Hukum Perikatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hukum Perikatan(kewajiban pokok) ANEKA PERJANJIAN BAB I JUAL BELI Definisi Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana ,pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Saat terjadinya perjanjian jual beli Unsur-unsur pokok dalam perjanian jual beli adalah barang dan harga, sesuai asas konsesualisme (kesepakatan) yang menjiwai hukum perjanjian maka perjanjian jual beli akan ada saat terjadinya atau tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Sifat konsesual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 BW yang berbunyi “jual beli sianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.Sebagaimana diketahui hukum perjanjian dari BW menganut asas konsesualisme, artinya ialah bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsesus sebagaimana dimaksud diatas. Kewajiban Penjual Bagi pihak penjual terdapat dua kewajiban utama dalam perjanjian jual beli, diantaranya yaitu : • Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan. Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang (barang bergerak, barang tetap maupun barang tak bertubuh atau piutang atau penagihan atau claim) yang diperjual belikan itu dari si penjual kepada pembeli • Menanggung tenteram atas barang tersebut. Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram merupakan konsekuwensi dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual dan dilever itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak. Kewajiban tersebut menemukan realisasinya dalam kewajiban untuk memberikan penggantian kerugian jika sampai terjadi si pembeli karena suatu gugatan pihak ke tiga. Kewajiban Pembeli Kewajiban pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana dietapkan menurut perjanjian. Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tetang tempat dan waktu pembayaran maka si pembeli harus memmbayar ditempat dan pada waktu dimana penyerahan barangnya harus dilakukan (pasal 1514) Resiko dalam perjanjian jual beli Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah satu pihak. Dengan demikian maka persoalan tentang risiko itu merupakan buntut dari persoalan tentang keadan memaksa, suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga. Mengenai resiko dalam jual beli dalam BW disebutkan ada tiga peraturan yang terkait akan hal itu, yaitu : • Mengenai barang tertentu (pasal 1460) • Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran (pasal 1461) • Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan (pasal 1462) Namun perlu diingat bahwa selama belum dilever mengenai barang dari macam apa saja, resikonya masih harus dipikul oleh penjual, yang masih merupakan pemilik sampai pada saat barang itu secara yuridis diserahkan kepada pembeli.



Jual beli dengan hak membeli kembali Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual (recht van wederinkoop, right to repurchase) diterbitkan dari suatu perjanjian dimana si penjual diberikan hak untuk mengambil kembali barangnya yang telah dijual, dengan mengembalikan harga pembelian yang telah diterimanya disertai semua biaya yang telah dikeluarkan (oleh si pembeli) untuk menyelenggarakan pembelian serta penyerahannya, begitu pula biaya-biaya yang perlu untuk pembetulan-pembetulan dan pengeluaran-pengeluaran yang menyebabkan barang yang dijual bertambah harganya. (pasal 1519 dan 1532) Jual beli piutang dan lain-lain hak takbertubuh Dalam pasal 1533 disebutkan bahwa penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya, seperti penangungan-penanggungan, hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik. Kemudian dalam pasal 1534 disebutkan “barangsiapa yang menjual suatu piutang atau suatu hak takbertubuh lainnya, harus menanggung bahwa hak itu benar ada pada waktu diserahkannya, biarpun penjualan dilakukan tanpa janji penanggungan. Hak reklame (menuntut kembali) Dalam hal jual beli diadakan tanpa suatu janji bahwa harga barang boleh diangsur atau dicicil dan pembeli tidak membayar harga itu, maka selama barangnya masih berada ditangannya si pembeli, penjual dapat menuntut kembali barangnya asal penuntutan kembali itu dalam jangka waktu 30 hari. Dasar hukum pengaturan menganai hak reklame adalah terdapat dalam pasal 1145 BW. Selain itu juga dapat dijumpai dalam pasal 230 KUHD, akan tetapi dalam KUHD tersebut hanya berlaku dalam halnya si pembeli telah dinyatakan pailit. Syarat-syarat untuk melancarkan reklame dalam KUHD adalah lebih longgar dibandingkan dengan syaratsyarat yang ditetapkan dalam pasal 1145 BW, yaitu : • Jual beli tidak usah jual beli tunai (kontan), jadi jual beli kreditpun boleh. • Penuntutan kembali dapat dilakukan dalam jangka waktu 60 hari, jadi lebih lama dari jangka waktu yang diperkenankan oleh pasal 1145 BW • Tuntutan reklame masih boleh dilancarkan meskipun barangnya sudah berada ditangan orang lain. Jual beli “barang orang lain” Pasal 1471 BW menggariskan “jual beli barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar untuk penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak telah mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain” BAB II TUKAR MENUKAR Tukar-menukar adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang lain. Perjanjian ini juga dikenal dengan nama “barter”. Segala apa yang dapat dijual, dapat juga menjadi objek perjanjian tukar-menukar. Segala peraturan-peraturan tentang perjanjian jual-beli juga berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar (pasal 1546) Resiko dalam perjanjian tukar-menukar diatur dalam pasal 1545 yang berbunyi : “jika suatu barangtertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah diluar kesalahan pemiliknya, maka persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar”. BAB III SEWA MENYEWA Devinisi Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu hargayangoleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya (pasal 1548 B.W) Sewa menyewa adalah suatu perjanjian



konsensual.artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsure-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar “harga sewa”. Pasal 1579 berbunyi: “pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dngan menyatakan hendak memaai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebelumnya”. Tentang harga sewa: kalau dalam jual beli harga harus berupa uang, karena kalau berupa barang perjanjianyabukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-menukar, tetapi dalam sewa-menyewa tiadaklah menjadi keberatan bahwa harga sewa itu berupa barang atau jasa. Kewajiban-kewajiban pihak yang menyewakan Piahak yang menyewakan mempunyai kewajiban: • Menyerahkan barang yangdisewakan kepada si penyewa • Memelihara barang yangdisewakan sedemikian hingga itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan. • Memberikan keapada si penyewa kenkmatan tenteram dari barang yang diseakan selama berlangsungnya persewaan. Kewajiban-kewajiban penyewa Bagi si penyewa ada dua kewajiban utama yaitu: • Memakai barang yang disewa sebagai seorang “bapk rumah yang baik”, sesuai dengan tujuan yang diberikan kepada barang itu menurut perjanjian sewanya. • Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan menurut pejanjian. Resiko dalam sewa pemnyewa Menurut pasal 1553, dalam sea-menyewa itu mengenai barang yangdipersewakan dipikul oleh si pemilik barang, yaitu pihak yang menyewakan. Gangguan dari piphak ketiga Apabila selama wakttu sewa, si penyewa dalam pemakaian barang yang disewakan diganggu oleh seorang pihak ketiga berdasar atas suatu hak yang dikemukakan oleh orang pihak ketiga aka dapatlah si penyewa menuntut dari pihak yang menyewakan supaya uang sewa dikurangi secara sepadan dengan sifat gangguan itu. Mengulang sewakan Si penyewa jika kapadanya tidak telah diperijinkan oleh pemilik barang, tidak diperbolehkan mengulang sewakan barang yang disewanya maupun melepas sewanya kepada orang lain. Kecuali kalau hal-hal itu diperjanjikan tetapi kalau menyewakan sebagian dari sebuah rumah tempat tinggal yang disewa adalah diperbolehkan kecuali kalau hal itu telah dilarang dalam perjanjian sewanya. Sewa tertulis dan sewa lisan Meskipun sewa menyewa adalah suatu perjanjian konsensual, namun oleh undang-undang diadakan perbedaan dalam akibat-akibatnya antara sewa tertulis dan sewa lisan. Jika sewa menyewa itu diadakan secara tertulis maka sewa menyewa berakhir demi hukum (otomatis) apabila waktu yang ditentukan sudah habis tanpa diperlukannya sesatu pemberitahuan pemberhantian untuk itu. Senaliknya jika sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis maka sewa itu tidak berahir pada waktu yang ditentukan. Perihal sewa menyewa secara tertulis diatur dalam pasal 1570 sedangkan perihal sewa menyewa yang tidak tertulis (lisan) diatur dalam pasal 1571. Jual beli tidak memutuskan sewa menyewa Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan, kecuali apabila ia telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barangnya (pasal 1576) Pandbeslag



Merupakan hak utama yang diberikan oleh undang-undang atas barang-barang perabot rumah yang diakai untuk menghiasi rumah tersebut guna menjamin pembayaran tunggakkan uang sewa. Artinya dalam suatu eksekusi (lelang sita) atas barang-barang perabot rumah yang dipakai untuk menghiasi rumah tersebut, sipemilik rumah harus paling dahulu diberikan sejumlah yang cukup dari pendapatan lelangan untuk melunasi tunggakan uang sewa yang menjadi haknya, sebelum kreditu-kreditur lainnya menerima bagian mereka. 10. Sewa menyewa perumahan Masalaha perumahan merupakan suatu masalah social yang sangat penting. Pasca Perang Dunia II banyak rumah-rumah gedung yang dikuasai oleh pemerintah untuk diatur penggunaan atau penghuninya. Pada masa sekarang pengaturan mengenai hal itu oleh pemerintah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang urusan perumahan. Pelaksanaan mengenai urusan perumahan diserahkan kepada Kantor Urusan Perumahan, oleh karenanya untuk menmpati rumah tersebut harus ad surat iji penghuni (SIP) yang diberikan oleh Kantor Urusan Perumahan. BAB IV SEWA BELI Sewa beli sebenarnya adalah suat macam jual beli, setidak-tidaknya ia lebih mendekati jual beli daripada sewa menyewa, meskipun ia merupakan suatu campuran dari keduanya dan diberikan judul “sewa menyewa”. Hakekat dari sewa beli adalah suatu macam perjanjian jual beli dimana selama harga belum dibayar lunas maka si pembeli menjadi penyewa dahulu dari barang yang ingin dibelinya. BAB V PERJANJIAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN Undang-undnag membagi perjanjianuntuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, yaitu : Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu Maksud dalam perjanjian ini yaitu suatu pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukannya pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terserah kepada pihak lawannya itu. Termasuk dalam golongan ini lajimnya yaitu hubungan antara seorang pasien dengan dokter, hubungan antara seorang pengacara dengan kliennya yang minta diurusinya suatu perkra, hubungan antara seorang notaries dengan seorang yang dating kepadanya untuk dibuatkan suatu akte dan lain sebagainya. Perjanjian kerja atau perburuhan yaitu perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri : - Adanya suatu uah atau gaji tertentu yang diperjanjikan - Adanya suatu “hubungan diperatas” atau “dienstverhouding” yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh yang lain. Mengenai hal ini iatur dalam pasal 1601 – 1603 BW. Sedangkan untuk perjanjian kerja laut diatur dalam Bab IV dari Buku II KUHD. Perjanjian pemborongan kerja Yaitu suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang memborong pekerjaan) dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan . BAB VI PENGANGKUTAN Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu ke lain tempat, sedangkan pihak yang



lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya. Perjanjian pengangkutan ini diatur dalam Buku III KUHPdt pasal 1235- 1243. Disamping perjanjian, undang-undang dan kebiasaan merupakan sumber hukum pengangkutan, karena merupakan sebuah sumber hukum didalam perjanjian pengangkutan selain apa yang tertulis dalam suatu undang-undang adalah perjanjian antara pihak pengirim dan pihak pengangkut juga kebiasaan yang berderajat undang-undang merupakan termasuk sumber hukum Perjanjian pengangkutan selalu diikuti dengan dokumen pengangkutan, karena dokumen pengangkutan atau surat muatan merupakan atau dapat dijadikan bukti tertulis antara pengirim dan pengangkut apabila suatu saat terjadi perkara atau peristiwa hukum. BAB VII PERSEKUTUAN Definisi Yang dimaksud dengan persekutuan adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing memmasukkan sesuatu dalam suatu kekayaan bersama (Pasal 1618 BW). Hubungan antara para sekutu Undang-undang menetapkan bahwa sekutu yang hanya memasukkan tenaganya saja, mendapat bagian yang sama dari keutungan bersama seperti sekutu yang memasukkan “modal yang paling sedikit (pasal 1633 ayat 2). Hubungan antar para sekutu, dalam hal adanya pertetangan antara kepentingan sekutu dan kepentingan persekutuan, selalu memberikan prioritas kepada kepentingan persekutuan. Apabila persekutuan, sebagai akibat kesalahan seorang sekutu didalam mengerjakan sesuatu urusan, menderita kerugian maka sekutu tersebut harus mengganti kerugian itu tanpa dibolehkan mengkonpensasikan keuntungan-keuntungan yang diperolehnya bagi persekutuan dalam lain urusan (pasal 1630) Hubungan para sekutu dengan pihak ketiga Tanggung jawab para sekutu terhadap pihak keiga ditegaskandalam pasal 1643 dimana para sekutu dapat dituntut oleh siberpiutang dengan siapa mereka telah bertindak, masing-masing untuk suatu jumlah dan bagian yang sama, meskipun bagian sekutu yang satu dalam persekutuan adalah kuarang daripada bagiansekutu yang lainya kecuali apabila sewaktu hutang tersebut dibuatnya dengan tegas ditetapkan kewajiban para sekutu itu untuk membayar hutang tersebut menurut imbangan besarnya bagian masing-masing dalam persekutuan. Macam-macam cara berakhirnya persekutuan Menurut pasal 1646 B.W persekutuan berakhir Dengan lewatnya waktu untuk mana persekutuan telah diadakan Dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu Jika salah seorang sekutu meninggal atau ditaruh dibawah pengampunan atau dinyatakan pailit. BAB VIII PERKUMPULAN Yaitu beberapa orang yang hendak mencapai suatu tujuan dala bidang non-ekonomis (tidak untuk mencari keuntungan) bersepakat mengadakan suatu kerjasama yang bentuk dan caranya diletakan dalam apa yang dinamakan anggaran dasar atau reklemen atau statuten. Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengakuan sebagai badan hukum dari menteri kehakiman menurut peraturan sebagaimana termaktuk dalam lembaran Negara tahun 1870 no. 64 BAB IX



PENGHIBAHAN Devinisi dan Ketentuan-ketentuan umum Menurut pasal 1666 B.W penghibahan adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan dengan tridak dapat di tarik kembali, menyerahkan sesuatu barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Penghibahan hanyalah dapat mengenai barang –barang yang sudah ada, jiak ia meliputi barang –barang yang baru akan ada di kemudian hari maka sekadar mengenai itu hibahnya adalah batal (pasal 1667) Kecakapan untuk member dan menerima hibah Untuk menghibahkan, seorang, selainnya bahwa ia harus sehat pikirannya, harus sudah dewasa. Untuk menerima suatu hibah, dibolehkan orang itu belum dewasa tetapi ia harus diwakili oleh orang tua atau wali. Cara menghibahkan sesuatu Pasal 1682 menetapkan tiada suatu hibah kecuali yang disebutkan dalam pasal 1687, dapat, atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta notaries, yang aslinya disimpan oleh notaries itu. Dari pasal 1682 dan 1687 tersebut dapat kita lihat bahwa untuk penghibahan benda tak bergerak ditetapkan suatu formalitas dalam bentuk akte notaries tetapi untuk penghibahan barang bergerak yang bertuguh atau surat penagihan hutang atas tunjuk tidak diperlukan sesuatu formalitas dan dapat dilakukan secara sah dengan penyerahan barangnya begitu saja kepada sipenerima hibah atau kepada seoarang pihak ketiga yang menerima pemberian hibah atas namanya. Penarikan kembali dan penghapusan hibah Meskipun suatu penghibahan tidak dapat ditarik kembali secara sepihak tanpa persetujuan pihak lawan namun ditentukan oleh pasal 1688 bagi si penghibah untuk dalam hal-hal tertentu menarik kembali atau menghapuskan hibah yang elah diberikan pada seseoarang. Penarikan kembali atau penghapusan penghibahan dialkukan dengan menyatakan kehendaknya kepada si penerima hibah disetai penuntutan kembali barang-barang yang telah di hibahkan dan apabila itu tidak dipenuhi sefcara sukarela maka penuntutan kembali barangbarang itu di ajukan kepada pengadilan. BAB X PENITIPAN BARANG Penitipan pada umumnya dan berbagai macamnya Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang darinorang lain, dengan syaratbahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Mengenai hal ini diatur dalam pasal 1694 B.W. menurut undang-undang ada dua macam penitipan barang yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi. Penitipan barang yang sejati Penitipan barang yangsejati dianggap dibuat dengan Cuma-Cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia hanyandapat mengenai barang barang yang bergerak (psal 1696). Sipenerima titipan barang tiadak diperbolehkan memakai barnang yang dititipkan untuk keperluan sendiri tanpa izinnya orang yang menitipkan barang , yang dinyatakan dengan tegs atau dipersangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada alas an untuk itu (pasal 1712) Sekestrasi Adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, di tangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah hakim atau pengadilan. Mengenai hal ini diatur dalam pasal 1730 – 1734 BAB XI



PINJAM PAKAI Defenisi dan Ketentuan-ketentuan umum Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yagn lainnya untukdipakai dengan cuma-Cuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya (pasal 1740). Dalam pinjam pakai, pihak yang meminjamkan tetap menjadi pemilik dari barang yang dipinjamkan (pasal 1741). Segala apa yang dapat dipakai orang dan tidak musnah karena pemakaian, dapat menjadi bahan perjanjian pinjam-pakai (pasal 1742). Kewajiban peminjam Peminjam diwajibkan menyimpan dan memelihara barang pinjaman itu sebagai seorang bapak rumah yang baik dan tidak boleh memakainya guna suatu keperluan yang lain. Jika ia memakai barangnya pinjaman guna suatu keperluan lain atau lebih lama dari yang diperbolehkan, maka selain dari pada itu ia adalah bertanggung jawab atas musnahnya barangnyasekalipun musnahnya barang itu disebabkan karena suatu kejadian yang sama sekali tidak di sengaja (pasal 1744). Jiak barangnya pada waktu dipinjamkan, telah ditaksir harganya, maka musnahnya barang itu, biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang tidak disengaja, adalah atas tanggungan si peminjam, kecuali apabila telah diperjanjikan sebalknya(pasal 1746) Kewajiban orang yang meminjamkan Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya setelah lewatnya waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan yang demikian, setelah barangnya dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (pasal 1750). BAB XII PINJAM MEMINJAM Defenisi dan Ketentuan-ketentuan umum Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barangbarang yangmenghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula (pasal 1754). Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam, pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik dari barang yang dipinjam, dan jika barang itu musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya (pasal 1755) Kewajban orang yang meminjamkan Orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang telah di tentukan dalam perjanjian (pasal 1759) Kewajiban peminjam Orang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan (pasal 1763). Jka sipeminjam tidak mampu mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumalah dan keadaanyang sama maka ia diwajibkan membayar harganya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat dimana barangnya, menurut perjanjian, harus dikembalikan. Meminjamkan dengan bunga Dalam pasal 1765 menyatakan bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian. BAB XIII PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN Devinisi Adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu.



