Ibadah Sebagai Aspek Ritual Umat Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

IBADAH DALAM BERBAGAI KONDISI PENYAKIT



Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam



DI SUSUN OLEH : Khairunnisa Nadia Raudatunnisa Wildan Al Fuzzary Yuriesta Deihan Azzahra



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN JAKARTA 2019



KATA PENGANTAR



  Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan    



inayah-Nya



kepada



kami,



sehingga



kami



dapat



menyelesaikan



makalah



ini.



Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai



pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.       



   Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan



baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.        



  Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang ekonomi tertutup ini dapat



memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.



Cimahi, November 2016



Penyusun



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Seringkali dan banyak di antara kita yang menganggap ibadah itu hanyalah sekedar menjalankan rutinitas dari hal-hal yang dianggap kewajiban, seperti sholat dan puasa. Sayangnya, kita lupa bahwa ibadah tidak mungkin lepas dari pencapaian kepada Tauhid terlebih dahulu. Mengapa ? keduanya berkaitan erat, karena mustahil kita mencapai tauhid tanpa memahami konsep ibadah dengan sebenar-benarnya. “Ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “IBADAH adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Dari definisi singkat tersebut, maka secara umum ibadah seperti yang kita ketahui di antaranya yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan ramadhan (maupun puasa-puasa sunnah lainnya), dan melaksanakan haji. Selain ibadah pokok tersebut, hal-hal yang sering kita anggap sepele pun sebenarnya bernilai ibadah dan pahalanya tidak dapat diremehkan begitu saja, misalnya : 1. Menjaga lisan dari perbuatan dosa, misalnya dengan tidak berdusta dan mengumbar fitnah, mencaci, menghina atau pun melontarkan perkataan yang bisa menyakiti hati. 2. Berbakti dan hormat kepada kedua orang tua atau orang yang lebih tua dari kita. 3. Menyambung tali silaturahim dan kekerabatan. 4. Menjaga hubungan baik dengan tetangga. 5. Menyantuni anak yatim, fakir miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan). 6. Memanjatkan do’a, berdzikir, mengingat Allah kapan dan dimanapun kita berada.



1.2 Rumusan Masalah 1.



Apa Pengertian dan jenis ibadah ?



2.



Apa kewajiban dan fungsi dari ibadah ?



3.



Apa pengertian dan fungsi sholat?



4.



Apa pengertian, ketentuan, dan nilai dari shaum?



5.



Apa pengertian dan fungsi dari zakat?



6.



Apa makna, tujuan, dan tatacara haji?



1.3



Tujuan Penulisan



1.



Mengertahui pengertian dan jenis ibadah.



2.



Mengetahui kewajiban dan fungsi dari ibadah.



3.



Mengetahui pengertian dan fungsi sholat.



4.



Mengetahui pengertian, ketentuan, dan nilai dari shaum.



5.



Mengetahui pengertian dari fungsi zakat.



6.



Mengetahui makna, tujuan, dan tatacara haji.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian dan hakikat ibadah A. Pengertian Ibadah Ibadah



secara



etimologi



berasal



dari



kata



bahasa



Arab



yaitu



“abida-



ya’budu-‘abdan-‘ibaadatan” yang berarti taat, tunduk, patuh dan merendahkan diri. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang disembah disebut “abid” (yang beribadah). Kemudian pengertian ibadah secara terminologi atau secara istilah adalah sebagai berikut : 1. Menurut ulama tauhid dan hadis ibadah yaitu: “Mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan menundukkan jiwa kepada-Nya” Selanjutnya mereka mengatakan bahwa ibadah itu sama dengan tauhid. Ikrimah salah seorang ahli hadits mengatakan bahwa segala lafadz ibadah dalam Al-Qur’an diartikan dengan tauhid. 2. Para ahli di bidang akhlak mendefinisikan ibadah sebagai berikut: “Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan melaksanakan segala bentuk syari’at (hukum).” “Akhlak” dan segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban) yang diwajibkan atas pribadi, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat, termasuk kedalam pengertian ibadah, seperti Nabi SAW bersabda yang artinya: “Memandang ibu bapak karena cinta kita kepadanya adalah ibadah” (HR Al-Suyuthi). Nabi SAW juga bersabda: “Ibadah itu sepuluh bagian, Sembilan bagian dari padanya terletak dalam mencari harta yang halal.” (HR Al-Suyuthi). 3. Menurut ahli fikih ibadah adalah: “Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.” Dari semua pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat ditarik pengertian umum dari ibadah itu sebagaimana rumusan berikut:



“Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya.” Pengertian ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat dipahami maknanya (ma’qulat al-ma’na) seperti hukum yang menyangkut dengan muamalah pada umumnya, maupun yang tidak dapat dipahami maknanya (ghair ma’qulat al-ma’na), seperti shalat, baik yang berhubungan dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun yang berhubungan dengan lidah seperti dzikir, dan hati seperti niat.



2.2 kewajiban dan fungsi ibadah QS. Adz Dzariyat ayat 56: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" Surat Adz dzariyat ayat 56 mengandung makna bahwa semua makhluk Allah, termasuk jin dan manusia diciptakan oleh Allah SWT agar mereka mau mengabdikan diri, taat, tunduk, serta menyembah hanya kepada Allah SWT. Jadi selain fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi (fungsi horizontal), manusia juga mempunya fungsi sebagai hamba yaitu menyembah penciptanya (fungsi vertikal), dalam hal ini adalah menyembah Allah karena sesungguhnya Allah lah yang menciptakan semua alam semesta ini. Manusia diciptakan oleh Allah SWT agar menyembah kepadanya. Kata menyembah sebagai terjemahan dari lafal ‘abida-ya’budu-‘ibadatun (taat, tunduk, patuh). Beribadah berarti menyadari dan mengaku bahwa manusia merupakan hamba Allah yang harus tunduk mengikuti kehendaknya, baik secara sukarela maupun terpaksa. Jadi, setiap insan tujuan hidupnya adalah untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa yang memperoleh keridhaan Allah adalah jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan, terjauhkan dari kegelisahan dan kesengsaraan bathin. Sedangkan diakhirat kelak, kita akan memperoleh imbalan surga dan dimasukkan dalam kelompok hamba-hamba Allah SWT yang istimewa. Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada Allah. Seluruh aktivitas hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepadanya. Islam telah memberi petunjuk kepada manusia tentang tata cara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang dilakukan manusia sejak bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran Islam. Isi Kandungan Isi kandungan surah Adz-Zariyat ayat 56, diantaranya:



