9 0 374 KB
DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 01.04.04 RUMAH SAKIT TK. IV 01.07.06 SOLOK
HASIL PENGUKURAN BUDAYA KESELAMATAN DI RUMAH SAKIT TK. IV 01.07.06 SOLOK
•
RUMAH SAKIT TK.IV 01.07.06 SOLOK JL. PROKLAMASI NO. 03 KEL. KAMPUNG JAWA KOTA SOLOK Telp.(0755) 20242 Fax (0755) 20263
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, k a r e n a atas RahmatNya penyusunan Laporan Hasil Pengukuran Budaya Keselamatan Rumah Sakit Tk. IV 01.07.06 Solok 2022 ini dapat terwujud. Laporan hasil pengukuran budaya keselamatan pasien ini
berisikan laporan hasil
survey yang menggambarkan budaya keselamatan di rumah Sakit Tk. IV 01.07.06 Solok dalam melaksanakan program membutuhkan koordinasi dan komunikasi yang baik antara kepala bidang/kepala bagian, keperawatan, penunjang, keteknisian lain, administrasi atau staf dan pihak lainnya di rumah sakit. Laporan hasil survey budaya keselamatan pasien ini diharapkan dapat digunakan untuk acuan peningkatan program budaya keselamatan pasien untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik lagi terhadap pasien. Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan budaya keselamatan. Kami menyadari bahwa laporan hasil pengukuran Budaya Keselamatan Rumah Sakit Tk. IV 01.07.06 Solok ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, berbagai
kritik dan saran untuk perbaikannya sangat diharapkan sebagai
upaya menerapkan kemajuan budaya yang baik untuk peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Tk. IV 01.07.06 Solok.. Semoga laporan hasil pengukuran budaya keselamatan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Komite Mutu
dr. Chintya Dwi Putri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keselamatan Pasien ( Patient Safety ) adalah merupakan issue global dan nasional bagi rumah sakit dan merupakan komponen penting dari mutu pelayanan kesehatan.
Perhatian dan fokus
tingginya kejadian KTD atau
pada Keselamatan Pasien ini didorong oleh
adverse event
di rumah sakit baik secara global
maupun nasional. KTD diberbagai Negara diperkirakan sebesar 4.0-16,6 % (Vincent 2005 dan Raleigh 2009 ). Dan hampir 50% merupakan kejadian yang bisa dicegah (Cahyono 2008 dan Yahya 2011). Adanya KTD tersebut selain berdampak pada peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit dokter/petugas kesehatan lain
ke area Blaming,
menimbulkan konflik antara
dengan pasien dan tidak jarang
berakhir dengan
tuntutan hukum yang dapat merugikan rumah sakit. Data KTD di Indonesia masih sangat sulit diperoleh secara lengkap dan akurat, tetapi dapat diamsusikan tidaklah kecil (KKP-RS,2006). Sebagai upaya memecahkan masalah tersebut dan mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih aman diperlukan suatu perubahan budaya dalam pelayanan kesehatan dari
budaya yang menyalahkan individu menjadi budaya dimana insiden
dipandang sebagai kesempatan untuk memperbaiki sistem. Sistem pelaporan yang mengutamakan pembelajaran dari
kesalahan dan
perbaikan sistem
pelayanan
merupakan dasar budaya keselamatan. Meningkatnya kesadaran pelayanan kesehatan mengenai
pentingnya
mewujudkan
budaya
keselamatan
pasien
menyebabkan
meningkatnya pula kebutuhan untuk mengukur budaya keselamatan. Perubahan budaya keselamatan dapat dipergunakan sebagai bukti keberhasilan implementasi program keselamatan pasien. Rumah Sakit
Tk. IV
01.07.06 Solok telah memulai gerakan keselamatan
pasien pada tahun 2017 dengan dibentuknya Tim Keselamatan Pasien RS,
namun
dalam pelaporan belum dapat tercapai maksimal karena masih rendahnya budaya untuk
melapor apabila ada insiden
dalam pelayanan.
Minimnya data insiden
menyebabkan rendahnya proses pembelajaran yang berdampak buruk pada usaha pencegahan dan pengurangan cidera pada pasien. Akibatnya Rumah Sakit kesulitan untuk mengidentifikasi potensi bahaya atau resiko yang dihadapi
dalam
sistem
pelayanan
kesehatan
Rendahnya
sistem
pembelajaran insiden di Rumah Sakit Tk. IV 01.07.06
pelaporan
dan
Solok merupakan bukti
nyata bahwa kesadaran stat dan rumah sakit atas potensi timbulnya kesalahankesalahan masih rendah, masih tingginya budayamenyalahkan/blaming culture dan rasa takut untuk terbuka dalam pelaporan jika terdapat insiden. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan keberhasilan sistem pelaporan dan pembelajaran yang berfokus pada sistem yang mengurangi Rumah
Sakit
Tk. IV 01.07.06
cidera pasien di
Solok. Langkah penting yang harus dilakukan
adalah membangun budaya keselamatan. Maka langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan survey budaya keselamatan pasien rumah sakit.
