Height Equivalent of Theoritical Plate [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HEIGHT EQUIVALENT OF THEORITICAL PLATE (HETP) I.



Tujuan



Menentukan nilai Height Equivalent of Theoritical Plate (HETP) atau tinggi bahan isian dalam suatu kolom yang memberikan perubahan komposisi sama dengan perubahan komposisi yang dicapai oleh satu plate teoritis atau ekivalen dengan satu plat teoritis.



II.



Dasar Teori



Distilasi Distilasi adalah suatu operasi untuk memisahkan larutan yang relatif volatil menjadi komponen-komponen penyusunnya atas dasar perbedaan titik didih dengan jalan menambahkan panas ke dalam campuran yang akan dipisahkan. Pada operasi distilasi fase cair berada pada titik didihnya, sedangkan fase uap berada dalam kesetimbangan pada titik embunnya. Perpindahan massa dari fasa cair terjadi dengan penguapan dan dari fasa uap terjadi dengan pengembunan yang berlangsung secara simultan. Masing-masing komponen campuran umpan terdapat di dalam kedua fase itu, hanya berbeda jumlah relatifnya. Pada larutan ideal volatilitas dapat dikaitkan langsung dengan tekanan uap murni masing-masing. Distilasi banyak digunakan untuk memisahkan campuran cairan agar menjadi campuran yang lebih murni. Keuntungan pemisahan secara distilasi adalah tidak diperlukannya komponen tambahan, sehingga tidak diperlukan komponen tambahan, sehingga tidak diperlukan proses lebih lanjut untuk menghitung senyawa yang ditambahkan tersebut. Alat yang diperlukan untuk operasi distilasi dapat berupa kolom berplat dengan sieve tray atau bubble cap tray, atau dapat pula menggunakan kolom dengan bahan isian (packing). Faktor-faktor penting dalam merancang dan mengoperasikan kolom plat adalah jumlah plat yang diperlukan untuk mendapatkan pemisahan yang dikehendaki, diameter kolom, kalor yang diperlukan dalam pendidihan, kalor yang dibuang pada kondensor, jarak antar plat yang dipilih, dan konstruksi plat. Gambar di bawah menunjukkan diagram neraca bahan untuk contoh umum fasilitas distilasi kontinyu. Neraca massa untuk sistem tersebut adalah : Neraca bahan total



F=D+B



Neraca komponen



F XF = D XD + B XB



Dengan mengeliminasi B dari kedua persamaan di atas, diperoleh :



D F







XF  XB XD  XB



Dan eliminasi D menghasilkan : B F







XD  XF XD  XB



Umpan



Kolom Distilasi



Pendingin



Hasil atas Refluks



D.XD



Lo.Xo



F.XF Pemanas



Hasil bawah B.XB



Gambar 1.



Fasilitas destilasi secara kontinyu



Pengertian HETP Bahan isian padat dan inert yang memiliki luas permukaan per satuan volume kolom dapat digunakan sebagai pengganti bubble cap plate. Berapa tinggi bahan isian dalam kolom yang bisa memberikan suatu komposisi produk pemisahan campuran tertentu harus dievaluasi. Suatu kolom dengan bahan isian dibagi-bagi dalam unit-unit atau satuan-satuan tinggi bahan isian, dimana setiap satuan tinggi bahan isian mampu menghasilkan uap dan cairan keluar dari satuan ini dalam keadaan setimbang. Menurut definisi, pada satu plat edeal, uap dan cairan yang meninggalkan plat ideal juga pada keadaan kesetimbangan fase atau kesetimbangan termodinamik. Berarti satu satuan unit kolom tersebut ekivalen dengan satu plat ideal. Inilah konsep HETP. Karena itu dapat dinyatakan bahwa :



Tinggi bahan isian (Z) = jumlah plat ideal atau teoritis (N) x HETP



Tentu saja pernyataan ini berlaku untuk sesuatu operasi pemisahan tertentu, seperti kolom isian pada operasi penyulingan, absorpsi, dan ekstraksi. Penggunaan pernyataan HETP diperlukan, karena dapat menggantikan proses bertingkat berlawanan arah, meskipun dari segi teoritis dipandang kurang fundamental. HETP harus dievaluasi secara eksperimen, karena HETP berubah oleh tipe, jenis, ukuran bahan isian, sangat dipengaruhi pula oleh kecapatan aliran kedua fluida (uap, cairan) maupun kisaran konsentrasi. Karena itu diperlukan banyak data eksperimen.



