9 0 81 KB
Laporan Kasus Intraventrikel Hemoragik Pada Usia Muda
Disusun oleh: Mariza Gebrilla
Pembimbing: Dr. Julintari Bidramnanta Sp.S
KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2012
BAB I PENDAHULUAN
Stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah non traumatik yang terjadi secara akut pada suatu daerah fokal area di otak berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian dan disebabkan oleh sebab vaskular. Secara global, strok adalah penyebab kematian terbanyak kedua di dunia. Selain sebagai salah satu sebab utama kematian, strok juga menyebabkan kecacatan pada banyak pasien yang bertahan hidup sehingga mereka membutuhkan bantuan keluarga, sistem kesehatan dan institusi sosial lainnya.
Sepuluh sampai lima belas persen dari seluruh stroke di Amerika Serikat dan Eropa adalah strok hemoragik, sedangkan frekuensinya di Jepang dan negara-negara Asia lainnya berkisar 20-30% dari seluruh strok. Strok hemoragik ini biasanya diasosiasikan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan infark serebral.
Istilah strok hemoragik seringkali digunakan sebagai sinonim dari perdarahan intraserebral (ICH). Stroke hemoragik adalah stroke yang diakibatkan oleh perdarahan arteri otak didalam jaringan otak (intracerebral hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak, piamater dan arachnoidea (WHO, 2005).
Perdarahan Intraventrikuler Primer (Primary Intraven- tricular Hemorrhage (PIVH) sebagai perdarahan intrakranial non traumatik yang terbatas pada sistem ventrikel merupakan kejadian yang sangat jarang. Hal ini menjadi alasan dari pemahaman yang buruk terhadap gejala klinis, etiologi, dan prognosis jangka pendek maupun panjang pada pasien PIVH.1 Sepertiga pasien PIVH tidak bertahan pada perawatan di rumah sakit (39%). Angka kejadian PIVH di antara seluruh pasien dengan perdarahan intrakranial adalah 3,1% dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis pasien perdarahan intraventrikel sekunder. IVH menginduksi morbiditas, termasuk perkembangan hidrosefalus dan menurunnya kesadaran. Dilaporkan terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan PIVH, namun hipertensi merupakan faktor yang paling sering ditemukan.
Perdarahan intraventrikuler dapat terjadi dalam setiap rentang usia, namun dengan puncak antara usia 40-60 tahun, dengan rasio angka kejadian pada pria:wanita=1,4:1.2 Gambaran klinik pada kasus PIVH yang ringan bervariasi dan mungkin berkaitan dengan banyaknya perdarahan.
Stroke hemoragik dibagi menjadi: 1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak. 2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
BAB II KASUS
Identitas Pasien Nama Jenis kelamin Umur Pekerjaan. Pendidikan Agama Status perkawinan Alamat Masuk RSUD
I. Anamnesis
: Ny. AR : Perempuan : 32 tahun : Ibu Rumah Tangga : tamat SMP : Islam : Menikah : Batu Ampar : 27 Desembar 2011
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 1 Januari 2012 pukul 12.30 a. Keluhan Utama : Tidak sadarkan diri sejak 3 jam sebelum masuk RS b. Keluhan tambahan : bicara pelo, tangan dan kaki kanan berat. c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Budi Asih dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3 jam sebelum masuk RS. Sebelumnya pasien merasa pusing sakit kepala, lalu pada saat berjalan ingin memasuki kamar mandi, pasien merasa lemas dan duduk d lantai lalu tidak sadarkan diri. Setelah sadar pasien berbicara pelo. Pasien tidak mangalami muntah, tidak mual, tidak kejang, tidak ada keluhan sulit menelan maupun mata buram. Tidak ada gangguan BAB dan BAK. Pada saat di IGD pasien masih belum sadarkan diri dan didapatkan tekanan darah yang tinggi dan sudah ada hasil CT Scan yang menunjukan ada nya perdarahan intraventrikuler dan pada parietal kiri.
d. Riwayat Penyakit Dahulu Pada tahun 2009 pasien pernah hamil dan kehamilan harus dihentikan pada saat usia kehamilan 5 bulan karena pasien mengalami eklampsia. Setelah itu tekanan darah pasien tidak pernah turun dan berobat dan minum obat teratur. Pada tahun 2010 tekanan darah pasien tinggi dan dirawat di RSUD Budi Asih, namun saat itu pasien tidak mengalami lemah sebelah badan, bicara pelo, dan sulit menelan. Pasien pulang dari RS karena tekanan darah sudah mulai stabil namun tidak berobat teratur. 1 bulan setelah keluar dari RS pasien mengalami lumpuh sebelah badan, tangan dan kaki kanannya. Pasien sempat tidak bisa berjalan, namun tidak masuk RS dan berobat akupuntur, lalu keadaan pasien membaik dan bisa berjalan kembali.
e. Riwayat penyakit keluarga Pasien mengaku bahwa ibunya mempunyai penyakit hipertensi dan sudah meninggal pada usia 48 tahun. Adik pasien juga ada yang menderita hipertensi dan stroke pada usia sekitar 28 tahun, pasien juga mengaku adiknya juga ada yang menderita Diabetes Melitus.
II. PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan tanggal 1 Januari 2012.
a. Status generalis Keadaan umum
: TSS
Kesadaran
: Apatis
Sikap
: Berbaring
Kooperatif
: Kurang kooperatif
Keadaan gizi
: Cukup
Tanda Vital Tekanan Darah
: 180/100 mmHg, pada saat di IGD 220/160 mmHg
Nadi
: 80x/menit, regular,cukup,equal kanan dan kiri
Suhu
: 36,70
Pernapasan.
: 20 kali/menit
b. Pemeriksaan Fisik Kepala
: Normocephali, rambut hitam distribusi merata
Mata
: Konjungtiva anemis +/+, Skela ikterik -/-
Hidung
: septum deviasi -, sekret –
Telinga
: normotia, sekret -/-, serumen +/+
Mulut
: bibir tidak pucat, tidak sianosis Leher
Thorax
: tidak ada pembesaran KGB dan Kelenjar thyroid
:
Jantung Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V 2cm medial dari linea midclavikularis kiri
Perkusi
: batas atas : ICS III parasternalis kiri Batas kanan : ICS II, III, IV parasternalis kanan Batas bawah : ICS V 2cm medial midclavikularis kiri
Auskultasi
: BJ I-II reguler, M-, G-
Paru Inspeksi
: pergerakan simetris saat statis dan dinamis, memar-
Palpasi
: vocal fremitus simetris
Perkusi.
: sonor dikedua lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas vesikuler, rhonki-/-, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi
: datar, hematom -, benjolan -
Palpasi
: supel, nyeri tekan -
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: Bising usus + normal
Ekstremitas atas dan bawah : Inspeksi
: simetris
Palpasi
: akral hangat
III. STATUS NEUROLOGI a. GCS : E4V4M6 = 14, pada saat di IGD didapatkan GCS = 3 b. Tanda Rangsang Meningeal : tidak dilakukan c. Peningkatan tekanan intrakranial : nyeri kepala +, muntah proyektil -, penurunan kesadaran +, bradikardi -, kejang d. Nervus cranialis NI N II
: Tidak dapat dilakukan : Kanan
Kiri
Acies visus
Tidak dilakuakan
Tidak dilakukan
Campus warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
tes buta warna ( isihara)
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Funduskopi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Kanan
Kiri
N III, IV, VI :
NV
:
Kedudukan bola mata
Ortoforia
Ortoforia
Ke nasal
Baik
Baik
Ke temporal
Baik
Baik
Ke nasal atas
Baik
Baik
Ke temporal atas
Baik
Baik
Ke temporal bawah
Baik
Baik
Eksophtalmus
-
-
Nistagmus
-
-
Ptosis
-
-
Bentuk
Bulat
Bulat
Ukuran
3mm
3mm
Isokor/ anisokor
Isokor
Isokor
Pergerakan bola mata :
Pupil :
Refleks cahaya langsung + Refleks cahaya tidak + langsung
+ + Cabang maxillaris
: kurang baik / baik
Cabang mandibularis : kurang baik /baik Refleks kornea
N VII :
: +/+
Motorik Orbitofrontal Orbicularis occuli
: baik/baik
Orbicularis oris
: kurang baik/baik
Sensorik
N VIII
: baik/baik
: baik/baik
Vestibular : vertigo -, nistagmus Chochlear : tes berbisik baik kiri dan kanan
N IX, X
Motorik : baik/baik Sensorik: baik/baik
N XI
Mengangkat bahu : Kanan: baik Kiri Menoleh
: baik
: Kanan: baik
motorik : baik/baik Sensorik : cabang ophtalmik : kurang baik / baik
Kiri
N XII
: baik
Pergerakan lidah : deviasi ke kanan Tremor Atrofi – Fasikulasi -
e. Sistem Motorik Kekuatan otot ekstremitas atas
2222 I 5555
Kekuatan otot ekstremitas bawah 2222 I 5555
f. Gerakan involunter Tremor
g. Sistem Sensorik:
:
-
Chorea
:
-
Athetose
:
-
Mioklonik
:
-
Tics.
