Jejak Jihad SM - Kartosuwiryo-Final [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Irfan S. A



Pengantar: KH. FIRDAUS AN.



UswaH



Irfan S. Awwas



KATALOG DALAM TERBITAN Perpustakaan Nasional RI Irfan S. Awwas Jejak Jihad SM.Kartosuwiryo Irfan S.Awwas - - Yogyakarta : Uswah, 2007. 284 him. ; 14 x 20 cm. ISBN 978-979-15806-3-2 1. Sejarah L Judul Judul: ~7~ JEJAK JIHAD SM. K A R T O S U W I R Y O Penulis: Irfan S. Awwas Proof Reader: Mahasin Zaeni Desain Cover: Budi Yuwono Setting/Layout Muflich Asy Penerbit: USWAH Jl. Jogokaryan 3 5 Yogyakarta 55143 Telp. (0274) 7447222 / 376301, Faks.(0274) 376301 e-mail: [email protected] Cetakan 4 : Agustus 2007 Nyatakan cinta pada keluarga dengan menafkahi mereka dengan cara yang halal. Ketika Anda dengan sengaja memperbanyak, mengedarkan, menjual ataupun hal-hal sejenis yang merampas hak orang lain, hal itu akan men-jadikan rezki anda tidak Barokah. Dan tentunya pasti anda akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah 'Azza wa Jalla.



Daftar Isi Prakata 7 Pengantar KH. Firdaus AN : SM. Kartosuwiryo Mujahid Yang Istiqamah 15 1. Mendapat Restu Panglima Besar Sudirman 18 2. Berjuang Mewujudkan Cita-cita 20 3. Kartosuwiryo Sebagai Pimpinan dan Wartawan 21 4. Negara Islam 24 5. Penutup 26 Pengantar Penulis



29



Pengantar Edisi Revisi Bab I : Mengenal Proklamator Negara Islam Indonesia ..



39 57



1. Riwayat Pendidikan dan Aktifitas Politiknya 2. Bertemu Jodoh 3. Aktifitas Politik 4. Kepribadian dan Analisis Pcihologi



58 59 62 74



Bab II: Perjuangan Menuju Negara Islam Indonesia



81



Proses Membangun Negara Islam 1. Tahapan Da'wah 2. Strategi Hijrah: Antara Taktik dan Konflik 3. Aktualisasi Iman, Hijrah dan Jihad 4. Institut Shuffah: Membina Kader Mujahid 5. Rintangan Perjalanan 6. Situasi Pra Proklamasi Nil 7. Jihad Melawan Penjajah Belanda 8. Proklamasi Negara Islam Indonesia 9. Tentara Islam Indonesia



89 89 91 97 110 115 117 119 122 124



6 lO.Kedudukan Til



127



BAB HI : Struktur Pemerintahan Negara Islam Indonesia 135



1. Qanun Azasi Negara Islam Indonesia 2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Negara Islam Indonesia BAB I V : Perang Segi Tiga Pertama (TNI-TII-Belanda) ...



143 156 175



BAB V : Pengadilan Politik: S M Kartosuwiryo sebagai terdakwa



185



• Persidangan Sandiwara



192



PENUTUP



199



APPENDIX : 1. Kewajiban Berjama'ah



211



• Wajib Bersatu dan Haram Berpecah • Derita ini Ujian atau La'nat • Berbai'at Kepada Siapa? 2. Saatnya Ummat Islam Bertindak



• • • • • • • • •



Kritik Terhadap Teks Proklamasi Teks Proklamasi Yang Asli PPKI Mencoret Piagam Jakarta Perbandingan Dengan Turki Dampak Pencoretan Tujuh Kata Dalam Piagam Jakarta Sebuah Intermezo Revolusi dan Reformasi Total Dalam Sejarah Dekrit Presiden Kepada generasi Penerus dan Pelurus



