Histamin Dan Anti Histamin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI - TOKSIKOLOGI HISTAMIN DAN ANTI HISTAMIN



TANGGAL PRAKTIKUM



: 5 Oktober 2021



KELAS/KELOMPOK



: D/3.8



NAMA ANGGOTA KELOMPOK



:



1. Ririn Apriani Gustiar



(2020212147)



2. Yustina



(2020212202)



3. Amelia Said



(2020212209)



4. Ida ayu Agara



(2020212210)



FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2021



A. TUJUAN PERCOBAAN 1. Memahami prinsip bekerjanya obat histamin 2. Melihat pengaruh pemberian histamin dalam memproteksi pengaruh histamin 3. Mengetahui efek histamin terhadap kulit yang disebabkan oleh histamin yang ditandai dengan zat warna B. TEORI PERCOBAAN 1. Histamin Histamin pertama kali ditemukan oleh Sir Henry Dale pada tahun 1910 dan diidentifikasi dapat memicu triple-response yaitu eritema, urtika, dan rasa gatal serta sebagai mediator reaksi anafilaksis. Histamin termasuk dalam golongan amin biogenik dan disintesis dari asam amino histidin. Histamin ini dihasilkan oleh sel mast, basophil, platelets, neuron histaminergik, dan sel enterokromafin, yang mana histamin ini disimpan di dalam vesikel intraseluler dan dilepaskan pada saat terdapat rangsangan. Histamin merupakan mediator yang poten untuk terjadinya berbagai reaksi biologis. Histamin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptornya. Sejauh ini terdapat 4 subtipe reseptor antihistamin yang sudah dikenali yaitu Reseptor Histamin 1, 2, 3, dan 4 (H1R, H2R, H3R, H4R) yang terdapat pada berbagai jaringan target. Ikatan histamin dengan reseptornya akan menyebabkan kontraksi sel otot polos, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, peningkatan sekresi mukus, takikardi, perubahan tekanan darah, aritmia, serta menstimulasi sekresi asam lambung. Histamin dapat dimetabolisme dengan 2 cara yaitu, melalui deaminasi oleh DAO (atau dulu dikenal dengan histaminase) atau melalui metilasi oleh histamineNmethyltransferase (HNMT). Diamin oksidase terdapat dalam membran plasma sel epitel dan dapat disekresikan ke dalam sirkulasi sehingga diduga bertanggungjawab dalam degradasi histamin ekstraseluler, sedangkan HNMT terdapat dalam sitosol dan hanya dapat mendegradasi histamin intraseluler. Histamin memiliki peranan yang penting dalam patofisiologi penyakit alergi. Histamin adalah amina dasar yang dibentuk dari histidin oleh histidine dekarboksilase. Histamin ditemukan pada semua jaringan, tetapi memiliki konsentrasi yang tinggi pada jaringan yang berkontak dengan dunia luar, seperti paru-paru, kulit, dan saluran pencernaan. Urtikaria dan rhinitis alergi merupakan dua penyakit alergi yang sering menyebabkan gangguan pola tidur dan mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Pada kondisi yang berat, kelainan ini dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang, mulai dari gangguan fisik, gangguan emosional, gangguan aktivitas seksual, terbatasnya aktivitas sosial, dan mempengaruhi pekerjaan.Angka kejadian urtikaria kronis diperkirakan 0,1-3% dari keseluruhan populasi di Eropa dan Amerika. Di dunia prevalensinya diperkirakan sekitar 0,5% dan angka ini tidak berbeda secara signifikan pada komunitas yang berbeda. Di seluruh dunia diperkirakan 12% sampai 22% orang pernah mengalami gejala urtikaria sekurangkurangnya satu kali selama hidup. Salah satu golongan obat yang selalu dipakai dalam penanganan urtikaria adalah antihistamin. Difendramin merupakan obat yang pertama kali digunakan, yang efektif pada urtikaria kronis.