1. Tujuan diciptakannya manusia dan jin dibumi, yaitu beribadah kepada-Nya, baik ibadah mahdah mauapun ibadah gair mahdah. Ibadah mahdah adalah bentuk ibadah yang tatacaranya diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah jelas dan bersifat mutlak, yaitu rukun Islam. Sedangkan ibadah gair mahdah adalah bentuk perbuatan yang dapat bernilai ibadah jika diniatkan untuk ibadah, seperti infaq, sadaqah, senyum, dan sebagainya. 2. Semua amal perbuatan yang baik harus dilandasi dengan niat semata-mata mengaharap rida Allah SWT. 3. Umat islam harus berkomitmen pada Syari’at Islam sebagai sati-satunya agama yang diridhoi Allah SWT dengan diwujudkan berupa akhlakul karimah. Penerapan Sikap Sikap dan perilaku yang terkandung dalam surah Adz-Zariyat ayat 56 yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut:



1. Ketahuilah bahwa kita diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan semata untuk hidup di dunia bukan pula untuk sekedar makan dan minum. Apalagi berfoya-foya untuk memenuhi tiap keinginan hawa nafsu kita. Tapi tujuan hidup kita sebenarnya adalah beribadah kepada-Nya. 2. Senantiasa beriman dan bertaqwa kepada-Nya. 3. Tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. 4. Meyakini dan melaksanakan Rukun Iman dan Rukun Islam 5. Belajar menuntut ilmu dengan rajin dan senatiasa mempelajari dan memahami Al-Qur’an. Jadi, setiap insan tujuan hidupnya adalah untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa yang memperoleh keridhaan Allah adalah jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan, terjauhkan dari kegelisahan dan kesengsaraan bathin. Sedangkan diakhirat kelak, kita akan memperoleh imbalan surga dan dimasukkan dalam kelompok hamba-hamba Allah SWT yang istimewa. Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada Allah. Seluruh aktivitas hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepadanya. Islam telah memberi petunjuk kepada manusia tentang tata cara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang dilakukan manusia sejak bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran Islam.



QS Al Bayyinah (56) : 5 Artinya: Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya sematamata karena (menjalankan) agama dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar). (Q.S. al-Bayyinah [98]: 5)



Kandungan Surah Al-Bayyinah Ayat 5: Ikhlas dalam beribadah kepada Allah Swt. jika dicermati secara mendalam sesungguhnya menjadi keharusan bagi kita. Allah Swt. adalah Tuhan yang menciptakan diri kita dari mulanya tidak ada menjadi ada. Manusia juga bukan makhluk yang memiliki kekuatan dan kemampuan tidak terbatas. Manusia hanyalah makhluk lemah yang selalu merasa khawatir. Ia sering dilingkupi rasa ketakutan saat ada kekuatan lain yang dapat mengancam keselamatan dirinya. Oleh karena itu, ia membutuhkan sesuatu yang dapat menghilangkan kekhawatiran dan ketakutannya itu. Manusia yang diliputi kekhawatiran dan ketakutan pada awalnya akan mencari perlindungan kepada sesama makhluk. Akan tetapi, kekuatan yang ada pada makhluk selalu tidak memuaskan manusia. Oleh karena itu, manusia akan mencari kekuatan yang berada di luar alam raya.



Dalam keadaan yang demikian, manusia pada akhirnya akan mencari Tuhan yang diyakini dapat memenuhi segala kebutuhan, yang mampu menghilangkan kecemasan, dan bisa memenuhi kekurangan yang pasti dimiliki oleh setiap manusia, termasuk diri kita. Inilah alasan kita harus mantap dan ikhlas dalam beribadah. Anjuran untuk beribadah dengan ikhlas dipertegas lagi dalam ayat ke-5 Surah al-Bayyinah. Surah tersebut menjelaskan, ”Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya sematamata karena (menjalankan) agama dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” Sebagai makhluk Allah, kita diciptakan di dunia ini semata-mata untuk beribadah kepada-Nya. Kita tidak diperintahkan untuk menyekutukan Allah dan berbuat maksiat. Akan tetapi, ibadah yang kita kerjakan masih belum sempurna jika tidak dilakukan dengan ikhlas. Dari sini dapat dipahami bahwa nilai ibadah tidak hanya diukur dari kuantitas yang telah dilakukan, tetapi dari kualitasnya. Di antara kualitas ibadah yang paling utama adalah keikhlasan untuk mencari rida Allah Swt. Sebagai contoh, seseorang yang sering bersedekah jika sekadar berharap mendapat sanjungan dari orang lain, di hadapan Allah Swt. tidaklah bernilai. Ia tidak berhak mendapatkan balasan kebaikan dari-Nya. Allah melaknat seseorang yang melakukan ibadah untuk mendapatkan penghargaan dari makhluk. Beribadah kepada selain Allah berarti telah melakukan dosa besar berupa syirik. Dari penjelasan di atas, ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar ibadah diterima oleh Allah Swt. a. Lillah, yaitu adanya niat dengan tulus ikhlas karena Allah Swt. b. Billah, yaitu cara pelaksanaannya seperti yang telah diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah. c. Ilallah, yaitu dengan tujuan hanya untuk mencari rida dari Allah Swt. Seseorang yang melaksanakan ibadah secara ikhlas berarti juga telah menjalankan ajaran agama yang hanif (lurus). Ajaran agama mengajak manusia untuk selalu menjalankan kebenaran dan tidak berpaling kepada yang salah. Melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebaikan dan mencari kebenaran dengan dasar niat karena Allah Swt., sejatinya merupakan ibadah kepada-Nya. Oleh karena itu, setiap kali kita melakukan kebaikan, hendaknya dengan tujuan mencari rida Allah Swt. Pada kelanjutan ayat 5 Surah al-Bayyinah Allah Swt. menjelaskan tentang dua macam ibadah yang sangat penting untuk kita tunaikan, yaitu salat dan zakat. Salat merupakan ibadah yang paling utama dan menjadi sarana dalam berhubungan secara langsung kepada Allah (hablum minallah). Dengan menunaikan salat berarti kita mengkhususkan diri untuk mengingat Allah dan membuktikan ketundukan kepada-Nya. Salat juga merupakan ibadah yang pertama kali dihisab.



Zakat merupakan ibadah sebagai sarana mengukuhkan hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas). Zakat dilakukan dengan mengeluarkan sebagian dari harta benda untuk membantu fakir miskin dan menegakkan agama. Ibadah salat dan zakat harus selalu kita pelihara untuk menegakkan agama Islam agar tetap kukuh. Pada penutup ayat ke-5 Surah al-Bayyinah ditegaskan ”dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” Dari sini dapat dipahami bahwa menyembah Allah Swt., ikhlas beribadah, cenderung berbuat kebaikan, menegakkan salat, serta mengeluarkan zakat merupakan inti ajaran yang dibawa oleh para rasul, termasuk Rasulullah saw. Dengan demikian, jika hendak menunaikan ajaran agama secara sempurna, kita harus mengamalkan perintah yang termaktub dalam Surah al-Bayyinah ayat kelima. Fungsi Ibadah Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga dituntut untuk beramal sholeh. Karena Islam adalah agama amal, bukan hanya keyakinan. Ia tidak hanya terpaku pada keimanan semata, melainkan juga pada amal perbuatan yang nyata. Islam adalah agama yang dinamis dan menyeluruh. Dalam Islam, Keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan karena Allah. Ibadah dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk mewujudkan hubungan antar sesama manusia. Islam mendorong manusia untuk beribadah kepada Allah SWT dalam semua aspek kehidupan dan aktifitas. Baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat. Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam. 1. Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui “muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT. Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah ayat 5



“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.”



Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaan terhadap manusia, harta benda dan hawa nafsu. 2.



Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota masyarakat



yang mempunyai hak dan kewajiban untuk menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur'an ketika berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat. Contohnya: Ketika Al-Qur'an berbicara tentang sholat, ia menjelaskan fungsinya:  “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dalam ayat ini Al-Qur'an menjelaskan bahwa fungsi sholat adalah mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Perbuatan keji dan mungkar adalah suatu perbuatan merugikan diri sendiri dan orang lain. Maka dengan sholat diharapakan manusia dapat mencegah dirinya dari perbuatan yang merugikan tersebut. Ketika Al-Qur'an berbicara tentang zakat, Al-Qur'an juga menjelaskan fungsinya:  “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” Zakat berfungsi untuk membersihkan mereka yang berzakat dari kekikiran dan kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta benda. Sifat kikir adalah sifat buruk yang anti kemanusiaan. Orang zakat



kikir juga



akan



tidak menyuburkan



akan sifat-sifat



kebaikan



disukai dalam



hati



masyarakat pemberinya



dan



memperkembangkan harta benda mereka. Orang yang mengeluarkan zakat hatinya akan tentram karena ia akan dicintai masyarakat. Dan masih banyak ibadah-ibadah lain yang tujuannya tidak hanya baik bagi diri pelakunya tetapi juga membawa dapak sosial yang baik bagi masyarakatnya.



Karena itu Allah tidak akan menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah tersebut membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang sholatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar, maka dia hanya akan bertambah jauh dari Allah” (HR. Thabrani) 3. Melatih diri untuk berdisiplin Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan sholat, mulai dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama muslim, menyakiti manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan, tidak mau membantu kesulitan sesama manusia, menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak mau melakukan “amar ma'ruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah SWT SUMBER http://studi-agama-islam.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-hakikat-dan-fungsiibadah.html Pengaruh Ibadah Bagi Seorang Muslim



Sumber: http://muslim.or.id/3117-pengaruh-ibadah-bagi-seorang-muslim.html Syariat Islam yang mencakup akidah (keyakinan), ibadah dan mu’amalah, diturunkan oleh Allah Ta’ala dengan ilmu-Nya yang maha tinggi dan hikmah-Nya yang maha sempurna, untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup manusia. Karena termasuk fungsi utama petunjuk Allah Ta’ala dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa manusia dari semua kotoran dan penyakit yang menghalanginya dari semua kebaikan dalam hidupnya. Allah Ta’ala berfirman, َ ‫{لَقَ ْد َم َّن هَّللا ُ َعلَى ْال ُم ْؤ ِمنِينَ إِ ْذ بَ َع‬ ‫ ُل‬O ‫انُوا ِم ْن قَ ْب‬OO‫َاب َو ْال ِح ْك َمةَ َوإِ ْن َك‬ َ ‫ث فِي ِه ْم َرسُوالً ِم ْن أَ ْنفُ ِس ِه ْم يَ ْتلُو َعلَ ْي ِه ْم آيَاتِ ِه َويُ َز ِّكي ِه ْم َويُ َعلِّ ُمهُ ُم ْال ِكت‬ }‫ضال ٍل ُمبِي ٍن‬ َ ‫لَفِي‬ “Sungguh Allah telah memberi karunia (yang besar) kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus kepada mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mensucikan (hati/jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur-an) dan al-Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum



(kedatangan Rasul) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS Ali ‘Imraan:164). Makna firman-Nya “mensucikan (Hati/jiwa) mereka” adalah membersihkan mereka dari keburukan akhlak, kotoran jiwa dan perbuatan-perbuatan jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya (hidayah Allah Ta’ala) Maka kebersihan hati seorang muslim merupakan syarat untuk mencapai kebaikan pada dirinya secara keseluruhan, karena kebaikan seluruh anggota badannya tergantung dari baik/bersihnya hatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‫إال وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله أال وهي القلب‬ “Ketahuilah, bahwa dalam tubuh manusia terdapat segumpal (daging), yang kalau segumpal daging itu baik maka akan baik seluruh (anggota) tubuhnya, dan jika segumpal daging itu buruk maka akan buruk seluruh (anggota) tubuhnya), ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati (manusia)“ Hikmah Agung Disyariatkannya Ibadah Inilah hikmah agung disyariatkannya ibadah kepada manusia, sebagaimana yang Allah Ta’ala nyatakan dalam firman-Nya, }‫{يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ا ْستَ ِجيبُوا هَّلِل ِ َولِل َّرسُو ِل إِ َذا َدعَا ُك ْم لِ َما يُحْ يِي ُك ْم‬ “Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan) hidup bagimu” (QS al-Anfaal:24). Ayat ini menunjukkan bahwa kebaikan dan kemashlahatan merupakan sifat yang selalu ada pada semua ibadah dan petunjuk yang diserukan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ini sekaligus menjelaskan manfaat dan hikmah agung dari semua ibadah yang Allah Ta’ala syariatkan, yaitu bahwa hidup (bersih dan sucinya)nya hati dan jiwa manusia, yang merupakan sumber kebaikan dalam dirinya, hanyalah bisa dicapai dengan beribadah kepada Allah dan menetapi ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya. Imam Ibnul Qayyim – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – menjelaskan hikmah yang agung ini dalam ucapan beliau, “Bukanlah tujuan utama dari semua ibadah dan perintah (Allah dalam agama Islam) untuk memberatkan dan menyusahkan (manusia), meskipun hal itu (mungkin) terjadi pada sebagian dari ibadah dan perintah tersebut sebagai (akibat) sampingan, karena adanya sebab-sebab yang menuntut kemestian terjadinya hal tersebut, dan ini merupakan konsekwensi kehidupan di dunia. Semua perintah Allah (dalam agama Islam), hak-Nya (ibadah) yang Dia wajibkan kepada hamba-hamba-Nya, serta semua hukum yang disyariatkan-Nya (pada hakekatnya) merupakan qurratul ‘uyuun (penyejuk pandangan mata), serta kesenangan dan kenikmatan bagi hati (manusia), yang dengan (semua) itulah hati akan terobati, (merasakan) kebahagiaan, kesenangan



