Implementasi Etika Bisnis Islam Dalam Masyarakat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH IMPLEMENTASI ETIKA BISNIS ISLAM DALAM MASYARAKAT Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam



Dosen Pengampu : Syahrial Ardiansyah, S.H.I, M.H.



Disusun oleh : 1. Ayu Cyntia Dewi



2019125290370



2. M. Solahchudin



2019125290380



3. Sri Devi



2019125290388



PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH V STAI DENPASAR BALI 2021



KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan



rahmat,



karunia



dan



hidayah-Nya



sehingga



kami



dapat



menyelesaikan makalah ini dengan baik. Judul makalah yang kami ambil adalah “IMPLEMENTASI ETIKA BISNIS ISLAM DALAM MASYARAKAT”. Adapun tujuan dari makalah ini adalah memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis Islam. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Kami menyadari atas kekurangan kemampuan dalam pembuatan laporan makalah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila mendapatkan kritikan dan saran yang membangun agar makalah ini sehingga selanjutnya akan lebih baik dan sempurna serta komprehensif. Demikian akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan sebagai media pembelajaran khususnya dalam segi teoritis sehingga dapat membuka wawasan ilmu budaya serta akan menghasilkan yang lebih baik di masa yang akan datang.



Denpasar, 2 Desmber 2021



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ..........................................................................................



i



DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah.............................................................................. 3 C. Tujuan Penulisan................................................................................ 3 D. Manfaat Penulisan.............................................................................. 3 BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 4 A. Peran Negara dan Etika Bisnis........................................................... 4 B. Peran Hisbah Dalam Etika Bisnis...................................................... 9 C. Hubungan Masyarakat Dalam Kapasitas sebagai Kontrol dalam Kaitannya dengan Etika Bisnis Islam................................................ 13 D. Ketaqwaan Personal dalam Bisnis Islami.......................................... 16 BAB III PENUTUP............................................................................................... 20 A. Kesimpulan ........................................................................................ 20 B. Saran .................................................................................................. 21 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam memiliki konsep negara, pemerintahan dan kesejahteraan ekonomi yang komprehensif. Dalam Islam institusi negara tidak lepas dari konsep kolektif yang ada dalam landasan moral dan syariah Islam. Konsep ukhuwah, konsep tausiyah, dan konsep khalifah merupakan landasan pembangunan institusi Islam yang berbentuk Negara. Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa agama adalah pondasi atau asas, sementara kekuasaan, dalam hal ini Negara, adalah penjaga pondasi atau asas tadi. Sehingga ada hubungan yang saling menguntungkan dan menguatkan (simbiosis mutualisme). Di satu sisi agama menjadi pondasi bagi Negara untuk berbuat bagi rakyatnya menuju kesejahteraan. Sementara Negara menjadi alat bagi agama agar ia tersebar dan terlaksana secara benar dan efisien. Nejatullah Siddiqi menegaskan bahwa masyarakat tidak akan dapat diorganisir atau diatur menggunakan prinsip-prinsip Islam kecuali menggunakan Negara sebagai media. Dalam Islam ada beberapa ketentuan yang dijalankan oleh pemerintah dari sebuah Negara seperti implementasi mekanisme zakat, ketentuan pelarangan riba. Pentingnya peran Negara dalam efektivitas implementasi prinsip syariah pada setiap sisi kehidupan juga disinggung oleh Yusuf Qordhowi dalam buku beliau yang berjudul Fikih Daulah, dimana dalam buku beliau dijelaskan bahwa dengan adanya Negara maka diharapkan risalah Islam dapat terpelihara dan berkembang termasuk di dalamnya akidah dan tatanan, ibadah dan akhlak, kehidupan, dan peradaban, sehingga semua sektor kehidupan manusia dapat berjalan dengan seimbang dan harmoni baik secara materi dan ruhani. Mengenai etika bisnis dalam Islam, Sudarsono dalam bukunya yang berjudul Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, mengatakan bahwa, etika Islam adalah doktrin etis yang berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw., yang di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur dan sifat-sifat yang terpuji (mahmudah). Dalam agama Islam, etika ataupun perilaku serta tindak tanduk dari manusia telah diatur sedemikian rupa sehingga jelas mana perbuatan atau tindakan yang dikatakan dengan



perbuatan atau tindakan asusila dan mana tindakan atau perbuatan yang disebut bermoral atau sesuai dengan aturan agama. Berkaitan dengan nilai-nilai luhur yang tercakup dalam Etika Islam dalam kaitannya dengan sifat yang baik dari perbuatan atau perlakuan yang patut dan dianjurkan untuk dilakukan sebagai sifat terpuji, lebih jauh Sudarsono menyebutkan, antara lain : “Berlaku jujur (Al Amanah), berbuat baik kepada kedua orang tua (Birrul Waalidaini), memelihara kesucian diri (Al Iffah), kasih sayang (Ar Rahman dan Al Barry), berlaku hemat (Al Iqtishad), menerima apa adanya dan sederhana (Qona’ah dan Zuhud), perikelakuan baik (Ihsan), kebenaran (Shiddiq), pemaaf (‘Afu), keadilan (‘Adl), keberanian (Syaja’ah), malu (Haya’), kesabaran (Shabr), berterima kasih (Syukur), penyantun (Hindun), rasa sepenanggungan (Muwastt), kuat (Quwwah)’’. Dalam etika Islam, ukuran kebaikan dan ketidakbaikan bersifat mutlak, yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad Saw. Dipandang dari segi ajaran yang mendasar, etika Islam tergolong Etika Theologis. Menurut Hamzah Ya’qub, bahwa yang menjadi ukuran etika theologis adalah baik buruknya perbuatan manusia didasarkan atas ajaran Tuhan. Segala perbuatan yang diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang oleh Tuhan itulah perbuatan yang buruk, yang sudah dijelaskan dalam kitab suci. Etika Islam mengajarkan manusia untuk menjalain kerjasama, tolong menolong, dan menjauhkan sikap iri, dengki dan dendam. Manusia muslim, individu maupun kelompok dalam lapangan ekonomi atau bisnis, di satu sisi diberi kebebasan untuk mencari keuntungan sebesarbesarnya. Namun di sisi lain, ia terikat dengan iman dan etika (moral) sehingga ia tidak bebas mutlak dalam menginvestasikan modalnya atau membelanjakan hartanya. Ia harus melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan prinsip-prinsip nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kebenaran, serta kemanfaatan bagi usahanya. Di samping itu, ia harus mepedomani norma-norma, kaidah-kaidah yang berlaku dan terdapat dalam sistem hukum Islam secara umum.



