Indonesia Revolusi Krida Yudha 2050 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Indonesia Revolusi Krida Yudha 2050 : Meretas Pertahanan Militer futuristik berbasis Kekuatan Maritim dan Udara Hijrah Saputra Har To win one hundred victories in one hundred battles is not the acme of skill. To subdue an enemy without fighting is the acme of skill. Sun Tzu



Abstrak Negara yang memiliki teknologi tinggi dalam konvensional militer diyakini dapat memenangkan setiap pertempuran dari peperangan yang terjadi, keberhasilan kapabilitas teknologi dan ditunjang dengan kemampuan pengaturan strategi yang tepat menjadi kunci dalam memenangkan perang. Hal ini secara sederhana menunjukkan bahwa dengan keberhasilan teknologi tinggi dalam persenjataan dan teknik strategi yang tepat, negara besar telah mengasah keunggulan teknologinya sejak akhir perang dingin. 1 Untuk mencapai kemampuan itu, Indonesia memerlukan Revolusi Krida Yudha (RKY) dalam bidang pertahanan berbasis technologized base dengan menempatkan kemampuan maritim dan kekuatan udara sebagai pertahanan terdepan. Tulisan paper mencoba gagasan alternatif bagaimana Indonesia dapat menuju implementasi RKY tahun 2050.



Pendahuluan Salah satu yang dibutuhkan dalam capaian RKY di Indonesia adalah kebutuhan Sumber daya yang harus dipenuhi dalam rangka penuntasan atau minimal percepatan dalam pelaksanaan agenda meretas pertahanan militer Indonesia yang berbasis technologized Base sebagai landasan memperkuat landasan TNI menuju revolusi Krida Yudha 2050. Hal ini tentu diharapkan bahwa pada tahun 2050, kemampuan pertahanan Indonesia mampu melakukan kompetensi tradisionalnya sebagai angkatan bersenjata, yaitu berperang (War making capabilities). Berbagai tahapan dalam revolusi TNI meliputi berbagai Aspek, dimana capaian RMA dilakukan melalui kondisi dimana semua organ dan struktur telah mencapai postur yang ideal sebagai angkatan bersenjata dan digelar baik sebagai penggetaran daya tangkal (detterence effect) maupun kemampuan pemukul yang efektif dalam rangka menghadapi ancaman keamanan nasional. Selain itu dasar alasan dilakukannya RKY bagi kemampuan pertahanan TNI adalah untuk pemenuhan kebutuhan penyelenggaraan pertahanan negara Kesatuan Republik Indonesia 1



Amitav Mallik, Technology and Security in the 21st Century, A Demand-side Perspective. SIPRI Research Report No. 20, Stockholm International Peace Research Institute, http://www.sipri.org Pp.3



1



yang bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman sekaligus meningkatkan pertahanan TNI yang tangguh untuk menghadapi berbagai macam manifestasi ancaman. Untuk melakukan RKY, Indonesia harus bersifat Future Outlook dimana dari faktor teknologi, Indonesia harus bercermin pada rekayasa model peperangan apa yang mungkin terjadi pada tahun 2045 -2060, hal ini didasarkan agar nantinya TNI sebagai kesatuan militer Indonesia mampu menarik garis Grand Strategy yang siap terhadap situasi peperangan yang akan terjadi dimasa yang akan datang, dilain sisi dari faktor postur, perlu diperhatikan sektor anggaran yang sesuai dalam rangka capaian postur kekuatan ideal ketahanan yang sesuai dengan standarisasi internasional, yaitu standarisasi 4,5 – 5% dari total GDP negara. Diharapkan dua sektor ini mampu menjadi penopang utama dalam usaha TNI mencapai RKY yang berbasis technologized base. Selain itu, bagian yang terpenting adalah bahwa sebagai negara kepulauan dengan batas wilayah kelautan yang luas dengan segala bentuk kerawanan yang besar, kemampuan Maritim dan udara harus mendapatkan porsi yang besar dan keharusan untuk mengalami perubahan cepat (radical change) sebagai kekuatan pemukul utama (First Offensive capability) yang didukung sektor kemampuan darat sebagai defence capability.



Revolusi Krida Yudha Revolusi Krida Yudha atau Revolution Military Affairs (RMA) adalah terminologi yang biasa digunakan dalam dunia militer. RKY merupakan teori mengenai masa depan peperangan, seringkali dihubungkan dengan rekomendasi teknologi dan organisasi untuk perkembangan militer di Amerika Serikat. RKY melibatkan perubahan paradigma dalam sifat dan pelaksanaan operasi militer yang membuat salah satu atau lebih core competency dari aktor yang dominan menjadi usang atau tidak relevan, atau menciptakan satu atau lebih core competency baru dalam beberapa dimensi peperangan baru, atau keduanya. Ada beberapa pendapat mengenai kapan RMA terjadi. Andrew Krepinevich2 menyatakan bahwa RMA terjadi ketika aplikasi teknologi baru pada sistem militer dalam jumlah yang signifikan digabungkan dengan konsep operasional yang inovatif serta adaptasi organisasi dengan cara yang secara fundamental mengubah karakter dan perilaku konflik. Sementara, mantan Menteri Pertahanan AS William S. Cohen menyebut 2



Andrew Krepinevich & Work, Robert O, 2007. A New Global Defense Posture For The Second Transoceanic Era, Center for Strategic and Budgetary Assesments. CSBA



2



bahwa RMA terjadi ketika militer suatu bangsa menggunakan kesempatan untuk mengubah strategi, doktrin militer, pelatihan, pendidikan, organisasi, peralatan, operasi, dan taktiknya agar memperoleh hasil yang menentukan dengan cara yang baru. Colin Gray menyebutkan beberapa temuan mengenai RMA. Dalam hal ini, istilah yang digunakannya adalah perubahan revolusioner dalam peperangan (revolutionary change in warfare). Pertama, konteks-konteks, baik politik, strategis, sosial budaya, ekonomi, teknologi, maupun geografi, menguasai. Kedua, perubahan revolusioner dalam peperangan mungkin tidak terlalu penting dibandingkan dengan perubahan revolusioner dalam sikap terhadap perang dan militer. Ketiga, penelitian sejarah menunjukkan adanya kondisi-kondisi vital untuk menciptakan keberhasilan dalam menjalankan perubahan revolusioner dalam peperangan.



Keempat,



pengakuan adanya perubahan dalam peperangan adalah suatu hal, tetapi memahami karakter, relevansi, dan implikasi perubahannya adalah hal yang sama sekali berbeda karena diberi kedaulatan dalam konteks politik dan strategis. Kelima, ketika kita mengharapkan perubahan revolusioner dalam bagaimana kita berperang, adaptabilitas dan fleksibilitas adalah hal yang penting. Bila kita gagal dalam ujian adaptabilitas, kita akan terperangkap dalam keanekaragaman dan kompleksitas peperangan masa depan. Bila kita stagnan dalam tugas-tugas operasional yang sempit kendati terdapat suatu metode perang yang ampuh, menyebabkan kemampuan kita untuk mengenali dan memahami berbagai jenis perubahan radikal dalam peperangan. Keenam, perubahan revolusioner dalam peperangan selalu memicu pencarian penangkalnya. Pada akhirnya, penangkal itulah yang akan menang.



Mereka dapat muncul dalam bentuk taktik, operasional, strategis, atau kebijakan



apapun. Solusi untuk menciptakan RMA yang baik adalah kemampuan beradaptasi, fleksibel, dan dinamis.



Dan yang ketujuh, perubahan revolusioner dalam peperangan hanya dapat



diungkap oleh audit perang. Bila harus dilakukan, review audit harus mempertimbangkan penuh rumitnya perang tersebut. Pada dasarnya, RMA merupakan hasil dari beraneka ragam inovasi yang meliputi: 1. Teknologi baru, yang memungkinkan untuk membuat perangkat dan sistem yang sebelumnya tidak mungkin dibuat. 2. Perangkat baru yang dibuat berdasarkan teknologi baru, yang memungkinkan untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan.



