10.1.hasil Pengukuran Budaya Keselamatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 16.04.01 RUMAH SAKIT TINGKAT IV 16.07.01 TERNATE



HASIL PENGUKURAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN



KOMITE PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN



TERNATE TAHUN 2022



KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas RahmatNya penyusunan Laporan hasil pengukuran Budaya Keselamatan Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternatetahun 2022 ini dapat terwujud. Laporan hasil pengukuran budaya keselamatan pasien ini berisikan laporan hasil survey yang menggambarkan budaya keselamatan di Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternate, dalam melaksanakan program membutuhkan koordinasi dan komunikasi yang baik antara kepala bidang/kepala bagian, keperawatan, penunjang, ketehnisian lain, administrasi atau staf dan pihak lainnya dirumah sakit. Laporan hasil survey budaya keselamatan pasien ini diharapkan dapat digunakan untuk acuan peningkatan program budaya keselamatan pasien untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik lagi terhadap pasien.Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan budaya keselamatan. Kami menyadari bahwa laporan hasil pengukuran Budaya Keselamatan Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternate ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, berbagai kritik dan saran untuk perbaikannya sangat diharapkan sebagai upaya menerapkan kemajuan budaya yang baik untuk peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternate Semoga laporan hasil pengukuran budaya keselamatan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.



Tim PMKP



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Keselamatan Pasien ( Patient Safety ) adalah merupakan issue global dan nasional bagi rumah sakit dan merupakan komponen penting dari mutu pelayanan kesehatan. Perhatian dan fokus pada Keselamatan Pasien ini didorong oleh tingginya kejadian KTD atau adverse event di rumah sakit baik secara global maupun nasional. KTD diberbagai Negara diperkirakan sebesar 4.0-16,6 % ( Vincent 2005 dan Raleigh 2009 ). Dan hampir 50% merupakan kejadian yang bisa dicegah ( Cahyono 2008 dan Yahya 2011 ). Adanya KTD tersebut selain berdampak pada peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit ke area



Blaming, menimbulkan konflik



antara



dokter/petugas kesehatan lain dengan pasien dan tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum yang dapat merugikan rumah sakit. Data KTD di Indonesia masih sangat sulit diperoleh secara lengkap dan akurat, tetapi dapat diamsusikan tidaklah kecil ( KKP-RS,2006 )



Langkah penting yang harus dilakukan adalah membangun budaya keselamatan. Maka langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan survey budaya keselamatan pasien rumah sakit. Survey budaya keselamaan pasien bermanfaat untuk mengetahui tingkat budaya keselamatan pasien sebagai acuan untuk menyusun program dan melakukan evaluasi keberhasilan program. Assesemen dalam survey ini menggambarkan tingkat budaya keselamatan pasien dalam satu waktu tertentu saja sehingga membutuhkan pengulangan asesemen secara berkala untuk menilai perkembangannya. Berdasarkan uraian diatas maka kami dari komite peningkatan mutu dan keselamatan pasien tertarik untuk melakukan survey



B. Rumusan Masalah Bagaimana gambaran tingkat implementasi program kerja komite peningkatan mutu dan keselamatan pasien Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternate dalam membangun budaya keselamatan pasien khususnya sistem pelaporan dan budaya belajar.



C. Tujuan Survey 1. Tujuan Umum Melakukan evaluasi terhadap program kerja yang telah dilakukan sebagai upaya membangun budaya keselamatan Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternate khusunya sistem pelaporan dan pembelajaran. 2. Tujuan Khusus a. Meningkatkan kesadaran tentang budaya keselamatan pasien b. Mengidentifikasi area membutuhkan pengembangan dalam budaya keselamatan untuk menyusun program berikutnya c. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan program keselamatan pasien khususnya pelaporandan pembelajaran.



D. Manfaat Survey 1.



2.



Bagi pimpinan Bagi pimpinan Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternate a. Memberikan masukan tentang gambaran budaya keselamatan pasien yang ada di Bagi pimpinan Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternate b. Sebagai bahan masukan untuk kebijakan terkait dengan pelaksanaan program keselamatan pasien, khususnya dalam membangun budaya keselamatan Bagi Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien a. Dapat dipergunakan untuk evaluasi tingkat keberhasilan program kerja tim keselamatan pasien b. Dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun program kerja keselamatan pasien yang sesuai dengan karakteristik rumah sakit



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Keselamatan pasien ( Patient Safety ) Rumah Sakit 1. Pentingnya Keselamatan Pasien Sejak awal tahun 2000 institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada 3 elemen : yaitu struktur, proses dan outcome dengan bermacam konsep dasar, program regulasi yang berwenang misalnya penerapan SPO, Audit Medis, Kredensialing dan Akreditasi. Program tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada struktur, proses maupun outcome. Namun perlu diakui bahwa pelayanan berkualitas tersebut masih terdapat Kejadian Tidak Diinginkan ( KTD ) yang menyebabkan ketidakpuasan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang diterimanya. Dengan meningkatnya keselamatan pasien diharapkan kepercayaan pasien terhadap Rumah Sakit semakin meningkat. 2. Pengertian Keselamatan pasien ( Patient Safety ) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi aseseman resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya. 3. Tujuan a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit b. Menurunnya KTD c. Terlaksananya program pencegahan terhadap KTD 4. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien Mengacu pada standar keselamatan pasien , maka rumah sakit harus merancang proses baru atau memperbaiki proses lama yang sudah ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,menganalisa secara intensif KTD dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien adalah sebagai berikut : a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien b. Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil c. Pimpin dan dukung staf anda d. Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di Rumah Sakit



e. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko f. Kembangkan sistem dan proses pengelolaan resiko serta lakukan identifikasidan assesmen hal yang potensial bermasalah.



