14 0 168 KB
Anti Histamin
Antihistamin ataumenghambat
(AH) kerja
adalah
zat
histamin
yang
digunakan
pada reseptornya.
untuk
mencegah
Histamin
sendiri
berasal dari bahasaYunani yaitu histos yang berarti jaringan merupakan autakoid yang berperan pentingpada aktivitas organ tubuh baik pada proses fisiologis maupun patologis. Pada akhir tahun 1980 hingga tahun 1990, mulai diperkenalkan suatu generasi baru dari AH yang tidak menembus sawar otak sehingga mengurangi
efek
sedasi
yang
sering
mengganggu.
Anti
histamine
golongan ini sering disebut dengan Antihistamin generasi kedua atau Antihistamin non-sedatif. Penemuan antihistamin H1 yang lebih spesifik ini, bisa menjadi pertimbangan pemberian obat secara tepat. Demikian juga dengan perkembangan penggolongan antihistamin yan g dahulu dikelompokkan
berdasarkan
rumus
kimianya
yaitu
etanolamin,
etilendiamin, alkilamin, piperazin, piperidin, dan fenotiazi .
Antihistamin H1 Mekanisme kerja Antihistamin tipe H1 non sedatif merupakan antagonis dari histamin pada reseptor H1, Antihistamin tipe H1 adalah inhibitor yang kompetitif –
reversible
terhadap histamine pada reseptor jaringan, sehingga mencegah histamine berikatan
serta mengativasi reseptornya dan tidak mudah diganti oleh histamine, dilepaskan secara perlahan, dengan masa kerja yang lebih lama. Antihistamin H1 atau non sedatif ini kurang bersifat lipofilik, sangat sedikit menembus sawar darah otak, dan lebih mengikat reseptor H1 di perifer secara lebih spesifik. Walaupun golongan ini sering dikatakan nonsedasi, obat-obat ini tetap dapat menyebabkan efek sedasi, namun dalam banyak penelitian dikatakan insidensi sedasi jauh lebih sedikit dibandingkan antihistamin H1 klasik, demikian pula efek antikolinergiknya lebih jarang terjadi dibandingantihistamin H1 klasik. Salah satu penelitian yang membandingkan efek sedasi dari 4macam antihistamin nonsedatif yang berbeda, yaitu loratadin, akrivastin, setirisin danfeksofenadin, didapatkan hasil loratadin paling tidak menyebabkan sedasi, kemudiansecara berurutan diikuti oleh feksofenadin,
akrivastin
dan
setirisin.
anti inflamasi seperti hambatan aktivasi eosinofil,
Setirisin
memilikiefek
neutrofil, limfosit dan
kemotaksis dengan jalan menghambat:
Adhesi leukosit ke endotel
Efek kemotaksis sehingga terjadi migrasi melalui jaringan ke tempatradang
Aktivasi sel radang/ pelepasan mediator
Ekspresi adhesi molekul oleh endotel/sel target
Penggunaan terapi
Antihistamin banyak digunakan untuk melawan berbagai manifestasi kondisi alergi. Antihistamin tidak memiliki efek untuk berinteraksi dengan antigen dan antibody tetapi antihistamin berkombetisi dengan histamine dalam mengikat atau menyumbat reseptor alergi. Selain itu, obat antihistamin sangat baik digunakan ketika kondisi alergi belum terjadi. Bila kondisi alergi telah terjadi, antihistamin hanya dapat mengurangi gejala yang timbul bukan menyembuhkan secara keseluruhan. Dalam penggunaannya antihistamin biasa digunakan untuk pengobatan alergi nasal karena seasonal dan perennial nature yang menyebabkan rhinorrhea, bersin, lacrimation, dan gatal pada mata dan mukosa hidung. Antihistamin digunakan juga sebagai obat topical dalam merawat pasien pruritus dan unticaria juga pada pasien yang meiliki gejala dermatitis karena alergi., antihistamin H1 banyak digunakan di kedokteran gigi karena dapat mempengaruhi sistem
saraf
pusat.
Contohnya
seperti
hydroxyzune,
promethazine,
dan
diphenhydraminez yang memiliki efek sedasi dan digunakan sebagai prepemdikasi untuk sedasi berat dan anastesi general. Selain itu, obat ini berefek pada penghambatan dari kelenjar saliva dan sekresi bronchial. Pada perawatan postoperative dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Kontraindikasi Efek samping dari obat antihistamin H1 ini adalah adanya penekanan fungsi sistem saraf pusat sehingga pasien yang mengonsumsi obat ini akan mengantuk, penurunan sistem koordinasi motorik, lethargy, dan berkurangnya kewaspadaan. Antihistamin bisa juga menyebabkan kegagalan fungsi hati bila diminum bersama antibiotic makrolide dan antifungal azole karena senyawanya berikatan dengan enzim CYP3A4 dan mengganggu kerja antihistamin. Penggunaan dengan dosis yang tinggi akan menyebabkan halusinasi, rasa kegembiraan yang berlebih, serta gangguan koordinasi motorik seperti tremor dan pandangan kabur.
Antihistamin H2 Antihistamin H2 termasuk golongan histamine yang dapat menghambat kinerja sekresi asam lambung. Golongan ini banyak digunakan untuk mengatasi masalah ulser pada lambung dan duodenal contohnya cimetidine, ranitidine, famotidine, dan nizatidine. Antihistamin juga sebelum dilakukan anastesi general karena dapat mengurangi pH lambung dan bahaya aseptic pneumonia. Antihistamin H2 ini memiliki efek samping sama dengan tipe H1 yaitu dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Obat ini dapat diterima oleh banyak orang tanpa efek samping yang berarti. Obat yang sering diberikan contonya cimetidine.