4 0 305 KB
Implementasi Nilai Kesamaan Derajat Melalui Pemberdayaan Masyarakat Digital Guna Meningkatkan Kualitas Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara Dhata Praditya B.11 Telkom Indonesia Diajukan sebagai makalah individu dalam Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Lemhannas – IA ITB Februari 2021 1. Pendahuluan Guncangan pada kehidupan sosial, ekonomi, dan geopolitik yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19 tidak dapat dielakkan oleh negara-negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Teknologi digital telah memainkan peran penting dalam perang melawan virus corona ini melalui berbagai inovasi seperti e-learning, teleworking, hingga online shopping. Namun,
banyak
negara,
individu,
dan
organisasi
yang
belum
dapat
memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh teknologi digital ini untuk mengurangi efek negatif krisis akibat COVID-19. Hal ini mengakibatkan jurang kesenjangan sosial dan ekonomi, untuk Indonesia salah satu indikatornya adalah meningkatnya gini ratio, yang diakibatkan kesenjangan digital ini semakin lebar. Sebagai contoh, kendala yang dihadapi oleh orang tua dalam melaksanakan sekolah dari rumah selama pandemi. Berdasarkan data dari UNICEF Indonesia, masih banyak siswa yang tak bisa belajar jarak jauh melalui pembelajaran daring (online) dikarenakan terkendala akses listrik dan akses internet (1). Masalah ini jika dibiarkan tentu akan semakin membahayakan tatanan berbangsa dan bernegara. Masyarakat digital dapat membantu berperan dalam mengatasi masalah kesenjangan digital. Masyarakat digital dalam konteks ini merupakan warga negara Indonesia yang sudah “melek” digital; yang secara individu dan berkelompok juga telah berkontribusi dalam proses adopsi inovasi dan teknologi digital di dalam masyarakat Indonesia.
Dalam upaya mencari solusi, diperlukan refleksi terhadap permasalahan dengan mengaitkannya dengan nilai-nilai kebangsaan, salah satunya adalah nilai kesamaan derajat yang diambil dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Jika nilai kesamaan derajat dan prinsip masyarakat digital dihubungkan, setidaknya ada 2 (dua) topik pembahasan, yaitu: 1) penyediaan dan jaminan akses informasi dan digital; dan 2) pengelolaan data dan informasi publik. Masing-masing topik dalam implementasinya di Indonesia mempunyai isu-isu tersendiri. Makalah ini merupakan upaya awal untuk mengidentifikasi potensi permasalahan dan solusi dari isu-isu pemberdayaan masyarakat digital dari sudut pandang nilai kesamaan derajat terkait aspek pertama: penyediaan dan jaminan akses informasi dan digital. 2. Dasar Teori 2.1 Nilai Kesamaan Derajat Kesamaan derajat berarti menjunjung tinggi persamaan hak dan kewajiban warga negara Indonesia, yang antara lain meliputi: kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, pekerjaan dan penghidupan yang layak, kebebasan berserikat, berpendapat, dan berpolitik, kebebasan memeluk agama dan melaksanakan ajaran agamanya, membela negara, dan mendapatkan pengajaran. Kesamaan derajat ini pada hakikatnya adalah kesamaan status sebagai insan merdeka yang mempunyai harkat, martabat, dan derajat yang sama. Pokok kesamaan derajat warga negara Indonesia tercantum di dalam UUD 1945 Negara Republik Indonesia terutama pasal 27 sampai 34. Penerapan nilai kesamaan derajat dapat dilakukan dalam berbagai sendi kehidupan melalui sikap kreatif, kritis, mandiri, berani membela kebenaran dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip, asas-asas serta tujuan hidup sesuai Hak Asasi Manusia (HAM) (2). 2.2 Masyarakat Digital Masyarakat digital merupakan cerminan hasil dari masyarakat modern dalam mengadopsi dan mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di sendisendi kehidupan sehari-hari (3). Dari sudut pandang lain, Soll (4) mendefiniskan
kelompok masyarakat ini sebagai masyarakat informasi, yaitu: sebuah masyarakat dimana penggunaan, pembuatan, penyaluran, perekayasaan, dan pengintegrasian informasi menjadi aktivitas penting. Cameron (5) menyebutkan ada 7 (tujuh) prinsip pembangunan masyarakat berbasis digital yaitu: i. Universal