g. Kembangkan sistem pelaporan Pastikan staf anda dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta rumahsakit mengatur pelaporan kepada Panitia Keselamatan Pasien RS :



a. b. c. d. e. f.



B.



Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien Dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu muncul. Cegah cidera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.



Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit



1. Pengertian Budaya organisasi adalah suatu pola keyakinan, nilai-nilai perilaku, normanorma yang disepakati/diterima dan melingkupi semua proses sehingga membentuk bagaimana seseorang berperilaku dan bekerja bersama. Budaya organisasi merupakan kekuatan yang sangat besar dan sesuatu yang tetap ada walaupun terjadi perubahan tim dan perubahan personal. Budaya keselamatan memiliki 4 pengertian utama: a. Kesadaran (awareness) yang aktif dan konstan tentang potensi terjadinya kesalahan, b. Terbuka dan adil, c. Pendekatan sistem, d. Pembelanjaran dari pelaporan insiden. Manfaat penting dari budaya keselamatan (NPSA, 2004): a. Organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi atau jika kesalahan telah terjadi b. Meningkatkan pelaporan insiden dan belajar dari insiden yang terjadi untuk mengurangi berulangnya dan keparahan dari insiden keselamatan. c. Kesadaran keselamatan pasien yaitu bekerja untuk mencegah error dan melaporkan bila terjadi kesalahan sehinnga dapat mengurangi cedera fisik dan psikis terhadap pasien. d. Mengurangi biaya pengobatan dan ekstra terapi. e. Mengurangi sumber daya untuk manajemen komplain dan klaim.



f. Mengurangi jumlah staf yang stres, merasa bersalah, malu, kehilangan kepercayaan diri, dan moril rendah. 2. Komponen budaya keselamatan menurut Reason Menurut Reason, komponen budaya keselamatan terdiri atas budaya pelaporan, budaya adil, budaya fleksibel, dan budaya pembelanjaran. Keempat komponen tersebut mengidentifikasikan nilai-nilai kepercayaan dan perilaku yang ada dalam organisasi dengan budaya informasi dimana insiden dilaporkan untuk dilakukan tindakan untuk meningkatkan keamanan. Organisasi yang aman tergantung pada kesediaan karyawan untuk melaporkan kejadian cedera dan nearmiss (learning culture). Kerelaan karyawan dalam melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa manajemen akan memberikan support dan penghargaan terhadap pelaporan insiden dan tindakan disiplin diambil berdasarkan akibat dari resiko (risk taking), merupakan pelaksanaan budaya adil. Kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena atasan bersikap tenang ketika informasi disampaikan sebagai bentuk penghargaan terhadap pengetahuan petugas, merupakan pelaksanaan budaya fleksibel. Terpenting, kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa organisasi akan melakukan analisa informasi insiden untuk kemudian dilakukan perbaikan sistem, merupakan pelaksanaan budaya pembelanjaran. Interaksi antara komponen tersebut akan mewujudkan budaya keselamatan yang kuat



a. Terbuka dan Adil Menurut NPSA (National Patient Safety Agency) (2006), bagian yang fundamental dari organisasi dengan budaya keselamatan adalah menjamin adanya keterbukaan dan adil. Keterbukaan dan adil berarti semua pegawai/staff berbagi informasi secara bebas dan terbuka mengenai insiden yang terjadi. Bagian yang paling mendasar dari organisasi dengan budaya keselamatan (culture of safety) adalah meyakinkan bahwa organisasi memiliki “keterbukaan dan adil” (being open and fair ). Ini berarti bahwa (NSPA, 2004) Staff yang terlibat dalam insiden merasa bebas untuk menceritakan insiden tersebut atau terbuka tentang insiden tersebut; 1) Staff dan organisasi bertanggung jawab untuk tindakan yang diambil; 2) Staff merasa bisa membicarakan semua insiden yang terjadi kepada teman sejawat dan atasannya; 3) Organisasi kesehatan lebih terbuka dengan pasien-pasien. Jika terjadi insiden, staff dan masyarakat akan mengambil pelajaran dari insiden tersebut; 4) Perlakuan yang adil terhadap staf jika insiden terjadi



Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil kita harus menyingkirkan dua mitos utama: 1) Mitos kesempurnaan: jika seseorang berusaha cukup keras, mereka tidak akan berbuat kesalahan 2) Mitos hukuman: jika kita menghukum seseorang yang melakukan kesalahan, kesalahan yang terjadi akan berkurang; tindakan remedial dan disipliner akan membawa perbaikan dengan meningkatnya motivasi. Terbuka dan adil sangat penting diterapkan karena staff tidak akan membuat laporan insiden jika mereka yakin kalau laporan tersebut akan menyebabkan mereka atau koleganya kena hukuman atau tindakan disiplin. Lingkungan yang terbuka dan adil akan membantu staf /karyawan untuk yakin membuat suatu laporan insiden yang bisa menjadi pelajaran untuk perbaikan.



b. Just Culture Just Culture adalah suatu lingkungan dengan keseimbangan antara keharusan untuk melaporkan insiden keselamatan pasien (tanpa takut dihukum) dengan perlunya tindakan disiplin. Organisasi perlu memahami dan mengakui bahwa petugas garis depan rentan melakukan kesalahan yang biasanya bukan disebabkan oleh kesalahan tunggal individu namun karena sistem organisasi yang buruk. Incident Decision Tree (IDT) adalah suatu tool untuk membentuk mengidentifikasi apakah suatu tindakan dari individu karena: 1) Kesalahan sistem 2) Sengaja melakukan tindakan tidak sesuai prosedur 3) Melakukan unsafe act atau tindakan kriminal IDT merubah pertanyaan: “siapa yang harus disalahkan?” menjadi “Mengapaseseorang berbuat kesalahan.” HUMAN ERROR



PERILAKU BERESIKO



PERILAKU CEROBOH



Slip, Lapse



Tidak menyadari adanya resiko



Secara sadar/sengaja mengabaikan resiko



TINDAKAN:



TINDAKAN:



TINDAKAN:



Lakukan Perubahan: • Proses • Prosedur • Training • Desain DUKUNGAN







Insentif untuk yangberperilaku “safety” • Tumbuhkan kesadaran akan safety PELATIHAN



• •



Tindakan Remedial Tindakan Hukuman



HUKUMAN



c. Pendekatan sistem terhadap keselamatan Memiliki budaya keselamatan akan mendorong terciptanya lingkungan yang mempertimbangkan semua komponen sebagai faktor yang ikut berkontribusi terhadap insiden yang terjadi. Hal ini menghindari kecenderungan untuk menyalahkan individu dan lebih melihat kepada sistem di mana individu tersebut bekerja.Semua insiden patient safety mempunyai empat komponen dasar. Tiap komponen merupakan pendekatan sistem (NPSA,2004). Faktor Penyebab (Causal factors). Faktor ini berperan penting dalam setiap insiden. Menghilangkan faktor ini dapat mencegah atau mengurangi kemungkinan terulangnya kejadian yang sama. 3.



Assesmen Budaya Keselamatan Rumah Sakit Keselamatan pasien merupakan komponen terpenting dalam mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan harus mampu meningkatkan keselamatan pasien dengan mengusahakan terwujudnya budaya keselamatan. Dalam membangun budaya keselamatan, sangat penting bagi rumah sakit untuk mengukur perkembangan budaya dengan melakukan pengukuran budaya secara berkala. Pengukuran pertama sangat penting sebagai data dasar yang akan dipergunakan sebagai acuan penyusunan program. Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Hospital Survey on Patient Safety Culture),dikeluarkan oleh AHRQ (American Hoaspital Research and Quality) pada bulan November, 2004, didesain untuk mengukur opini staf rumah sakit mengenai isue keselamatan pasien, medical errors, dan pelaporan insiden. Survey initerdiri atas 42 item yang mengukur 12 dimensi keselamatan pasien.



Dimensi Budaya Keselamatan Pasien dan Definisi



DIMENSI BUDAYA KESELAMATAN PASIEN 1. Komunikasi terbuka



2. Komunikasi dan Umpan balik mengenai insiden



DEFINISI



Staf bebas berbicara ketika mereka melihat sesuatu yang berdampak negatif bagi pasien dan bebas menanyakan masalah tersebut kepada atasan Staf diberi informasi mengenai insiden yang terjadi, diberi umpan balik mengenai implementasi perbaikan, dan mendiskusikan cara untuk mencegah kesalahan



3. Frekuensi pelaporan insiden



Kesalahan dengan tipe berikut ini dilaporkan: a. Kesalahan diketahui dan dikoreksi sebelum mempengaruhi pasien b. Kesalahan tanpa potensi cederapada pasien c. Kesalahan yang dapat mencederai pasien tetapi tidak terjadi



4. Hand offs dan Transisi



Informasi mengenai pasien yang penting dapat dikomunikasikan dengan baik antar unit dan antar shift.