:
-
kanan
kiri
proprioseptif
:
tidak dapat dilakukan
eksteroseptif
:
tidak dapat dilakukan
h. Fungsi cerebellar dan koordinasi Ataxia
:
tidak dapat dilakukan
Tes Rhomberg
:
tidak dapat dilakukan
Disdiadokinesa
:
tidak dapat dilakukan
Jari-jari
:
tidak dapat dilakukan
Jari –hidung
:
tidak dapat dilakukan
Tumit-lutut
:
tidak dapat dilakukan
i. Fungsi luhur Astereognosia
:
-
Apraksia
:
-
Afasia
:
-
Miksi
:
inkontinensia -
j. Fungsi otonom
Defekasi
:
Sekresi keringat
inkontinensia :
normal
k. Reflex fisiologis Biseps
:
+2/ +
Trisep
:
+2/ +
Patella
:
+2/ +
Achilles
:
+2/ +
Dinding perut
:
baik
Reflex patologis
kanan
kiri
Hoffman trommer
+
-
Babinsky
+
+
Chaddock
+
+
Schaeffer
+
+
Klonus tumit
m. Kolumna vertebralis : baik n. Keadaan Psikis Intelegensia
: kurang baik
Tanda regresi : demensia
:-
IV. PEMERIKSAAN LAB Laboratorium darah Tanggal 27 Desember 2011
+
+
Leukosit
: 21.800 / µl
Hemoglobin : 11,2 g / dl Hematokrit
: 33 %
Trombosit
: 415.000 / µl
GDS
: 177 mg / dl
SGOT
: 16 U / l
SGPT
: 10 U / l
Ureum
: 74 mg / l
Kreatinin
: 3,8 mg / dl
Natrium
: 144 mEg / l
Kalium Klorida
: 4 mEg / l : 113 mEg / l
Lipid profil Kolesterol total
: 531 mg / dl
HDL
: 60 mg / dl
LDL
: 188 mg / dl
Trigliserida
: 189 mg / dl
Asam urat
: 7,2 mg / dl
V. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
CT Scan pada tanggal 27 Desember 2011
Kesan : Stroke Hemoragik Paretalis Kiri dan Intraventrikuler
VI. RESUME Pasien, Ny. AR datang ke IGD RSUD Budi Asih dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3 jam sebelum masuk RS. Sebelumnya pasien merasa pusing sakit kepala, lalu pada saat berjalan ingin memasuki kamar mandi, pasien merasa lemas dan duduk d lantai lalu tidak sadarkan diri. Setelah sadar pasien berbicara pelo. Pada status
generalis dalam batas normal, pada status neurologis didapatkan penurunan kesadaran dengan GCS 14 pada saat di IGD GCS 3, tekanan darah 180/100 mmHg, pada saat di IGD 220/160 mmHg, hemiparesis dextra dan paresis N. VII dan N. XII kanan, hipestesi wajah dextra, refleks fisiologis kanan meningkat dan ditemukan refleks patologis bilateral.
VII. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis
: Refleks Fisilogi dextra meningkat Refleks Patologis bilateral Hemiparesis dextra Hipestesi wajah dextra Paresis N. V.II dan N. XII dextra
Diagnosis etiologi
: Stroke Hemoragik
Hipertensi Maligna Dyslipidemia Renal Insuffisiensi Leukositosis Anemia Diagnosis topis
: Intraventrikuler
Hemisfer cerebri Parietal kiri
VIII. DIAGNOSIS BANDING Aneurisma Arterivenous Malformation
Pada tanggal 30 Desember pasien sudah dikonsul ke penyakit dalam untuk masalah Renal Insuffisiensi. Pada tanggal 30 Desember pasien dikosul ke jantung untuk masalah hipertensi emergency.
PENATALAKSANAAN IVFD Asering / 8 jam Citicolin 500 mg
2 x 1 amp
Tranexamic Acid
2 x 1 amp
Vitamin K
2 x 1 amp
Piracetam 12 gram
1 x 1 i.v
Ranitidin
2 x 1 amp
Nicardipin
1 x 0,5 mg
Indapamide
1 x 1 tab
Bisoprolol 2,5 mg
2 x 1 tab
Nifedipine 10 mg
4 x 1 tab
Valsartan 80 mg
1 x 1 tab
Simvastatin 10 mg
1 x 2 tab
PROGNOSIS Ad Vitam
: dubia ad malam
Ad functionam
: dubia ad malam
Ad Sanationam
: dubia ad malam
Follow up pasien selama di RSUD Budi Asih Pada saat di IGD pasien sudah ada hasil CT Scan yang menunjukan adanya hemoragik pada intraventrikuler dan hemisfer cerebri parietal kiri. Namun pasien ini tidak langsung diberikan manitol (larutan hiperosmolar) untuk antioedemnya, karena didapatkan osmolaritas pada pasien ini tinggi. Pada hari berikutnya terdapat peningkatan kesadaran dari koma menjadi apatis selama perawatan. Untuk masalah oedema cerebri sudah teratasi karena sudah tidak terdapat refleks patologis bilateral dan klonus tumit bilateral mulai tanggal 11 Januari 2012. Selama perawatan masalah yang belum teratasi adalah Renal Insuffisiensi dan Hipertensi Emergency akibat dari hipertensi sekundernya yaitu hipertensi renal.