Survey
budaya keselamaan
budaya
pasien bermanfaat
untuk mengetahui
tingkat
keselamatan pasien sebagai acuan untuk menyusun program dan melakukan evaluasi keberhasilan program. Assesemen dalam survey inimenggambarkan tingkat budaya keselamatan pasien dalam satu waktu tertentu saja sehingga membutuhkan
pengulangan
perkembangannya. Berdasarkan
asesemen uraian
secara diatas
berkala
maka
untuk
menilai
dari
komite
kami
peningkatan mutu dan keselamatan pasien tertarik untuk melakukan survey. •
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tingkat implementasi program kerja komite peningkatan mutu dan keselamatan pasien Rumah Sakit Tk. IV 01.07.06
Solok dalam
membangun budaya keselamatan pasien khususnya sistem pelaporan dan budaya belajar. C. Tujuan Survey 1. Tujuan Umum Melakukan evaluasi terhadap program kerja yang telah
dilakukan sebagal
upaya membangun budaya keselamatan Rumah Sakit Tk. IV 01.07.06 Solok khususnya sistem pelaporan dan pembelajaran. 2. Tujuan Khusus a. Meningkatkan kesadaran tentang budaya keselamatan pasien b. Mengidentifikasi area membutuhkan
pengembangan
keselamatan untuk menyusun program berikut.
dalam budaya
c.
Mengetahui
faktor
pendukung
dan
penghambat
dalam
melaksanakan program keselamatan pasien khususnya pelaporandan pembelajar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Keselamatan pasien ( Patient Safety ) Rumah Sakit 1. Pentingnya Keselamatan Pasien Sejak awal tahun 2000 institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3 elemen : yaitu struktur, proses dan outcome dengan bermacam konsep dasar, program regulasi yang berwenang
misalnya penerapan SPO, Audit Medis,
Kredensialing dan Akreditasi. Program tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada struktur, proses maupun outcome. Namun perlu diakui bahwa pelayanan berkualitas tersebut masih terdapat Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang menyebabkan ketidakpuasan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang diterimanya. Dengan meningkatnya keselamatan pasien diharapkan kepercayaan pasien terhadap Rumah Sakit semakin meningkat. 2. Pengertian Keselamatan pasien ( Patient Safety ) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi aseseman resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya. 3. Tujuan a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit b. Menurunnya KTD c Terlaksananya program pencegahan terhadap KTD 4. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien Mengacu pada standar keselamatan pasien ,
maka rumah sakit harus
merancang proses baru atau memperbaiki proses lama yang sudah ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,menganalisa secara intensif KTD dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.Tujuh langkah menujukeselamatan pasien adalah sebagai berikut
a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien b.
Ciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka
dan adil c. Pimpin dan dukung staf anda d.
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di Rumah Sakit
e. lntegrasi aktivitas pengelolaan resiko f.
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan
resiko serta
lakukan identifikasidan assesmen hal yang potensial bermasalah g. Kembangkan system pelaporan Pastikan stat anda dengan
mudah dapat
melaporkan
kejadian/insiden
serta
rumah sakit mengatur pelaporan kepada Panitia Keselamatan Pasien RS : a. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien b. Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. c. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien d. Dorong stat untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu muncul.
• e. Cegah cidera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien f. Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan. B. Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit 1. Pengertian Budaya organisasi adalah suatu pola keyakinan, nilai-nilai perilaku, norma• norma yang disepakati/diterima
dan melingkupi
semua
proses sehingga
membentuk bagaimana seseorang berperilaku dan bekerja bersama. Budaya organisasi merupakan kekuatan yang sangat besar dan sesuatu yang tetap ada walaupun terjadi perubahan tim dan perubahan personal. Budaya keselamatan memiliki 4 pengertian utama: a.
Kesalahan (awareness) yang aktif dalam konstan tentang potensi terjadinya kesalahan
b.
Terbuka dan adil,
c. d.
Pendekatan sistem, Pembelanjaran dari pelaporan insiden.
Manfaat penting dari budaya keselamatan (NPSA, 2004 ) : a.
Organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi atau jika kesalahan telah terjadi
b.
Meningkatkan pelaporan insiden dan belajar dari insiden yang terjadi untuk mengurangi berulangnya dan keparahan dari insiden keselamatan.
c.
Kesadaran keselamatan pasien yaitu bekerja untuk mencegah error dan melaporkan bila terjadi kesalahan sehinnga dapat mengurangi cedera fisik dan psikis terhadap pasien.
d.
Mengurangi biaya pengobatan dan ekstra terapi.
e. Mengurangi sumber
daya
untuk
manajemen
komplain
dan klaim. f.
Mengurangi jumlah
staf yang
stres, merasa
bersalah,
malu, kehilangan kepercayaan diri, dan moril rendah 2. Komponen budaya keselamatan menurut Reason Menurut Reason, komponen budaya keselamatan terdiri atas budaya pelaporan, budaya adil, budaya fleksibel, dan budaya pembelanjaran. Keempat komponen tersebut
mengidentifikasikan nilai nilai kepercayaan dan perilaku yang ada
dalam organisasi dengan budaya informasi dimana insiden dilaporkan untuk dilakukan tindakan untuk meningkatkan keamanan. Oyang aman tergantung pada kesediaan karyawan untuk melaporkan kejadian cedera dan nearmiss (learning culture). Kerelaan
karyawan dalam
melaporkan
insiden
karena
kepercayaan bahwa manajemen akan memberikan support dan penghargaan terhadap pelaporan insiden dan tindakan disiplin diambil berdasarkan akibat dari resiko (risk taking), merupakan pelaksanaan budaya adil. Kerelaan karyawan untuk
melaporkan
insiden
karena atasan bersikap tenang ketika informasi
disampaikan sebagai bentuk penghargaan terhadap
pengetahuan
petugas,
merupakan pelaksanaan budaya fleksibel. Terpenting, kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa organisasi akan melakukan analisa informasi insiden untuk kemudian dilakukan perbaikan sistem, merupakan pelaksanaan budaya pembelanjaran. Interaksi antara komponen tersebut akan mewujudkan budaya keselamatan yang kuat.
