Infeksi Dan Peradangan SP BU MARIA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PROSES TERJADINYA INFEKSI DAN PERADANGAN



Disusun oleh : Nama : Muhammad Fauzan S NIM : D3KP1800542



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA YOGYAKARTA 2021



i



Kata Pengantar Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang proses terjadinya infeksi dan peradangan. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan, kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.



Yogyakarta , 17 Februari 2021



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.............................................................................................ii DAFTAR ISI..........................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.................................................................................................1 B. Rumusan Masalah............................................................................................1 C. Tujuan.............................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN A. Proses Terjadinya Infeksi..............................................................................3 B. Upaya Pencegahan Infeksi.............................................................................9 C. Proses Terjadinya Peradangan.......................................................................9 BAB III PENUTUP A. Simpulan.......................................................................................................19 B. Saran..............................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20



iii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap peradangan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, karena peradangan dapat menyebabkan



keadaan



yang menggelisahkan.



Tetapi



peradangan



sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, yang hasilnya



adalah



netralisasi



dan



pembuangan



agen



penyerang,



penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Sifat menguntungkan dari reaksi peradangan secara drmatis diperlihatkan dengan apa yang terjadi jika penderita tidak dapat menimbulkan reaksi peradangan yang dibutuhkan. Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi obat-obatan yang mempunyai efek samping yang menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini, , ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat, penyabaran yang cepat atau infeksi yang mematikan, yang disebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang terkoodinasi dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan, maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan ditengah jaringan, tetapi pada tepinya, yaitu antara jaringan mati dan jaringan hidupdengan sirkulasi yang utuh. Juga jika cidera yang langsung mematikan hospes, maka tidak ada petunjuk adanya reaksi peradangan, karena untuk timbulnya reaksi peradangan diperlukan waktu.



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses terjadinya infeksi ? 2. Bagaimana proses terjadinya peradangan ?



1



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui proses terjadinya infeksi 2. Untuk mengetahui proses terjadinya peradangan



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Proses Terjadinya Infeksi 1. Pengertian Infeksi Infeksi



adalah



proses



invasif



oleh



mikroorganisme



dan



berproliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi merupakan suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman patogen atau mikroorganisme lain ke dalam tubuh yang dapat menimbulkan reaksi tertentu. Contoh reaksi tersebut adalah perubahan sekunder berupa peradangan (inflamation) yang ditandai antara lain oleh vasodilatasi pembuluh darah lokal, peningkatan permeabilitas kapiler dan pembengkakan sel. 2.



Penyebab Terjadinya Infeksi a. Bakteri Bakteri dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat hidup didalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah, makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya. Penyakit



Agen Umum



Primer Impetigo 



Impetigo krutosa







Impetigo bulosa



Streocococcus β – hemolyticus Staphylococcus aureus



Seluitis dan erisipelas



Grup A Streptococci



Staphylococcus scaled syndrome



S.aureus



Folikutitis



S.aureus



Superfisial folikulitis Staphylococcus folikulitis



S.aureus



Gram-negatif folikulitis



Klebsiella pneumoniae,



3



Enterobacter aerogene, Proteus vulgaris. Furunkel



S.aureus



Pitted keratolisis



Gram – positif coryneforms



Sekunder Citrobacter fruendii,



Ulkus diabetikum



Acinetobacter baumanii Pseudomonas aeruginos,



Luka bakar



Burkholderia cepacia



b. Virus Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus masuk dalam sel hidup untuk diproduksi. c. Fungsi Fungi terdiri dari ragi dan jamur d. Parasit Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit adalah protozoa, cacing dan arthropoda. 3.



Cara Penularan Infeksi a. Kontak Langsung, tidak langsung, droplet b. Udara Debu, kulit lepas c. Alat Darah, makanan, cairan intra vena d. Vektor / serangga Nyamuk, lalat



4



4.



Tipe Infeksi a. Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana mikroorganisme tinggal (luka terinfeksi) b. Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian tubuh



yang



lain



dan



menimbulkan



kerusakan.



(radang



tenggorokan, TB Paru) c. Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri (leukimia) d. Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat e. Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang lama (dalam hitungan bulan sampai tahun) 5.



Tanda-tanda Infeksi 1. Tanda Infeksi Lokal a) Rubor : Warna merah Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul,terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengandarah.Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merahlokal karena peradangan akut. b) Kalor : Panas Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak dari pada ke daerah normal. c) Tumor : Pembengkakan Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.



