Hiponatremi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

Hiponatremi [PDF]

HIPONATREMIA Definisi dan klasifikasi Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar natrium dalam plasma lebih rendah d

11 0 216 KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE


File loading please wait...
Citation preview

HIPONATREMIA Definisi dan klasifikasi Hiponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar natrium dalam plasma lebih rendah dari 135 mEq/L.1,2 .1Hiponatremi dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok: 1. Berdasarkan osmolalitas plasma 



Hiponatremia isotonic Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal yaitu 280-285 mOsm/Kg/H2O. Contoh : pseudohiponatremia pada hiperlipidemia dan hiperproteinemia.2







Hiponatremia hipotonik Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan osmolalitas plasma normal yaitu



20 mEq/ L menandakan hiponatremi terjadi karena natrium keluar melalui ginjal (diuretik, insufisiensi renal, asidosis tubular ginjal, nephropaty saltwasting). Jika konsentrasi natrium urin < 20 mEq/L maka kehilangan natrium terjadi di luar ginjal ( diare, muntah, melalui kulit/ keringat, “lung losses”, “third space” pada pankreatitis). 



Gangguan gastrointestinal Diare dan muntah yang berlebihan dan tidak langsung diberi cairan pengganti dapat menyebabkan kehilangan sejumlah cairan dan



1



natrium. Pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan penurunan natrium urin pada keadaan diare, tetapi mungkin dapat meningkat pada pasien dengan muntah yang berlebihan sehingga pemeriksaan laboratorium yang baik dalam menggambarkan deplesi volume yaitu pemeriksaan klorida.2 



Keringat yang berlebihan Aktifitas fisik yang berlebihan seperti maraton dapat menyebabkan deplesi volume, kehilangan natrium dan klorida pada keringat yang berlebihan.2







Penggunaan diuretik yang berlebihan Menurut literatur, 73 % kasus hiponatremi disebabkan karena penggunaan



thiazid,



20%



karena



kombinasi



thiazid



dengan



2



antikaliuretik dan 7 % disebakan oleh furosemid1. 



Cerebral salt wasting syndrome (CSWS) CSWS merupakan suatu sindroma yang terjadi setelah prosedur neurosurgikal ataupun setelah terjadi trauma kepala. Pada kondisi ini AVP disekresikan karena stimulasi baroresptor.2







Defisiensi mineralokortikoid Pada kondisi ini terjadi kegagalan dalam menekan pelepasan AVP akibat hipoosmolalitas.2



2. Euvolemik Hiponatremia hipotonik euvolemik berhubungan dengan adanya kelompok sindroma klinis yang selanjutnya harus dibedakan menurut pemeriksaan osmolalitas urin. Hal ini terjadi karena intake cairan yang berlebihan sedangkan ginjal tidak mampu untuk mengeksresikan. Jika konsentrasi natrium urin > 20 mEq/ L maka telah terjadi gagal ginjal, SIADH, hipotiroid. Jika konsentrasi natrium urin < 20 mEq/L kemungkinan karena polidipsi. Hal ini dapat terjadi pada keadaan dibawah ini:  SIADH ( syndrome inappropiate anti diuretic hormon) konsentrasi natrium yang rendah karena kelenjar hipofisis di dasar otak mengeluarkan terlalu banyak hormon antidiuretic  Sindroma nefrogenik  Defisiensi glukokortikoid 2



 Hipotiroid Pada hipotiroid terjadi peningkatan resistensi vascular dan penurunan curah jantung yang menyebakan gangguan perfusi ginjal.  Keringat yang berlebihan 



Intake cairan yang rendah Pada pasien yang mengkonsumsi bir “beer potomania”dalam jangka waktu yang lama.



 Polidipsia primer Polidipsia primer terjadi pada 20 % pasien psikiatrik khususnya skizofrenia. Pada kondisi ini intake cairan berlebihan tidak diikuti dengan diurnal diuresis.2 3. Hipervolemik Hiponatremia hipotonik hipervolemik terjadi akibat adanya peningkatan total cairan tubuh yang selanjutnya dapat dibedakan dengan pemeriksaan konsentrasi natrium pada urin. Dapat terjadi karena kegagalan ginjal dalam mengkeksresikan cairan. Pada pasien ini ditemukan edema karena retensi cairan dan natrium.2  Gagal jantung Hiponatremia hipervolemik pada gagal jantung pada awalnya terjadi akibat penurunan curah jantung dan tekanan darah, yang menstimulasi vasopressin, katekolamin dan renin-angiotensin-aldosteron. Kadar vasopressin yang meningkat telah dilaporkan pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri sebelum gagal jantung muncul. Pada pasien gagal