dan kesempurnaan di dunia dan akhirat. Bahkan hati (manusia) tidak akan merasakan kebahagiaan, kesenangan dan kenikmatan yang hakiki kecuali dengan semua itu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, ْ O‫ ةٌ لِ ْل ُم‬O‫ى َو َرحْ َم‬ ْ َ‫لْ بِف‬OOُ‫ ق‬، َ‫ؤ ِمنِين‬O ُّ ‫ا فِي‬OO‫فَا ٌء لِ َم‬O‫{يا أَيُّهَا النَّاسُ قَ ْد َجا َء ْت ُك ْم َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ُك ْم َو ِش‬ ً ‫د‬OOُ‫ُور َوه‬ َ‫ َذلِك‬Oِ‫ ِه فَب‬Oِ‫ ِل هَّللا ِ َوبِ َرحْ َمت‬O‫ض‬ ِ ‫د‬O‫الص‬ } َ‫فَ ْليَ ْف َرحُوا ه َُو َخ ْي ٌر ِم َّما يَجْ َمعُون‬ “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah:”Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS.Yuunus:57-58). Inilah makna ucapan sahabat yang mulia, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma sewaktu beliau berkata, “Sesungguhnya (amal) kebaikan (ibadah) itu memiliki (pengaruh baik berupa) cahaya di hati, kecerahan pada wajah, kekuatan pada tubuh, tambahan pada rezki dan kecintaan di hati manusia, dan (sebaliknya) sungguh (perbuatan) buruk (maksiat) itu memiliki (pengaruh buruk berupa) kegelapan di hati, kesuraman pada wajah, kelemahan pada tubuh, kekurangan pada rezki dan kebencian di hati manusia”. Pengaruh Positif Ibadah bagi Seorang Muslim Untuk memperjelas keterangan di atas, berikut ini kami akan sampaikan beberapa poin penting yang menunjukkan besarnya pengaruh positif ibadah dan amal shaleh yang dilaksanakan seorang muslim dalam hidupnya. 1- Kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat Allah Ta’ala berfirman, } َ‫صالِحا ً ِم ْن َذ َك ٍر أَوْ أُ ْنثَى َوهُ َو ُم ْؤ ِم ٌن فَلَنُحْ يِيَنَّهُ َحيَاةً طَيِّبَةً َولَنَجْ ِزيَنَّهُ ْم أَجْ َرهُ ْم بِأَحْ َس ِن َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬ َ ‫{ َم ْن َع ِم َل‬ “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh (ibadah), baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. an-Nahl:97). Para ulama salaf menafsirkan makna “kehidupan yang baik (di dunia)” dalam ayat di atas dengan “kebahagiaan (hidup)” atau “rezki yang halal dan baik” dan kebaikan-kebaikan lainnya yang mencakup semua kesenangan hidup yang hakiki. Sebagaimana orang yang berpaling dari petunjuk Allah dan tidak mengisi hidupnya dengan beribadah kepada-Nya, maka Allah Ta’ala akan menjadikan sengsara hidupnya di dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman, }‫ض ْنكا ً َونَحْ ُش ُرهُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة أَ ْع َمى‬ َ ً‫ض ع َْن ِذ ْك ِري فَإ ِ َّن لَهُ َم ِعي َشة‬ َ ‫{ َو َم ْن أَ ْع َر‬



“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (QS Thaaha:124). 2- Kemudahan semua urusan dan jalan keluar/solusi dari semua masalah dan kesulitan yang dihadapi Allah Ta’ala berfirman, ُ ‫ َويَرْ ُز ْقهُ ِم ْن َحي‬.ً‫ق هَّللا َ يَجْ َعلْ لَهُ َم ْخ َرجا‬ } ُ‫ْث ال يَحْ تَ ِسب‬ ِ َّ‫{ َو َم ْن يَت‬ “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq:2-3). Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah yang wajib dan sunnah (anjuran), serta menjauhi semua perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh Allah Ta’ala. Dalam ayat berikutnya Allah berfirman, }ً‫ق هَّللا َ يَجْ َعلْ لَهُ ِم ْن أَ ْم ِر ِه يُسْرا‬ ِ َّ‫{ َو َم ْن يَت‬ “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4). Artinya: Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya). 3- Penjagaan dan taufik dari Allah Ta’ala Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abdullah bin Abbas ))‫ احفظ هللا تجده تجاهك‬،‫((احفظ هللا يحفظك‬ “Jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah (batasanbatasan/syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu“. Makna “menjaga (batasan-batasan/syariat) Allah” adalah menunaikan hak-hak-Nya dengan selalu beribadah kepadanya, serta menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan makna “kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu“: Dia akan selalu bersamamu dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu. Keutamaan yang agung ini hanyalah Allah Ta’ala peruntukkan bagi orang-orang yang mendapatkan predikat sebagai wali (kekasih) Allah Ta’ala, yang itu mereka dapatkan dengan selalu melaksanakan dan menyempurnakan ibadah kepada Allah Ta’ala, baik ibadah yang wajib



maupun sunnah (anjuran). Dalam sebuah hadits qudsi yang shahih, Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku maka sungguh Aku telah menyatakan perang (pemusuhan) terhadapanya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (ibadah) yang lebih Aku cintai dari pada (ibadah) yang Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan (ibadah-ibadah) yang sunnah (anjuran/tidak wajib) sehingga Akupun mencintainya…“. 4- Kemanisan dan kelezatan iman, yang merupakan tanda kesempurnaan iman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ((ً ‫))ذاق طعم اإليمان من رضي باهلل ربا وباإلسالم دينا وبمحمد رسوال‬ “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha dengan Allah Ta’ala sebagai Rabbnya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulnya“. Imam an-Nawawi – semoga Allah Ta’ala merahmatinya – ketika menjelaskan hadits di atas, berkata, “Orang yang tidak menghendaki selain (ridha) Allah Ta’ala, dan tidak menempuh selain jalan agama Islam, serta tidak melakukan ibadah kecuali dengan apa yang sesuai dengan syariat (yang dibawa oleh) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa yang memiliki sifat ini, maka niscaya kemanisan iman akan masuk ke dalam hatinya sehingga dia bisa merasakan kemanisan dan kelezatan iman tersebut (secara nyata)”. Sifat inilah yang dimiliki oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang semua itu mereka capai dengan taufik dari Allah Ta’ala, kemudian karena ketekunan dan semangat mereka dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, } َ‫ك هُ ُم الرَّا ِش ُدون‬ َ ِ‫ق َو ْال ِعصْ يَانَ أُولَئ‬ َ ‫َّب إِلَ ْي ُك ُم اأْل ِ ي َمانَ َو َزيَّنَهُ فِي قُلُوبِ ُك ْم َو َك َّرهَ إِلَ ْي ُك ُم ْال ُك ْف َر َو ْالفُسُو‬ َ ‫{ َولَ ِك َّن هَّللا َ َحب‬ “Tetapi Allah menjadikan kamu sekalian (wahai para sahabat) cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan perbuatan maksiat. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus” (QS al-Hujuraat:7). 5- Keteguhan iman dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan agama Allah Allah Ta’ala berfirman, ُ ‫{يُثَب‬ }‫ضلُّ هَّللا ُ الظَّالِ ِمينَ َويَ ْف َع ُل هَّللا ُ َما يَ َشا ُء‬ ِ ُ‫ت فِي ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َوفِي اآْل ِخ َر ِة َوي‬ ِ ِ‫ِّت هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمنُوا بِ ْالقَوْ ِل الثَّاب‬ “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki” (QS Ibrahim:27).



