Haqiqi Amira S.-Soft Tissue Tumor Pedis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT BEDAH SOFT TISSUE TUMOUR PEDIS



Oleh : Haqiqi Amira Syathir 132011101065



Pembimbing: dr. Laksmi Indreswari, Sp.B



Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF Ilmu Bedah di RSD dr.Soebandi Jember



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2017



i



DAFTAR ISI Cover ..............................................................................................................



i



Daftar Isi ........................................................................................................



ii



BAB 1



Pendahuluan .................................................................................



1



BAB 2



Tinjauan Pustaka ..........................................................................



2



2.1 Soft Tissue .................................................................................



2



2.1.1 Gambaran Umum ...........................................................



2



2.1.2 Soft Tissue Pedis .............................................................



3



2.2 Soft Tissue Tumour Pedis .........................................................



8



2.2.1 Definisi dan Epidemiologi ..............................................



8



2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko ..............................................



9



2.2.3 Klasifikasi .......................................................................



9



2.2.4 Patogenesis .....................................................................



11



2.2.5 Gambaran Klinis .............................................................



12



2.2.6 Diagnosis ........................................................................



12



2.2.7 Pemeriksaan Penunjang ..................................................



13



2.2.8 Penatalaksanaan ..............................................................



16



2.2.9 Prognosis ........................................................................



17



Laporan Kasus ..............................................................................



18



Daftar Pustaka ...............................................................................................



27



BAB 3



ii



BAB 1. PENDAHULUAN Soft tissue tumour adalah tumor atau benjolan pada jaringan lunak. Kelainan ini sering dijumpai di klinik. Sebagian besar tumor jaringan lunak bersifat jinak, dengan tingkat kesembuhan yang sangat tinggi setelah eksisi. Sepertiga dari kasus soft tissue tumour adalah lipoma, sepertiga kasus fibrohistiocytic dan tumor jaringan fibrosa, 10% merupakan tumor vaskular dan 5% tumor selubung saraf. Etiologi soft tissue tumour belum diketahui secara pasti. Faktor genetik dan lingkungan, iradiasi, infeksi virus dan kekebalan tubuh telah ditemukan berkaitan dengan perkembangan soft tissue tumour. Lesi jinak terletak superfisial atau subkutan dan memiliki manifestasi klinis khas namun kebanyakan tidak. Beberapa lesi tanpa metastasis, seperti tipe desmoid fibromatosis atau hemangioma intramuskular, diperlukan wide excision untuk menghindari kekambuhan. Biopsi diagnostik (sebelum terapi definitif) dianjurkan untuk semua massa jaringan lunak >5 cm (kecuali massa subkutan yang sangat jelas mengindikasikan lipoma) dan untuk semua massa subfascia atau massa yang dalam berapapun ukurannya. Sebagian besar soft tissue sarcoma pada ekstremitas dan badan tidak menimbulkan rasa nyeri, tumor ditemukan secara tidak sengaja, yang tidak mempengaruhi status generalis meskipun ukuran tumor besar. Lesi jaringan lunak superfisial yang lebih besar dari 5 cm dan terletak dalam memiliki angka risiko tinggi (sekitar 10 persen) menjadi sarkoma dan pasien tersebut idealnya harus dirujuk ke pusat tumor khusus untuk perawatan yang optimal. Oleh karena itu, deteksi dini dan tatalaksana awal penting untuk mencegah keganasan dan prognosis yang lebih baik.



1



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Soft Tissue 2. 1. 1 Gambaran Umum Soft tissue adalah sekelompok jaringan yang mengikat, menyokong, dan melindungi struktur lain atau organ dalam tubuh. Soft tissue terdapat pada semua bagian tubuh namun dengan komposisi penyusun yang berbeda di tiap bagian sesuai kegunaan masing-masing organ. Soft tissue terdiri dari jaringan lemak, otot, jaringan fibrous (tendon dan ligamen), jaringan sinovial pada sendi, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf perifer (Holzapfel, G. A., 2000; CCS, 2017).



