Ideologi Maoisme [PDF]

  • Author / Uploaded
  • ayu
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Ideologi Maoisme Maoisme berasal dari nama Mao Zedong. Ia adalah pemimpin Partai Komunis Cina (PKC). Maoisme merupakan ideologi komunis di Tiongkok. Berbeda dengan komunisme di negara-negara lain, Maoisme lebih mementingkan peran petani daripada buruh. Karena kondisi Tiongkok menempatkan kaum buruh sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kapitalisme. Mao Zedong membentuk tentara petani dan menjalankan hal-hal berikut : a. Pendistribusian kembali tanah, tujuannya untuk memberi keuntungan bagi para petani miskin. b. Membatasi eksploitasi petani oleh tuan tanah dan para lintah darat. c. Melembagakan pajak dan program kesejahteraan. d. Memperkuat organisasi politik dan militer komunis.  Tokoh-tokoh ideologi maosisme Mao Zedong sebagai pencetus ideologi ini Perlu dicatat bahwa istilah Pemikiran Mao Zedong lebih disukai oleh Partai Komunis Cina (PKT) dan bahwa istilah Maoisme tidak pernah dipergunakan dalam terbitan-terbitan bahasa Inggrisnya kecuali dalam penggunaan peyoratif. Demikian pula, kelompok-kelompok Maois di luar Cina biasanya menyebut diri mereka Marxis-Leninis dan bukan Maois. Ini mencerminkan pandangan Mao bahwa ia tidak mengubah, melainkan hanya mengembangkan Marxisme-Leninisme. Namun demikian, beberapa kelompok Maois, percaya bahwa teori-teori Mao telah memberikan tambahan berarti kepada dasardasar kanon Marxis, dan karena itu menyebut diri mereka "Marxis-Leninis-Maois" (MLM) atau "Maois" saja. Di RRT, pemikiran Mao Zedong adalah bagian dari doktrin resmi Partai Komunis Cina, namun sejak 1978, permulaan pembaruan Deng Xiaoping yang berorientasi ekonomi pasar, dengan konsep tampilnya ke barisan depan "sosialisme dengan ciri khas Cina" dalam politik, diberlakukanlah pembaruan ekonomi Cina, dan definisi resmi serta pernaan ideologi asli Mao di RRT secara radikal telah diubah dan dikurangi. Di luar RRT, istilah Maoisme digunakan sejak 1960-an, biasanya dalam pengertian yang negatif, untuk menggambarkan partai-partai atau orang-orang yang mendukung Mao Zedong dan bentuk komunismenya. Sejak kematian Mao dan pembaruan oleh Deng, kebanyakan partai yang secara tegas menyebut dirinya "Maois" telah lenyap, namun berbagai kelompok komunis di seluruh dunia, khususnya yang bersenjata seperti Partai Komunis India (Maois), Partai Komunis Nepal (Maois) dan Tentara Rakyat Baru di Filipina, terus memajukan gagasan-gagasan Maois dan memperoleh perhatian pers karenanya. Kelompok-kelompok ini biasanya berpendapat bahwa gagasan-gagasan Mao telah dikhianati sebelum sempat sepenuhnya atau dengan semestinya diterapkan. .Maoisme selalu dipahami sebagai varian dari Marxisme yang telah dipersepsikan oleh Mao, namun ternyata Mao sendiri merasa bahwa ia tidak sepenuhnya menguasai seluruh domain dari Marxisme. Mao pada dasarnya memang bukan pemikir Marxis yang original di China. Ia banyak dipengaruhi oleh Li Dazhaapak Marxisme China. Mao mengaggumi konsep-konsep Li yang tidak hanya mengharuskan kaum



intelektual bergabung dengan massa, melainkan juga harus memperdalam nasionalismenya. Hal tersebut kemudian membuat Mao menjadi seorang Marxis-Leninis dan sekaligus seorang nasionalis. Nasionalisme juga merupakan salah satu karakteristik dari Maosime, jika Leninisme menganggap negara hanya sebagai alat untuk menuju revolusi dunia bagi terciptanya masyarakat komunisme, maka Mao melihat negara tidak hanya sekedar alat tetapi (khusus bagi pengalaman Asia) negara juga merupakan sebuah nilai tersendiri, karena itu nasionalisme juga penting untuk ditumbuhkan disamping kesadaran tentang komunisme. Namun, nasionalisme yang dimaksud Mao bukanlah nasionalisme konservatif