Islamisasi Dan Silang Budaya Di Nusantara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KLIPING



TUGAS SEJARAH INDONESIA



Disusun Oleh : KARTIKA YUNITA HUTABARAT ROULIUS MANALU ALDY MIRWANSYAH KELAS X –IS



SMAN 3 TORGAMBA KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN T.P. 2018/2019



BAB III ISLAMISASI DAN SILANG BUDAYA DI NUSANTARA



A. KEDATANGAN ISLAM KE NUSANTARA Secara umum terdapat 3 teori besar tentang asal-usul penyebaran Islam di Indonesia, yaitu teori Gujarat, teori Mekkah dan teori Persia. — Teori Gujarat Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah : 1. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia. 2. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa. 3. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh yang bercorak khas Gujarat.   



Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.



— Teori Arab (Mekkah) Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Mekkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah: a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab), dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina. b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat atau India adalah penganut mazhab Hanafi. c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir. — Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. — Teori Persia Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 di Sumatra dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:



a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah atau Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik atau Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro. b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syekh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj. c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tandatanda bunyi Harakat.



Proses Awal Penyebaran Islam di Indonesia  Perdagangan dan Perkawinan — Dengan menunggu angin muson (6 bulan), pedagang mengadakan perkawinan dengan penduduk asli. Dari perkawinan itulah terjadi interaksi sosial yang menghantarkan Islam berkembang (masyarakat Islam). — Pembentukan masyarakat Islam dari tingkat ‘bawah’ dari rakyat lapisan bawah, kemudian berpengaruh ke kaum birokrat (J.C. Van Leur). — Gerakan Dakwah, melalui dua jalur yaitu: a) Ulama keliling menyebarkan agama Islam (dengan pendekatan Akulturasi dan Sinkretisasi atau lambang-lambang budaya). b) Pendidikan pesantren (ngasu ilmu atau perigi atau sumur), melalui lembaga atau sistem pendidikan Pondok Pesantren, Kyai sebagai pemimpin, dan santri sebagai murid. — Dari ketiga model perkembangan Islam itu, secara realitas Islam sangat diminati dan cepat berkembang di Indonesia. Meskipun demikian, intensitas pemahaman dan aktualisasi (penerapan) keberagaman islam bervariasi menurut kemampuan masyarakat dalam mencernanya. 







Sumber Sejarah Sumber Eksternal (Luar Negeri) : a. Berita Arab diketahui dari para pedagang Arab yang melakukan aktivitasnya dalam bidang perdagangan dengan bangsa Indonesia b. Berita Eropa di bawa oleh Marcopolo (italia) yang menjadi orang Eropa pertama yang datang ke Indonesia. Marcopolo datang ke Indonesia kemudian dia singgah di Sumatera utara, didaerah tersebut Marcopolo menemukan adanya Kerajaan Islam pertama yaitu Samudera Pasai c. Berita india Para pedagang Gujarat dari India selain melakukan perdagangan juga menyebarkan agama Islam di pesisir pantai d. Berita Cina Ma Huan (Sekretaris Laksamana Cheng Ho) mengatakan bahwa pada tahun 1400 telah ada pedagang-pedagang islam yang tinggal di Pantura Sumber Internal a. Batu Nisan Fatimah Binti Maimun peninggalan batu nisan ini menjadi bukti bahwa agama islam sudah masuk ke daerah Jawa Timur b. Makam Sultan Malik As Saleh (Raja Samudera Pasai di Sumatera) berdasarkan peninggalan ini, dapat disimpulkan bahwa untuk pertama kalinya muncul seorang Raja beragama Islam dengan gelar “Sultan”



c. Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik Makam tersebut didatangkan dari gujarat dan berisi tulisan-tulisan Arab



