Hemiparesis + Diag+tata Lak+hemihypesthesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pendahuluan Hemiparesis Definisi Hemiparesis Hemiparesis adalah suatu kondisi yang umumnya disebabkan oleh stroke atau cerebral palsy, meski bisa juga disebabkan oleh multiple sclerosis, tumor otak, dan penyakit lain pada sistem saraf atau otak. Kata “hemi” berarti, “satu sisi, sementara”, sedangkan “paresis” berarti “kelemahan”. Ada yang menyebutkan sebagai bahwa Hemiparesis adalah istilah medis untuk menggambarkan suatu kondisi adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh atau ketidakmampuan untuk menggerakkan anggota tubuh pada satu sisi.Istilah ini berasal dari kata hemi



yang



berarti



separuh,



setengah,



atau



satu



sisi



dan



paresis



yang



berarti



kelemahan.Hemiparesis juga sering disebut hemiparese. Dalam sebuah penelitian “Muscle Strengthening for Hemiparesis after Stroke: A MetaAnalysis” yang dilakukan Wist, et all (2016), (Wist et al., 2016) dijelaskan bahwa setelah mengalami stroke, hemiparesis merupakan gangguan motorik yang serius dan mempengaruhi 65% korban stroke.Paresis didefinisikan sebagai perubahan kemampuan untuk menghasilkan tingkat kekuatan otot normal. Hal ini menyebabkan postur tubuh yang tidak normal dan peregangan refleks, dan hilangnya gerakan yang normal. Etiologi Penyebab utama terjadinya hemiparesis adalah adanya kerusakan otak pada salah satu sisi. Kerusakan otak pada sisi tertentu akan menyebabkan terjadinya kerusakan anggota tubuh pada sisi yang berlawanan. Kerusakan otak yang paling utama disebabkan oleh stroke.Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak, bisa berupa perdarahan atau penyumbatan. Selain disebabkan oleh penyakit stroke, hemiparesis dapat juga disebabkan oleh : a. Trauma hebat pada kepala yang menyebabkan kerusakan otak. b. Infeksi pada otak dan juga selaput otak. c. Cacat sejak lahir. d. Cerebral palsy. e. Multiple sclerosis. f. Tumor otak.



g. Kerusakan korda spinalis (serabut saraf yang berada di dalam tulang belakang). h. Atau berbagai penyakit lain yang dapat berpengaruh pada sistem saraf . Patofisiologi Pada tahapan awal stroke, gambaran klinis yang biasanya muncul adalah paralisis dan hilang atau menurunnya reflek pada tendon dalam. Apabila reflex tendon dalam ini kembali muncul (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat di lihat. Hemiparesis adalah kelumahan pada salah satu sisi bagian tubuh, biasanya diakibatkan oleh adanya lesi saluran kortikospinalis, yang berjalan menurun dari kortikal neuron di lobus frontal ke motor neuron sumsum tulang belakang dan bertanggung jawab untuk pergerakan otot-otot tubuh dan anggota tubuhnya. Pada saluran tersebut melalui beberapa bagian batang otak, yaitu otak tengah, pons dan medula, masing-masing saluran yang melintasi ke sisis berlawanan pada bagian terendah dari medula (mementuk struktur anatomi disebut sebagai piramida) dan turun di sepanjang sisi berlawanan dari sumsum tulang belakang untuk memenuhi kontralateral motor neuron. Sehingga sebelah sisi otak mengontrol pergerakan otot dari sisi yang berlawanan dari tubuh dan dengan demikin gangguan saluran kortikospinalis kanan pada batang otak atau struktur otak atas menyebabkan hemiparesis pada sisi kiri tubuh begitu pula sebaliknya. Di sisi yang lain, lesi pada saluran sumsum tulang belakang menyebabkan hempirasesis pada sisi yang sama dari tubuh. Otot pada wajah juga dikendalikan oleh saluran yang sama. Saluran yang mengaktifkan wajah (ganglion) dan saraf wajah muncul dari nukleus mengaktifkan otot-otot wajah selama kontraksi otot wajah. Karena inti wajah terletak pada pons atas decussation tersebut, lesi pada saluran pons atau struktur atas menimbulkan hemiparesis pada sisi tubuh yang berlawanan dan paresis pada sisi yang sama pada wajah yang disebut dengan hemiparesis kontralateral. jika wajah pasien tidak terlibat, ini sangat sugestif dari lesi saluran pada bagian bawah batang otak atau sum-sum tulang belakang. Karena sumsum tulang belakang merupakan struktur yang paling kecil, sehingga apabila terjadi lesi tidak hanya terjadi kelumpuhan di satu sisi, tetapi kedua sisi. Oleh karena itu, lesi pada sumsum tulang belakang biasanya dapat menimbulkan kelumpuhan pada kedua lengan dan kaki (quadriparesis) atau kedua kaki (paraparesis).



