Proses Peradangan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap peradangan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, karena peradangan dapat menyebabkan keadaan yang menggelisahkan. Tetapi peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Luka ringan maupun luka berat setiap orang pasti pernah mengalaminya, namun sebelum kita melakukan perawatan luka pada pasien, sebenarnya kita mengetahui lebih dalam tentang peradangan dan penyembuhan luka. Peradangan dan penyembuhan luka merupakan dua hal yang saling berhubungan satu sama lain namun berbeda dalam prinsip, mekanisme kerja, dan fungsinya. Proses yang terlebih dahulu terjadi adalah peradangan, karena peradangan merupakan salah satu fase yang harus dilewati sebelum terjadinya penyembuhan luka. Sifat menguntungkan dari reaksi peradangan secara dramatis diperlihatkan dengan apa yang terjadi jika penderita tidak dapat menimbulkan reaksi peradangan yang dibutuhkan. Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi obat-obatan yang mempunyai efek samping yang menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini, ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat, penyebaran yang cepat atau infeksi yang mematikan, yang disebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang terkoordinasi dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan, maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional.



1



Jika jaringan yang nekrosis luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan ditengah jaringan, tetapi pada tepinya, yaitu antara jaringan mati dan jaringan hidup dengan sirkulasi yang utuh. Juga jika cedera yang langsung mematikan hospes, maka tidak ada petunjuk adanya reaksi peradangan, karena untuk timbulnya reaksi peradangan diperlukan waktu. Sebab-sebab peradangan banyak sekali dan beraneka ragam dan penting sekali untuk diketahui bahwa peradangan dan infeksi itu tidak bersinonim. Dengan demikian maka infeksi (adanya mikroorganisme hidup dalam jaringan) hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. Peradangan dapat terjadi dengan mudah steril sempurna seperti waktu sebagian jaringan mati karena hilangnya suplai darah. Karena banyaknya keadaan yang mengakibatkan peradangan maka pemahaman proses ini merupakan dasar bagi ilmu biologi dan kesehatan. Tanpa memahami proses ini orang tidak dapat memahami prinsip-prinsip penyakit menular, pembedahan, penyembuhan luka, dan respon terhadap berbagai trauma atau prinip-prinsip bagaimana tubuh menanggulangi bencana kematian jaringan, seperti stoke, serangan jantung dan sebagainya. Walaupun ada banyak sekali penyebab dan ada berbagai keadaan dimana dapat timbulnya peradangan kejadian secara garis besar cenderung sama, hanya saja pada berbagai jenis peradangan terdapat perbedaan secara kuantitatif. Oleh karena itu, reaksi peradangan dapat dipelajari sebagai gejala umum dan memperlakukan perbedaan kuantitatif secara sekunder.



1.2 Rumusan Masalah 1.2.1



Apa pengertian inflamasi/ peradangan ?



1.2.2



Apa saja yang termasuk sel-sel radang ?



1.2.3



Bagaimana tanda dan gejala radang ?



1.2.4



Apa saja penyebab radang ?



1.2.5



Apa terminologi dari inflamasi ?



1.2.6



Apa patofisiologi radang ?



2



1.2.7



Bagaimana roses terjadinya radang akut dan radang kronis ?



1.2.8



Bagaimana proses penyembuhan dan perbaikan Jaringan ?



1.2.9



Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyembuhan inflamasi ?



1.3 Tujuan Tulisan 1.3.1



Untuk mengetahui definisi dari radang.



1.3.2



Untuk mengetahui apa saja yang termasuk sel-sel radang



1.3.3



Untuk mengetahui tanda dan gejala radang



1.3.4



Untuk mengetahui beberapa penyebab radang



1.3.5



Untuk mengetahui apa saja terminologi inflamasi



1.3.6



Untuk mengetahui patofisiologi radang



1.3.7



Untuk mengetahui apa itu radang akut dan kronis serta prosesnya serta radang yang sering ditemui



1.3.8



Untuk memahami proses penyembuhan dan perbaikan jaringan



1.3.9



Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi inflamasi



1.4 Manfaat Tulisan 1.4.1



Secara Teoretis Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa keperawatan untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Proses Peradangan.