2



B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang penulisan di atas, selanjutnya penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Menjelaskan peran negara dan etika bisnis. 2. Menjelaskan peran hisbah dalam etika bisnis. 3. Hubungan masyarakat dalam kapasitas sebagai kontrol dalam kaitannya dengan etika bisnis islam. 4. Ketaqwaan personal dalam bisnis islami. C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan peran negara dan etika bisnis. 2. Untuk menjelaskan peran hisbah dalam etika bisnis. 3. Untuk mengetahui hubungan masyarakat dalam kapasitas sebagai kontrol dalam kaitannya dengan etika bisnis islam. 4. Untuk menjelaskan ketaqwaan personal dalam bisnis islami. D. Manfaat Penulisan Manfaat yang diharapkan secara teoritis dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1.



Mengembangkan pengetahuan serta menerapkan teori-teori ke dalam praktek yang penulis peroleh dalam perkuliahan sebagai media latihan dan proses pembuatan karya ilmiah.



2.



Lebih memahami mengembangkan dan mendalami pengetahuan dan menjadi acuan untuk melakukan transaksi ekonomi sesuai dengan Syariat Islam.



3



BAB II PEMBAHASAN A. Peran Negara dan Etika Bisnis a) Peran Negara Dalam Menerapkan Norma dan Etika Tugas Negara adalah mengubah teori menjadi kenyataan, mengubah norma-norma menjadi undang-undang, dan memindahkan keindahan etika menjadi praktek sehari-hari adalah tugas Negara membuat satu badan khusus yang bertugas mengawasi dan meningkatkan kualitas ekonomi, mengadili orang yang melanggar, dan menegur orang yang lalai.1 Negara bertugas menegakkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap individu dan mencegah mereka dari segala perbuatan haram, khususnya dosa-dosa besar. Allah SWT mensifati orang-orang beriman yang diteguhkan kedudukannya dimuka bumi dengan firman-Nya dalam QS. Al-Hajj : 41 “(yaitu orang-orang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka umi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar”). b) Peran Negara Dalam Masalah Zakat dan Riba Islam melibatkan Negara dalam pengumpulan serta pembagian zakat. Zakat adalah kewajiban keuangan diperoleh dari orang yang mampu untuk diberikan kepada kaum fakir miskin. Yang melaksanakan ini semua adalah pemerintah atau penguasa negeri melalui petugas-petugas atau disebut al-amilina alaiha (amil zakat).2 Orang-orang inilah yang bertugas mengurus zakat, mulai dari pendataan, pemungutan, penyimpanan dan pembagiannya. Nabi telah mengutus amil zakat keseluruh negeri dan kabilah disemenanjung Arab. Mereka ditugaskan mengambil zakat terutama hewan bagi yang memiliki batas nisab. 1



Rivai, Veithzal. 2012. Islamic Business And Economic Ethics. Jakarta: PT.Bumi Aksara.



2



Abdullah Al-Mushlih, Shalah Ash- Shawi. 2004. Fikih ekonomi islam,



4



Untuk berhasilnya pengumpulan diperlukan tiga pengawasan. Pertama, keimanan seorang muslim dan kesadaran keagamaannya, yang mendorongnya untuk melakukan kewajibannya, karena mendambakan ridha Allah, mengharap pahala-Nya dan takut akan siksa-Nya. Kedua, hati nurani masyarakat yang terwujud dalam opini masyarakat yang disalurkan oleh amar maruf nahi mungkar dan berpesan dalam kebenaran dan kesabaran. Pengawasan ketiga dilakukan oleh pemerintah yang berwenang mengambil zakat. Terhadap mereka yang menolak mengeluarkan zakat, maka pemerintah diperbolehkan mengambil tindakan paksaan, menyita harta bendanya dan pemerintah dapat memerangi kaum yang menolak membayar zakat. Negara sebagaimana bertanggung jawab atas penerapan zakat, bertangung jawab pula atas larangan riba. Firman Allah yang terdapat dalam QS. Al- Baqarah :278-279 “hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan rosul-Nya akan memerangimu”. Jika kita amati hak-hak yang wajib atas harta seorang muslim sesudah zakat maka bagi mereka yang hidup berlebih ada kewajiban dalam alqur’an disebut “alafwu”. Firman Allah dalam QS. Al- Baqarah :219 “…….Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, yang lebih dari keperluan (alafwu)”. Peran pemerintah disini misalnya, adalah menganjurkan umat dengan cara yang menyentuh perasaan dan keimanan. Bisa juga lewat penetapan peraturan tanpa paksaan dan juga boleh merampas harta orang kaya dan menjatuhkan hukuman kalau mereka menolak. Misalnya, Nabi melarang menyimpan daging kurban apabila orang-orang sangat membutuhkannya atau kebutuhan mendadak. Beliau bersabda “aku dahulu melarang sekalian menyimpan daging kurban lebih



