Intensitas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

INTENSITAS SERANGAN DAN KEMAMPUAN TANGKAPAN TRAP BARRIER SYSTEM (TBS) TERHADAP HAMA TIKUS SAWAH RATTUS ARGENTIVENTER DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG SULAWESI TENGAH Abdi Negara dan Asni Ardjanhar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK Trap Barrier System (TBS) perangkap bubu berkemampuan menangkap tikus dalam jumlah banyak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari Intensitas serangan tikus dan jumlah tangkapan tikus terhadap penggunaan TBS. Pengkajian ini dilakukan pada lahan petani di Desa Tolai Kecamatan Tolai, Kabupaten Parigi Moutong MT.tahun 2009. Empat unit TBS terpasang pada dua lokasi untuk menangkap tikus pada petak TBS ukuran 25 x 25 m. di lahan petani dengan luasan hamparan 100-500 ha, dengan sistem pagar perangkap bubu dengan tanaman perangkap 3 minggu lebih awal (early trap crop) dari tanaman padi sekitarnya, sebagai kontrol atau cara pengendalian petani. Pengamatan meliputi hasil tangkapan tikus pada perangkap bubu meliputi jumlah dan jenis kelamin tikus yang tertangkap setiap hari, tingkat kerusakan tanaman padi di dalam plot tanaman perangkap dan di luar tanaman perangkap, serta hasil panen ubinan (kg/ha). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dalam satu musim tanam jumlah tangkapan 1.446 ekor, jantan 463 ekor, betina 794 ekor, sedangkan dengan cara petani jumlah tankapan tikus jantan 95 ekor, betina 94 ekor. Hasil panen pada lahan sekitar pemasangan TBS baik TBS tanam awal maupun TBS tanam akhir pada 2 lokasi bervariasi yaitu 4.100-5.100 kg/ha serta intensitas serangan hama tikus 2-5 %. Kata kunci: Intensitas Serangan, Rattus argentiventer, padi sawah, TBS PENDAHULUAN Hama yang sering menyerang padi pada setiap musim tanam adalah hama tikus. Tikus sawah Rattus argentiventer Rob merupakan hama utama penyebab kerusakan padi di Indonesia. Pada usaha tani kecil, tikus sawah dilaporkan menyebabkan kehilangan hasil sekitar 5 - 10% pertahun. Khususnya Sulawesi Tengah serangan hama tikus dua tahun terakhir selalu menempati urutan pertama dibanding hama padi lainnya dengan intensitas serangan dalam kategori berat dan puso bahkan jika populasi tiukus banyak, dapat menggagalkan panen (BPTP3 Sulteng, 2008). Tikus sawah bersifat omnivora, sehingga disamping merusak tanaman padi juga dapat merusak tanaman komditas lainnya seperti hortikultura dan tanaman perkebunan. Daya adaptasi tikus terhadap lingkungan cepat menyesuaikan diri sehingga dapat hidup pada agroekosistem sawah, agroekosistem padi ladang, dan agrosistem lainnya sehingga dikategorikan tikus lintas agroekosistem. Berbagai teknologi pengendalian hama tikus yang tersedia sampai saat ini antara adalah pengendalian secara fisik/mekanik, kimiawi dan secara biologi. Salah satu pengendalian hama tikus secara fisik yang dikenal sekarang yaitu 197



 



