Hukum Dalam Persepektif Hindu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUKUM DALAM PERSPEKTIF HINDU DAN POLITIK DALAM PERSPEKTIF HINDU



OLEH : KELOMPOK 6



1. 2. 3. 4. 5.



1515251074 1515251075 1515251076 1515251077 1515251078



IDA BAGUS GEDE BAYU KRESNADANA NI MADE DIAH MALINI CAHYANI PUTRI PUTU RISKY MAYSA WIRAWAN ANAK AGUNG ANDI PUTRA UTAMA I GUSTI AYU NADIA PARIBAWA DEWI



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2015/2016 PROGRAM EKSTENSI



i



Kata Pengantar



Om Swastiastu Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas berkat rahmat beliau kami (penulis) dapat menyusun paper ini dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan ketentuan. Dengan selesainya penyusunan paper ini kami harapkan dapat memberikan pemahaman dan informasi yang jelas tentang “ HUKUM DALAM PERSPEKTIF HINDU DAN POLITIK DALAM PERSPEKTIF HINDU“. Uraian makalah dalam pape ini kami buat dalam bentu teks sederhana agar kita semua mudah dalam memahami materi ini. Terselesainya paper ini tentu saja berkat dorongan dari semua pihak, terutama tim penyusun dan khususnya Bapak Drs. I Wayan Surpa,SH,Msi , selaku dosen pendidikan Agama Hindu di Universitas Udayana. Besar harapan kami agar paper ini dapat member manfaat dalam segala bentuk proses belajar mengajar, khusus kegiatan pembelajaran kuliah dalam mencapai tujuan bersama. Begitu pun denga penyusunan paper ini, maka dari penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dosen dan juga pembaca untuk kemajuan pembuatan paper selanjtnya. Akhir kata kami dari penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya dan semoga kita semua diberi Ilmu pengetahuan dari segala bahan dan materi yang telah dibahas, dan tidak lupa kami mohon maaf apabila dalam paper ini ada kesalahan dalam penulisan dan kata-kata yang kami buat, dimohon permaklumannya.



Om shanti, shanti, shanti Om



Denpasar, 19 november 2015



Penulis



ii



DAFTAR ISI



Halaman judul………………………………………………………………………..…………….i Kata pengantar………………………………………………………………….…………………ii Daftar isi………………………………………………………………………………………….iii BAB I - PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang……………………………………………………………...…………………1 1.2 Rumusan masalah……………………………………………………….…………………….2 1.3 Tujuan penulisan…………………………………………………………..…………………..2



BAB II - PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hukum Agama Hindu………………………………………………………….….3 2.2 Peranan Agama Hindu dalam Merumuskan dan Menegakkan hukum yang Adil…………….4 2.3 Fungsi Profetik Agama Hindu dalam Hukum………………………………………………...5 2.4 Sumber Hukum Hindu……………………………………………………………………..…6 2.5 Politik dalam Perspektif Hindu.................................................................................................8 2.6 Kontribusi Agama Hindu dalam Kehidupan Politik Berbangsa dan Bernegara......................10 BAB III- PENUTUP 3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………...……...12 3.2 Saran………………………………………………………………………..…………..……12 Daftar Pustaka……………………………………………………………………………………13