jantung



yang



memburuk,



berkurangnya



stimulasi



mekanoreseptor diventrikel kiri, sinus karotis, arkus aorta dan arteriol aferen ginjal memicu peningkatan aktivitas simpatis, system RAS, dan pelepasan vasopressin tanpa rangsang osmotik, ditengah-tengah berbagai neurohormon lain. Walaupun total air tubuh meningkat, peningkatan aktivitas simpatis ikut menyebabkan retensi natrium dan air. Pelepasan vasopresin yang bertambah menyebabkan bertambahnya jumlah saluran akuaporin di duktus koligentes ginjal. Ini memacu retensi air yang bersifat abnormal dan hiponatremia hipervolemik.2,3  Sirosis



3



Hiponatremi yang terjadi pada pasien sirosis dikarenakan gagal jantung, pelepasan AVP.2  Sindroma nefrotik, gagal ginjal akut dan kronik.2 



Hiponatremia hipertonik Jika konsentrasi natrium plasma 285 mOsm/Kg/H2O. Contoh : hiperglikemia dan pemberian cairan hipertonik seperti manitol.2,3,4



2. Berdasarkan konsentrasi natrium plasma 



Hiponatremia ringan Konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L







Hiponatremia sedang Konsentrasi natrium plasma < 130 mEq/L







Hiponatremia berat Konsentrasi natrium plasma < 120 mEq/L.2



3. Berdasarkan konsentrasi ADH 



Hiponatremia dengan ADH meningkat 1. Peningkatan ADH dikarenakan deplesi volume sirkulasi efektif yang menyebabkan Na keluar berlebihan dari tubuh yaitu ginjal (diuretik, saltlosing nephropaty, hipoaldosteron) dan non ginjal seperti diare.2 2. Peningkatan ADH tanpa disertai deplesi volume misalnya pada SIADH.2







Hiponatremia dengan supresi ADH fisiologis Polidipsia primer atau gagal ginjal merupakan keadaan dimana eksresi cairan lebih rendah dibanding asupan cairan yang menimbulkan respons fisiologis untuk supresi sekresi ADH.2



4. Berdasarkan waktu 



Hiponatremia akut Disebut akut bila kejadian hiponatremi berlangsung kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini akan terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran dan kejang. Hal ini terjadi akibat adanya edema sel otak karena air dari ekstrasel masuk ke intrasel yang



4



osmolalitasnya lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga hiponatremi simptomatik atau hiponatremi berat.2 



Hiponatremia kronik Disebut kronik bila kejadian hiponatremia berlangsung lambat yaitu lebih dari 48 jam. Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran ataupun kejang. Gejala yang terjadi seperti mengantuk dan lemas. Kelompok ini disebut juga hiponatremi asimptomatik atau hiponatremi ringan.2



Patofisiologi hiponatremia Osmolalitas tubuh diatur oleh sekresi arginin vasopresin (AVP) dan rangsangan haus. AVP merupakan hormon antidiuretik yang dihasilkan oleh hipotalamus dan di transportasikan melalui axon ke hipofisis posterior. AVP berperan dalam mengatur homeostasis. Aktivasi reseptor AVP menyebabkan ekskresi cairan berkurang, regulasi AVP juga diatur oleh baroresptor di sistem saraf pusat dan sistem kardiopulmonal. Natrium serum merupakan hasil bagi dari jumlah natrium dengan volume plasma. Osmolalitas plasma normal yaitu 280-285 mOsm/Kg/H20.2,3,4,5 



Hiponatremia isotonic Pada kondisi ini jumlah natrium plasma sebenarnya dalam keadaan normal. Isotonik hiponatremi terjadi pada keadaan hiperlipidemia ataupun hiperproteinemia. Plasma tersusun atas cairan dan solut (zat terlarut). Hiperlipidemia dan hiperproteinemia meningkatkan solut plasma dan menurunkan jumlah cairan plasma, sehingga pada keadaan ini terjadi pseudohiponatremi. Dimana denominator dalam penghitungan jumlah natrium plasma menjadi lebih tinggi sehingga kadar natrium plasma menjadi turun.2,3,4,5