Termasuk didalam perjanjian untung-untungan yaitu : perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Mengenai perjanjian pertanggungan diatur dalam pasal 1774. Bunga cagak-hidup Bunga cagak hidup dapat dilahirkan dengan suatu prjanjian atas beban, atau dengan suatu akte hibah. Ada juga bunga cagak hidup itu diperoleh dengan wasiat. Suatu perjanjian atas beban adalah perjanjian timbale balik dimana prestasi dari pihak yang satu adalah imbalan dari prestasi pihak yang lain. Perjudian dan pertaruhan Baik dalam perjudian dan pertaruhan hasil tentang untungatau rugi digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu. Perbedaannya adalah bahwa dalam prjudian tiap-tiap pihak mengambil bagian atau ikut serta dalam permainan yang hasilnya akan menetukan untung atau rugi tersebut sedangkan dalam pertaruhan mereka berada di luar permainan tersebut, malahan adakalanya tidak ada sesuatu yang dinamakan permainan tetapi hanya ada suatu kejadian saja. Selanjutnya dalam prjudian hasil dari prmainan tersebut selalu hamper seluruhnya tergantung pada nasib dan tidak pada kepandaian sedangkan dala pertaruhan tidak usah demikian. BAB XIV PEMBERIAN KUASA Definisi Adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan atau wewenang kepada seseorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan (pasal 1792). Kewajiban si kuasa Si kuasa diwajibkan selama ia belum dibebaskan, melaksanakan kuasanya, dan ia menanggung segala biaya, kerugian, dan bunga yang sekiranya dapat timbul karena tidak dilaksanakannya kuasa tersebut. Si kuasa bertanggungjawab untuk orang yang telah ditunujuk olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya : - Jika tidak telah diberikan kekuasaan untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya. - Jika kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa tanpa penyebutan seorang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya itu ternyata seorang yang tak cakap atau tak mampu. Kewajiban si pemberi kuasa Si pemberi kuasa diwajibkan memenuhi perikatan-perikatan yang diperbuat oleh si kuasa menurut kekuasaan yang ia telah berikan kepadanya. Ia tidak terikat pada apa yang telah diperbuat selebihnya dari pada itu, selainnya sekadar ia telah menyetujuinya secara tegas atau secara diam-diam (pasal 1807). Berakhirnya pemberian kuasa Pasal 1813 memberikan bermacam-macam cara berakhirnya pemberian kuasa, yaitu : - Dengan ditariknya kembali kuasanya si jurukuasa - Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh sijurukuasa - Dengan meninggalnya, pengampunannya atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si penerima kuasa - Dengan perkawinan si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa. BAB XV PENANGGUGAN UTANG Devinisi dan sifat-sifat penanggungan Adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berpiutang, manakala orang ini sendiri tidka memenuhinya (pasal 1820). Tiada penanggungan , jika tidak ada suatu perikatan pokok



yang sah. Namun dapatlah seorang mengajukan diri sebagai penanggung untuk suatu perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya pribadi di berutang, misalnya dalam hal kebelumdewasaan (pasal 1821). Menurut pasal 1827 mengatakan bahwa si berutang diawajibkan memberikan seorang penanggung, harus mengajukan seorang yang mempunyai kecakapan menurut hukum untuk mengikatkan dirinya, cukup mampu untuk memenuhi perikatannya dan berdiam di wilayah Indonesia. Akibat-akibat penanggungan antara kreditur dan penanggung Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selainnya jika siberutang lalai, sedangkan harta benda si berutang ini harus lebih dahulu di sita dan di jual untuk melunasi utangnya (pasal 1831). Sipenangguna tidak dapat menuntut supaya harat-benda si berutang terlebih dahulu di sita dan di lelang untuk melunasi utangnya, dalam hal: • Apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk enuntut dilakukannya lelang-sita lebih dahlu atas hartabenda si berutang. • Apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berutang utama secara tanggung menanggung. • Jika si berutang dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secarapribadi. • Jika si berutang berada dalam keadaan pailit. • Dalam halnya penanggungan yang di printahkan oleh hakim. Akibat-akibat penanggung antara si berutang dan si penanggung dan antara si penanggung sendiri Si penanggung da juga mempunyai hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu (pasal 1839). Sipenanggung dpat menuntut si berutang untuk diberikan ganti rugi atau untuk dibebaskan dari perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya : • Apabila ia di gugat di muka hakim untuk membayar • Apabila si berutang telah berjanji membebaskannya dari penanggungannya di dalam suatu waktu tertentu • Apabila utangnya telah dapat di tagih karena lewatnya jangka waktu yang telah di tetapkan untuk pembayarannya • Setelah lewatnya waktu sepuluh tahun jika perikatannya pokok tidak mengandung jangka waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali apabila perikatannya pokok sedemikian sifatnya, hingga ia tidak dapat diakhiri sebelum lewatnya jangka waktu tertentu, sepertinya suatu perwalian (pasal 1843) Hapusnya penanggungan Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab-sebab yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan-perikatan yang lainnya (pasal 1845). Adapun cara-cara berakhirnya perikatan-perikatan itu diatur dalam bab IV dari buku III B.W. (pasal 1381 dan selanjutnya). Si penanggung dibebaskan apabilla ia, karena kesalahan si berpiutang, tidak lagi dapat menggantikan hak-haknya, hiotik-hipotik dan hak-hak istimewanya si berpiutang (pasal 1848). BAB XVI PERDAMAIAN Perdamaian adalah suatu perjanjian denganmana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis (pasal 1851). Untuk mengadakan suatu perdamaian diperluikan bahwa seorang mempunyai kekuasaan untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang termaksud dalam perdamaian itu. Tentang kepentingan-kepentingan keperdataan yang terbit dari suatu kejahatan atau pelanggaran, dapat diadakan perdamaian. Perdamaian initidak sekali-kali



menghalangi pihak kejaksaan untuk menuntut perkaranya (pasal 1853). BAB XVII ARBITRASE Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrrase yang tercantum dalam perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.



Pengertian Hukum Perikatan Pengertiannya perikatan dapat terjadi jika sudah melalui perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban. Dan sumber hukum perikatan adalah Perjanjian dan Undang – Undang. 3 Hal yang harus diketahui dalam mendefinisikan suatu perjanjian : • Adanya suatu barang yang akan diberi. • Adanya suatu perbuatan. • Bukan merupakan suatu perbuatan. Dalam melakukan Perjanjian sah harus disyaratkan pada : • Bebas dalam menentukan suatu perjanjian. • Cakap dalam melakukan suatu perjanjian. • Isi dari perjajian itu sendiri. • Perjanjian dibuat harus sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku. Seorang yang berpiutang memberikan pinjaman kepada yang berutang, dan yang berutang tidak bisa memenuhi kewajibannya dalam membayar utang maka yang berpiutang dapat melakukan tuntutan dengan 3 cara : • Parade Executie (melakukan perbuatan tanpa bantuan dari pengadilan yang hal ini kaitannya dengan hakim) • Reel executie ( dimana hakim memberikan kekuasaan kepada berpiutang untuk melakukan suatu perbuatan) • Natuurelijke Verbintenis (Secara suka rela dipenuhi/dibayar) Hukum Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih di dalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi. Sedangkan perjanjian adalah perbuatan hukum. Hukum perikatan hanya berbicara mengenai harta kekayaan bukan berbicara mengenai manusia. Hukum kontrak bagian dari hukum perikatan. Harta kekayaan adalah objek kebendaan. Pihak dalam perikatan ada dua yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban. Mora kreditoris adalah pihak kreditur yang berhak dapat merugikan pihak debitur. Titik tolak hukum : • Penghormatan pada manusia. • Perlindungan. • Penghormatan. Unsur-unsur perikatan : • Hubungan hukum. • Harta kekayaan. • Pihak yang berkewajiban dan pihak yang berhak. • Prestasi. Hak dan kewajiban para pihak Debitur : • Berkewajiban membayar utang (Schlud).



• Berkewajiban memberikan harta kekayaannya untuk melunasi hutangnya (HAFTUNG). Unsur-unsur objek perikatan : • Objek tersebut tidak diperkenankan. • Harus ditentukan, artinya harus ditentukan jenisnya. Contoh : membeli motor merk Honda. • Harus dimungkinkan, sesuai dengan akal pikiran. Contoh : pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Pengaturan hukum perikatan : 1. Perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata dari pasal 1233-1456 KUH Perdata. 2. Buku III KUH Perdata bersifat : Terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang. Mengatur, maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh kedua belah pihak. Melengkapi, maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena tergantung pada kesepakatan. Definisi hukum perikatan menurut beberapa tokoh : • Hofmann Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian. • Pitlo Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi. • Vollmar Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim. Unsur-unsur dalam perikatan : Hubungan hukum Maksudnya adalah bahwa hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat, hukum melekatkan hak pada satu pihak dan kewajiban pad apihak lain dan apabila salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hukum dapat memaksakannya. Harta kekayaan Maksudnya adalah untuk menilai bahwa suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini yang membedakannya dengan hubungan hukum dibidang moral (dalam perkembangannya, ukuran penilaian tersebut didasarkan pada rasa keadilan masyarakat). Para pihak Pihak yang berhak atas prestasi = kreditur, sedangkan yang wajib memenuhi prestasi = debitur. Prestasi (pasal 1234 KUH Perdata), prestasi yaitu : • Memberikan sesuatu. • Berbuat sesuatu. • Tidak berbuat sesuatu. Prestasi berupa : • Memberikan sesuatu Prestasi atau memberikan semua hak milik. • Berbuat sesuatu



Tidak memberikan semua hak milik dan perbuatannya tidak termasuk memberikan sesuatu. • Tidak berbuat sesuatu Wanprestasi. Riele executie : • Pasal 1241 KUH Perdata. Adalah bahwa kreditur dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan dengan biaya dari debitur berdasarkan masa yang diberikan hakim, apabila debitur enggan melaksanakan prestasi itu. Debitur dan kreditur Debitur : Berkewajiban membayar utang (schuld). Berkewajiban memberikan harta kekayaannya untuk melunasi utangnya (Haftung). Contoh : penjaminan. Kreditur : Berhak menagih (vordeningsrecht). Berhak menagih harta kekayaan debitur sebesar piutangnya (verhaalsrecht). Sumber perikatan : Undang-undang (pasal 1352 BW) UU saja, lahirnya anak (pasal 250) dan hak bertetangga (pasal 1625). UU karena perbuatan manusia : • Perbuatan sah, perwakilan sukarela (pasal 1354), pembayaran tidak wajib (pasal 1359). • Perbuatan melawan hukum : Perbuatan : berbuat atau tidak berbuat. Melawan hukum ; sebelum (pasal 1919) dan arti sempit dan sesudah (pasal 1919) dalam arti luas. Kerugian ; material dan immaterial. Kesalahan ; causalitas (condition sinequanon theorie dan adequate theorie). Perjanjian : Syarat sahnya perjanjian (pasal 1320). Jenis-jenis perjanjian : • Tidak dikenal dalam KUH Perdata : perjanjian beli sewa, leasing, fiducia. • Dikenal dalam KUH Perdata : perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, pinjam mengganti. Tiga unsur-unsur onrechtmatige : 1. Perbuatan melawan hukum. 2. Adanya kesalahan. 3. Adanya kerugian. 4. Adanya hubungan causalitas. Condition sinequanon theorie adalah hubungan semua unsur dari semua akibat adalah sebab. Sedangkan adequate theorie adalah semua sebab yang menimbulkan akibat harus di hukum. Sedangkan sub norm theorie adalah sesuatu yang melawan hukum berarti melawan hukum Objek perikatan disebut prestasi. Wanprestasi Bentuk wanprestasi : • Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan. • Debitur terlambat memenuhi perikatan. • Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan. Akibatnya adalah jika merugikan wajib mengganti kerugian. • Ganti rugi. • Pembatalan.