3



3. Sistem baru yang dibuat berdasarkan perangkat baru, yang memungkinkan untuk melakukan fungsi militer yang jauh lebih baik atau jauh berbeda dibandingkan yang sebelumnya. 4. Konsep operasional baru, yang menggambarkan tata cara di mana sistem baru dipekerjakan dalam beberapa macam situasi militer, menyelesaikan beberapa tugas militer secara jauh lebih baik atau jauh berbeda dibandingkan yang sebelumnya. 5. Doktrin dan postur pertahanan baru, doktrin yang mengkodifikasikan prinsip-prinsip yang mengatur kerja sistem baru dan postur pertahanan yang menyediakan organisasi militer yang dibutuhkan untuk dapat menyadari potensi sepenuhnya. Dalam rangka membangun suatu RMA itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Kita harus memiliki suatu perangkat yang memungkinkan perkembangan teknologi. 2. Kita harus berhadapan dengan tantangan-tantangan militer yang belum pernah ditemui sebelumnya. 3. Kita harus fokus pada “hal” yang pasti, suatu perangkat atau sistem yang memanfaatkan teknologi bersama suatu konsep untuk kegiatan operasionalnya. 4. Kita harus menantang core competency pihak lain. 5. Kita harus mempunyai iklim organisasi yang reseptif, yang terus memupuk visi bagaimana perang dapat berubah di masa depan dan mendorong perdebatan penuh mengenai masa depan organisasi. 6. Kita harus memperoleh dukungan dari atas. 7. Kita harus memiliki mekanisme dari percobaan untuk menemukan, mempelajari, dan mendemonstrasikan percobaan tersebut. 8. Kita harus memiliki beberapa cara untuk merespon secara positif hasil berbagai percobaan yang sukses, dalam hal perubahan doktrin, program akuisisi, dan modifikasi struktur.3 Karakter Perang Abad 21 dan Model Teknologi Serapan Berbagai rekayasa model dan karakter perang abad 21 mulai bermunculan sebagai akibat kemajuan teknologi yang turut didorong oleh munculnya globalisasi. Beberapa model dan 3



http://wahyuibrahimwahyuibrahimaji.blogspot.com/2011/08/revolusi-krida-yudha-sebagai-persiapan.html



4



karakter perang abad 21 yang mungkin terjadi seperti karakter perang model Cyberwar, Hybird War4, Nuclear War maupun Information War5. Berdasarkan beberapa model perang abad 21 yang mungkin terjadi, penulis memilih kepada information war hal ini disebabkan adanya beberapa argumentasi yang memperkuat gagasan mengenai jenis perang ini dan hubungannya pada generasi KRY yang dibutuhkan oleh Indonesia, khususnya dibidang teknologi informasi6 yaitu : Pertama, Saat ini teknologi informasi sudah menyentuh setiap aspek kehidupan manusia. Teknologi informasi tidak hanya dipakai di bidang industri ataupun ekonomi, tetapi juga di bidang militer dengan implikasi yang sangat luas pada implementasinya terutama dalam perumusan strategi. Kedua, Kemajuan pesat teknologi informasi secara khusus diimplementasikan dalam konsep yang disebut Perang Informasi (Information Warfare), yang menjadi landasan penting bagi pengembangan doktrin militer di masa datang. Dengan demikian teknologi informasi akan sangat berpengaruh terhadap perubahan strategi militer. Ketiga, Teknologi Informasi dapat membantu menyediakan informasi potensial lebih cepat dan banyak melalui rantai komando dan pengendalian untuk mempercepat pengambilan keputusan. Kedua, dari sisi kemampuan pasukan, Teknologi Informasi memungkinkan pasukan mendapat informasi pada waktu dan tempat yang tepat.7 Nantinya implementasi dari teknologi informasi dalam RKY dapat digunakan salam precision strike, dominating maneuver, space warfare, dan information warfare.8 Precision Strike.  Inti dari konsep ini adalah kemampuan untuk mengetahui musuh dari tingkat operasional sampai tingkatan strategi dengan memilih dan memprioritaskan sasaran. Teknologi informasi ini membantu komandan untuk melakukan pengintaian serta penentuan sasaran dengan akurat. Frank G. Hoffman, 2007. Conflict In The 21st Century: The Rise of Hybird Wars, Potomac Institute for Policy Studies, Arlington, Virginia. 5 David Alexander, From Cyberspace to Battlespace, Speculation Information Warfare and the Electronic Order of Battle in the Post-RMA Operational Environtment. Military Technology Magazine. 6 Teknologi Informasi (TI) dapat didefinisikan sebagai teknologi yang mempunyai kemampuan sedemikian rupa untuk menangkap (capture), menyimpan (store), mengolah (process), mengambil kembali (retrieve), menampilkan (represent) dan menyebarkan (transmit) informasi. Perkembangan TI merupakan kombinasi antara kemajuan pesat bidang ilmu komputer dan komunikasi 7 Dengan penguasaan pengetahuan yang disebabkan oleh kemajuan dalam bidang teknologi informasi, musuh dapat dibuat bertekuk lutut melalui sarana yang berupa teknologi komputer. Sebagai contoh penggunaan program kecerdasan buatan untuk mensimulasikan formasi dan kekuatan musuh memungkinkan serangan menjadi efektif dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi. 8 Letkol Czi. Budiman SP dan Letkol Czi. Heri M. Siagian, Teknologi Informasi dan Strategi Militer. Diakses dari http://seskoad2seskoad.blogspot.com/2009/06/teknologi-informasi-dan-strategi.html 4



5



Jeffrey McKitrick dalam The Revolution in Military Affairs menyatakan bahwa kunci dari perbaikan yang sekarang terjadi adalah meliputi perbaikan teknologi di bidang pengintaian, pengamanan, pengolahan data dan komunikasi data, munisi, dan peralatan penentu posisi. (GPSGlobal Positioning System). Konsep ini dapat pula diterapkan pada operasi penyelamatan.  Space Warfare. Konsep ini lebih populer dikenal dengan nama Star Wars yang merupakan area keempat perang yang memanfaatkan lingkungan angkasa luar. Kemajuan teknologi komunikasi terutama satelit memungkinkan space warfare terjadi. Dengan menggunakan satelit, dari ketinggian tertentu dapat memperbaiki dan memperluas pengintaian. Satelit juga dapat menyajikan data rinci sasaran, menyediakan sistem navigasi terutama kepada pasukan tempur, dan memberikan informasi tentang permukaan bumi. Dominating Maneuver. Manuver merupakan unsur yang penting di dalam setiap pertempuran. Dominating



maneuver diintegrasikan



dengan precision



strike dan space



warfare dapat mematahkan titik pusat lawan dalam rangka menguasai pertempuran. Precision strike dan information warfare menghancurkan sasaran dan melumpuhkan musuh sementara dengan dominating maneuver akan menguasai titik pusat lawan sehingga tidak ada pilihan lain bagi lawan kecuali menyerah. Berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi, manuver bisa menjadi sulit bila musuh juga sangat maju dalam bidang ini. Information Warfare. Ini berkaitan dengan sistem informasi dan kemampuan yang berkait dengannya. Di masa lalu militer memandang informasi hanya merupakan pendukung pertempuran. Di masa yang akan datang informasi tidak lagi merupakan fungsi pendukung tetapi sudah memegang peranan yang utama di dalam pertempuran. Di masa depan, Teknologi Informasi menyebabkan organisasi yang hirarkis akan menjadi suatu yang usang. Ini akan mendorong ke arah berkembangnya organisasi yang lebih flat, dan struktur yang ada sekarang ini perlu untuk ditinjau ulang. Doktrin Militer Perkembangan tehnologi militer dalam persenjataan dan mobilitas serta kebutuhan militer dalam melaksanakan peperangan, telah merubah doktrin peperangan, yang sama sekali berbeda dengan peperangan pada generasi sebelumnya. Pola peperangan telah terjadi perubahan yang sangat pesat, teknologi militer menjadi pemicunya, yang menyebabkan militer harus menyesuaikan