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dapat meliputi dari segala aspek permasalahan yang terjadi di dunia. Terutama dalam permasalahan Hukum dan Politik yang melimpah ruah di Negara ini (INDONESIA) khususnya hukum dan Politik yang ada di bali. Sistem hukum dan Politik yang ada di bali kian lama kian menyusut,hal ini dapat di sebabkan oleh individu manusia itu sendiri,secara analisis Hukum dan Politik yang bertujuan tidak saja mengatur lembaga antar manusia untuk menciptakan kebahagiaan duniawi tetapi juga bertujuan untuk menjamin kesejahteraan rohani. Undang-undang atau hukum menjamin keamanan dan kehidupan setiap individu dalam masyarakat apabila undang-undang itu atau Hukum itu di taati dan di patuhi baik dalam dunia politik. Untuk itu harus ada adanya kesadaran hukum dan politik dengan mengenal Hukum dan politik itu sebaik-baiknya.Salah satu dari fungsi Hukum pada usaha untuk pencegahan timbulnya kesewenangan dalam masyarakat melalui norma-norma yang ada pada masyarakat itu di atur dan kalau perlu di paksa supaya manusia mau tunduk melalui kekuasaan hakim atau penguasa.Berbicara tentang Hukum, maka pikiran kita mungkin akan langsung tertuju pada undang-undang atau peraturan tertulis lainnya. Padahal sesungguhnya, hukum mempunyai begitu banyak aspek yang terdiri dari jauh lebih banyak komponen, seperti filsafat hukum, sumber hukum, kaedah hukum,penegakan hukum, pelayanan hukum,dan lain sebagainya. Bentuk hukum Tuhan yang murni dalam ajaran agama Hindu disebut Rta atau Rita,yaitu hukum Tuhan yang murni bersifat 4ranscen 4ranscendental. Rta adalah hukum Tuhan yang bersifat abadi. Rta ini kemudian dijabarkan ke dalam tingkah laku manusia dan disebut Dharma. Sedangkan Bentuk dalam Politik Agama Hindu berperan teguh dalam konsep Nitisastra yang dapat bermakna sebagai kebijakan yang berhubungan dengan etika social politik untuk menyelenggarakan pemerintahan suatu Negara. Niti Sastra sebagai ilmu politik. Padahal sesungguhnya Niti Sastra lebih banyak mengajarkan ilmu pengetahuan tentang etika, moralitas serta budi pekerti, tata pergaulan hidup dengan semua makhluk dan bagaimana memusatkan perhatian atau pelayanan dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.



1



1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian hukum Agama Hindu? 2. Bagaimana Peranan Agama Hindu dalam Merumuskan dan Menegakkan hukum yang Adil? 3. Apa fungsi profetik agama hindu dalam hukum? 4. Apa saja sumber hukum hindu? 5. Bagaimana pengertian politik dalam perspektif hindu? 6. Apa kontribusi agama hindu dalam kehidupan politik? 1.3 Tujuan Penulisan 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Untuk dapat memahami arti dan fungsi dari Hukum itu sendiri. Untuk dapat mengimplementasikan Hukum itu di kehidupan bermasyarakat. Untuk menegakkan keadilan di tengah-tengah permasalahan masyarakat. Agar mengerti bagaimana politik di bali itu berkembang Agar mengetahui kontribusi agama hindu di dunia politik Mempermudah mengetahui bagaimana hukum dan politik berkembang di masyarakat bali



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Hukum Agama Hindu Menurut ajaran hindu yang menciptakan segala isi dari alam semesta ini adalah tuhan. Untuk mengatur dan menjaga hubungan antara partikel-partikel yang diciptkan-nya itu, tuhan menciptakan hukum yang murni dan abadi bersifat absolute berlaku bagi semua ciptaan-Nya. Hukum itu disebut hukum rta, rta berasal dari bahasa sansekerta yang artinya adil, tuhan sebagai pencipta dan pengendali hukum rta disebut rtawan Contoh hukum rta; · Matahari terbit di timur, tenggelam di barat. · Air mengalir dari tempat yang tinngimenuju tempat yang lebih rendah. · Adanya siang dan malam. · Adanya siklus kehidupan. Rta yang menyatu padukan alam semesta dengan hukum alam merupakan disiplin hidup dan juga merupakan disiplin untuk menciptakan keindahan dan keharmonisan dalam hidup ini. Apabila rta ini dilanggar maka akan timbul ketidakharmonisan dalam kehidupan ini.sepeti penebangan hutan gundul menutup bantaran sungai, maka terjadilah banjir yang mengakibatkan bencana alam, yang pastinya merugikan banyak orang. Sesuai dengan anjuran agama, yaitu moksartham jagadhita ya ca iti dharma. Untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat/lahir dan batin, maka dharmalah sebagai penuntunnya. Sehingga dalam aplikasinya dibedakan menjadi 2 bagian yaitu: 1. Swa dharma dan, 2. Para dharma. Dalam mmenjalankan swa dharma, ini dibedakan menjadi empat kelompok tugas yang disebut “catur warna” . Kata Catur Warna berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata ''Catur" berarti empat dan kata "warna" yang berasal dari urat kata Wr artinya memilih. Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan istilah Catur Warna itu ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra. Brahmana yaitu golongan yang menyebarkan ilmu pengetahuan Ksatrya yaitu Golongan yang mempunyai tugas di bidang pemerintahan (abri,hamim,pengacara) Wesya yaitu golongan yang bergerak di bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Sudra yaitu golongan yang berkerja di bidang jasa.