sistem bubu perangkap yang dikenal dengan istilah TBS Trap Barrier System (Singliton et. al., 1998). Menurut Sudarmaji (1996), teknologi TBS dirancang berdasarkan hasil sifat-sifat biologis tikus dengan pendekatan ramah lingkungan. TBS ini terdiri dari komponen tanaman perangkap, pagar plastik dan bubu perangkap, TBS termasuk komponen pengendalian yang sederhana, efektif serta dapat dipadukan dengan komponen pengendalian tikus lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari Intensitas serangan tikus dan jumlah tangkapan tikus terhadap penggunaan TBS. METODOLOGI Penelitian ini dimulai dengan inventarisasi hamparan sawah yang intesitas serangan hama tikusnya tinggi. Kegiatan dilakukan pada MT II. 2009 di desa Tolai, kecamatan Tolai, kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah di lahan petani dengan luasan hamparan + 500 ha, dengan perlakuan: 1) TBS dengan tanaman perangkap 3 minggu lebih awal dari tanaman padi sekitarnya, 2) Kontrol, atau cara pengendalian petani. Pengamatan meliputi hasil tangkapan tikus pada perangkap bubu yang meliputi jumlah dan jenis kelamin tikus yang tertangkap setiap hari. Tikus hasil tangkapan yang telah diamati, dibunuh dengan cara direndam kedalam air kurang lebih 10 menit. Pengamatan juga dilakukan terhadap hasil panen, tingkat kerusakan tanaman padi pada stadia bunting dan 2 minggu menjelang panen. Kerusakan pada sempel tanaman diamati pada dua arah yang berlawanan pada petak TBS. Rumpun sampel ditentukan pada jarak 5, 50, 100, 150, dan 200 m dari petak TBS. Pada setiap jarak tersebut diambil 10 rumpun contoh yang dihitung secara sistematik yakni banyaknya tunas yang terserang tikus pada rumpun ke 5 dan jumlah semua tunas dari rumpun sampel (Mills, 1998). Intensitas serangan tikus dihitung dengan rumus : Jumlah anakan terserang Intensitas serangan tikus (%) =



X 100% Jumlah semua anakan/rumpun sampel



HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah tikus yang tertangkap pada semua unit adalah 1.446 ekor, terdiri dari 463 ekor jantan dan 794 ekor betina pada tanaman awal, serta kontrol (petani) 95 jantan dan 94 betina (Tabel 1). Dengan menanam tanaman perangkap 3 minggu lebih awal diharapkan tanaman perangkap telah bunting, sehingga tikus tertarik mendatangi tanaman perangkap untuk mencari makanan yang disukai. Tikus betina lebih banyak tertangkap daripada tikus jantan, disebabkan karena tikus betina lebih koperatif dibanding tikus jantan. Sesuai nalurinya, tikus betina mencari makan bergizi dan sering menjelajah di sekitar tanaman perangkap, karena cenderung lebih banyak menyediakan pakan untuk persiapan reproduksi dan menyusui anaknya. Naluri ini tidak dimiliki oleh tikus jantan. Menurut Brooks and Rowe (1979) aktivitas tikus setiap hari meliputi mencari makan, minum dan kawin hunting untuk pengenalan kawasan sehingga sangat megenali lingkungannya, terutama pada habitat yang tesedia air, pakan 198



 



dan sarang untuk tempat berlindung dan istirahat. Suripto dan Seno (2002) melaporkan habitat tikus spesies Rattus argentiventer sangat spesifik ditemukan pada habitat sawah. Hasil tangkapan TBS pada habitat padi sawah 100% spesies Rattus argentiventer walaupun habitatnya perdekatan dengan perkebunan kakao. Habitat setiap tikus spesifik, jika di habitatnya tidak tersedia pakan yang memadai, tikus bermigrasi ketempat lain yang tersedia pakan (Negara, 2009). Menurut Sudarmaji et al. (1997), salah sat faktor yang mempengaruhi perkembang biakan tikus adalah ketersediaan pakan. Tikus sawah memilih pakan yang berkualitas untuk tumbuh dan berkembang biak. Dari berbagi hasil penelitian tikus jenis Rattus argitiventer, pakan utama yang paling disukai adalah padi, terutama pada saat tanaman fase bunting di mana pada fase ini pakan yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan gizi tikus tersebut. Tabel 1. Jumlah Tangkapan Tikus Jantan Dan Betina Desa Tolai, Kecamatan Tolai Kabupaten Parimou MT. 2009 Petani Lokasi JJ A 80 B 15 Jumlah 95 JJ: Jumlah Tikus Jantan JB: Jumlah Tikus Betina