Rujukan



,



213 216 217 227



230 232 234 236 237 240 243 245 246 249



Prakata



SETENGAH abad lebih telah berberlalu, sejak Negara Islam Indonesia diproklamirkan pada tanggal 12 Syawwal 1368 H / 7 Agustus 1949 M hingga kini, pembicaraan tentang Negara Islam di Indonesia masih tetap mengundang silang sengketa dan prasangka. Setiapkali muncul gerakan Islam yang bertujuan melaksanakan Syari'at Islam secara kaffah, maka sudah dapat dipastikan, tudingan akan mengarah kepada jama'ah Darul Islam yang oleh pemerintah dipandang sebagai pelopor utama munculnya ide Negara Islam di Indonesia. Berbagai kasus persidangan subversi yang digelar selama 32 tahun rezim Soeharto berkuasa, membenarkan sinyalemen di atas. Pada tahun 1979, mencuat kasus Komando Jihad (Komji). Beberapa tokohnya diadili, sebagian dari mereka ada yang divonis hukuman mati, seperti Ustadz Abdullah Umar Mamang, Bambang Sispoyo, dan yang lainnya divonis penjara seumur hidup seperti yang menimpa Muhammad Sudiyatno, Ahwan. Setelah rezim orde baru tumbang, digantikan pemerintah BJ Habibie, barulah para terpidana subversi, dibebaskan. Bahkan para Napol dari kelompok sosialis komunis, PRD dan lain-lain semuanya sudah dibebaskan lebih dahulu. Di pengadilan tempat mereka disidang, oleh jaksa penuntut umum, mereka dituduh hendak menggulingkan pemerintahan



8 yang sah dan menggantikan dasar negara Pancasila dengan dasar Qur'an dan Hadits. Belum hilang dari ingatan, atas berbagai tragedi dan diskriminasi di atas, muncul lagi kasus Usrah di Jawa Tengah pada tahun 1985. Kemudian berturut turut setelah itu, terjadi peristiwa Lampung Berdarah, tahun 1990. Dalam waktu hampir bersamaan, tercetus lagi penangkapan besar-besaran di Aceh dan menjadikan daerah tersebut sebagai DOM (Daerah Operasi Militer) selama 12 tahun, sehingga menyebabkan jatuhnya korban ribuan pejuang Islam terbunuh, ibu ibu menjadi janda dan diperkosa, sementara anak anak mereka menjadi yatim piatu. Selain itu ada tragedi Haur Koneng di Jawa Barat tahun 1994. Seluruh kasus yang disebutkan tadi, di mata pemerintah punya motif yang sama: "Melakukan makar untuk menggulingkan pemerintah yang sah, dengan menggantikan dasar negara Pancasila dan hendak mendirikan Negara Islam di Indonesia berdasarkan Qur'an dan Hadits." Dengan taqdir Yang Maha Kuasa, pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto yang telah memerintah Indonesia dengan tangan besi selama tiga dasawarsa, akhirnya dipaksa mundur dari jabatan Presiden oleh gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa; dan kekuasaan selanjutnya beralih ke tangan BJ Habibie. Terlambatnya pembebasan Napol Muslim dibanding Napol subversi dari kelompok Eki (ekstrim kiri), atau Napi Papua Merdeka (OPM) Irian Jaya maupun Fretelin Timor Timur, oleh pemerintah BJ Habibie, juga karena alasan politis yang



9



diskriminatif. "Kita harus tenggang rasa terhadap ABRI yang menangkap mereka," kata Menkeh Muladi ketika pertanyaan ini diajukan kepadanya oleh Komite Solidaritas Muslim (KSM) untuk Tapol dan Napol dalam suatu demonstrasi di Jakarta, Agustus 1998 lalu. Jadi cengkeraman ABRI masih tetap kokoh walaupun keadaannya sudah babak belur dihujat masyarakat karena kekejaman mereka di masa lalu. Upaya pendekatan sudah coba dilakukan oleh mantan Danrem 043 Garuda Hitam Lampung dan dalam kabinet Bj Habibie menjabat Menteri Transmigrasi, Jenderal Hendropriyono. Di masa itu dia sendiri turun langsung memimpin pasukan, melakukan pembantaian dan membumi hanguskan perkampungan jama'ah Mujahidin pimpinan Warsidi, sehingga membakar mati ratusan ibu-ibu dan anak anak mereka yang dikumpulkan dalam sebuah rumah. Kejadian tersebut terkenal dengan peristiwa Lampung Berdarah. Terhadap terpidana kasus Lampung, yang sudah dibebaskan dengan memberikan amnesti atau grasi dari Presiden, baik yang ada di Lampung, Jakarta maupun Sumbawa. Hendropriyono, yang kemudian menjadi Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) di masa pemerintahan Megawati Sukarnoputri, membuat manuver politik, mungkin sebagai "tanda penyesalan" atau "upaya permohonan maaf" melalui pendekatan kesejahteraan dengan membagi-bagikan lahan pertanian dan tambak udang di daerah transmigrasi kepada sebagian mantan Napol subversi itu.