dengan



melakukan



perubahan



doktrin



peperangan,



untuk



mewadahi 6



perkembangan teknologi. Andi Wijayanto9 mengatakan bahwa untuk mengukur kapabilitas militer dapat ditinjau dari beberapa faktor utama yaitu : a. Kemampuan untuk memperoleh informasi dan intelijen strategis untuk mendukung rencana strategi. b. Kemampuan gelar pasukan yang terkoordinasi dan dilengkapi dengan sarana prasarana mobilitas dan logistik. c. kapabilitas dukungan tempur yang ditentukan oleh penggunaan teknologi digital untuk mempercepat dan mengintegrasikan sistem logistik didaerah pertempuran. d. kapabilitas manuver, sebagai kemampuan untuk meningkatkan kemampuan menyerang, penggelaran pasukan dan penerobosan e. kapabilitas mobilitas pasukan, yang didukung oleh kesamaptaan prajurit dan dukungan alat angkut baik darat, air dan udara. f. kapabilitas tempur pasukan. Dalam doktrin militer, informasi merupakan bagian integral dari Komando dan Kendali yang merupakan kunci pada setiap operasi militer. Komando dan Kendali dalam militer yang modern bersandar pada peralatan komunikasi berkecepatan tinggi dan komputer. Dengan demikian infrastruktur informasi merupakan arena pertempuran untuk memperoleh keunggulan informasi. Berdasarkan fakta ini, lahirlah suatu konsep baru yang disebut Perang Informasi, yang akan merupakan suatu landasan bagi doktrin militer di masa datang.10 Mengingat kemajuan yang sangat pesat dalam bidang teknologi informasi sebagai sarana yang digunakan dalam perang informasi, maka teknologi informasi akan sangat mempengaruhi strategi yang akan diambil dalam rangka mencapai keunggulan informasi. Hal ini membawa perubahan pada bagaimana tugas kemiliteran dijalankan.11 Teknologi informasi dikombinasikan dengan teknologi perang lainnya memungkinkan untuk menciptakan jenis perang yang secara



Andi Widjajanto, 2010. Revolusi krida yudha; peran komunitas pertahanan Indonesia dalam buku Universitas Pertahanan Indonesia, menuju konsep pertahanan modern. 10 Lihat, Letkol Czi. Budiman SP dan Letkol Czi. Heri M. Siagian, Teknologi Informasi dan Strategi Militer, Ibid. 11 Konsep RMA sebagai konsekuensi alamiah dari perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat juga memungkinkan dibentuknya satuan militer yang baru, yang kegiatannya berkaitan dengan proses pengumpulan, pengolahan dan penyebaran informasi. 9



7



kualitatif berbeda.12 Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat juga menyebabkan perubahan yang sangat cepat dalam bidang militer. Dengan penggunaan teknologi informasi yang intensif, mendorong terjadinya penyesuaian konsep atau doktrin seiring dengan kemajuan teknologi. Suatu waktu, rasanya sudah cukup untuk membicarakan konsep tentang Komando dan Kendali (K2), yang pada prinsipnya merupakan hubungan intern antara komandan dengan anak buahnya dalam kaitan tugas operasi. Saat ini dengan kemajuan teknologi komputer banyak analis menulis mengenai Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer dan Intelijen (K4I). Meskipun K4I masih menjadi angan-angan tetapi paling tidak menyiratkan suatu pandangan bahwa sistem informasi yang berbasiskan komputer menjadi fungsi yang sangat penting dalam peperangan. Saat ini menurut para analis militer ada konsep baru yaitu Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, dan Manajemen Pertempuran (K4I/MP) sebagai satu kesatuan yang bulat dalam rangka memenangkan pertempuran. (command, control, communications, computers, intelligence and battle management -C4I/BM). Ada pula yang merumuskan dengan Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, Pengamatan dan Pengintaian (K4IPP) – command, control, communications, computers, Surveillance and Reconnaissance - C4ISR). Untuk mampu mengadaptasi basis penguatan Informasi teknologi maka diperlukan revolusi pada kemampuan persenjataan konvensional angkatan Laut dan angkatan Udara, maka perlunya direvisinya doktrin Eka Sasana Jaya13 dan Doktrin Swa Bhuwana Paksa14 untuk dapat mengadaptasi Komando dan Kendali dalam militer yang modern bersandar pada peralatan komunikasi berkecepatan tinggi dan komputer. Hal ini senada seperti yang disampaikan oleh Andi Widjajanto dalam Evolusi Doktrin pertahanan Indonesia15: “…..pengembangan



metode



bertempur



baru;



dan



kemampuan



untuk



mengadopsi



perkembangan teknologi dan persenjataan ke dalam platform pertempuran. Kombinasi dari 12



Secara strategis perang informasi mempunyai arti yang penting karena sistem informasi ini berhubungan dengan masyarakat. Dengan demikian manusia tidak lagi menjadi target utama dalam perang melainkan informasi. Dilatar belakangi oleh alasan ini lahirlah konsep perang tanpa korban (victimless war), yang secara etis lebih dapat diterima. Seperti dinyatakan Freedman, L. (1996), dalam Lecture on Information Warfare: Will Battle Ever Be Joined?. Doktrin Angkatan Laut Indonesia, dalam Edy Prasetyono, Doktrin TNI Angkatan Laut Eka Sasana Jaya, diakses dari http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/doktrin_aL_eka_sasana_jaya_ep.pdf 14 Doktrin Angkatan Udara Indonesia, dalam Kusnanto Anggoro, 2003.Doktrin Swa Bhuwana Paksa: Substansi, Konsistensi dan Operasionalisasi. Focus Group Discussion-Propatria diakses dari http://www.propatria.or.id/download/Paper%20Diskusi/doktrin_swa_bhuwana_paksa_ka.pdf 15 Andi Widjajanto, Evolusi Doktrin Pertahanan Indonesia, diakses dari http://www.propatria.or.id/loaddown/Paper %20Diskusi/Evolusi%20Doktrin%20Pertahanan%20Indonesia%20-%20Andi%20Widjajanto.pdf 13



8



kedua faktor tersebut dikenal sebagai kinerja pertempuran (battlefield performance) yang diukur dari kapasitas angkatan bersenjata untuk melakukan: (a) gelar pasukan secara cepat di berbagai wilayah dan berbagai spektrum konflik; (b) manuver pertempuran secara berkesinambungan dengan dukungan tempur dan fasilitas tempur yang memadai; (c) gelar taktik perang yang efektif; serta (d) adaptasi medan pertempuran secara lentur.”



Dengan demikian infrastruktur informasi merupakan arena pertempuran untuk memperoleh keunggulan informasi. Bila Konsep Perang Informasi didukung perkembangan teknologi informasi dapat meningkatkan kemampuan pasukan, merubah cara kerja organisasi, skala organisasi, sistem integrasi, dan infrastruktur perang ataupun militer.maka revolusi dalam gelar,sumber daya serta kebutuhan yang tinggi menjadi isu yang sangat vital dalam revolusi Krida Yudha TNI. Sehingga setidaknya dengan pengembangan doktrin yang dikhususkan pada masingmasing mantra dengan perkembangan teknologi informasi maka priority task minimal yang didapatkan akan mengacu pada tiga prinsip yang dapat dipinjam dari australian’s military strategy16 : first, we must able to defend australia without relying on the combat forces of the other countries - self relience, second, australia needs to be able to control the air and sea approaches to our continent - a maritime strategy, third, although australia's strategic posture is defensive,we would seek to attack hostile forces as far from our shores as possible - proactive operations Sehingga paling tidak dalam RKY Indonesia, kita akan memiliki doktrinisasi yang berkarakter self reliance, maritime strategy, dan proactive operations serta memiliki kemampuan untuk melakukan peperangan terbatas (limited war). Anggaran Pertahanan Guna mendukung revolusi pertahanan militer yang ideal maka diperlukan dukungan anggaran yang ideal pula. Premis ini mencoba memahami bahwa kekuatan pertahanan yang kuat membutuhkan sumber daya nasional yang mampu mendukung transformasi TNI menjadi kekuatan perang yang spesifik. Karena dalam pembangunan kekuatan militer di negara berkembang seperti Indonesia, sering terbentur oleh anggaran pertahanan yang terbatas. Maka diperlukan peramalan anggaran 16