Gambar 1. Soft Tissue (Sumber: CCS, 2017)



2



2. 1. 2 Soft Tissue Pedis Pedis, atau kaki, merupakan bagian paling distal dari ekstremitas inferior. Pedis dibagi dalam dua sisi yakni dorsum pedis dan plantar pedis. Kedua sisi tersebut memiliki susunan soft tissue yang sama yaitu jaringan lemak, otot, jaringan fibrous (tendon dan ligamen), jaringan sinovial pada sendi, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf perifer namun dengan komposisi berbeda sesuai fungsinya (basicmedicalkey, 2016). Berikut penampang sagital dari pedis.



Gambar 2. Penampang Sagital Pedis (Sumber: basicmedicalkey, 2016) Jaringan lemak merupakan jaringan yang terletak di bawah kulit atau subkutan. Kedua sisi pedis memiliki jaringan lemak namun jaringan lemak pada plantar pedis tersusun lebih tebal. Jaringan lemak pada plantar pedis, atau plantar fat pad, berfungsi sebagai pelindung tulang, saraf, dan pembuluh darah pedis dengan cara mengabsorbsi dan meredakan energi dari benturan dan gesekan sehingga dapat meminimalkan cedera (Binnendyk, 2013; CCS, 2017).



3



Pergerakan kaki bertumpu pada sendi pergelangan kaki (atas) dan sendi talocalcaneonavicular (bawah). Sendi lainnya pada tarsus dan metatarsus adalah amfiartrosis yang meningkatkan rentang gerakan sendi talocalcaneonavicular sampai batas tertentu. Pada sendi pergelangan kaki, maleolus menyusun socket dan troklea dari talus. Pada bagian tengah, kedua sendi distabilkan oleh ligamentum collatérale mediale (deltoideum) dan terdiri dari empat bagian (Pars tibiotalaris anterior, Pars tibiotalaris posterior, Pars tibiocalcanea, dan Pars tibionavicularis). Ada tiga ligamen tunggal di sisi lateral yaitu ligamen talofibulare anterius, Lig. talofibulare posterius, Lig. calcaneofibulare).



Ligamen



tersebut



memberikan



stabilisator



tambahan terhadap sendi talocalcaneonavicular.



Gambar 3. Ligamentum pedis (Sumber: Paulsen dan waschke, 2010) 4



Ligamen-ligamen ini secara pasif mempertahankan arkus longitudinal kaki. Ligamen tersebut didukung secara aktif oleh tendon dari muskulus tibialis posterior dan fibularis longus (- »Gambar 4.148) dan otot pendek pada dasar kaki. Struktur pendukung ini memberikan tension band system untuk melawan tubuh. Ligamen dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan superimposing: • upper level: Lig. plantare calcaneonaviculare • middle level: Lig. plantare longum • lower level: Aponeurosis plantaris



Gambar 4. Ligamen arkus plantar longitudinal (Sumber: Paulsen dan waschke, 2010) Di bawah tendon muskulus ekstensor longum, terdapat dua muskulus ekstensor pendek. Muskuls ekstensor digitorum brevis dan muskulus ekstensor hallucis brevis berasal dari sisi dorsal kalkaneus dan tendonnya menyusup secara lateral ke ke tendon muskulus ekstensor panjang dan aponeurosis dorsal. Dengan demikian, kedua muskulus tersebut turut menjadi ekstensi pada sendi falangeal dan sendi metatarsofalangeal dari jempol kaki. Musculus interossei dorsalis juga terlihat, namun dikelompokkan pada otot plantar.



5



Gambar 5. Muskulus dorsum pedis (Sumber: Paulsen dan waschke, 2010) Otot-otot kaki terbagi dalam empat lapisan yang saling tindih satu sama lain. Pada reseksi M. Fleksor digitorum brevis, otot dan tendon lapisan kedua mulai terlihat yang berisi tendon m. Fleksor hallucis longus dan m. Flexor digitorum longus. Tendon dari m. Fleksor digitorum longus merupakan origin dari m. Quadratus plantae yang berfungsi sebagai fleksor aksesorius yang menyokong otot fleksor panjang.Tendon tersebut juga merupakan origin dari empat mm. Lumbricales yang berinsersi dari pertengahan falang proksimal digiti II-IV.