3



2.2 Peranan Agama Hindu dalam Merumuskan dan Menegakkan hukum yang Adil Menurut weda hukum hindu bersumber pada: 1. 2. 3. 4. 5.



Çruti Smerti Sila Acara Atmanastuti



a. Sruti sama dengan wahyu, atau wahyu yang di himpun dalam mantra samhita. Kalau kita bandingkan Dalam bentuk perundang-undangan Negara,sruti dianggap sebagai UUD, karena sruti merupakan sumber ketentuan ketentuan. Sruti, menurut penafsiran otentis dalam kitab Smrti itu ialah Weda dalam arti sruti, yaitu wahyu-wahyu yang dihimpun dalam beberapa buah buku, disebut mantra samhita (terdiri atas empat buku, yaitu Rg Weda, Yajur Weda, Atharwa Weda dan Sama Weda). Dalam hal ini Smrti merupakan peraturan atau ajaran-ajaran yang dibuat sebagai ajaran atau pedoman berdasarkan Sruti. Karena itu smrti dalam arti perundang-undangan dalam suatu negara adalah sebagai UU, baik UU Organik maupun UU Anorganik b. Smrti adalah himpunan-himpunan yang berisi tentang penafsiran sruti. Di dalam smerti dijabarkan atau diaplikasikan sruti tersebut. c. Sila sebagai Sumber Hukum Hindu Ketiga. Sila di sini berarti tingkah laku. Bila diberi awalan su maka menjadi susila yang berarti tingkah laku orang-orang yang baik atau suci. Tingkah laku tersebut meliputi pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci. Pada umumnya tingkah laku para maharsi atau nabi dijadikan standar penilaian yang patut ditauladani. Kaedah-kaedah tingkah laku yang baik tersebut tidak tertulis di dalam Smerti, sehingga sila tidak dapat diartikan sebagai hukum dalam pengertian yang sebenarnya, walaupun nilai-nilainya dijadikan sebagai dasar dalam hukum positif. d. Sadacara sebagai Sumber Hukum Hindu Keempat Sadacara dianggap sebagai sumber hukum Hindu positif. Dalam bahasa Jawa Kuno Sadacara disebut Drsta yang berarti kebiasaan. Untuk memahami pemikiran hukum Sadacara ini, maka hakekat dasar Sadacara adalah penerimaan Drsta sebagai hukum yang telah ada di tempat mana Hindu itu dikembangkan. Dengan demikian sifat hukum Hindu adalah fleksibel. e. Atmanastuti sebagai Sumber Hukum Hindu Kelima. Atmanastuti artinya rasa puas pada diri sendiri. Rasa puas yang selalu diusahakan oleh setiap manusia untuk mencapai kepuasan tersebut harus didasarkan pada kebenaran atau ajaran agama.



4



Penegak hukum yang adil dalam ajaran hindu mempunyai konsep yang jelas dijabarkan atau diaplikasikan dalam konsep sraddha atau keimanan hindu di bagian ketiga yaitu kharma phala. Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Kr” yang berarti membuat atau berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa karmapala berarti Perbuatan atau tingkah laku.Phala yang berarti buah atau hasil.Maka dapat disimpulkan Hukum Karma Phala berarti : Suatu peraturan atau hukuman dari hasil dalam suatu perbuatan. Hukum Karma Phala adalah hukum sebab – akibat, Hukum aksi reaksi, hukum usahan dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh – tumbuhan dan manusia. Jika hukum itu ditunjukan kepada manusia maka di sebut dengan hukum karma dan jika kepada alam semesta disebut hukum Rta. Ada tiga jenis karma yaitu : a. Prarabda karma yaitu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam hidup sekarang juga. b. Kriyamana karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati di alam baka. c. Sancita karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang hasilnya akan di peroleh pada kelahiran yang akan datang. 2.3 Fungsi Profetik Agama Hindu dalam Hukum Agama hindu memberikan tuntutan atau arahan moral yang benar kepada pemeluknya untuk menuju tujuan hidup sebagaimana juga tujuan agama. Manusia diciptakan dalam 2 bentuk yaitu positif dan negatif. Untuk menjalani swa dharma dan para dharma dalam hidup ini, supaya tidak terjadi benturan maka dibuatlah aturan hukum. Namun perlu dipahami bahwa agama sebagai basic atas dasar hukum tersebut, setiap gerakan hukum selalu di warnai oleh ajaran agama. Dalam pustaka suci weda dan pustaka suci agama hindu , terdapat ungkapan yang merupakan fungsi profetik dalam ukum, dalam sudut pandang agama hindu ialah ‘’ weda smerti’’. Berbunyi : ‘’ bila raja tidak menghukum dengan tidak jemu-jemunya kepada orang – orang yang patut dihukum,maka yang kuat akan melalap yang lemah,seperti ikan dalam tempayan.’’ ‘’ hukum dapat divonis tepat hanya oleh orang-orang yang suci,setia kepada janji yang bertindak selalu menuntut dharma oleh orang yang mempunyai bantu akli dan bijaksana’’ ‘’ keadilan yang dilanggar , menghancurkan ; keadilan yang dipelihara akan menjaminnya, oleh karena itu keadilan jangan dilangar; melanggar keadilan akan menghancurkan kita sendiri.’’ Demikianlah ungkapan dalam weda smriti ( manu smirti ) 5