5



d) Dolor : Rasa nyeri Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf.Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang. e) Functiolaesa : Gangguan fungsi Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2012).Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang. 2. Tanda Infeksi Sistemik a. Demam b. Malaise c. Anoreksia d. Mual dan muntah e. Sakit kepala f. Diare 6.



Rantai Proses Infeksi a. Agen Infeksius Kemampuan mikroorganisme menimbulkan infeksi tergantung pada jumlah



mikroorganisme



yang



masuk,



potensi



menyebabkan



penyakit, kemampuan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh hospes, kerentanan hospes, kemampuan untuk hidup dalam tubuh hospes. b. Sumber Infeksi (Reservoir) Habitat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme, antara lain manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan. c. Pintu Keluar (Portal of exit) Tempat mikroorganisme dapat meninggalkan reservoir, misalnya saluran pernapasan (pada saat bersin, batuk), saluran pencernaan (feses), darah dari luka terbuka, dll



6



d. Metode Penyebaran Penyebaran langsung, penyebaran tidak langsung melalui media atau vektor, penyebaran melalui udara. e. Pintu Masuk (Portal of entry) Tempat masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh hospes. Umumnya masuk melalui jalur yang sama seperti reservoir. f. Hospes yang rentan Individu tempat mikroorganisme berkembang. Individu yang rentan beresiko mengalami infeksi. 7.



Proses Infeksi a. Tahap Inkubasi Periode sejak masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh hingga munculnya gejala. Inkubasi disebut juga masa tunas, masa dari mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu kena tular) sampai pada waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa ikubasinya. Penularan penyakit dapat terjadi selama masa inkubasi. Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh: 1. Jenis mikroorganisme. 2. Virulensi



atau



ganasnya



mikroorganisme



dan



Jumlah



mikroorganisme.  3. Kecepatan berkembang biaknya mikroorganisme dan Kecepatan pembentukan toksin dari mikroorganisme. 4. Porte de’entre (pintu masuk dari mikroorganisme). 5. Endogen (daya tahan host atau tuan rumah). b. Tahap Prodormal Dimulai dari munculnya gejala umum hingga munculnya gejala spesifik. Pada tahap ini individu sangat infeksius (mudah menularkan / menyebarkan mikroorganisme patogen ke orang lain). c. Tahap Sakit Periode



dengan



perkembangan



gejala



spesifik



yang



dapat



menimbulkan menifestasi pada orang yang terinfeksi dan seluruh



7



bagian tubuh. Penderita dalam keadaan sakit.Merupakan tahap tergangunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala (signs and symptoms) penyakit.Dalam perjalanannya penyakit akan berjalan bertahap. Pada tahap awal,tanda dan gejala penyakit masih ringan.Penderita masih mampu melakukan aktivitas harian dan masih dapat diatasi dnegan berobat jalan.Pada tahap lanjut,penyakit tidak dapat diatasi dengan berobat jalan,karena penyakit bertambah parah,baik secara obyektif maupun subyektif. Pada tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-hari dan jika berobat umumnya membutuhkan perawatan. Penularan mikroorganisme melalui hidung, mulut, telinga, mata, urin, feses, sekret dari ulkus, luka, kulit, organ-organ dalam. d. Tahap Konvalensi Periode mulai dari penurunan gejala hingga individu sehat kembali. Waktunya berbeda-beda setiap individu. Sembuh sempurna : Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sediakala. Sembuh dengan cacat : Penderita sembuh dari sakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental, maupun cacat sosial. Pembawa (carier) : Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dnegan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab masih ada dan masih potensial sebagai sumber penularan. 8.



Sistem Pertahanan Terhadap Infeksi a. Kulit : sebum yg mengandung asam lemak yg mampu membunuh beberapa jenis bakteri b. Mulut : saliva membuang partikel yg mengandung mikroorganisme c. Saluran pernapasan : silia di jalan napas bagian atas menjebak mikroorganisme yg diinhalasi



8



d. Saluran urinarius : pembilasan dari aliran urine dpt membuang mikro organisme yg ada pada saluran urinarius e. Saluran pencernaan : keasaman lambung secara kimia merusak mikroorganisme yg tidak tahan asam 9. Factor – factor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial. Secara umum factor yang mempengaruhi terjadinya nosocomial terdiri dari 2 bagian besar, yaitu : 1. Factor Endogen ( umr, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan kondisi – kondisi local ). 2. Factor Eksogen ( lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkungan ).



B. Upaya Pencegahan Infeksi Secara umum, tanggung jawab perawat dalam pencegahan infeksi antara lain : 1. Mendidik individu agar terhindar dari infeksi Melalui upaya imunisasi, perbaikan nutrisi, istirahat dan tidur yang cukup, menghindari stress. 2. Membiasakan diri mencuci tangan Cuci tangan merupakan salah satu upaya paling efektif dalam mengontrol infeksi. 3. Mencegah



penyebaran



kuman



melalui



tindakan



desinfeksi/sterilisasi.