• Pelaksanaan + ganti rugi. • Pembatalan + ganti rugi. Keliru ada dua yaitu : • Keliru karena kualitasnya, contoh : A membeli beras dari B tetapi, kemudian A membayar Rp 5000 tanpa tahu kualitas beras yang diberikan B. • Keliru karena bentuknya, contoh : A memesan beras rojo lele dari B, akan tetapi B mengirimkan beras pandan kepada A. Overmacht (keadaan memaksa) : • Pasal 1244. • Unsur-unsur overmacht. Ada 3 unsur yang harus dipenuhi untuk keadaan memaksa, yaitu : • Tidak memenuhi prestasi. • Ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitur. • Factor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak dipertanggungjawabkan kepada debitur. Akibat dari overmacht, yaitu kreditur tidak dapat menuntut agar perikatan itu dipenuhi tidak dapat mengatakan debitur berada dalam keadaan lalai dan karena itu tidak dapat menuntut. Pengertian Risiko adalah • Suatu ajaran tentang siapakah yang harus menanggung ganti rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam keadaan overmacht. • Luas ganti rugi (kerugian yang nyata) Pasal 1246. • Kerugian yang diduga (Pasal 1247). Akibat hukumnya adalah wajib membayar penggantian biaya, rugi dan bunga. Biaya adalah ongkos-ongkos yang dkeluarkan oleh debitur. Rugi adalah berkurangnya harta kekayaan dari kreditur. Bunga adalah sesuatu yang harus diperoleh kreditur. Penetapan lalai (somasi) Penetapan lalai merupakan upaya untuk sampai kepada suatu saat dimana debitur dinyatakan ingkar janji atau disebut lalai. Terdapat dalam Pasal 1238 KUH Perdata. Si ber-utang adalah lalai, apabila : • Dengan surat perintah (bevel). • Dengan akte sejenis (soortgelijke akte) itu telah dinyatakan lalai. • Demi perikatannya sendiri yang menetapkan bahwa berutang lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Akibat hukumnya adalah wajib membayar penggantian biaya rugi dan bunga. Jika ada somasi yang lebih dari satu, dengan tanggal berbeda, maka yang dipakai adalah yang paling ringan, bukan paling lama. Perbuatan dalam perjanjian terdiri dari : • Perbuatan biasa. • Perbuatan hukum. • Perbuatan melawan hukum. Jenis-jenis perikatan : 1. Isi dari prestasinya, antara lain : • Perikatan positif dan negative. Perikatan positif adalah perikatan yang prestasinya berupa perbuatan nyata, misalnya memberi atau berbuat sesuatu. Sedangkan pada perikatan negative prestasinya berupa tidak berbuat sesuatu. • Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan. Adakalanya untuk pemenuhan perikatan cukup hanya dilakukan dengan salah satu perbuatan saja dan dalam waktu yang singkat tujuan perikatan telah tercapai, misalnya perikatan untuk



menyerahkan barang yang dijual dan membayar harganya. Perikatan-perikatan semacam ini disebut perikatan sepintas lalu. Sedangkan perikatan, dimana prestasinya bersifat terus menerus dalam jangka waktu tertentu, dinamakan perikatan berkelanjutan. Misalnya perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan sewa menyewa atau persetujuan kerja. • Perikatan alternative. Perikatan alternative adalah suatu perikatan, dimana debitur berkewajiban melaksanakan satu dari dua atau lebih prestasi yang dipilih, baik menurut pilihan debitur, kreditur atau pihak ketiga, dengan pengertian bahwa pelaksanaan daripada salah satu prestasi mengakhiri perikatan. Menurut pasal 1272 BW, bahwa dalam perikatan alternative debitur bebas dari kewajibannya, jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan. • Perikatan fakultatif. Perikatan fakultatif adalah suatu perikatan yang objeknya hanya berupa satu prestasi, dimana debitur dapat mengganti dengan prestasi lain. Jika pada perikatan fakultatif, karena keadaan memaksa prestasi primairnya tidak lagi merupakan objek perikatan, maka perikatannya menjadi hapus. Berlainan halnya pada perikatan alternative, jika salah satu prestasinya tidak lagi dapat dipenuhi karena keadaan memaksa, perkataannya menjadi murni. • Perikatan generic dan spesifik. Perikatan generic adalah perikatan dimana objeknya ditentukan menurut jenis dan jumlahnya. Sedangkan perikatan spesifik adalah perikatan yang objeknya ditentukan secara terperinci. Arti penting perbedaan antara perikatan generic dan spesifik adalah dalam hal : 1. Resiko Pada perikatan spesifik, sejak terjadinya perikatan barangnya menjadi tanggungan kreditur. Jadi jika bendanya musnah karena keadaan memaksa, maka debitur bebas dari kewajibannya untuk berprestasi (pasal 1237 dan 1444 BW). 1. Tempat pembayarannya (pasal 1393) Pasal 1393 BW menentukan bahwa jika dalam persetujuan tidak ditetapkan tempat pembayaran, maka pemenuhan prestasi mengenai barang tertentu berada sewaktu persetujuan dibuat. Sedangkan pembayaran mengenai barang-barang generic harus dilakukan ditempat kreditur. • Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. Apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung apakah prestasinya dapat dibagibagi atau tidak. Pasal 1299 BW menentukan bahwa jika hanya ada satu debitur atau satu kreditur prestasinya harus dilaksanakan sekaligus, walaupun prestasinya dapat dibagi-bagi. Baru timbul persoalan apakah perikatan dapat dibagi-bagi atau tidak jika para pihak atau salah satu pihak dan pada perikatan terdiri dari satu subjek. Hal ini dapat terjadi jika debitur atau krediturnya meninggal dan mempunyai ahli waris lebih dari satu. Akibat daripada perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi, adalah bahwa kreditur dapat menuntut terhadap setiap debitur atas keseluruhan prestasi atau debitur dapat memenuhi seluruh prestasi kepada salah seorang kreditur, dengan pengertian bahwa pemenuhan prestasi menghapuskan perikatan. 1. Subjek-subjeknya, antara lain : • Perikatan solider atau tanggung renteng. Suatu perikatan adalah solider atau tanggung renteng, jika berdasarkan kehendak para pihak atau ketentuan Undang-Undang : 1. Setiap kreditur dari dua atau lebih kreditur-kreditur dapat menuntut keseluruhan prestasi dari debitur, dengan pengertian pemenuhan terhadap seorang kreditur membebaskan debitur dari kreditur-kreditur lainnya (tanggung renteng aktif). 2. Setiap debitur dari dua atau lebih debitur-debitur berkewajiban terhadap kreditur atas keseluruhan prestasi. Dengan dipenuhinya prestasi oleh salah seorang debitur, membebaskan



debitur-debitur lainnya (tanggung renteng pasif). Tanggung renteng terjadi karena : 1. Berdasarkan pernyataan kehendak Menurut pasal 1278 BW terdapat perikatan tanggung renteng aktif, jika dalam persetujuan secara tegas dinyatakan bahwa kepada masing-masing kreditur diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh prestasi. 1. Berdasarkan ketentuan undang-undang Perikatan tanggung renteng yang timbul dari undang-undang tidak banyak kita jumpai. Undang-undang hanya mengatur mengenai perikatan tanggung renteng pasif. Ketentuanketentuan yang mengatur perikatan tanggung renteng dalam BW adalah pasal 563 BW ayat 2. Mereka yang merampas dengan kekerasan dan orang yang menyuruhnya tanggungjawab untuk seluruhnya secara tanggung menanggung. Akibat daripada perikatan tanggung renteng aktif adalah setiap kreditur berhak menuntut pemenuhan seluruh prestasi, dengan pengertian bahwa pelunasan kepada salah satu daripadanya, membebaskan debitur dari kewajibannya terhadap kreditur-kreditur lainnya (pasal 1278 BW). Sebaliknya debitur sebelum ia digugat, dapat memilih kepada kreditur yang manakah ia akan memenuhi prestasinya. Pelepasan perikatan tanggung renteng Pelepasan sepenuhnya mengakibatkan hapusnya tanggung renteng. Sedangkan pada pelepasan sebagian, bagi debitur-debitur yang tidak dibebaskan dari tanggung renteng, masih tetap terikat secara tanggung renteng atas utang yang telah dikurangi dengan bagian debitur yang telah dibebaskan dari perikatan tanggung renteng. Hapusnya perikatan tanggung renteng Perikatan hapus jika debitur bersama-sama membayar utangnya kepada kreditur atau debitur membayar kepada semua kreditur. Novasi antara kreditur dengan para debiturnya, menghapuskan pula perikatan. • Perikatan principle atau accesoire. Apabila seorang debitur atau lebih terikat sedemikian rupa, sehingga perikatan yang satu sampai batas tertentu tergantung kepada perikatan yang lain, maka perikatan yang pertama disebut perikatan pokok sedangkan yang lainnya perikatan accesoire. Misalnya perikatan utang dan borg. Dalam satu persetujuan dapat timbul perikatan-perikatan pokok dan accesoire, misalnya pada persetujuan jual beli, perikatan untuk menyerahkan barang merupakan perikatan pokoknya, sedangkan kewajiban untuk memelihara barangnya sebagai bapak rumah tangga yang baik sampai barang tersebut diserahkan merupakan perikatan accesoire. Perikatan menjadi murni bila : • Jika salah satu barang tidak lagi merupakan objek perikatan (pasal 1274). • Debitur atau kreditur telah memilih prestasi yang akan dilakukan. • Jika salah satu prestasi tidak mungkin lagi dipenuhi (pasal 1275). Prestasi yang tidak dapat dibagi-bagi dibedakan : • Menurut sifatnya Menurut pasal 1296 BW perikatan tidak dapat dibagi-bagi, jika objek daripada perikatan tersebut yang berupa penyerahan sesuatu barang atau perbuatan dalam pelaksanaannya tidak dapat dibagi-bagi. Menurut Asser’s, dalam pengertian hukum sesuatu benda dapat dibagibagi jika benda tersebut tanpa mengubah hakekatnya dan tidak mengurangi secara menyolok nilai harganya dapat dibagi-bagi dalam bagian-bagian. • Menurut tujuan para pihak Menurut tujuannya perikatan adalah tidak dapat dibagi-bagi, jika maksud para pihak bahwa prestasinya harus dilaksanakan sepenuhnya, sekalipun sebenarnya perikatan tersebut dapat dibagi-bagi. Perikatan untuk menyerahkan hak milik sesuatu benda menurut tujuannya tidak