a. Terbuka dan Adil Menurut NPSA (National Patient Safety Agency) (2006),
bagian yang
fundamental dari organisasi dengan budaya keselamatan adalah menjamin adanya keterbukaan dan adil. Keterbukaan dan adil berarti semua pegawai/staff berbagi informasi secara bebas dan terbuka mengenai insiden yang terjadi. Bagian yang paling mendasar dari organisasi dengan budaya keselamatan (culture of safety) adalah meyakinkan bahwa organisasi memiliki"keterbukaan dan adil" (being open and fair). lni berarti bahwa (NSPA, 2004) Staff yang terlibat dalam insiden merasa bebas untuk menceritakan insiden tersebut atau terbuka tentang insiden tersebut; 1) Staff dan organisasi bertanggung jawab untuk tindakan yang diambil; 2) Staff merasa bisa membicarakan semua insiden yang terjadi kepada teman sejawat dan atasannya; 3) Organisasi kesehatan lebih terbuka dengan pasien-pasien. Jika terjadi insiden, staff dan masyarakat akan mengambil pelajaran dari insiden tersebut; 4) Perlakuan yang adil terhadap staf jika insiden terjadi Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil kita harus menyingkirkan dua mitos utama: 1) Mitos kesempurnaan: jika seseorang berusaha cukup keras, mereka tidak akan berbuat kesalahan 2) Mitos hukuman: jika
kita
menghukum seseorang yang melakukan
kesalahan, kesalahan yang terjadi akan berkurang; tindakan remedial dan disipliner akan membawa perbaikan dengan meningkatnya motivasi. Terbuka dan adil sangat penting diterapkan karena staff tidak akan membuat laporan insiden jika mereka yakin kalau laporan tersebut akan menyebabkan mereka atau koleganya
kena hukuman atau tindakan disiplin.
yang terbuka dan adil akan membantu stat
Lingkungan
/karyawan untuk yakin membuat
suatu laporan insiden yang bisa menjadi pelajaran untuk perbaikan. b. Just Culture Just Culture adalah suatu lingkungan dengan keseimbangan antara keharusan untuk melaporkan insiden keselamatan pasien (tanpa takut dihukum) dengan perlunya tindakan disiplin. Organisasi perlu memahami dan mengakui bahwa
petugas garis depan rentan melakukan kesalahan yang biasanya bukan disebabkan oleh kesalahan tunggal individu namun karena sistem organisasi yang buruk. Incident Decision Tree (IDT} adalah suatu tool untuk membentuk mengidentifikasi apakah suatu tindakan dari individu karena: 1) Kesalahan sistem 2) Sengaja melakukan tindakan tidak sesuai prosedur 3) Melakukan unsafe act atau tindakan kriminal IDT merubah pertanyaan: "siapa yang harus disalahkan?" menjadi "Mengapaseseorang berbuat kesalahan." HUMAN ERROR
Slip, Lapse
TINDAKAN:
PERILAKU BERESIK O Tidak menyadari adanya resiko TINDAKAN :
Lakukan Perubahan: • Proses • Prosedur • Training • Desain DUKUNGAN
lnsentif untuk yang berperilaku "safety" • Tumbuhkan kesadaran akan safety PELATIHAN •
PERILAKU CEROBOH Secara sadar/sengaja resiko TINDAKAN: •
Tindakan Remedial
• Tindakan Hukuma HUKUMAN
c. Pendekatan sistem terhadap keselamatan Memiliki budaya keselamatan akan mendorong terciptanya lingkungan yang mempertimbangkan semua komponen sebagai faktor yang ikut berkontribusi terhadap insiden yang terjadi. Hal ini menghindari kecenderungan untuk menyalahkan individu dan lebih melihat kepada sistem di mana individu tersebut bekerja.Semua insiden patient safety mempunyai empat komponen dasar. Tiap komponen merupakan pendekatan sistem (NPSA,2004). Faktor Penyebab (Causal factors). Faktor ini berperan penting dalam setiap insiden. Menghilangkan faktor ini dapat mencegah atau mengurangi kemungkinan terulangnya kejadian yang sama.