6



Gambar 6. Muskulus plantar pedis lapisan tengah (Sumber: Paulsen dan waschke, 2010)



Gambar 7. Muskulas plantar pedis lapisan dalam (Sumber: Paulsen dan waschke, 2010) 7



2.2 Soft tissue tumour Pedis 2.2.1 Definisi dan Epidemiologi Soft tissue tumour adalah tumor atau benjolan pada jaringan lunak. Sebagian besar tumor jaringan lunak bersifat jinak, dengan tingkat kesembuhan yang sangat tinggi post eksisi. Neoplasma mesenkimal maligna hanya berjumlah kurang dari 1% dari keseluruhan tumor ganas namun mengancam jiwa dan menimbulkan tantangan diagnostik dan terapeutik karena terdapat lebih dari 50 subtipe histologis dari soft tissue tumour. Pemeriksaan fisik dan radiografi sangat penting untuk mengevaluasi ukuran, kedalaman dan lokasi massa, serta keterlibatan neurovaskular. Insidensi tahunan soft tissue tumour diperkirakan mencapai 3000/ 1juta penduduk sedangkan soft tissue sarcoma mencapai 30/ 1 juta penduduk. Tidak ditemukan pengaruh geografis pada epidemiologi (WHO, 2006). Sepertiga dari kasus soft tissue tumour adalah lipoma, sepertiga kasus fibrohistiocytic dan tumor jaringan fibrosa, 10% merupakan tumor vaskular dan 5% tumor selubung saraf. Terdapat hubungan antara jenis tumor, gejala, lokasi dan usia serta jenis kelamin pasien. Lipoma bersifat tidak nyeri, jarang di tangan, kaki bagian bawah dan pedis serta sangat jarang terjadi pada anak-anak. Angiolipoma multipel terkadang sangat nyeri dan paling sering pada pria muda, angioleiomioma sangat nyeri dan umumnya di kaki bagian bawah wanita paruh baya sedangkan setengah dari tumor pembuluh darah terjadi pada pasien yang lebih muda yaitu 20 tahun. 99% soft tissue tumour bersifat superfisial dan 95% berdiameter kurang dari 5 cm. Sarkoma jaringan lunak bisa terjadi dimana saja tapi ¾ kasus ditemukan pada ekstremitas (paling umum di paha. Soft tissue sarcoma semakin meningkat dengan bertambahnya usia dengan usia rata-rata 65 tahun. 1/3 penderita soft tissue sarcoma diketahui meninggal karena metastasis paru (WHO, 2006) 8



2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Etiologi soft tissue tumour benigna ataupun maligna belum diketahui secara pasti. Faktor genetik dan lingkungan, iradiasi, infeksi virus dan kekebalan tubuh telah ditemukan berkaitan dengan perkembangan soft tissue tumour. Beberapa penelitian melaporkan peningkatan insidensi soft tissue sarcoma setelah paparan herbisida fenoksiasetik, klorofenol, dan dioxin.



Virus herpes memiliki peran



kunci dalam perkembangan sarkoma Kaposi. Virus Epstein-Barr berhubungan



dengan



tumor



otot



polos



pada



pasien



dengan



imunodefisiensi (WHO, 2006). Beberapa jenis soft tissue tumour diduga berkaitan dengan riwayat penyakit keluarga. Namun laporan ini jarang dan terdiri dari jumlah tumor yang tidak signifikan. Contoh yang paling umum adalah angiolipoma. Desmoid tumor terjadi pada pasien dengan riwayat keluarga Sindrom Gardner (termasuk adenomatous poliposis, osteomas dan kista epidermal). Neurofibromatosis (tipe 1 dan 2) berhubungan dengan banyak tumor jinak saraf (dan kadang juga nonneural tumor) (WHO, 2006). Kurang dari 10% sarkoma ganas tulang dan jaringan lunak ditemukan di kaki dan pergelangan kaki, dan tumor jinak jaringan lunak pada kaki dan pergelangan kaki memiliki prevalensi 100 kali lipat daripada massa jaringan lunak ganas kaki dan pergelangan kaki. Sehingga, disimpulkan bahwa kemungkinan malignansi tumor jaringan lunak di kaki dan pergelangan kaki adalah kurang dari 0,1% dari semua keganasan (Goldberg, 2015).