dapat dibagi-bagi, sekalipun menurut sifat prestasinya, dapat dibagi-bagi. Perikatan bersyarat. Suatu perikatan adalah bersyarat, jika berlakunya atau hapusnya perikatan tersebut berdasarkan persetujuan digantungkan kepada terjadi atau tidaknya suatu peristiwa yang akan datang yang belum tentu terjadi. Dalam menentukan apakah syarat tersebut pasti terjadi atau tidak harus didasarkan kepada pengalaman manusia pada umumnya. Menurut ketentuan pasal 1253 BW bahwa perikatan bersyarat dapat digolongkan ke dalam : • Perikatan bersyarat yang menangguhkan Pada perikatan bersyarat yang menangguhkan, perikatan baru berlaku setelah syaratnya dipenuhi. Misal : A akan menjual rumahnya kepada B, jika A diangkat menjadi duta besar. Jika syarat tersebut dipenuhi (A menjadi duta besar), maka persetujuan jual beli mulai berlaku. Jadi A harus menyerahkan rumahnya dan B membayar harganya. • Perikatan bersyarat yang menghapuskan Pada perikatan bersyarat yang menghapuskan, perikatan hapus jika syaratnya dipenuhi. Jika perikatan telah dilaksanakan seluruhnya atau sebagian, maka dengan dipenuhi syarat perikatan, maka : 1. Keadaan akan dikembalikan seperti semula seolah-olah tidak terjadi perikatan. 2. Hapusnya perikatan untuk waktu selanjutnya. Dapat dikemukakan sebagai contoh bahwa perikatan yang harus dikembalikan dalam keadaan semula, adalah misalnya A menjual rumahnya kepada B dengan syarat batal jika A menjadi Duta Besar. Jika syarat tersebut dipenuhi, maka rumah dan uang harus dikembalikan kepada masing-masing pihak. Syarat-syarat yang tidak mungkin dan tidak susila. Menurut pasal 1254 BW, syarat yang tidak mungkin terlaksana dan bertentangan dengan kesusilaan adalah batal. Perumusan pasal tersebut adalah tidak tepat, karena bukan syaratnya yang batal akan tetapi perikatannya yang digantungkan pada syarat tersebut. Syarat yang tidak mungkin harus ditafsirkan sebagai syarat yang secara objektif tidak mungkin dipenuhi. Jika hanya debitur tertentu saja yang tidak memenuhi syaratnya, tidak dapat mengakibatkan perikatan batal. Misal A memberikan uang kepada B dengan syarat jika ia melompat dari ketinggian 100 meter, adalah batal. Akan tetapi jika A memberikan uang kepada B dengan syarat jika ia berenang dipemandian adalah sah, sekalipun B tidak dapat berenang. Perikatan dengan ketentuan waktu. Perikatan dengan ketentuan waktu adalah perikatan yang berlaku atau hapusnya digantungkan kepada waktu atau peristiwa tertentu yang akan terjadi dan pasti terjadi. Waktu atau peristiwa yang telah ditentukan dalam perikatan dengan ketentuan waktu itu pasti terjadi sekalipun belum diketahui bila akan terjadi. Jadi dalam menentukan apakah sesuatu itu merupakan syarat atau ketentuan waktu, harus melihat kepada maksud dari pada pihak. Perikatan dengan ketentuan waktu dapat dibagi menjadi : • Ketentuan waktu yang menangguhkan Menurut beberapa penulis ketentuan waktu yang menanggungkan, menunda perikatan yang artinya perikatan belum ada sebelum saat yang ditentukan terjadi. Lebih tepat kiranya apa yang telah ditentukan oleh pasal 1268 BW bahwa perikatannya sudah ada, hanya pelaksanaannya ditunda. Debitur tidak wajib memenuhi prestasi sebelum waktunya tiba, akan tetapi jika debitur memenuhi prestasinya, maka ia tidak dapat menuntut kembali. • Ketentuan waktu yang menghapuskan Mengenai ketentuan waktu yang menghapuskan tidak diatur oleh masing-masing secara umum. Memegang peranan terutama dalam perikatan-perikatan yang berkelanjutan, misalnya pasal 1570 dan pasal 1646 sub 1 BW. Dengan dipenuhi ketentuan waktunya, maka perikatan menjadi hapus. Seorang buruh yang mengadakan ikatan kerja untuk satu tahun, setelah lewat waktu tersebut tidak lagi berkewajiban untuk bekerja.



Perikatan Yang Terjadi Karena Persetujuan Persetujuan pada umumnya yaitu terdapat dalam pasal 1313 BW memberikan definisi mengenai persetujuan sebagai berikut : “persetujuan adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Rumusan tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu : • Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum. • Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam pasal 1313 BW. Sehingga perumusannya menjadi persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Bagian-bagian (unsur-unsur) persetujuan Unsur dari perjanjian terdiri dari : • Essensialia Bagian ini merupakan hal-hal yang memuat sifat dari perjanjian harus ada, karena menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve). • Naturalia Bagian ini merupakan hal-hal yang bersifat sejajarnya (natuur) ada dalam suatu perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, misal : jaminan penjual bahwa tidak ada cacat dari benda yang dijualnya (vrijwaring). • Aksidentalia • Bagian ini merupakan hal-hal yang sifatnya melekat pada suatu perjanjian karena secara tegas diperjanjikan. Macam-macam persetujuan obligatoir, antara lain : • Persetujuan sepihak dan timbal balik Hendaknya diperhatikan bahwa setiap persetujuan merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Persetujuan timbal balik adalah persetujuan yang menimbulkan kewajiban pokok kepada kedua belah pihak (jual beli, sewa menyewa). Persetujuan sepihak adalah persetujuan, dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja (hibah). • Persetujuan dengan Cuma-Cuma atau atas beban Persetujuan atas beban adalah persetujuan dimana terhadap prestasi pihak yang satu terdapat prestasi pihak yang lain. Antara kedua prestasi tersebut terdapat hubungan hukum satu dengan yang lain (jual beli, sewa menyewa). Persetujuan dengan Cuma-Cuma adalah persetujuan, dimana salah satu pihak mendapatkan keuntungan dari pihak yang lain secara Cuma-Cuma. • Persetujuan konsensuil, riil dan formil Persetujuan konsensuil adalah persetujuan yang terjadi dengan kata sepakat. Persetujuan riil adalah persetujuan, dimana selain diperlukan kata sepakat juga diperlukan penyerahan barang misalnya : penitipan barang, pinjam pakai dan pinjam mengganti. Adakalanya kata sepakat harus dituangkan dalam bentuk tertentu atau formil. Misalnya : hibah. • Persetujuan bernama, tidak bernama dan campuran Persetujuan-persetujuan bernama adalah persetujuan-persetujuan, dimana oleh undangundang telah diatur secara khusus. Diatur dalam BW bab V s.d. XVIII ditambah title VII A; dalam KUHD persetujuan-persetujuan asuransi dan pengangkutan. Tidak selalu dengan pasti kita dapat mengatakan apakah suatu persetujuan itu merupakan persetujuan bernama atau tidak bernama. Karena ada persetujuan-persetujuan yang mengandung berbagai unsur dari berbagai persetujuan yang sulit dikualifikasikan sebagai persetujuan bernama atau tidak



bernama (persetujuan campuran). Hanya dalam satu hal undang-undang memberikan pemecahannya yaitu, yang tersebut dalam pasal 1601 C. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka dapat dikemukakan 3 teori : 1. Teori absorptie Menurut teori ini diterapkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan daripada persetujuan yang dalam persetujuan campuran tersebut paling menonjol. 1. Teori combinatie Menurut teori ini persetujuan dibagi-bagi dan kemudian atas masing-masing bagian tersebut diterapkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk bagian-bagian tersebut. 1. Teori generis Menurut teori ini, ketentuan-ketentuan daripada persetujuan-persetujuan yang terdapat dalam persetujuan campuran diterapkan secara analogis. Macam-macam persetujuan lainnya : • Persetujuan liberatoire (pasal 1440 dan pasal 1442 BW) Persetujuan liberatoire adalah perbuatan hukum yang atas dasar sepakat para pihak mengahpuskan perikatan yang telah ada. A mengadakan perjanjian jual beli dengan B, yang dua hari kemudian dibatalkan lagi atas persetujuan mereka. • Persetujuan dalam hukum keluarga Misalnya perkawinan. Inipun merupakan persetujuan karena terjadi berdasarkan kata sepakat suami istri. Tetapi hendaknya diperhatikan bahwa persetujuan ini mempunyai ubah atau menghapuskan hak-hak kebendaan. • Persetujuan kebendaan Persetujuan ini diatur dalam buku II BW dan merupakan persetujuan untuk menyerahkan benda atau menimbulkan, mengubah atau menghapuskan hak-hak kebendaan. • Persetujuan mengenai pembuktian Para pihak adalah bebas untuk mengadakan persetujuan mengenai alat-alat pembuktian yang akan mereka gunakan dalam suatu proses. Dapat ditentukan pula alat pembuktian yang tidak boleh dipergunakan. Menentukan kekuatan alat bukti. Berlakunya persetujuan Persetujuan pada asasnya hanya mengikat pihak-pihak yang membuat persetujuan saja (pasal 1315-pasal 1318 dan pasal 1340 BW). Akan tetapi ternyata terhadap asas tersebut undangundang mengadakan pengecualian yang tersebut dalam pasal 1317 BW, yaitu mengenai janji bagi kepentingan pihak ketiga. Pasal 1316 yang mengatur persetujuan untuk menanggung atau menjamin pihak ketiga untuk berbuat sesuatu, sebenarnya bukan merupakan pengecualian dari pasla 1315. karena seseorang yang menanggung pihak ketiga untuk berbuat sesuatu, mengikatkan dirinya atas sesuatu kewajiban terhadap lawannya dalam persetujuan, bahwa manakala pihak ketiga tidak melakukan apa yang diharapkan daripadanya ia akan membayar ganti rugi. Dalam hal ini pihak ketiga menurut hukum tidak terikat oleh persetujuan tersebut. Janji bagi kepentingan pihak ketiga (derdenbeding) Janji bagi pihak ketiga adalah suatu janji yang oleh para pihak dituangkan dalam suatu persetujuan, dimana ditentukan bahwa pihak ketiga akan mendapatkan hak atas suatu prestasi. Janji semacam ini sering tampak dalam praktek seperti pada asuransi jiwa atau pada pemberian konsensi, dimana kotapraja memberi izin untuk mendirikan pabrik gas dengan syarat bahwa kepada penduduk akan diberi gas dengan kondisi-kondisi tertentu. Menurut pasal 1317 BW, janji bagi kepentingan pihak ketiga hanya mungkin dalam dua hal, yaitu : • Jika seseorang memberi sesuatu kepada orang lain, misal A menghadiahkan rumahnya kepada B dengan membebankan kepada B kewajiban untuk melakukan sesuatu prestasi untuk C.



