Intranasal Drug Delivery [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari biasanya. Hidung berperan sebagai penyaring dan pertahanan lini pertama yang terdiri dari silia epitel torak berlapis semu (pseudistratified columnar epithelium). Kelenjar mukus dan palut lendir (mocous blanket) yang membentuk sistem pertahanan tubuh yang disebut sistem transpor mukosiliar. Keberhasilan sistem mukosiliar sebagai suatu mekanisme pertahanan lokal hidung tergantung dari transpor mukosiliar. Agar terjaga pertahanan tersebut, transpor mukosiliar harus baik (Balleger, 1994). Bermacam sistem mucosal dalam tubuh manusia yaitu nasal, pulmonal, rectal dan vaginal dapat dimanfaatkan untuk titik masuk sistem penghantaran obat. Mukosa hidung memiliki sifat absorbsi yang baik, sehingga cocok untuk pemakaian obat mukosa secara topikal. Dalam tahun-tahun terakhir banyak obat telah terbukti untuk mencapai sistemik yang lebih baik. Salah satunya sistem penghantaran obat intanasal (melalui hidung) yang telah berlangsung sejak lama. Penggunaan jalur intranasal untuk pengiriman obat telah menyita perhatian masyarakat sejak zaman kuno. Terapi nasal, berasal dari kata "NASAYA KARMA", merupakan bentuk pengobatan dalam sistem Ayurvedic pengobatan India dengan cara penghisapan (snuff) obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Selama bertahun-tahun, obat ini telah diberikan secara intranasal untuk memberikan efek local pada mukosa misalnya, antihistamin, dekongestan, vasokonstriktor dan antibiotik. Dalam tahun-tahun terakhir banyak obat telah terbukti dapat mencapai sistemik bioavailabilitas intranasal lebih baik dari pada pemberian oral. Beberapa dari obat tersebut telah terbukti untuk menduplikasi profil plasma administrasi iv. Pemberian obat secara



intranasal merupakan alternatif ideal untuk menggantikan sistem



penghantaran obat



sistematik parenteral. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka pada makalah ini akan dibahas pengenai rute pemberian obat lokal (sitemik) yaitu intranasal drug delivery, mengingat pentingnya pemahaman lebih lanjut mengenai rute obat ini. 1.3. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu: - Menjelaskan bagaimana mekanisme kerja intranasal drug delivery - Menjelaskan bagaimana sistem penghantaran intranasal drug delivery 1.4. Manfaat - Kita dapat memahami bagaimana mekanisme kerja intranasal drug delivery - Kita dapat memahami bagaimana sistem penghantaran intranasal drug delivery



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hidung Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan.



Gambar Anatomi dan Fisiologi Hidung 2.1.1 Anatomi Hidung Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. a. Embriologi hidung Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan anatomis intranasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda; kedua adalah bagian dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi



kompleks padat, yang dikenal dengan konka (turbinate), dan membentuk rongarongga yang disebut sebagai sinus b. Anatomi hidung luar Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol padagaris tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yangsedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan.Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 



pangkal hidung (bridge







batang hidung (dorsum nasi)







puncak hidung



c. Anatomi hidung dalam Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelahanterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari naso faring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior 2.1.2 Fisiologi Hidung Hidung berfungsi sebagai indra penciuman , menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penciuman, hidung memiliki epitel olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan



melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung dengan bantuan TMS. 2.2 Sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung 1. Izin mukosiliar Partikel terperangkap dalam lapisan lendir yang yang akan terbersihkan dari rongga hidung. Aksi gabungan lapisan lendir dan silia disebut kliren mukosiliar.Ini adalah mekanisme pertahanan fisiologis saluran pernapasan untuk melindungi tubuh terhadap bahan berbahaya yang telah dihirup.Waktu transit yang normal mukosiliar pada manusia telah dilaporkan 12 sampai 15 menit. 2. Rhinitis Rhinitis adalah penyakit umum yang paling sering dikaitkan pada pengobatan intranasal, penyakit ini akan mempengaruhi bioavailabilitas obat. Hal ini terutama diklasifikasikan ke dalam rhinitis alergi dan umum, gejalanya adalah hipersekresi, gatal dan bersin terutama disebabkan oleh virus, bakteri atau iritan Alergi rhinitis adalah penyakit alergi saluran napas hal ini disebabkan oleh peradangan kronis atau akut selaput lendir hidung. Kondisi ini mempengaruhi penyerapan obat melalui selaput lendir akibat peradangan. 3. Permeabilitas membran Permeabilitas membran hidung adalah faktor yang paling penting, yang mempengaruhi penyerapan obat melalui rute hidung.Obat yang larut air dengan berat molekul yang besar seperti peptida dan protein memiliki permeabilitas membran yang rendah. Jadi senyawa seperti peptida dan protein yang utama diserap melalui proses transportasi endocytotic dalam jumlah rendah. Obat yang



larut dalam air dengan berat molekul yang besar melintasi mukosa hidung secara difusi pasif melalui pori-pori berair (persimpangan ketat). 4. pH Lingkungan pH lingkungan memainkan peran penting dalam efisiensi penyerapan obat intranasal. Senyawa yang larut dalam air seperti asam benzoat, asam salisilat, dan alkaloid menunjukkan bahwa penyerapan obat bergantungkepada nilai-nilai pH dimana senyawa ini dalam bentuk tidak terionisasi. 2.2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavaibilitas nasal antara lain :      



Luas permukaan untuk absorpsi Aliran darah Waktu kontak Penyakit Aktivitas enzim Mukus



2.3. Konsep Dasar Penghantaran Obat Ketika obat digunakan oleh pasien akan menghasilkan efek tertentu yang disebut efek biologis. Efek biologis ini merupakan hasil interaksi obat dengan reseptor tertentu dari obat. Meskipun demikian obat yang dihantarkan ke tempat kerja diatas pada kecepatan dan konsentrasi tertentu dimana efek samping minimal dan efek terapeutik maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat : a. kelarutan obat agar dapat diabsorpsi obat harus dalam bentuk larutan. Obat yang diberikan dalam bentuk larutan akan mudah diabsorpsi dibandingkan obat yang harus larut dahulu dalam cairan badan sebelum diabsorpsi. b. kemampuan obat difusi melintasi membrane sel



obat yang berdifusi melintasi pori-pori membrane lipid kebanyakan obat diabsorpsi dengan pasif c. kadar obat semakin tinggi kadar obat dalam larutan semakin cepat obat diabsorpsi d. sirkulasi darah pada tempat absorpsi semakin cepat sirkulasi darah maka obat yang diabsorpsi akan semakin besar. e. luas permukaan kontak obat untuk mempercepat absorpsi dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel obat. f. bentuk sediaan obat untuk memperlambat absorpsi obat dapat dilakukan dengan penggunaan obat bentuk kerja panjang g. rute penggunaan obat rute pemakaian obat dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat 2.4. Bentuk Sediaan Obat Dan Pembawa Bentuk sediaan obat yang ideal diantaranya harus meliputi hal-hal berikut ini : kenyamanan pasien, reproducibility, mudah di absorpsi, biokompabilitas dan tidak ada reaksi tambahan, luas efektif area kontak, dan waktu kontakyang di perpanjang. Klasifikasi rute system penghantaran obat diantaranya : system saluran cerna, parenteral, transmukosa, transnasal, pelepasan obat lewat paru-paru, pelepasan obat melalui kulit, pelepasan obat trans dan transvagina. 2.5. Penghantaran Obat Intranasal