Hiponatremia hipotonik Osmolalitas antara cairan intraseluler sama dengan cairan ekstraseluler. Pada keadaan hiponatremi hipotonik, jumlah cairan plasma lebih besar dibandingkan jumlah solut sehingga osmolalitas plasma menjadi turun.2,5 Hiponatremia hipotonik hipovolemik Dalam kondisi deplesi total natrium tubuh,



terjadi



peningkatan



AVP



meningkat



dan



retensi



H2O



bebas



untukmempertahankan volume intravaskular. Namun, retensi H2Obebas saja tidak cukup untuk mengembalikan volume ekstraseluler cairan pada keadaan hipovolemia. 5



Selain itu,penggantian kehilangan natrium dan H2O dengan H2O bebasdapat mempotensiasi peningkatan kadar plasma AVP yang tidaksesuai, yang dapat memperburuk hiponatremia.2 Hipovolemia dengan natrium urin kurang dari 20 mEq / L atau FENa kurang dari 1% menunjukkan retensi natrium ginjalyang aktif untuk mengkompensasi



kehilangan



ekstrarenal,seperti



kehilangan



pencernaan



atau



insensible water loss dengan penggantian H2O bebas. Pasien hipovolemik dengan natrium urin melebihi 20 mEq / L atau melebihi FENa 1% menunjukkan adanya kehilangan natrium ginjal akibat pemberian diuretik, osmotik diuresis, salt-losing nephropaty, alkalosis metabolik, atau insufisiensi adrenal.2 Sebagian besar kasus dari natriuresis primer disebabkan oleh pemberian diuretik thiazide dibandingkan dengan loopdiuretics. Diuretik thiazide dapat menyebabkan kehilangan natrium ginjal yang berlebihan dan deplesi volume, sehingga timbul hiponatremia berat segera setelah mulai terapi. Yang termasuk Salt losing nephropathy yaitu tubular asidosis ginjal, penyakit polikistik ginjal, dan uropati obstruktif. Baik tubular asidosis ginjal tipe II dan



alkalosis



metabolic



menyebabkan



hiponatremia



sebagai



akibat



dari



bikarbonaturia, yang menimbulkan ekskresi natrium. Kedua insufiensi adrenal primer dan



sekunder



dapat



mengakibatkan



defisiensi



glukokortikoid



dan



/



atau



mineralokortikoid, yang mengakibatkan hiponatremia.2 Hiponatremia hipotonik euvolemik terjadi karena intake cairan yang berlebihan sedangkan ginjal tidak mampu untuk mengeksresikan. Hal ini dapat terjadi pada keadaan dibawah ini berhubungan dengan adanya kelompok sindroma klinis yang selanjutnya harus dibedakan menurut pemeriksaan osmolalitas urin. Kondisi euvolemik dengan osmolalitas urin 285 mOsm/Kg/H2O. Hipertonisitas bisa terjadi karena peningkatan zat terlarut yang tidak bebas keluar masuk kompartemen, contohnya glukosa manitol, gliserol, atau sorbitol sehingga terjadi perpindahan cairan 6



dari ICF ke ECF sehingga menurunkan kadar natrium ECF. Hiponatremia jenis ini biasanya dihubungkan dengan peningkatan osmolalitas. Contohnya, pada pasien hiperglikemia setiap kenaikan glukosa 3 mmol/L, natrium serum turun 1 mmol/L. Manifestasi klinis hiponatremia Gejala klinis hiponatremia tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Secara umum gejala klini pada hiponatremia dapat dilihat dibawah ini. Manifestasi klinis menurut sistem yang dipengaruhi Sistem tubuh



Manifestasi



Sistem saraf pusat



Sakit kepala, confusion, hiper atau hipoaktif refleks tendon dalam, kejang, koma, peningkatan tekanan intrakranial



Kardiovaskular



Hipertensi dan bradikardia secara signifikan meningkatkan tekanan intrakranial



Muskuloskeletal



Fatigue, kram, twitching



Gastrointestinal



Anoreksia, diare, mual, muntah



Ginjal



oliguria



Diagnosis Manifestasi klinis dari hiponatremia biasanya akibat adanya edema otak, yang menyebabkan gejala neurologis dan sistemik. Pada kondisi kronik (CHF, Sirosis), hiponatremia dapat asimtomatik akibat adanya adaptasi sel dengan mempertahankan gradien osmolar dan melindungi dari terjadinya edema serebri. Pada hiponatremia akut (postoperatif, drug-induced), gejala tidak spesifik dan sangat luas. Gejala awal yaitu adanya anoreksia, kesemutan, mual, muntah, sakit kepala, iritabilitas, disorietasi, konfusi, fatigue, dan letargi, dimana gejala lanjut yang dapat ditemukan adalah adanya gangguan status mental, kejang, koma, dan gagal napas, dan dapat menyebabkan kematian. Saat gejala neurologis dari hiponatremia muncul, disebut sebagai ensefalopati hiponatremia.