10



Karakteristik Perjuangan D I / T I I Dalam pandangan al-Qur'an, melaksanakan Syari'at Islam dan mendirikan Negara Islam, adalah kewajiban kolektif seluruh Muslim. Akan tetapi mengapa kewajiban itu justru menjadi sesuatu yang menakutkan dan mengundang kontroversi di kalangan tokoh tokoh umat Islam? Dan lebih dari itu, perjuangan ke arah terlaksananya hukum Allah telah membangun menara kebencian dari pemerintah, padahal sebagian besar dari mereka mengaku beragama Islam. Dari rentetan peristiwa masa lalu, berpadu dengan eksesekses yang menyusul kemudian dengan jumlah korban yang bukan main banyaknya, tetapi tetap ditutupi kabut misteri, mengusik nurani orang orang beriman dan mengundang tanda tanya, khususnya bagi generasi muda Islam yang datang kemudian. Bagaimana sebenarnya sifat dan watak perjuangan Darul Islam yang melahirkan Negara Islam Indonesia itu? Bagaimana konsep politik maupun konsep ideologi yang menjadi keyakinannya? Apa hubungan antara NII dengan kasus kasus subversi yang terjadi belakangan ini? Dan terutama, seperti apakah sosok pribadi proklamator NII itu sendiri? Berawal dari rasa ingin tahu, selanjutnya ingin mengenal pribadi figur proklamator N I I , Imam Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo secara lebih transparan, telah memberikan inspirasi bagi penulis buku ini. Namun, walau sekadar memenuhi rasa ingin tahu, agaknya bukanlah perkara mudah. Apalagi jika menyangkut nama seorang tokoh sejarah yang kontroversial,



11



sehingga selama beberapa kurun waktu dianggap tabu membicarakannya dan lebih lebih mengungkapkan sejarahnya. Sejak semula, penulis tidak berniat untuk mengungkapkan sejarah perjuangan Darul Islam (NII). Bagi seorang penulis pemula, menulis sejarah NII, sungguh perkara yang luar biasa sulitnya. Sadar akan hal itu, maka penulis membatasi diri pada wilayah yang sedikit lebih sempit daya jelajahnya, yaitu sisi kehidupan Imam SM. Kartosuwiryo, konseptor politik hijrah PSII yang terkenal itu, dan terutama, misi Islam yang diperjuangkannya. Di dalam mengungkapkan fakta fakta sejarah di sekitar kehidupan, pendidikan serta aktivitas politik Imam SM. Kartosuwiryo, penulis banyak menggunakan kesaksian dari para pelaku sejarah dan tokoh NII yang masih hidup dan bisa dimintai keterangan. Disamping itu, penulis tentu saja memanfaatkan buku buku sejarah yang ditulis oleh sejarawan asing maupun dalam negeri sebagai referensi. Hanya saja fakta fakta yang diajukan para penulis sejarah menyangkut tokoh yang satu ini, masih harus diteliti secara seksama. Sebab fakta fakta sejarah yang mereka tampilkan masih perlu ditelusuri keabsahannya, sehingga diperlukan seleksi pada bagian-bagian tertentu, kemudian menapis serta kritis terhadap argumentasi yang bersifat memihak. Terutama sekali menyangkut latar belakang perjuangan NII, yang oleh sebagian besar penulis sejarah Darul Islam didiskreditkan sekadar perjuangan yang berangkat dari persoalan ekonomi dan militer dengan memanfaatkan fanatisme agama di kalangan umat Islam.



12 Adapun tulisan dari para tokoh DI sendiri, sedikit sekali dokumentasi sejarah yang bisa diperoleh. Kenyataan ini dapat dimaklumi, karena saat saat itu seluruh kesempatan disibukkan dengan jihad fie sabilillah. Hari hari kehidupan mereka tidak pernah dilalui dengan santai. Tak ada yang berpikir tentang hari kemarin yang sudah lewat, sebab hari ini dan esok telah menanti tuntutan perjuangan yang lebih berat. Jadi, tidak seorang pun di antara mereka yang meluangkan waktu untuk mencatat berbagai peristiwa penting dan bersejarah dimasa itu. Berbagai kejadian hanya disampaikan secara lisan, berpindah pindah dari mulut ke mulut di kalangan mereka. Keadaan itu, tentu hal yang wajar. Bagaimana mungkin mereka disibukkan oleh hal hal remeh semacam itu, sementara mereka sendiri sedang menghadapi suasana maut, antara hidup dan mati di medan perang gerilya? Namun demikian, sebagai penulis pemula, saya menyadari sepenuhnya bahwa mengungkapkan sejarah hidup seorang tokoh yang hingga kini mengundang kontroversi dan perdebatan, bukanlah perkara yang ringan. Oleh karena itu, apa yang tertuang di dalam buku kecil ini, bukannya tanpa kekurangan. Dan hal itu lantaran kelemahan dari penulis semata mata. Maka adanya koreksi, perbaikan atau ishlah dari para pembaca, utamanya ahli sejarah, jika berkenan menambahkan atau meluruskan fakta serta argumentasi yang berbeda dengan penulis, sungguh merupakan sumbangan yang bukan main berharganya bagi perbaikan isi buku ini. Dan ini adalah harapan yang tulus.