• Jika seseorang dalam persetujuan membuat suatu janji untuk kepentingan sendiri. Misal A menjual rumahnya kepada Bdengan janji bahwa B akan melakukan beberapa prestasi untuk C. Hal-hal yang mengikat dalam perjanjian (pasal 1338, 1339, 1347 BW) : • Isi perjanjian • Undang-undang • Kebiasaan • Kepatutan Akibat dari perjanjian yang sah (Pasal 1338 BW) : • Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai bagi yang membuatnya. • Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selai dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. • Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Penafsiran isi perjanjian : 1. Jika kata-kata perjanjian jelas, tidak dikarenakan menyimpang. 2. Hal-hal yang memuat perjanjian selamanya diperjanjikan, dianggap dimasukan dalam perjanjian meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. 3. Semua janji yang dibuat dalam perjanjian harus diartikan dalam hubungan satu sama lain (ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya). 4. Jika ada keraguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah meminta diperjanjikannya sesuatu hal dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu. 5. Meskipun arti kata-kata dalam perjanjian luas atau tetapi perjanjian hanya meliputi halhal yang nyata-nyata dimaksudkan untuk kedua belah pihak sewaktu membuat perjanjian. Timbulnya hak bagi pihak ketiga Untuk menentukan timbulnya hak bagi pihak ketiga, terdapat tiga teori, yaitu : • Teori penawaran Menurut teori ini janji untuk pihak ketiga dianggap sebagai suatu penawaran dari seseorang yang menjanjikan sesuatu untuk kepentingan pihak ketiga. Selama pihak ketiga belum menyatakan menerima penawaran tersebut, penawaran itu masih dapat dicabut kembali. Janji pihak ketiga baru timbul setelah penawaran diterima. • Teori pernyataan yang menentukan sesuatu hak (theorie rechtbevestigende verklaring) Menurut teori ini, hak pihak ketiga terjadi pada saat dibuatnya pesetujua antara pihak yang menjanjikan sesuatu untuk kepentingan pihak ketiga dan pihak yang mempunyai kewajiban terhadpa pihak ketiga. Janji tersebut masih dapat ditarik kembali dan ini akan menghapuskan hak pihak ketiga. Penerimaan oleh pihak ketiga meniadakan hak untuk mencabut janji tersebut. • Teori pernyataan untuk memperoleh hak (theorie rechtverkrijgende verklaring) Teori ini mengemukakan bahwa hak pihak ketiga baru terjadi setelah pihak ketiga menyatakan kehendaknya untuk menerima janji tersebut. Hoge Raad menganut teori ini. Kategori perbuatan melawan hukum terhadap organ atau badan : • Harus ada hubungan perbuatan dengan lingkungan kerja organ tersebut. • Organ bertindak untuk memenuhi kewajibannya yang dibebankan kepadanya. Kriteria perbuatan melawan hukum bagi penguasa adalah penguasa hanya dapat melakukan perbuatan melawan hukum, jika dia diluar kewajibannya dalam lapangan hubungan publik yang diembannya. Hapusnya perikatan (1381 BW) : • Karena pembayaran. • Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. • Karena pembaharuan utang. Contoh : A kredit uang dibank, setelah 2 tahun dia tidak bisa



membayar, karena pailit atau what ever ? maka bank melakukan pembaharuan utang. • Karena perjumpaan utang atau kompensasi. Contoh : A utang pada B, tetapi A punya piutang pada C jumlahnya bisa lebih kecil atau lebih besar. Maka utangnya dialihkan. • Karena percampuran utang. • Karena pembebasan utangnya. • Karena musnahnya barang yang terutang. Contoh : kredit motor, tetapi akhirnya motor tersebut hilang sebelum lunas, maka kalau dulu langsung bebas, tetapi sekarang harus dicicil. • Karena kebatalan atau pembatalan. Contoh : dalam hutang piutang yang jumlahnya terlalu besar maka hakim dapat melakukan pembatalan. • Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab ke satu buku ini. • Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri. Contoh : perjanjian hutang gadai. Dalam sewa menyewa, kerusakan barang jika kecil ditanggung oleh penjual, kalau kerusakan barang jika besar maka ditanggung oleh pembeli. Jual beli tidak putus karena adanya sewa menyewa. Dalam perkembangannya, sewa menyewa tidak diminati lagi apabila tidak ada jangka waktu. Dalam sewa menyewa dan jual beli, kewajiban penjual adalah memberikan barang dengan kualitas yang baik. Leasing adalah bukan termasuk dalam perjanjian jual beli, karena barang yang sudah diserahkan kepada penjual tetapi dia punya hak privillege atau hak utama untuk membeli. Dalam perjanjian penangguhan hutang, pihak ketiga merupakan penjamin dari kedua belah pihak (yaitu pihak kesatu dan kedua). Perjanjian dapat dicabut jika salah satu pihak melanggar ketentuan yang ada (UU). Hibah tidak diperbolehkan dalam pihak suami istri. Perjanjian jual beli tidak mengatur ketentuan pembelian kembali dari jual beli yang pertama. Jika debitur melakukan wanprestasi maka dia harus memberikan prestasi dan uang ganti rugi, kecuali karena overmacht debitur tidak mengganti uang ganti rugi. Yang berwenang menagih uang paksa adalah pengadilan. Penanggungan hutang Definisi (pasal 1820 BW) Penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. Sebagaimana diketahui, segala kebendaan seorang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan meskipun demikian, jaminan secara umum itu sering dirasakan kurang aman, karena kekayaan si berutang pada suatu waktu bisa habis. Tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Namun dapatlah seorang memajukan diri sebagai penanggung untuk suatu perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya pribadi si berutang, misalnya dalam hal kebelumdewasaan. Seorang penanggung tidak dapat mengikatkan diri untuk lebih, maupun dengan syarat-syarat yang lebih berat, daripada perikatan si berutang. Adapun penanggungan boleh diadakan untuk hanya sebagian saja dari utangnya, atau dengan syarat-syarat yang kurang. Jika penanggungan diadakan untuk lebih dari utangnya, atau dengan syarat-syarat yang lebih berat, maka perikatan itu tidak sama sekali batal, melainkan ia adalah sah hanya untuk apa yang diliputi oleh perikatan pokoknya. Penitipan Penitipan adalah terjadi, apabila menerima sesuatu barang dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Macam-macam penitipan : • Penitipan yang sejati Dianggap telah dibuat dengan Ccuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya. Penitipan ini hanya menegnai barang-barang bergerak. Penitipan barang terjadi dengan sukarela atau karena



terpaksa. Penitipan barang dengan sukarela terjadi karena sepakat bertimbal-balik antara pihak yang menitipkan barang dan pihak yang menerima titipan. Penitipan barang dengan sukarela hanyalah dapat terjadi antara orang-orang yang mempunyai kecakapan untuk membuat perikatan-perikatan. Jika namun itu seorang yang cakap untuk membuat perikatanperikatan, menerima penitipan suatu barang dari seorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan-perikatan, maka tunduklah ia kepada segala kewajiban yang dipikul oleh seorang penerima titipan yang sungguh-sungguh. • Sekestrasi Adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, ditangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk setelah perselisihan ini diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada terjadi dengan perjanjian dan ada pula yang dilakukan atas perintah hakim. Sekestrasi terjadi dengan perjanjian, apabila barang yang menjadi sengketa diserahkan kepada seorang pihak ketiga oleh satu orang atau lebih secara sukarela. Perjanjian Leasing Pengertian leasing adalah perjanjian pembiayaan dan barang itu langsung menjadi milik kita, tetapi tidak pada kenyataannya, dalam leasing ada hak utama untuk membeli. Penyertaan modal pada perusahaan sewa guna usaha (leasing) Dasar hukum bagi bank yang akan menjalankan penyertaan modal pada perusahaan sewa guna usaha (leasing), selain undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, juga keputusan Presiden nomor 64 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan dan keputusan menteri keuangan nomor 1251/KMK.013/1988 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan. Sewa guna usaha adalah istilah yang dipakai untuk menggantikan istilah leasing. Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu to lease yang berarti menyewakan, tetapi berbeda pengertiannya dengan rent. Dalam bahasa Belandanya istilah ini adalah financieringshuur. Leasing dalam praktek hukum mempunyai pengertian sebagai kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala yang disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut, untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati. Pada pasal 1 angka 9 keputusan presiden nomor 61 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan, pengertian leasing ini disederhanakan sebagai suatu usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Perbedaan antara bank dan leasing Bank adalah suatu badan usaha yang bertujuan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, kemudian menyalurkan atau meminjamkan dana tersebut kepada pihak yang memerlukannya. Sedangkan leasing (sewa guna usaha) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Jenis-jenis leasing ini dapat berupa usaha sewa guna usaha, modal patungan (ventura), usaha kartu kredit dan lain-lain. Kalau bank, sumber dananya dari masyarakat, sedangkan leasing, sumber dananya dari sewa dan pinjam meminjam. Sedangkan persamaan antara bank dan leasing adalah sama-sama meminjamkan uang. Note : • Sita jaminan = pasal 1822, 1338, 1339 dan 1320