2.4 Sumber Hukum Hindu 1. Sumber hukum hindu menurut sejarah Sumber hukum Hindu dalam arti sejarah adalah sumber hukum Hindu yang digunakan oleh para ahli hindulogi dalam peninjauannya dan penulisannya mengenai pertumbuhan dan kejadian hukum Hindu itu terutama dalam rangka pengamatan dan peninjauan masalah aspekaspek politiknya, filosofinya, sosiologinya, kebudayaannya dan hukumnya sampai pada bentuk materiil yang tampak berlaku pada satu masa dan tempat tertentu. Menurut bukti-bukti sejarah dokumen tertua yang membuat pokok-pokok hukum Hindu, pertama-tama kita jumpai di dalam Weda yang dikenal dengan nama sruti. Kitab Weda Sruti tertua adalah kitah Rg Weda yang diduga mulai ada pada tahun 2000 SM-1000 SM, ajaran hukum yang ada masih bersifat tradisional dimana isi seluruh kitab weda itu disampaikan secara lisan dari satu generasi ke generasi yang baru. Adapun kitab-kitab berikutnya yang merupakan sumber hukum pula timbul dan dikembangkan pada jaman berikutnya, dalam jaman smerta. Dalam jaman ini terdapat yajur Weda, Atharwa Weda dan Sama Weda. Kemudian berkembang pula kitab Brahmana dan Aranyaka. Phase II dalam sejarah pertumbuhan sumber hukum adalah adanya kitab Dharma sastra yang merupakan kitab undang-undang murni dibandingkan dengan kitab sruti. Kitab ini dikenal dengan kitab smerti, jenis buku-buku ini banyak dan mulai berkembang sejak abad ke X SM. Kitab Smerti ini terutama dibagi menjadi enam bidang kodifikasi, mulai dari ilmu bahasa sampai pada agama. Keenam itu disebut sad wedangga. Dari enam wedangga itu, yang terpenting untuk bidang hukum adalah dharma sastra (ilmu hukum). Menurut bentuk penulisannya dapat dibedakan antara dua macam yaitu: a) Sutra, yaitu bentuk penulisan yang amat singkat, semacam aphorisme. b) Sastra, yaitu uraian-uraian panjang atau yang lebih terurai. 2.Sumber Hukum Hindu menurut Sosiologis Sosiologi mempelajari ilmu kemasyarakatan. Masyarakat adalah kelompok manusia pada daerah tertentu yang mempunyai hubungan, baik hubungan budaya, agama, bahasa, dan lain-lainnya. Pemikiran atau perenungan berbagai kaidah hukum tidak lepas dari pandanganpandangan masyarakat setempat. Lebih-lebih hukum itu bersifat dinamis dan berkembang. Dalam mempelajari data-data tertentu yang bersumber pada weda, seperti Manawadharmasastra II, secara tegas menandaskan bahwa sumber dharma atau hukum tidak saja Sruti dan Smrti tetapi juga sila (tingkah laku orang-orang beradab), acara (adat-istiadat atau kebiasaan setempat) dan Atmanastuti (apa yang memberi kepuasan pada diri sendiri). Hukum tidak memperlakukan atas dasar waktu walaupun masalah waktu berpengaruh pada pertumbuhan hukum itu. Demikian pula hukum Hindu yang disebut dharma. Penerapan Dharma didasarkan pada azas-azas tertentu yang disebut berdasarkan samaya (waktu), sosiologi berperan sekali dalam menunjang sumber-sumber hukum Hindu itu.desa (lokal, tempat, daerah, wilayah), acara (kebiasaan), kula (keluarga), warna (golongan), samanya (sifat-sifat umum) yang berarti ilmu 6



