Isi Makalah Psikologi Agama [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan pedoman bagi kehidupan masyarakat, merupakan perangkat-perangkat acuan yang berlaku umum dan menyeluruh dalam menghadapi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Dalam kebudayaan terdapat perangkat-perangkat dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh pendukung kebudayaan tersebut. Adapun tradisi keagamaan merupakan pranata primer dari kebudayaan memang sulit berubah karena keberadaannya didukung oleh kesadaran bahwa pranata tersebut menyangkut kehormatan harga diri, dan jati diri masyarakat pendukungnya. Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengaruh kebudayaan khususnya tradisi keagamaan terhadap jiwa keagamaan pada era globalisasi. Hendaknya mereka menganggap globalisasi sebagai tantangan yang harus dihadapi sekaligus menjadikan globaisasi sebagai ancaman bila tidak mampu menunjukan jati dirinya, karena globalisasi merupakan puncak peradaban manusia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh tradisi keagamaan dan kebudayaan? 2. Bagaimanakah tradisi keagamaan dan sikap keagamaan? 3. Bagaimana



pengaruh



kebudayaan



globalisasi



terhadap



jiwa



keagamaan? C. Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tradisi keagamaan dan kebudayaan 2. Untuk memahami tradisi keagamaan dan sikap keagamaan 3. Untuk memahami pengaruh kebudayaan globalisasi terhadap jiwa keagamaan



1



BAB II PEMBAHASAN PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP JIWA AGAMA A. Tradisi Keagamaan dan Kebudayaan Pengertian tradisi dan tradisi keagamaan kriteria tradisi dapat lebih dibatasi dengan mempersempitcakupannya. Dalam pengertian yang lebih sempit tradisi hanya berarti bagian-bagian warisan sosial khusus yang memenuhi syarat saja, yakni yang tetap bertahan hidup dimasa kini yang masih kuat ikatannya, dengan kehidupan masa kini. Dalam arti sempit tradisi adalah kemampuan benda material dan gagasan yang diberi makna khusus yang berasal dari masa lalu.1 Tradisi menurut Parsudi Suparlan, Ph.D.merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah (Parsudi Suparlan, 1987:115). Meredith Mcguire melihat bahwa dalam masyarakat pedesaan umumnya tradisi erat kaitannya dengan mitos dan agama (McGuire, 1984:338). Secara garis besarnya tradisi sebagai kerangka acuan norma dalam masyarakat disebut pranata. Pranata ini ada yang bercorak rasional, terbuka dan umum, kompetitif dan konflik yang menekankan legalitas, seperti pranata politik, pranata pemerintahan, ekonomi dan pasar, berbagai pranata hukum dan keterkaitan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.2 Para ahli sosiologi menyebutnya sebagai pranata sekunder. Pranata ini dapat dengan mudah diubah struktur dan peran hubungan antar perannya maupun norama-norma yang berkaitan dengan itu, dengan perhitungan rasional yang menguntungkan yang dihadapi sehari-hari (Parsudi Suparlan, 1995: 6). Pranata sekunder tampaknya bersifat fleksibel, mudah berubah sesuai dengan situasi yang di inginkan oleh pendukungya. Sebaliknya, menurut Parsudi Suparlan, para sosiologi



mengidentifikasikan



adanya



pranata



primer.



Pranata



primer



inimerupakan kerangka acuan norma yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan manusia itu sendiri. Pranata primer berhubungan dengan kehormatan dan harga diri, jati diri serta kelestarian masyarakatnya. Karena itu, pranata ini tidak dengan mudah dapat berubah begitu saja (Parsudi Suparlan, 1995: 6)3 1



http://afifulikhwan.blogspot.co.id/2010/11/pengaruh-kebudayaan-terhadap-jiwa.html diunduh pada tanggal 28 Oktober 2017 pada jam 01.34 2 Jalaluddin. 2010. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet. 14 h. 224 3 Ibid.