2.2.3 Klasifikasi



9



Terdapat 50 jenis subtipe histologi soft tissue tumours. Klasifikasi soft tissue tumour berdasarkan WHO (2006) adalah sebagai berikut. 



Tumor adiposit a. Benigna



: Lipoma, lipomatosis, angiolipoma



b. Intermediet (locally agressive): Atypical lypomatous tumour/ well differentiated sarcoma c. Maligna 



: Myxoid liposarcoma, dedifferentiated liposarcoma



Tumor fibroblastik/ miofibroblastik a. Benigna



: Nodular fasciitis, fibroma of tendon sheath, giant



cell angiofibroma b. Intermediet (locally agressive): Desmoid-type fibromatosis, lipofibromatosis c. Intermediet (rarely metastasizing): Infantile fibrosarcoma, inflammatory myofibroblastic tumour d.



Maligna:



Adult



fibrosarcoma,



sclerosing



epithelioid



fibrosarcoma 



So-Called Fibrohystiocytic Tumours a. Benigna



: Giant cell tumour of tendon sheath



b. Intermediet (rarely metastasizing): Giant cell tumour of soft tissue c. Maligna



: Undifferentiated pleomorphic sarcoma







Tumor otot polos: Angioleiomyoma, leiomyosarcoma







Tumor perisitik/ perivaskular: Myopericytoma







Tumor otot rangka a. Benigna



: Rhabdomyoma



b. Maligna



:



Embryional



rhabdomyosarcoma,



alveolar



rhabdomyosarcoma 



Tumor vaskular a. Benigna



: Epithelioid hemangioma, lymphangioma 10



b.



Intermediet



(locally



agressive):



Kaposiform



haemangioendothelioma c.



Intermediet



(rarely



metastasizing):



Retiform



hemangioendothelioma, kaposi sarcoma d. Maligna 



: Angiosarcoma of soft tissue



Tumor kondrooseus: Extraskeletal osteosarcoma, soft tissue chondroma







Tumours of uncertain differentiation a. Benigna b.



: Intramuscular myxoma, juxta-articular myxoma



Intermedit



(rarely



metastasizing):



Angiomatoid



fibrous



histiocytoma c. Maligna



: Synovial sarcoma, epitheloid sarcoma



2.2.4 Patogenesis Patogenesis perkembangan soft tissue tumour belum diketahui secara pasti. Massa jaringan lunak, secara umum, membentuk sekelompok lesi beragam dan kompleks yang mungkin menampakkan berbagai derajat diferensiasi mesenkim dan tidak diklasifikasikan menurut lokasi anatomisnya. Sebagian besar bersifat sporadis dan tidak memiliki definisi etiologi yang jelas. Namun, sebagian kecil lesi ini mungkin memiliki faktor predisposisi genetik, sekunder akibat trauma, serta terkait



kondisi



metabolik seperti



diabetes



melitus



atau



hiperlipidemia, mungkin terkait dengan trauma tidak langsung atau yang terlokalisir, atau mungkin terkait dengan paparan karsinogen, limfedema, atau terapi radiasi sebelumnya. Gen EWSR1, juga dikenal sebagai EWS, merupakan salah satu gen yang paling sering dilibatkan dalam translokasi sarkoma. Gen ini sebenarnya juga terlibat dalam berbagai macam lesi mesenkim yang mencakup sarkoma Ewing/ tumor neuroektodermal perifer, tumor sel bulat kecil desmoplastik, sarkoma sel jernih, histiositoma fibrosa angiomatoid, kondrosarkoma miksoid 11



ekstraskeletal, dan subset dari liposarkoma miksoid (Husain dan Verma, 2011; Goldberg; 2015). Sarkoma



jaringan



lunak



dengan



kariotipe



kompleks



menyumbang sekitar 50% sarkoma. Kategori sarkoma ini mencakup sebagian besar sel spindel/ sarkoma pleomorfik (myxofibrosarcoma, liposarcoma pleomorfik, dan lain-lain) serta leiomiosarcomas, tumor selubung saraf perifer maligna, dan banyak neoplasma lainnya. Sarkoma dengan translokasi non-EWS adalah tumor sel spindle, poligonal atau bulat kecil dengan berbagai sifat, yang kebanyakan terjadi pada anak-anak atau dewasa muda misalnya sarkoma sinovial, alveolar rhabdomyosarcoma, alveolar soft part sarcoma, protuberan dermatofibrosarcoma, sarkoma fibromyxoid derajat rendah, dan fibrosarcoma infantil. Dalam beberapa tahun terakhir, translokasi karakteristik (X; 17) menghasilkan gen fusi ASPL-TPE3 telah ditemukan pada sarkoma jaringan lunak alveolar dan empedu (Husain and Verma, 2011).