C. Proses Terjadinya Peradangan 1. Pengertian Peradangan Peradangan adalah reaksi lokal pada vaskular dan unsur-unsur pendukung



jaringan



terhadap



cedera



terhadap



cedera



yang



mengakibatkan pembentukan eksudat kaya protein. Peradangan merupakan respon protektif sistem imun nonspesfik yang bekerja untuk melokalisasi, menetralisasi, atau menghancurkan agen pencedera



9



dalam persiapan untuk proses penyembuhan. Peradangan adalah reaksi perlindungan normal dari tubuh terhadap luka. Peradangan merupakan reaksi terhadap sistem kekebalan untuk melindungi mahluk hidup dari infeksi dan luka. Hal tersebut untuk membatasi dan membunuh jaringan yang rusak sehingga tubuh dapat mulai untuk sembuh. Jika peradangan akut berlangsung maka peradangan kronis akan muncul dan akan bertahan tahunan atau bahkan selama seumur hidup. Penyebab-penyebab peradangan meliputi agen-agen fisik, kimia, reaksi imunologik, dan infeksi oleh organisme-organisme patogenik. Infeksi tidak sama dengan peradangan , infeksi hanya merupakan salah satu tanda penyebaab peradangan.



2. Gambaran Mikroskopis Peradangan Akut Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cideraatau kematian sel. Gambaran mikroskopis peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau dan masih dikenal sebagai tandatanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad sekarang ini, yaitu perubahan fungsi (function laesa). a. Rubor (kemerahan) Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai daerah daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih bannyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat akan terisi oleh darah. Keadaan



ini



menyebabkan



yang



dinamakan



warna merah



10



hyperemia



atau



kongesti,



lokal karena peradangan



akut.



Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh, baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine. b. Kalor (panas) Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 370 C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih lebih banyak dari pada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh didalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 370 C dan hyperemia tidak menimbulkan perubahan. c. Dolor (nyeri) Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya, bahan pH lokal atau kongesti lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat merangsang sel-sel saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang juga dapat mengakibatkan penigkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi juga dapat menimbulkan nyeri. d. Tumor (pembengkakan) Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringanjaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun paada daerah peradangan disebut eksudat, pada keadaan dini reaksi peradangan , sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian



11



sel-sel darah putih Eatau leukosit meninggalkan aliaran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat. e. Function laesa (perubahan fungsi) Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai denagn sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi yang abnormal, berfungsi juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu.



3. Aspek Cairan Pada Peradangan f. Eksudasi Untuk memahami aliran cairan yang cepat melalui dinding pembuluh ke jaringan yang mengalami peradangan, perlu untuk mengingat kembali prinsip- prinsip yang mengatur transpor cairan normal. Dinding selular pembuluh darah yang terkecil (misal, kapiler dan venule) memungkinkan molekulmolekul kecil lewat, tetapi menahan molekul-molekul besar (seperti, protein plasma tetap didalam lumen pembuluh darah. Sifat pembuluh darah yang semipermiabel ini menimbulkan tekanan osmotik yang cenderung menahan cairan di dalam pembuluh darah. Kejadian ini diimbangi oleh dorongan keluar tekanan hidrostatik di dalam pembuluh darah. Eksudat peradangan semacam itu mengandung protein plasma dalam jumlah yang cukup signifikan. Jadi, peristiwa penting pada peradangan



akut



adalah



perubahan



permeabilitas



pembuluh-pembuluh yang sangat kecil di daerah peradangan tersebut, yang mengakibatkan kebocoran protein. Proses ini kemudian diikuti oleh pergeseran keseimbangan osmotik, dan air keluar bersama protein, menimbulkan pembengkakan jaringan.