3. Sumber Hukum dalam Arti Filsafat Filsafat adalah ilmu pikir. Dalam ilmu filsafat terlibat berbagai macam ilmu terutama ilmu etika, epistemology dengan metafisika. Etika membahas berbagai konsep pandangan tentang nilai yang dianut baik oleh masyarakat tertentu maupun masyarakat umum. Nilai adalah “guna dharma” yang di dalam pandangan barat dibedakan antara “value” dengan “moral”, dan dalam bahasa sehari-hari katakana “susila” atau “dharma’. Arti kata atau makna dan tujuan istilah sila atau susila dan dharma harus diartikan sebagaimana halnya, ada juga diartikan secara terbatas. Penafsiran kata sila dan dharma secara terbatas dapat dibatasi arti hukumnya. Filsafat membimbing manusia tidak saja pandai tetapi juga dimaksudkan untuk mencapai Sonumbonum manusia yang dalam agama Hindu disebut “moksa”. Untuk mencapai tingkat kebahagiaan itu ilmu filsafat Hindu menegaskan sistem dan metode pelaksanaannya seperti; a) Harus didasarkan pada dharma b) Harus diusahakan melalui keilmuan (jnana) c) Hukum didasarkan pada kepercayaan (sadhana) d) Harus didasarkan pada usaha-usaha yang terus menerus dengan pengendalian (danda) seperti pengendalian pikiran (mano danda) pengendalian tulisan kata (wrg/wak danda) dan pengendalian tingkah laku (kaya danda). e) Harus ditebus dengan usaha prayascita (pensucian) Dalam arti epistemology atau ilmu pengetahuan, filsafat Hindu tidak saja mengajarkan tentang arti kata, tetapi juga sistem dan mencoba Sebaliknya kalau kita menyadari bahwa hukum itu adalah menyangkut hipotesa hukum yang diperlukan. Agama tidak saja mengajarkan bagaimana manusia menyembah tuhannya tetapi juga memuat filsafat, hukum dan lain-lain. Oleh karena itu dimana filsafat terutama bersumber pada agama maka ajaran-ajaran kefilsafatannya itu karena dilihat pada hukum kenoniknya yang terdapat di dalam kitab sucinya itu. Dharmasastra adalah kitab kanonik agama Hindu yang memuat berbagai masalah hukum dilihat dari sistem kefilsafatannya, sosiologinya dan bahkan dilihat dari aspek politik. 4. Sumber Hukum dalam Arti Formal menurut Weda Menurut Van Apeldoorn, sumber hukum dalam arti formil ialah sumber hukum berdasarkan sumber yang dibuat berdasarkan bentuk yang dapat menimbulkan hukum positif itu artinya dibuat oleh badan atau lembaga yang ada. Yang merupakan sumber hukum dalam arti formil dan bersifat pasti berdasarkan: a) Undang-undang b) Kebiasaan c) Traktat



7



Ada juga penunjukkan jenis sumber dengan menambahkan yurisprudensi dan pendapat ahli hukum. Dengan demikian akan kita lihat susunan sumber hukum itu sebagai berikut: a) Undang-undang b) Kebiasaan dan adat c) Yurisprudensi d) Pendapat ahli hukum yang terkenal Peninjauan sumber hukum dapat kita lihat dalam berbagai kemungkinan. Peninjauan ini dibenarkan berdasarkan ilmu hukum, mengingat pengertian sumber hukum itu sendiri tidak ada persamaan.