2. Anti Histamin Antihistamin (antagonis histamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblokir reseptor histamin. Histamin merupakan derivat amin dengan berat molekul rendah yang diproduksi dari L-histidine. Ada empat jenis reseptor histamin, namun yang dikenal secara luas hanya reseptor histamin H1 dan H2. Reseptor H1 ditemukan pada neuron, otot polos, epitel dan endotelium. Reseptor H2 ditemukan pada sel parietal mukosa lambung, otot polos, epitelium, endotelium, dan jantung. Sementara Terdapat 4 reseptor histamine, yaitu reseptor-H1, reseptor-H2, Reseptor H-3 dan Reseptor H4 . Perangsangan pada reseptor histamine akan berefek: 1. Reseptor H1 berefek pada : a. kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim. b. vasodilatasi vaskular penurunan TD dan peningkatan denyut jantung. c. Peningkatan permeabilitas kapiler cairan dan protein berakibat udema. d. hipersekresi ingus dan airmata, ludah, dan dahak . e. stimulasi ujung saraf menyebabkan eritema dan gatal. 2. Reseptor H2: berefek pada hipersekresi asam lambung 3. Reseptor H3 dan H4 ditemukan dalam jumlah yang terbatas. Reseptor H3 terutama ditemukan pada neuron histaminergik, dan reseptor H4 ditemukan pada sum-sum tulang dan sel hematopoitik perifer. Berdasarkan itu maka antihistamin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu antagonis reseptor-H1 (H1-blockers atau antihistamin) dan antagonis reseptor-H2 (H2-blockers atau zat penghambat asam). 1. H1-blockers H1-blockers (antihistaminika klasik) mengantagonis histamine dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna, kandung kemih, dan Rahim. Begitu pula melawan efek histain di kapiler dan ujung saraf (gatal). Efeknya adalah simtomatis, antihistaminika tidak dapat menghindarkan timbulnya alergi. Antihistaminika dibagi menjadi 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yaitu: a. Obat generasi ke-1 yang berkhasiat sedative terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis: prometazin, oksomemazin, tripelenamin, klorfeniramin, difenhidramin, klemastin, siproheptadin, azelastin, sinarizin, meklozin, hidroksizin, ketotifen, dan oksatomida. b. Obat generasi ke-2: bersifat hidrofil dan sukar mencapai CCS (cairan cerebro spinal) maka pada dosis terapeutis tidak bekerja sedative. Plasma T1/2-nya lebih panjang sehingga dosisnya cukup 1-2 kali sehari. Efek anti alerginya selain berdaya antihistamin juga berdaya menghambat sintesis mediator radang, seperti prostaglandin, leukotriene, dan kinin. Contoh obat generasi ke2: astemizol, terfenadin, fexofenadine, akrivastin, setirizin, loratidin, levokabastin, dan emedastin. 2. H2-blockers (penghambat asam) Obat-obat ini menghambat secara selektif sekresi asam-lambung yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor H2 di lambung.



Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terap tukak lambungusus untuk mengurangi sekresi HCl dan pepsin juga sebagai pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroid. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita refluks. Penghambat asam yang banyak digunakan adalah: simetidin, ranitidine, famotidine, nizatidin, dan roksatidin. 3. Metode evaluasi Histamin Terdapat 2 metode evaluasi pada histamin, yaitu secara invitro dan secara invitro. Adapun penjelasannya sebagai berikut : a. Invitro Metode ini dilakukan dengan cara melepaskan prgan dari hewan uji kemudian organ tersebut dimasukkan kedalam chamber yang berisi cairan yang cocok (biasanya NaCl Fisiologis). Contoh organ yang digunakan adalah ileum terisolasi, paru paru dan trakea. Keuntungan metode ini antara lain tidak mengalami proses farmakokinetik, dosis yang digunakan kecil dan dapat diamati langsung pada reseptor. Sedangkan kerugiaan metode ini yaitu alat yang digunakan mahal dan perlu keahlian b. Invivo Metode ini dilakukan dengan menggunakan mahluk hidup atau hewan uji hidup yang diberikan perlakuan, kemudian diamati reaksi atau perubahan setelah diberikan perlakuan tersebut. Keuntungan metode ini yaitu alat yang digunakan murah dan tidak perlu keahlian. Sedangkan kerugiannya tidak dapat diamati secara langsung pada organ yang ditargetkan dan mengalami proses farmakokinetik. C. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan yang digunakan a. Histamin Aerosol b. Histamin Injeksi c. Anti Histamin CTM injeksi d. Anti Histamin Diphenhidramin HCl injeksi e. Zat warna Trypan Blue Injeksi 2. Alat yang digunakan a. Alat Aerosol untuk mencit b. Kandang plastic mencit c. Disposible Syringe D. CARA KERJA 1. Pengaruh Pemberian Histamin Aerosol a. Disiapkan 2 ekor mencit b. Disemprotkan histamin aerosol pada mencit 1, kemudian diamati c. Diberikan difenhidramin 15 mg /kgBB secara i.p pada mencit 2, ditunggu 3 menit, disemprotkan histamin aerosol, kemudian diamati d. Diamati gejala yang timbul yaitu gatal – gatal dan alergi bronkostriksi 2. Efek Histamin pada Kulit Kelinci dengan Menggunakan Zat Warna Trypan Blue