2



Melihat struktur dan peranan serta fungsinya, pranata primer ini lebih mengakar pada kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pranata primer bercorak menekankan pada pentigya keyakinan dan kebersamaan seta bersifat tertutup atau pribadi, seperti pranata-pranata keluarga, kekerabatan, keagamaan pertemanan atau persahabatan (Parsudi Suparlan, 1995: 5- 6). Mengacu kepada penjelasan tersebut, tradisi keagamaan termasuk ke dalam pranata primer. Hal ini dikarenakan antara lain menurut Rodaslav A. Tsanoff, pranata keagamaan ini mengandung unsur-unsur yang berkaitan dengan ke-Tuhanan atau keyakinan, tindak keagamaan, perasaan-perasaan yang bersifat mistik, penyembahan kepada yang suci (ibadah), dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang hakiki (Mc.Guire, 1984;4). dengan demikian tradisi kegamaan sulit berubah, karena selain didukung oleh masyarakat juga memuat sejumlah unsur-unsur yang memiliki nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan keyakinan masyarakat tradisi keagamaan (bagi agama Samawi) bersumber dari norma-norama yang termuat dalam kitab suci.4 Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin colore yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa juga diartikan sebagai mengolah tanah ata bertani. Kata culture juga kadang diterjemakan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Menurut Edward burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan- kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai defenisi tersebut, dapat dieroleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ideatau gagasan yang terdapat dalam pemikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.5



4



Ibid. h.225 Tri Murni Emilza. 2014. Diktat Psikologi Agama. Payakumbuh: STIT Payakumbuh. Cet.1 h. 8384 5



3



Dalam suatu masyarakat yang warganya terdiri atas pemeluk agama, maka secara umum pranata keagamaan menjadi salah satu pranata kebudayaan yang ada di masyarakat tersebut. Dalam konteks seperti ini telihat hubungan antara tradisi keagamaan dengan kebudayaan masyarakat tersebut. Bila kebudayaan sebagai cetak biru dalam kehidupan (Kluckhohn) atau sebagai pedoman bagi kehidupan masyarakat (Parsudi Suparlan), maka dalam masyarakat pemeluk agama perangkat-perangkat yang berlaku umum dan menyeluruh sebagai norma-norma kehidupan atau cenderung mengandumg muatan keagamaan. Dengan demikian, hubungan antara tradisi keagamaan dengan kebudayaan terjalin sebagai hubungan timbal balik. Makin kuat tradisi keagamaan dalam suatumasyarakat akan makin terlihat peran akan makin dominan pengaruhnya dalam kebudayaan. Sebaliknya, makin sekular suatu masyarakat, maka pengaruh tradisi keagamaan dalam kehidupan masyarakat akan memudar.6 B. Tradisi Keagamaan dan Sikap Keagamaan Tradisi keagamaan pada dasarnya merupakan pranata keagamaan yang sudah dianggap baku oleh masyarakat pendukungnya. Dengan demikian, tradisi keagamaan sudah merupakan kerangka acuan norma dalam kehidupan dan prilaku masyarakat. Para ahli antopologi membagi kebudayaan dalam bentuk dan isi. Menurut bentuknya kebudayaan terdiri atas tiga, yaitu (Koentjaraningrat, 1986:80-90): 1. Siatem kebudayaan (cultural system) Sistem kebudayaan berwujud gagasan, pikiran, konsep, nilai-nilai budaya, norma-norma, pandangan-pandangan yang bentuknya abstrak serta berada dalam pikran para pemangku kebudayaan yang bersangkutan. 2. Sistem Sosial (social system) Sistem sosial berwujud aktiftas, tingkah laku berpola, perilaku, upacaraupacara serta ritus-ritus yang wujudnya lebih konkret. Sistem sosial adalah bentuk kebudayaan dalam wujud yang lebih konkret dan dapat diamati. 3. Benda-benda Budaya (material culture) Benda-benda budaya disebut juga kebudayaan fisik atau kebudayaan materill. Benda budaya merupakan hasil tingkah laku dan karya pemangku kebudayaan yang bersangkutan. 6



Jaluddin. Op.Cit.