internet
access;
Seluruh
warga
negara
harus
mempunyai
kesempatan yang sama untuk mendapatkan akses internet berkecepatan tinggi yang andal untuk menjamin keterlibatan dan meningkatkan kepercayaan terutama terhadap pemerintah. ii. Strong digital identity; Dibuatnya pengenal digital atau nama digital bagi warga negara, yang digunakan oleh sektor publik dan swasta, dan memungkinkan warga negara untuk mengakses layanan dan menetapkan kepemilikan data mereka. iii. Data interoperability; Penyediaan infrastruktur dan insentif yang diperlukan bagi public dan terutama lembaga pemerintah untuk berbagi data secara aman sehingga meningkatkan kualitas layanan publik. iv. Trust; Jaminan perlindungan data dan transparansi dalam penggunaan data warga negara guna peningkatan kepercayaan terhadap penyelenggara negara. v. Privacy and protection; Terkait poin sebelumnya, warga negara dan pemilik data harus mendapat informasi mengenai siapa-siapa saja yang memiliki akses ke data mereka dan Kementrian/Lembaga negara atau pihak mana saja yang memiliki kendali terhadap data tersebut. vi. No legacy; Semua aplikasi dan layanan publik penting harus diperbaharui secara rutin sehingga dapat memasukkan fitur dan fungsionalitas terbaru, misalnya fitur keamanan atau antarmuka. vii. Continuous development; Pelibatan masyarakat dalam proses penyempurnaan sistem, aplikasi, dan layanan publik. Prinsip-prinsip diatas berkaitan erat dengan nilai kesamaan derajat karena setiap prinsip menonjolkan aspek kesetaraan dan kesempatan yang sama untuk seluruh warga
negara.
Diharapkan
dengan
menerapkan
prinsip-prinsip
tadi
keniscayaan kesamaan derajat untuk seluruh warga negara dapat dicapai.
maka
3. Pemberdayaan Masyarakat Digital yang Bersumber pada Nilai Kesamaan Derajat Penelitian dari Wilantika dkk. (6) memaparkan adanya persoalan kesenjangan digital di Indonesia dengan mengukur indeks kesenjangan digital per provinsi di Indonesia menggunakan metode DIDIX. Hasilnya, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan level kesenjangan digital paling rendah, diikuti Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Sementara untuk provinsi dengan level kesenjangan digital paling tinggi adalah Papua Barat, Maluku Utara, Maluku, Papua, dan Aceh. Nilai yang diperoleh DKI Jakarta adalah 25.49, masih jauh dari 100, sehingga dapat disimpulkan bahwa persoalan kesenjangan digital masih menjadi isu yang harus segera diselesaikan. Selaras dengan simpulan penelitian tadi, menurut data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), penetrasi pengguna Internet Indonesia per Desember 2020 adalah 71.1% (7). Sementara berdasarkan Indeks Kesiapan Jaringan tahun 2020 (8), Indonesia menempati ranking 73 dari 134 negara; no. 11 untuk kategori negara Asia Pasifik dan no. 4 di Kawasan Asia Tenggara, dibawah Singapura (ranking 3), Malaysia (34), Thailand (51), dan Vietnam (62). Indeks ini dibuat sebagai referensi kesiapan negaranegara di dunia menghadapi cepatnya perkembangan teknologi dan inovasi yang menjadi kunci kehidupan di masa depan (8). Tabel 1 dibawah ini menunjukkan detail nilai Indeks Kesiapan Jaringan Internet Indonesia di tahun 2020. Dari table ini dapat dilihat bahwa terutama pada sub pilar konten (yaitu kontribusi terhadap konten-konten di Internet dan pembuatan aplikasi), future technology (paten teknologi dan penggunaan robot), dan dampak terhadap ekonomi (peningkatan produktivitas buruh dan ekspor teknologi), Indonesia memiliki skor yang rendah. Table 1 Nilai Indeks Kesiapan Jaringan Internet Indonesia tahun 2020 INDONESIA Rank (out of 134) Score Network Readiness Index 73 46.71 A. Technology pillar 72 38.38 1st sub-pillar: Access 68 63.24 2nd sub-pillar: Content 92 21.31
3rd sub-pillar: Future Technologies B. People pillar 1st sub-pillar: Individuals 2nd sub-pillar: Businesses 3rd sub-pillar: Governments C. Governance pillar 1st sub-pillar: Trust 2nd sub-pillar: Regulation 3rd sub-pillar: Inclusion D. Impact pillar 1st sub-pillar: Economy 2nd sub-pillar: Quality of Life 3rd sub-pillar: SDG Contribution