Ketika menafsirkan ayat ini Imam Qatadah berkata, “Adapun dalam kehidupan dunia, Allah meneguhkan iman mereka dengan perbuatan baik (ibadah) dan amal shaleh (yang mereka kerjakan)”. Fungsi ibadah dalam meneguhkan keimanan sangat jelas sekali, karena seorang muslim yang merasakan kemanisan dan kenikmatan iman dengan ketekunannya beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, maka setelah itu – dengan taufik dari Allah Ta’ala – dia tidak akan mau berpaling dari keimanan tersebut meskipun dia harus menghadapi berbagai cobaan dan penderitaan dalam mempertahankannya, bahkan semua cobaan tersebut menjadi ringan baginya. Gambaran inilah yang terjadi pada para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keteguhan mereka sewaktu mempertahankan keimanan mereka menghadapi permusuhan dan penindasan dari orang-orang kafir Quraisy, di masa awal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendakwahkan Islam. Sebagaimana yang disebutkan dalam kisah dialog antara Abu Sufyan dan raja Romawi Hiraql, yang kisah ini dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara pertanyaan yang diajukan oleh Hiraql kepada Abu Sufyan waktu itu, “Apakah ada di antara pengikut (sahabat) Nabi itu (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang murtad (meninggalkan) agamanya karena dia membenci agama tersebut setelah dia memeluknya?” Maka Abu Sufyan menjawab, “Tidak ada“. Kemudian Hiraql berkata, “Memang demikian (keadaan) iman ketika kemanisan iman itu telah masuk dan menyatu ke dalam hati manusia“.



2.3 bentuk-bentuk peribadatan Ibadah dalam agama islam ada 4 yaitu : sholat, puasa, zakat, dan naik haji.



2.3.1 Pengertian sholat dan fungsinya



Secara bahasa sholat bermakna do’a, sedangkan secara istilah, sholat merupakan suatu ibadah wajib yang terdiri dari ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan rukun dan persyaratan tertentu. Menurut hakekatnya, sholat ialah menghadapkan jiwa kepada Allah SWT, yang bisa melahirkan rasa takut kepada Allah & bisa membangkitkan kesadaran yang dalam pada setiap jiwa terhadap kebesaran & kekuasaan Allah SWT. Menurut Ash Shiddieqy, sholat ialah menggambarkan rukhus shalat atau jiwa shalat; yakni berharap kepada Allah dengan sepenuh hati dan jiwa raga, dengan segala kekhusyu’an dihadapan Allah dan ikhlas yang disertai dengan hati yang selalu berzikir, berdo’a & memujiNya. Dalam mengerjakan sholat harus selalu berusaha menjaga kekhusu’annya. Secara bahasa, khusyu’ berasal dari kata khasya’a yakhsya’u khusyu’an, yang berarti memusatkan penglihatan pada bumi & memejamkan mata/meringankan suara ketika shalat. Khusyu’ itu artinya lebih dekat dengan khudhu’ yakni tunduk & takhasysyu’ yakni membuat diri menjadi khusyu’. Khusyu’ ini bisa melalui suara, gerakan badan atau pengelihatan. ketiganya itu menjadi tanda  kekhusyu’an bagi seseorang dalam melaksanakan shalat. Secara istilah syara’, khusyu’ ialah keadaan jiwa yang tenang & tawadhu’, kemudian khusyu’ dihati sangat berpengaruh dan akan tampak pada anggota tubuh lainnya. Menurut A. Syafi’i khusyu’ berarti menyengaja, ikhlas, tunduk lahir batin; dengan menyempurnakan keindahan bentuk ataupun sikap lahirnya (badan), serta memenuhinya dengan kehadiran hati, kesadaran dan pemahaman segala ucapan maupun sikap lahiriyah tersebut.



1. Shalat Sebagai Dzikrullah (Mengingat Allah) Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Thaha ayat 14 “Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. Ada sebagian masyarakat yang melakukan kesalahan dalam memahami ayat ini. Diantara mereka ada yang mengerjakan shalat hanya cukup dengan mengingat Allah swt tanpa harus mengerjakan tata cara (Kaifiyyah) yang diajarkan Nabi saw. Tentu, praktek seperti ini tidak bisa dibenarkan karena bertentangan dengan Hadits Nabi yang mengatakan : “Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihatku mengerjakan shalat”. (HR. Bukhori). Secara tidak langsung, hadits itu menjelaskan bahwa yang dilakukan Nabi tidak hanya mengingat Allah dengan lisan dan hati, akan tetapi juga dengan gerakan seluruh anggota badan. Dalam hal ini, para ulama Fiqih memberikan definisi shalat sebagai berikut : “Shalat adalah semua ucapan dan perbuatan yang diawali dengan Takbir dan diakhiri dengan salam” Untuk mengetahui, apakah shalat yang kita kerjakan sudah berfungsi dan berperan sebagai Dzikrullah atau belum, maka kita perlu mengevaluasinya dangan firman Allah dalam Surat ArRa’ad ayat 28 : “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”. Dengan demikian kita bisa mengambil kesimpulan bahwa setiap orang yang telah mengerjakan shalat dengan baik dan benar, maka hati mereka menjadi tenang dan tenteram karena shalat termasuk bagian dari dzikrullah. Dan setiap orang yang memiliki hati yang tenang dan tenteram pasti akan selalu melakukan tindakan-tindakan positif sesuai dengan hati nuraninya. Akan tetapi sebaliknya, apabila seseorang mengerjakan shalat tidak dengan baik dan benar, maka hati mereka selalu gelisah. Dan setiap orang yang memiliki hati yang gelisah pasti akan selalu melakukan tindakan-tindakan negatif. 2. alat sebagai Pencegah Tindakan Keji dan Mungkar Sesuai dengan Firman Allah dalam Al Qur’an surat Al-Ankabut ayat 45 bahwa fungsi dan peranan shalat adalah sebagai pencegah tindakan keji dan mungkar. “Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”. Setelah kita membaca ayat di atas, seakan-akan Allah swt bertanya kepada kita sekalian. Sudahkah anda mendirikan shalat? jika sudah, maka pertanyaan selanjutnya adalah, sudahkah anda men-cegah diri dari perbuatan keji dan mungkar seperti, mencuri, merampok, menyuap, korupsi, berzina, berjudi, mengkonsumsi khamer (narkoba), berdusta, berkhianat , berselingkuh, dan lain-lain? jawablah pertanyaan ini dengan jujur dan simpanlah jawabannya dalam hati anda. Secara matematis, jumlah umat Islam di Indonesia terbesar di dunia dan masjid-masjidpun selalu dipenuhi pengunjung, khususnya pada tiap hari Jum’at dan hari-hari besar Islam.