5



dari 3 hari agar yang punya memberinya kepada yang tidak punya.Maka kini makanlah secukupnya, simpanlah dan sedekahkan sebagiannya”. Terjadinya krisis pangan adalah kebutuhan yang mengundang fardhunya hak atas harta, seperti larangan menimbun, untuk persediaan bagi musyafir, peperangan dan kedatangan tamu secara mendadak. Dan yang lebih penting lagi untuk mencukupi kebutuhan fakir miskin karena seluruh rakyat harus menjamin. Masyarakat muslim adalah masyarakat yang saling menolong dan saling menyayangi, tidak membiarkan si miskin kalaparan sedangkan ia sanggup memberinya makan. Termasuk dalam kategori memberi makan dalam ayat ini adalah memberi sandang, obat, dan kebutuhan pokok lainnya. Setiap orang beriman dibebani dua kewajiban terhadap fakir miskin. Pertama, memberi makan dan merawatnya jika ia sanggup. Kedua, menganjurkan orang lain untuk menyantuni orang miskin jika ia termasuk orang yang hidupnya pas-pasan dan kalau tidak, maka Allah memasukkannya kedalam golongan pendusta agama. Seperti dalam QS. Al-Maun : 1-33  “ tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”. Adapun Negara, ia berkewajiban memaksa orang yang mampu untuk menafkahkan sebagian hartanya guna mengentas kemiskinan. Bahkan, pekerjaan ini merupakan salah satu prioritas kerja pemerintah. c) Negara adalah Badan Pembimbing dan Pendidik Negara bukanlah cambuk yang menakutkan dan menyeramkan. Negara adalah badan bimbingan dan pendidikan, disamping badan politik, administrasi, dan penegak undang–undang. Nabi adalah seorang da’i, guru, panglima perang, dan juga kepala Negara. Dalam sebuah hadist muttafaqalaihi, Nabi mengutus Mu’adz bin jabal. Ke Yaman dan para ulama berselisih pendapat, apakah Mu’adz 3



Al-Quran Karim.



6



diutus sebagai gubernur, hakim atau pengajar dan da’i? yang benar, ia merangkap semua jabatan itu. Mu’adz sewaktu-waktu bertindak sebagai kepala daerah, hakim dan pada lain waktu sebagai pengajar da’i. Umar ibnul Khattab pernah melarang orang  makan daging secara berlebihan, kadangkala melarang orang menyembelih hewan pada hari– hari tertentu. Semua itu diawasi sendiri oleh Umar. Walaupun demikian, ia tetap berperan sebagai seorang pendidik dan pengajar bagi rakyatnya. “apakah salah seorang dari kamu mau mengikatkan tali perutnya demi untuk (diberikan makanannya) kepada saudara atau anak pamannya? Apakah setiap kali kamu menginginkan sesuatu segera kamu membelinya?” kata Umar.  Nabi Menolak Penetapan Harga, Boleh jadi sebagian orang beralasan bahwa Negara dalam islam tidak boleh campur tangan dalam masalah ekonomi dengan memaksa norma dan etika atau menghukum mereka bila melanggarnya (menyimpan). Alasan mereka adalah hadist yang diriwayatkan oleh Anas: “orang – orang berkata: “ya Rasulullah, harga melonjak tinggi. Maka tentukanlah harga bagi kami .” Rasullullah menjawab, Allah yang menentukan harga penahan, yang Maha pelepas dan Maha pemberi Rezeki. Dan aku berharap semoga ketika aku bertemu Allah dan tidak ada seorangpun yang menuntut dan aku dengan satu kezaliman dalam masalah harta dan darah.” Tidak ada yang menjadikan hadis ini sebagai bukti tentang pasifnya pemerintah dalam islam dan sikap lepas tangan terhadap kewajiban menegakkan norma dan etika islam dalam lapangan ekonomi. Hadist ini hanya menunjukan kepada kita bahwa peran pemerintah adalah melepaskan harga pasar sesuai dengan situasi dan kondisi. Pemerintah tidak dibenarkan memihak, baik kepada pembeli (dengan memaksakan harga terhadap penjual) atau berpihak kepada penjual (dengan menetapkan harga yang tidak terjangkau oleh pembeli). Menurut Nabi, sikap ini adalah suatu tindakan tercela sehingga beliau tidak mau melakukannya agar saat bertemu dengan Allah, beliau tidak membawa beban tuntutan itu.



7



Menurut Asy-syaukani, hadits ini menjadi landasan bahwa penentuan harga itu haram atau suatu tindakan zalim. Logikanya, manusia bebas



menggunakan



menghambat



hal



itu.



harta



mereka,



Sementara



itu,



sedangkan pemimpin



penentuan harus



harga



menjaga



kemaslahatan semua pihak. Ia wajib menyelesaikan masalah ini lewat ijtihad dan musyawarah antara dua pihak. Ibnu Taimiyyah mempunyai gagasan bahwa penentuan harga mempunyai dua bentuk: ada yang boleh dan ada yang haram. “ tas’ir ada yang lazim, itulah yang diharamkan dan ada yang adil, itulah yang dibolehkan,” katanya didalam buku al-Hisbah. Jika penentuan harga dilakukan dengan memaksa penjual menerima harga yang tidak mereka ridhoi, maka tindakan ini tidak dibenarkan oleh agama. Namun, jika penetuan harga itu menimbulkan suatu keadilan bagi  seluruh masyarakat, seperti menetapkan undangundang untuk tidak menjual di atas harga resmi, maka hal ini di perbolehkan. Ada sejumlah dalil untuk menguatkanya. Dalil pertama adalah hadist yang di riwayatkan Anas tersebut. Jika pedagang menjual sesuai dengan aturan main tetapi harga tetap naik karena sedikitnya barang dan banyaknya permintaan (sesuai dengan hokum jual beli) maka hal ini kita kembalikan kepada Allah. Jika pemerintah memaksa pedagang dengan menetapkan harga menurut kehendak mereka, ini adalah tindakan yang tidak adil. Dalil ke dua, jika pedagang menahan suatu barang sementara pembeli membutuhkannya dengan maksud agar pembeli mau membelinya dengan harga dua kali lipat harga pertama. Dalam kasus ini, para pedagang secara suka rela harus menerima penetapan harga oleh pemeritah. Pihak yang berwewenang wajib menetapkan harga itu. Dengan demikian, penetapan harga ialah wajib dilakukan agar pedagang menjual dengan harga yang sesuai demi tegaknya keadilan sebagaimana diminta oleh Allah. Seperti halnya larangan terhadap monopoli, Menurut Ibnu Taimiyyah, penetapan harga diperlukan untuk mencegah manusia menjual