2.2.5 Gambaran Klinis Keluhan umum yang sering diceritakan pasien dengan tumor jaringan lunak saat pertama kali datang berobat adalah rasa sakit Namun, sebagian pasien mungkin juga datang dengan alasan kosmetik, tanpa adanya rasa sakit yang menyertai. Nyeri subyektif mungkin bersifat menetap pada proses jinak (Goldberg, 2015). Keganasan lebih umum terjadi pada pasien usia tua terutama dengan massa yang membesar dengan cepat atau telah lama. Kemungkinan keganasan lebih besar apabila terdapat riwayat keluarga tingkat pertama dengan kanker atau kondisi genetik tertentu, seperti neurofibromatosis. Apabila terdapat trauma, miositis jinak osifikan, 12



inflamasi lokal atau proses infektif, atau fibromatosis plantar mungkin terjadi. Pada pemeriksaan fisik, konsistensi massa padat lunak, nyeri saat palpasi, lokasi relatif superfisial terhadap struktur fasia, dan bentuk yang tidak beraturan dengan batas tegas cenderung mengarahkan diagnosis pada lesi jinak. Namun, kedalaman massa jaringan lunak kurang prediktif terhadap keganasan daripada ukuran massa. Pada kaki atau pergelangan kaki, jumlah jaringan lunak, khususnya pada sisi plantar, adalah minimal dan tulang kortikal relatif tipis dan rapuh sehingga invasi tulang menjadi sering terjadi dan mungkin menjadi tanda dari keganasan (Goldberg, 2015). Lipoma merupakan tumor jaringan lunak yang memiliki prevalensi paling tinggi, biasanya ditemukan di kaki dan pergelangan kaki, dan berasal jaringan subkutan. Ciri-ciri lipoma adalah teraba lunak, tidak disertai nyeri, tumbuh secara perlahan, soliter, batas tegas, massa berlobul yang mengandung lemak, dan diselubungi kapsula fibrosa.



Gambar 8. Lipoma pada kaki Xanthoma merupakan tumor jaringan lunak lain yang sering ditemukan pada kaki. Xanthoma adalah sekelompok histiosit yang sarat 13



jaringan lipid, merupakan penyerta penyakit hiperlipidemia. Xanthoma umumnya berasal dari kulit atau subkutan, namun terkadang ditemukan pada jaringan lunak yang lebih dalam.



Gambar 9. Xanthoma pada kaki Fibroma adalah massa jaringan fibrosa pada kulit atau jaringan lunak yang bersifat jinak.



Gambar 10. Fibroma pada kaki Tumor jaringan lunak selanjutnya yang umum ditemukan pada kaki adalah ganglion (kista ganglion), kista sinovial, kista ganglionik, dan bursae. Kista sinovial dan ganglia tumbuh di dekat sendi atau tendon dan mengandung cairan musin. Kista sinovial diselubungi oleh 14



membran sinovial dan mungkin berhubungan dengan struktur lain yang berdekatan. Ganglion, seringkali ditemukan dalam ukuran besar dan ukurannya dapat berubah karena perubahan suhu sekitar, diselubungi oleh sel pseudosinovial pipih dan tidak berhubungan dengan struktur lain yang berdekatan. Ganglion dan kista sinovial terkait dengan mikrotrauma pada struktur sinovial yang berdekatan. Bursae adalah struktur berdinding sinovial yang ditemukan di antara permukaan tulang dan ligamen atau tendon dan biasanya mengandung cairan yang akan meningkat saat terdapat peradangan karena gesekan mekanik, infeksi, atau inflamasi artropati.