Defence 2000 : Our Future Defence Force, Commonwealth of Australia 2000



9



yang tepat dan akurat dalam merencanakan pembangunan kekuatan militer. Dalam hal ini Connie Rahakundini Bakrie17 menjelaskan kendati tidak ada teori umum yang mampu menjelaskan bagaimana anggaran pertahanaan harus dirumuskan, tetapi dapat dilakukan dengan menggunakan teori perilaku ekonomi (Economic Behavior). Di Indonesia, anggaran pertahanan yang disediakan oleh negara ditetapkan dalam Pasal 7 dan Pasal 8 UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara,18 menurut Andi Widjajanto, untuk mendekati pagu anggaran ideal, anggaran pertahanan Indonesia harus ditingkatkan 540% dari anggaran pertahanan 2006, atau sebesar 150 Trilyun rupiah.19 Sedangkan untuk mencapai RKY, anggaran pertahanan Indonesia harus mengacu kepada standar 4,5 – 5% dari GDP Indonesia. Terkait dengan peramalan anggaran pertahanan yang diperlukan guna mencapai RKY, maka perlu juga menilik Postur TNI, Khususnya dalam Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU), berdasarkan pembangunan Postur TNI AL untuk Tahun 2005-2024 dan pencapaian RKY 2050 maka didapatkan proyeksi sebagai berikut :



a. Postur TNI AL TNI AL memiliki visi untuk membangun angkatan laut setara dengan kekuatan Green Water Navy yang disegani dikawasan Asia.20 Maka TNI AL pada tahun 2024 diharapkan Connie Rahakundini Bakrie, 2007. Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, Yayasan Obor. Jakarta. Hal.45 UU No.3/2002 diakses dari http://www.djpp.depkumham.go.id/inc/buka.php? czoyMzoiZD0yMDAwKzImZj11dTMtMjAwMi5odG0iOw== 19 Andi Widjajanto, Konversi Ekonomi Pertahahan Indonesia, dalam Rahakundini Bakrie, 2007. Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, Yayasan Obor. Jakarta. 20 Connie Rahakundini Bakrie, 2007. Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, Op.Cit Hal.106-107 17 18



10



memiliki 274 KRI, 137 Pesawat Udara, 3 Pasmar, dan 11 Pangkalan Utama. Gambaran perbandingan kondisi nyata KRI, pesawat udara, Pasmar, dan pangkalan utama TNI AL dilihat pada ilustrasi berikut : Tabel 1. Perbandingan Alutsista TNI AL tahun 2006 dan Rencana Tahun 2024 KRI



Pesawat TNI AL tahun 2024 tahun 2006



Pangkalan utama



Pasukan marinir 0



50



100 150 200 250 300



Sumber : Mabes TNI AL, 2006 dalam Rahakundini Bakrie, 2007. Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal,Hal. 108



Untuk mencapai postur TNI AL dalam RKY pada tahun 2050, penulis mencoba melakukan proyeksi kebutuhan Alutsista yang diperlukan TNI AL berdasarkan pengembangan rencana anggaran 2024. Maka dapat digambarkan sebagai berikut :



Tabel 2. Perbandingan Alutsista



KRI



TNI AL tahun 2024 dan KRY Pesawat TNI AL



2050 tahun 2050 tahun 2024



Pangkalan utama



11



Pasukan marinir 0 50 0 0 5 0 0 0 5 0 0 0 5 0 0 0 5 0 0 0 1 1 2 2 3 3 4 4 5



Dengan peramalan bahwa pada tahun 2050 bahwa peningkatan anggaran pertahanan naik sebesar 600 Trilyun atau naik persentasenya dengan kenaikan rata-rata 2,5% dari 150 Trilyun anggaran tahun 2011. maka akan didapatkan kekuatan TNI AL dalam gelar doktrin Blue Water Navy dengan pasmar 5, pangkalan utama 15, pesawat TNI AL menjadi 300 dan jumlah KRI meningkat 450. Dengan peningkatan dengan pembelian dan penambahan alutsista sebagai maritime force yang memiliki kemampuan peperangan tiga dimensi, peperangan Permukaan, peperangan anti kapal selam, dan pertahanan udara dengan menghadirkan Submarine yang dilengkapi misil dan digerakkan dengan tenaga nuklir (SSN) kemudian kapal perang atau PSC (Principal Surface Combatant) seperti : Cruiser, Destroyer, Frigates, Aircraft Carrier, Kapal Patroli atau PPC (Patrol and coastal combatant) seperti corvette, Kapal Pendukung (Amphibious) seperti Landing Ship. Berdasarkan grand strategy dalam membangun kekuatan angkatan laut TNI, untuk submarine idealnya dilengkapi 10 unit kapal selam kategori tactical dengan tipe minimal SSN (Attack submarine nuclear powered) dan 4 buah kapal selam berkategori strategic yang dilengkapi SLBM (Submarine Launch Ballistic Missile). Dengan cara 2 unit SSK yang dimiliki TNI AL perlu di up-grade menjadi SSN dan membeli 12 submarine lagi, 8 unit bertipe SSN dan 4 bertipe SLBM.21 Dengan prioritas kapal selam baru (bukan second hand). Sedangkan untuk PSC dan PCC, idealnya TNI AL menambah Destroyer dan Cruiser masing-masing sebanyak 14 unit, Aircraft Carrier (CV) sebanyak 9 unit, CVN (Aircraft Carrier Nuclear Powered) sebanyak 4 unit dan 1 unit lagi CVH (helicopter carrier).22 Semua kekuatan tersebut tergabung dalam 14 flotila, dimana masing-masing Flotila membawahi 1 skuadron kapal perang (1 Destroyer, 1 Cruiser, 2 Frigate, dan 7 Corvette), 1 Skuadron kapal suport (KRI), 3 21 22



Ibid, Hal. 182-183 Ibid, Hal.187



12



Skuadron terbang (KAL). Sedangkan untuk jumlah PCC yang ideal adalah 98 unit (1000 ton) dengan kemampuan serang yang dilengkapi dengan SAM, Torpedo, maupun senjatan dengan kaliber 57mm. maka dengan jumlah corvette yang dimiliki TNI AL sebanyak 23 unit, maka dibutuhkan jumlah PCC sebanyak 75 unit. Untuk kapal pendukung, jumlah ideal yang dibutuhkan adalah sebanyak 280 unit amphibi bertipe LDH, 10 unit kapal tanker berjenis AORH yang dilengkapi heli-pad, dan 10 unit Repair Ship.23 Kekuatan marinir idealnya, personel 63.000, Tank 840, ACV 145, dan artileri 63, dan untuk naval Aviation, personel 22.000, Fighter 210, FGA 420, Pesawat Intai 28, Pesawat Support 14, Pesawat Patroli 27, pesawat transfort 15, Pesawat Training 30, ATT 310, ASW 290, Helikopter SAR 28, Recce Heli 28, support heli 3, Utillity-heli 22.24 b. Postur TNI AU Sedangkan untuk postur TNI AU, pendekatan kekuatan udara tidak didasarkan jumlah orang tetapi didasarkan jumlah alutsista seperti pesawat, radar, rudal. Maka dari itu TNI AU tidak mengenal satuan tempur, satuan bantuan tempur, dan sebagainya. 25 TNI AU mengelompokkan



kekuatannya



dalam



sistem



senjata



udara,



yaitu



:



Pesawat



(tempur,angkut,helicopter),radar,rudal, dan pangkalan. Tabel dibawah ini memperlihatkan pada kita tentang kebutuhan minimum ideal TNI AU dilihat dari perbandingan dengan jumlah alutsista yang dimiliki RSAF (Republic of Singapore Air Force) dan kondisi yang nyata. Lebih lanjut dalam perumusan alutsista yang ideal yang harus dimiliki TNI AU, akan digunakan standar IISS yang diukur berdasarkan jumlah, komposisi, dan spesifikasi alutsista udara.26



Tabel 3. Kebutuhan Minimum TNI AU dan kondisi Real SkU Tempur SkU Angkut SkU Intai Ibid, Hal. 190-191 24 Ibid. Hal.194 SkU Helikopter 25 Ibid, Hal.111-112 26 Ibid. Hal.197 SkU Latih 23



RSAF TNI AU



13



SkU VIP/VVIP SkU air Defence 0



1



2



3



4



5



6



Keterangan SkU : Skuadron Sumber : Mabes TNI AU, 2006 dan Jane’s Sentinel, Februari-Juli 2002 dalam Rahakundini Bakrie, 2007. Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal,Hal. 108



Untuk mencapai postur TNI AU dalam RKY pada tahun 2050, penulis mencoba melakukan proyeksi kebutuhan Alutsista yang diperlukan TNI AU berdasarkan pengembangan rencana anggaran 2024. Maka dapat digambarkan sebagai berikut : Tabel 4. Kebutuhan



SkU Tempur



Postur Alutsista TNI AU



SkU Angkut



tahun 2050



SkU Intai SkU Helikopter



RSAF TNI AU



SkU Latih SkU VIP/VVIP SkU air Defence 0



2



4



6



8



10



12



14



Dengan peramalan bahwa pada tahun 2050 bahwa peningkatan anggaran pertahanan naik sebesar 600 Trilyun atau naik persentasenya dengan kenaikan rata-rata 2,5% dari 150 Trilyun anggaran tahun 2011. maka akan didapatkan kekuatan TNI AU yang mampu daya tangkal dan pemukul sampai ZEE pada tahun 2024 dan kemampuan pemukul diluar ZEE pada tahun 2050.