Namun demikian, mengapa dalam hal kejahatan seperti tersebut di atas Bangsa Indonesia selalu menempati urutan pertama, alias rangking terata? Dari sinilah kita bisa menarik benang merah bahwa sesungguhnya shalat yang selama ini dijalankan oleh bangsa ini baru sebatas simbol, belum berdampak pada kehidupan kita seharihari. Ibarat tanaman padi di sawah ia masih gabuk (tidak berisi). Demikian juga shalat kita, ia belum berbuah sehingga belum memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat sekitarnya. 3. Shalat sebagai Penghapus Dosa Dalam sebuah cuplikan riwayat hadits yang cukup panjang, Nabi saw bersabda: “… maka demikian juga dengan shalat lima waktu, Allah swt akan menghapus dosa-dosa (kecil) mereka disebabkan karena mereka mendirikan shalat”. Hadits di atas diperkuat oleh Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 114 “Dirikanlah shalat itu pada dua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa) perbuatanperbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang yang ingat”. KESIMPULAN Shalat yang dikerjakan dengan baik dan benar, sesuai dengan tuntunan Allah swt dan RasulNya senantiasa akan berbuah. Buah itu adalah menebar kebaikan sesama makhluk seperti baik kepada orang tua, suami, istri, anak-anak, saudara kandung, dan saudara sesama muslim, para tetang-ga, fakir miskin, anak yatim, memenuhi hajat orang lain, dan mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar seperti, berselingkuh, menyakiti saudara kandung dan saudara sesama muslim, membiarkan fakir miskin kelaparan, mencuri, merampok, menyuap, korupsi, berzina, iri hati, dusta, berkhianat, mengambil hak orang lain tanpa izin, menyalahgunakan jabatan, dsb.



2.3.2 Pengertian puasa, nilai, dan ketentuannya Puasa menurut bahasa berasal dari bahasa arab yaitu "shoum" yang artinya adalah menahan diri. Sedangkan menurut istilah, puasa adalah menahan diri dari makan dan minum serta hal hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.



Puasa itu ada yang hukumnya wajib dan ada juga yang hukumnya sunnah. Meskipun pada dasarnya perintah puasa itu wajib seperti Firman Allah dalam QA. Al Baqarah ayat 183. Yang artinya: "Hai orang orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa." Puasa yang dimaksud dalam arti ayat diatas tersebut adalah puasa yang diwajibkan pada bulan Ramadhan bagi orang yang sudah memenuhi syarat. Dengan tujuan agar manusia bertaqwa kepada Allah SWT.



A.Syarat Wajib Berpuasa 1.Berakal sehat, orang yang gila tidak diwajibkan 2.Kuat berpuasa, bagi orang yang tidak kuat karena lanjut usia atau sakit, tidak diwajibkan untuk berpuasa. Cukup dengan membayar fidyah. 3.Baligh/dewasa, anak anak tidak wajib untuk berpuasa. B.Syarat Syah Puasa 1.Beragama Islam 2.Suci dari haid dan nifas 3.Mumayiz atau mengerti membedakan antara mana yang baik dan mana yang buruk 4.Dalam waktu yang ditentukan atau diperbolehkan dalam berpuasa. C. Rukun Puasa 1.Niat pada malam hari 2.Menahan dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai dengan terbenamnya matahari (maghrib) D.Yang membatalkan Puasa 1.Makan dan minum dengan di sengaja 2.Muntah dengan sengaja



3.Bersetubuh pada siang hari 4.Keluar darah (haid dan nifas) 5.Hilang akal 6.Keluar mani dengan sengaja 7.membatalkan atau menggugurkan niat puasa E.Macam Puasa Wajib 1.Puasa Ramadhan adalah puasa yang dilakukan pada bulan Ramadhan selama satu bulan lamanya menjalankan puasa tersebut. 2.Puasa Qadla adalah puasa pengganti Ramadhan yang ditinggalkan 3.Puasa Nadzar adalah puasa yang harus dilakukan karena janji/nadzar tentang kebaikan 4.Puasa Kifarat adalah puasa yang dilakukan karena melanggar larangan agama islam. F.Macam Macam Puasa Sunnah Selain puasa wajib terdapat juga puasa sunnah antara lain yaitu: 1.Puasa enam hari pada bulan syawal dan pahalanya sama dengan puasa sepanjang masa 2.Puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah kecuali orang melakukan ibadah haji. Puasa ini akan menghilangkan dosa selama dua tahun. 3..hijah kecuali orang melakukan ibadah haji. Puasa ini akan menghilangkan dosa selama dua tahun. 4.Puasa hari Senin dan Kamis. G.Orang yang diperbolehkan Berbuka (Meninggalkan Puasa) dan Tata cara menggantinya. 1.Orang yang sedang sakit dengan cara mengganti di lain hari atau mengqadla 2.Orang yang sedang dalam perjalanan jauh atau musafir, cara menggantinya dengan cara mengqadla 3.Orang yang sudah tua dan tidak kuat berpuasa lagi, mereka harus membayarnya dengan fidyah. 4.Orang yang sedang hamil dan menyusui cara menggantinya dengan cara mengqadla, bila yang diberatkan anak dan orang tuanya, tapi bila yang diberatkan anaknya saja menurut sebagian ulama' wajib membayar qadla dan membayar fidyah. 5.Pekerja berat, dimana dia tidak mempunyai sumber pendapatan lain kecuali pekerjaan itu dalam hal ini orang tersebut harus membayar fidyah. H.Fungsi Puasa Dalam Kehidupan 1.Sebagai tanda syukur atas nikmat Allah



2.Melatih hidup disiplin, jujur, dan sabar. 3.Sebagai pengendali hawa nafsu dari perbuatan tercela 4.Melatih kepekaan soSebagai tanda syukur atas nikmat Allah 5.Melatih hidup disiplin, jujur, dan sabar. 6.Sebagai pengendali hawa nafsu dari perbuatan tercela 7.Melatih kepekaan sosial



2.3.3 pengertian dn fungsi zakat Menurut Bahasa(lughat), zakat berarti : tumbuh; berkembang; kesuburan atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10) Menurut Hukum Islam (istilah syara'), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy) Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah.



Fungsi Zakat Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, trasendental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan ummat manusia, terutama Islam. Zakat memiliki banyak hikmah, baik yng berkaitan dengan Sang Khaliq maupun hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain : 1. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah papa dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.Dengan kondisi tersebut mereka akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT 2. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang di sekitarnya berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya. 3. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, emurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah. Dengan begitu akhirnya suasana ketenangan bathin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati. 4. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: Ummatn Wahidan (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, dan dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijti'ma (tanggung jawab bersama)



5. Menjadi unsur penting dalam mewujudakan keseimbanagn dalam distribusi harta (sosial distribution), dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat 6. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan ummat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin. Dalam masyarakat seperti itu takkan ada lagi kekhawatiran akan hidupnya kembali bahaya komunisme 9atheis) dan paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan. Sebab dengan dimensi dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur.