Sistem penghantaran obat (Drug Delivery System) Intranasal adalah suatu teknologi penyampaian obat alternatif yang diciptakan untuk mencapai tempat kerja yang optimal di intranasal. a. Definisi  Drug delivery system atau sistem penghantaran obat intranasal adalah suatu teknologi penyampaian obat alternative, diciptakan agar obat dapat mencapai tempat kerja yang 



optimal. Obat tetes hidung menurut FI III hal 10 adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet. Obat yang diberikan secara intranasal untuk efek lokal seperti obat tetes hidung atau



spray, rongga hidung digunakan untuk pelepasan obat sistemik. Beberapa perusahaan farmasi bahkan mengembangkan pemberian insulin melalui hidung. Selain itu pemberian obat untranasal dikembangkan juga untuk vaksin, contohnya vaksin antras yang menggunakan teknologi nano dapat diberikan melalui nasal, pemberian ini menguntungkan pasien yang takut terhadap jarum suntik, yang mana umumnya vaksin diberikan dalam bentuk injeksi. Pada pemberian obat intranasal dibandingkan obat sistemik atau oral, yang perlu diperhatikan adalah ukuran partikel yang didistribusikan dengan alat semprot atau spraynya. Ukuran yang paling umum adalah 20-50 µm, ukuran lebih kecil akan membawa obat sampai trachea, sedangkan ukuran yang lebih besar dapat digunakan bila obat ingin disimpan dalam saluran hidung, tetapi bisa jadi malah keluar dari lubang hidung atau bahkan tertelan. 2.5.1. Faktor yang Mempengaruhi Intranasal Drug Delivery Ada berbagai faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas sistemik dari obat yang diberikan melalui rute hidung. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi terhadap sifat physiochemical dari obat, sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung dan jenis dan



karakteristik dari sistem pengiriman obat yang dipilih hidung. Faktor yang mempengaruhi penyerapan obat hidung dijelaskan sebagai berikut: a. Sifat fisiko kimia obat 1. Keseimbangan Lipofilik-hidrofilik Sifat HLB dari obat mempengaruhi proses penyerapan. Dengan meningkatkan lipofilisitas, permeasi senyawa biasanya meningkat melalui mukosa hidung.Meskipun mukosa hidung ditemukan memiliki beberapa karakter hidrofilik, tampak bahwa mukosa ini terutama lipofilik di alam dan domain lipid memainkan peran penting dalam fungsi penghalang membran ini.Obat lipofilik seperti nalokson, buprenorfin, testosteron dan etinilestradiol hampir sepenuhnya diserap bila diberikan rute intranasal. 2. Degradasi enzimatik dalam rongga hidung Obat seperti peptida dan protein memilikibioavailabilitas yang rendah di rongga hidung, sehingga obat ini mungkin memiliki kemungkinan untuk mengalami degradasi enzimatik dari molekul obat dalam lumen rongga hidung atau sewaktu melewati penghalang epitel. 3. Ukuran molekul Penyerapan obat melalui rute hidung dipengaruhi oleh ukuran molekul. Obat lipofilik memiliki hubungan langsung antara MW dan permeasi obat sedangkan senyawa yang larut dalam air menggambarkan hubungan terbalik. Tingkat permeasi sangat sensitif terhadap ukuran molekul untuk senyawa dengan MW ≥ 300 Dalton. 2.5.2. Karakteristik sediaan Obat Intranasal 1. Formulasi (Osmolaritas, pH, Konsentrasi) 



Osmolaritas bentuk sediaan mempengaruhi penyerapan obat di hidung. Sebagai contoh ialah natrium klorida yang mempengaruhi penyerapan hidung.



Penyerapan maksimum dicapai dengan konsentrasi natrium klorida 0.462 M, konsentrasi yang lebih tinggi tidak hanya menyebabkan bioavailabilitas meningkat tetapi juga mengarah pada toksisitas pada epitel hidung. 



pH sediaan obat dan permukaan hidung dapat mempengaruhi permeasi obat ini. Untuk menghindari iritasi hidung, pH sediaan obat harus disesuaikan dengan pH 4,5 - 6,5 karena lisozim ditemukan di sekret hidung, yang bertanggung jawab untuk menghancurkan bakteri tertentu pada pH asam. Dalam kondisi basa, lisozim tidak aktif dan jaringan yang rentan terhadap infeksi mikroba. Selain menghindari iritasi, itu menghasilkan memperoleh permeasi obat efisien dan mencegah pertumbuhan bakteri.