1.4.2



Secara Praktis Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan yang nantinya ilmu tersebut dapat dipahami dan dipraktikkan langsung di lingkungan masyarakat.



1.5 Metode Tulisan Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode bacaan dan penelusuran IT. Pada metode bacaan, kami menggunakan beberapa referensi atau



3



buku-buku/literatur. Sedangkan pada metode penelusaran IT ini, kami mencari tambahan referensi pada internet. Kedua metode tersebut kami gunakan untuk melengkapi data-data yang ada hubungannya dengan pokok bahasan Proses Peradangan.



1.6 Sistematika Tulisan COVER KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Tulisan 1.4. Manfaat Tulisan 1.5. Metode Tulisan 1.6. Sistematika Tulisan BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Inflamasi/Peradangan 2.2. Sel-Sel Radang 2.3. Tanda dan Gejala Radang 2.4. Penyebab Radang 2.5. Terminologi Terkait Radang 2.6. Patofisiologi Radang 2.7. Proses Terjadinya Radang Akut & Radang Kronis serta Contoh Radang yang Sering Ditemui 2.8. Proses Penyembuhan dan Perbaikan Jaringan 2.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflamasi BAB III PENUTUP 3.1. Simpulan 3.2. Saran DAFTAR PUSTAKA



4



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Inflamasi/Peradangan Istilah inflamasi yang berasal dari kata inflammation yang artinya radang, peradangan. Sedang istilah inflamasi sendiri asalnya dari bahasa latin yaitu : inflammation : inflammare yang artinya membakar. Inflamasi adalah respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi atau mengurung suatu agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Pada bentuk akut ditandai oleh tanda klasik yaitu nyeri (dolor), panas (kalor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa). Secara histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, yaitu mencakup dilatasi arteri, kapiler, dan venula, dan disertai peningkatan permeabilitas dari aliran darah, eksudasi cairan, termasuk protein plasma, dan migrasi leukosit ke dalam fokus peradangan. Jadi dengan kata lain inflamasi/peradangan merupakan proses sentral dari pathogenesis dan juga merupakan suatu fungsi pertahanan tubuh termasuk masuknya organisme maupun gangguan lain. Peristiwa timbulnya inflamasi kini lebih dapat dipahami dengan penemuan-penemuan berbagai macam zat yang merupakan mediator dalam peran sertanya mengatur, mengaktifkan sel-sel, baik dari darah maupun jaringan dan kemudian dapat timbul gejala dari jaringan yang menderita. Gejala akut yang klasik seperti tertera di atas. Inflamasi, merupakan keadaan perubahan dinamik yang konstan, yaitu suatu reaksi dari jaringan hidup guna melawan berbagai macam rangsang. Peristiwa tersebut bercirikan adanya pancaran kebawah (kaskade) dari sel-sel dan fenomena humoral. Hampir semua kejadian inflamasi, termasuk yang dipengaruhi rangsang “non-antigenik”, mempunyai komponen imunologik, dan difokuskan pada kaskade inflamasi pada target khusus, apakah waktunya diperpendek atau diperpanjang, dan mengurangi atau meniadakan intensitasnya. 5



Inflamasi secara normal adalah proses yang self limiting, bila faktor-faktor yang dipengaruhi dapat dilenyapkan, maka inflamasi dapat hilang. Keadaan demikian merupakan rangkaian yang umum tampak pada inflamasi akut. Inflamasi yang umum tampak pada peristiwa inflamasi akut. Inflamasi kronis tidak dapat dipungkiri karena faktor yang mula-mula ada tidak dapat dilenyapkan, karena mereka melengkapi lagi atau mengekalkan diri, atau melalui kegagalan dari mekanisme diri yang gagal dalam proses inflamasi. Kemudian proses inflamasi akan berubah bentuk dari mekanisme protektif, dan pada kebanyakan kasus menjadi kerusakan yang irreversibel dari jaringan normal.



