Hana LP Fraktur Tibia Fibula [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH



FRAKTUR TIBIA FIBULA



Hana Karunia Muthia 5020031042



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS FALETEHAN TAHUN 2021



A.



DEFINISI Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan atau



tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik). Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada tulang. Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget). Fraktur tibia fibula adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia dan fibula. B.



JENIS FRAKTUR a.Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. b.Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat,yaitu:



1. Derajat I 



Luka kurang dari 1 cm







kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.







fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.







Kontaminasi ringan.



2. Derajat II 



Leserasi lebih dari 1cm







Kerusakan jaringan lunak,tidak luas,avulse.







Fraktur komuniti sedang.



3. Derajat III Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. c.Fraktur complete



Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran bergeser dari posisi normal. d. Fraktur incomplete Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. e.Jenis khusus fraktur 1. Bentuk garis patah 



Garis patah melintang







Garis patah obliq







Garis patah spiral







Fraktur kompresi







Fraktur avulasi



2. Jumlah garis patah 



Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.







Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan.







Fraktur multiple, garis patah lebih dari satu tetapi pada pada tulang yang berlainan.



3. Bergeser-tidak bergeser



D.







Fraktur undisplaced, garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser







Fraktur displaced, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur



ETIOLOGI Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan daya



pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat : a. Peristiwa trauma tunggal Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada. Kekuatan dapat berupa :



1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral 2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur melintang 3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah 4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur obliq pendek 5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai terpisah b. Tekanan yang berulang – ulang Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan berulang – ulang. c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik) Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh. E.



PATOFISIOLOGI Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada tulang dapat



menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan diskontinuitas tulang atau pemisahan tulang. Pemisahan tulang ke dalam beberapa fragmen tulang menyebabkan perubahan pada jaringan sekitar fraktur meliputi laserasi kulit akibat perlukaan dari fragmen tulang tersebut, perlukaan jaringan kulit ini memunculkan masalah keperawatan berupa kerusakan integritas kulit. Perlukaan kulit oleh fragmen tulang dapat menyebabkan terputusnya pembuluh darah vena dan arteri di area fraktur sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan pada vena dan arteri yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan cukup lama dapat menimbulkan penurunan volume darah serta cairan yang mengalir pada pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi berupa syok hipovolemik jika perdarahan tidak segera dihentikan. Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan deformitas pada area fraktur karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri. Deformitas pada area ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain menyebabkan seseorang memiliki keterbatasan untuk beraktivitas akibat perubahan dan gangguan fungsi pada area deformitas tersebut sehingga muncul masalah keperawatan berupa gangguan mobilitas fisik. Pergeseran fragmen tulang sendiri memunculkan masalah keperawatan berupa nyeri. Beberapa waktu setelah fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan melakukan mekanisme perlindungan pada area fraktur dengan melakukan spasme otot. Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran fragmen tulang ke tingkat yang lebih parah.



Spasme otot menyebabkan peningkatan tekanan pembuluh darah kapiler dan merangsang tubuh untuk melepaskan histamin yang mampu meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga muncul perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial turut membawa protein plasma. Perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial yang berlangsung dalam beberapa waktu akan menimbulkan edema pada jaringan sekitar atau interstitial oleh karena penumpukan cairan sehingga menimbulkan kompresi atau penekanan pada pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan tersebut mengalami penurunan. Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan masalah keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan. Masalah gangguan perfusi jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan fragmen tulang itu sendiri. Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan fragmen tulang meningkatkan tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan kapiler dan tubuh melepaskan katekolamin sebagai mekanisme kompensasi stress. Katekolamin berperan dalam memobilisasi asam lemak dalam pembuluh darah sehingga asam-asam lemak tersebut bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli dalam pembuluh darah sehingga menyumbat pembuluh darah dan mengganggu perfusi jaringan.



F.



Pathway



Trauma langsung



Respon trauma



Pergeseran fragmen tulang



Hipertermia



Pre operasi Tulang tembus ke kulit



Post operasi (tindakan operasi) Nyeri Akut Post de entre kuman



Diskontinuitas tulang Resiko Infeksi Perubahan jaringan sekitar luka Laserasi Terputusnya kontinuitas jaringan



Perdarahan secara aktif



Hipovolemia Arus balik menurun



Volume darah menuju perifer menurun Perfusi Perifer Tidak Efetif



Arus balik menurun



MANIFESTASI KLINIS a. Nyeri dan terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur yang merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen. b.



Setelah terjadi fraktur, bagian yang fraktur tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap regid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang dapat diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.



c.



Pada fraktur tulang panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya terjadi karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur



d.



Saat tempat fraktur di periksa teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.



e.



Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cidera.



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah: a.



Pemeriksaan rotgen (sinar X) untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur/trauma.



b.



Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI untuk memperlihatkan fraktur. Pemeriksaan penunjang ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.



c.



Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.



d.



Hitung darah lengkap



Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respons stress normal setelah trauma. e.



Kreatinin



Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. f.



Profil koagulasi



Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati



H. PENATALAKSANAAN Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur, yaitu:



a.



Rekoknisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada pristiwa yang terjadi serta menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan keluhan dari klien



b.



Reduksi fraktur (pengembalian posisi tulang ke posisi anatomis) 1. Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna (missal pen, kawat, sekrup, plat, paku dan batang logam) 2. Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gip, traksi, brace, bidai dan fiksator eksterna



c.



Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi penyatuan. Metode imobilisasi dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna



d.



Mempertahankan dan mengembalikan fungsi: 1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi 2. Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan 3. Memantau status neuromuskuler 4. Mengontrol kecemasan dan nyeri 5. Latihan isometric dan setting otot 6. Kembali ke aktivitas semula secara bertahap



I.



KOMPLIKASI



a.



Komplikasi awal: 1.



Syok : dapat terjadi berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema. Shock terjadi



karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur 2.



Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam. Fat Embolism Syndrom (FES) adalah



komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam. 3.



Sindrom kompartemen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan.



Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau



perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat. Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5P, yaitu: 



Pain (nyeri)



Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering. 



Pallor (pucat)



Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut. 



Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)







Parestesia (rasa kesemutan)







Paralysis: Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut



dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom kompartemen. 4.



Infeksi dan tromboemboli : System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada



jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat 5. b.



Koagulopati intravaskuler diseminata



Komplikasi lanjut 1.



Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.



2.



Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang



lebih lambat dari keadaan normal. 3.



Non union : tulang yang tidak menyambung kembali



4.



Nekrosis avaskular tulang: Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke



tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia 5. J.



Reaksi terhadap alat fiksasi interna



PROSES PENYEMBUHAN TULANG Penyembuhan fraktur merupakan proses biologis yang sangat luar biasa. Tidak seperti



jaringan lainnya, fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Selain factor biologis, faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi secara fisik fragmen fraktur sangat penting dalam penyembuhan.: a.



Fase hematoma



Akibat robekan pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli-kanalikuli system haversi sehingga terjadi ekstravasasi ke dalam jaringan lunak, yang menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. b.



Fase proliferasi seluler subperiosteal dan andosteal



Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Terbentuk kalus eksterna yang belum mengandung tulang sehingga secara radiology bersifat radiolusen c.



Fase pembentukan kalus



Terbentuk woven bone atau kalus yang telah mengandung tulang. Fase ini merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur d.



Fase konsolidasi



Woven bone membentuk kalus primer e.



Fase remodeling



Union telah lengkap dan terbentuk tulang kompak yang berisi system haversi dan terbentuk rongga sumsum. Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pemulihan : a.



Usia klien



b.



Immobilisasi



c.



Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih lama. Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid.



K. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN a. Pengkajian 1. Anamnesa 



Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.register, tanggal MRS, diagnosa medis.







Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:



 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.  Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.  Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.  Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.



 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau



siang hari.







Riwayat Penyakit Sekarang



Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain. 



Riwayat Penyakit Dahulu



Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang. 



Riwayat Penyakit Keluarga



Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic. 



Riwayat Psikososial



Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. 2. Pemeriksaan Fisik Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.  Gambaran Umum Perlu menyebutkan: 



Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-



tanda, seperti: -



Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan



klien.



-



Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur



biasanya akut.



-



Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.







Secara sistemik dari kepala sampai kelamin



-



Sistem Integumen



Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan. -



Kepala



Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala. -



Leher



Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada. -



Muka



Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema. -



Mata



Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan) -



Telinga



Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. -



Hidung



Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. -



Mulut dan Faring



Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat. -



Thoraks



Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris. -



Paru



Inspeksi, pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru; Palpasi, pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama; Perkusi, suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya; Auskultasi, suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. -



Jantung



Inspeksi, tidak tampak iktus jantung; Palpasi, nadi meningkat, iktus tidak teraba; Auskultasi, suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur. -



Abdomen



Inspeksi, bentuk datar, simetris, tidak ada hernia; Palpasi, tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba; Perkusi, suara thympani, ada pantulan gelombang cairan; Auskultasi, peristaltik usus normal  20 kali/menit.



-



Inguinal-Genetalia-Anus



Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB. 



Keadaan Lokal



Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah: 



Look (inspeksi)



Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain: -



Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). Cape au lait spot (birth mark). Fistulae.



-



Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.



Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal). Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)  Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: -



Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.



-



Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar



persendian.



-



Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau



distal).



Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.  Move (pergeraka terutama lingkup gerak) Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. A. Diagnosa Keperawatan Beradsarkan diagnosa medis yang telah dijelaskan, berikut beberapa diagnosa keperawatan



yang dapat diambil untuk memberikan asuhan keperawatan : 1.