8



makanan dan barang lain hanya kepada kelompok tertentu dengan harga ditetapkan sesuka hati. Ini merupakan kedzaliman dimuka bumi. Demi tercapainya kemaslahatan wajib diterapkan penetapan harga. “sesungguhnya kemaslahatan manusia belum sempurna kecuali dengan penetapan harga. Yang demikian itu perlu dan wajib diterapkan secara adil dan bijaksana,” kata Ibnu Taimiyah. Dengan demikian maka pemerintah, masyarakat, dan individu berperan aktif untuk menerapkan norma dan etika dalam ekonomi islam. Caranya adalah dengan menanamkan moral dan etika pada diri masyarakat. Semua pihak bertanggung jawab umtuk meningkatkan produksi, membimbing konsumen, dan mendistribusikan barang dengan adil.4 B. Peran Hisbah Dalam Etika Bisnis Hisbah berasal dari bahasa Arab, berakar kata ha-sa-ba yang mempunyai makna cukup bervariasi, seperti memperhitungkan, menaksir, mengkalkulasi, memikirkan, opini, pandangan dan lain-lain. Secara harfiyah (etimologi) hisbah berarti melakukan suatu tugas dengan penuh perhitungan. Sedangkan secara singkat Imam Al-Mawardy mendefenisikan bahwa secara etimologi berkisar pada memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi mungkar). Sedangkan makna terminology adalah memerintahkan kebaikan apabila ada yang meninggalkannya dan melarang kemungkaran apabila ada yang mengerjakannya.5 Hisbah adalah sebuah institusi keagamaan di bawah kendali pemerintahan yang mengawasi masyarakat agar menjalankan kewajibannya dengan baik, ketika masyarakat mulai untuk mengacuhkannya dan melarang masyarakat melakukan hal yang salah, saat masyarakat mulai terbiasa dengan kesalahan itu. Tujuan umum nya adalah untuk menjaga lingkungan masyarakat dari kerusakan, menjaga takdir yang ada, dan memastikan kesejahteraan masyarakat baik dalam hal keagamaan ataupun tingkah laku sehari-hari sesuai dengan hukum Allah. Hisbah 4



5



Qardawi Yusuf, Norma Dan Etika Ekonomi Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1997.



Kadir, A. 2010. Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran. Jakarta: AMZAH.



9



dapat diartikan sebagai lembaga normatif preventif karena fungsi pokoknya adalah menghimbau agar masyarakat melakukan kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Namun demikian wilayah fungsi kontrol ini tidak sebatas bidang agama dan moral. Tetapi menurut Muhammad al-Mubarak melebar ke wilayah ekonomi dan secara umum bertalian dengan kehidupan kolektif atau publik untuk mencapai keadilan dan kebenaran menurut prinsip Islam dan dikembangkan menjadi kebiasaan umum pada satu waktu dan tempat. Berdasarkan definisi tersebut, setidaknya ada tiga poin penting mengenai institusi hisbah, yaitu : a. Bahwa hisbah adalah sebuah lembaga (departemen) yang secara khusus dibentuk   oleh pemerintah. b. Tugas utamanya adalah melakukan amar makruf nahi mungkar c. Tugas hisbah yang lebih spesifik adalah mengawasi berbagai kegiatan ekonomi di pasar, menjaga mekanisme pasar berjalan normal dan tidak terdistorsi, dan melakukan tindakan korektif ketika terjadi distorsi pasar. Seperti diketahui dalam sejarah Islam, terdapat suatu lembaga yang dinamakan hisbah, yang tugasnya adalah memantau, mengawasi praktik-praktik kegiatan perekonomian yang tidak sesuai dengan kaidah al-Qur’an dan Hadist. 6 Lembaga ini dapat membimbing jalannya kehidupan masyarakat kearah sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist. Sehingga masalah kemiskinan dapat terpecahkan. Memang masalah kemiskinan adalah karena tidak dilakukannya kegiatan perekonomian sebagaimana yang diatur dalam al-Qur’an dan Hadist. Hisbah mempunyai peran yang sangat penting dalam Ekonomi (bisnis), yaitu : 1. Standarisasi mutu yang cukup tinggi



Ketika ada Hisbah, maka masyarakat pedagang harus menyediakan barang terbaiknya. karena hisbah juga mengatur tentang mutu barang yang ada di masyarakat. Ketika ada penipuan atau kecurangan mutu barang yang dilakukan oleh produsen dan mendzalimi konsumen, maka petugas hisbah siap bertindak. Kualitas Barang harus sesuai dengan harga yang di tetapkan produsen dan yang dijanjikan oleh produsen kepada konsumen. Produsen pun tidak bisa menjiplak karya produsen lain, karena dengan adanya peniruan 6



Abdul, Aziz,dkk. 2010. Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung



10



dalam karya produksi akan menyebabkan kerugian baik bagi produsen yang punya hak cipta atau bagi masyarakat pengguna. Dan jelas, penjiplakan yang mendzolimi dilarang dalam Islam. 2. Regulasi perdagangan lebih teratur