3. Assesmen Budaya Keselamatan Rumah Sakit Keselamatan
pasien
merupakan
komponen
terpenting
dalam
mutu
pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan
harus
mampu meningkatkan
keselamatan
pasien dengan mengusahakan
terwujudnya budaya keselamatan. Dalam membangun budaya keselamatan, sangat penting bagirumah sakit melakukan
untuk
mengukur
perkembangan
budaya
dengan
pengukuran budaya secara berkala. Pengukuran pertama sangat
penting sebagai data dasar yang akan dipergunakan sebagai acuan penyusunan program. Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Hospital Survey on Patient Safety Culture),dikeluarkan oleh AHRQ (American Hoaspital Research and Quality) pada bulan November, 2004, didesain
untuk mengukur
opini staf
rumahsakit mengenai isue keselamatan pasien, medical errors, dan pelaporan insiden. Survey initerdiri atas 42 item yang mengukur 12 dimensi keselamatan pasien. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien dan Definisi •
DIMENSI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN 1. Komunikasi terbuka
2. Komunikasi dan Umpan balik Mengenai insiden
DEFINISI Staf bebas berbicara ketika mereka melihat sesuatu yang berdampak negative bagi pasien dan bebas menanyakan masalah tersebut kepada atasan Staff di beri informasi mengenai insiden yang terjadi, di beri umpan balik mengenai implementasi perbaikan, dan mendiskusikan cara untuk mencegah kesalahan
. 3 Frekuensi pelaporan insiden
Kesalahan dengan tipe berikut ini dilaporkan : a. Kesalahan di ketahui dan di koreksi sebelum mempengaruhi pasien b. Kesalahan tampa potensi cidera c. Kesalahan yang dapat menciderai pasien tapi tidak terjadi
4. Hand offs dan Transisi
lnformasi mengenai pasien yang penting dapat dikomunikasikan dengan baik antar unit dan antar shift.
5. Dukungan manajemen untuk keselamatan pasien
Manajemen rumah sakit mewujudkaniklim bekerja yang mengutamakan keselamatan pasien dan menunjukkan bahwa keselamatan pasien merupakan priotitas utama
6. Respon nonpunitif (tidak menghukum) terhadap kesalahan
Staf merasa kesalahan dan pelaporan insiden tidak dipergunakan untuk menyalahkan mereka dan tidak dimasukkan kedalam penilaian personal
7. Pembelajaran organisasi Peningkatan berkelanjutan
Kesalahan dipergunakan untuk perubahan kearah positif dan perubahan dievaluasi efektifitasnya
8. Persepsi keselamatan pasien secara keseluruhan
Prosedur dan system sudah baik dan mencegah kesalahan
9. Staffing
Jumlah staff cukup untuk menyelesaikan beban kerja dan jumlah jam kerja sesuai untuk meemberikan pelayanan terbaik
10. Ekspektasi dan Upaya Atasan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Atasan mempertimbangkan masukan sta untuk meningkatkan keselamatan pasien memberikan pujian bagi staf yang melaksanakan prosedur keselamatar pasien, dan tidak terlalu membesar• besarkan masalah keselamatan pasien
11. Kerja sama tim antar unit
12. Kerja sama dalam tim unit kerja
Unit kerja di rumah sakit bekerja sama dan berkoordinasi antara satu unit dengan unit yang lain untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien Staff Saling Mendukung satu sama lain dan bekerja sama
Survey ini juga mengandung dua pertanyaan kepada responden mengenai tingkat budaya keselamatan di unit kerja masing-masing dan banyaknya jumlah insiden yang telah mereka laporkan selama satu tahun terakhir. Sebagai tambahan, responden juga ditanyai mengenai latar belakang responden (unit kerja, jabatan staf, apakah mereka berinteraksi langsung dengan pasien atau tidak. 4. Pelaporan lnsiden Keselamatan Pasien Pelaporan
insiden keselamatan pasien merupakan kegiatan yang penting
dalam mengupayakan keselamatan pasien, hal ini bermanfaat sebagai proses pembelajaran bersama. Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu caranya adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang
dalam organisasi untuk peduli akan bahaya/potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan insiden penting karena
akan menjadi awal proses
pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali, pelaporan jugadapat digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya error sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi selanjutnya. Untuk memulai kegiatan pelaporan ini, perlu dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan.
lnsiden
yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi. Laporan insiden ini dibuat oleh semua staf rumah sakit yang pertama menemukan kejadian dan staf yang terlibat dalam suatu kejadian. Masalah yang sering
muncul dalam pelaporan insiden, diantaranya adalah laporan
dipersepsikan
sebagai
"pekerjaan
tambahan"
disembunyikan/underreport karena takut disalahkan,
perawat,
masih
laporan
serin
terlambat dalam pelaporan,
danlaporan miskin data karena ada budaya blame culture . Supaya kegiatan pelaporan dapat berjalan dengan baik, karyawan/perawat perlu diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan insiden ke tim KP secara internal (di rumah sakit) ataupun alur pelaporan secara eksternal (di luar rumah sakit), bagaimana cara mengisi formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa laporan tidak akan meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien yang terpenting adalah bagaimana melakukan suatu pembelajaran dari kesalahan tersebut sehingga nantinya akan dapat diambil solusi (redesain) sehingga kesalahan yang sama tidak akan terjadi lagi. Melalui sistem pelaporan dan investigasi yang baik dapat diungkap jenis kesalahan, jenis cedera, kegagalan petugas, kondisi
lingkungan
yang
memudahkan terjadinya esalahan. Data yang diperoleh melalui sistem pelaporan dianalisis dan digunakan untuk membuat rekomendasi untuk memperbaiki sistem yang ada WHO menyebutkan bahwa tujuan utama dari sistem pelaporan keselamatan pasien adalah untuk belajar dari pengalaman dan monitoring kemajuan program. Terdapat beberapa cara bahwa pelaporan dapat dimanfaatkan sebagai pembelajaran dan meningkatkan keselamatan pasien, yaitu :
a. Pertama, pelaporan dapat digunakan untuk menggeneralisasi bentuk kesiagaan terhadap bahaya-bahaya baru. b. Kedua, hasil suatu investigasi yang dilakukan oleh organisasi/kelompok pakar dapat disebarluaskan
kepada masyarakat kedokteran secara lebih
luas. c. Ketiga, analisis yang telah dilakukan oleh organisasi/kelompok pakar dapat mengungkap kegagalan sistem dan menjadi dasar membuat rekomendasi yang bersifat best
practice. Oleh kaena itu
pelaporan
merupakan' hal yang fundamental dalam dalam mendeteksi suatu risiko, kesalahan, dan KTD yang menimpa pasien 5. Karakteristik sistem pelaporan yang berhasil Non
punitif
(tidak
menghukum),
menentukankeberhasilan pengembangan menghukum
karakteristik
sistem
pelaporan
yang adalah
paling tidak
baik kepada pelapor maupun individu lain yang terlibat dalam
insiden. Budaya keselamatan pasien untuk tidak menghukum sangat bertentangan dengan
tradisi
lama
yang
menekankan
pada
"siapa
yang
salah".