2.2 Sel-sel Radang Terdapat dua bagian fungsi pertahanan tubuh, yaitu sitem imun bawaan (tidak spesifik), dan penyesuaian (spesifik). Masing-masing terdiri dari berbagai macam sel dan faktor-faktor yang larut. Sel-sel dari respons bawaan adalah neutrofil fagositosis dan makrofag, bersama-sama dengan basofil, sel-sel mast, eosinofil, trombosit, monosit, dan sel-sel pembunuh alami (Natural Killer (NK) cells). Sel-sel yang termasuk dalam fungsi penyesuaian adalah antibodi, imunoglobin IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD, yang dihasilkan oleh limfosit B dan sel plasma, dan limfokin-limfokin yang kebanyakan diproduksi oleh limfosit T. sedangkan faktor bawaan yang larut adalah lisosim, interferon, sitokin, komplemen protein fase akut. Respon bawaan merupakan garis pertahanan terhadap invasi jaringan oleh mikroorganisme dan berguna dalam pengenalan oleh antigen spesifik atau kemahiran dalam mengingat. Sedangkan sistem imun penyesuaian menggunakan ingatan untuk menjelaskan.



6



2.3 Tanda dan Gejala Radang a. Rubor (kemerahan) Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan demikian, lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia



pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara



neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin (Abrams, 1995; Rukmono, 1973). b. Kalor (panas) Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37 °C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan



7



tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan ke daerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringanjaringan tersebut sudah mempunyai



suhu



inti



37°C,



hyperemia



lokal



tidak menimbulkan perubahan. (Abrams, 1995; Rukmono, 1973). c. Tumor (pembengkakan) Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringanjaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat. (Abrams, 1995; Rukmono 1973) d. Dolor (nyeri)



Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara.



Perubahan



pH



lokal



atau



konsentrasi



lokal



ion-ion tertentu



dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang. Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Abrams, 1995; Rukmono, 1973). e. Fungsio Laesa (perubahan fungsi), bagian yang bengkak, nyeri disertai



sirkulasi yang abnormal dan lingkungan kimiawi local yang abnormal, akhirnya berfungsi secara abnormal



2.4 Penyebab Radang a. Agen Kuman, Bakteri, dan virus  Golongan Kokus 1. Stafilokokus



8



2. Streptokokus 3. Meningokokus 4. Pneumokokus 5. Diplokokus  Golongan virus 1. RNA : Polio, rabies 2. DNA : HIV  Golongan mikrobakterium : 1. KP 2. MH  Golongan Parasit 1. Malaria 2. Sifilis 3. Kencing tikus 4. Cacing : Cacing Kremi, cacing pita, cacing tambang,cacing gelang 5. Elephanthiasis  Golongan Jamur- jamur 1. Kandida sp 2. Kriptokokus neoformans 3. Epidermophyta 4. Aspergyllus sp 5. Tinea : Ingunialis, Kapitis, Versikolo b. Benda-benda tajam ( pisau, jarum kapak) c. Suhu d. Radiasi (sinar X, nuklir) e. Listrik (voltase tinggi) f. Zat-zat kimia (HNO3, H2SO4, Toksin : berupa kalajengking, ular)



9



2.5 Terminologi Terkait Radang a. Edema : cairan yang berlebihan dalam jaringan interstisial atau rongga tubuh; dapat berupa eksudat ataupun transudat. b. Eksudat : cairan radang ekstravaskular dengan kadar protein yang tinggi dan debris seluler; berat jenisnya di atas 1,020. c. Eksudasi : ekstravasasi cairan, protein, dan sel-sel darah dari pembuluh darah ke dalam jaringan interstisial atau rongga tubuh. d. Pus : nanah; eksudat radang yang purulen & banyak mengandung sel-sel neutrofil serta debris. e. Transudat : cairan ekstravaskular dengan kadar protein yang rendah dan berat



jenis di bawah 1,012; pada hakekatnya, transudat merupakan ultrafiltrat plasma darah yang terbentuk karena kenaikan tekanan cairan atau penurunan tekanan osmotik di dalam plasma.