5. Dukungan manajemen untuk keselamatan pasien



Manajemen rumah sakit mewujudkan iklim bekerja yang mengutamakan keselamatan pasien dan menunjukkan bahwa keselamatan pasien merupakan priotitas utama



6. Respon nonpunitif (tidak menghukum) terhadap kesalahan



Staf merasa kesalahan dan pelaporan insiden tidak dipergunakan untuk menyalahkan mereka dan tidak dimasukkan kedalam penilaian personal



7. Pembelajaran organisasi Peningkatan berkelanjutan



Kesalahan dipergunakan untuk perubahan kearah positif dan perubahan dievaluasi efektifitasnya Prosedur dan sistem sudah baik dalam mencegah kesalahan dan hanya ada sedikit masalah keselamatan pasien



8. Persepsi keselamatan pasien secara keseluruhan 9. Staffing



Jumlah staf cukup untuk menyelesaikan beban kerja dan jumlah jam kerja sesuai untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk keselamatan pasien



10.Ekspektasi dan Upaya Atasan dalam meningkatkan keselamatan pasien



Atasan mempertimbangkan masukan staf untuk meningkatkan keselamatan pasien, memberikan pujian bagi staf yang melaksanakan prosedur keselamatan pasien, dan tidak terlalu membesarbesarkan masalah keselamatan pasien



11. Kerja sama tim antar unit



Unit kerja di rumah sakit bekerja sama dan berkoordinasi antara satu unit dengan unit yang lain untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien



12. Kerja sama dalam tim unit kerja



Staf saling mendukung satu sama lain, saling menghormati, dan bekerja sama sebagai tim



Survey ini juga mengandung dua pertanyaan kepada responden mengenai tingkat budaya keselamatan di unit kerja masing-masing dan banyaknya jumlah insiden yang telah mereka laporkan selama satu tahun terakhir. Sebagai tambahan, responden juga ditanyai mengenai latar belakang responden (unit kerja, jabatan staf, apakah mereka berinteraksi langsung dengan pasien atau tidak. 4.



Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Pelaporan insiden keselamatan pasien merupakan kegiatan yang penting dalam mengupayakan keselamatan pasien, hal ini bermanfaat sebagai proses pembelajaran bersama. Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu caranya adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya/potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan insiden penting karena akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali, pelaporan juga dapat digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya error sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi selanjutnya. Untuk memulai kegiatan pelaporan ini, perlu dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan. Insidenyang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi. Laporan insiden ini dibuat oleh semua staf rumah sakit yang pertama menemukan kejadian dan staf yang terlibat dalam suatu kejadian. Masalah yang sering muncul dalam pelaporan insiden, diantaranya adalah laporan masih dipersepsikan sebagai “pekerjaan tambahan” perawat, laporan sering disembunyikan/underreport karena takut disalahkan, terlambat dalam pelaporan, dan laporan miskin data karena ada budaya blame culture . Supaya kegiatan pelaporan dapat berjalan dengan baik, karyawan/perawat perlu diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan insiden ke tim KP secara internal (di rumah sakit) ataupun alur pelaporan secara eksternal (di luar rumah sakit), bagaimana cara mengisi formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa laporan tidak akan meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan



pasien, yang terpenting adalah bagaimana melakukan suatu pembelajaran dari kesalahan tersebut sehingga nantinya akan dapat diambil solusi (redesain) sehingga kesalahan yang sama tidak akan terjadi lagi. Melalui sistem pelaporan dan investigasi yang baik dapat diungkap jenis kesalahan, jenis cedera, kegagalan petugas, kondisi lingkungan yang memudahkan terjadinya kesalahan. Data yang diperoleh melalui sistem pelaporan dianalisis dan digunakan untuk membuat rekomendasi untuk memperbaiki sistem yang ada. WHO menyebutkan bahwa tujuan utama dari sistem pelaporan keselamatan pasien adalah untuk belajar dari pengalaman dan monitoring kemajuan program. Terdapat beberapa cara bahwa pelaporan dapat dimanfaatkan sebagai pembelajaran dan meningkatkan keselamatan pasien, yaitu : a. Pertama, pelaporan dapat digunakan untuk menggeneralisasi bentuk kesiagaan terhadap bahaya-bahaya baru. b. Kedua, hasil suatu investigasi yang dilakukan oleh organisasi/kelompok pakar dapat disebarluaskan kepada masyarakat kedokteran secara lebih luas. c. Ketiga, analisis yang telah dilakukan oleh organisasi/kelompok pakar dapat mengungkap kegagalan sistem dan menjadi dasar membuat rekomendasiyang bersifat best practice. Oleh kaena itu pelaporan merupakan` hal yang fundamental dalam dalam mendeteksi suatu risiko, kesalahan, dan KTD yang menimpa pasien. 5.



Karakteristik sistem pelaporan yang berhasil Non punitif (tidak menghukum), karakteristik yang paling menentukan keberhasilan pengembangan sistem pelaporan adalah tidak menghukum baik kepada pelapor maupun individu lain yang terlibat dalam insiden. Budaya keselamatan pasien untuk tidak menghukum sangat bertentangan dengan tradisi lama yang menekankan pada “siapa yang salah”. Petugas/karyawan tidak akan melapor apabila mereka takut terhadap sanksi /hukuman. Konfidensial, berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pelaporan dengan meningkatnya tuntutan medikolegal. Agar sistem pelaporan dapat berjalan dengan baik, maka organisasi kesehatan perlu menjamin kerahasiaan pelapor. Menjaga kerahasiaan dalam sistem pelaporan akan meningkatkan secara signifikan partisipasi dalam pelaporan. Selain karena faktor takut akan sanksi dan hukuman, masalah konfidensial juga menjadi penghambat dalam sistem pelaporan.Independen, sistem pelaporan yang bersifat tidak menghukum, menjaga kerahasiaan, dan independen merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah- pisahkan. Sistem pelaporan yang bersifat independen diartikan bahwa sisten pelaporan tersebut dibebaskan dari otoritas yang memiliki pengaruh untuk menghukum individu atau organisasi yang melaporkan. Dianalisis oleh ahli, tanpa peranan tim ahli yang mengetahui seluk beluk maka rekomendasi yang diberikan belum tentu dapat menjawab persoalan yang sebenarnya. Untuk menjadikan rekomendasi yang bersifat kredibel maka peran tim ahli dalam hal ini sangat dominan untuk mencari sistem pelaporan.