JB 76 18 94



Tanaman Awal (Early Crop) JJ JB 405 703 58 91 463 794



Jumlah 1264 182 1.446



Berdasarkan hasil kajian di Sulawesi Tengah, ukuran petak tanaman perangkap dengan menggunakan 3 unit TBS dapat mengamankan pertanaman sawah petani 80-100 ha (Negara, 2004). Keunggulan teknologi TBS adalah efektif menangkap tikus dalam jumlah banyak secara terus menerus, hemat tenaga kerja, ramah lingkungan, sederhana dan mudah dipraktekkan. Selain itu juga efektif menangkap tikus migran dan sangat dianjurkan pada skala kelompok tani. Rekomendasi penggunaan TBS adalah diterapkan pada daerah endemik tikus dengan populasi tinggi terutama pada musim kemarau. Teknologi TBS merupakan bagian paket teknologi pengendalian tikus yang pelaksanaannya harus dikombinasi dengan teknis pengendalian lainnya. Intensitas serangan tikus di sekitar hamparan pemasangan TBS pada 2 lokasi bervariasi antara 2-5 % pada TBS tanaman awal (Tabel 2). Rendahnya intensitas serangan tikus tersebut diduga karena tikus tidak bisa masuk TBS, banyaknya tikus yang sudah terperangkap di tanaman perangkap awal, serta beragamnya aktifitas pengendalian oleh petani sebelum tanam hingga panen. Tabel 2. Intensitas Serangan Tikus (%) Pada Tanaman Sekitarnya Desa Tolai, Kecamatan Tolai, Kabupaten Parimou MT. 2009 Lokasi A B Jumlah



Tanaman Awal (Early Crop) Intensitas (%) 5 2 7



Hasil panen pada lahan sekitar pemasangan TBS baik TBS tanam awal maupun TBS tanam akhir pada 2 lokasi bervariasi yaitu 4.100-5.100 kg/ha (Tabel 3). Ini menunjukkan TBS dapat memberikan perlindungan yang hampir sama 199



 



pada semua waktu pemasangan TBS. TBS efektif dalam menurunkan populasi tikus sawah, terbukti jumlah tangkapan pada dua lokasi selama satu musim tanam 1.446 ekor. Tangkapan early crop lebih tinggi jika dibanding kontrol. Tabel 3. Hasil Panen (Kg/ha) Pada Lahan Sekitar Hamparan TBS Desa Tolai, Kecamatan Tolai, Kabupaten Parimou MT. 2009 Lokasi A B



(Kg/ha) 5.100 4.100



KESIMPULAN Dalam satu musim tanam jumlah tangkapan 1.446 ekor, jantan 463 ekor, betina 794 ekor, sedangkan dengan cara petani jumlah tankapan tikus jantan 95 ekor, betina 94 ekor. Hasil panen pada lahan sekitar pemasangan TBS baik TBS tanam awal maupun TBS tanam akhir pada 2 lokasi bervariasi yaitu 4.100-5.100 kg/ha serta intensitas serangan hama tikus 2-5 %. DAFTAR PUSTAKA Brook, J. E. and F.P. Rowe. 1979. Commensal Rodent Control. WHO/ VBC/79:726. Bucle, 1979. Yield response of the rice variety improved mahsuri to simulated rat damage. Malaysian Agricuktural Journal. BPTP3 Sulteng. 2008. Laporan Tahunan Balai Proteksi Tanaman Pangan Perkebunan Peternakan Sulawesi Tengah. Jumanta, Sudarmaji dan Rochman, 1997. Pengendalian populasi tikus sawah (Rattus argentiventer) dengan teknik pagar perangakap bubu. Prosiding III. Lanjutan Seminar Nasional Biologi XV. Millis, A. 1998. Technique Manual for Rodent Managemen in South East Asia. Rodent Reseach Group. CSIRO Widlife and Ecology. Negara. 2004. Tingkat serangan hama tikus dengan menggunakan TBS di kabupaten Parigi Moutong. Seminar Nasional 2004. BPTP Bali. Negara. 2009. Trap barier system (TBS) yang efektif dan efesien untuk pengendalian hama tikus di Sulawesi Tengah. BPTP Sulteng. Singleton, G. R., Sudarmadji, and Suryapermana. 1998. An experimental field study to evaluated a trap barrier system and fumigation for controling the rice field rat. Rattus argentiventer in rice crop West Java. Crop Protection 17 (1): 55-64 Sudarmadji. 1995. Penelitian pengendalian tikus dengan system pagar perangkap. Laporan Hasil Penelitian Kerja Sama ARMP. Sudarmadji. 1996. Pengendalian tikus hama padi sawah. Prosiding Seminar Aprisiasi Hasil Penelitian Balitpa. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Buku. II, Hal. 115-123 Sudarmadji dan Rochman. 1997. Populasi tikus sawah Rattus argentiventer di berbagai tipe habitat ekosistem padi sawah. Prosiding III. Seminar Nasional Biologi XV.



200