Petugas/karyawan tidak akan melapor apabila mereka takut terhadap sanksi /hukuman. Konfidensial, berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pelaporan dengan meningkatnya tuntutan medikolegal. Agar sistem pelaporan dapat berjalan dengan baik, maka organisasi kesehatan perlu menjamin kerahasiaan pelapor.
Menjaga kerahasiaan
dalam sistem
pelaporan akan
meningkatkan secara signifikan partisipasi dalam pelaporan. Selain karena faktor takut akan sanksi dan hukuman, masalah konfidensial juga menjadi penghambat dalam sistem pelaporan.lndependen, sistem
pelaporan yang bersifat tidak
menghukum, menjaga kerahasiaan, dan independen merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah• pisahkan. Sistem pelaporan yang bersifat independen diartikan bahwa sisten pelaporan tersebut dibebaskan dari otoritas yang memiliki pengaruh untuk menghukum individu atau organisasi yang melaporkan. Dianalisis oleh ahli, tanpa peranan tim ahli yang mengetahui seluk beluk maka rekomendasi yang diberikan belum tentu dapat menjawab persoalan yang sebenarnya. Untuk menjadikan rekomendasi yang bersifat kredibel maka peran tim ahli dalam hal ini
sangat dominan untuk mencari sistem pelaporan.
Laporan harus dianalisis tepat waktu dan rekomendasi segera disebarkan secepat mungkin sehingga pihak terkait tidak kehilangan momentum. Apabila bahaya serius telah dapat diidentifikasi m a k a i n f o r m asi umpan balik harus segera diberikan. Berorientasi pada sistem, menurut WHO, 2005, kesalahan dan KTD yang terjadi lebih merupakan suatu "gejala" kelemahan sistem sehingga suatu laporan baik yang bersifat retrospektif atau prospektif (kondisi yang membahayakan) dapat digunakan sebagai pintu masuk menuju proses investigasi dan analisis kelemahan sistem. Sistem pelaporan yang baik diharapkan dapat menangkap kesalahan, near miss, kerugian, malfungsi alat dan teknologi dan kondisi lingkungan yang membahayakan. Melalui analisa secara sistem maka rekomendasi yang diberikan oleh para ahli dapat digunakan sebagai bentuk strategi general dalam rangka memperbaiki mutu dan keselamatan pasien.
Tabel Karakteristik sistem pelaporan yang berhasil KARAKTERISTIK Tidak Menghukum ( Non Punitive)
c Konfidensial
KARAKTERISTIK Pelapor Terbebas Dari Rasa Takut Dan hukuman Identitas Pelapor tidak sebutkan
Independent
Sistem Pelaporan tidak di pengaruhi oleh penguasa yang memiliki kekuatan hukum
Tepat Waktu
Laporan di analisa dalam waktu yang cepat
Berorientasi pada system
Rekomendasi berfokus pada perbaikan dan sistem
Responsif
Rekomendasi di tindak lanjut oleh instisusi yang menerima laporan
BAB Ill METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang metode yang digunakan dalam penelitian yang meliputi: rancangan penelitian, variabel dan definisi operasional, subyek penelitian, tempat dan
waktu
penelitian,
alat
pengumpul
data
pengumpulan data dan rencana analisis data. Rancangan
penelitian,
prosedur
dalam Penelitian ini
adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Menurut Wilson Diers
(1979)
dalam Nursalam
(2003), penelitian
deskriptif bertujuan untuk
menjelaskan, memberi suatu nama, situasi atau fenomena dalam menemukan ide baru. 1. Variabel dan Definisi Operasional Tabel Variabel dan Definisi Operasional VARIABEL 1. Budaya keselamatan Pasien RumahSakit
DEFINISI OPERASIONAL Suatu pola keyakinan, nilai-nilai perilaku, norma-norma yang disepakati diterima yang tercermin dari keinginan organisasi untuk belajar dari kesalahan di Rumah sakit
CARA PENGUKURAN Menggunakan kuesioner survey AHRQ yang terdiri atas 12 aspek dan 42 item pernyataan. Mengelompokka n dalam 4 komponen Budaya (Reason, 1997) Skala: Menggunakan skala Likert yang terdiri dari 5 label bergerak mulai dari sang at setuju, kadang-kadang, tidaksetuju, sangat tidak setuju.