52 79 81 102 53 68 66 80 80 72 57 82 89
30.61 43.26 52.06 30.84 46.88 54.99 42.52 62.08 60.38 50.2 29.7 62.11 58.8
Kesenjangan digital didefinisikan sebagai kesenjangan antara individu, rumah tangga, bisnis, (atau kelompok masyarakat) dan area geografis pada tingkat sosial ekonomi yang berbeda dalam hal kesempatan atas akses TIK (9). Akses terhadap internet merupakan syarat untuk menghilangkan ketidaksamaan di masyarakat (9). Wei dkk. (10) mengklasifikasi kesenjangan digital menjadi 3 (tiga) level. Level pertama adalah kesenjangan akses digital; level ini sesuai dengan definisi dari OECD (Organisation
for
Economic
Co-operation
and
Development)
yaitu
terkait
ketidakrataan akses ke TIK. Level kedua adalah kesenjangan kemampuan digital; yaitu terkait kemampuan menggunakan teknologi (terutama TIK).
Terakhir, level
ketiga adalah kesenjangan hasil digital; ini mengacu pada produktivitas dan produksi produk digital. Table 2 Usulan Solusi Pemberdayaan Masyarakat Digital dari Perspektif nilai Kesamaan Derajat Persoalan
Kesamaan
Penyediaan
Derajat Aspek
akses digital
kesamaaan di
sampai
bidang sosial
pelosok Indonesia
dan ekonomi
Potensi solusi Pembangunan infrastruktur Broadband ke seluruh pelosok Indonesia: Pengembangan dan penyempurnaan Palapa Ring Optimalisasi pemanfaatan teknologi Satelit Penggelaran kabel optik secara merata
Aktor Digital Sinergi Pemerintah, BUMN, swasta
Level
Aspek
literasi
kesamaaan di
digital yang
bidang
tidak merata
Pendidikan dan Sosial
Implementasi teknologi 5G Pembuatan kurikulum digital yang
Sinergi
komprehensif Penyiapan ekosistem digital Penunjukkan agen digital
Pemerintah,
Memaksimalkan peran perpustakaan daerah
kelompok
sebagai pusat akses informasi
masyarakat,
BUMN, swasta,
dan individu
Pada level kesenjangan pertama, solusi yang dapat dilakukan adalah terus melakukan pembangunan infrastruktur broadband sampai ke pelosok Indonesia. Pada Table 2 diperlihatkan selain Palapa Ring, teknologi satelit, dan penggelaran kabel optik dapat menjadi opsi infrastruktur broadband. Selain itu, teknologi 5G juga sudah mulai diuji coba untuk diimplementasi oleh operator-operator telekomunikasi di Indonesia. Tapi infrastruktur tidak akan banyak membantu jika kapabilitas atau kemampuan dan skill digital dari masyarakat tidak ikut dikembangkan. Kesenjangan digital level dua dan level tiga terkait dengan literasi digital, yaitu pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari (11). Menurut Southeast Asian Freedom of Expression Network (SAFEnet), setidaknya ada 3100 kasus terkait pasal-pasal di UU ITE sepanjang 2019 (hingga Oktober 2019), dengan rincian 22% kasus terkait hoaks, 22% terkait pencemaran nama baik, dan sisanya menyangkut ujaran kebencian, ancaman kekerasan, pelanggaran kesusilaan dan lain-lain. Dalam masa pandemi ini, fenomena diatas semakin menjadi-jadi, misalnya, munculnya hoaks penanganan COVID-19 seperti isu rumah sakit dan dokter mengambil keuntungan dari pasien ataupun munculnya promosi obat-obatan yang diklaim antivirus Corona namun tidak melalui penelitian medis. Belum lagi kasus pemalsuan identitas yang diakibatkan diunggahnya data pribadi ke sosial media atau aplikasi-aplikasi lain. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna
internet di Indonesia masih belum paham untuk menggunakan internet dengan baik dan benar. Lebih lanjut, Figure 1 memperlihatkan efek COVID-19 dari sudut pandang penggunaan internet di Indonesia. Menggunakan data aggregate dari beberapa probe yang terhubung pada jaringan internet Indihome Telkom Indonesia, diperlihatkan bahwa trafik bersosial media semakin tinggi di era pandemi. Peningkatan trafik lain juga diperlihatkan pada penggunaan internet untuk hiburan (game, film, dan music) dan belanja online. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna internet di Indonesia masih menggunakan internet untuk bersenangsenang. Potensi pengguna internet dan masyarakat digital pada umumnya amat besar jika dapat menggeser paradigma dari penikmat hiburan menjadi produktif.