Karena Hisbah mempunyai pengawas yang siap mengawasi setiap kezaliman dalam perdagangan, maka masyarakat akan cenderung hati-hati dalam berdagang. Apalagi ada dasar Al-Qur’an dan ketakutan yang tinggi pada Allah menjadikan masyarakat lebih jujur dalam berdagang, lebih jujur dalam menyediakan supply barang, tidak ada lagi penimbunan barang yang membuat peningkatan harga di masyarakat. Sehingga kurva permintaan dan penawaran akan selalu berada dalam kondisi Equilibrium. Regulasi di tingkat birokrat juga akan lebih mudah dan menguntungkan ketika ada Hisbah. Karena Hisbah ada di bawah pemerintah, dan ketika ada orang pemerintahan yang berani main api maka hukumannya akan lebih berat. 3. Terhindarnya ekonomi biaya tinggi



Dengan regulasi yang teratur, akan menyebabkan biaya yang tercipta rendah. karena tidak ada uang pungutan liar sana-sini yang biasa di pungut oleh pihak birokrat ataupun orang-orang yang ingin mengambil keuntungan diatas penderitaan orang lain. 4. Harga yang terbentuk di masyarakat tidak akan mendzalimi Masyarakat



Bila suatu Negara Islam mempunyai hak untuk mengontrol dan mengatur harga dan keuntungan monopoli. Dengan demikian harga-harga maksimum dapat diatur. Kalau perlu nasionalisasi dari perusahaan yang mempunyaji hak monopoli dilindungi sebagai langkah ekstrim karena menurut al-Qur'an seorang pemilik yang sah dari perusahaan bukanlah satu-satunya orang yang bisa menggunakannya. Mereka yang memerlukan semua kekayaannya adalah karunia Allah dan diperoleh melalui penggunaan sumbersumber yang telah dianugerahkan Tuhan untuk kepentingan umat manusia (Q.S. Adz. Dzariyat, 51:20). Dengan adanya Hisbah akan ada pelindung masyarakat dari harga yang mencekik yang umumnya di lakukan oleh perusahaan yang bermain secara monopoli. Atau sebaliknya, Muhtasib juga bisa mencegah seseorang atau perusahaan yang masuk ke pasar dengan harga



11



yang sangat rendah sehingga merugikan pemain lain yang ada dalam pasar tersebut. Bahkan dengan adanya biaya relative rendah dalam produksi harus menyebabkan produsen memberikan harga yang wajar. 5. Kesejahteraan masyarakat akan lebih merata



Ketika barang yang dibutuhkan masyarakat hadir secara cukup dengan harga yang layak, akan membuat masyarakat jauh dari kemiskinan dan dekat dengan kesejahteraan. Pendapatan dan kepemilikan barang akan cenderung merata atau distribusi merata. Sehingga gap atau kecemburuan sosial dapat di cegah dan sangat sedikit presentasenya, bahkan nol. 6. Perdagangan di dunia Internasional lebih menguntungkan



Karena kita memiliki barang yang baik dan berkualitas, cara yang baik atau ahsan dalam berdagang, maka kita akan lebih mudah dalam mendapatkan keuntungan di dunia Internasional. Karena memang fitrah manusia menyukai jika di berikan yang terbaik. 7. Kecerdasan masyarakat dalam Ekonomi



Yang berperan di Hisbah tidak hanya petugas hisbah saja, namun juga masyarakat umum. Karena pengaduan akan kedzoliman bisa saja di lakukan oleh masyarakat umum. Secara tidak langsung, masyarakat di buat untuk lebih punya pemahaman dalam hal ekonomi dan bisnis, agar tidak mudah untuk di dzolimi dan agar bisa membantu anggota masyarakat lain yang sedang terdzolimi. 8. Pemain yang berada di Perdagangan adalah yang terbaik



Ketika hal nomor 1-7 diatas berlangsung dengan baik, maka akan sangat jelas terlihat oleh masyarakat siapa yang jujur dalam berdagang dan siapa yang curang. Karena dalam hisbah sendiri, prinsip akuntabilitas dan keterbukaan berjalan dengan baik -seharusnya. Bagi yang curang, maka akan ada hukuman baik dari pihak hisbah maupun hukuman moral dalam masyarakat. Sehingga akhirnya, hanya yang terbaiklah yang bisa bertahan dalam pasar. Di Indonesia peluang Majelis Ulama Indonesia (MUI)7 sebagai lembaga yang membimbing dan menjaga moral bangsa adalah sangat penting. Oleh karena itu, peran MUI dalam ekonomi syariah juga sangat penting. 7



Antonio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Cet 1, Jakarta: Gema Insani Press.



12



Banyak praktik ekonomi dan perdagangan yang belum disinggung dalam fatwa-fatwa oleh MUI. Fatwa-fatwa MUI belakangan ini lebih menekankan aspek moral serta fikih di luar bidang ekonomi walaupun bidang ini sekarang mulai mendapat perhatian yang lebih besar dibandingkan di masa lalu. Sekarang sudah ada Dewan Syariah Nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka usaha untuk menghidupkan lembaga hisbah dalam kegiatan perekonomian merupakan suatu hal perlu dilakukan. Paling tidak dalam usaha untuk memperbaiki berbagai macam praktik kegiatan perekonomian yang tidak sesuai dengan syariat. C. Hubungan Masyarakat Dalam Kapasitas sebagai Kontrol dalam Kaitannya dengan Etika Bisnis Islam Hubungan Masyarakat dalam bisnis disebut dengan CSR (Corporate Social Responsibilty). Berbicara tentang CSR (Corporate Social Responsibilty), CSR merupakan suatu konsep di dalam suatu organisasi yang mana adalah suatu bentuk pertanggung jawaban perusahaan terhadap lingkungan sekitar dan terhadap seluruh pemangku kepentingannya yaitu diantaranya karyawan, konsumen, pemegang saham dan lingkungan itu sendiri dalam aspek operasional perusahaan. Sederhananya adalah setiap bentuk perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan lingkungan sekitarnya melalui program program sosial. CSR yang merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan telah sesuai dengan isi UU PT (perseroan terbatas) no 40 tahun 2007 8 yang menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas (PT) yang menjalankan usaha di bidang atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Hubungan antara CSR dan lingkungan hidup sangatlah erat seperti perusahaan yang mengeksplorasi sumber daya alam. Di dalam suatu perusahaan CSR merupakan bagian dari marketing. Di dalam islam, Rumusan nilai nilai islam yang ada harus diterapkan yaitu Hablumminallah