2.6 Patofisiologi Radang Pembagian radang : 1) Radang Akut (eksudatif) Merupakan respon awal terhadap gangguan, merupakan reaksi non spesifik dan mungkin menimbulkan pengaruh yang fatal. Durasi biasanya lebih pendek, umumnya terjadi sebelum respon imun menjadi jelas dan ditunjukkan terutama untuk menghilangkan agen penyebab gangguan dan membatasi jumlah jaringan yang rusak. Manifestasi keradangan akut dibedakan menjadi 2 kategori : (a). respon vaskuler dan, (b). respon seluler, respon vaskuler atau respon hemodinamik terjadi saat timbulnya vasokontriksi pembuluh darah kecil di daerah radang. Vasokontriksi akan diikuti oleh vasodilatasi arteriola dan venula yang mensuplai daerah radang. Sebagai hasil dari reaksi tersebut, maka daerah radang menjadi kongesti yang menyebabkan jaringan menjadi merah dan panas. Bersamaan dengan itu, permeabilitas kapiler akan meningkat, yang menyebabkan cairan pindah ke jaringan dan menyebabkan kebengkakan, rasa sakit dan gangguan fungsi. Respon seluler pada keradangan akut ditandai



10



dengan adanya proses fagositosis dari sel darah putih (Celloti dan Laufer, 2001) 2) Radang Kronik (proliferative) Berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-berbulan bahkan bisa bertahun-tahun. Radang kronis bisa merupakan hasil perkembangan radang akut. Perbedaannya dengan radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan



vaskuler,



edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar.



Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis) (Mitchell & Cotran, 2003). Ciri radang kronis adalah adanya infiltrasi sel mononuclear (makrofag). Agen penyebab biasanya merupakan iritan yang mengganggu secara persisten namun tidak mampu melakukan penetrasi lebih dalam atau menyebar secara cepat. Contoh konkret penyebab radang kronis antara lain : benda asing, talk, silicon, asbes dan benang jahit operasi.



2.7 Proses Terjadinya Radang Akut & Radang Kronis serta contoh radang yang sering ditemui A. Proses Terjadinya Radang Akut 1.



Perubahan vascular pada radang akut



2.



Urutan peristiwa yang terjadi adalah sebagai berikut :



3.



Mula-mula akan terjadi vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh darah terutama pembuluh darah kecil (arteriol).



4.



Kemudian akan terjadi vasodilatasi yang dimulai dari pembuluh arteriol yang tadinya menyempit lalu diikuti oleh bagian lain pembuluh darah itu. Akibat dilatesi itu,maka aliran darah akan bertambah sehingga pembuluh darah itu penuh berisi darah dan tekanan hidrostatiknya meningkat, yang selanjutnya dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma dari pembuluh darah itu.



11



5.



Aliran darah menjadi lambat. Karena permeabilitas kapiler juga bertambah, maka cairan darah dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan mengakibatkan darah menjadi kental.



6.



Marginasi leukosit. (Berarti merapatnya granulosit dan monosit pada endotel pembuluh darah karena permeabilitas kapiler meningkat pada awal cedera, maka aliran darah melambat, sel-sel polimorfonuklear (PMN) menepi (pada venula), membentuk lapisan tersendiri melekat pada dinding. Karena tampilan lapisan ini, maka proses ini disebut “pavementing”



7.



Reaksi selular pada radang akut Pada fase awal yaitu 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi ialah sel neutrofil atau leukosit PMN. Setelah fase awal yang bisa berlangsung selama 48 jam, mulailah sel makrofag dan sel yang berperan dalam system kekebalan tubuh seperti limfosit dan sel plasma beraksi. Urutan kejadian yang dialami oleh leukosit adalah sebagai berikut: a. Pelekatan, leukosit melekat pada dinding pembuluh darah (sticking) b. Penepian, leukosit bergerak ke tepi pembuluh (margination) c. Diapedesis, leukosit keluar dari pembuluh darah (emigrasi) d. Fagositosis, leukosit menelan bakteri dan debris jaringan



B. Proses Terjadinya Peradangan Kronik 1.



Dapat terjadi setelah radang akut, baik karena rangsang pencetus yang terus-menerus ada, maupun karena gangguan penyembuhan.



2.



Adanya radang akut yang berulang



3.



Radang kronik yg mulai secara perlahan tanpa didahului radang akut klasik akibat dari :



4.



Infeksi persisten oleh mikroba interseluler yang mempunyai toksisitas rendah tapi sudah mencetuskan reaksi imunologik.



5.



Kontak dengan bahan yg tidak dapat hancur (zat



nondegradable)



silikosis & asbestosis pada paru 6.