Gambar 1. Patofisiologi Hemiparesis Gejala Gejala yang paling dapat dilihat dari pasien yang mengalami hemiparesis adalah tidak dapat menggerakan secara normal otot-otot wajah, lengan, tangan, dan tungkai bawah pada salah satu sisi.Pergerakan yang ada sangat kecil dan mungkin tidak terlihat jelas.Derajat kelemahan otototot tersebut tergantung dari seberapa parah gangguan yang terjadi di otak ataupun jalur saraf lainnya. Akibat adanya kelemahan otot-otot pada salah satu sisi tubuh, maka gejala lain dapat menyertai hemiparasis seperti: a. Hilang keseimbangan. b. Tidak dapat berjalan.



c. Sulit untuk memegang benda d. Kelemahan otot e. Koordinasi gerak yang terganggu. f. Gangguan berbicara. g. Sulit melakukan aktivitas sehari-hari.



Hemihypesthesia Gejala hemihypesthesia salah satu gejala yang paling biasa dalam neurologi. Ini terjadi pada hampir setiap pasien yang mengalami stroke. Istilah "hemihypesthesia" maksudnya penurunan kepekaan pada satu sisi batang - kiri atau kanan. Semua sensasi yang membantu seseorang yang berhubungan dengan kerja sistem saraf pusat. Fungsi dan anatomi reseptor Pembagian reseptor di seluruh permukaan badan, dan juga pada organ dalam. Dibagian beberapa jenis: 1. Exteroreceptors merasakan kerengsaan dangkal, mereka bertanggungjawab untuk kesakitan, sentuhan dan kepekaan suhu; 2. Interoreseptor terletak di organ dalaman; 3. Proprioceptor diperlukan untuk merasakan spasial - jaringan otot rangka, perubahan badan. Area refleks kepekaan dangkal dan dalam berbeda antara satu sama lain. Apabila impuls tiba, memberi isyarat kesakitan atau rangsangan suhu, persyaratan dihantar ke saraf tunjang. Selanjutnya, serat melewati batas saraf tunjang . Naik ke atas, impuls memasuki 3 neuron yang terletak di puncak bukit optik. Dari sana, isyarat kawasan memasuki kortikal - gyrus pusat posterior dan kawasan parietal. Neuron pertama dengan kepekaan mendalam, seperti yang dangkal, terletak di saraf tunjang. Dari sana - dihantar ke medulla oblongata. Pautan kedua arka refleks terletak di inti lajur posterior. Di tempat ini, gelung medial terbentuk - jalur serat saraf. Neuron ketiga terletak di inti puncak bukit optik. Selanjutnya - serat dibahagikan: sebahagian daripadanya diarahkan ke gyrus pusat, beberapa ke kawasan cerebellum dan parietal. Etiologi dan patogenesis Hemihipesthesia berkembang dengan salah satu pautan arka refleks rusak. Dengan kerusakan pada bagian atas sistem saraf (korteks serebrum, medula oblongata), penurunan kepekaan yang



tepat di sisi yang bertentangan karena persimpangan. Oleh itu, jika seseorang diserang stroke sisi kiri, maka hemihypesthesia akan menjadi sisi kanan. Pada tahap saraf tunjang, maka kehilangan kepekaan termasuk bagian yang terkena.