2.3.4 Makna tujuan tatacara haji



Pengertian Haji adalah mengunjungi Baitullah (Ka'bah) di Mekah untuk melakukan amal ibadah tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula. Ibadah Haji merupakan salah satu dari rukun Islam. yakni pada rukun yang kelima yang wajib dikerjakan bagi setiap muslim, baik itu laki-laki maupun perempuan yang mampu dan telah memenuhi syarat. Orang yang melakukan ibadah haji wajib memenuhi ketentuan-ketentuannya. Ketentuan haji selain pengertian haji diatas, juga syarat haji, rukun haji, wajib haji, larangan haji, tata cara haji, serta sunnah-sunnah haji.  Menunaikan ibadah haji diwajibkan atas setiap muslim yang mampu mengerjakannya dan seumur hidup sekali. Bagi mereka yang mengerjakan haji lebih dari satu, hukumnya sunah. Allah SWT. berfirman dalam Surah Ali Imran Ayat 97 yaitu:  Artinya:  ....Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh Alam. (Q.S. Ali Imran/3:97).  Syarat-Syarat Haji Syarat-Syarat Haji-Yang dimaksud mampu sebagai salah satu syarat haji adalah sebagai berikut....  1. Beribadah Sehat. Orang sakit atau lemah fisiknya dapat mewakilkan kepada orang lain jika ia mampu membiayainya.  2. Ada kendaraan yang dapat mengantar ulang dan pergi ke Mekah bagi orang yang di luar mekah.  3. Aman dalam perjalanan. Artinya, jiwa dan hartanya terjamin keselamatannya.  4. Memiliki bekal yang cukup. Artinya, harta yang dimiliki cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup selama mengerjakan haji, termasuk juga cukup untuk menjamin kebutuhan keluarga yang ditinggalkannya.  5. Bagi perempuan harus dengan suaminya atau diserta mahram atau dengan perempuan lain yang ada mahramnya.  Syarat-Syarat Haji yang harus dipenuhi  Beragama Islam  Berakal sehat Balig atau dewasa Merdeka (bukan budak) dan  Kuasa atau mampu untuk melakukannya Rukun-Rukun Haji



Rukun-Rukun Haji - Rukun Haji adalah perbuatan yang wajib dikerjakan dan tidak dapat diganti dengan membayar denda. Meninggalkan salah satu rukun haji akan gugur atau tidak sah ibadah haji tersebut. Rukun haji ada enam, yaitu sebagai berikut...  1. Ihram  Ihram adalah berniat mengerjakan ibadah haji atau umrah dengan memakai pakaian ihram, pakaian berwarna putih bersih dan tidak berjahit. Pakaian tidak berjahit hanya berlaku bagi lakilaki.   2. Wukuf di Padang Arafah   Wukuf adalah hadir di Padang Arafah pada waktu zuhur, dimulai sejak tergelincir matahari tanggal 9 Zulhijah sampai terbit fajat tanggal 10 Zulhijah (pada bulan haji).  3. Tawaf Tawaf adalah mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali putaran, dimulai dari Hajar Aswad dengan posisi Ka'bah di sebelah kiri orang yang bertawaf (berputar kebalikan arah jarum jam). Orang yang tawaf harus menutup aurat serta suci dari hadas dan najis.   Macam-Macam Tawaf Tawaf qudum, dilakukan ketika baru sampai di Mekah Tawaf ifadah, dilakukan karena melaksanakan rukun haji Tawaf nazar, dilakukan karena nazar Tawaf sunah, dilakukan tidak karena sebab-sebab tertentu (mencari keutamaan dalam ibadah).  Tawaf wadak, dilakukan karena hendak meninggalkan mekah 4. Sai Sai adalah berlari-lari kecil antara Bukit Safa dan Marwah. Ketentuan sai harus dimulai dari Bukit Safa dan diakhiri di Bukit Marwah. Sai dilakukan sebanyak tujuh kali dan dikerjakan setelah tawaf.    5. Menggunting (Mencukur) Rambut Waktu mencukur rambut setelah melempar Jamrah Aqabah pada hari Nahar. Apabila mempunyai kurban, mencukup dilakukan setelah menyembelih hewan kurban. Mencukur rambut sekurang-kurangnya tiga helai rambut.  6. Tertip Tertip berarti menertipkan rukun-rukun haji tersebut. Artinya, harus berurutan dimulai dari niat (ihram), wukuf, tawaf, sai, dan menggunting rambut. Jenis-Jenis Haji dan Tata Cara Haji Beserta Kegiatan Yang Dilakukan Selama Haji Dalam pratiknya, pelaksanaan ibadah haji terdiri dari tiga cara yaitu sebagai berikut...  a. Pelaksanaan Haji Ifrad  Haji Ifrad adalah pelaksanaan haji saja. Jamaah haji yang memilih cara ini tidak diwajibkan membayar dam. Pelaksanaan haji ifrad biasa dipilih oleh jamaah haji yang masa waktu wukufnya sudah dekat (kurang lebih) lima hari.  Haji ifrad  dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu sebagai berikut..  1. Melaksanakan haji saja, tanpa melakukan umrah



2. Melaksanakan haji lebih dahulu baru melakukan umrah  3. Melaksanakan umrah sebelum bulan-bulan haji, lalu berihram haji pada bulan haji 4. Melaksanakan umrah pada bulan-bulan haji, lalu pulang ke tanah air dan berangkat kembali ke tanah suci untuk melaksanakan haji  Namun pada umumnya, dikatkana haji ifrad ialah mendahulukan haji daripada umrah. Artinya melaksanakan haji dahulu dan setelah selesai haji, baru melaksanakan umrah.  Beberapa perbuatan berikut dilakukan bagi jamaah haji ifrad ketika melaksanakan haji 1. Bersuci (mandi dan berwudu)  2. Berpakaian ihram  3. Salat sunah dua rakaat 4. Berniat haji dengan mengucapkan  Niat Haji Ifrad:  Artinya:  Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji. 5. Ketika tiba di Mekah  Jamaah haji ifrad ketika tiba di Mekah disunahkan melaksanakan tawaf qudum (baru datang). Tawaf ini bukan tawaf umrah dan bukan tawaf haji. Tawaf qudum bagi jamaah haji ifrad boleh dilanjutkan dengan sai atau tidak dengan sai.  Apabila tawaf dilanjutkan dengan sai, sainya sudah termasuk sai haji sehingga pada waktu tawaf ifadah (rukun haji) tidak perlu lagi melakukan sai.  Setelah melakukan tawaf qudum, jamaah haji ifrad tidak diakhiri dengan tahalul sampai selesai semua kegiatan haji. Hal itu dikarenakan pada waktu memakai ihram diniatkan ibadah haji. Selanjutnya, menunggu waktu wukuf di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah.  Adapun urutan kegiatan dan doa pada pelaksanaan haji ifrad, sejak dari wukuf sampai tawaf ifadah sama dengan pelaksanaan haji tamattu.  Apabila jamaah haji ifrad hendak melaksanakan umrah, umrah tersebut dilaksanakan setelah pelaksanaan haji dengan mengambil miqat dari salah satu di antaranya, yaitu Tan'im atau Ji'ranah atau miqat lainnya.  Demikian, uratan tentang pelaksanaan haji ifrad. Setelah selesai umrah, bagi jamaah haji yang belum ke Madinah diberangkatkan ke Madinah. Sebelum ke Madinah, jamaah haji disarankan agar melakukan tawaf (pamitan). 