• Pinjam pengganti dilihat dari kuantitas barangnya, sedangkan pinjam pakai dilihat dari kuantitas dan kualitas barangnya. • Victoring adalah lembaga penagihan hutang. • Perjanjian dalam perkembangan = franchise, contohnya tidak memakai satu nama dan satu sistem manajemen. • Leasing adalah perjanjian pembiayaan dan barang itu langsung jadi milik kita tetapi ternyata tidak pada kenyataannya tapi ada hak utama untuk membeli atau hak opsi. • Sekestrasi terdapat dalam pasal 1771 BW. • Beli sewa = jual beli tetapi dialihkan. • Beli sewa harus ada akta, bentuknya akta kalau tidak ada dinamakan jual beli dengan cicilan. • Jual beli = beli sewa, akan tetapi karakteristiknya antara lain : Ditangguhkan atau pengalihan hak milik dengan sendirinya Jatuh tempo yang menggugurkan Dilarang memindahtangankan, harus jujur dengan memberikan hak orang lain. Kesimpulannya yaitu dalam prakteknya beli sewa berusaha harus mengandung : • Pemilikan tetap pada penjual sampai pembelian • Pembeli saat itu mempunyai hak pakai atas benda tersebut • Pembeli membayar dengan mengangsur pada waktu ditentukan • Setelah pembayaran lunas, pembeli menjadi pemilik barang HUKUM PERJANJIAN



A. Pengaturan Hukum Perjanjian Hukum perjanjian ialah hukum yang mengatur mengenai hal-hal yanng berhubungan dengan masalah perjanjian, yang di buat oleh dua atau lebih orang. Hukum perjanjian tidak hanya mengatur mengenai keabsahan suatu perjanjian yang di buat oleh para pihak, tetapi juga akibat dari perjanjian tersebut, penafsiran, dan pelaksanaan dari perjanjian yang dibuat tersebut. Pengaturan hukum perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat ditemukan di dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan di atur secara khusus dari pasal 1313 hingga sampai pasal 1351 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan subjudul besar “bab II: perikatan-perikatan yang di lahirkan dari kontrak atau persetujuan”. Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan ynag lebih luas cakupannya. B. Pengertian Perjanjian Menurut ketentuen pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Definisi ini jelas telah menunjukkan telah terjadi persetujuan ( persepakatan) antara pihak yang satu ( kreditor) dan pihak yang lain (debitor ). Dengan kata lain perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain. Dengan perjanjian ini lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) atas satu atau lebih orang ( pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut yang merupakan perikatan yang harus di penuhi oleh orang atau subjek hukum tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selasu ada dua pihak yaitu: kreditor dan debitor. C. Asas-asas Perjanjian Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak pihakpihak untuk mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah sebagai berikut



Asas kebebasan berkontrak Setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur maupun yang belum di atur dalam undang-undang. Akan tetapi kebebasan tersebut di batasi oleh tiga hal, yaitu tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Asas pelengkapa Asas ini mempunyai arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak menghendaki dan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undangundang. Kan tetapi, apabiladalam perjanjian yang mereka buat tidak di tentukan lain, berlakulah tentuan undang-undang. Asas ini hanya menganai rumusan hak dan kewajiban pihak-pihak. Asas konsekuensi Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapai kata sepakat (konsensus ) antara pihak-pihak mengenai perjanjian. Asas obligator Asas ini mempunyai ati bahwa perjanjian yang di buat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum mengalihkan hak milik. D. Klasifikasi perjanjian Berdasarkan pada kriteria masing-masing,perjanjian dapat diklasifikasikan menjadi lima macam. 1) perjanjian dua pihak dan sepihak pembedaan ini di dasarkan pada kewajiban berprestas. Perjanjian dua pihak adalah perjanjian yang mewajibkan kedua pihak saling berprestasi. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan satu pihak memberi prestasi dan pihak yang lain menerima prestasi. 2) Perjanjian bernama dan tidak bernama Perbedaan ini di dasarkan pada nama yang sudah diberikan oleh pembentuk undang-undang pada perjanjian khusus dan tidak ada nama.pemberian nama di serahkan pada praktis hukum. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah memiliki nama tertentu yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas. 3) Perjanjian obligator dan kedendaan Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menciptakan hak dan kewajiba, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi persetujuan (konsensus) mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga benda, penjual berhak atas pembayaran harga dan pembeli berhak atas barang yang di beli. 4) Perjanjian konsensual dan real Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam tarap menimbulakn hakdan kewajiban bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pengalihan hak. 5) Perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga Pada umumnya perjanjian yang diadakan oleh pihak-pihak itu adalah perjanjian antara pihak kesatu dan pihak kedua, yang mengikat pihak itu sendiri. Dengan demikian, berlakunya perjanjian juga hanya untuk kepentingan pihak kesatu dan kedua (pihak-pihak yang berjanji). Akan tetapi masih, ada lagi perjanjian yang berlakunya itu untuk kepentingan pihak ketiga yaitu ahli waris dan lain-lain. E. Unsur dan Syarat Perjanjian Perjanjian yang sah dan mengikat adalah perjanjian yang memenuhi unsur-unsur dan syaratsyarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian ynag sah dan mengikat diakui dan memiliki akibat hukum. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP perdata, setiap perjanjian



selalu memiliki empat unsur dan pada setiap unsur melekat syarat-syarat yang di tentukan undang-undang. Perjanjian yang tidak memenuhi unsur-unsur dan syarat-syarat seperti yang ditentukan tidak akan di akui oleh hukum walaupun di akui oleh yang membuatnya. 1). Persetujuan kehendak Persetujuan kehendak adalah persepakatan seia sekata antara pihak-pihak mengenai pokok (esensi) perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan itu bersifat final tidak lagi tawar-menawar. 2). Kewenangan (kecakapan) Unsur perbuatan (kewenangan ), setiap pihak dalam perjanjian wenang melakukan perbuatan hukum menurut undang-undang. Pihak-pihak yang bersangkutang harus memenuhi syaratsyarat, yaitu sudah dewasa, artinya berumur 21 tahun penuh; walaupun belum 21tahun penuh, tetapi sudah pernah kawin; sehat akal (tidak gila ); tidak di bawah pengampunan, dan memiliki surat kuasa apabila mewakili pihak lain.



3) objek (prestasi ) Tertentu Unsur objek (prestasi ) tertentu atau dapat di tentukan berupa memberikan suatu benda bergerak atau tidak bergerak, berujud atau tidak berujud; melakukan sesuatu perbuatan tertentu; atau tidak melakukan perbuatan tertentu.suatu ubjek tertentu atau prestasi tertentu merupakan objek perjanjian, prestasi yang wajib di penuhi. Kejelasan mengenai objek perjanjian adalah untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak. Jika objek perjanjian atau prestasi itu kabur. Tidak jelas, sulit, bahkan tidak mungkin di laksanakan, perjanjian itu batal. 4) Tujuan perjanjian Yaitu tujuan, apa yang ingin dicapai pihak itu harus memenuhi syarat halal. Tujuan perjanjian yang akan dicapai pihak-pihak itu sifatnya harus halal. Artinya, tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan masyarakat (Pasal 1337 KUHPdt). Kausa yang halal dalam pasal 1320 KUHPdt itu bukan sebab yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan isi perjanjian itu sendiri menjadi tujuan yang akan dicapai pihak-pihak. Undang-undang tidak memedulikan apa yang menjadi sebab pihak-pihak mengadakan perjanjian, tetapi yang diawasi oleh undang-undang adalah “isi perjanjian” sebagai tujuan yang hendak dicapai pihak-pihak itu. 5) Akibat Hukum Perjanjian Sah Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPdt, perjanjian yang dibuat dengan sah dan mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya, tidak dapat dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak, dan harus dilaksanakan dengan i’tiqad yang baik. a. Berlaku sebagai undang-undang Artinya, perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya b. Tidak dapat dibatalkan sepihak Karena perjanjian adalah perstujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga. Aka tetapi, jika ada alasan yang cukup menurut undangundang, perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak. c. Pelaksanaan dengan i’tiqad baik Yang dimaksud dengan i’tiqad baik ( te goeder trouw, in good faith) dalam pasal 1338 KUHPdt adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakan pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan di atas rel yang benar.



F. Pelaksanaan Perjanjian Pelaksanaan perjanjian adalah perbuatan merealisasikan atau memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah disepakati oleh pihak-pihak sehingga tercapai tujuan mereka. Masing-masing pihak melaksanakan dengan sempurna dan i’tiqad baik sesuai dengan persetujuan yang telah disepakati. 1. Kewajiban Pokok, Pelengkap, Diam-diam a. Kewajiban Pokok Kewajiban pokok adalah kewajiban fundamental essencial dalam setiap perjanjian. Jika kewajiban pokok tidak dipenuhi, akan mempengaruhi tujuan perjanjian. b. Kewajiban Pelengkap Kewajiban Pelengkap adalah kewajiban yang kurang penting, yang sifatnya hanya melengkapi kewajiban pokok (foemal procedural). Tidak ditaati kewajiban pelengkap tidak akan mempengaruhi tujuan utama dari perjanjian, membatalkannya atau memutuskannya, tetapi mungkin hanya akan menimbulkan kerugian. c. Kewajiban Diam-diam Kewajiban diam-diam dalam perjanjian hanya terjadi dalam hal yang tidak ada ketentuan tegas. Akan tetapi, kewajiban diam-diam umumnya dapat dikesampingkan oleh kewajiban yang tegas mengenai akibat yang terjadi. 2. Pembayaran Pihak yang melakuka pembayaran adalah debitor atau orang lain atas nama debitor, atas dasar surat kuasa khusus. Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah mata uang, tetapi ada juga yang memakai valuta asing, misalnya, dolar amerika atau Euro mata uang bersama di negara-negara Erofa. Pembayaran harus dilakukan di tempat yang telah ditentukan dalam perjanjian. Jika dalam perjanjian tidak ditentukan tepatnya. Maka pembayaran harus dilakukan di tempat dimana benda itu berada ketika membuat perjanjian. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembayaran dibebankan kepada debitor (Pasal 1395 KUHPdt). 3. Penyerahan Benda Setip penyerahan yang memuat tujuan memindahkan penguasaan dan/ atau hak milik perlu melakukan penyerahan bendanya. Penyerahan ada dua macam yaitu: penyerahan hak milik dan penyerahan penguasaan benda. 4. Pelayanan Jasa Pelayanan jasa adalah memberikan pelayanan dengan melakukan perbuatan tertentu, baik dengan menggunakan tenaga fisik saja maupun dengan keahlian atau alat tertentu, baik dengan upah maupun tanpa upah. 5. Klausula Eksonerasi Klausula Eksonerasi adalah perjanjian yang di buat dengan ketentuan-ketentuan yang bersifat membatasi tanggung jawab debitor 6. Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian Menerut ketentuan pasal 1342 KUHPerdata, jika kata-kata yang di gunakan dalam perjanjian cukup jelas, tidak diperkenankan untuk menyimpang dari kata-kata itu dengan jalan penapsiran. G. Kesimpulan Hukum perjanjian ialah hukum yang mengatur mengenai hal-hal yanng berhubungan dengan masalah perjanjian, yang di buat oleh dua atau lebih orang. Hukum perjanjian tidak hanya mengatur mengenai keabsahan suatu perjanjian yang di buat oleh para pihak, tetapi juga akibat dari perjanjian tersebut, penafsiran, dan pelaksanaan dari perjanjian yang dibuat



tersebut. Pengaturan hukum perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat ditemukan di dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan di atur secara khusus dari pasal 1313 hingga sampai pasal 1351 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan subjudul besar “bab II: perikatan-perikatan yang di lahirkan dari kontrak atau persetujuan”. Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan yang lebih luas cakupannya.