Gradien konsentrasi memainkan peran yang sangat penting dalam proses penyerapan/permeasi obat melalui membran hidung karena kerusakan mukosa hidung. Contoh untuk ini adalah penyerapan L-Tirosin, dimana konsentrasi obat dalam percobaan perfusi hidung. Sedangkanpada absorpsi asam salisilat konsentrasi obatnyamenurun. Penurunan ini kemungkinan karena kerusakan mukosa hidung yang permanen



2. Distribusi Obat dan deposisi Distribusi obat dalam rongga hidung merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi efisiensi penyerapan hidung. Modus pemberian obat dapat mempengaruhi distribusi obat di rongga hidung yang pada gilirannya akan menentukan efisiensi penyerapan obat. Penyerapan dan bioavailabilitas bentuk sediaan hidung terutama tergantung pada lokasi disposisi. Bagian anterior hidung menyediakan waktu perumahan berkepanjangan hidung untuk disposisi dari formulasi, hal ini akan meningkatkan penyerapan obat. Dan ruang posterior dari rongga hidung akan digunakan untuk pengendapan bentuk sediaan, melainkan



dihilangkan oleh proses pembersihan mukosiliar dan karenanya menunjukkan bioavailabilitas rendah.. 3. Viskositas Viskositas yang lebih tinggi dari formulasi meningkatkan waktu kontak antara obat dan mukosa hidung sehingga meningkatkan waktu untuk permeasi. namun, formulasi sangat kental akan mengganggu fungsi normal seperti pergerakan silia atau clearance mukosiliar dan dengan demikian mengubah permeabilitas obat



BAB III PEMBAHASAN 3.1 Proses Penggunaan Intranasal



Proses penggunaan DDS Intranasal dapat melalui penghantaran dua arah dengan laju nafas, sebagai berikut : 



Ketika nafas dikeluarkan ke dalam alat, langit-langit lunak secara otomatis menutup



 



rapat rongga hidung Nafas memasuki satu lubang hidung lewat mulut pipa yang menyegel Dan memicu pengeluaran partikel ke dalam aliran, memajukan partikel melewati klep







hidung untuk menuju tempat sasaran Aliran udara melewati communication posterior ke sekat hidung dan keluar melalui bagian hidung yang lain di jurusan berlawanan. Beberapa jenis sistem penghantar obat intranasal, yang telah lama digunakan untuk



penghantar obat intranasal, seperti semprot hidung, (larutan) tetes hidung, inhalasi, dan salep (Anief, 1991) 3.2 Kelebihan dan Kekurangan DDS Intranasal Adapun kelebihan ke dari sistem oenghantaran obat intranasal, antara lain (Krishnamoorthy R et al., 1998) : 1. Dapat digunakan untuk beberapa macam terapi pengobatan baik lokal maupun sistemik. 2. Target pemberian obat pada penyakit melalui daerah sekitar nasal langsung pada tempat kerja, hal ini berbeda dengan sistem konvensional dimana kerja tidak langsung pada tempatnya. 3. Degradasi obat yang diamati dalam saluran pencernaan tidak ada. 4. Penyerapan obat cepat dan onset cepat tindakan dapat dicapai. 5. Ketersediaan hayati molekul obat yang lebih besar dapat ditingkatkan dengan cara penambah penyerapan atau Pendekatan lainnya. 6. Ketersediaan hayati hidung untuk molekul obat yang lebih kecil baik.