Kegiatan jamaah haji di Madinah, antara lain salat Arbain, ziarah ke tempat-tempat bersejarah, dan melaksanakan amalan lainnya yang sesuai dengan syarak.  b. Pelaksanaan Haji Tamattu Haji tamattu adalah melaksanakan umrah lebih dahulu, baru melakukan ibadah haji. Jamaah haji tamattu, diwajibkan membayar dam nusuk (sesuai ketentuan manasik). Pelaksanaan haji tamattu dimulai dengan melaksanakan umrah terlebih dahulu, yaitu.. 1. Bersuci (mandi dan berwudu) 2. Berpakaian ihram 3. Salat sunah dua rakaat 4. Niat dari miqat dengan mengucapkan 



Artinya:  Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah  5.  Membaca talbiah, selawat, dan doa; 6. Masuk mekah dan berdoa; 7. Masuk masjidil haram, melihat ka'bah dan berdoa; 8. Melintasi maqam ibrahim ketika hendak tawaf disunahkan berdoa; 9. Tawaf sebanyak tujuh kali putaran 10. Sai dimulai dari Bukit Safa dan berakhir di Bukit Marwah sebanyak tujuh kali perjalanan 11. Mencukur rambut sebagai tanda selesainya pelaksanaan umrah. Selesai melaksanakan umrah, jamaah haji tamattu' menunggu tanggal 8 Zulhijah untuk melaksanakan haji, yaitu: 1. Bersuci (mandi dan berwudu) 2. Berpakaian ihram 3. Salat sunah dua rakaat 4. Niat dari miqat dengan mengucapkan Artinya:  Aku penuhi panggilan-M ya Allah untuk berhaji  5. Berangkat ke Arafah (tanggal 8 Zulhijah) 6. Wukuf di Arafah (tanggal 9 Zulhijah) 7. Berangkat ke Muzdalifah setelah matahari terbenam 8. Mabit di Muzdalifah (malam tanggal 10 Zulhijah) 9. Mabit di Mina untuk melontar tiga jamrah, dan 10. Kembali ke Mekah untuk melakukan tawaf ifadah, sai, dan tawaf wadak. c. Pelaksanaan Haji Qiram  Haji Qiram adalah melaksanakan haji dan umrah di dalam satu niat dan satu pekerjaan sekaligus. Dalam hal ini, jamaah haji qiram wajib membayar dam nusuk. Pelaksanaan haji dengan



cara qiram dapat dipilih bagi jamaah haji yang karena sesuatu hal, ia tidak dapat melaksanakan umrah sebelum dan sesudah hajinya, termasuk di antaranya jamaah haji yang masa tinggalnya di Mekah sangat terbatas. Pelaksanaan haji qiram dimulai dengan bersuci (mandi dan berwudu), berpakaian ihram, salat sunah dua rakaat, niat haji dan umrah dengan mengucapkan   Artinya:  Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berhaji dan umrah Ketika tiba di Mekah, jamaah haji qiram yang bukan penduduk Mekah disunahkan mengerjakan tawaf qudum. Tawaf qudum ini bukan tawaf umrah dan bukan tawaf haji (hukumnya sunah), boleh diteruskan dengan sai atau tidak dengan sai. Apabila diteruskan dengan sai, sainya sudah termasuk sai haji sehingga pada waktu tawaf ifadah tidak perlu lagi melakukan sai. Selesai mengerjakan tawaf qudum, tidak diakhiri dengan tahalul sampai seluruh kegiatan haji. Adapun kegiatan dan doa pada pelaksanaan haji qiram, sejak dari wukuf sampai dengan selesai sama dengan pelaksanaan haji tamattu. Bagi jamaah haji qiram yang belum melaksanakan sai pada tawaf qudum maka ketika melaksanakan tawaf ifadah harus diteruskan dengan sai. Selanjutnya, pada waktu akan meninggalkan Mekah, jamaah haji qiram hendaklah melakukan tawaf wadak. Wajib Haji    Wajib Haji-Wajib haji adalah perbuatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji. Apabila wajib haji dilanggar, hajinya tidak sah (tidak membatalkan haji yang dilakukan), tetapi wajib membayar dam (denda) dengan cara menyembelih binatang. Jika wajib itu telah diganti dengan menyembelih binatang, ibadah hajinya dianggap sah. Adapun wajib haji itu ada enam yaitu sebagai berikut... a. Ihram (niat berhaji) dari miqat (batas yang ditentukan) b. Mabit di Muzdalifah c. Melontar tiga jamrah, yaitu ula, wusta, dan aqabah d. Mabit di Mina e. Tawaf wadak bagi yang akan meninggalkan Mekah, sedangkan bagi wanita yang sedang haid (menstruasi) tawaf wadaknya gugur f. Menghindari perbuatan yang terlarang dalam keadaan berihram Sunah Haji Sunah Haji-Dalam mengerjakan ibadah haji, ada beberapa sunah yang perlu dikerjakan seperti berikut ini...



a. Salat Sunah di Hijir Ismail Salat sunah ini dapat dilaksanakan kapan saja apabila keadaan memungkinkan b. Membaca talbiyah Talbiyah sunah dibaca selama ihram sampai melontar Jamrah Aqabah pada hari nahar (Iduladha). Bacaan talbiyah adalah...



Artinya:  Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu.  c. Salat sunah tawaf di belakang Maqam Ibrahim d. Memasuki Ka'bah (rumah suci) sambil berdoa Larangan-Larangan Haji  Larangan Haji-Larangan bagi orang laki-laki dan perempuan yang sedang menunaikan ibadah haji dan umrah a. Larangan bagi laki-laki  Laki-laki dilarang memakai pakaian yang berjahit, memakai tutup kepala, dan memakai atas kaki yang menutupi mata kai b. Larangan bagi perempuan Perempuan dilarang menutup muka dan kedua telapak tangan. c. Larangan bagi laki-laki dan perempuan yaitu: Memakai wangi-wangian, kecuali yang dipakai sebelum niat Memotong rambut atau bulu badan yang lainnya Memotong kuku Mengadakan akad nikah Memburu dan membunuh binatang yang ada di tanah suci,  Bersetubuh dan pendahuluannya



BAB III PENUTUP