Gambar 11. Ganglion pada kaki Myositis ossificans merupakan massa berbentuk tulang yang tumbuh pada jaringan lunak dan bersifat benigna. Etiologi lesi ini tidak jelas namun trauma diduga sebagai etiologi utama. Awalnya, lesi tidak spesifik, disertai nyeri, dan meradang. Massa yang tampak meradang tersebut perlahan mengeras (osifikasi) dari perifer ke arah tengah selama beberapa bulan. Fibromatosis superfisial merupakan proliferasi fibroblastik fascia yang ditemukan pada palmar, plantar, penis, atau penonjolan buku jari (knuckle pad). Fibromatosis plantar, dikenal juga sebagai 15



penyakit Ledderhose, kemungkinan besar terkait dengan trauma. Faktor resiko fibromatosis antara lain genetik (genomik) atau dikaitkan dengan diabetes melitus, epilepsi, keloid, atau alkoholisme dengan penyakit hati. Lesi jarang ditemukan pada anak-anak namun menjadi lebih umum seiring bertambahnya usia. Laki-laki ditemukan dua kali lebih sering seperti wanita. Lesi terjadi bilateral pada 20-50% kasus. Pasien biasanya datang dengan satu atau lebih nodul subkutan yang paling sering timbul pada fasia plantar medial dan meluas ke kulit atau struktur dalam kaki. Lesi ini jarang sekali menyebabkan deformitas kaki.



Gambar 12. Fibromatosis plantar Neurofibroma adalah lesi kecil, soliter, nodul kutan atau subkutan yang tumbuh lambat dan biasanya timbul pada dekade ketiga kehidupan. Massa ini tumbuh dari kulit atau saraf yang lebih besar, mengandung sel berbentuk spindel dalam stroma miksoid, dan mengandung serat kolagen. Saat lesi berasal dari saraf yang lebih besar, lesi berkembang menjadi massa fusiform yang sering meluas ke jaringan lunak, dan terasa sakit.



16



2.2.6 Diagnosis Diagnosis soft tissue tumour didasarkan pada gambaran klinis dan pola histologis. Usia pasien, jenis kelamin, lokasi tumor, fitur makroskopis dan manifestasi klinis dapat memberikan petunjuk diagnostik. Alat radiologis termasuk CT dan magnetic resonance imaging (MRI) berguna untuk mendeteksi tumor dan staging melalui gambaran anatomis, dan menghasilkan diagnosis yang spesifik sebesar 25-50%. Namun, gambaran pola histologis paling penting untuk diagnosis yang tepat. Bergantung pada ciri histologis yang dominan, soft tissue tumour dikategorikan sebagai tumor round cell, spindle cell, miksoid, epitelioid, perisitomatous, atau pleomorfik (Subhawong, 2010).



17



Grading soft tissue tumour berdasarkan FNCLCC adalah sebagai berikut.



18



2.2.7 Pemeriksaan Penunjang a. MRI MRI merupakan modalitas pilihan untuk mendeteksi, mengetahui ciri-ciri, dan staging tumor jaringan lunak karena kemampuannya untuk membedakan jaringan tumor dan otot atau lemak serta mengetahui adanya hubungan dengan neurovaskular. Selain itu, MRI dapat membantu untuk melakukan guiding biopsy, merencanakan



pembedahan,



mengevaluasi



respon



terhadap



kemoterapi, restaging, dan dalam tindak lanjut jangka panjang untuk mendeteksi adanya kekambuhan lokal. Meskipun MRI tidak selalu dapat memprediksi dengan tepat diagnosis histologis suatu massa atau aktivitas biologis potensialnya, namun beberapa kondisi dapat didiagnosis dengan tepat melalui ciri-ciri patologis, lokasi massa, hubungan dengan struktur yang berdekatan, multiplisitas, dan riwayat klinis. MRI secara akurat menentukan ukuran tumor, hubungan dengan kompartemen otot, bidang fascia, dan struktur tulang dan neurovaskular. MRI dapat membedakan jaringan normal dan abnormal daripada pencitraan lainnya dengan lebih baik. Tumor jaringan lunak yang tidak menunjukkan fitur spesifik tumor pada MRI harus dilakukan biopsi untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan (WHO, 2006).