HASIL PENGUKURAN
SKALA UKUR
Respon positif: pernyataan setuju/sangat setuju pada kalimat positifatau pernyataan tidak setuju atau sang at tidak setuju pada kalimat reversi
Nilai respon positif aspek item lebih dari 75% area kekuatan keselamatan rumah sakit nilai respon positif aspek / item kurang dari 50% area yang masih memerlukan pengembangan budaya keselamatan rumah sakit
2. Sistem pelaporan insiden keselamatan pasien
Merupakan secara tertulis adalah suatu alur pelaporan insiden untuk setiap kondisi
Formulir LAporan incident yang di kumpulkan oleh staff rumah sakit staf rs. Laporan insiden di kategorikan : KNC,KTD kematia, sentinel
3. Budaya pembelanjara n
Suatu budaya yang memerlukan pembelajaran dari insiden yang terjadi untuk perbaikan system
Lembar kerja RCA
Presentase insiden yang telah di lakukan analisa RCA
2. Subyek Penelitian a. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang
diteliti
(Arikunto,
2006; Notoatmojo, 2005) Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di Rumah Sakit. Tk. IV 01.07.06 Solok Dalam survey yang dilakukan mengambil sampel yang dapat dianggap dapat mewakili populasi dan representative, teknik pengambilan dengan Total Sampling dengan kriteria Inklusi dan eksklusi. b. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan seluruh unit yang ada di Rumah Sakit Tk. IV 01.07.06 Solok. c. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2022 3. lnstrumen dan lmplementasi nilai aspek Penelitian Penelitian ini menggunakan instrumen "Hospital Survey on Patient Safety Culture" (Survey Budaa Keselamatan oleh AHRQ
yang
sudah
digunakan dibeberapa
teruji
Pasien Rumah Sakit) yang disusun
validitas
dan
reabilitasnya
dan
sudah
negara untuk mengukur tingkat budaya keselamatan
pasien di rumah sakit. Instrumen ini dirancang untuk mengukur persepsi karyawan rumah sakit terhadap dan
issue keselamatan
pasien, medical errors,
pelaporan insiden Instrumen ini terdiri atas 42 item pertanyaan dalam 12
aspek keselamatan pasien yang menilai persepsi karyawan mengenai: a. Budaya keselamatan pasien level unit kerja: b. Budaya keselamatan pasien level managemen Rumah Sakit c. Pengukuran Outcome Budaya Keselamatan Rumah Sakit
Pertanyaan
dalam
budaya keselamatan. menghitung total presentase
survey
dikelompokkan
menjadi
aspek
Cara perhitungan nilai respon aspek adalah dengan
presentase
respon
positif
dari
setiap
aspek.Total
positif didapatkan dengan menghitung respon positif dari setiap
item dalam dimensi. Respon "sangat
ini dapat
setuju/setuju"
mengindikasikan
positif adalah
atau "sering/selalu"
respon
positif. Kemudian
jawaban atau
pada
"tidak
hitung jumlah
setiap
item
pernah/jarang" total
respon
masing masing item kemudian langkah berikutnya membagi respon positif terhadap total respon. Hasil yang diperoleh berupa prosentase. Respon positif untuk setiap aspek : Jumlah nilai respon positif item pada dimensi
X100 Jumlah total nilai respon item ( positif , netral , negative) pada aspek
4. Prosedur pengumpulan Data Sebelum pengumpulan data dimulai, peneliti melaporkan penelitian ke Kepala Rumah Sakit Tk. IV 01.07.06
Solok Setelah mendapatkan ijin, peneliti
melakukan koordinasi dengan Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Setelah jajaran manajemen Rumah Sakit memahami tujuan dan rancangan kegiatan penelitian, peneliti bersama tim keselamatan pasien rumah sakit melakukan kegiatan perencanaan untuk mengintegrasikan (menyatukan) kegiatan penelitian dengan program keselamatan pasien. Selanjutnya peneliti dan tim keselamatan pasien rumah
sakit
mengadakan pertemuan dengan
keselamatan pasien
mengumpulkan data dengan cara membagikan link Google Form kepadakaryawan yang tersebar diberbagai unit dan menjadi responden dalam penelitian ini. 5. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan secara bertahap, meliputi
editing, coding,
dan tabulating dengan menggunakan komputer (Hastono,2007).