Evaluasi Jumlah Plat Teoritis (N) Tinggi bahan isian (Z) ditentukan oleh nilai N atau jumlah plat teoritis dan nilai HETP. Jumlah plat teoritis N dapat dievaluasi menurut metode McGabe-Thiele (campuran biner) atau persamaan Fenske-Underwood.



Metode McGabe-Thiele Persyaratan : Dalam diagram entalpi-komposisi, garis uap jenuh dan cairan jenuh keduanya berupa garis lurus dan sejajar Kecepatan aliran molal tetap Panas laten penguapan mendekati tetap Campuran biner, ideal Untuk evaluasi jumlah plat teoritis (N) diperlukan data kesetimbangan termodinamik atau y versus x, pada suhu tekanan operasi tertentu. Biasanya mol fraksi i dalam umpan, produk atas dan bawah dan kondisi termal umpan diketahui. Kita masih perlu melukiskan garis-garis operasi berikut :



Garis operasi atas RD XD Yn1  Xn  RD  1 RD  1



Garis operasi atas ini akan memotong sumbu y pada : X



D RD  1



Garis q Y



q 1q



X



XF 1q



q adalah panas untuk menguapkan 1 mol umpan semula menjadi uap, dibagi panas laten penguapannya. Dari nilai q yang didapat, bisa dihitung lereng garis q yaitu -q/(1-q) sehingga garis q dapat dilukis dengan lereng ini melalui titik umpan (ZF) di diagonal. Beberapa harga q untuk berbagai kondisi umpan dapat diketahui sebagai berikut : q > 1, umpan dingin q = 1, umpan pada titik gelembung (zat cair jenuh) 0 < q < 1, umpan sebagian berwujud uap q = 0, umpan pada titik embun (uap jenuh) q < 0, umpan uap panas lanjut



Garis Opersasi Bawah BXB Lm Ym1  Xm  Lm  B Lm  B



Jika langsung digunakan persamaan ini kita memerlukan data panas di sekitar reboiler. Supaya mudah, kita cari saja titik potong antara garis operasi atas dan garis q, misalnya titik P. kemudian hubungkan titik P dengan titik XB. Jika ketiga garis tersebut sudah dapat dilukis, maka jumlah plat teoritis dapat dievaluasi.



XD q



Zf



XD RD  1



XB



Gambar 2.



Evaluasi N secara grafik



Metode Fenske-Underwood Persyaratan : Refluks total Nilai sifat penguapan relatif tetap Kecepatan aliran molal dan penguapan tetap. Jika dipakai refluks total, garis operasi atas dan bawah berimpit dengan garis diagonal, dan jumlah plat teoritis minimal (Nm). Menurut Fenske-Underwood berikut :



 XD (1  XB )   X (1  X )   B  1 D 



log Nmin 



logαavg



avg adalah volatilitas relatif rata-rata =



α α B D



untuk campuran biner ideal AB dapat ditentukan dengan persamaan o P A α  o AB P B



dengan : o P A



:



tekanan uap murni zat A pada suhu tertentu



o P B



:



tekanan uap murni zat B pada suhu tertentu



dalam hal ini komponen zat A adalah lebih volatil dari pada komponen zat B.



III.



BAHAN KERJA



Alkohol Aquadest



IV.



ALAT KERJA



Rangkaian alat destilasi Piknometer Termometer Neraca analitik Alat-alat gelas 7



3



Keterangan :



5



1. 2. 3. 4. 5. 6.