B. ISLAM DAN JARINGAN PERDAGANGAN ANTARPULAU-SEJARAH Kepulauan Indonesia memiliki laut dan daratan yang luas. Masyarakat Nusantara pada umumnya adalah masyarakat pesisir yang kehidupan mereka tergantung pada perdagangan antarpulau dan antarbenua. Sedangkan mereka yang berada di pedalaman adalah masyarakat agraris, yang kehidupan mereka tergantung kepada pertanian. Pelaut tradisional Indonesia telah memiliki keterampilan berlayar yang dipelajari dari nenek moyang secara turun-temurun. Sejak dulu mereka sudah mengenal teknologi arah angin dan musim untuk menentukan perjalanan pelayaran dan perdagangan. Warisan terbaik dari sejarah zaman Islam lainnya ialah adanya pengintegrasian Nusantara lewat nasionalisme keagamaan dan jaringan perdagangan antarpulau. Laut telah berfungsi sebagai jalur pelayaran dan perdagangan antar suku bangsa di kepulauan indonesia dan bangsa-bangsa di dunia. Nenek moyang kita telah memiliki keterampilan berlayar yang di pelajari secara turun temurun. Sejak dulu mereka sudah mengenal teknologi arah angin dan musim untuk menentukan perjalanan, pelayaran dan perdagangan. Jaringan perdagangan dan pelayaran antarpulau di Nusantara terbentuk karena antarpulau saling membutuhkan barang-barang yang tidak ada di tempatnya. Untuk menunjang terjadinya hubungan itu, para pedagang harus melengkapi diri dengan pengetahuan tentang angin, navigasi, pembuatan kapal, dan kemampuan diplomasi dagang. Dalam kondisi seperti itu, munculah saudagar-saudagar dan syahbandar yang berperan melahirkan dan membangun pusat-pusat perdagangan di Nusantara.



Munculnya pusat-pusat perdagangan Nusantara disebabkan adanya kemampuan sebagai tempat berikut ini. Pertama, pemberi bekal untuk berlayar dari suatu tempat ke tempat lain. Kedua, pemberi tempat istirahat bagi kapal-kapal yang singgah di Nusantara. Ketiga, pengumpul barang komoditas yang diperlukan bangsa lain. dan terakhir, penyedia tempat pemasaran bagi barang-barang asing yang siap disebarkan keseluruh Nusantara. Berdasarkan data arkeologis seperti prasasti-prasasti maupun data historis berupa beritaberita asing, kegiatan perdagangan di Kepulauan Indonesia sudah dimulai sejak abad pertama Masehi. 1) Jalur-jalur pelayaran dan jaringan perdagangan Kerajaan Sriwijaya dengan negerinegeri di Asia Tenggara, India, dan Cina terutama berdasarkan berita-berita Cina telah dikaji, antara lain oleh W. Wolters (1967). 2) Catatan-catatan sejarah Indonesia dan Malaya yang dihimpun dari sumber-sumber Cina oleh W.P Groeneveldt, menunjukkan adanya jaringan–jaringan perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dengan berbagai negeri terutama dengan Cina. Kontak dagang ini sudah berlangsung sejak abad-abad pertama Masehi sampai dengan abad ke-16. Kapal-kapal dagang Arab juga sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke-7. Dari literatur Arab banyak sumber berita tentang perjalanan mereka ke Asia Tenggara. 3) Dari sumber literatur Cina, Cheng Ho mencatat terdapat kerajaan yang bercorak Islam atau kesultanan, antara lain, Samudra Pasai dan Malaka yang tumbuh dan berkembang



sejak abad ke-13 sampai abad ke-15, sedangkan Ma Huan juga memberitakan adanya komunitas-komunitas Muslim di pesisir utara Jawa bagian timur. Adanya jalur pelayaran tersebut menyebabkan munculnya jaringan perdagangan dan pertumbuhan serta perkembangan kota-kota pusat kesultanan dengan kota-kota bandarnya pada abad ke-13 sampai abad ke-18 misalnya, Samudra Pasai, Malaka, Banda Aceh, Jambi, Palembang, Siak Indrapura, Minangkabau, Demak, Cirebon, Banten, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Kutai, Banjar, dan kota-kota lainnya. 1) Jalur Perdagangan dari Sumber Tome Pires Berita Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) memberikan gambaran mengenai keberadaan jalur pelayaran jaringan perdagangan, baik regional maupun internasional. Ia menceritakan tentang lalu lintas dan kehadiran para pedagang di Samudra Pasai yang berasal dari Bengal, Turki, Arab, Persia, Gujarat, Kling, Malayu, Jawa, dan Siam. Selain itu Tome Pires juga mencatat kehadiran para pedagang di Malaka dari Kairo, Mekkah, Aden, Abysinia, Kilwa, Malindi, Ormuz, Persia, Rum, Turki, Kristen Armenia, Gujarat, Chaul, Dabbol, Goa, Keling, Dekkan, Malabar, Orissa, Ceylon, Bengal, Arakan, Pegu, Siam, Kedah, Malayu, Pahang, Patani, Kamboja, Campa, Cossin Cina, Cina, Lequeos, Bruei, Lucus, Tanjung Pura, Lawe, Bangka, Lingga, Maluku, Banda, Bima, Timor, Madura, Jawa, Sunda, Palembang, Jambi, Tongkal, Indragiri, Kapatra, Minangkabau, Siak, Arqua, Aru, Tamjano, Pase, Pedir, dan Maladiva. Berdasarkan berita Tome Pires, buatlah peta jalur perdagangan di bagian timur kepulauan Indonesia!