Figure 1 Profil Pengguna Internet melalui layanan Indihome sebelum dan saat pandemi
Sebagai upaya untuk mengatasi adanya gap di literasi digital masyarakat, ada beberapa usulan solusi yang kami ajukan sesuai yang tercantum pada Table 2. Yang pertama adalah pembuatan kurikulum digital yang komprehensif untuk dimasukkan dalam kegiatan pendidikan formal dan informal. Komprehensif dalam konteks ini berarti kurikulum yang dibuat seyogyanya tidak hanya berisi hal-hal yang sifatnya advanced seperti misalnya pengenalan coding dan robotic sejak dini, namun juga mengajarkan pencarian sumber informasi yang valid melalui internet, mengajarkan
kemampuan menyaring informasi-informasi yang tidak valid, tidak akurat, dan tidak relevan, atau mengajarkan etika dalam bersosial media. Sehingga dapat pula diatur pengajaran dari materi-materi yang paling mudah sampai dengan yang paling rumit. Kedua, penyiapan ekosistem digital. Sutrisna (13) mengajukan 2 (dua) gerakan literasi digital yaitu di level keluarga dan masyarakat. Dua (2) gerakan ini berangkat dari prinsip pemahaman antar individu, saling ketergantungan, pertimbangan faktor sosial, dan pertimbangan kemudahan dalam pemilihan, pengorganisasian, dan penyimpanan materi (bacaan dan diskusi). Di sisi lain, pihak swasta saat ini juga sudah menyebarkan talenta-talenta digital mereka melalui kegiatan misalnya digital camp, hackaton, ataupun akademi-akademi digital, yang target utamanya adalah untuk menelurkan dan memperbanyak talenta digital Indonesia. Dari sini, talentatalenta tersebut dapat menjadi agen-agen digital yang kemudian bertempat dan berkarya di berbagai daerah di Indonesia, dan mereka dapat menyebarkan dan mengajarkan kemampuan literasi digital ke makin banyak talenta lagi, menjadi snowball-effect yang merata di seluruh provinsi, kota/kabupaten, hingga desa. Yang juga dibutuhkan adalah sebuah media kolaborasi serta sebuah bank data sehingga talenta-talenta yang sudah menjadi ahli-ahli digital ini dapat lebih terorganisir arah dan geraknya, dan dapat memproduksi konten-konten lokal yang kemudian memperkaya khasanah pengembangan inovasi berbasis TIK di Indonesia. Terakhir, penulis melihat ada potensi infrastruktur yang cukup menyebar di berbagai daerah di Indonesia, yaitu perpustakaan daerah. Dengan sedikit melakukan penyesuaian dan mungkin transformasi (secara organisasi), perpustakaan daerah dapat dimanfaatkan untuk menjadi titik acuan pengembangan masyarakat informasi dan digital Indonesia. 4. Penutup 4.1 Simpulan Artikel ini bertujuan untuk menemukenali permasalahan yang muncul terutama dalam dan setelah era pandemic COVID-19 yaitu kesenjangan digital yang dilihat dari sudut pandang nilai kesamaan derajat. Yang dipaparkan dalam makalah ini masih merupakan permasalahan-permasalahan yang tampak dan juga belum dielaborasi secara lebih detail menggunakan metode penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif.