14



Dengan pengembangan kapabilitas Strategic airlift, kemampuan intai maritim serta kemampuan serangan untuk mendukung kemampuan maritim.27 Peningkatan alutsista yang diperlukan adalah variasi segala jenis tempur yang memiliki modernisasi dan kapasitas teknologi yang mumpuni. Berdasarkan IISS, total jumlah pesawat yang dimiliki TNI AU berjumlah 247 unit dan hanya sekitar 53% yang berkategori fighter.28 Dengan mengambil rata-rata Asia Pasifik sebagai patokan minimal maka jumlah ideal kekuatan pesawat TNI AU dapat ditentukan sebanyak 1.890 unit guna memenuhi 112 skuadron tempur, 14 skuadron intai, 18 skuadron angkut, dan 4 skuadron support.29 Dengan jumlah pesawat TNI AU sejumlah 237 maka diperlukan tambahan 1.653 unit. Dengan mengikuti komposisi USAF, dapat dirumuskan bahwa pesawat tempur yang harus dimiliki TNI AU sekitar 1.200 unit pesawat, dengan pembagian jenis fighter sebanyak 744 unit dan FGA sebanyak 456 unit dimana untuk tipe fighter, TNI AU wajib secara minimal memiliki tipe-tipe utama dari kekuatan AU di tiga negara utama (Amerika Serikat, Rusia, Cina) yaitu diantara variasi F-16A Fighting Falcon dan F-15A/B/C/D Eagle dengan beberapa tipe lain seperti F-22 Raptor, F-35A/B/C Lighting II dan F-117 Nighthawk (AS), MiG-31 Foxhound, MiG-29 Fulcrum,Su-27SMK Flankers, Su-271B Fullback, MiG-25 Foxbat. MiG-30,MiG-47 (Rusia), untuk tipe FGA (Fighter ground attack) bisa diadaptasi F-16C Fighting Falcon, dan F15E Strike Eagle serta A-10A Thunderbolt II dan F-4D/E/G Phantom (AS) dan dari Rusia terdapat SU-25 Frogfoot dan SU-24 Fencer, serta SU-27B flanker dan SU-34 Fullback. Untuk pesawat bomber 60 unit, pesawat intai (recce) 140 unit, tanker 90 unit, Transport dan Support 150 unit, training sebanyak 250 unit dimana 50% diantaranya harus merupakan combat capable. Untuk gelar Helicopter, jumlah ideal yang perlu dimiliki TNI AU seharusnya sebanyak 230 unit dengan jenis attack sebanyak 112 unit dan assault masing-masing sebanyak 56 unit, dan 62 unit untuk penggunaan transport. Difusi Teknologi Untuk mencapai tujuan melakukan adaptasi teknologi informasi pada kemampuan angkatan tempur AL dan AU, yang paling memungkinkan adalah dengan melakukan Arms Transfer dan Joint Venture atau Co-Production. Dan bahkan melalui reverse engineering. Arms Transfer Departemen Pertahanan, Buku Putih Pertahanan 2008, (Jakarta: Departemen Pertahanan), Hal. 128 Connie Rahakundini Bakrie, 2007. Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, Op.Cit Hal.199 29 Ibid, Hal.204 27 28



15



Sejak tahun 1951 hingga saat ini, difusi teknologi kekuatan persenjataan yang dimiliki TNI sebagian besar masih dipenuhi dari mengimport persenjataan dari negara lain, hal ini merupakan kewajaran dimana kemampuan Indonesia dalam mengolah sumber teknologi sendiri masih belum cukup kuat. Diketahui dari data transfer persenjataan Indonesia terakhir, Jerman dan Rusia merupakan dua negara Exportir terbesar dalam kebutuhan alutsista TNI. (lihat Tabel 4). Tabel.5 Impor senjata ke Indonesia per Exportir 1991-2010



Sumber : Sipri Arms Transfer Database



Tabel.6 Impor senjata ke Indonesia per Komoditi 1991-2010 Aircraft Air Defence System Armoured Vehicles Artillery Engines Missiles Sensors Ships TOTAL



1991-2000 494 0 117 26 39 20 106 1303 2105



2001-2010 735 6 45 18 127 75 111 989 2106



Total 1684 6 162 44 166 95 217 2292 4666



Sumber : Sipri Arms Transfer Database



16



Dilihat dari data terakhir diatas, peningkatan 2% dari total import persenjataan alutsista TNI, lebih disebabkan karena kebutuhan Indonesia untuk maintenance Alutsista Indonesia yang membutuhkan peremajaan dengan basis pengadaan kontraindependen, sehingga dalam tren pola komoditas dan paradigma militer Indonesia dapat dirangkum sebagai berikut. Tabel 6. Impor Senjata dan Paradigma Militer Indonesia Balance of power Kompleksitas kawasan Ideologi Politik LN Organisasi Militer Dinamika Persenjataan Basis Pengadaan



1951-1960 Balancing Revisionis Pola Permusuhan Hawkish Konservatif Inovasi Revisionis Build Up Senjata Dependen



1961-1970 Balancing Revisionis Pola Permusuhan Hawkish Konservatif Inovasi Revisionis Build Up Senjata Dependen



1971-1980 Bandwagoning



1981-1990 Bandwagoning



1991-2000 Bandwagoning



2001-2010 Bandwagoning



Pola Permusuhan Liberal



Pola Persahabatan Liberal



Pola Permusuhan Liberal



Pola Persahabatan Liberal



Inovasi Status Quo Reduksi Senjata Dependen



Inovasi Revisionis Build up Senjata



Inovasi Status Quo Reduksi Senjata Dependen



Inovasi Status Quo Maintenance Senjata Kontradependen



Kontradependen



Sumber : Tangguh Chairil, Tren Kebijakan Impor Senjata Indonesia, Universitas Pertahanan Indonesia, 2011. Bahan Pdf



Kerjasama Pertahanan dalam bentuk Joint venture / Co-Production Selain melakukan difusi teknologi melalui arms transfer, Indonesia juga telah melakukan beberapa kerjasama pertahanan dengan beberapa negara dalam bentuk pembuatan teknologi persenjataan bersama atau turut menjadi bagian penyedia kebutuhan manufaktur dan sumber bahan baku teknologinya.30 Yang nantinya dapat dikembangkan menjadi ToT (Transfer of Technology). Kerjasama pertahanan Indonesia dapat dibagi berdasarkan tahapan waktu, sebelum embargo dan setelah embargo oleh Amerika Serikat. Sebelum embargo, Kerjasama Pertahanan Indonesia terjalin dengan Amerika Serikat, beberapa kasus yang berkenaan dengan Human Right Issues sperti Timor-Timur menyebabkan Indonesia mendapatkan sanksi berupa embargo persenjataan dan suku cadang. Sedangkan pasca embargo, Indonesia mulai mengembangkan kebijakan strategis dengan melakukan kerjasama dengan beberapa negara di kawasan Asia Pasifik seperti Rusia, Cina, dan Korea Selatan, tentunya juga dengan Amerika Serikat. Tabel 7. Bentuk Kerjasama Pertahanan Indonesia pengembangan dan produksi serta proyek bersama pada peralatan pertahanan dan suku cadang, pertukaran dan peralihan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi pertahanan nasional serta pemasaran produk pertahanan sebagai barang dagangan internasional. 30



17



Bentuk Kerjasama Aircraft



Amerika Serikat Helicopter angkut taktis Bell-412EP, F-16C blok 32



Air Defence System Armoured Vehicles Artillery Engines Missiles



Sensors



Rusia SU-27 SKM, SU-30 MK2



Cina



Korea Selatan Joint Production Pesawat Stealth generasi 4,5G KFX/IFX, T-50 Golden Eagle, KT-1B Woong Bee,