Gambar 2. Patofisiologi Hemihypesthesia



Gejala khas Kehilangan untuk merasakan sensasi di satu sisi badan dapat mewujudkan dirinya dengan cara yang berbeda. Sensasi menurun di bagian melintang badan, lengan dan kaki, kehilangan kepekaan kawasan bulat pada wajah dan di kawasan genital. Tanda-tanda ini mencirikan jenis gangguan segmen .







Ketidakupayaan untuk merasakan pergerakan badan. Berkembang mengikut jenis konduktif dalam proses patologi pada saraf tunjang.







Kehilangan kepekaan di bawah luka yang terkena.



Pasien terganggu oleh gejala penyakit keracunan pada penyakit radang, gangguan pergerakan, perubahan ucapan, strabismus, penyelewengan ciri wajah, dll. Diagnostik Diagnosis dibuat semasa pemeriksaan neurologi. Sindrom ini tidak muncul sebagai patologi bebas, tetapi ada latar belakang beberapa jenis penyakit. 1. Terapi etiotropik - obat vaskular, nootropik; 2. Vitamin B untuk meningkatkan metabolisme saraf; 3. Pengembangan otot - melatih pergerakan lengan dan kaki yang biasa; .Dengan peningkatan risiko stroke (serebrovaskular akut), penting untuk tekanan darah, obat antiplatelet, menormalkan berat badan dan melepaskan tabiat buruk. Hemihypesthesia adalah penurunan kepekaan ujung saraf reseptor terhadap rangsangan dan sensasi yang lebih rendah (beberapa rangsangan menyebabkan sensasi). Hipestesia adalah suatu kepekaan pada kedua-dua belah pihak. Awalan intuisi hanya melibatkan satu sisi. Dengan hemihypesthesia, kepekaan dapat menurun secara terhadap sensasi sentuhan, sakit, suhu (separa) atau kepada semua jenis pada masa yang sama (jumlah). Dengan pelbagai jenis kerusakan pada otak dan saraf tunjang, kepekaan mendalam atau dangkal, reaksi terhadap sejuk, panas, sakit mungkin berlanjutan atau tidak ada. Gangguan deria (kerusakan fungsi pancaindera) jarang terhadap hemihypesthesia (kepekaan kurang). Pasien mungkin mempunyai gejala sensori positif yang lain: 1. Manifestasi obsesif perubahan sensasi; 2. Kebas; 3. Kebakaran; 4. Sensasi kesemutan "seperti jarum pada badan"; 5. Sakit. Gejala negatif - Kehilangan sensitivitas sepenuhnya.



Hemihypesthesia digambarkan oleh pasien sebagai mati rasa dan mungkin termasuk: 1. Kehilangan sensasi ke kanan atau kiri; 2. Perasaan yang berubah seolah-olah anestesia 3. Kelemahan, sukar untuk menggerakkan anggota badan sekiranya tidak ada sebab perubahan yang objektif untuk tidak bergerak. Kehilangan sensasi (kemampuan untuk mengawal) pergerakan bagian tubuh di ruang angkasa (proprioception) biasanya digambarkan sebagai ketidakstabilan, atau persepsi mental terhadap tubuh seseorang. Sekiranya reseptor saraf pada bagian tubuh tertentu tidak dapat bergerak terhadap rangsangan (sakit) yang sangat kuat, fenomena ini disebut hemianesthesia. Berlaku pada pasien dengan pecah batang saraf periferi, disfungsi bagian kortikal analisis. Hemihypesthesia sementara (sementara) pada penyakit tertentu sistem saraf : 1. Hemisfera kanan dan kiri, korteks serebrum (migrain, epilepsi, serangan iskemia sementara, penyakit demyelining (dehidrasi) sistem saraf pusat); 2. Kerusakan akar saraf (pemampatan radikulopati atau saraf terjepit). Hemihypesthesia kronik ditunjukkan kejadian kerusakan akut atau penyakit progresif organorgan sistem saraf : 1. Otak (stroke hemoragik atau iskemia, demelelinasi, jisim, seperti tumor); 2. Saraf tunjang (serviks mielopati, demielinasi); 3. Akar saraf (spondyloarthritis, radiculopathy lumbosacral); 4. Saraf periferal (neuropati periferal, diabetes mellitus). Virus juga memprovokasi hemihypesthesia: 1. Selesma; 2. HIV AIDS; 3. Campak; 4. kayap (herpes); 5. Mononukleosis (virus Epstein-Barr); 6. Parotitis