Berdasarkan kehadiran sejumlah pedagang dari berbagai negeri dan bangsa di Samudra Pasai, Malaka, dan bandar-bandar di pesisir utara Jawa sebagaimana diceritakan Tome Pires, kita dapat mengambil kesimpulan adanya jalur-jalur pelayaran dan jaringan perdagangan antara beberapa kesultanan di Kepulauan Indonesia baik yang bersifat regional maupun internasional. Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Nusantara dengan Arab meningkat sehingga aktivitas perdagangan dan pelayaran di Samudra Hindia semakin ramai. Peningkatan pelayaran tersebut disebabkan makin majunya perdagangan Dinasti Abbasiyah (750-1258). Dengan Baghdad sebagai pusat pemerintahan menggantikan Damaskus (Syam), aktivitas pelayaran dan perdagangan di Teluk Persia menjadi lebih ramai. Pedagang Arab yang selama ini hanya berlayar sampai India, sejak abad ke-8 mulai masuk ke Kepulauan Indonesia dalam rangka perjalanan ke Cina. Hubungan Arab dengan kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia terjalin secara langsung. Hubungan tersebut menjadi semakin ramai saat pedagang Arab dilarang masuk ke Cina dan koloni



mereka dihancurkan oleh Huang Chou, menyusul suatu pemberontakan yang terjadi pada 879 H. Orang–orang Islam melarikan diri dari Pelabuhan Kanton dan meminta perlindungan Raja Kedah dan Palembang. 2) Pola Perdagangan Setelah Jatuhnya Malaka Ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada 1511, mendorong para pedagang untuk mengambil jalur alternatif, dengan melintasi Semenanjung atau pantai barat Sumatra ke Selat Sunda. Pergeseran ini melahirkan pelabuhan perantara yang baru, seperti Aceh, Patani, Pahang, Johor, Banten, Makassar dan lain sebagainya. Saat itu, pelayaran di Selat Malaka sering diganggu oleh bajak laut. Akibat dari aktivitas bajak laut, rute pelayaran perdagangan yang semula melalui Asia Barat ke Jawa lalu berubah melalui pesisir Sumatra dan Sunda. Dari pelabuhan ini pula para pedagang singgah di Pelabuhan Barus, Pariaman, dan Tiku. Berikut ini adalah gambar jalur perdagangan sebelum dan sesudah Malaka jatuh ke tangan Portugis.



Perdagangan pada wilayah timur Kepulauan Indonesia lebih terkonsentrasi pada perdagangan cengkih dan pala. Dari Ternate dan Tidore (Maluku) dibawa barang komoditi ke Somba Opu, ibu kota Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan. Somba Opu pada abad ke-16 telah menjalin hubungan perdagangan dengan Patani, Johor, Banjar, Blambangan, dan Maluku. Adapun Hitu (Ambon) menjadi pelabuhan yang menampung komoditi cengkih yang datang dari Huamual (Seram Barat), sedangkan komoditi pala berpusat di Banda. Semua pelabuhan tersebut umumnya didatangi oleh para pedagang Jawa, Cina, Arab, dan Makassar. Kehadiran pedagang itu mempengaruhi corak kehidupan dan budaya setempat, antara lain ditemui bekas koloninya seperti Maspait (Majapahit), Kota Jawa (Jawa) dan Kota Mangkasare (Makassar). Pada abad ke-15, Sulawesi Selatan telah didatangi pedagang Muslim dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Dalam perjalanan sejarahnya, masyarakat Muslim di Gowa terutama Raja Gowa Muhammad Said (1639-1653) dan putra penggantinya, Hasanuddin (1653-1669) telah menjalin hubungan dagang dengan Portugis. Bahkan Sultan Muhammad Said dan Karaeng Pattingaloang turut memberikan saham dalam perdagangan yang dilakukan Fr. Vieira, meskipun mereka beragama Katolik. Kerjasama ini didorong oleh adanya usaha monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilancarkan oleh kompeni Belanda di Maluku.Hubungan Ternate, Hitu dengan Jawa sangat erat sekali. Ini ditandai dengan adanya seorang raja yang dianggap benar-benar telah memeluk Islam ialah Zainal Abidin (1486-1500) yang pernah belajar di Madrasah Giri. Ia dijuluki sebagai Raja Bulawa, artinya raja cengkih, karena membawa cengkih dari Maluku sebagai persembahan. Cengkih, pala, dan bunga pala (fuli) hanya terdapat