2.5 Politik Menurut Perspektif Hindu Ajaran politik dalam Agama Hindu (Nitisastra) semuanya bersumber dari kitab suci Veda. Aliran Veda ini mengalir dan dikembangkan dalam suatu kitab-kitab seperti: Smerti, Ithiasa, Purana, Tantra, Darsana, Upanishad, maupun lontar-lontar Tatwa yang ada sekarang ini. Menurut kitab suci Weda, Politik merupakancara untuk mencapai tujuan (menegakkan dharma). Dimana dalam pelaksanaanuntuk mencapai tujuan harus tetap berlandaskan akan agama serta moral dan etika. Kata politik yang sering kali di kenal dalam bahasa Indonesia dapat disamakan dengan NitiSastra dalam bahasa sansekerta yang di terbitkan oleh pemerintah provinsi bali, kata niti berarti kemudi,pemimpin,dan pertimbangan kebijakan, dan kata sastra berarti perintah atau ajaran. Jadi pengertian dari nitisastra ialah etika politik. Jadi politik dalam perspektif hindu adalah pengetahuan untuk menyelenggarakan pemerintahan suatu Negara guna mencapai tujuan menciptakan masyarakat sejahtera. 1. Niti Sastra Sebagai Ilmu Politik Mengikuti pengertian kata niti termaksud di atas, maka tidaklah mengherankan jika banyak orang yang mengartikan Niti Sastr itu sebagai ilmu politik. Menurut Drs. I Gusti Made Ngurah dalam bukunya berjudul ”Buku Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi” kata Niti berarti kebijaksanaan duniawi, etika sosial politik, tuntunan dan ilmu pengetahuan tentang negara atau ilmu politik berdasarkan ilmu Agama Hindu. Dalam pengertiannya yang lebih luas, kata Niti Sastra diartikan sebagai ilmu yang bertujuan untuk membangun suatu negara, baik dari segi tata negara, tata pemerintahan maupun tata kemasyarakatan. Niti Sastra lalu diberi makna sebagai konsep penataan pemerintahan dan pembangunan negara pada umumnya. Niti Sastra juga mengajarkan kepatuhan warga negara terhadap hukum dan kebijaksanaan pemerintah, dengan kata lain mengajarkan warganya untuk selalu ikut dalam pembinaan negara.



8



Dalam hal ini Niti Sastra ikut membina masyarakat untuk menjadi warga yang patuh dan bertanggung jawab dalam mewujudkan keselamatan negara, mematuhi undang-undang dan berbagai ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai wujud pelaksanaan ajaran Dharma Negara. Dalam kaitan ini pemerintah dan masyarakat meletakan nilai-nilai moral ajaran Agama Hindu sebagai landasannya. Niti Sastra mengajarkan kepada masyarakat tentang hukum dan kebijaksanaan negara, menanamkan jiwa patriotisme dan kesadaran untuk membela bangsa dan negara.



2. Niti Sastra Sebagai Ilmu Etika dan Moralitas Di atas sudah diuraikan bahwa banyak orang mengartikan Niti Sastra sebagai ilmu politik. Padahal sesungguhnya Niti Sastra lebih banyak mengajarkan ilmu pengetahuan tentang etika, moralitas serta budi pekerti, tata pergaulan hidup dengan semua makhluk dan bagaimana memusatkan perhatian atau pelayanan dan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini boleh jadi karena Maharesi Canakya disamping menulis buku Niti Sastra yang berisi ajaran tentang etika dan moralitas, juga menulis buku Artha Sastra yang berisi ajaran mengenai ilmu politik dan pemerintahan. Dalam kamus pun Niti Sastra lebih didahulukan pengertiannya sebagai ilmu etika, moralitas dan sopan santun, meski pada akhirnya diartikan juga sebagai ilmu politik. Niti Sastra dengan kata Niti memang berarti to lead, memimpin, membimbing, mendidik orang bagaimana bergaul dan bertindak serta bagaimana mengembangkan cinta kasih dan bhakti kepada Tuhan. Dalam hal ini orang dibimbing kearah kebaikan, kejalan terang, kearah cinta bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa (Darmayasa, 1995:xx-xxi) 3. Niti Sastra Sebagai Ilmu Kepemimpinan Sudah dijelaskan juga di atas bahwa kata Niti berarti menuntun atau memimpin, sedangkan kata Sastra berarti ajaran atau ilmu. Karena itu secara etimologis Niti Sastra sebenarnya harus diartikan sebagai ilmu kepemimpinan atau management. Menurut Drs. I Gusti Made Ngurah dalam bukunya termaksud di atas , Niti Sastra juga megandung ajaran kepemimpinan yang bersifat umum dan praktis berlandasan ajaran Agama Hindu. Dijelaskan pula bahwa Niti Sastra bukanlah ilmu pengetahuan hanya untuk kalangan negarawan atau politisi saja, tetap juga untuk setiap orang. Selanjutnya sebagai ilmu kepemimpinan atau management, buku ini juga membahas masalah pengertian, prinsip-prinsip dan fungsi-fungsi management pada umumnya, di samping wewenang dan tanggung jawab serta sifat-sifat dan tipe-tipe pemimpin. Kemudian diuraikan pula masalah kepemimpinan Gajah Mada, Resi Bhisma dan ajaran kepemimpinan Indonesia yang bernuansa Agama Hindu.