Reaksi imun terhadap jaringan tubuh itu sendiri (autoimun)



12



C. Contoh Radang Yang Sering Ditemui 1. Radang Tenggorokan (Faringitis) Penyakit ini ditandai dengan rasa nyeri di tenggorokan sehingga si penderita susah sekali saat menelan makanan. Radang tenggorokan atau faringitis akut sering diikuti dengan gejala flu seperti demam, sakit kepala, pilek, dan batuk. Disebarkan oleh virus EBV atau kuman Strep. 2. Radang Usus Buntu (Enteroconitis) Radang usus buntu merupakan peradangan pada usus buntu, yaitu sebuah usus kecil yang berbentuk jari yang melekat pada usus besar di sebelah kanan bawah rongga perut. Usus buntu yang mengalami peradangan kadang-kadang pecah terbuka, yang menyebabkan peradangan selaput perut (peritonitis). 3. Radang Sendi Radang sendi, osteoarthritis, adalah salah satu arthritis yang disebabkan oleh berkurangnya cartilage terutama di daerah persendian. Cartilage sendiri merupakan substansi protein yang menjadi semacam “oli” bagi tulang dan persendian. Ketika cartilage mengalami penurunan dalam jumlah, selanjutnya struktur tulang akan tergerus. 4. Radang Paru-paru (Bahasa Inggris: pneumonia) adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang paru-paru dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau pasilan (parasite). 5. Meningitis atau radang otak Merupakan infeksi yang terjadi di sekitar otak dan saraf tulang belakang. Infeksi ini sebagian besar terjadi pada anak-anak, remaja dan dewasa muda. Selain itu, orang dewasa atau orang-orang dengan gangguan kesehatan jangka panjang (seperti melemahnya sistem imun) juga turut berisiko.



13



6. Radang gusi Ini dikenal juga dengan istilah Gingivitis. Radang gusi merupakan kelainan jaringan penyangga gigi yang paling sering terjadi dan hampir selalu dapat ditemukan pada semua bentuk penyakit gusi. Radang gusi yang menetap dapat berkembang dan menyebabkan kerusakan jaringan penyangga gigi sehingga gigi menjadi goyang atau terlepas. Tanda-tanda radang gusi yang timbul berupa perubahan warna dan kontur gusi, permukaan mengkilat, dan adanya perdarahan spontan. 7. Limfadenitis Adalah peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening. 8. Gastroenteritis, Radang lambung dan usus (Bahasa Inggris: gastric flu, stomach flu) adalah suatu jenis peradangan yang terjadi pada saluran pencernaan, terutama pada lambung dan usus kecil, dan mengakibatkan diare akut. Peradangan dapat disebabkan oleh paparan makanan dan air yang terkontaminasi, atau oleh infeksi beberapa jenis virus atau bakteri, parasit dan efek samping dari diet berlebih dan pengobatan. 9. Radang telinga luar (Bahasa Inggris: otitis externa) adalah peradangan telinga bagian luar. Otitis adalah peradangan pada telinga, sedangkan eksterna artinya luar. Radang telinga dapat dikategorikan berdasarkan lokasi tempat terjadinya peradangan. 10. Konjungtivitis merujuk pada peradangan selaput mata (conjunctiva) (lapisan terluar mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata Konjungtivitis Gonokokal Bayi baru lahir bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal.



14



2.8 Proses Penyembuhan dan Perbaikan Jaringan Perbaikan atau penyembuhan adalah proses penggantian sel-sel mati dengan sel-sel yang berbeda dari sel asalnya. Sel-sel baru membentuk jaringan granulasi, yang nantinya menjadi jaringan parut fibrosa. Penyembuhan luka dimulai dengan proses peradangan. Kemudian terjadi pembersihan daerah itu dari debris sel, organisme dan jaringan mati, dan bekuan darah oleh makrofag dan sedikit oleh neutrofil. Kemudian terbentuk jaringan granulasi (organisasi). Jaringan granulasi muda berwarna merah, halus dan mudah berdarah. Secara berangsur diletakkan kolagen dalam jaringan ini berkerut dan jaringan ini menjadi jaringan parut (sikatriks). Proses Penyembuhan dan perbaikan jaringan terjadi dalam 4 tahap yaitu : a. Resolusi Resolusi adalah hasil penyembuhan ideal & terjadi pada respons radang akut hingga cedera minor atau cedera dengan nekrosis sel parenkim minimal. Jaringan dipulihkan ke keadaan sebelum cedera. Proses resolusi meliputi : 1) Pembuluh darah kecil di daerah peradangan kembali ke Permeabilitas normalnya. 2) Aliran cairan yang keluar pembuluh darah berhenti 3) Cairan yang sudah dikeluarkan dari pembuluh darah diabsorpsi oleh limfatik 4) Sel-sel eksudat mengalami disintegrasi keluar melalui limfatik atau benarbenar dihilangkan dari tubuh. 5) Namun, apabila jumlah jaringan yang dihancurkan cukup banyak maka resolusi tidak terjadi. b. Regenerisasi Regenerasi adalah penggantian sel parenkim yang hilang dengan pembelahan sel parenkim yang bertahan di sekitarnya. Hasil akhirnya adalah penggantian unsur-unsur yang hilang dengan jenis sel-sel yang sama. Faktor-faktor penentu regenerasi :