di Kepulauan Indonesia bagian timur, sehingga banyak barang yang sampai ke Eropa harus melewati jalur perdagangan yang panjang dari Maluku sampai ke Laut Tengah. Cengkih yang diperdagangkan adalah putik bunga tumbuhan hijau (szygium aromaticum atau caryophullus aromaticus) yang dikeringkan. Satu pohon ini ada yang menghasilkan cengkih sampai 34 kg. Hamparan cengkih ditanam di perbukitan di pulaupulau kecil Ternate, Tidore, Makian, dan Motir di lepas pantai barat Halmahera dan baru berhasil ditanam di pulau yang relatif besar, yaitu Bacan, Ambon dan Seram. Meningkatnya ekspor lada dalam kancah perdagangan internasional, membuat pedagang Nusantara mengambil alih peranan India sebagai pemasok utama bagi pasaran Eropa yang berkembang dengan cepat. Selama periode (1500- 1530) banyak terjadi gangguan di laut sehingga bandar-bandar Laut Tengah harus mencari pasokan hasil bumi Asia ke Lisabon. Oleh karena itu secara berangsur jalur perdagangan yang ditempuh pedagang muslim bertambah aktif, ditambah dengan adanya perang di laut Eropa, penaklukan Ottoman atas Mesir (1517) dan pantai Laut Merah Arabia (1538) memberikan dukungan yang besar bagi berkembangnya pelayaran Islam di Samudra Hindia. Meskipun banyak kota bandar, namun yang berfungsi untuk melakukan ekspor dan impor komoditi pada umumnya adalah kota-kota bandar besar yang beribu kota pemerintahan di pesisir, seperti Banten, Jayakarta, Cirebon, Jepara-Demak, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Banjarmasin, Malaka, Samudra Pasai, Kesultanan Jambi, Palembang dan Jambi. Kesultanan Mataram berdiri dari abad ke-16 sampai ke-18. Meskipun kedudukannya sebagai kerajaan pedalaman namun wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar pulau Jawa yang merupakan hasil ekspansi Sultan Agung. Kesultanan Mataram juga memiliki kota-kota bandar, seperti Jepara, Tegal, Kendal, Semarang, Tuban, Sedayu, Gresik, dan Surabaya. Dalam proses perdagangan telah terjalin hubungan antaretnis yang sangat erat. Berbagai etnis dari kerajaan-kerajaan tersebut kemudian berkumpul dan membentuk komunitas. Misalnya,di Jakarta terdapat perkampungan Keling, Pekojan, dan kampungkampung lainnya yang berasal dari daerah-daerah asal yang jauh dari kota-kota yang dikunjungi, seperti Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, dan Kampung Bali. Pada zaman pertumbuhan dan perkembangan Islam, sistem jual beli barang masih dilakukan dengan cara barter. Sistem barter dilakukan antara pedagang-pedagang dari daerah pesisir dengan daerah pedalaman. Di beberapa kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam telah menggunakan mata uang sebagai nilai tukar barang. Beberapa macam mata uang yang telah beredar pada saat itu adalah 1) Drama (Dirham), mata uang emas dari Pedir dan Samudera Pasai; 2) Tanga, mata uang perak dari Pedir; 3) Ceiti, mata uang timah dari Pedir; 4) Cash (Caxa), mata uang emas di Banten; 5) Picis, mata uang kecil di Cirebon; 6) Dinara, mata uang emas dari Gowa-Tallo; 7) Kupa, mata uang emas kecil dari Gowa-Tallo; 8) Benggolo, mata uang timah dari Gowa-Tallo; 9) Tumdaya, mata uang emas di Pulau Jawa; 10) Mass, mata uang emas di Aceh Darussalam. 11) Sedangkan mata uang asing yang telah digunakan dalam kegiatan perdagangan di Nusantara antara lain Real (Arab); Yuan dan Cash (Cina).



Kemunduran perdagangan dan kerajaan yang berada di daerah tepi pantai disebabkan karena kemenangan militer dan ekonomi Belanda, dan munculnya kerajaan-kerajaan agraris di pedalaman yang tidak menaruh perhatian pada perdagangan. Mengapa para pedagang waktu itu memilih jalur perairan atau laut? Hal ini disebabkan karena Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan. Pada masa itu jalur laut lebih cepat ditempuh daripada jalur darat. Nenek moyang kita telah memiliki keterampilan berlayar yang di pelajari secara turun temurun. Sejak dulu mereka sudah mengenal teknologi arah angin dan musim untuk menentukan perjalanan, pelayaran dan perdagangan