12



Sel-sel endotel yanf melapisi pembuluh kecil menyebabkan timbulnya sifat semipermiabel yang biasa pada pembuluh darah, dan sel-sel inilah yang mengubah hubungannya antara satu dengan yang lain pada peradangan akut, menimbulkan kebocoran protein dan cairan. g. Limfatik dan Aliran Limf Cairan interstisial secara perlahan menembus ke dalam saluran limfatik dan limf yang terbentuk dibawa ke sentral ke dalam tubuh, akhirnya bergabung kembali dengan darah vena. Jika suatu daerah meradang, biasanya terjadi peningkatan mencolok pada aliran limf yang keluar dari daerah itu. Saluran limfatik tampaknya dipertahankan dalam posisi terbuka karena sebuah jaringan membengkak akibat suatu sistem serabut jaringan ikat yang tertambat pada dinding limfatik. Tidak hanya aliran limf yang meningkat tetapi juga kandungan protein dan sel pada limf juga meningkat selama peradangan akut. Peningkatan aliran bahan-bahan ini melalui limfatik menguntungkan, karena cenderung meminimalkan pembengkakan pada jaringan yang meradang dengan mengeluarkan sebagian eksudat. Namun,



limfatik



dapat



membawa



agen-agen



yang



menimbulkan cedera dari tempat peradangan primer sampai ketempat yang jauh dari tubuh. Limfangitis peradangan pada pembuluh limfatik, limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar getah bening.



4. Aspek Seluler pada Peradangan a. Marginal dan Emigrasi Pada awal peradangan akut, waktu arteriol berdilatasi, aliran darah radang bertambah, namun sifat aliran darah segera berubah. Hal ini disebabkan karena cairan bocor keluar dari mikrosirkulasi yang permeabilitasnya bertambah. Sejumlah besar dari eritrosit, trombosit dan leukosit ditinggalkan, dan 13



viskositas naik, sirkulasi didaerah yang terkena radang menjadi lambat. Hal menyebabkan leukosit akan mengalami marginasi, yaitu bergerak kebagian arus perifer sepanjang aliran pembulh darah, dan mulai melekat pada endotel. Akibatnya pembuluh darah tampak seperti jalan berbatu, peristiwa ini disebut dengan emigrasi. b. Kemotaksis Pergerakan leukosit pada interstisial dari jaringan yang meradang, waktu mereka sudah beremigrasi, merupakan gerakan yang bertujuan. Hal ini disebabkan adanya sinyal kimia. Fenomena ini disebut dengan kemotaksis. c. Mediator peradangan Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen, yang dikenal dengan substansi dari peradangan. Mediator dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok: 1. Amina vasoaktif 2. Substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma 3. Metabolit asam arakhidona 4. Berbagai macam produk sel d. Histamine Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin, yang mampu menghasilkan vasodilatasi dan penigkatan permeabilitas vaskuler. Sebagian besar histamin disimpan dalam sel mast yang tersebar luas dalam tubuh. e. Factok-faktor plasma Plasma darah adalah sumber yang kaya akan sejumlah mediator penting. Agen utama yang mengatur sistem ini adalah faktor Hageman (faktor XII), yang berada dalam plasma, dalam bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh berbagai cidera.



14



f. Metabolit asam arakhidonat Berasal dari banyak fosfolipid membrane sel, ketika fosfolipid diaktifkan oleh cidera atau mediator lain. Asam arakhidonat dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yaitu jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase, menghasilkan sejumlah prostaglandin, trombokson dan leukotrin. 5. Jenis dan Fungsi Leukosit a. Granulosit Granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil, masingmasing memiliki granula dalam sitoplasma. Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar didalam eksudat adalah netrofil. Netrofil mampu bergerak aktif seperti amoeba dan mampu



menelan



berbagai



memberikan respon terhadap



zat



(fagositosis).



Eosinofil



rangsangan kemotaktik khas



tertentu pada reksi alergi dan mengandung zat-zat yang toksik terhadap



parasi-parasit



tertentu



dan



zat-zat



yang



memperantarai peradangan. Basofil berasal dari sumsum tulang seperti granulosit lainnya. Basofil darah dan sel mast jaringan dirangsang untuk melepaskan kandungan granulanya kedalam lingkungan sekitarnya pada berbagai keadaan cidera, baik rekasi imunologis maupun reaksi nonspesifik. b. Monosit Merupakan bentuk monosit yang berbeda dari granulosit, karena susunan morfologi intinya dan sift sitoplasmanya yang relatif agranular. Sel yang sama, yang terdapat dalam pembuluh darah disebut juga dengan monosit, dan jika terdapat dalam eksudat, disebut dengan makrofag. Makrofag mempunyai fungsi yang sama denganfugsi netrofil polimorfonuklear, dimana makrofag adalah sel yang bergerak aktif yang memberi respon terhadap rangsang



15



kemotaksis,



fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencerna berbagai agen. c. Limfosit Umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat kecil, dalam waktu yang cukup lama, yaitu sampai reaksi peradangan menjadi kronik. Leukosit yang telah dimobilisasi tidak hanya menangkap mikroba yang menyerbu, tetapi juga menghancurkan sisa jaringan hingga proses perbaikan dapat dimulai. 6. Bentuk Peradangan a. Eksudat nonseluler Eksudat serosa Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa, yang pada dasarnya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah saat radang. Contoh eksudat serosa adalah cairan luka melepuh. Pengumpulan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik, bukan disebabkan oleh peradangan, disebut dengan transudat. Eksudat fibrinosa Terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah peradangan yang mengandung banyak fibrinogen.