7. Obat-obatan yang secara lisan tidak dapat diserap disampaikan ke sirkulasi sistemik oleh obat hidung . 8. Nyaman untuk pasien, terutama bagi mereka terapi jangka panjang, jika dibandingkan dengan obat parenteral. Kerugian :      



Difusi obat terhalang oleh mucus dan ikatan mucus Mukosa nasal dan sekresinya dapat mendegradasi obat Iritasi lokal dan sensitivisasi obat harus diperhatikan Mucociliary clearance mengurangi waktu retensi obat dalam rongga hidung Kurang reproduksibilitas pada penyakit yang berhubungan dengan rongga hidung Hanya untuk obat yang poten (dosis kecil) dengan ukuran partikel 5 – 10 µm Penghantaran obat intranasal adalah pilihan alami untuk pengobatan gangguan hidung



topical. Contoh yang paling umum adalah Antihistamin dan kortikosteroid. Dalam kasus ini, rute intranasal adalah pilihan utama untuk penghantaran obat karena dapat langsung mencapai sistemik sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan dari pada rute parenteral. Bahkan, dosis efektif



relatif rendah dengan efek yang sama bila



diberikan secara topikal, sehingga meminimalkan potensi efek toksik sistemik. Melihat mekanisme kerja obat seperti uraian diatas tersebut, maka kelebihan penghantaran untuk lokal pada pemberian obat intranasal, adalah sebagai berikut :    



Dosis diperlukan untuk efek farmakologinya dapat dikurangi Konsentrasi rendah dalam sirkulasi sistemik dapat mengurangi efek samping sistemik Onset of action yang cepat Menghindari reaksi saluran cerna metabolisme hati Biasanya pembawa obat intranasal berupa spray dengan menggunakan motered dosis



spray misalnya berupa aerosol yaitu system koloid bahan padat atau cair dalam gas, sedangkan drop menggunakan penetes



Adapun perjalanan sistem penghantaran obat ( DDS ) intranasal dalam tubuh, adalah sebagai berikut : a. Bentuk sediaan obat nasal dengan zat aktif sediaan nasal diformulasikan atau dirancang dengan sedemikian rupa untuk penggunaan efek lokal. b. Fase biofarmasetik  obat dihisap melalui rongga hidung masuk ke dalam sirkulasi sistemik fase ini meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat melalui hidung hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh. c.Ketersediaan farmasi  obat siap untuk diabsorbi obat dalam bentuk zat aktif terlarut siap untuk diabsorpsi yang selanjutnya zat aktif akan didistribusikan keseluruh tubuh (sistemik) d.Fase farmakokinetik  fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan setelah obat dilepas dari bentuk sediaan. e.Ketersediaan hayati  obat untuk memberi efek pada tahap ini obat mulai memberikan efek pada pasien dengan cara berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh. f. Fase farmakodimanik interaksi dengan reseptor ditempat kerja bila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya protein membrane akan menimbulkan renspon biologik. Tujuan utama pada fase ini adalah optimisasi dari efek biologik. g. Efek terapi →obat pada akhirnya memberikan efek terapi atau pengobatan pada pasien. Yang diharapkan dapat memberikan kesembuhan pada pasien. Mekanisme Penyerapan Nasal



Untuk mencapai sistem vaskular, obat untuk absorbsi sistemik haruslah melewati lapis mucus diikuti oleh apithelium. Mukus tidak akan bermasalah untuk partikel halus tidak bernuatan. Sebaliknya partikel lebih besar atau molekul bermuatan dapat bermasalah jika melewati lapisan ini. Salah satu faktor pembatas kecepatan selama difusi obat melalui mukus adalah pengikatan (potensial) solute pada musin. Tipe interaksi adalah molekul asingdan mukus elektrostatik, hidrofobik, dan gaya van der waals. Struktur mukus sangat peka terhadap lingkungannya, berarti gangguan pH,suhu, tekanan osmotic, dan sebagainya dapat menginduksi perubahan struktur lapisan ini. Sifat dinamik mukus dapat menyebabkan variasi transfer molekul dan lokasi penghantaran menuju epitel. Begitu melewati mukus, obat dapat melewati mukosa nasal menurut mekanisme yang berbeda 1. Mekanisme Pertama Rute Ini melibatkan gerakan melalui ruangan antar sel dan pertemuan sel yang ketat( rapat) dikenal sebagai rute paracellular rute ini berjalan lambat dan terutama untuk molekul hidrofilik kecil. Ukuran antar ruang sel tersebut kurang dari 10 A 0. Rute paracellular akan kurang efisien untuk molekul besar dan tergantung pada berat molekul obat dengan ukuran molekul umum 1000 Dalton 2. Mekanisme Kedua Rute Ini melibatkan transportasi melalui rute lipoidal dan juga