a. Disiapkan 3 ekor kelinci, dicukur bulu kelinci dengan diametes Β± 5 cm , kemudian masing masing kelinci ditimbang b. Kelinci disuntikkan histamin secara i.v sebanyak 0,1 ml, didiamkan selama 10 menit c. Disuntikkan Trypan Blue secara intra vena dosis 10 mg/KgBB (kadar 2 %) kesemua kelinci d. Kelinci 1 tidak diberikan anti histamin dimana dimaksudkan untuk Kontrol uji e. Kelinci 2 disuntikkan CTM dengan dosis 0,0138 mg/KgBB (Kadar 0,005%) f. Kelinci 3 disuntikkan Diphenhidramin HCl dengan dosis 5 mg/KgBB (kadar 2%) g. Diamati reaksi yang terjadi E. DATA PENGAMATAN 1. Pengaruh Pemberian Histamin Aerosol Mencit



Perlakuan



Gejala



1



Histamin



Gatal-gatal, mencari O2, bronkokontriksi lebih sering.



2



Histamin + antihistamin



Gatal-gatal, Bronkokontriksi, frekuensi mencari oksigen jarang.



Keterangan: Mencit 1 : disemprot histamine aerosol lalu diamati Mencit 2 : (BB mencit: 27,6 gram) diberikan difenhidramin 15 mg/kgBB (konsentrasi 1%) secara i.p, ditunggu 30 menit, disemprotkan histamine aerosol, lalu diamati 2. Efek Histamin Pada kulit Kelinci dengan Menggunakan Zat Warna Trypan Blue KELOMPOK Kontrol 2,2 Kg 1,7 Kg 2,2 Kg 1,7 Kg 2,2 Kg 1,7 Kg 2,2 Kg 1,7 Kg



BOBOT KELINCI CTM 2,1 Kg 1,8 Kg 2,1 Kg 1,8 Kg 2,1 Kg 1,8 Kg 2,1 Kg 1,8 Kg



1 2 3 4 5 6 7 8 Diketahui : Dosis CTM : 0,0138 mg/KgBB (Konsentrasi 0,005%) (i.v) Dosis Diphenhidramin : 5mg/KgBB (Konsentrasi 2%) (i.v) Dosis Trypan blue : 10mg/KgBB (Konsentrasi 2%) (i.v)



Diphen 1,6 Kg 1,9 Kg 1,6 Kg 1,9 Kg 1,6 Kg 1,9 Kg 1,6 Kg 1,9 Kg



KELOMPOK 1



Mata Putih



Kontrol 2



Warna Sebelum Hidung Punggung Merah Merah muda muda



3



Merah muda putih



Merah muda Merah muda



4



Putih



5



Putih



6



Merah muda



7



Putih



8



Putih



CTM



Diphen



Warna sesudah Mata Hidung Punggung Biru +++ Biru +++ Biru +++



Putih



Biru +++



Biru +++



Biru +++



Merah muda



Biru +



Biru +



Biru +



Merah muda Merah muda Merah muda



Merah muda Merah muda Putih



Biru ++



Biru +



Biru +



Biru ++



Biru +



Biru ++



Biru ++



Biru ++



Biru ++



Merah muda Merah muda



Putih



Biru +



Biru +



Biru +



Putih



Biru +



Biru ++



Biru +



F. ANALISIS DATA 1. Pengaruh Pemberian Histamin Aerosol Dosis Diphenhidramin HCl Konsentrasi Diphenhidramin HCl BB Mencit 2 Dosis Diphen Untuk Mencit Uji 1



: 15 mg/KgBB : 1% = 1g/100 ml = 10mg/ml : 27,6 gram = 0,0276 Kg : BB Mencit 2 x Dosis Diphenhidramin HCl 0,0276 Kg x 15 mg/KgBB = 0,414 mg