Eksudat



fibrinosa



sering



dijumpai



diatas



permukaan serosa yang meradang. Eksudat misinosa Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membrane mukosa, dimana terdapat sel-sel yang dapat mensekresi musin. Eksudat ini merupakan sekresi sel, bukan dari bahan yang keluar dari pembuluh darah. Contoh eksudat ini adalah pilek yang disertai berbagai infeksi pernapasan bagian atas.



16



b. Eksudat seluler Eksudat netrofilik Disebut juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi bakteri. Infeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi netrofil yang luar biasa tingginya didalam jaringan, banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis yang kuat kesekitarnya. Eksudat campuran Campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai dengan campurannya. Misalnya, eksudat fibrinopurulen terdiri dari fibrin dan netrofil polimorfonuklear. c. Peradangan granulamatosa Jenis radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam jumlah besar dan pengelompokannya menjadi gumpalan nodular yang disebut granuloma.



7. Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan a. Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh kedaerah yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai darah kedaerah yang terkena, maka proses peradangannya sangat lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan yang jelek. b. Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau daerah cidera atau daerah peradangan lainnya, salah satunya adalah bergantung pada poliferasi sel dan aktivitas sintetik, khususnya sensitif terhadap defisiensi suplai darah lokal dan juga peka terhadap keadaan gizi penderita. c. Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing atau jaringan nekrotik dalam luka, oleh adanya infeksi luka dan immobilisasi yang tidak sempurna. d. Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi saat proses penyembuhan luka. Jaringan parut mempunyai sifat alami untuk memendek dan menjadi lebih padat, dan kompak



17



setelah beberapa lama. Akibatnya adalah kontraktur yang dapat membuat dareah menjadi cacat dan pembatasan gerak pada persendian. e. Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai adalah amputasi atau neuroma traumatik, yang secara sederhana merupakan poliferasi regeneratif dari serabutserabut saraf kedalam daerah penyembuhan dimana mereka terjerat pada jaringan parut yang padat. 8. Aspek Sistemik dari Peradangan a. Demam adalah fenomena umum yang sering terjadi sejajar dengan proses peradangan lokal, yang manular maupun yang tidak manular. Penyebab demam adalah dilepaskannya pirogen endogendari netrofil dan makrofag. Zat-zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu dihipotalamus. Hal lain yang mencolok yang mengikuti proses peradangan lokal adalah perubahanperubahan hematologis yang biasa ditemukan. b. Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan yang mempengaruhi



proses



pendewasaan



(maturasi)



dan



pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan kenaikan jumlah suatu leukosit, kenaikan ini disebut dengan leukositas. Pada cidera yang hebat, gejala berupa malaise, anoreksia dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang beratnya



berbeda-beda,



melakukan apapun.



18



bahkan



sampai



tidak



berdaya



BAB III PENUTUP



D. Simpulan Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi merupakan suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman patogen atau mikroorganisme lain ke dalam tubuh yang dapat menimbulkan reaksi tertentu. Peradangan adalah reaksi lokal pada vaskular dan unsur-unsur pendukung jaringan terhadap cedera terhadap cedera yang mengakibatkan pembentukan eksudat kaya protein. Peradangan merupakan respon protektif sistem imun nonspesfik



yang



bekerja



untuk



melokalisasi,



menetralisasi,



atau



menghancurkan agen pencedera dalam persiapan untuk proses penyembuhan. Peradangan adalah reaksi perlindungan normal dari tubuh terhadap luka. Infeksi tidak sama dengan peradangan , infeksi hanya merupakan salah satu tanda penyebaab peradangan.



E. Saran Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan membaca dan mempelajari isi makalah ini, diharapkan pengetahuan pembaca tentang radang dapat bertambah, serta mengerti tentang akibat dan pengaruh yang disebabkan oleh radang itu sendiri. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini belum sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi perbaikan penulisan yang akan datang.



19



DAFTAR PUSTAKA Dorland, D.A Newman 2012. Kamus kedokteran Dorland ; Edisi 28. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Price, sylvia A dan Wilson Lorraine M. 2012. Potofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit . Jakarta: Buku Kedokteran EGC Tambayong, J. Jan.2012. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC J. Corwin, Elisabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC



20