Gangguan Sensorik Manusia tidak dapat bertahan hidup jika ia tidak tahu adanya bahaya yang mengancam atau menimpa dirinya. Bahaya dapat diketahui dengan melihat, mencium, dan merasakan rasa nyeri, rasa panas, rasa dingin, dan sebagainya. Inilah yang disebut sistem sensorik. Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya. Sensasi (sensibilitas) dapat dibagi empat jenis, yaitu: eksteroseptif, proprioseptif, interoseptif, dan khusus. 1 Impuls somatosensotik dari perifer dihantarkan di sepanjang serabut saraf afferen ke badan sel neuron, yang terletak di gangglion radiks dorsalis. Impuls kemudian dihantarkan menuju sistem saraf pusat, tanpa melewati sinaps perantara, di sepanjang penonjolan sentral pada neuron yang sama. Akson ini membuat kontak sinaptik dengan nueron kedua di medula spinalis atau batang otak, yang aksonnya kemudian menjalar ke arah sentral, dan menyebrangi garis tengah menuju sisi yang berlawanan pada level tertentu di sepanjang perjalanannya. Neuron ketiga terdapat di thalamus. Neuron ini berproyeksi ke berbagai area kortikal, yang terpenting adalah korteks somatosensorik yang terletak di girus post-sentralis di lobus parietalis Gejala gangguan sensorik: 



Anestesia adalah kehilangan sensasi yang selalu disebabkan oleh kerusakan saraf atau reseptor.







Hyposthesia adalah penurunan kepekaan secara abnormal terutama terhadap sentuhan.







Hyperesthesia adalah peningkatan kepekaan terhadap rangsangan terutama terhadap sentuhan yang terjadi akibat impuls reseptor protopatik / serabut saraf perifer atau lintasan spinotalamik mengalami gangguan sehingga ambang rangsangnya menurun, maka perasaan yang wajar menghasilkan perasaan yang berlebihan. Gangguan ini dapat bersifat mekanik, toksik, vasculer.







Parestesia adalah perasaan yang timbul secara spontan pada permukaan tubuh tanpa adanya perangsangan. Perasaan yang timbul seperti perasaan dingin / panas setempat, kesemutan, rasa berat atau rasa dirambati sesuatu.







Nyeri







Gangguan Sensorik Negatif, Merupakan salah satu manifestasi sindrom neurologik yang disebut Defisit Neurologi







Gangguan sensorik positif, Nyeri



Defisit sensorik akibat lesi radikuler: Defisit sensorik yang jelas terlihat dalam distribusi segmental biasanya hanya ditemukan bila lesi melibatkan beberapa radiks yang saling berhubungan karena masing-masing dermatom mewakili medula spinalis atau level redikular tertentu. Lokasi dermatom yang mengalami defisit sensorik merupakan indikator yang sangat menentukan untuk menentukan level lesi atau satu atau beberapa radiks. Dermatom untuk rasa raba memiliki daerah tumpang tindih yang luas dibandingkan dermatom untuk nyeri pada suhu sehingga pada lesi yang mengenai satu atau dua radiks yang dekat, defisit rasa raba menjadi sulit ditentukan, sednagkan sensasi nyeri suhu lebih mudah terlihat. Dengan demikian lesi radiks dapat lebih sensitif dideteksi dengan menguji adanya hiperalgesia atau analgesia yang disertai hiperesthesia atau anestesi. Defisit sensorik akibat lesi saraf tepi: Lesi yang mengenai pleksus saraf atau saraf perifer menimbulkan defisit sensorik yang sangat berbeda dibandingkan lesi radikular karena lesi pleksus biasanya lebih menunjukan defisit motorik. Ketika terjadi cedera pada saraf tepi, serabut yang berada di dalamnya berasal dari beberapa radiks, maka serabut pada saraf yang cedera tidak mencapai dermatomnya lagi sehingga defisit sensorik yang terjadi memiliki distribusi yang berbeda dari defisit dermatom yang terjadi pada cedera radikular. Selain itu area kutaneus yang dipersarafi oleh sebuah perifer tumpang tindih lebih sedikit dibandingkan area yang dipersarafi oleh radiks yang terhubung. Dengan demikian, defisit saraf sensorik akibat lesi saraf perifer lebih mudah terlihat akibat lesi radikular. Lesi Kolumna Posterior:



Kolumna posterior terutama menghantarkan impuls yang berasal dari proprioseptor dan reseptor kutaneus. Tanda-tanda klinis lesi di kolumna posterior: 



Hilangnya sensasi dan Gerakan







Astereognosis: pasien tidak dapat mendesain dan menyebutkan objek melalui bentuk dan beratnya hanya dengan sensasi raba saja.







Agrafestesia: pasien tidak dapat mendesain suatu angka atau huruf yang digambarkan oleh pemeriksa di telapak tangan.







Hilangnya nasional dua titik







Hilangnya sensai getar: Pasien tidak dapat merasakan getaran garfu tala yang ditempelkan di tulangnya.







Tanda Romberg postif: Pasien tidak dapat berdiri dalam jangka lama dnegan kedua kaki bersatu dan mata tertutup tanpa bergoyang dan mungkin terjatuh.



Lesi Traktus Spinotalamikus Anterior Serabut sentral neuron orde pertama traktus ini berjalan naik dengan jarak yang bervariasi di kolumna posterior ipsilateral, membentuk kolateral di sepanjang perjalanan neuron kedua, yang serabutnya kemudian menyilang garis tengah dan naik lagi di dalam traktus spinotalamikus anterior kontralateral. Dengan demikian lesi pada traktus ini vertebra lumbal atau torakal umumnya menimbulkan sedikit atau tidak ada gangguan pada rasa raba, karena banyak impuls yang naik dapat menutup lesi melalui bagian ipsilateral jaras ini. Namun, lesi pada traktus spinotalamikus anterior bawah servikal akan menimbulkan hipesthesia ringan pada eksremitas kontralateral. Lesi Traktus Spinotalamikus lateralis Traktus ini merupakan jaras utama untuk nyeri dan suhu. Pada daerah ini dapat dilakukan transeksi untuk menghilangkan nyeri. Jika traktus spinotalamikus lateralis ditranseksi di bagian ventral medula spinalis sensasi nyeri dan suhu berkurang pada sisi kontralateral satu atau dua segmen di bawah tingkat lesi, sedangkan sensai raba tetap baik.



Lesi Korteks Somatosensorik Lesi korteks somatosensorik unilateral menyebabkan gangguan subtotal pada persepsi nyeri, suhu, dan stimulus taktil pada sisi kontralateral tubuh; namun, sensasi dan sensasi hilang total, karena sensasi ini sensasi pada korteks yang intak.



Astereognosis Cedera pada area ustau di bagian inferior lobus parietalis merusak kemampuan untuk objek, melalui perabaan telapak tangan kontralateral.



Defisit Somatosensorik Akibat Lesi Pada Lokasi Spesifik di Sepanjang Jaras Somatosensorik 



Lesi subkortikal atau kortikal di area somatosensorik yang sesuai pada lengan dan tungkai menyebabkan paraestesia dan kebas pada eksremitas kontralateral, yang lebih jelas di bagian distal di bagian proksimal. Lesi iritatif pada lokasi ini dapat menimbulkan kejang sensorik karena korteks terletak tepat di sebelahnya, umumnya sering didapatkan cetusan motorik juga (kejang jaksonian).







Lesi di semua jaras sensorik di bawah thalamus menghilangkan semua sensasi pada tubuh di sisi kontralateral







Jika semua jaras somatosensorik tidak menghentikan jaras untuk nyeri dan suhu, terdapat hipestesia pada sisi tubuh dan wajah kontralateral.