(hubungan manusia



dengan Allah),



Hablum minannas



(hubungan manusia dengan manusia) dan Hablum minal alam (hubungan manusia dengan alam). Disini kita membahas tentang Hablum minalalam hubungan manusia dengan alam atau lingkungan hidup. Alam semesta adalah ciptaan Allah, sebagai ciptaan Allah alam berkedudukan sederajat dengan manusia, namun Allah 8



Kasmir. 2007.  Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.  Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hal. 83



13



menundukkan alam bagi manusia dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknya yang terjadi maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam bukan penghambaan terhadap Allah. Karena itu Allah mendudukkan manusia sebagai Khalifah. Perlakuan manusia terhadap alam dan lingkungan hidup dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan di arahkan kepada kebaikan di akhirat. Kehidupan akhirat akan dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia benar benar fungsional dan beramal sholeh. Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam di tujukan. Dengan sendirinya cara memanfaatkan alam, memakmurkan bumi, dan menyelenggarakan kehidupan pada umumnya juga harus berkesesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dan alam. Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama, hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam kerjasama dan tolong menolong. Penerapan etika bisnis islam dalam CSR dan lingkungan hidup sangatlah penting karena telah di ajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, saat rasulullah menjalankan perdagangan, karakteristik sebagai pedagang rasulullah memiliki sifat Shidiq, Fathanah, Amanah, dan Tabligh dan ditambah juga dengan sifat istiqamah. Berdasarkan pada sifat sifat tersebut dalam konteks CSR, para pelaku usaha atau pihak perusahaan dituntut bersifat tidak kontradiksi secara disengaja antara ucapan dan perbuatan dalam bisnisnya, mereka dituntut tepat janji, tepat waktu, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup tutupi), selalu memperbaiki kualitas barang dan jasa secara berkeseimbangan serta tidak boleh menipu dan berbohong. Pelaku usaha atau pihak perusahaan harus memiliki sifat Amanah dengan menampilkan sikap keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal apalagi berhubungan dengan pelayanan masyarakat. Pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk mengamalkan kewajiban kewajibannya. Dan sifat Tabligh harus diterapkan karena pelaku usaha harus bersikap bijak (hikmah), sabar, argumentatif sehingga akan menumbuhkan hubungan kemanusiaan yang solid dan kuat. Menerapkan sifat Shidiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan atas dasar nilai nilai yang diajarkan islam. Istiqamah atau konsisten harus diterapkan dalam etika bisnis islam di dalam CSR karena ketika menghadapi godaan dan tantangan tidak gampang menyerah. Fhatanah berarti mengerti, maksudnya memahami segala



14



yang menjadi tugas dan kewajiban pelaku usaha. Dan para pelaku usaha bisnis dituntut mempunyai kesadaran mengenai etika dan moral karena merupakan kebutuhan yang harus dimiliki. Perusahaan atau pelaku usaha yang ceroboh dan tidak menerapkan etika bisnis atau tidak menjaga etika, tidak akan berbisnis secara baik sehingga dapat mengancam hubungan sosial dan dapat merugikan konsumen, bahkan dapat merugikan dirinya sendiri. Dan CSR yang dilakukan harus bertujuan untuk menciptakan kebajikan yang dilakukan bukan melalui aktivitas aktivitas yang mengandung unsur riba, melaikan dengan praktik yang diperintahkan Allah berupa zakat, sedekah, infak dan waqaf. Dan CSR harus mengedepankan nilai kedermawanan dan ketulusan hati. Dan juga dalam hal ini CSR berbeda dengan sumbangan sosial, CSR harus dijalankan dalam program dengan memperhatikan kebutuhan dan keberlanjutan program dalam jangka panjang, sementara sumbangan sosial lebih bersifat sesaat dan berdampak sementara. Dan CSR diharapkan dapat mampu menciptakan keseimbangan antara perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Di dalam al quran telah dijelaskan tentang penerapan CSR QS Al-Baqarah ayat 177 yang artinya Allah berfirman : “bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabinabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Baqarah:177) Maksud dari ayat tesebut dapat diambil kesimpulan bahwa Islam adalah agama yang mengedepankan pentingnya nilai-nilai sosial di masyarakat daripada hanya sekedar menghadapkan wajah kita ke barat dan ke timur dalam shalat. Di samping memberikan nilai keimanan berupa iman kepada Allah SWT, Malaikat, Nabi, Kitab, dan Hari Kiamat, Al Quran menegaskan bahwa keimanan tersebut tidak sempurna jika tidak disertai dengan amalan-amalan sosial berupa kepedulian