dikenal sebagai proses



transelular transeluler atau cara sederhana dan difusi membran melalui pori atau pembawa. jalur ini bertanggung jawab untuk pengangkutan obat lipofilik oleh konsentrasi tergantung proses difusi pasif yang efisien, oleh reseptor atau pembawa dan dengan mekanisme transportasi vesikular. Jalur ini sangat cocok untuk molekul lipofilik kecil atau molekul besar. Setelah melewati mukosa nasal obat akan ditransfer dari jaringan mnuju hidung menuju sitem syarat pusat(SSP). Tiga mekanisme potensial untuk penghantsr obat dari hidung langsung menuju otak yaitu:



1.



Obat mencapai sirkulasi sitemik selanjutnya dapat melewati jaringan darah menuju otak.



2.



Obat dapat melewati epithelium olfakotri melalui difusi sederhana dimediasi resepotor, atau transfer paraseluler, selanjutnya zat dapat menuju saraf, sistem saraf pusat, atau memasuki otak melalui lamina propria.



3.



Obat dapat diambil melaui sel neuronal saraf olfaktori, mengalami transport aksonal intraseluler dan memasuki otak melalui bulus olfaktori. Kemungkian penetrasi langsung menuju SSP diperlukan untuk beberapa macam obat.



BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan Drug delivery system atau sistem penghantaran obat intranasal adalah suatu teknologi penyampaian obat alternative, diciptakan agar obat dapat mencapai tempat kerja yang optimal. Sistem penghantarn obat intranasal merupakan alternatif yang menjanjikan untuk beberapa sistemik obat dengan bioavailabilitas rendah. Dalam hal peningkatan kepatuhan pasien rute pemberian obat intranasal lebih baik dibandingkan dengan pemberian obat secara



parenteral. Sistem penghantaran obat ini bermanfaat dalam kondisi seperti penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer atau sakit karena memerlukan penanganan yang cepat atau spesifik obat ke otak , dan merupakan rute yang cocok untuk menghasilkan respon imun terhadap berbagai penyakit seperti antraks, influenza dll. Seperti halnya obat yang diberikan secara intranasal untuk efek lokal seperti obat tetes hidung atau dalam bentuk spray, cara pemberian obat secara langsung kedalam saluran nafas melalui penghisapan, obat dapat langsung mencapai sistemik sehingga memberikan efek lebih cepat untuk mengatasi serangan. Selain itu dosis yang diperlukan menjadi lebih rendah untuk mendapatkan efek yang sama dengan efek samping obat minimal karena konsentrasi obat di dalam rendah. Lain halnya jika pemberian obat secara parenteral atau oral sering menimbulkan efek samping seperti gangguan gastrointestinal atau efek samping lainnya



DAFTAR PUSTAKA



Bellenger, Jj.,Snow,JB., 1994, Clinical Physiologi Of The Nose And Paranasal Sinuses, Otolaryngologi Head And Neck Surgery, Baltimore, Philadelphia, Hongkong, London, Munich, Sydney, Tokyo : Wiliam Wilkins:P.3-18 Pires, Anaisa, Fortuna, Ana, Gilberto., Dan Falcão, 2009, Intranasal Drug Delivery : How, Why And What For, Jurnal Pharm Pharmaceul Sci, Volume 12, No. 288-311, Portugal. Putheti, Ramesh,R., Patil, Mahesh C., And Obire, O., 2001, Nasal Drug Delivery In Pharmacetical And Biotecnology : Present And Future, E-Journal Of Science And Technology, Nigeria. Anief, M., 1991, Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta



Krishnamoorthy R, Ashim K. Mitra, 1998, Prodrugs For Nasal Drug Delivery, Advanced Drug Delivery Reviews; 29 : 135-146