Volume Penyuntikan



π·π‘œπ‘ π‘–π‘  π·π‘–π‘β„Žπ‘’π‘›β„Žπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘šπ‘–π‘› 𝐻𝐢𝑙



= πΎπ‘œπ‘›π‘ π‘’π‘›π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– π·π‘–π‘β„Žπ‘’π‘›β„Žπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘šπ‘–π‘› 𝐻𝐢𝑙 0,414 π‘šπ‘”



= 10 π‘šπ‘”/π‘šπ‘™= 0,0414 ml



2. Efek Histamin Pada kulit Kelinci dengan Menggunakan Zat Warna Trypan Blue a. Perhitungan Volume Penyuntikan I.V Trypan Blue 1) Dosis Trypan Blue : 10 mg/KgBB Konsentrasi Trypan Blue : 2% = 1g/100 ml = 20mg/ml BB Kelinci 1 : 1,7 Kg Dosis Trypan Blue untuk kelinci Uji 1 : BB Kelinci 1 x Dosis Trypan Blue 1,7 Kg x 10 mg/KgBB = 17 mg



Volume Penyuntikan



π·π‘œπ‘ π‘–π‘  π‘‡π‘Ÿπ‘¦π‘π‘Žπ‘› 𝐡𝑙𝑒𝑒



= πΎπ‘œπ‘›π‘ π‘’π‘›π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– π‘‡π‘Ÿπ‘¦π‘π‘Žπ‘› 𝐡𝑙𝑒𝑒 17π‘šπ‘”



= 20 π‘šπ‘”/π‘šπ‘™= 0,85 ml 2) Dosis Trypan Blue Kelinci 2: 10 mg/KgBB Konsentrasi Trypan Blue : 2% = 1g/100 ml = 20mg/ml BB Kelinci 2 : 1,8 Kg Dosis Trypan Blue untuk kelinci Uji 2 : BB Kelinci 1 x Dosis Trypan Blue 1,8 Kg x 10 mg/KgBB = 17 mg Volume Penyuntikan



π·π‘œπ‘ π‘–π‘  π‘‡π‘Ÿπ‘¦π‘π‘Žπ‘› 𝐡𝑙𝑒𝑒



= πΎπ‘œπ‘›π‘ π‘’π‘›π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– π‘‡π‘Ÿπ‘¦π‘π‘Žπ‘› 𝐡𝑙𝑒𝑒 =



18π‘šπ‘” 20 π‘šπ‘”/π‘šπ‘™



= 0,9 ml



3) Dosis Trypan Blue : 10 mg/KgBB Konsentrasi Trypan Blue : 2% = 1g/100 ml = 20mg/ml BB Kelinci 3 : 1,9 Kg Dosis Trypan Blue untuk kelinci Uji 3 : BB Kelinci 1 x Dosis Trypan Blue 1,9 Kg x 10 mg/KgBB = 19 mg Volume Penyuntikan



π·π‘œπ‘ π‘–π‘  π‘‡π‘Ÿπ‘¦π‘π‘Žπ‘› 𝐡𝑙𝑒𝑒



= πΎπ‘œπ‘›π‘ π‘’π‘›π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– π‘‡π‘Ÿπ‘¦π‘π‘Žπ‘› 𝐡𝑙𝑒𝑒 19π‘šπ‘”



= 20 π‘šπ‘”/π‘šπ‘™= 0,95 ml b. Perhitungan Volume Penyuntikan I.V CTM pada Kelinci 2 Dosis CTM : 0,0138 mg/KgBB Konsentrasi CTM : 0,005% = 0,5mg/ml BB Kelinci 1 : 1,8 Kg Dosis CTM untuk kelinci Uji 1 : BB Kelinci 1 x Dosis CTM 1,8 Kg x 0,0138 mg/KgBB = 0,0248mg Volume Penyuntikan



π·π‘œπ‘ π‘–π‘  𝐢𝑇𝑀



= πΎπ‘œπ‘›π‘ π‘’π‘›π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– 𝐢𝑇𝑀 0,0248π‘šπ‘”