15



dan pelayanan kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, dan musafir serta menjamin kesejahteraan mereka yang membutuhkan. Dalam konteks ini, maka CSR dalam perspektif Islam merupakan praktik bisnis yang memiliki tanggung jawab etis secara islami. Perusahaan memasukkan norma-norma dan nilai agama islam yang ditandai dengan adanya komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial di dalam operasinya yang dijalankan. Dengan demikian, praktik bisnis dalam kerangka CSR Islami mencakup serangkaian kegiatan bisnis dalam bentuknya. Meskipun tidak dibatasi jumlah kepemilikan barang, jasa serta profitnya, namun cara-cara untuk memperoleh dan pendayagunaannya dibatasi oleh aturan halal dan haram oleh syariah (Suharto, 2010). D. Ketaqwaan Personal dalam Bisnis Islami Etika menyangkut kepantasan, artinya apa yang pantas atau tidak pantas dilakukan seseorang. Jika hal itu berkaitan dengan bisnis, maka segi kepantasan tersebut adalah mengenai apa yang pantas atau tidak pantas dilakukan seseorang ketika menjalankan bisnis dalam rangka mendapatkan keuntungan. Bisnis memiliki beberapa sistem yang terdiri dari persediaan input, proses hingga kegiatan yang menghasilkan output. Rangkaian kegiatan tersebut termasuk kegiatan produksi, distribusi, permodalan, hingga pada pemasaran. Kesemua tersebut harus dijalankan sesuai dengan aturan syari’ah yang berlaku, sehingga di dalam menjalankan bisnisnya, seorang muslim tidak hanya berorientasi usaha dunia saja, namun berorientasi secara horizontal dan vertikal. Maka, etika bisnis sangat diperlukan, khususnya etika Islam bagi pengusaha muslim.9 Barangsiapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian banyak kesusahan orang mukmin ketika didunia maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak. Dan barangsiapa yang memberikan kemudahan (membantu) kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya didunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang menutup aib orang muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba selama dia gemar menolong saudaranya. (HR. Muslim) 9



Keuangan Islam ( Maala Sa’uttjairu jahlulu) Penejemah Abu umar basyir, Jakarta: Darul H.



16



Di tengah acara sebuah komunitas wirausaha Muslim terjadi sebuah dialog untuk membangun dan mencari solusi ekonomi ummat, banyak hal yang dibahas tentang bagaimana membuka peluang usaha dan perlunya bersaing secara profesional dengan para pengusaha “non Muslim” yang saat ini begitu menguasai perekonomian negeri ini, diskusi lama lama terkesan sangat teoritis, dan beberapa dari mereka terjebak kearah materialistik cara pandangnya, padahal semua yang hadir adalah kaum muslimin juga, tapi ternyata kami semua lupa, bahwa yang hadir tersebut memiliki warisan yang tak ternilai harganya. Ternyata umat Islam sudah memiliki rumusan dan standar usaha yang telah di bimbing oleh Rasul SAW dan dicontohkan oleh para sahabatnya ra, bimbingan yang sederhana, bimbingan yang sangat mendarat dan manusiawi, penuh fitrah, penuh sunnatullah, dan disupport dengan janji Allah. Allah melibatkan diri-Nya atas janji-Nya. Berdasarkan hadis shahih di atas, mari kita urai dan tinjau agar mendapatkan makna dan rumusan agar urusan ujian manusia maupun bisnis muslim ini dapat melibatkan dan tertolong oleh bantuan Allah, sebagai berikut : “Barangsiapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian banyak kesusahan orang mukmin ketika didunia maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak” Siapa sih manusia yang tidak mengalami ujian dan cobaan dalam kehidupannya. Apalagi dalam menjalankan bisnis, ujian naik turun itu menjadi suatu hal yang berulang terjadinya. Ketahuilah setiap hamba Allah pasti mengalami masalah, mengalami kedukaan maupun kesukacitaan, tidak ada satupun yang terlepas dari seleksi Allah. Ujian dan cobaan kepada hamba Allah tersebut untuk menguji siapa yang lebih baik amalnya. Justru menurut hadist diatas, dan itu adalah sunnah Allah, dikala kita mengalami kesulitan dan kesusahan dalam menghadapi ujian kehidupan, dan kita berharap sekali untuk diangkat kesulitan oleh Allah, justru salah satu solusinya adalah dengan membantu dan menyelesaikan kesusahan hamba yang lain. konsep ini sangat sulit dipahami dengan ilmu keduniaan, apalagi ilmu matematis. tapi inilah hukum Allah, inilah sunnatullah. inilah cara agar Allah terlibat. Mulailah dengan cara ini, niscaya permasalahan perekonomian umat akan tuntas.



17



Ingatlah sebuah contoh nyata yang pernah diabadikan dalam kisah sahabat Abdurrahman bin Auf ra dengan dipersaudarakan Saad bin Rabi ra dari Madinah. Berkatalah Saad kepada Abdurrahman, Wahai saudaraku, aku adalah penduduk madinah yang kaya raya. Silahkan pilih separuh hartaku dan ambillah, dan aku mempunyai dua isteri, pilihlah salah satu yang menurut anda lebih menarik,dan akan aku ceraikan dia supaya anda bisa memperisterinya. Jawab Abdurrahman bin Auf, “Semoga Allah memberkati anda, isteri anda dan harta anda. Tunjukkanlah jalan menuju pasar.” Kemudian abdurrahman menuju pasar, membeli, berdagang dan mendapat untung besar, ketahuilah Allah terlibat! Allah berkahi saling tolong menolong tersebut, saling mendahulukan kepentingan saudaranya. Pada suatu hari ia mendengar Rasulullah SAW, “Wahai Ibnu Auf, anda termasuk golongan orang kaya, dan anda akan masuk surga secara perlahan lahan. Pinjamkanlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah jalan anda,” semenjak ia mendengar nasehat Rasulullah Saw tersebut, ia mengadakan pinjaman yang baik, maka Allah pun memberi ganjaran padanya dengan berlipatganda. Ibnu Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya. Sebagai buktinya, ia tidak mau celaka dengan menyimpannya. Ia mengumpulkannya dengan santai dan dari jalan yang halal, tetapi ia tidak menikmati sendirian, keluarga, kerabat saudara dan masyarakat pun ikut menikmatinya. Karena begitu luas pemberian serta pertolongannya, orang orang madinah pernah berkata: "seluruh penduduk madinah berserikat (menjalin usaha) dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya kepada mereka, sepertiganya digunakan untuk membayar hutang hutang mereka, dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi bagikan kepada mereka. Mereka saling mendahulukan kepentingan saudaranya, Allah bukakan keberkahan, Allah bukakan peluang menguasai ekonomi ummat, Pasar Madinah yang tadinya dikuasai yahudi berpindah ke tangan muslimin, berawal dari sikap tolongmenolong (ta'awun) sesama muslimin, bermula dari saling memecahkan masalah saudaranya, menjadi penguasa ekonomi saat itu, inilah hukum Allah, inilah sunnatullah.10 10