9



4. Niti Sastra Dengan Nama Lain Dalam Sastra Agama Hindu, Niti Sastra memiliki sebutan atau nama lain dengan pengertian yang berbeda-beda pula (Sudirga, 2004:22), yaitu: a. Danda Niti yaitu ilmu pengetahuan yang lebih menekan kepada sendi-sendi hukum atau pemerintah yang berfungsi mengatur kehidupan manusia. b. Artha Sastra yaitu ilmu pengetahuan yang lebih menekankan kepada pengertian bahwa negara itu berfungsi mengatur kehidupan untuk mencapai kemakmuran. c. Raja Dharma yaitu ilmu pengetahuan yang menguraikan tentang kewajiban-kewajiban pemerintah atau pemimpin. d. Raja Niti yaitu ilmu pengetahuan yang lebih menekankan kepada ilmu kepemimpinan. Karena mempunyai makna yang bermacam-macam, maka perlu dijelaskan bahwa untuk buku ini pengertian Niti Sastra dibatasi hanya dalam arti etimologisnya saja atau dalam artinya sebagai Raja Niti yaitu sebagai pengetahuan yang lebih menekankan kepada ilmu kepemimpinan atau management.



2.6 Kontribusi Agama Hindu dalam Kehidupan Politik Berbangsa Dan Bernegara Lahirnya bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan dasar Pancasila dan lambang Negara Garuda Pancasila dengan Sasanti Bhineka Tunggal Ika adalah sangat tepat didukung pemilihan yang amat cermat dari para pendiri negara yang mengamati kondisi nyata bangsa Indonesia yang memang amat majemuk. Sasanti Bhineka Tunggal Ika diangkat dari karya Rakawi Empu Tantular dalam Kakawin Sutasoma, yang memaparkan kondisi komunikasi antar agama Hindu dan agama Buddha pada masa itu. Baris lengkapnya berbunyi Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Kalimat ini adalah kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Kata Bhineka terdiri dari kata Bhina yang artinya berbeda-beda dan kata ika yang artinya satu, Ika artinya itu. Tan Hana artinya tidak ada.Dharma artinya kewajiban. Mangrwa artinya mendua. Secara harafiah kalimat iu berarti berbeda-beda itu, satu, itu, tidak ada kebajikan/kebenaran/kewajiban mendua. Kalimat ini mengandung ajaran Nitisastra yang tinggi dan sesuai dengan bangsa dan kesatuan Indonesia.