= 0,05 π‘šπ‘”/π‘šπ‘™= 0,49 ml = 0,5 ml c. Perhitungan Volume Penyuntikan I.V Diphenhidramin HCl pada Kelinci 2 Dosis Diphenhidramin HCl : 5 mg/KgBB Konsentrasi Diphenhidramin HCl : 2% = 20 mg/ml BB Kelinci 1 : 1,9 Kg Dosis Diphen untuk kelinci Uji 1 : BB Kelinci 1 x Dosis Diphen HCl 1,9Kg x 5 mg/KgBB = 9,5 mg Volume Penyuntikan



π·π‘œπ‘ π‘–π‘  π·π‘–π‘β„Žπ‘’π‘›β„Žπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘šπ‘–π‘› 𝐻𝐢𝑙



= πΎπ‘œπ‘›π‘ π‘’π‘›π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘– π·π‘–π‘β„Žπ‘’π‘›β„Žπ‘–π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘šπ‘–π‘› 𝐻𝐢𝑙 9,5 π‘šπ‘”



= 20 π‘šπ‘”/π‘šπ‘™= 0,47 ml



G. PEMBAHASAN 1. Pengaruh Pemberian Histamin Aerosol a. Pada percobaan ini pemberian histamin aerosol bertujuan untuk melihat efek antihistamin berupa CTM yang disuntikkan melalui rute Intra Peritoneal ( i.p) yang diberikan kepada hewan uji mencit b. Dalam percobaan ini membandingkan kondisi 2 mencit yang diberikan histamin secara aerosol, akan tetapi pada mencit 1 tidak diberikan antihistamin dan pada mencit 2 diberikan anti histamin 30 menit sebelumnya. c. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa setelah pemberian Histamin aerosol pada mencit 2 yang diberikan antihistamin memberikan efek yang lebih ringan dibanding mencit 1 yang tidak diberikan antihistamin. d. Efek yang ditunjukkan oleh mencit 2 yaitu frekuensi mencari oksigen lebih kurang dan efek bronkokonstriksi yang juga kurang disbanding mencit 1. e. Pada mencit 1 terjadi bronkokonstriksi atau kontraksi otot polos pada bronkus yang lebih sering dikarenakan reseptor H1 oleh histamin aerosol yang diberikan. Stimulasi reseptor H1 oleh histamin menyebabkan sub unit protein Gaq terdisosiasi sehingga meningkatkan ektivitas enzim phospholipase -C (PLC). Enzim PLC yang teraktivasi akan menguraikan Phospo inositol 4,5-biphosphate menjadi inositol 1,4,5 – triphosphate (IP3) dan diasilgliserol (DAG). IP3 kemudian berdifusi melalui sitosol dan memicu pelepasan ion Kalsium (Ca2+) ssari reticulum endoplasma dan membuka kanal Ca2+ khusus di membrane ER. Peningkatan ion Ca2+ intraseluler akan memberikan respon berupa kontraksi otot polos bronkus (Bronkokonstriksi) sehingga menyebabkan bronkus menyempit dan membatasi jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru paru sehingga menjadikan frekuensi mencit 1 dalam mencari oksigen lebih sering dibandingkan mencit 2 f. Pada mencit 2 yang diberikan antihistamin difenhidramin berfungsi sebagai antagonis histamin. Difenhidramin bekerja dengan jalan memblok reseptor H1 di otot polos bronkus untuk berikatan dengan histamin, sehingga efek bronkokonstriksi dan frekuensi mencari oksigen pada mencit 2 tidak sesering mencit 1 2. Efek Histamin Pada kulit Kelinci dengan Menggunakan Zat Warna Trypan Blue a. Pada percobaan ini efek histamin menggunakan zat warna trypan blue dimana efek histamin yang ditimbulkan akan terwarnai oleh trypan blue. Efek tersebut tejadi karena adanya permeabilitas kapiler akibat pemberian histamin sehingga menyebabkan zat warna Trypan Blue mengalami ektravasasi dan mewarnai jaringan pada kelinci b. Pada percobaan ini digunakan 8 ekor kelinci, dimana hewan uji yang akan diamati oleh kelompok 6 adalah hewan uji No 2, 5 dan 8. Kelinci yang digunakan untuk hewan uji diberikan perlakuan sebagai berikut : ο‚· Kelinci 1 dan 2 sebagai Kontrol, tidak diberikan antihistamin, disuntikkan histamin 0,1 ml secara intradermal dan 10 menit kemudian disuntikkan trypan blue secara i.v pada telinga kanan kemudian diamati. ο‚· Kelinci 3,4,5 diberikan anti histamin CTM melalui rute i.v pada vena marginalis kiri, setelah 30 menit kemudian disuntikkan histamin 0,1 ml



c.