Dari prinsip masyarakat digital, prinsip pertama adalah penyediaan dan jaminan akses terhadap informasi dan digital. Permasalahan yang banyak dibahas dan masih terus menjadi masalah apalagi karena efek pandemic COVID-19 adalah timbulnya kesenjangan digital yang mengakibatkan menurunnya
kualitas
bermasyarakat,
berbangsa
dan
bernegara.
Permasalahan kesenjangan digital didekati dengan 2 (dua) pendekatan yaitu perbaikan infrastruktur digital dan perbaikan literasi digital. 2 pendekatan ini masing-masing berkaitan dengan aspek-aspek kesamaan derajat, infrastruktur terkait aspek kesamaan bidang sosial dan ekonomi, sementara literasi utamanya terkait dengan aspek bidang kesamaan kesempatan mendapatkan pendidikan dan sosial. Pembangunan infrastruktur broadband berupa Palapa Ring, teknologi satelit, penggelaran kabel optik, dan implementasi teknologi 5G yang dilakukan dengan sinergi antara pemerintah, BUMN, dan swasta diharapkan menyelesaikan isu tangible dari kesenjangan digital. Sementara
itu,
pembuatan
kurikulum
digital
yang
komprehensif,
penyiapan ekosistem digital, penunjukkan agen digital, dan optimalisasi peran perpustakaan
daerah
sebagai
pusat
akses
informasi
diharapkan
menyelesaikan permasalahan disisi intangible dari kesenjangan sosial. 4.2 Saran Makalah ini ditulis dengan banyak keterbatasan. Beberapa konsep dapat lebih dikembangkan dan didetailkan. Data-data relevan yang ditampilkan juga dapat lebih banyak sehingga lebih menunjang argument-argumen yang disampaikan. Beberapa peluang penelitian dapat dilakukan lebih lanjut berdasarkan informasi dalam makalah ini, antara lain: a. Melakukan penelitian lebih lanjut berbasis data empiris dengan framework yang mengikuti kaidah-kaidah metodologi penelitian sehingga hasil penelitian lebih berkualitas. b. Mendiskusikan prinsip masyarakat digital terkait aspek pengelolaan data dan informasi publik. Dalam hal ini terkait upaya mendorong pengesahan RUU
Perlindungan Data Pribadi menjadi Undang-Undang, yang dapat dikaitkan dengan nilai demokrasi dan kesamaan derajat. 5. Daftar Pustaka 1. https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/covid-19-laporan-baru-
unicef-mengungkap-setidaknya-sepertiga-anak-sekolah-di-seluruh,diakses pada 17 Februari 2021. 2. Implementasi Nilai Kesamaan Derajat. Modul Nilai Kebangsaan UUD NRI 1945. Lemhannas. 3. https://libreresearchgroup.org/en/a/digital-society , diakses pada 17 Februari
2021. 4. Soll, Jacob. The information master: Jean-Baptiste Colbert's secret state intelligence system. University of Michigan Press, 2009. 5. Cameron, Calum. Build Digital Societies. Asian Development Bank. 2020 6. Nori Wilantika, Dana Indra Sensuse, dan lain-lain. Grouping of Provinces in Indonesia According to Digital Divide Index. 6th International Conference on Information and Communication Technology (ICoICT). 2018. 7. https://www.internetworldstats.com/asia.htm , diakses pada 16 Februari 2021.
8. Soumitra Dutta dan Bruno Lanvin. THE NETWORK READINESS INDEX 2020_Accelerating Digital Transformation in a post-COVID Global Economy. Portulans Institute. 2020. 9. Sri Ariyanti. Studi Pengukuran Digital Divide di Indonesia. 2013. 10. K. Wei, H. Teo, H. C. Chan, and B. C. Y. Tan, “Conceptualizing and Testing a Social Cognitiv Model of the Digital Divide L ) g,” vol. 22, no.1, pp. 170–187, 2011. 11. Literasi Digital (Gerakan Literasi Nasional). Jakarta: Sekretariat TIM GLN Kemdikbud. 2017. hlm. 8. 12. Data Broadband Customer Profiling September 2019 dan November 2020. PT. Telkom Indonesia. 13. I Putu Gede Sutrisna. GERAKAN LITERASI DIGITAL PADA MASA PANDEMI
COVID-19. Stilistika vol.8, no.2. 2020.