Laporan harus dianalisis tepat waktu dan rekomendasi segera disebarkan secepat mungkin sehingga pihak terkait tidak kehilangan momentum. Apabila bahaya serius telah dapat diidentifikasi maka informasi umpan balik harus segera diberikan. Berorientasi pada sistem, menurut WHO, 2005, kesalahan dan KTD yang terjadi lebih merupakan suatu “gejala” kelemahan sistem sehingga suatu laporan baik yang bersifat retrospektif atau prospektif (kondisi yang membahayakan) dapat digunakan sebagai pintu masuk menuju proses investigasi dan analisis kelemahan sistem. Sistem pelaporan yang baik diharapkan dapat menangkap kesalahan, near miss, kerugian, malfungsi alat dan teknologi dan kondisi lingkungan yang membahayakan. Melalui analisa secara sistem maka rekomendasi yang diberikan oleh para ahli dapat digunakan sebagai bentuk strategi general dalam rangka memperbaiki mutu dan keselamatan pasien. Tabel Karakteristik sistem pelaporan yang berhasil



KARAKTERISTIK



KARAKTERISTIK



Tidak menghukum (non punitive)



Pelapor terbebas dari rasa takut akan hukuman dan balas dendam



Konfidensial



Identitas pelapor, pasien dan institusitidak disebutkan



Independen



Sitem pelaporan tidak dipengaruhi oleh penguasa yang memiliki kekuatan untuk menghukum pelapor/institusi



Dianalisis oleh ahli



Laporan dianalisis oleh seseorang / tim yang memiliki kemampuan berpikir dalam kerangka sistem



Tepat waktu



Laporan dianalisis dalam waktu yang cepat, demikian pula dengan rekomendasi yang diberikan



Berorientasi pada sistem



Rekomendasi berfokus perbaikan dalam sistem, atau produk daripada menyalahkan individu.



Responsif



Rekomendasi yang diberikan ditindaklanjuti oleh institusi/ organisasi yang menerima laporan



pada proses, bersifat



BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang metode yang digunakan dalam penelitian yang meliputi: rancangan penelitian, variabel dan definisi operasional, subyek penelitian, tempat dan waktu penelitian, alat pengumpul data penelitian, prosedur pengumpulan data dan rencana analisis data. Rancangan dalam Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Menurut Wilson Diers (1979) dalam Nursalam (2003), penelitian deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, memberi suatu nama, situasi atau fenomena dalam menemukan ide baru.



1. Variabel dan Definisi Operasional Tabel Variabel dan Definisi Operasional



VARIABEL



1. Budaya keselamatan Pasien Rumah Sakit



DEFINISI OPERASIONAL Suatu pola keyakinan, nilainilai perilaku, norma-norma yang disepakati/diteri ma yang tercermin dari keinginan organisasi untuk belajardari kesalahandi Rumah sakit



CARA PENGUKURAN Menggunakan kuesioner survey AHRQ yang terdiri atas 12 aspek dan 42 item pernyataan. Mengelompokk an dalam 4 komponen budaya (Reason, 1997) Skala: Menggunakan skala Likert yang terdiri dari 5 label bergerak mulai dari sangat setuju, setuju, kadangkadang, tidak setuju, sangat tidak setuju.



HASIL PENGUKURAN Respon positif: pernyataan setuju/sangat setuju pada kalimat positif atau pernyataan tidak setuju atau sangat tidak setuju pada kalimat reversi



SKALA UKUR



Nilai respon positif aspek/item >75%: Area Kekuatan budaya keselamatan RS Nilai Respon positif aspek/item ≤50%: Area yang masih memerlukan pengembang an budaya keselamatan RS



VARIABEL



2. Sistem pelaporan insiden keselamatan pasien



3. Budaya pembelanjaran



DEFINISI OPERASIONAL



Merupakan secara tertulis Adalah suatu alur pelaporan insiden untuk setiap kondisi potensial cedera dan insiden yang menimpa pasien, keluarga, maupun pengunjung kemudian dilakukan analisa akar masalah untuk melakukan perbaikan sistem di Rumah Sakit



CARA PENGUKURAN



Formulir laporan insiden yang dikumpulkan oleh staf RS. Laporan insiden dikategorikan: KNC, KTD, kematian, sentinel



Lembar Kerja RCA Suatu budaya yang mengutamakan pembelanjaran dari insiden yang terjadi untuk perbaikkan sistem



HASIL PENGUKURAN



Presentase pelaporan insiden.