d.



e.



f.



g.



secara intradermal pada paha dan 10 menit kemudian disuntikkan trypan blue secara i.v pada telinga kanan lalu diamati. ο‚· Kelinci 6,7,8 diberikan anti histamin Diphenhidramin HCl melalui rute i.v pada vena marginalis kiri, setelah 30 menit kemudian disuntikkan histamin 0,1 ml secara intradermal pada paha dan 10 menit kemudian disuntikkan trypan blue secara i.v pada telinga kanan lalu diamati. Hasil pengamatan kelinci 1 dan 2 didapatkan warna sangat biru (+++) pada mata, hidung dan punggung kelinci. Efek tersebut terjadi karena adanya peningkatan permeabilitas kapoler akibat pemberian histamin sehingga menyebabkan zat warna trypan blue yang diberikan mengalami ekstravasasi dan mewarnai jaringan pada kelinci Hasil pengamatan kelinci no.5 yang diberikan antihistamin CTM didapatkan warna biru (++) pada mata, sedikit biru (+) pada Hidung dan biru (++) pada punggung. Hal ini menunjukkan efek warna biru kelinci tidak sekuat pada kelinci control. Hal ini disebabkan adanya pemberian antihistamin CTM yang bekerja menahan peningkatan permeabilitas kapiler dengan jalan memblok reseptor H1. Hasil pengamatan kelinci No.8 yang diberikan antihistamin Diphenhidramin HCl didapatkan warna sedikit Biru (+) pada mata, warna biru (++) pada hidung dan warna sedikit biru (+) pada punggung. Hal ini disebabkan adanya pemberian antihistamin Diphenhidramin yang bekerja menahan peningkatan permeabilitas kapiler dengan jalan memblok reseptor H1. Hasil pengamatan yang sama ditunjukkan oleh kelinci lain yang diberikan antihistamin CTM dan Diphenhidramin HCL dimana efek warna biru terlihat berkurang setelah pemberian antihistamin. Hal ini dikarenakan CTM dan DIphenhidramin merupakan antagonis resepror H1 yang bekerja menahan peningkatan permeabilitas kapiler dengan jalan memblok reseptor H1. Walaupun memberikan efek akan tetapi besaran efek tidak sama yang diberikan oleh setiap hewan uji kelinci meskipun mendapatkan perlakuan yang sama dimungkinkan karena perbedaan strain/galur dari hewan uji kelinci yang digunakan. Hal tersebut didukung teori yang mengatakan bahwa hewan percobaan dalam satu galur bila mendapatkan perlakuan yang sama maka efeknya akan sama.



H. KESIMPULAN 1. Pemberian antihistamin (diphenhidramin) pada mencit dapat memberikan proteksi terhadap pengaruh histamin aerosol yang diberikan pada mencit tersebut. 2. Pemberian Antihistamin memberikan efek menahan peningkatan permeabilitas kapiler dengan jalan memblok reseptor H1 akibat pemberian histamin ditunjukkan dengan indikator warna tripan blue yang kurang kuat dibanding kontrol 3. Pada pengamatan kelinci kelompok 5 dan 8 menunjukkan difenhidramin memberikan efek antihistamin lebih kuat dibandingkan ctm dalam memblok reseptor-H1



I. PUSTAKA Fesdia Sari1, Satya Wydya Yenny, Antihistamin Terbaru Dibidang Dermatologi, Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7 Ikawati, Zullies, 2008, Pengantar Farmakologi Molekuler, Yogyakarta: Gajahmada Unyversity Pres, 2008 Pohan, Saut Sahat. 2007, Mekanisme Anti Histamin Pada Pengobatan Penyakit Alergik; Blokade Reseptor – Penghambat Aktivasi Reseptor, majalah kedokteran Indonesia, vol. 57 No.4; 113-117 Tim Dosen. 2021. Materi Praktikum Farmakologi Program Studi S1. Jakarta: Laboratorium Farmakologi FFUP. Woro Sujati, 2016, Bahan Ajar Farmakologi, Pusdik SDM Kesehatan, Kemenkes RI, Jakarta