PT-76, BMP-3F



Rudal YaKhont



Rudal anti kapal C-802, rudal panggul anti aircraft QW-3, rudal anti kapal C-705



Radar tempur AN/APG untuk Hawk 209



Ships



Pembuatan 3 buah submarine TNI AL, Kapal RS landing Pltform Dock KRI. Dr.Soeharso, kapal LPD,



Sumber : diolah dari berbagai sumber



Reverse engineering Salah satu gagasan yang menarik adalah ide melakukan difusi teknologi melalui reverse engineering dengan mencontoh Cina, ini didasari oleh adanya kemampuan (capability), sumber daya manusia serta fasilitas peralatan industri berat (heavy industry) seperti PT. PAL, Pindad, PT.DI yang kemudian digunakan dengan memproduksi peralatan militer dan tidak tergantung dari negara lain untuk memodernisasi persenjataan. Cara yang paling singkat adalah dengan melakukan reverse engineering sebagaimana dilakukan Korea, Taiwan, Jepang pada awal perkembangannya dan diikuti oleh China yang lebih agresif. China dalam membangun persenjataannya dengan membuat sendiri, membeli dari negara lain, mengimpor beberapa senjata modern kemudian melakukan reverse engineering dan memproduksinya. Proses reverse engineering yang dilakukan adalah dengan mengimpor beberapa persenjataan modern, kemudian mempelajari cara kerjanya, membuat desain dan spesifikasi untuk prototipe model, membuat fisik model, training teknisi, tes dan evaluasi prototipe, setelah itu melakukan produksi.31 Potensi untuk meniru hal yang dilakukan China sangat besar. Banyak fasilitas industri berat yang dimiliki swasta seperti Texmaco, Tjokro, Bukaka dan beberapa fabrikator besar lain. Adapun kelompok industri BUMN yang mempunyai kemampuan untuk mendukung produksi peralatan militer adalah PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, PT Len Industri, Dahana, Pindad, Barata, dan Krakatau Steel. 31



Diakses dari http://militer-indonesia.blogspot.com/2011/02/indonesia-mampu-melakukan-reverse.html



18



Perusahaan-perusahaan tersebut di era Menristek BJ Habibie termasuk dalam industri strategis. Industri pertahanan yang utama (alutsista) adalah: pesawat terbang, perkapalan, misil, IT dan elektronika pertahanan. BUMN dalam kelompok industri strategis. Dengan melakukan reverse engineering, dalam waktu yang tidak terlalu lama akan menguasai rancang bangun industri pertahanan, karena industri strategis tersebut sebelumnya sudah mempunyai banyak pengalaman. Pertama, industri pesawat militer. PT DI yang sebelumnya bernama IPTN telah memiliki pengalaman untuk membuat pesawat militer CN-235, NC-212, helikopter, komponen Airbus, Boeing, Fokker, F-16, membuat persenjataan roket dan torpedo. Sempat membuat prototipe pesawat komersial N250 dengan mesin turboprop dan merencanakan pembuatan pesawat jet N-2130. Sayang keduanya berhenti pengembangannya ketika krisis moneter 1997. Pada 2010 Indonesia membuka kerja sama kembali dengan Korea Selatan yang sebelumnya tertunda, berkaitan dengan rencana produksi bersama, riset hingga terbentuknya prototipe pesawat tempur KF-X. Pesawat single seat bermesin ganda ini adalah jenis pesawat siluman (stealth) yang kemampuannya di atas pesawat Dassault Rafale atau Eurofighter Typhoon dan pesawat F-16 Block 60. Apabila PT DI diberi kesempatan lebih besar, bisa jadi banyak ilmuwan terbaik PT DI yang sebelumnya berpindah kerja ke Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Singapura akan kembali ke Indonesia. Kedua, industri perkapalan. Indonesia memiliki PT PAL yang pada saat ini telah menguasai teknologi produksi untuk kapal bulker sampai dengan 50.000 DWT, kapal kontainer sampai dengan 1.600 TEUS, kapal tanker sampai dengan 30,000 DWT, kapal penumpang, kapal Chemical Tanker sampai dengan 30,000 DWT, kapal LPG carrier sampai dengan 5.500 DWT, kapal landing platform, kapal patroli cepat, tugboat, kapal ikan dan kapal ferry serta penumpang. PT PAL juga telah mengembangkan desain untuk kapal corvette termasuk desain kapal pemburu ranjau. PT PAL seharusnya sudah mampu untuk melakukan reverse engineering kapal corvette dan frigate dari kapal eks Jerman timur yang dimiliki TNI AL. Ketiga, industri roket/misil. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pada Juli 2009 telah berhasil meluncurkan roket dengan nama RX-420 (roket eksperimen diameter 420 mm) di Pameungpeuk Jawa Barat.32 32



Ibid



19



Roket yang akan digunakan untuk pengorbit satelit itu mampu menghasilkan daya 100 ton detik dengan membawa muatan 300 kg, mampu menjangkau radius 100 kilometer dengan kecepatan 4,4 mach atau sekitar 344 meter per detik. Pembuatan tahapan lanjut pengembangan roket dan pengembangan misil dapat melibatkan PT PAL, PTDI, Barata, Pindad, yang mempunyai peralatan industri berat, Dahana yang dapat membuat material high density energy dan bahan peledak sebagai warhead misil, dan LEN untuk teknologi kontrol misil dan torpedo. Keempat, industri IT & elektronika pertahanan. LEN telah mampu membuat peralatan elektronika pertahanan. LEN telah berhasil mengembangkan peralatan tactical communication yang mempunyai matriks hopping yang dirancang khusus untuk mengurangi risiko penyadapan oleh pihak lain. Selain itu, telah mampu membuat peralatan surveillance dan combat management system yang canggih. Dari pengalaman tersebut seharusnya LEN mampu untuk mengembangkan kontrol misil jarak jauh, kontrol misil antikapal dan kontrol misil surface to underwater torpedo. LEN juga seharusnya mampu membuat sistem manajemen logistik peralatan tempur berbasis IT yang canggih. Kemampuan industri strategis apabila dipadukan akan mempunyai kapasitas setara dengan industri berat yang dimiliki Jepang, Korea dan China. Walaupun untuk mengintegrasikannya memerlukan project manager yang memahami kemampuan dari masingmasing industri tersebut. Kemandirian teknologi militer, dengan menggunakan kemampuan dan fasilitas dalam negeri akan menghemat devisa, meningkatkan multiplier effect ekonomi, meningkatkan kemampuan dalam negeri dan meningkatkan keahlian sumber daya manusia Defence Industry Industri pertahanan adalah Industri nasional (pemerintah maupun swasta) yang produknya baik secara sendiri maupun kelompok, termasuk jasa pemeliharaaan dan perbaikan, atas penilaian pemerintah dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan negara.Industri pertahanan, juga disebut industri militer, terdiri dari pemerintah dan industri komersial yang terlibat dalam penelitian, pengembangan, produksi, dan pelayanan peralatan dan fasilitas militer.33 Kerja sama industri pertahanan antara Indonesia dengan beberapa negara diharapkan dapat mendorong pemanfaatan peluang terlibat secara aktif dalam kerjasama produksi dan alih 33



Industri Pertahanan, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Industri_pertahanan



20



teknologi alutsista guna mendukung pertahanan negara dan juga untuk dapat meningkatkan teknologi industri pertahanan dibarengi dengan nilai ekonominya. Guna mendukung grand strategy membangun RKY khususnya pada pemantapan teknologi maritim dan udara, maka pembangunan industri pertahanan utama sebagai center of gravity adalah industri pertahanan yang bergerak dalam memproduksi persenjataan dan teknologi maritim, yaitu PT. PAL sebagai Lead Integrator dalam Industri Pertahanan Indonesia yang didukung PT.DI, PT.Pindad dan lain sebagainya. Tentunya penguatan ini seiring berdasarkan lima kemampuan dalam industri pertahanan yang ingin dijadikan unggulan oleh Indonesia. Pertama, Industri kendaraan tempur (ranpur/armor vehicles) dan kendaraan taktis (Rantis/Tactical vehicles) Kedua, Industri kapal perang atas air (combat vessel) dan bawah air (submarines) serta kapal-kapal pendukungnya (support vessel), Ketiga, Industri pesawatr militer angkut ringan dan sedang (light and medium air transport, fix wing and rotary wing) serta pesawat tempur, Keempat, industri persenjataan ringan dan berat untuk perorangan dan kelompok/satuan (pistol,assault riffle, caraben, SMR, SMB, mortir, AGL, RPG) sampai denfan meriam dan amunisinya (MKK dan MKB), roket/MLRS,torpedo, serta peluru kendali, Kelima, adalah industri peralatan netword centric operation system, mulai dari komunikasi radio. Sistem kendali/kontrol, komputasi, dan komando untuk penembakan senjata, radar, dan thermal optic untuk pencari/deteksi dan penjejak sasaran.34 Untuk membangun sebuah industri pertahanan yang autarki, Indonesia wajib memiliki industri pertahanan dengan kemampuan Industri Pertahanan Indonesia harus berpengaruh diseluruh sektor, khususnya industri maritim.