Nyeri akut b.d trauma langsung dan pasca prosedur operasi



2.



Hipovolemia b.d kehilangan cairan secara aktif



3.



Hipertermia b.d respon trauma



4.



Gangguan integritas kulit/jaringan b.d faktor mekanis



5.



Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan



B. RENCANA KEPERAWATAN



NO 1.



Diagnosis Keperawatan (SDKI)



OUTCOME (SLKI)



INTERVENSI (SIKI)



Nyeri akut b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri keperawatan selama Observasi trauma dan pasca 1x24 jam maka - Identifikasi lokasi, prosedure operasi “Tingkat Nyeri” karakteristik, durasi, menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas hasil : nyeri - Keluhan nyeri - Identifikasi skala nyeri menurun - Identifikasi respon nyeri non - Meringis menurun verbal - Sikap protektif - Identifikasi faktor yang menurun memperberat dan - Ketegangan memperingan menurun - Identifikasi pengaruh nyeri - Mual menurun padaa kualitas hidup - Muntah menurun - Monitor keberhasilan terapi - Pola nadi membaik komplementer yang sudah - Pola nafas membaik diberikan - Tekanan darah - Monitor efek samping membaik penggunaan analgetik - Nafsu makan Terapeutik membaik - Berikan tehnik non - Pola tidur membaik farmakologis - Kontrol lingkungan - Fasilitasi istirahat dan tidur - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri



-



Jelaskan strategi meredakan nyeri - Anjurkan menggunakan analgetik dengan tepat - Ajarkan tehnik nonfarmakologis Kolaborasi Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu 2.



Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif



3.



Gangguan integritas kulit/jaringan b.d faktor mekanis



4.



Hipertermia b.d respon trauma



Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam maka tercapai “Status Cairan” teratasi dengan kriteria hasil : - Turgor kulit meningkat - Kekuatan nadi meningkat - Perdarahan menurun



Pemantauan Cairan Observasi - Monitor frekuensi kekuatan nadi - Monitor elastisitas kulit - Monitor tekanan darah - Monitor kadar albumin dan protein - Monitor intake dan output cairan - Identifikasi tanda-tanda hipovolemia Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit asuhan keperawatan Observasi 2x24 jam maka tercapai - Identifikasi penyebab “Integritas gangguan integritas Kulit/Jaringan” teratasi Terapeutik dengan kriteria hasil : - Ubah posisi tiap 2 jam jika - Perfusi jaringan tiran baring meningkat - Lakukan pemijatan pada area - Kerusakan jaringan penonjolan tulang jika perlu menurun Edukasi - Nyeri menurun - Anjurkan minum air yang cukup - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi - Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur Setelah dilakukan Manejemen Hipertermia asuhan keperawatan Observasi selama 24 jam maka - Identifikasi penyebab tercapai hipertermia “Termoregulasi” dengan - Monitor suhu tubuh kriteria hasil : - Monitor komplikasi akibat - Menggigil menrun hipertermia - Kulit merah Terapetik menurun - Sedikan lingkungan yang - Takikardi menurun



-



5.



Takipnea menurun Bradipnea menurun Suhu tubuh membaik Suhu kulit membaik



dingin - Longgarkan atau lepaskan pakaian - Berikan cairan oral - Berikan oksigen, bila perlu - Hindari pemberian antipiretik atau aspirin Kolaborasi - Berikan cairan dan elektrolit, jika perlu Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan intervensi Terapi Relaksasi keperawatan selama Observasi kerusakan jaringan 2x24 jam “Tingkat - Identifikasi penurunan Infeksi” menurun tingkat energi dengan kriteria hasil : - Identifikasi tehnik relaksasi - Keberisihan tangan yang pernah efektif dan badan digunakan meningkat - Periksa ketegangan otot, - Nafsu makan frek nadi, tek darah dan suhu meningkat sebelum dan sesudah latihan - Demam menurun - Monitor respon terhadap - Kemerahan menurun latihan - Nyeri menurun Terapeutik - Bengkak menurun - Ciptakan lingkungan yang - Vesikel menurun tenang - Drainasi purulen - Gunakan pakaian yang menurun longgar - Kadar sel darah - Gunakan relaksasi sebagai putih membaik strategi penunjang dengan - Kultur darah anlgetik atau tindakan medis membaik lain - Kultur luka Edukasi membaik - Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang tersedia - Anjurkan posisi nyaman - Anjurkan rileks dan meraakan sensasi relaksasi



DAFTAR REFERENSI Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine. (2005). Patofisiologi. Jakarta: EGC. Krisanty, Paulina, Dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: CV. Trans



Info Media. Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika. Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, W. 2012, Asuhan Keperawatan Post Operasi Dengan Pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika. Wiarto, G. (2017). Nyeri Tulang dan Sendi. Yogyakarta: Gosyen Publishing.