Presentase insiden yang telah dilakukan analisa RCA



SKALA UKUR



2.



a.



b.



c.



Subyek Penelitian Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang diteliti (Arikunto, 2006; Notoatmojo, 2005). Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di Rumah Sakit Tk III 04.06.02 Bhakti Wira Tamtama. Dalam survey yang dilakukan mengambil sampel yang dapat dianggap dapat mewakili populasi dan representative, teknik pengambilan dengan random sampling sejumlah 25 % dari total populasi Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan seluruh unit yang ada di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2022



3. Instrumen dan Implementasi nilai aspek Penelitian Penelitian ini menggunakan instrumen “Hospital Survey on Patient Safety Culture” (Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang disusun oleh AHRQ yang sudah teruji validitas dan reabilitasnya dan sudah digunakan dibeberapa negara untuk mengukur tingkat budaya keselamatan pasien di rumah sakit. Instrumen ini dirancang untuk mengukur persepsi karyawan rumah sakit terhadap issue keselamatan pasien, medical errors, dan pelaporan insiden. Instrumen ini terdiri atas 42 item pertanyaan dalam 12 aspek keselamatan pasien yang menilai persepsi karyawan mengenai: a. Budaya keselamatan pasien level unit kerja: b. Budaya keselamatan pasien level managemen Rumah Sakit c. Pengukuran Outcome Budaya Keselamatan Rumah Sakit Pertanyaan dalam survey ini dapat dikelompokkan menjadi aspek budaya keselamatan. Cara perhitungan nilai respon aspek adalah dengan menghitung total presentase respon positif dari setiap aspek.Total presentase positif didapatkan dengan menghitung respon positif dari setiap item dalam dimensi. Respon positif adalah jawaban pada setiap item “sangat setuju/setuju” atau “sering/selalu” atau “tidak pernah/jarang” mengindikasikan respon positif. Kemudian hitung jumlah total respon masing masing item kemudian langkah berikutnya membagi respon positif terhadap total respon. Hasil yang diperoleh berupa prosentase. Respon positif untuk setiap aspek :



Jumlah nilai respon positif item pada dimensi X100 Jumlah total Nilai respon items (positif, netral, negative) pada aspek



4. Prosedur pengumpulan Data Sebelum pengumpulan data dimulai, peneliti melaporkan penelitian ke Kepala Bagi pimpinan Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternate Setelah mendapatkan ijin, peneliti melakukan koordinasi dengan Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Setelah jajaran manajemen Rumah Sakit memahami tujuan dan rancangan kegiatan penelitian, peneliti bersama tim keselamatan pasien rumah sakit melakukan kegiatan perencanaan untuk mengintegrasikan (menyatukan) kegiatan penelitian dengan program keselamatan pasien. Selanjutnya peneliti dan tim keselamatan pasien rumah sakit mengadakan pertemuan dengan keselamatan pasien mengumpulkan data dengan cara membagikan link Google Form kepada karyawan yang tersebar diberbagai unit dan menjadi responden dalam penelitian ini.



5. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan secara bertahap, meliputi : editing, coding, dan tabulating dengan menggunakan komputer (Hastono,2007).



BAB IV HASIL SURVEY



1. Responden Demografi Dalam survey ini, jumlah responden adalah sebanyak 143 dan mencapai nilai respon rate 90%. Demografi responden berdasarkan jabatan adalah: Perawat 39.2%, Bidan 9.1%, Laboraorium/Analis 9.1%, dokter umum 9.1%, Farmasi 7,2%, dokter spesialis 4.6% dan lain lain 21,7%. Dan sebanyak 81.1% adalah petugas rumah sakit yang kontak langsung dengan pasien dan 18.9% yang tidak kontak langsung dengan pasien Berdasarkan lama kerja Bagi pimpinan Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternate responden yang bekerja < 1 tahun sebesar 7%, bekerja selama 1-5 tahun sebesar 31.5%, bekerja selama 6-10 tahun sebesar 23.8%, bekerja selama 11- 15 tahun sebesar 14.7%, bekerja selama 16-20 tahun sebesar 12.6% dan yang bekerja selama 21 tahun atau lebih sebesar 10.5%. Berdasarkan waktu jam kerja seminggu sebagian besar karyawan sebesar 65.7% bekerja diatas 40 jam dalam seminggu.



2. Hasil Survey keseluruhan Berdasarkan grafik, hasil persepsi karyawan mengenai tingkat budaya keselamatan pasien tahun 2022 maka area kekuatan mulai dari kerjasama dalam unit kerja 85%, tindakan dan ekspektasi atasan dalam meningkatkan keselamatan pasien 65.8%, perbaikan yang berkelanjutan 93%, dukungan manajemen terhadap keselamatan pasien 74.8%, persepsi umum mengenai keselamatan pasien 71.05%. Area membutuhkan pengembangan (nilai respon positif < 50%) adalah aspek keterbukaan informasi 40.13% dan tentang frekuensi melaporkan jika ada insiden 40.13% Nilai Respon Positif Aspek Budaya Keselamatan Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternate



hasil survey 2022 100% 80% 60% 40% 20% 0%



93%



85% 65.80%



71.05% 74.80%



79.50% 55.76% 40.13%



40.13%



Gambaran dimensi budaya keselamatan pasien



53.12%



KERJASAMA DALAM SATU UNIT SKOR POSITIF Saling mendukung antar staf di dalam unit



92,4%



Bekerja sama saat beban kerja meningkat



92,3%



Saling menghargai



92,3%



Saling membantu



63% 85%



EKSPEKTASI DAN TINDAKAN SUPERVISOR DALAM MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN Dipuji saat melakukan sesuatu untuk meningkatkan keselamatan pasien (KP) 61,9% Mempertimbangkan masukan staf untuk meningkatkan KP