DAFTAR PUSTAKA Muhammad, s.if. prof Abdul kadir. Hukum perdata indonesia. Bandung PT Citra aditya bakti ,2010 SH.,MLI., Suharnoko, Hukum Perjanjian teori dan analisis kasus, jakarta, prenada media, 2004 Widjaja, Gunawan. Memahami prinsip keterbukaan (Aanvullend ) dalam hukum perdata. Jakarta, PT Raja Grafindo persada, 2006



Hukum Perikatan April 16th, 2011 • Related • Filed Under Dalam pengertiannya perikatan dapat terjadi jika sudah melalui perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban. Dan sumber hukum perikatan adalah Perjanjian dan Undang – Undang. tiga hal yang harus diketahui dalam mendefinisikan suatu perjanjian: - adanya suatu barang yang akan diberi - adanya suatu perbuatan dan - bukan merupakan suatu perbuatan Dalam melakukan Perjanjian sah harus disyaratkan pada - Bebas dalam menentukan suatu perjanjian - Cakap dalam melakukan suatu perjanjian - Isi dari perjajian itu sendiri - Perjanjian dibuat harus sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku seorang yang berpiutang memberikan pinjaman kepada yang berutang, dan yang berutang tidak bisa memenuhi kewajibannya dalam membayar utang maka yang berpiutang dapat melakukan tuntutan dengan 3 cara : - Parade Executie (melakukan perbuatan tanpa bantuan dari pengadilan yang hal ini kaitannya dengan hakim) - reel executie ( dimana hakim memberikan kekuasaan kepada berpiutang untuk melakukan suatu perbuatan) - Natuurelijke Verbintenis (Secara suka rela dipenuhi/dibayar) Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih didalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi. Sedangkan perjanjian adalah perbuatan hukum. Unsur-unsur perikatan : 1. Hubungan hukum. 2. Harta kekayaan. 3. Pihak yang berkewajiban dan pihak yang berhak. 4. Prestasi. Hak dan kewajiban para pihak Debitur : 1. Berkewajiban membayar utang (Schlud). 2. Berkewajiban memberikan harta kekayaannya untuk melunasi hutangnya (HAFTUNG).



Unsur-unsur objek perikatan : a) Objek tersebut tidak diperkenankan. b) Harus ditentukan, artinya harus ditentukan jenisnya. Contoh : membeli motor merk Honda. c) Harus dimungkinkan, sesuai dengan akal pikiran. Contoh : pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Hubungan perikatan buku III dengan buku II adalah adanya lapangan harta kekayaan. Buku II bersifat memaksa atau mengikat atau tertutup Buku III bersifat mengatur atau melengkapi atau terbuka. Ruang lingkup hukum perikatan : Perikatan pada umumnya : • Pengaturan hukum perikatan. • Pengertian-pengertian hukum perikatan. • Subjek perikatan. • Objek perikatan. • Sumber perikatan. • Jenis-jenis perikatan. Perikatan yang bersumber dari perjanjian : • Pengertian perjanjian. • Syarat sahnya perjanjian. • Unsur-unsur perjanjian. • Jenis perjanjian. • Akibat hukum suatu perjanjian. • Hapusnya perjanjian. Perikatan yang bersumber dari undang-undang : • Perikatan yang lahir dari undang-undang saja. • Perikatan yang lahir dari undang-undang karena peruatan manusia yang sah. • Perbuatan melawan hukum : Pengaturannya. Pengertiannya. Unsur-unsurnya. Akibat hukumnya. Perjanjian tertentu atau bernama • Jual beli. • Sewa menyewa. • Pemberian kuasa. Pengaturan hukum perikatan : Perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata dari pasal 1233-1456 KUH Perdata. Buku III KUH Perdata bersifat : a. Terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang. b. Mengatur, maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh kedua belah pihak. c. Melengkapi, maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena tergantung pada kesepakatan. Hal diatas kebalikan dari buku II yaitu bersifat tertutup. Hubungan perikatan dengan daluwarsa adalah pembuktian. Pengertian hukum perikatan : 1. Istilah : • Perikatan Verbintenis



Overeenkomist • KUH Perdata Verbintenis = perikatan. Overeenkomist = persetujuan. • Utrechts Verbintenis = perikatan. Overeenkomist = perjanjian. • Ichsan Verbintenis = perjanjian. Overeenkomist = persetujuan. • Verbintenis ~ verbinden ~ mengikat Jadi menunjukkan adanya ikatan atau hubungan. • Overeenkomist ~ overeen komen ~ setuju atau sepakat Jadi mengandung kata sekapat atau persetujuan. 2. Definisi hukum perikatan : • Hofmann Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberpaa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian. • Pitlo Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi. • Vollmar Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim. 3. Unsur-unsur dalam perikatan : • Hubungan hukum Maksudnya adalah bahwa hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat, hukum melekatkan hak pada satu pihak dan kewajiban pad apihak lain dan apabila salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hukum dapat memaksakannya. • Harta kekayaan Maksudnya adalah untuk menilai bahwa suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini yang membedakannya dengan hubungan hukum dibidang moral (dalam perkembangannya, ukuran penilaian tersebut didasarkan pada rasa keadilan masyarakat). • Para pihak Pihak yang berhak atas prestasi = kreditur, sedangkan yang wajib memenuhi prestasi = debitur. • Prestasi (pasal 1234 KUH Perdata), prestasi yaitu : a. Memberikan sesuatu. b. Berbuat sesuatu. c. Tidak berbuat sesuatu. Definisi perikatan “Hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak didalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu”. Hukum perikatan hanya berbicara mengenai harta kekayaan bukan berbicara mengenai manusia. Hukum kontrak bagian dari hukum perikatan. Harta kekayaan adalah objek



kebendaan. Pihak dalam perikatan ada dua yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban. Mora kreditoris adalah pihak kreditur yang berhak dapat merugikan pihak debitur. Titik tolak hukum : Penghormatan pada manusia. Perlindungan. Penghormatan. Prestasi berupa : 1. Memberikan sesuatu => prestasi atau memberikan semua hak milik. 2. Berbuat sesuatu => tidak memberikan semua hak milik dan perbuatannya tidak termasuk memberikan sesuatu. 3. Tidak berbuat sesuatu => wanprestasi. Riele executie : 1. Pasal 1241 KUH Perdata. 2. Adalah bahwa kreditur dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan dengan biaya dari debitur berdasarkan masa yang diberikan hakim, apabila debitur enggan melaksanakan prestasi itu. Debitur dan kreditur Debitur : Berkewajiban membayar utang (schuld). Berkewajiban memberikan harta kekayaannya untuk melunasi utangnya (Haftung). Contoh : penjaminan. Kreditur : Berhak menagih (vordeningsrecht). Berhak menagih harta kekayaan debitur sebesar piutangnya (verhaalsrecht). Schuld = kewajiban debitur untuk memenuhi prestasi. Haftung = harta kekayaan debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan utang debitur tersebut (pasal 1131 KUH Perdata). Contoh : A berutang kepada B dan karena A tidak mau membayar hutangnya, maka kekayaan A dilelang atau dieksekusi untuk dipergunakan bagi pelunasan. Sumber perikatan : 1) Undang-undang (pasal 1352 BW) a. UU saja, lahirnya anak (pasal 250) dan hak bertetangga (pasal 1625). b. UU karena perbuatan manusia : • Perbuatan sah, perwakilan sukarela (pasal 1354), pembayaran tidak wajib (pasal 1359). • Perbuatan melawan hukum : • Perbuatan : berbuat atau tidak berbuat. • Melawan hukum ; sebelum (pasal 1919) dan arti sempit dan sesudah (pasal 1919) dalam arti luas. • Kerugian ; material dan immaterial. • Kesalahan ; causalitas (condition sinequanon theorie dan adequate theorie). 2) Perjanjian o Syarat sahnya perjanjian (pasal 1320). o Jenis-jenis perjanjian : Tidak dikenal dalam KUH Perdata : perjanjian beli sewa, leasing, fiducia. Dikenal dalam KUH Perdata : perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, pinjam mengganti. Tiga unsur-unsur onrechtmatige : 1. Perbuatan melawan hukum. 2. Adanya kesalahan. 3. Adanya kerugian.



4. adanya hubungan causalitas. Theorie Condition sinequanon theorie = hubungan semua unsur dari semua akibat adalah sebab. Sedangkan adequate theorie = semua sebab yang menimbulkan akibat harus di hukum. Sedangkan sub norm theorie = sesuatu yang melawan hukum berarti melawan hukum. Objek perikatan Objek perikatan disebut prestasi. Bentuk-bentuk prestasi : Memberikan sesuatu. Berbuat sesuatu. Tidak berbuat sesuatu. Wanprestasi Bentuk wanprestasi : 1. Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan. 2. Debitur terlambat memenuhi perikatan. 3. Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan. Akibatnya : jika merugikan wajib mengganti kerugian. 1. Ganti rugi. 2. Pembatalan. 3. Pelaksanaan + ganti rugi. 4. Pembatalan + ganti rugi. Sumber hukum perikatan secara materil ada dua yaitu uu dan uu Karena perbuatan manusia. Pasal 1365 mengenai akibat melawan hukum dengan menggganti kerugian yaitu dengan adanya pembuktian dan hubungan causalitas. Syarat sahnya perjanjian adalah persetujuan antara kedua belah pihak (pasal 1320) dimana yang dimaksudkan “persetujuan” kedua belah pihak dan kemudian diganti “perjanjian” karena berdasarkan kesepakatan “comunis equino dictum” = doktrin dari para ahli. Ing