7



Hiponatremia terklasifikasi berdasarkan osmolalitas plasma yang ditentukan melalui pemeriksaan penunjang laboratorium dan status volume yang ditentukan melalui pemeriksaan fisik. Penentuan hiponatremia secara sistematik diperlukan untuk menentukan penyebab dan terapi yang akan diberikan. Dapat dilakukan pengukuran osmolalitas plasma, status volume, konsentrasi natrium urin dan osmolalitas. Osmolalitas plasma, pertama dilakukan untuk menyingkirkan



hiponatremia



hipertonik



>295



mOsm/kg



dan



pseudohiponatremia,



hiponatremia isotonik, 280–295 mOsm/kg. Sedangkan pada penurunan osmolalitas plasma, hiponatremia hipotonik < 280 mOsm/kg diperlukan penentuan volume status yang akurat. Meskipun begitu, pengukuran osmolalitas plasma seringkali kurang akurat dan tidak dapat digunakan sebagai penentuan terapi. Pengukuran konsentrasi natrium urin merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dan paling dapat digunakan untuk menentukan diagnosis banding. Status volume diklasifikasikan secara klinis sebagai hipervolemik, euvolemik, atau hipovolemik, dan merupakan pemeriksaan penunjang yang baik dilakukan untuk diagnosis akurat dan terapi yang adekuat. Manifestasi klinis pada kondisi hipervolemik seperti edema, crackles pada paru, tekanan vena jugular leher terdistensi, dan terdapat S3 pada auskultasi jantung. Manifestasi klinis pada kondisi hipovolemik yaitu adanya hipotensi orthostatik, takikardia, dan oliguria/anuria. Jika tidak ditemukan tanda-tanda diatas, status volume dikategorikan sebagai keadaan euvolemik. Monitor ketat dan evaluasi serial diperlukan pada hiponatremia. 1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik (termasuk penentuan status volume) 2. Pengukuran osmolalitas plasma Hiponatremia hipertonik (POsm > 295 mOsm/kg) Hiponatremia isotonik (POsm 280–295 mOsm/kg) Hiponatremia hipotonik (POsm < 280 mOsm/kg) 3. Pengukuran natrium urin dan osmolalitas (ditambahkan informasi status volume) 



Hiponatremia hipotonik hipervolemik UNa > 20 mEq/L or Azotemia (gagal ginjal kronis) FENa > 1% UNa < 20 mEq/L or Edema (CHF, sirosis, sindroma nefrotik) FENa < 1% 8







Hiponatremia hipotonik euvolemik UOsm < 100 mOsm/kg Polidipsia (primer) Psikogenik Low-solute (beer) potomania UOsm > 100 mOsm/kg Peningkatan AVP or mimic Syndrome of inappropriate antidiuresis Endokrinopati UOsm bervariasi Reset osmostat syndrome







Hiponatremia hipotonik hipervolemik UNa > 20 mEq/L atau Natriuresis primer (renal) FENa > 1% UNa < 20 mEq/L atau Kehilangan natrium ekstrarenal (dengan FENa < 1% penggantian dengan H2O bebas)



4. Terapi Inisial Hiponatremia hipertonik Memperbaiki kondisi hiperglikemia. Hiponatremia isotonik Mengobati penyebab gangguan metabolisme protein atau lipid. Hiponatremia hipotonik Pemberian cairan ± diuretics, restriksi H2O. Penentuan osmolalitas plasma memberikan dasar terapi inisial hiponatremia. Pada hiponatremia hipertonik, tata laksana diberikan langsungpada penyebabnya. Tidak ada terapi spesifik pada hiponatremia isotonic selain memberikan terapi pada gangguan metabolisme lipid dan protein yang mendasari. Untuk hiponatremia hipotonik diberikan secara simptomatis, dan berdasarkan status volume.2,8 Pada hiponatremia hipotonik, gejala biasanya semakin terlihat saat konsentrasi plasma natrium