81,8%



Kepatuhan terhadap prosedur saat tekanan pekerjaan meningkat



58%



Atasan menghadapi permasalahan KP yang terjadi berulang



61,5% 65.8%



PERBAIKAN YANG BERKELANJUTAN Aktif melakukan sesuatu untuk meningkatkan KP



95,1%



Kesalahan yang terjadi membawa perubahan positif



90,9%



Melakukan evaluasi setelah melakukan perubahan peningkatan KP



93% 93%



DUKUNGAN MANAJEMEN TERHADAP KESELAMATAN PASIEN Manajemen Rumah Sakit menyediakan iklim kerja yang mempromosikan KP



72,7%



Tindakan Manajemen RS menunjukkan bahwa KP adalah prioritas



87,5%



Manajemen RS tertarik tentang KP hanya terjadi setelah insiden



64,3% 74.8%



PERSEPSI UMUM MENGENAI KESELAMATAN PASIEN KP tidak pernah dikorbankan untuk menyelesaikan lebih banyak pekerjaan



93%



Prosedur dan sistem baik untuk mencegah kesalahan terjadi



81,8%



Hanya karena kebetulan saja kesalahan – kesalahan yang lebih serius tidakterjadi Kami memiliki masalah keselamatan pasien di unit ini



54,8% 54,6% 71.05%



UMPAN BALIK DAN KOMUNIKASI MENGENAI KESALAHAN Umpan balik tentang perubahan diberikan sesuai dengan laporan insiden



35%



Unit diberitahu mengenai insiden yang terjadi dalam unit tersebut



47,6%



Cara – cara untuk mencegah insiden dibahas di dalam unit



84,7% 55.76%



KETERBUKAAN KOMUNIKASI SKOR POSITIF Kebebasan berbicara saat melihat sesuatu yang berdampak negatif



44,1%



Kebebasan berpendapat kepada seseorang dengan otoritas lebih tinggi



60,9%



Staf takut untuk bertanya ketika sesuatu tampak tidak benar



68,55% 40,13%



FREKUENSI MELAPORKAN BILA ADA INSIDEN KESELAMATAN PASIEN Seberapa sering melaporkan ketika terdapat KNC



44,1%



Seberapa sering melaporkan ketika terdapat KTC



35%



Seberapa sering melaporkan ketika terdapat KPC



41,3% 40.13%



KERJASAMA ANTAR UNIT Ada kerjasama yang baik antar unit rumah sakit yang harusnya bekerja sama



79%



Unit RS bekerja sama dengan baik untuk memberikan perawatan terbaik



87,4%



Unit RS tidak berkoordinasi dengan baik satu sama lain



79%



Bekerja sama dengan staf dari unit lain seringkali tidak menyenangkan



72,7% 79.5%



PENEMPATAN STAF / KEPEGAWAIAN Jumlah staf cukup untuk menangani beban kerja



58,1%



Jam bekerja lebih lama daripada waktu kerja yang optimal utk pelayanan



69,9%



Lebih banyak menggunakan staf temporer dibandingkan jumlah yang optimal



16%



Bekerja dalam mode krisis , melakukan dengan terburu – buru



68,5% 53.12%



OPERAN DAN TRANSISI Terdapat hal – hal yang terabaikan ketika memindahkan pasien dari unit Informasi penting mengenai perawatan pasien seringkali terlupakan pada saat pergantian giliran



67,8%



Sering kali terjadi masalah dalam pertukaran informasi antara unit – unit di RS



70 %



Pergantian giliran merupakan masalah bagi pasien di RS ini



84,6%



73 %



73.6% RESPON YANG TIDAK MENGHUKUM TERHADAP SUATU KESALAHAN Staf merasa ditekan bila melakukan kesalahan



71,3%



Ketika ada insiden yang dilaporkan, seolah terasa bahwa orang yang terlibatlah yang dilaporkan, bukan pada masalahnya



76,9%



Staf khawatir terhadap kesalahan yang mereka buat tersimpan dalam data personel mereka