4



Selanjutnya, isi kebudayaan menurut Koentjaraningrat terdiri atas tujuh unsur, yaitu: bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian (Koentjaraningrat, 1986: 75).7 Dalam kaitannya dalam pembentukan tradisi keagamaan, secara konkret, pernyataan Koentjaraningrat tersebut dapat digambarkan melalui proses penyiaran agama, hingga terbentuk suatu komunitas keagamaan. Sebagai contoh, masuknya agama-agama ke Nusantara sejak abad keempat (Hindu-Budha). Ketujuh (islam), dan ke-16 (kristen). Meskipun keempat agama tersebut disiarkan ke Nusantara dalam kurun waktu yang berbeda, namun pengaruhnya terhadap prilaku masyarakatpendukungnya di Indonesia masih terlihat nyata. Monk melihat bagaimana hubungan antara sikap keagamaan dengan tradisi keagamaan. Sikap keagamaan perorangan dalam masyarakat yang menganut suatu keyakinan agama merupakan unsur penopang bagi terbentuknya tradisi keagamaan. Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi. Sikap keagamaan mendukung terbentuknya tradisi keagamaan, sedangkan, tradisi keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut memberi nilai-nilai, norma-norma pola tingkah laku keagamaan kepada seseorang. Dengan demikian, tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam tradisi keagamaan tertentu.8 Bagaimana pengaruh tradisi keagamaan terhadap sikap keagamaan ini dapat dilihat dari contoh yang pang sederhana. Seorang, Muslim yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang taat akan menunjukkan sikap yang menolak ketika diajak masuk ke Kelenteng, Pure atau Gereja. Sebaliknya hatinya akan tentram saat menjejakkan kakinya ke mesjid. Demikin pula seorang penganut agama Katolik, Budha ataupun Hindu akan mengalami hal yang serupa, jika masingmasing diajak masuk ke rumah ibadah agama lain yang bukan agama yang dianut nya. Meskipun yang menjadi arsitek masjid Istiqlal adalah seorang Katolik bernama Fredrik Silaban, namun pemeluk agama Katolik lainnya akan mengalami



7 8



ibid h..226 Ibid. h. 227-230



5



suatu kondisi yang berbeda saat masuk ke Istiqlal dibandingkan saat masuk ke Katedral. 9 Tradisi keagamaan dalam pandangan Robert C. Monk memiliki dua fungsi yaitu: 1. Sebagai kekuatan yang mampu membuat kestabilan dan keterpaduan masyarakat maupun individu. 2. Sebagai agen perubahan dalam masyarakat atau diri individu, bahkan dalam situasi terjadinya konflik sekalipun Dalam konteks pendidikan, tradisi keagamaan merupakan isi pendidikan yang bakal diwariskan generasi tua kepada generasi muda.10 C. Pengaruh Kebudayaan Era Globalisasi terhadap jiwa Keagamaan Pengertian Globalisasi Makna globalisai menurut Anthoy Giddens dijelaskan sebagai intensifikasi relasi sosial di seluruh dunia yang menghubungan lokalitas yang berjauhan sehingga kejadian lokal dibentuk oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi dibelahan dunia lain. Menurut Akbar S. Ahmad dan Hasting Donnan makna globalisasi diberi batasan yaitu pada prinsipnya mengacu pada perkembangan-perkembangan



yang



cepat



daam



teknologi



komunikasi,



transformasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh (menjadi hal-hal) yang bisa dijangkau dengan mudah.11 Era globalisasi umumnya digambarkan sebagai kehidupan masyarakat dunia yang menyatu. Era globalisasi ditopang oleh kemajuan dan kecanggihan teknologi menjadikan manusia seakan hidup dalam satu kota, kota dunia. Kehidupan manusia di Era globalisasi saling pengaruh-mempengaruhi. Tetapi menurut Dafid C. Korten ada tiga krisis yang bakal dihadapi manusia secara global, yaitu: kemiskinan, penanganan lingkungan yang salah, serta kekerasan sosial. Gejala yang serupa juga akan dihadapi masyarakat sekitar. Kemajuan teknologi menimbulkan beberapa kekhawatiran, meskipun juga menampilkan nilai-nilai positif.12 Agaknya musibah global ini pula yang mendorong para futurulog meramalkan bahwa di abad ke-21 ini umat manusia merindukan kehidupan 9