Lesi pada lemniskus trigerminalis dan traktus spinotalamikus lateralis di batang otak merusak sensasi nyeri dan suhu pada sisi tubuh dan wajah kontralateral, tetapi tidak merusak modalitas somatosensorik lain.







Lesi di lemniskus medialis dan traktus spinotalamikus anterior, semua modalitas somatosensorik pada setengah sisi tubuh kontralateral tidak terganggu, kecuali nyeri dan suhu.







Lesi di nukleus spinalis dan traktus nervus trigerminalis serta traktus spinotalamikus lateralis merusak rasa nyeri dan susu pad asetengah sisi wajah ipsilateral dan setengah sisi tubuh kontralateral.







Lesi Kolumna posterior menyajikan sensai posisi dan getar, nasional, dan sebagainya, diserati oleh ataksia ipsilateral.







Lesi di kornu medula spinalis posterior, sensasi nyeri dan suhu ipsilateral hilang, tetapi modalitas lain tidak terganggu.







Lesi yang menegnai beberapa radiks posterior yang menyebabkan nyeri radikular dan parestesia serta kerusakan atau kesalahan semua modalitas sensorik di area tubuh yang terkena, di samping itu didapatkan hipotonia atau atonia, arefleksia, dan ataksia jika radiks tersebut mempersarafi eksremitas atas atau bawah.2



Pola Defisit Sensorik: 



Hemihypesthesia, defisit sensorik pada salah satu sisi tubuh saja. Hal ini biasa disebabkan oleh karena lesi pada salah satu hemisfer serebri.







Hemihypesthesia Alternans, hipestesia pada sisi wajah ipsilateral dan hipestesia pada sisi badan kontralateral. Hal ini disebabkan oleh karena lesi pada jaras spinotalamik & traktus spinalis N. trigeminalis di medulla oblongata.







Hipestesia tetraplegik, hipestesia pada bagian tubuh batas leher ke bawah, wajah dan kepala tidak terganggu. Ini disebabkan oleh karena lesi yang memotong medulla spinalis di tingkat servical. Bila lesi medulla spinalis dibawah tingkat Thoracal maka deficit sensorik yang terjadi disebut: Hipestesia Paraplegik.







Saddle Hypestesia (hipestesia selangkangan), hipestesia pada daerah kulit selangkangan. Ini akibat lesi di kauda kuda.







Hipestesia perifer, hipestesia pada kawasan saraf perifer yang biasanya mencakup bagian bagian beberapa hematoma.3



Penatalaksaan Stroke



Tujuan terapi adalah memulihkan perfusi ke jaringan otak yang mengalami infark dan mencegah serangan stroke berulang. Terapi dapat menggunakan Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rtPA) yang merupakan bukti efektivitas dari trombolisis, obat antiplatelet dan antikoagulan untuk mencegah referfusi pada pasien stroke iskemik. (a). Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA) Obat ini juga disebut dengan rrt PA, t-PA, tPA, alteplase (nama generik), atau aktivase atau aktilise (nama dagang). Pedoman terbaru bahwa rt-PA harus diberikan jika pasien memenuhi kriteria untuk perawatan. Pemberian rt-PA intravena antara 3 dan 4,5 jam setelah onset serangan stroke telah terbukti efektif pada uji coba klinis secara acak dan dimasukkan ke dalam pedoman rekomendasi oleh Amerika Stroke Association Penentuan penyebab stroke sebaiknya ditunda hingga setelah memulai terapi rt-PA. Dasar pemberian terapi rt-PA menyatakan pentingnya pemastian diagnosis sehingga pasien tersebut benar – benar memerlukan terapi rt-PA, dengan prosedur CT scan kepala dalam 24 jam



pertama sejak masuk ke rumah sakit dan membantu mengeksklusikan stroke hemoragik. Keberhasilan pemberian terapi rt-PA sangat tergantung dengan waktupemberian terapi. (b) Terapi antiplatelet Pengobatan pasien stroke iskemik dengan penggunaan antiplatelet 48 jam sejak onset serangan dapat menurunkan risiko kematian dan memperbaiki luaran pasien stroke dengan cara mengurangi volume kerusakan otak yang diakibatkan iskemik dan mengurangi terjadinya stroke iskemik ulangan sebesar 25%. Antiplatelet yang biasa digunakan diantaranya aspirin, clopidogrel. Kombinasi aspirin dan clopidogrel dianggap untuk pemberian awal dalam waktu 24 jam dan kelanjutan selama 21 hari. Pemberian aspirin dengan dosis 81 – 325 mg dilakukan pada sebagian besar pasien. Bila pasien mengalami intoleransi terhadap aspirin dapat diganti dengan menggunakan clopidogrel dengan dosis 75 mg per hari .