BAB III ANALISIS KASUS
Seorang perempuan berusia 32 tahun datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan diagnosa Stroke hemoragik. Pada pasien ini didiagnosis stroke hemoragik karena didapatkan dari :
Anamnesis
Pasien datang ke RSUD Budi Asih dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3 jam sebelum masuk RS. Sebelumnya pasien merasa pusing sakit kepala, lalu pada saat berjalan ingin memasuki kamar mandi, pasien merasa lemas dan duduk d lantai lalu tidak sadarkan diri. Setelah sadar pasien berbicara pelo.
Definisi primary Intraventricular hemorrhage (PIVH) dikemukakan pertama kali oleh Sanders, pada tahun 1881, yaitu terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan perdarahan intraserebral non-traumatik yang terbatas pada sistem ventrikel. Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel. Darah memasuki ventrikel melalui robekan ependim. PIVH merupakan kejadian yang jarang pada dewasa, dan kadang-kadang dapat dibedakan dari malformasi pembuluh darah atau neoplasma dari pleksus koroideus atau salah satu arteri koroideus, ketika darah masuk ke ventrikel tanpa menyebabkan bekuan besar pada parenkim.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan onset mendadak dengan defisit yang mengarah ke penyebab vaskuler, sampai dibuktikan yang lain. Sakit kepala dan terdapatnya penurunan tingkat kesadaran mengarah ke kejadian stroke perdarahan, yang ditunjang dengan perhitungan Siriraj Stroke Scale (Skor SSS: >1=perdarahan supratentorial, skor SSS 6 secara nyata berhu-bungan dengan hidrosefalus akut, sedangkan nilai 12 pada saat datang.
CT Scan kepala pada pasien ini setelah penurunan kesadaran menampakkan IVH dengan nilai total Graeb 4+1+2+1 = 8. Diketahui bahwa nilai Graeb >6 secara nyata berhubungan dengan hidrosefalus akut, yang juga terdapat pada pasien ini.
Komplikasi dari IVH antara lain:
1. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran yang buruk.
2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi. 3. Vasospasme. Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri, yaitu: 1). Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasme intrakranial. 2). Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan
serebrospinal.
Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Pia et al melaporkan rasio dari hipertensi, aneurisma dan AVM berturut-turut yaitu 54%, 19%, dan 27%.
Pada pasien ini diketahui terdapat riwayat hipertensi, didapatkan tekanan darah yang tinggi pada saat datang dan selama perawatan dan dari EKG terdapat LVH (Left Ventricel Hypertrofi).
Fabregas et al menyatakan bahwa lebih baik hipertensi dikatakan berhubungan (sebagai faktor risiko), dibandingkan sebagai penyebab (etiologi) PIVH.
Caplan menyatakan bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler. Spekulasi mengenai hubungan antara IVH dengan faktor risiko penyakit vaskuler dijelaskan melalui kombinasi faktor risiko yang telah ada sebelumnya, yang menyebabkan melemahnya dinding arteri dan mengurangi vasoreaktivitas endotel.
Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering IVH pada usia muda.
Pada orang dewasa, IVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur periventrikel.IVH juga dapat terjadi pada trauma dan tumor yang biasanya melibatkan pleksus koroideus.
Pada pasien dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor risiko pada pasien ini adalah hipertensi, dan dyslipidemia.
Tatalaksana peningkatan TIK adalah dengan resusitasi cairan intravena, elevasi kepala pada posisi 30°.
Usaha awal untuk fokus menangani peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sangat beralasan, karena peningkatan tekanan intrakranial yang berat berhubungan dengan herniasi dan iskemi. Rasio mortalitas yang lebih rendah konsisten ditemukan pada kebijakan terapi dengan: (1) penggunaan keteter intraventrikuler untuk mempertahankan TIK dalam batas normal
(2) usaha untuk menghilangkan bekuan darah dengan menyuntikkan trombolitik dosis rendah. Rekomendasi AHA Guideline 2009: 1. Pasien dengan nilai GCS