Pemanas listrik Labu leher tiga Thermometer Kolom isian Kran refluks Penampung destilat 7. Pendingin tegak



6 4



3



2



1



Gambar 3.



V.



Rangkaian Alat Percobaan



Langkah Kerja



1. Larutan alkohol 30% dibuat dengan mengencerkan alkohol absolut (100%), sebanyak 500 mL. Suhu larutan dicatat.



2. Alat distilasi dirangkai, kolom distilasi diisi hingga tinggi bahan isian mencapai 40 cm. 3. Sebanyak 400 mL dimasukkan ke labu leher tiga, alat pemanas dinyalakan. 4. Hasil distilasi ditampung dan diukur dengan piknometer. 5. Seri larutan alkohol dibuat dengan konsentrasi 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan 100%. Masing-masing larutan diukur densitasnya. 6. Suhu bawah dan atas dicatat. 7. Densitas residu diukur.



VI.



Data Pengamatan



Tinggi bahan isian : 40 cm. V umpan : 400 mL Konsentrasi umpan (XF) : 30% Suhu : 30°C Massa piknometer kosong : 10,0283 g Massa piknometer + air : 15,6576 g Massa piknometer + alkohol 30% : 15,4200 g Massa piknometer + alkohol 40% : 15,3743 g Massa piknometer + alkohol 50% : 15,2824 g Massa piknometer + alkohol 60% : 15,1414 g Massa piknometer + alkohol 70% : 14,9841 g Massa piknometer + alkohol 80% : 14,8146 g Massa piknometer + alkohol 90% : 14,6932 g Massa piknometer + alkohol 100% : 14,4830 g



Suhu bawah : 86°C Suhu atas : 75°C



Massa distilat + piknometer : 1. 14,6627 g 2. 14,6226 g 3. 14,6145 g 4. Rata – rata : 14,6466 g Massa residu + piknometer : 1. 15,4772 g 2. 15,5181 g 3. 15,4994 g 4. Rata – rata : 15,4952 g



VII.



Pengolahan Data



Massa air dalam piknometer = (15,6576 – 10,0283) g = 5,6293 g Densitas air pada 30°C = 0,9957 g/mL V piknometer = (5,6293 g) / (0,9957 g/mL) = 5,6536 mL Massa piknometer + alkohol 30% : 15,4200 g Massa larutan 30% = (15,4200 – 10,0283) g = 5,3917 g Densitas larutan 30% = (5,3917 g) / (5,6536 mL) = 0,9537 g/mL Dengan cara yang sama, didapat data sebagai berikut : Tabel 1.



Hubungan konsentrasi dengan densitas larutan alkohol konsentrasi 30% 40% 50% 60% 70% 80%



densitas (g/mL) 0,9537 0,9456 0,9293 0,9044 0,8766 0,8466



90% 100%



0,8251 0,7879



Dari data tabel 1 tersebut, kemudian dibuat grafik konsentrasi vs densitas : 00,001



densitas (g/mL)



00,001 00,001



y = -0.2427x + 1.0414 R² = 0.979



00,001 00,000 00,000 00,000 0



0.2



0.4



0.6



0.8



1



1.2



konsentrasi alkohol (fraksi massa)



Gambar 4.



Grafik hubungan konsentrasi dengan densitas alkohol



Dari grafik gambar 4 didapat persamaan y = -0,2427x + 1,0414, dengan y densitas dalam g/mL dan x konsentrasi (fraksi massa) alkohol. Densitas distilat



= massa distilat / volume = (14,6466 g – 10,0283 g) / (5,6536 mL) = 0,8169 g/mL



Densitas residu



= massa residu / volume = (15,4952 g – 10,0283 g) / (5,6536 mL) = 0,9670 g/mL



Dari persamaan yang didapat di gambar 4, maka konsentrasi distilat dapat ditentukan : 0,8169 = -0,2427x + 1,0414 X = (0,8169 – 1,0414) / (-0,2427) X = 0,9250 = 92,50 %