(c) Terapi antikoagulan Terapi antikoagulan sering menjadi pertimbangan dalam terapi akut stroke iskemik, tetapi uji klinis secara acak menunjukkan bahwa antikoagulan tidak harus secara rutin diberikan untuk stroke iskemik akut. Penggunaan antikoagulan harus sangat berhati-hati. Antikoagulan sebagian besar digunakan untuk pencegahan sekunder jangka panjang pada pasien dengan fibrilasi atrium dan stroke kardioemboli. Terapi antikoagulan untuk stroke kardioemboli dengan pemberian heparin.



Diagnosa Stroke Cara membedakan jenis patologi stroke dapat dilakukan pemeriksaan neuroimaging (CT Scan kepala atau MRI). Stroke dengan lesi yang luas, misalnya di daerah kortikal atau ganglia basalis, gambaran abnormal CT scan kepala baru akan muncul setelah 1-3 jam. Pemeriksaan CT Scan kepala dilakukan dalam 24 jam pertama sejak admisi pasien ke rumah sakit. Diagnosis stroke akut dapat ditegakkan dengan lebih cepat dan akurat dengan menggunakan MRI terkini (resolusinya lebih tinggi, munculnya gambaran abnormal lebih cepat, dan dapat menilai lesi di batang otak). CT Scan merupakan teknologi sinar X-rays yang diproses menggunakan komputer untuk memproduksi gambaran tomografi (irisan virtual) dari area spesifik objek yang di scan, sehingga penggguna dapat melihat gambaran organ dalam tanpa melakukan pembedahan. CT Scan diperkenalkan kepada dunia kedokteran oleh EMI Limited London ditahun 1972 pada kongres British Institute Of Radiology. Pemotretan dengan sinar rontgen banyak informasi yang dibawakan oleh setiap gelombang sinar tidak tercatat, karena film yang mencatat tibanya gelombang sinar rontgen tidak peka terhadap perbedaan intensitas yang halus.



Pada CT Scan, film yang menerima proyeksi sinar diganti dengan 3 alat detektor yang dapat mencatat semua sinar secara berdiferensiasi. 2 diantaranya menerima sinar yang telah menembus tubuh dan yang 1 lainnya berfungsi sebagai detektor referens yang mengukur intensitas sinar rontgen yang telah menembus tubuh. oleh setiap pesawat detektor 43200 berbagai intensitas sinar tembus. Kemudian diolah oleh sistem komputer selama proses penyinaran dikerjakan. MRI kepala menyediakan informasi yang dapat dibandingkan dengan CT Scan ketika mencari informasi mengenai sakit kepala untuk mengonfirmasi diagnosis neoplasma, penyakit vaskuler, lesi fosa kranial posterior, lesi servikomedular atau kelainan tekanan intrakranial. CT scan juga dapat digunakan untuk mendiagnosa sakit kepala ketika diindikasikan untuk pencitraan MRI namun tidak tersedia atau pada keadaan darurat ketika dicurigai terjadi perdarahan, stroke atau trauma otak.27 Walaupun pada keadaan darurat, ketika cedera kepala minor didiagnosis oleh evaluasi tenaga kesehatan dan berdasarkan oleh guidelines yang telah ditetapkan, CT Scan kepala harus dihindari untuk dewasa dan anak-anak



CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN



DAFTAR PUSTAKA 1. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: FKUI. 2008. h.115 2. Frotscher M, Baehr M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi ke 4. Jakarta: EGC. 2010. h.17-46 3. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi ke 25. Jakarta: EGC. 1998