15



1) kemampuan regenerasi sel yang terkena cedera (kemampuan untuk membelah) 2) Jumlah sel viabel yang bertahan 3) Keberadaan/keutuhan kerangka jaringan ikat yang cedera, atau keutuhan arsitektur stroma. c. Perbaikan / pemulihan dengan pembentukan jaringan ikat 1) Pertumbuhan jaringan ikat muda ke arah dalam daerah peradangan disebut organisasi. Jaringan ikat yang tumbuh itu disebut jaringan granulasi. 2) Secara mikroskopik jaringan Granulasi terdiri dari pembuluh-pembuluh darah kecil yang baru terbentuk (angioblas), fibroblas, sisa sel radang (berbagai jenis leukosit ; makrofag, limosit, eosinofil, basofil, & neutrofil), bagian cairan eksudat dan zat dasar jaringan ikat longgar setengah cair. Fibroblas & angioblas pada jaringan granulasi yang berasal dari fibroblas dan kapiler di sekelilingnya yang sebelumnya ada. 3) Organisasi terjadi jika :  Banyak sekali jaringan yang menjadi nekrotik.  Eksudat peradangan menetap & tidak menghilang.  Massa darah (hematom) atau bekuan-bekuan darah tidak cepat menghilang Bukti organisasi yang paling awal biasanya terjadi beberapa hari setelah dimulainya reaksi peradangan. Setelah kurang lebih 1 minggu, jaringan granulasi masih cukup longgar & selular. Pada saat ini, fibroblas jaringan granulasi sedikit demi sedikit mulai menyekresikan prekursor protein kolagen yang larut, saat ini sedikit demi sedikit akan mengendap sebagai fibril-fibril di dalam ruang intersisial jaringan granulasi. Setelah beberapa waktu,semakin banyak kolagen yang tertimbun didalam jaringan granulasi, yang sekarang secara bertahap semakin matang menjadi jaringan ikat kolagen yang agak padat atau jaringan parut. Walaupun jaringan parut telah cukup kuat setelah kira-kira 2 minggu, proses remodeling masih terus berlanjut, serta densitas & kekuatan jaringan parut ini juga meningkat. Jaringan granulasi, yang pada awalnya cukup selular & vaskula, lambat 16



laun kurang selular & kurang vaskular serta menjadi kolagen yang lebih padat. d. Penyembuhan luka Proses penyembuhan luka yang mudah dipahami adalah proses penyembuhan pada luka kulit. Proses penyembuhan luka terbagi menjadi 2 macam yaitu :  Hari pertama Penyembuhan primer ( healing by first intention)  Penyembuhan Sekunder ( healing by second intention ) 1.



Pasca bedah. Setelah luka disambung & dijahit, garis insisi segera terisi oleh bekuan darah yang membentuk kerak yang menutupi luka. Reaksi radang akut terlihat pada tepi luka. Dan tampak infiltrat polimorfonuklear yang mencolok.



2.



Hari kedua, terjadi Reepitelialisasi permukaan & pembentukan jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosa yang menghubungkan kedua tepi celah subepitel. Keduanya sangat tergantung pada anyaman fibrin pada bekuan darah., karena ini memberikan kerangka bagi sel epitel, fibroblas, dan tunas kapiler yang bermigrasi. Jalur-jalur tipis sel menonjol di bawah permukan kerak, dari tepi epitel menuju ke arah sentral. Tonjolan ini berhubungan satu sama lain, dengan demikian luka telah tertutup oleh epitel.