Tabel 8. Indonesia BUMN BUMN PT. Dirgantara Indonesia PT. Penataran Angkatan Laut (PAL)



Produksi aircraft design, development and manufacturing of civilian and military regional commuter aircraft. All comercial and naval shipping



Diakses dari http://www.pelitaonline.com/read/militer-dan-hankam/nasional/19/10334/inilah-industri-pertahananyang-ingin-dikuasai-indonesia/ 34



21



PT. Pindad



Weapons, Ammunitions, Special Purpose Vehicles, commercial explosives, forging and casting, industrial machinery & services Protective Equipment, Observation surveillance & target, Eye Gears,Training Ammunitions, Aiming Devices, Torchlights & Ear Protections, Subskimmer Explosives manufacturing service, Danfo, Bulk Emulsion, Drilling & Blsating Service, Related service, dayagel seismic, dayagel magnum Defense Electronics, Railway, Signalling, Traction, Navigation, Telecommunication, Renewable Energy, Solar Power.



Cipta Taruna



PT.Dahana



PT. LEN Industri



Sumber : diolah dari berbagai sumber



Tabel 9. Indonesia defence industry PT. Dirgantara Indonesia PT. Penataran Angkatan Laut (PAL) PT. Pindad



PT.Multiinegra



PT. SOG Indonesia PT. Wellracom Group Cipta Taruna



PT.Dahana



Produksi aircraft design, development and manufacturing of civilian and military regional commuter aircraft. All comercial and naval shipping Weapons, Ammunitions, Special Purpose Vehicles, commercial explosives, forging and casting, industrial machinery & services Leading supplier and integrator in Communication, Information Technology, Marine Technology, Safety And Security System High Technology Specialist in Satellite & Radio Communication Radio communication system, marine navigation electronic and information technology Protective Equipment, Observation surveillance & target, Eye Gears,Training Ammunitions, Aiming Devices, Torchlights & Ear Protections, Subskimmer Explosives manufacturing service, Danfo, Bulk Emulsion, Drilling & 22



PT. LEN Industri



Blsating Service, Related service, dayagel seismic, dayagel magnum Defense Electronics, Railway, Signalling, Traction, Navigation, Telecommunication, Renewable Energy, Solar Power.



Sumber : diolah dari berbagai sumber



Dari jumlah Industri pertahanan dan industri penyedia manufaktur (tabel.8 dan tabel.9) sudah cukup dikembangkan menjadi autarki, sehingga Indonesia memerlukan rancang strategis, adanya ToT (Transfer of Technology) dan dukungan pemerintah yang kuat guna mendukung industri pertahanan Indonesia yang Self- Relience. Dalam Rancangan Strategisnya, Indonesia mempunyai rencanan membangun industri pertahanan untuk sistem pertahanan militer negara melalui kebijakan makro. Melalui pembentukan KKIP (Komite kebijakan industri pertahanan). 35 Beberapa pokok point penting dalam tugas dan sasaran kerja KKIP, pertama, dalam butir a. KKIP memastikan capaian industri pertahanan yang kuat ditujukan dalam rangka mewujudkan kemandirian pemenuhan alutsista TNI dan almarsus Polri. Dengan memperkuat basis regulasi dan menekankan kepada penyiapan produk/industri pertahanan masa depan atau new future products / defence industry seperti sensor system dalam submarines dan UAV. Kedua, memberdayakan BPPT sebagai konsultan dalam negeri untuk program ToT Ketiga, komitmen yang kuat dalam menggalang revitalisasi industri pertahanan nasional.36 Tampak dalam kebijakan pemerintah, telah muncul upaya untuk membuat basis industri pertahanan yang bersifat autarki. Model ini mengacu pada adaptasi yang dilakukan oleh Turki dan Korea Selatan, yang walaupun kontradiksi dan dan masih menjadi dengan nilai import senjata terbesar di dunia, keduanya berusaha membangun industri pertahanannya untuk kemandirian domestik. Model ini mensyaratkan kuatnya negara ataupun konglomerasi nasional untuk bisa mendukung proses kemandirian industri pertahanannya.37 Hal ini diperkuat oleh



35



KKIP terdiri dari Menteri Pertahanan, Meneg BUMN, Wakil Menteri Pertahanan. Panglima TNI, Kapolri, Menteri Perindustrian, dan Menristek. Salah satu yang menjadi tugas pokok adalah membangun industri pertahanan dengan mengutamakan produksi dalam negeri sesuai dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhan ekonomi bangsa. 36 Edwin JH. Wuisang & Irawati, Indonesia terus bangun Industri Pertahanan, diakses dari http://www.setkab.go.id/artikel-4532-indonesia-terus-bangun-industri-pertahanan.html 37 Alexandra Retno Wulan, Membentuk Industri Pertahanan Indonesia, diakses dari http://unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=12584&coid=1&caid=58



23



adanya persetujuan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada sidang Paripurna dalam pembentukan rancangan UU Industri Pertahanan dan Keamanan.38 Kesimpulan Aplikatif Dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional, Indonesia memiliki istilah sendiri yang ekuivalen dengan RMA, yaitu Revolusi Krida Yudha.  Revolusi Krida Yudha diharapkan akan mampu mengatasi berbagai bentuk-bentuk ancaman yang akan datang pada masa-masa mendatang.  Pada masa depan, Indonesia akan menghadapi ancaman yang berbeda dengan yang dihadapi saat ini.  Bisa jadi Indonesia akan lebih banyak menghadapi musuh dalam medan pertempuran asimetris.  Ancaman yang kita hadapi dari sisi kuantitas akan lebih banyak bersifat nirmiliter ketimbang bersifat militer.  Peperangan dapat terjadi di semua lini, dengan serangan terhadap berbagai macam sektor.  Peperangan tidak hanya berupa perang fisik, tetapi juga dapat berupa perang non-fisik yang mampu melumpuhkan kita secara moral dan psikologis.  Aktoraktor yang terlibat pun tidak lagi negara, tetapi juga aktor-aktor non-negara dengan senjata yang tidak selalu konvensional. Oleh sebab itu, kita membutuhkan sistem persenjataan yang cukup dapat diandalkan untuk mengatasi berbagai macam bentuk ancaman tersebut.  Sistem persenjataan tersebut adalah sistem persenjataan terintegrasi yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi, di mana antara satu institusi dengan institusi lain yang terutama terkait dengan pertahanan dan keamanan serta penegakan hukum dapat saling terhubung.  Hal itu dibutuhkan agar dapat melakukan deteksi dini dan menanggulangi potensi ancaman di wilayah NKRI yang sangat luas dengan cepat, tepat, efektif, dan efisien.  Segala matra dalam TNI harus dilibatkan total.  Demikian pula dengan institusi lain terkait, seperti Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian, dan industri pertahanan yang dikelola oleh negara.  Dengan demikian, setiap ada potensi ancaman dalam bentuk apapun, baik militer maupun nirmiliter dapat segera ditanggulangi Membangun kapasitas militer yang mengalami RKY membutuhkan evolusi secara bertahap dan political will yang teguh. Komitmen ini dibagi menjadi dua tahapan, yaitu tahapan Termasuk perubahan nama menjadi RUU Industri Pertahanan, visi negara autarki yang menguasai industri pertahanan keamanan self-relience, penyinergian perundang-undangan terkait, penyiapan sumber daya manusia dan anggaran belanja negara, serta pemosisian komite kebijakan industri pertahanan yang tugas dan wewenangnya proporsional dalam mata rantai manajemen pembangunan industri pertahanan keamanan. Diakses dari http://atjehpost.com/read/2012/04/06/5931/24/8/DPD-Setujui-RUU-Industri-Pertahanan-dan-Keamanan 38