Ibid. Tri Murni Emilza. Op.Cit. h.88 11 http://afifulikhwan.blogspot.co.id/2010/11/pengaruh-kebudayaan-terhadap-jiwa.html 12 Tru Murni Emilza. Loc.Cit 10



6



beragama. Tetapi menjelang terjadinya keadaan yang diketengahkan oleh David C. Korten tersebut dampak kemajuan teknologi dan komunikasi telah ikut menimbulkan rasa kekhawatiran masyarakat dunia, di samping nilai-nilai positif yang ditampilkan oleh kemajuan tersebut. Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan, barangkali dampak globalisasi itu dapat dilihat melalui hubungannya dengan perubahan sikap. Prof.Dr.Mar’at mengemukakan beberapa teori mengenai perubahan sikap ini. Menurut teori yang dikemukakan oleh Osgood dan Tannen baum perubahan sikap akan terjadi jika terjadi persamaan presepsi pada diri seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu (Mar’at, 1981:44). Hal ini berarti bahwa apabila pengaruh globalisasi dengan segala muatannya dinilai baik oleh individu maupun masyarakat, maka mereka akn menerimanya.13 Sebaliknya, dalam teori fungsional dikemukakan bahwa perubahan sikap tergantung dari pemenuhan kebutuhan (Mar’at, 1981:47). Perubahan sikap ini menurut pendekatan psikologi adalah berupa kecendrungan yang besar untuk menyenangi sesuatu. Jadi, apabila seseorang merasa sependapat dengan sesuatu maka akan timbul simpati(Mar”at, 1981 :61). Pada garis besarnya, proses perubahan sikap tersebut dapat digambarkan melalui dua jalur, yaitu proses rasional dan proses emosional. Proses rasional diawali oleh adanya perhatian, pemahaman, penerimaan, dan berakhir pada keyakinan. Sedangkan proses emosional berawal dari perhatian, simpati, menerima, dan berakhir pada minat (Mar’at, 1981:36). Menurut pendekatan psikologi, keterkaitan terhadap tradisi keagamaan lebih tinggi pada orang-orang yang berusia lanjut ketimbang generasi muda. Tingkat usia ikut menentukan dalam hal ini. Temuan ini setidaknya menunjukkan bahwa perubahan sikap terhadap perubahan yang terjadi akan lebih mudah terjadi dikalangan



generasimuda.



Mereka



lebih



mudah



menerima



perubahan



dibandingkan dengan generasi lebih tua.14 Gejala kecenderungan serupa ini tampak pada proses perubahan sikap generasi muda di tanah air terhadap berbagai tradisi keagamaan. Perayaan tahun baru (1 Januari) setiap tahun tampaknya sudah bukan lagi dianggap sebagai tradisi 13 14



Jaluddin Op.Cit h.234 Ibid. h. 235



7



keagamaan dari agama tertentu, melainkan sudah diangap sebagai perayaan nasional. Dalam kondisi seperti itu, barang kali manusia akan mengalami konflik batin secara besar-besaran. Konflik tersebut sebagai dampak dari kitidakseimbangan antara kemampuan Iptek yang menghasilkan kebudayaan materi dan kekosongan ruhani. Kegoncangan batin yang diperkirakan akan melanda umatmanusia ini, barang kali akan mempengaryhi kehidupan psikologis manusia. Pada kondisi ini, manusia akan mencari penentram batin, antara lai agama. Adapun kecenderungan berikutnya adalah dengan menciptakan agama baru melalui berbagai ritus dan upacara yang disakralkan. Bila mereka dapat mempengaruhi dan mengumpulkan banyak pengikut, akan muncul menjadi semacam gerakan keagamaan. Hanya sekedar menentramkan batin, mengisi jiwa yang mengalami kekosongan nilai-nilai rohaniah. Dalam kondisi kesendiriaan kekosongan itu merasa sangat menyakitkan, hingga perlu mengajak orang lain secara bersama-sama larut dalam upacara yang mereka rekayasa. Era global diperkirakan memunculkan tiga kecenderungan utama dalam kesadran agama dan pengalaman agama. Kecenderungan pertama, berupa arus kembali ke tradisi keagamaan yang liberal. Kedua, kecenderugan ke tradisi keagaman pada aspek mistis. Sedangkan kecenderugan ke tiga, adalah munculnya gerakan sempalan yang mengatas namakan agama.15 Sebagai umat beragama, khususnya umat Islam dalam era globalisasi hendaknya:.