3.



Hari ketiga, respon radang akut mulai berkurang, neutrofil digantikan oleh makrofag yang membersihkan tepi luka dari sel-sel yang rusak dan pecahan fibrin.



4.



Hari kelima, celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulasi yang kaya pembuluh darah dan longgar. Dapat dilihat adanya serabut-serabut kolagen dimana-mana.



5.



Akhir minggu pertama, luka telah tertutup oleh epidermis dengan ketebalan yang lebih kurang normal, dan celah subepitel yang telah terisi jaringan ikat kaya pembuluh darah ini mulai membentuk serabut-serabut kolagen.



17



6.



Minggu kedua, fibroblas & pembuluh darah berploriferasi terus menerus, dan tampak adanya timbunan progresif serabut kolagen. Kerangka fibrin sudah lenyap. Jaringan parut masih tetap berwarna merah cerah sebagai akibat peningkatan vaskularisasi. Luka belum memiliki daya rentang yang cukup berarti. Reaksi radang hampir seluruhnya hilang.



7.



Akhir minggu kedua, struktur jaringan dasar parut telah mantap. Jaringan parut berwarna lebih muda akibat tekanan pada pembuluh darah, timbunan kolagen dan peningkatan daya rentang luka. Luka bedah yang sembuh sempurna tidak akan mencapai



8.



Kembali daya rentang, ekstensibilitas dan elastisitas yang dimiliki oleh kulit normal.



2.9 Faktor-faktor yang mempengaruhi inflamasi Banyak



faktor



yang



mempengaruhi



kemampuan



tubuh



untuk



menyembuhkan inflamasi. Defisiensi oksigen, malnutrisi, dan ketidakseimbangan elektrolit adalah contoh-contoh dari kondisi yang secara nyata mempengaruhi efisiensi mekanisme pertahanan normal. Supresi imun dan difisiensi pembekuan juga dapat mengganggu penutupan permukaan luka. Efek-efek stress tubuh sistemik ini karena cedera dan penyakit menghasilkan supresi imun, yang mengakibatkan perlambatan penyembuhan. Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses penyembuhan luka antara lain : 1. Faktor umum : defisiensi protein, difesiensi vitamin A, defisiensi asam askorbat, defisiensi Zn, Obesitas, faktor genetik, anemia, leucopenia, hormone dan umur. 2. Faktor lokal : vaskularisasi lokal, trauma luka, hematoma, durasi operasi, infeksi, adanya benda asing, jaritan yang tidak baik serta suplai nervus.



18



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Inflamasi adalah respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi atau mengurung suatu agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Tanda dan gejala dari radang yaitu timbul rubor (kemerahan), kalor (panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan Fungsio Laesa (perubahan fungsi). Radang dapat disebabkan dari beberapa factor yaitu, agen kuman, bakteri, dan virus, benda-benda tajam (pisau, jarum kapak), suhu, radiasi (sinar X, nuklir), listrik (voltase tinggi), dan zat-zat kimia (HNO3,



H2SO4, Toksin : berupa



kalajenging, ular). Pembagian radang ada 2 yaitu a. Radang Akut (eksudatif) Merupakan respon awal terhadap gangguan, merupakan reaksi non spesifik dan mungkin menimbulkan pengaruh yang fatal, b. Radang Kronik (proliferative) Berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-berbulan bahkan bisa bertahun-tahun. Ada beberapa contoh radang yang sering ditemui yaitu meliputi, radang tenggorokan (faringitis), radang usus buntu (enteroconitis), radang sendi, radang paru-paru, meningitis atau radang otak, radang gusi, limfadenitis , gastroenteritis, radang lambung dan usus, radang telinga luar, dan konjungtivitas.



3.2 Saran Dengan penyusunan makalah ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi mahasiswa keperawatan. Penyusun berharap agar para pembaca dapat lebih memahami mengenai pokok bahasan Proses Peradangan yang sangat penting diketahui demi memperdalam wawasan dalam mata kuliah Patofisiologi sehingga ilmu yang didapatkan dapat bermanfaat di masa yang akan datang.



19