Gambar 13. MRI Lipoma (Sumber: Blacksin dkk., 2006)



19



b. CT Scan CT scan telah lama digunakan untuk mengkarakterisasi komposisi dan lokasi anatomi dari massa jaringan lunak serta untuk membedakan adanya keganasan. CT scan lebih unggul dalam MRI dari segi waktu pemeriksaan yang lebih cepat. Empat hal yang dievaluasi dari CT scan antara lain pola mineralisasi, densitas massa, pola keterlibatan tulang, dan lesi vaskuler (Subhawong dkk., 2010).



Gambar 14. Fibromatosis muskuloskeletal (Beaman dkk., 2007)



c. Biopsi Biopsi diperlukan untuk mendeteksi keganasan, menilai klasifikasi histologis, dan menentukan tipe histologis spesifik dari sarkoma. Rencana terapi dibuat berdasarkan prediksi pola pertumbuhan lokal dari lesi, risiko metastasis, dan kemungkinan metastasis. Penentuan cara insisi sangat penting dalam biopsi. Besar sampel yang cukup dari area sarkoma yang layak biasanya diperlukan untuk definitif. Perbandingan soft tisssue tumor jinak terhadap sarkoma adalah 100 terhadap 1. Lesi jinak terletak superfisial atau subkutan. Lesi jinak yang 20



paling sering terjadi adalah lipoma, yang sering tidak terobati. Beberapa lesi jinak memiliki manifestasi klinis khas namun kebanyakan tidak. Beberapa lesi tanpa metastasis, seperti tipe desmoid fibromatosis atau hemangioma



intramuskular,



diperlukan



wide



excision



untuk



menghindari kekambuhan. Biopsi diagnostik (sebelum terapi definitif) dianjurkan untuk semua massa jaringan lunak > 5 cm (kecuali massa subkutan yang sangat jelas mengindikasikan lipoma) dan untuk semua massa subfascia atau massa yang dalam berapapun ukurannya. Sebagian besar soft tissue sarcoma pada ekstremitas dan badan tidak menimbulkan rasa nyeri, tumor ditemukan secara tidak sengaja, yang tidak mempengaruhi status generalis meskipun ukuran tumor besar. Lesi jaringan lunak superfisial yang lebih besar dari 5 cm dan terletak dalam memiliki angka risiko tinggi (sekitar 10 persen) menjadi sarkoma dan pasien tersebut idealnya harus dirujuk ke pusat tumor khusus untuk perawatan yang optimal (WHO, 2006). Pemeriksaan biopsi mengklasifikasikan soft tissue tumour ke dalam empat tipe histologis. a. Benigna Sebagian besar tumor jaringan lunak jinak tidak kambuh secara lokal. Tumor yang berulang kali kambuh biasanya bersifat nondestruktif dan hampir selalu dapat disembuhkan oleh eksisi lokal komplit. Sangat jarang ditemukan adanya metastasis. b. Intermediet (locally agressive) Soft tissue tumour tipe ini seringkali kambuh secara lokal dan berkaitan dengan pola pertumbuhan yang destruktif dan infiltratif. Lesi pada kategori ini tidak mempunyai buki potensial untuk metastasis namun diperlukan eksisi luas untuk mengontrol



21



pertumbuhan lokal. Lesi prototip kategori ini adalah fibromatosis desmoid. c. Intermediet (rarely metastasizing) Soft tissue tumour tipe ini bersifat locally agressive dan berpotensi metastasis jauh. Resiko untuk bermetastasis



pembedahan



>



kemoterapi



ajuvan+radioterapi postoperatif



23







Kemoterapi neoajuvan bersamaan dengan radioterapi preoperatif > pembedahan > kemoterapi ajuvan







Kemoterapi neoajuvan > radioterapi preoperatif > pembedahan > kemoterapi ajuvan (WHO, 2006).



2.2.9 Prognosis Prognosis soft tissue tumour tergantung pada ukuran, derajat, kedalaman, jenis, staging, lokasi, batas tumor, dan usia pasien. Ukuran tumor >5 cm memiliki prognosis lebih buruk daripada tumor ukuran