BAB IV HASILSURVEY
1. Responden Demografi Dalam survey ini, jumlah responden adalah sebanyak 223 dan mencapai nilai respon rate 90%. Demografi responden berdasarkan jabatan adalah: Perawat 50.2%, Bidan 7%, Laboraorium/Analis 3,5%, dokter umum 2,2%, Farmasi 6,2%, dokter spesialis 2,9% dan lain lain 28,6%. Dan sebanyak 74,9% adalah petugas rumah sakit yang kontak langsung dengan pasien dan25,1% yang tidak kontak langsung dengan pasien Berdasarkan lama kerja di Rumah Sakit TK IV 01.07.06 Kota Solok responden yang bekerja < 1
tahun sebesar 6,6%, bekerja selama 1-5 tahun sebesar
36,1%, bekerja selama 6-10 tahun sebesar 25,6%, bekerja selama 1115 tahun sebesar 10,6%, bekerja selama 16-20 tahun sebesar 3,5% dan yang bekerja selama 21 tahun atau lebih sebesar 12,3%. Berdasarkan waktu jam kerja seminggu sebagian besar karyawan sebesar 59,9% bekerja diatas 40 jam dalam seminggu. • 2. Hasil Survey keseluruhan Berdasarkan grafik,
hasil persepsi
karyawan
mengenai
tingkat
budaya
keselamatan pasien tahun 2022 maka area kekuatan mulai dari kerjasama dalam unit kerja 86%, tindakan dan ekspektasi atasan dalam meningkatkan keselamatan pasien 77,9%,Perbaikan yang berkelanjutan 91%, dukungan manajemen terhadap keselamatan pasien 70,3%, persepsi umum mengenai keselamatan pasien 68,5%. Area membutuhkan pengembangan (nilai respon positif < 50%) adalah aspek keterbukaan informasi 59,2% dan tentang frekuensi melaporkan jika ada insiden 35,4%
KERJA SAMA DALAM SATU UNIT Saling mendukung antar staff di dalam unit
SKOR POSITIF 94,3%
Bekerja sama saat beban kerja meningkat Saling menghargai Saling membantu
88,1% 95,06% 67,4% 86%
EXPECTASI DAN TINDAKAN SUPERVISOR DALAM MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN Di puji saat melakukan sesuatu untuk meningkatkan kesalamatan pasien Mempertimbangkan staff untuk meningkatkan KP Kepatuhan terhadap prosedur saat tekanan kerja meningkat drastic Atasan menghadapi permasalahan Kp yang terjadi berulang PERBAIKAN YANG BERKELANJUTAN Aktif melakukan sesuatu untuk meningkatkan KP Kesalaham yang terjadi membawa perubahan positif Evaluasi setelah melakukan perubahan peningkatan KP
95,6% 93,4% 40.1% 82,8% 77,9 % 94,7% 85,5% 92,9% 91%
DUKUNGAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT TERHADAP KESELAMATAN PASIEN Manajemen rumah sakit menyediakan suasana kerja yang mempromosikan KP 92,1% Tindakan rumah sakit menunjukan bahwa KP adalah prioritas Manajemen rumah sakit tertarik tentang KP hanya terjadi setelah insiden
89,5% 29,5% 70,3%
PERSEPSI UMUM MENGENAI KESELAMATAN PASIEN KP tidak pernah dikorbankan untuk menyelesaikan lebih banyak pekerjaan Prosedur dan sitem yang baik untuk mencegah terjadinya kesalahan Hanya karena kebetulan saja kesalahan-kesalahan yang lebih serius tidak terjadi Kami memiliki masalah KP di unit ini UMPAN BALIK DAN KOMUNIKASI MENGENAI KESALAHAN Umpan balik tentang perubahan diberikan sesuai dengan laporan insiden Unit diberitahu mengenai insiden yang terjadi dalam unit tersebut Cara –cara untuk mencegah insiden di bahas dalam unit
86,85 78,8% 71,0% 37,4% H68,5%
91,2% 71,0% 95,2% 68,5%
KETERBUKAAN KOMUNIKASI Kebebasan berbicara saat melihan sesuatu yang berdampak negatif Kebebasan berpendapat kepada seseorang dengan otoritas lebih tinggi Staff takut untuk bertanya ketika sesuatu tampak tidak benar
69,2% 79,8% 28,7% 59,2%
FREKUENSI MELAPORKAN JIKA ADA INSIDEN KESELAMATAN PASIEN Seberapa sering melaporkan ketika terdapat KNC
SKOR POSITIF 30,4%
Seberapa sering melaporkan ketika terdapat KTC Seberapa sering melaporkan ketika terdapat KPC
36,2% 39,6% 35,4%
KERJASAMA ANTAR UNIT Ada kerjasama yang baik antar unit di rumah sakit yang harusnya bekerja sama Unit RS bekerjasama dengan baik untuk memberikan pelayanan terbaik Unit RS tidak berkoordinasi dengan baik satu sama lain Bekerjasama dengan staff dari unit lain sering kali tidak menyenangkan PENEMPATAN STAFF/KEPEGAWAIAN Jumlah staff cukup untuk menangani beban kerja Jam bekerja lebih lama dari waktu kerja yang optimal untuk pelayanan Lebih banyak menggunakan staff tenporer disbanding kan jumlah yang optimal Bekerja dalam mode krisis,melakukan dengan terburu-buru OPERAN DAN TRANSISI Terdapat hal-hal yang terabaikan ketika memindahkan pasien dari unit Informasi penting mengenai perawan pasien sering kali terlupakan saat pergantian shif Sering kali terjadi masalah dalam pertukaran informasi antar unit-unit di rumah sakit Pergantian shif merupakan masalah bagi pasien di rumah sakit
88,1% 92,1% 19,4% 12,8% 53,1% 65,7% 73,5% 56,8% 83,2% 69,8% 54,6% 65,7% 60,7% 78,0% 64,7%
RESPON YANG TIDAK MENGHUKUM TERHADAP SUATU KESALAHAN Staff merasa di tekan apabila melakukan kesalahan
56,4%
Ketika ada insiden yang di laporkan,seolah terasa orang yang terlibat yang di laporkan,bukan pada masalahnya Staff khawatir terhadap kesalahan yang mereka buat tersimpan dalam data personal mereka
37,5% 51,5% 36,3%
PEMBAHASAN
Hasil survey menunjukkan bahwa survey Budaya Keselamatan Pasien AHRQ (America Hospital Research and Quality) dapat digunakan untuk melakukan evaluasi Keberhasilan Program Keselamatan dalam membangun budaya keselamatan pasien terutama B pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien.. Hasil keseluruhan penilaian pada grafik diatas menunjukkan bahwa Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit (SBKPRS) dapat menilai perkembangan budaya keselamatan dari waktu ke waktu. Penilaian survey budaya keselamatan hanya menilai kondisi budaya keselamatan pada suatu waktu sehingga perlu dilakukan survey ulang untuk memantau perkembangan (Sorra, 2003). Survey budaya AHRQ menunjukkan bahwa melalui implementasi program kerja yang spesifik dapat meningkatkan level budaya keselamatan pasien. Mengubah budaya bukanlah cara yang mudah sehingga perlu mempersiapkandiri dengan melakukan penilaian awal kesiapan rumah sakit untuk mengetahui tingkat budaya awal (data dasar) dan mempersiapkan diri dengan mempersiapkan program kerja spesifik yang diperlukan. Untuk itu dalam melakukan survey awal budaya keselamatan pasien rumah sakit pada bulan Juni 2022.