10



Dalam konteks politik berbangsa dan bernegara sesuai dengan cita-cita peniru bangsa dan negara kalimat saasanti ini mempunyai makna bahwa Indonesia berbeda-beda, tetapi tetap satu, sebagai warga negara Indonesia tidak ada kebajikan yang mendua kecuali cinta pada bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sasanti Bhineka Tunggal Ika merupakan basis politik yang patut pedomani dala menentukan kebijakan apa pu dalam penyelenggaraan Negara ini. Dalam pustaka arthava Veda terdapat mantra yang menjiwai rumusan yang dikembangkan oleh Mpu Tantular sebagai berikut: JANAM BIBHRATI BAHUDA VIVACASAM MANA DHARMANAM PRTHIVI SAHASRAM DHARA DRAVINASYA ME DUHAM DHRUVEVA ANA PAS PHURANTI (Atharvaveda XII.1.45) Artinya: Semoga bumi yang memberi tempat tinggal kepada penduduk yang berbicara berbedabeda bahasa berbeda-beda tatacara agama menurut tempat tinggalnya meperkaya hamba dengan ribuan pahala laksana lembu yang menusui anaknya tak pernah kekurangan. Dalam konteks negara Indonesia mantra Veda ini menegaaskan bahwa Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai jenis suku menempati wilayah Indonesia yang satu diharapkan menikmati sumber alam Indonesia hidup bersatu dan damai sehingga kebahagiaan dapat tercapai. Persatuan dalam kebhinekaan itu pada dasarnya bersifatdinamis, tidak mengecilkan arti setiap unsur budaya bangsa dan perbedaan agama yang ada di antara warga negara Indonesia. Semua kegiatan yang bertujuan memajukan dan mencerdaskan anggota masyarakat dalam bidang apapun juga hendaklah didasarkan atas kesadaran bahwa usaha-usaha itu tidak mengganggu atau melemahkan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia. Politik berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia pada dasarnya adalah penanaman kesadaran bahwa berdasarkan sejarahnya kita adalah satu Bangsa Indonesia yang menempati satu Negara, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesadaran inilah yang perlu dipupuk dan dikembangkan dari khasanah budaya bangsa termasuk nilai-nilai ajaran Agama.



11



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari penulisan makalah ini yakni bahwa Hukum adalah sesuatu yang sangat penting di terapkan di masyarakat terutama atau khususnya masyarakat yang HINDU DI BALI hal ini dapat mencerminkan sikap dan perilaku yang muncul dalam masyarakat manusia itu sendiri dalam perwujudan riil pada sikap dan selalu berpandangan bahwa suatu masyarakat bangsa pada umumnya harus berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila yang akan mempengaruhi sikap mental suatu masyarakat. Hukum agama hindu sendiri bersifat kekal dan abadi, harus ditaati dengan hati atau dorongan sendiri. Harus adanya keyakinan bila kita melanggar norma hukum agama hindu, kharma pala akan datang menghampiri setiap perbuatan yang tidak benar, karena banyak di sampaikan dalam skola,pustaka suci weda , pustaka suci agama hindu bahwa barang siapa yang melanggar hukum agama hindu atau tidak melaksanakan, itu artinya kita menghancurkan diri kita sendiri. Ajaran politik dalam Agama Hindu (Nitisastra) semuanya bersumber dari kitab suci Veda. Aliran Veda ini mengalir dan dikembangkan dalam suatu kitab-kitab seperti: Smerti, Ithiasa, Purana, Tantra, Darsana, Upanishad, maupun lontar-lontar Tatwa yang ada sekarang ini. Menurut kitab suci Weda, Politik merupakancara untuk mencapai tujuan (menegakkan dharma). Selain istilah nitisastra ada pula dikenal istilah dandhaniti dikaitkan dengan kewajiban-kewajiban pemerintah atau kepalanegara. 3.2 Saran Adapun saran dari penulisan makalah ini yakni semua pihak atau masyarakat bali khususnya agar mentaatti hukum atau kaidah-kaidah yang berlaku di masyarakat,guna untuk mensejahterakan masyarakat agar tidak terjadinya juga ketumpang tindihan antara polemikpolemik permasalahan di masyarakat yang ada, serta seandainya ada permasalahan yang terjadi di masyarakat agar cepat di musyawarahkan secara kekeluargaan.! Serta politik dibali jangan digunakan sebagai ajang persaingan yang sering dilakukan oleh partai politik untuk merebut kursi di bidangDPR( pemerintahan ). Karena politik dalam prespektif hindu adalah untuk menyampaikan aspirasi masyarakat guna menyatukan rasa kebersamaan.



12



DAFTAR PUSTAKA



http://luhayulestarigen.blogspot.co.id/2014/01/hukum-hindu.html http://diva-yana.blogspot.co.id/2013/12/pengertian-hukum-hindu.html https://jeroersaniatabanan.wordpress.com/2012/01/06/wajah-hukum-hindu-adatbuku pendidikan agama hindu di perguruan tinggi oleh tim dosen agama hindu unud ( halaman 61-68) https://kimjongin93.wordpress.com/tag/hukum-hindu/ https://prezi.com/h7gixusupa5f/politik-dalam-perspektif-hindu/ buku pendidikan agama hindu di perguruan tinggi oleh tim dosen agama hindu unud ( halaman 115-126)



13