Abdullah Husain At-tariqi. 2004. Ekonomi Islam;Prinsip dasar, dan Tujuan (Al-Iqtishad Islami; Usunan wa Muba’un wa akdaf), penerjemah M.irfan syafwani, Yogyakarta: Magistra.



18



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Peran Negara adalah mengubah teori menjadi kenyataan, mengubah norma-norma menjadi undang-undang, dan memindahkan keindahan etika menjadi praktek sehari-hari. Adalah tugas Negara membuat satu badan khusus yang bertugas mengawasi dan meningkatkan kualitas ekonomi, mengadili orang yang melanggar, dan menegur orang yang lalai. Islam melibatkan Negara dalam dalam pengumpulan serta pembagian zakat. Zakat adalah kewajiban keuangan diperoleh dari orang yang mampu untuk diberikan kepada kaum fakir miskin. Yang melaksanakan ini semua adalah pemerintah atau penguasa negeri melalui petugas-petugas atau disebut alamilina alaiha (amil zakat). Orang-orang inilah yang bertugas mengurus zakat,



mulai



dari



pendataan,



pemungutan,



penyimpanan



dan



pembagiannya. 2. Hisbah adalah sebuah lembaga (departemen) yang secara khusus dibentuk oleh pemerintah yang tugas utamanya adalah melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan tugas hisbah yang lebih spesifik yaitu dalam mengawasi berbagai kegiatan ekonomi di masyarakat, menjaga mekanisme bisnis agar berjalan dengan normal sesuai dengan syariat sehingga masyarakat tidak ada yang merasa dirugikan. Lembaga hisbah mempunyai tugas menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran. Dalam bidang ekonomi, lembaga hisbah memiliki tugas mengawasi praktek-praktek di pasar agar tidak menyimpang dari ajaran Islam. Selain menegakkan aturan syari’at Islam dalam aktivitas perekonomian, lembaga hisbah juga menjadi pilar ditaatinya norma-norma dan etika sosial untuk menjaga keadilan dalam ekonomi. Secara teknis, lembaga hisbah melakukan pengawasan dan kontrol terhadap pasar, jika kondisi pasar tidak stabil yang disebabkan oleh kondisi yang bukan alamiah dari pasar, maka lembaga hisbah melakukan intervensi untuk memulihkannya. Lembaga ini juga melakukan pengawasan dalam bidang produksi dan distribusi. Antara lain: produksi



19



harus tetap berpegang pada prinsip syari’at (halal dan haram), persediaan barang esensial yang dibutuhkan oleh masyarakat harus tetap terjaga, memastikan tidak adanya diskriminasi dalam pasar (bebas masuk dan keluar pasar), melarang adanya pasar gelap, dan mengawasi berbagai aktivitas perekonomian masyarakat yang lain agar tidak terjadi pelanggaran yang bisa menimbulkan ketidakadilan dan gangguan terhadap stabilitas ekonomi. 3. Hubungan masrakat dalam perspektif Islam merupakan praktik bisnis yang memiliki tanggung jawab etis secara islami. Perusahaan memasukkan norma-norma dan nilai agama islam yang ditandai dengan adanya komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial di dalam operasinya yang dijalankan. Dengan demikian, praktik bisnis dalam kerangka CSR Islami mencakup serangkaian kegiatan bisnis dalam bentuknya. Meskipun tidak dibatasi jumlah kepemilikan barang, jasa serta profitnya, namun cara-cara untuk memperoleh dan pendayagunaannya dibatasi oleh aturan halal dan haram oleh syariah. 4. Ketaqwaan dalam bisnis dalam melibatkan Allah SWT. bukan dengan cara bersaing dengan pebisnis non-muslim melalui sistem yang dibuat oleh non-muslim juga, mustahil akan tampil. Bila ingin ummat ini kembali lagi menuju kejayaannya tidak pernah terjadi dan unggul melalui sistem buatan manusia. Kalau mau tampil harus kembali bersandarkan kepada Sunnatullah dan Sunnah Rasul-Nya. B. Saran Kami menyadari dalam penulisan makalah ini, masih banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan pembaca memberikan saran dan kritik mengenai kesalahan-kesalahan yang ada, demi kesempurnaan makalah ini.



20



DAFTAR PUSTAKA



Qardawi Yusuf, Norma Dan Etika Ekonomi Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1997. Al-Quran Karim. Antonio, Syafi’i. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Cet 1, Jakarta: Gema Insani Press. Rivai, Veithzal. 2012. Islamic Business And Economic Ethics. Jakarta: PT.Bumi Aksara. Kadir, A. 2010. Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran. Jakarta: AMZAH. Kasmir. 2007.  Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.  Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Abdul, Aziz,dkk. 2010. Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung Abdullah Al-Mushlih, Shalah Ash- Shawi. 2004. Fikih ekonomi islam, Keuangan Islam ( Maala Sa’uttjairu jahlulu) Penejemah Abu umar basyir, Jakarta: Darul H. Abdullah Husain At-tariqi. 2004. Ekonomi Islam;Prinsip dasar, dan Tujuan (Al-Iqtishad Islami; Usunan wa Muba’un wa akdaf), penerjemah M.irfan syafwani, Yogyakarta: Magistra.



21