Menurut hasil survey budaya awal, area yang membutuhkan pengembangan adalah: 1.
Aspek keterbukaan informasi
(40.13%)
karena hanya 39.1 %
karyawan dapatmempertanyakan keputusan atau tindakan yang diambil oleh atasannya. 2.
Aspek frekuensi melaporkan apabila ada kejadian insiden (40.13%)
karena masih Rendahnya budaya melaporkan apabila ada insiden Berdasarkan hasil tersebut diatas dan data obyektif keselamatan pasien dimana pada Tri wulan I tahun 2022 hanya ada 7 insiden yang terlaporkan 5 insiden kategori KNC dan 2 insiden kategori KTD, maka tingkat budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit Tk IV .01.07.06 Kota Solok berada pada level reaktif. Organisasi pada level reaktif sudah mempunyai system keselamatan pasien secara terbatas, organisasi memandang bahwa keselamatan
pasien sebagai
hal yang penting
namun aktifitas yang dilakukan hanya bersifat reaktif kala terjadi cidera medis (Ashcroft, 2005). Kondisi ini diperkuat oleh data pelaporan kejadian nyaris cidara tahun 2022 yang masih rendah.
Sebagai
upaya meningkatkan level budaya
keselamatan menuju tingkat generatif dimana sistem terus dipelihara dan diperbaiki dan menjadi bagian dari misi organisasi dan secara aktif mengevaluasi efektivitas intervensi yang dikembangkan dan terus belajar dari kegagalan dan kesuksesan, maka komite keselamatan pasien menyusun program implementasi keselamatan pasien yang mengacu pada hasil penilaian survey. Meningkatkan pelaporan insiden 1. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai keselamatan pasien : a.
Workshop internal :
keselamatan
pasien,alur pelaporan dan sistem
pembelanjaran di Rumah Sakit Tk. IV 01.07.06 Solok b.
Menyelenggarakan workshop keselamatan pasien dan manajemenrisiko
setiap tahun. 2. Kegiatan pembelajaran a. Menyelenggarakan analisis insiden :5 why, RCA (Root Cause Analysis) b. Menyelenggarakan pelatihan analisis FMEA kepada tim ManajemenRisiko 3. Meningkatkan komunikasi lisan 4. Meningkatkan komunikasi terbuka antar staff.
BAB VI ANALISA DAN TINDAK LANJUT A.
ANALISA 1. Aspek keterbukaan informasi mengenai insiden keselamatan pasien perlu ditingkatkan 2. Pelaporan insiden keselamatan pasien masih dibawah 50% artinyahanya sebagian saja yang melakukan pelaporan 3. Sumber daya manusia (ketenagaan dan pengetahuan karyawan tentang budaya dan keselamatan pasien masih relatif rendah) 4.
Adanya rasa kekawatiran karyawan terkait pelaporan insiden dan keselamatan pasien akan diberikan sanksi dan disimpan dalam file dokumen rumah sakit.
B. SARAN 1. Meningkatkan pelaporan insiden 2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai keselamatan pasien baik melalui workshop eksternal maupun internal 3. Meningkatkan komunikasi terbuka antar stat
•
4. Meningkatkan kegiatan pembelajaran dengan FMEA dan RCA
C. TINDAK LANJUT 1. Sosialisasi pasien safety dan pelaporan insiden keselamatan pasien oleh Tim KPRS 2. In house Training tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien
Solok, 30 Juni 2022 Kepala Rumah Sakit Tk. IV 01.07.06 Solok
dr. David M. Purba, M.Ked (Surg), Sp.B Mayor Ckm NRP. 11060003160380
DAFT AR PUSTAKA 1.
Arjaty D, Daklam Materi Workshop Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko Klinik, 2010
2.
Arikunto, S. (2006), Posedur Penelitian Suatu Pedekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
3.
Budiarto, E . (2004). Metologi Penelitian Kedokteran Sebuah Pengantar. Cetakan I. Jakarta : ECG
4.
Cahyono,
Suharjo,
J.B.
(2008).
Membangun Budaya Keselamatan
Pasien dalam Praktik Kedokteran, Yogyakarta: Kanisius, Cetakan ke-5 5.
PERSI-KKP-RS.
(2011).
Kumpulan
Materi Workshop
KeselamatanPasien dan Manajemen RisikoK!inis : Jakarta
•