 butir. Telur menetes 4-8 hari setelah diletakkan. Ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di bagian punggungnya. Selain itu di bagian punggung juga dijumpai duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia ulat ini berlangsung selama 49-50,3 hari. Ulat berkepompong pada permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Kepompong diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia kepompong berlangsung selama ± 39,7 hari. Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masingmasing lebar rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda. Setora nitens memiliki siklus hidup yang lebih pendek dari S. asigna yaitu 42 hari (Hartley, 1979). Telur hampir sama dengan telur S. asigna hanya saja peletakan telur antara satu sama lain tidak saling tindih. Telur menetas setelah 4-7 hari. Ulat mula-mula berwarna hijau kekuningan kemudian hijau dan biasanya berubah menjadi kemerahan menjelang masa kepompong. Ulat ini dicirikan dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru keunguan. Stadia ulat dan kepompong masing-masing berlangsung sekitar 50 hari dan 17-27 hari. Ngengat mempunyai lebar rentangan sayap sekitar 35 mm. Sayap depan berwarna coklat dengan garis-garis yang



berwarna lebih gelap. Ulat api Darna trima mempunyai siklus hidup sekitar 60 hari (Hartley, 1979). Telur bulat kecil, berukuran sekitar 1,4 mm, berwarna kuning kehijauan dan diletakkan secara individual di permukaan bawah helaian daun kelapa sawit. Seekor ngengat dapat meletakkan telur sebanyak 90-300 butir. Telur menetas dalam waktu 3-4 hari. Ulat yang baru menetas berwarna putih kekuningan kemudian menjadi coklat muda dengan bercak-bercak jingga, dan pada akhir perkembangannya bagian punggung ulat berwarna coklat tua. Stadia ulat berlangsung selama 26-33 hari. Menjelang berkepompong ulat membentuk kokon dari air liurnya dan berkepompong di dalam kokon tersebut. Kokon berwarna coklat tua, berbentuk oval, berukuran sekitar panjang 5 mm dan lebar 3 mm. Lama stadia kepompong sekitar 10-14 hari. Ngengat berwarna coklat gelap dengan lebar rentangan sayap sekitar 18 mm. Sayap depan berwarna coklat gelap, dengan sebuah bintik kuning dan empat garis hitam. Sayap belakang berwarna abu-abu tua.



Biologi dan Ekologi Ulat yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah dan meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun. Pada instar 2-3 ulat memakan daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Untuk S. asigna, selama perkembangannya, ulat berganti kulit 7-8 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm². Perilaku S. nitens sama dengan S. asigna. Untuk D. trima, ulat mengikis daging daun dari permukaan bawah dan menyisakan epidermis daun bagian atas, sehingga akhirnya daun yang terserang berat akan mati kering seperti bekas terbakar. Ulat menyukai daun kelapa sawit tua, tetapi apabila daun-daun tua sudah habis ulat juga memakan daun-daun muda. Ngengat aktif pada senja dan malam hari, sedangkan pada siang hari hinggap di pelepah-pelepah daun tua dengan posisi terbalik (kepala di bawah). Pada D. trima, di waktu siang hari, ngengat suka hinggap di daun-daun yang sudah kering dengan posisi kepala di bawah dan sepintas seperti ulat kantong. Perbedaan perilaku yang tampak antara ketiga jenis ulat api yang paling merugikan tersebut juga berbeda. S. nitens dan S. asigna berpupa pada permukaan tanah tetapi D. trima hanya di ketiak daun atau pelepah daun. Pengetahuan mengenai biologi dan perilaku sangat penting ketika akan menerapkan tindakan pengendalian hama sehingga efektif. Kokon dapat dijumpai menempel pada helaian daun, di ketiak pelepah daun atau di permukaan tanah sekitar pangkal batang dan piringan. Kerusakan dan Pengaruhnya di Lapangan Eksplosi hama ulat api telah dilaporkan pertama pada tahun 1976. Di Malaysia, antara tahun 1981 dan 1990, terdapat 49 kali eksplosi hama ulat api, sehingga rata-rata 5 kali setahun (Norman dan Basri, 1992). Semua stadia tanaman rentan terhadap serangan ulat api seperti halnya ulat kantong.



Pengendalian Ulat Api 1. Pengendalian Kimiawi



Dahulu, ulat api dapat dikendalikan menggunakan berbagai macam insekisida dengan efektif. Insektisida tersebut adalah monocrotophos, dicrotophos, phosmamidon, leptophos, quinalphos, endosulphan, aminocarb dan achepate (Prathapan dan Badsun, 1979). Insektisida sistemik dapat digunakan untuk injeksi batang, dan yang lain dapat disemprotkan. Namun sekarang, insektisida ini jarang digunakan karena keefektifannya diragukan. Kemungkinan, hal ini disebabkan bahwa populasi yang berkembang telah toleran terhadap bahan kimia tersebut atau bahan kimia telah tidak mampu menyebar di dalam jaringan daun. Insektisida yang paling banyak digunakan pada perkebunan kelapa sawit untuk ulat api saat ini adalah deltametrin, profenofos dan lamda sihalothrin. 2. Pengendalian Hayati Beberapa agens antagonis telah banyak digunakan untuk mengendalikan ulat api. Agens antagonis tersebut adalah Bacillus thuringiensis, Cordyceps militaris dan virus Multi-Nucleo Polyhydro Virus (MNPV). Wood et al. (1977) menemukan bahwa B. thuringiensis efektif melawan S. nitens, D. trima dan S. asigna dengan tingkat kematian 90% dalam 7 hari. Cordyceps militaris telah ditemukan efektif memparasit pupa ulat api jenis S. asigna dan S. nitens. Virus MNPV digunakan untuk mengendalikan larva ulat api. Selain mikrobia antagonis tersebut di atas, populasi ulat api dapat stabil secara alami di lapangan oleh adanya musuh alami predator dan parasitoid. Predator ulat api yang sering ditemukan adalah Eochantecona furcellata dan Sycanus leucomesus. Sedangkan parasitoid ulat api adalah Trichogrammatoidea thoseae, Brachimeria lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus purpuratus, Fornicia ceylonica, Systropus roepkei, Dolichogenidae metesae, dan Chaetexorista javana. Parasitoid dapat diperbanyak dan dikonservasi di perkebunan kelapa sawit dengan menyediakan makanan bagi imago parasitoid tersebut seperti Turnera subulata, Turnera ulmifolia, Euphorbia heterophylla, Cassia tora, Boreria lata dan Elephantopus tomentosus. Oleh karena itu, tanaman-tanaman tersebut hendaknya tetap ditanam dan jangan dimusnahkan. Tiong (1977) juga melaporkan bahwa adanya penutup tanah dapat mengurangi populasi ulat api karena populasi musuh alami akan meningkat.