28,9% 59.03%



BAB V PEMBAHASAN Hasil survey menunjukkan bahwa survey Budaya Keselamatan Pasien AHRQ (America Hospital Research and Quality) dapat digunakan untuk melakukan evaluasi Keberhasilan Program Keselamatan dalam membangun budaya keselamatan pasien terutama budaya pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien.. Hasil keseluruhan penilaian pada grafik diatas menunjukkan bahwa Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit (SBKPRS) dapat menilai perkembangan budaya keselamatan dari waktu ke waktu. Penilaian survey budaya keselamatan hanya menilai kondisi budaya keselamatan pada suatu waktu sehingga perlu dilakukan survey ulang untuk memantau perkembangan (Sorra, 2003). Survey budaya AHRQ menunjukkan bahwa melalui implementasi program kerja yang spesifik dapat meningkatkan level budaya keselamatan pasien. Mengubah budaya bukanlah cara yang mudah sehingga perlu mempersiapkan diri dengan melakukan penilaian awal kesiapan rumah sakit untuk mengetahui tingkat budaya awal (data dasar) dan mempersiapkan diri dengan mempersiapkan program kerja spesifik yang diperlukan. Untuk itu dalam melakukan survey awal budaya keselamatan pasien rumah sakit pada bulan April 2022 . Menurut hasil survey budaya awal, area yang membutuhkan pengembangan adalah: 1. Aspek keterbukaan informasi (40.13%) karena hanya 39.1% karyawan dapat mempertanyakan keputusan atau tindakan yang diambil oleh atasannya. 2. Aspek frekuensi melaporkan apabila ada kejadian insiden (40.13%) karenamasih 3. Rendahnya budaya melaporkan apabila ada insiden Berdasarkan hasil tersebut diatas dan data obyektif keselamatan pasien dimana pada Tri wulan I tahun 2022 hanya ada 7 insiden yang terlaporkan 5 insiden kategori KNC dan 2 insiden kategori KTD, maka tingkat budaya keselamatan pasien RS Bhakti Wira Tamtama berada pada level reaktif. Organisasi pada level reaktif sudah mempunyai system keselamatan pasien secara terbatas, organisasi memandang bahwa keselamatan pasien sebagai hal yang penting namun aktifitas yang dilakukan hanya bersifat reaktif kala terjadi cidera medis (Ashcroft, 2005). Kondisi ini diperkuat oleh data pelaporan kejadian nyaris cidara tahun 2022 yang masih rendah. Sebagai upaya meningkatkan level budaya keselamatan menuju tingkat generatif dimana sistem terus dipelihara dan diperbaiki dan menjadi bagian dari misi organisasi dan secara aktif mengevaluasi efektivitas intervensi yang dikembangkan dan terus belajar dari kegagalan dan kesuksesan, maka komite keselamatan pasien menyusun program implementasi keselamatan pasien yang mengacu pada hasil penilaian survey



Meningkatkan pelaporan insiden 1. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai keselamatan pasien : Workshop internal: keselamatan pasien, alur pelaporan dan sistem pembelanjaran Bagi pimpinan Rumah Sakit Tingkat Iv 16.07.01 Ternate a. Menyelenggarakan workshop keselamatan pasien dan manajemenrisiko setiap tahun. 2. Kegiatan pembelajaran a. Menyelenggarakan analisis insiden : 5 why, RCA (Root Cause Analysis) b. Menyelenggarakan pelatihan analisis FMEA kepada tim ManajemenRisiko 3. Meningkatkan komunikasi lisan 4. Meningkatkan komunikasi terbuka antar staf.



BAB VI ANALISA DAN TINDAK LANJUT



A.



ANALISA 1. Aspek keterbukaan informasi mengenai insiden keselamatan pasienperlu ditingkatkan 2. Pelaporan insiden keselamatan pasien masih dibawah 50% artinyahanya sebagian saja yang melakukan pelaporan 3. Sumber daya manusia (ketenagaan dan pengetahuan karyawan tentang budaya dan keselamatan pasien masih relatif rendah) 4. Adanya rasa kekawatiran karyawan terkait pelaporan insiden dan keselamatan pasien akan diberikan sanksi dan disimpan dalam file dokumen rumah sakit.



B. SARAN 1. Meningkatkan pelaporan insiden 2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai keselamatanpasien baik melalui workshop eksternal maupun internal 3. Meningkatkan komunikasi terbuka antar staf 4. Meningkatkan kegiatan pembelajaran dengan FMEA dan RCA



C. TINDAK LANJUT 1. Sosialisasi pasien safety dan pelaporan insiden keselamatan pasien olehTim KPRS 2. In house Training tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien



Ternate, 1 April 2022 Kepala Rumah Sakit



dr.Dramora Nepy Asmara Sp.P,. M.Biome Mayor Ckm/ Nrp : 11070042180179



DAFTAR PUSTAKA



1. Arjaty D, Daklam Materi Workshop Keselamatan Pasien dan ManajemenRisiko 2. 3. 4. 5.



Klinik, 2010 Arikunto, S. (2006), Posedur Penelitian Suatu Pedekatan Praktik.Jakarta : Rineka Cipta. Budiarto, E . (2004). Metologi Penelitian Kedokteran Sebuah Pengantar. Cetakan I. Jakarta : ECG Cahyono, Suharjo, J.B. (2008). Membangun Budaya Keselamatan Pasiendalam Praktik Kedokteran, Yogyakarta : Kanisius, Cetakan ke-5 PERSI-KKP-RS. (2011). Kumpulan Materi Workshop Keselamatan Pasien dan Manajemen RisikoKlinis : Jakarta