24



yang dikejar pada batasan tahun 2024 untuk menggelar kemampuan minimum bersenjata TNI dan tahun 2050 untuk menggelar kemampuan yang bercirikan revolusi krida yudha. Dari perkembangannya, Indonesia telah mulai merumuskan mencapai RKY dalam kemandirian alutsista TNI. Ini merupakan sebuah langkah maju dalam menggapai kesiapan Indonesia menjadi negara dengan kemampuan bersenjata penggetar di kawasan Asia tenggara dan Asia Pasifik pada umumnya. Kesiapan setiap lini yang merupakan seluruh landasan mencapai RKY merupakan tantangan bagi Pemerintah Indonesia untuk merealisasikannya dan mengatasi hambatan-hambatan RKY. Selain itu Untuk melakukan RKY, Indonesia harus bersifat Future Outlook dimana dari faktor teknologi, Indonesia harus bercermin pada rekayasa model peperangan apa yang mungkin terjadi pada tahun 2045 -2060, hal ini didasarkan agar nantinya TNI sebagai kesatuan militer Indonesia



mampu menarik garis Grand Strategy yang siap



terhadap situasi peperangan yang akan terjadi dimasa yang akan datang, dilain sisi dari faktor postur, perlu diperhatikan sektor anggaran yang sesuai dalam rangka capaian postur kekuatan ideal ketahanan yang sesuai dengan standarisasi internasional, yaitu standarisasi 4,5 – 5% dari total GDP negara. Diharapkan dua sektor ini mampu menjadi penopang utama dalam usaha TNI mencapai RKY yang berbasis technologized base. Dengan matrikulasi ini tampak bahwa perang informasi pun akan semakin kompleks dan semakin luas jangkauannya dan tentunya akan berpengaruh terhadap konsep operasi, doktrin, organisasi, infrastruktur, integrasi sistem, serta pendidikan dan latihan TNI dengan harapan RKY yang dilakukan Indonesia mampu menghadapi information war yang terjadi tahun 2045-2050. Kerjasama antar kekuatan laut dan udara dilakukan seperti yang sudah berlaku, namun, tugas tambahan bagi kekuatan udara dan kekuatan laut adalah menyediakan informasi dari hasil pengintaian dimasing-masing wilayahnya untuk mendukung penerapan strategi, sehingga tidak terjadi kesalahan / kekurangan informasi disegala lini. Untuk mempersiapkan kekuatan militer dalam era kecanggihan tehnologi seperti saat ini, konsep pertahanan yang relatif menguntungkan adalah dengan pengaturan dislokasi pasukan yang bersinergi. Dalam satu pangkalan, disamping kekuatan pasukan, juga didukung dengan kekuatan udara dan angkutan laut serta kesiapan logistik dan dalam satu Komando.   Sehingga perlu direvisinya doktrin Eka Sasana Jaya dan Doktrin Swa Bhuwana Paksa untuk dapat mengadaptasi Komando dan Kendali dalam militer yang modern bersandar pada peralatan untuk mencapai postur TNI AL dan AU dalam RKY pada tahun 2050. 25



Y K M W c ) ( :.L Iti G % 5 d y J S P w h lB o k D f a T s m A v ,R u t V ir g n e E 0 2 p Sedangkan dalam pencapaian RKY penulis menyarankan kepada tiga langkah / alur : 1.



Melakukan Arms Transfer, 2. Melakukan Joint Venture atau Co-Production, 3. Melakukan revering ingineering dengan memanfaatkan teknologi serapan yang sudah ada. Tiga alur difusi ini dianggap paling realistis untuk mempercepat capaian KRY dengan tahapan yang cukup jelas menjelang Indonesia RKY 2050.



Sebagai akhirnya, dibuatnya sebuah kerangka industri yang mampu menjadi kerangka yang berpostur Autarki. Dari Jumlah BUMN dan Industri Pendukung lainnya, setidaknya didapatkan



modal dasar terciptanya autarki, sehingga cukup memerlukan tindak lanjut yang mampu mensupport, yaitu : Rancang Strategis dalam menentukan Lead Integrator dan Center of



Gravity, ToT yang diperoleh dari adanya difusi teknologi yang dilakukan, serta dukungan Pemerintah yang kuat dalam membangun dan mendorong Industri Pertahanan yang Self



Relience. Sehingga pada akhirnya dapat digambarkan model RKY Indonesia 2050 pada bagan dibawah ini :



Bagan 1. Model RKY Indonesia 2050



Daftar Pustaka



26



Alexander, David , From Cyberspace to Battlespace, Speculation Information Warfare and the Electronic Order of Battle in the Post-RMA Operational Environtment. Military Technology Magazine Anggoro, Kusnanto 2003. Doktrin Swa Bhuwana Paksa: Substansi, Konsistensi dan Operasionalisasi.



Focus



Group



Discussion-Propatria



diakses



dari



http://www.propatria.or.id/download/Paper %20Diskusi/doktrin_swa_bhuwana_paksa_ka.pdf Bas, Muhammet A. and Andrew J. Coe, 2010, Arms Diffusion and War, Working Paper, Department of Government Harvard University Budiman SP, Letkol Czi. dan Siagian, Heri M. Letkol Czi. Teknologi Informasi dan Strategi Militer. Diakses dari http://seskoad2seskoad.blogspot.com/2009/06/teknologi-informasidan-strategi.html Buku Putih Pertahanan Departemen Pertahanan, 2008, (Jakarta: Departemen Pertahanan). Chairil, Tangguh. 2011. Tren Kebijakan Impor Senjata Indonesia, Paper MK Economic and National Resilience, Indonesia Defense University. Delgrego,William J. Thesis 1996,The Diffusion of Military Technologies to Foreign Nation, Arms Transfer can Preserve the Defense Technological and Industrial base, Gill, Bates & Henley, Lonnie, 1996. China and The Revolution in Military Affairs, Strategic Studies Institute (SSI). Groll-Yaari, Yedidia & Haim Assa, 2010. Diffused Warfare, The Concept of Virtual Mass, Reuven Chaikin Chair in Geostrategy University of Haifa. Hoffman, Frank G. 2007. Conflict In The 21st Century: The Rise of Hybird Wars, Potomac Institute for Policy Studies, Arlington, Virginia. Krepinevich, Andrew & Work, Robert O, 2007. A New Global Defense Posture For The Second Transoceanic Era, Center for Strategic and Budgetary Assesments. CSBA Mallik, Amitav, Technology and Security in the 21st Century, A Demand-side Perspective. SIPRI Research Report No. 20, Stockholm International Peace Research Institute, http://www.sipri.org Nichols, Kenneth L, Technology Transfer and Diffusion, Public Administration and Public Policy- Vol.II



27



Prasetyono



Edy,



Doktrin



TNI



Angkatan



Laut



Eka



Sasana



Jaya,



diakses



dari



http://www.propatria.or.id/download/Paper %20Diskusi/doktrin_aL_eka_sasana_jaya_ep.pdf Rahakundini Bakrie, Connie 2007. Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, Yayasan Obor. Jakarta Revolusi krida yudha sebagai persiapan, http://wahyuibrahimwahyuibrahimaji.blogspot.com/2011/08/revolusi-krida-yudhasebagai-persiapan.html Thomas Owens, Mackubin, 2008. Refllections on Future War, Naval War College Review, Summer Vol 61. No.3 Transformations in Defense Markets and Industries, http://www.fas.org/irp/nic/battilega/transformations_summary.htm UU No.3/2002, diakses dari http://www.djpp.depkumham.go.id/inc/buka.php Widjajanto,



Andi.



Evolusi



Doktrin



Pertahanan



Indonesia,



diakses



dari



http://www.propatria.or.id/loaddown/Paper%20Diskusi/Evolusi%20Doktrin %20Pertahanan%20Indonesia%20-%20Andi%20Widjajanto.pdf Widjajanto, Andi 2010. Revolusi krida yudha; peran komunitas pertahanan Indonesia dalam menuju konsep pertahanan modern, buku Universitas Pertahanan Indonesia,



28