China yang bersifat konservatif Konfusian atau nasionalis gaya barat, tetapi nasionalisme revolusioner, yang tidak perlu melewati tahapan Westernisasi. Dalam pandangan Mao, ajaran Marx dan Engels hanya memiliki sedikit relevansi dengan keadaan di China, karena mereka hanya menjadikan manusia sebagai objek pasif dari kekuatan sejarah. Hal lain yang membedakan Maoisme dari Marxisme-Leninisme pada umumnya adalah anggapan Mao bahwa petani memiliki inisiatif dalam menentukan arah revolusi, karena itu petani harus dilibatkan dalam revolusi. Sementara, menurut Lenin, revolusi harus tetap dikendalikan oleh proletar, dan ia juga menolak petani bisa memiliki kesadaran sendiri dalam melakukan revolusi, petani harus disadarkan, dan dalam hal revolusi ia hanya sebatas membantu kelas proletar, bukannya menjadi aktor tunggal. Tetapi bagi Mao, di China petani adalah kelas utama yang dapat mewujudkan terjadinya revolusi, dan sebenarnya hal ini telah diprediksi oleh Lenin sendiri bahwa di Asia revolusi akan digerakkan oleh petani. Maoisme menganggap bahwa proses dialektika sebenarnya tidak akan berujung, karena bagi Mao kontradiksi yang terjadi selama ini akan abadi, hal ini bertolak belakang dengan konsep dialektis gaya Hegel yang menjadi ruh Marxisme, bahwa proses dialektis tersebut akan berakhir dengan terbentuknya masyarakat komunisme. Mao melihatnya tidak seperti itu, menurutnya kontradiksi-kontradiksi akan bervariasi dengan berbagai macam bentuk, Mao juga menganggap bahwa terdapat kemungkinan terjadinya regresi sejarah yang bertentangan dengan perkembangan masyarakat yang telah dikonsepkan Marx, karena itu kedua konsep Mao tersebut digolongkan sebagai konsep non-Marxis. Mao termasuk radikal dalam menerjemahkan dan menerapkan Marxisme-Leninisme di China, termasuk dalam menerjemahkan ungkapan Lenin bahwa meskipun masyarakat sosialis telah lama terbentuk, kapitalisme masih memiliki peluang untuk bangkit kembali karena masih terdapatnya “ide-ide borjuasi” dalam pikiran orang tertentu. Khawatir dengan kebenaran ungkapan Lenin tersebut, Mao kemudian menyerukan dilakukannya Revolusi Kebudayaan dengan mengirimkan orang-orang kota yang dianggap masih memiliki “ide-ide borjuasi” ke desa-desa untuk menjalani hidup sebagai petani, agar “ide-ide borjuasi” tadi bisa terkikis dan tergantikan dengan ide-ide yang dimilliki oleh para petani. Pemikiran Mao tetap tidak terlepas dari kritik, banyak ahli menganggap tidak ada yang original dari teoriteori Mao. Ia kebanyakan hanya mengulang apa yang telah dikemukakan Lenin, seperti tentang kesadaran kelas, teori imperialisme, dan ide tentang aliansi politik antara proletar dengan kelas lain. Mao tidak pernah menciptakan sendiri teori yang memang berasal dari hasil pemikirannya dalam sintesa lengkap. Ia hanya mempersonifikasikan sebuah sintesa antara Marxisme-Leninisme dan China tradisional, ia sama sekali tidak menciptakan sebuah sintesa intelektual, yang terjadi sebenarnya



hanyalah sebatas campuran dari keduanya. Kondisi yang demikian bisa jadi disebabkan karena Mao memang tidak sepenuhnya menguasai Marxisme-Leninisme itu sendiri. Maoisme Setelah Reformasi 1978 Setelah Reformasi 1978, Maoisme tidak lagi berjaya seperti ketika Mao masih hidup. Masyrakat China dapat menerima pemikiran Mao bukan karena ia memang memiliki nilai yang layak atau sesuai, tetapi lebih karena mereka tidak memiliki pilihan lain. Pemikiran Mao mulai ditinjau ulang, disesuaikan dengan tujuan-tujuan reformasi. Pembangunan model Soviet diganti dengan sosialisme model China. Kegagalan China di segala bidang kehidupan selama dipimpin Mao lah yang menyebabkan akhirnya maoisme juga harus tersingkir oleh gelombang reformasi. Andrew G. Walder menyatakan bahwa kegagalan maoisme setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama, ketika Mao memutuskan untuk menghalangi motif pasar dan menekan alokasi pasar, yang terjadi adalah motif administratif dan alokasi birokrasi. Keadaan yang demikian tidak dapat dipungkiri, telah menguntungkan segelintir birokrat dan elit partai, yang sebenarnya membentuk kelas kapitalis baru dengan jubah komunisme. Kedua, penguatan ideologi dan kediktatoran proletariat telah menyebabkan terjadinya kediktatoran birokrat. Hal-hal semacam ini pada akhirnya semakin menjerumuskan China. Untuk mengatasi kegagalan Maoisme, maka Deng Xiaoping memberikan dukungannya kepada Hu Yaobang, sekretaris jenderal partai, untuk melakukan reorientasi ideologi, untuk mendukung reformasi. Reorientasi ideologi kemudian membuka peluang masuknya ide-ide barat dan nilai tradisonal China secara selektif. Pemimpin China pasca-Mao memang ingin memperbaiki Maoisme tanpa perlu menyalahkan Mao atas kegagalan Maoisme. Reorientasi tersebut dilandaskan pada prinsip “mencari kebenaran dari fakta” menggantikan “kebenaran dari pimpinan”. Maka dimulailah diskusi dan perdebatan mengenai nasib ideologi tersebut. Reorientasi ideologi pertama kali menyentuh identifikasi nasionalisme dan sosialisme, untuk melengkapi pemikiran Mao sebelumnya. Kemudian, untuk mendukung arah ekonomi baru China, yang menerapkan sistem “pasar-sosialis”, bentuk-bentuk kepemilikan individu mulai diperkenalkan. Kapitalisme juga mengalami perbaikan makna, setidaknya faktor kapitalis tidak akan berbahaya apabila negara menerapkan kediktatoran proletar, karena itu kemudian muncul kelas-kelas kapitalis baru yang bekerja sama dengan negara dalam bidang ekonomi. Pergerakan reformasi dan reorientasi ideologi sebisa mungkin tidak sampai menggangu tatanan sosial yang sudah ada di China, sehingga China kemudian tidak terlalu khawatir tentang menguatnya demokratisasi yang nantinya akan semakin mengikis pondasi ideologi komunisme. Kesimpulan Mao Tse Tung merupakan seorang pemimpin yang sangat berpengaruh di dunia, khususnya di China. Beliau merupakan pendiri Negara Republik Rakyat China, dan dianggap sebagai seseorang yang mampu mempersatukan China setelah mengalami kekacauan secara terus-menerus sejak berakhirnya sistem kekaisaran di China pada tahun 1911. Bahkan kebesarannya tersebut telah melahirkan kultus individu atas dirinya. Pemikirannya sampai saat ini masih digunakan sebagai salah satu dari empat prinsip dasar



yang terus berlangsung dalam kehidupan politik di China, yaitu Marxisme-Leninisme-Maoisme. Dalam menjalankan pemerintahannya Mao Tse Tung teguh dengan prinsip berdiri di atas kaki sendiri. Ia tidak mau tergantung pada negara-negara lain, kecuali pada masa awal lahirnya RRC ia mau menerima bantuan dari Soviet. Mao berhasil mengatasi masalah-masalah ekonomi pada awal pemerintahannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa Mao telah memberikan harapan kepada bangsa China, bahwa mereka dapat melakukan sesuatu terhadap kehidupan mereka sendiri. Mao juga banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bersifat kontroversial selama masa pemerintahannya. Gerakan Lompatan Jauh ke Depan misalnya, merupakan sebuah gerakan ambisius untuk menjadikan China sebagai negara industri maju yang mengungguli negara kapitalis seperti AS dan Inggris. Kebijakan ini mengalami kegagalan bahkan mengakibatkan kematian berjuta-juta petani China.Kebijakan lainnya yang dianggap sebagai penghancuran China adalah Revolusi Kebudayaan. Pada dasarnya Revolusi Kebudayaan ini merupakan upaya Mao untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya demi untuk mempertahankan kekuasaan Mao sendiri. Revolusi Kebudayaan baru benar-benar berakhir setelah meninggalnya Mao se Tung.