1. Menumbuhkan kesadaran tentang tujuan hidup menurut agama



baik sebagai hamba Allah maupun sebagai khalalifah Allah. Tetap dalam kontek mengabdi kepada Allah dan berusaha memperoleh ridhanya dan keselamatan di dunia dan akhirat. Disini peran iman dan taqwa sangat penting hidup di era gobalisasi. 2. Menumbuhkan kesadaaran dalam bertanggungjawab karena kita akan mempertanggungjawabkan apa yang diperbuat di dunia, baik formalitas administratif sesuai yang ada di dunia sendiri maupun hakiki menurut yang mempunyai konsekuensi akhirat kelak. Ketika kita menceburkan diri dalam kehidupan globalisasi maka kita juga selalu sadar akan tanggung jawab terhadap apa yang kita perbuat.16 15



16



Ibid h. 239 http://afifulikhwan.blogspot.co.id/2010/11/pengaruh-kebudayaan-terhadap-jiwa.html.



8



BAB III PENUTUP A. Simpulan Kesimpulan Tradisi keagamaan sebagai pranata primer dari kebudayaan memang sulit berubah, karena pranata tersebut disadari sebagai suatu yang penting, karena menyangkut kehormatan, harga diri, dan jati diri masyarakat pendukungnya. Adapun hubungan antara tradisi tersebut dan sikap keagamaan adalah tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang hidup dalam kehidupan tradisi keagamaan tertentu Istilah globalisasi sering



9



digunakan untuk menggambarkan penyebaran dan keterkaitan produksi, komunikasi dan teknologi diseluruh dunia. Penyebaran itu menunjukkan kompleksitas kegiatan ekonomi dan budaya. Adapun pengaruh kebudayaan dalam era gobalisasi terhadap jiwa keagamaanadalah apabila tidak terjadi ketidak seimbangan antara kemajuan iptek dengan kemampuan individu yang beragama daam mengahasilkan kebudayaan terutama kebudayaan materi. Maka individu tersebut akan mengalami kekosongan rohani dan kegoncangan batin. Hal ini mempengaruhi kehidupan psikologisnya sehingga ia akan memerlukan agama. Adapun kemungkinan yang dapat dimungkinkan pada orang tersebut antara lain; 1. Menyakini kebenaran agamannya 2.Golongan yang longgar terhadap nilai-nilai ajaran agama, yang meliputi a. Orang yang cenderung kembali ke tradisi keagamaan yang liberal b. Orang yang cenderung kembali kedalam tradisi keagamaan yang mistis c. Orang yang cenderung memunculkan gerakan sempalan yang mengatas namakan agama. B.Saran Dengan selesainya makalah tentang pengertian, macam-macam, fungsi, dan pemanfaatan sumber pembelajaran. Makalah ini dapat memenuhi kebutuhan materi bacaan dan pengetahuan. Kami menyadari penulisan, pemaparan materi pengkajiannya masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, apapun kritikan dan saran yang sifatnya membangun untuk lebih baik lagi sangat diharapkan, terutama untuk dosen pengamphu ibuk Putri Dwi Marta, S.Kom.I,M.Sos. agar menuntun kami membuat makalah yang lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA http://afifulikhwan.blogspot.co.id/2010/11/pengaruh-kebudayaan-terhadapjiwa.html Jalaluddin. 2010. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tri Murni Emilza. 2014. Diktat Psikologi Agama. Payakumbuh: STIT Payakumbuh



10