n Pada akhir Prakata ini, penulis ingin menyatakan dengan sejujurnya. Bahwa Imam SM. Kartosuwiryo sesungguhnya telah tampil ke depan, membuka kesempatan berjuang, dan lahan jihad fie sabilillah bagi kaum muslimin, pada saat tokoh-tokoh Islam lainnya ketika itu diliputi kebimbangan, memilih ideologi Islam ataukah ideologi sekuler. Sebagai seorang mujahid, dan juga kader partai Syarikat Islam (SI), Imam SM. Kartosuwiryo yang syahid pada tanggal 12 September 1962, setelah dijatuhi hukuman vonis mati oleh diktator Soekarno melalui sidang tertutup, 16 Agustus 1962, beliau muncul pada zaman yang tepat. Heroisme perjuangannya akan tetap menjadi sumber inspirasi, motivasi serta inovasi bagi langkah-langkah jihad generasi muslim yang sungguh-sungguh hendak menegakkan Kalimatullahi hiyal Ulya. Segala ini merupakan pelajaran berharga bagi generasi Islam yang mau berpikir. c



Di atas semua itu, penulis bermohon kepada Allah Rabbul Alamin agar melimpahkan taufiq-Nya kepada para mujahid yang telah diuji dengan berbagai kesenangan atau pun penderitaan. Akhirnya, dengan tulus penulis lantunkan do'a: Jazakumullahu khairan katsiran, kepada semua pihak yang telah memberikan andil bagi penerbitan buku ini. Dan secara khusus, penulis ucapkan Jazaakallahu khairal Jaza kepada K H . Firdaus AN., yang dengan segala senang hati berkenan memberikan koreksi dan kata pengantar bagi penerbitan buku ini. Dalam usianya yang kian menua, beliau berkesempatan membuka kembali lembaran sejarah masa lalu, kemudian menyajikannya untuk generasi muda kini dengan jujur, berani dan terus terang.



14 Karena alasan itu pula, maka pada bagian appendix buku ini, disertakan tulisan beliau yang dimuat dalam Majalah Islam Sabiti, Maret 1999, dengan pertimbangan, bahwa isi tulisan tersebut cukup relevan serta mendukung kata pengantar yang telah beliau tulis sebelumnya. Kepada penulis, Firdaus AN pernah menyampaikan optimismenya: "Saya ingin mati dalam keadaan tersenyum menyaksikan tegaknya Negara Islam di Indonesia." Semoga Allah mengabulkan do'a beliau, dan berkenan pula menjadikan buku ini sebagai sesuatu yang bermanfa'at bagi para pembaca, dan bernilai amal shalih bagi penulis sendiri. Amien Taa Mujibassailin.



Yogyakarta,



1 Muharram 1420 H. 17 April 1999 M.



p e n g a n t a r : < S M - ICartosuwiryo M " j a ^ » d Y ^ n g Jsticpniari



16 Bissmillahirrahmanirrahim BERBICARA tentang Kartosuwiryo yang nama lengkapnya adalah Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, tidak terlepas dari kegiatan awalnya dalam partai politik paling pertama di Indonesia, yaitu Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Sebagai orang kepercayaan HOS. Cokroaminoto yang terkenal itu, maka Kartosuwiryo pernah menjabat Sekjen partai tersebut pada tahun 1931. Dan kemudian tetap duduk dalam pucuk pimpinan partai tersebut sampai pada tahun 1939, pada tahun mana beliau dipecat dari PSII karena perbedaan visi politik dengan beberapa tokoh partai tersebut tentang konsep hijrahnya SM. Kartosuwiryo. Seperti diketahui, Syarikat Islam adalah sebuah partai politik yang mempunyai disiplin baja dan bertindak keras terhadap siapa pun yang melawan disiplin organisasi. Dalam SI tidak ada tokoh yang besar atau kecil. Di mata organisasi semua orang sama derajatnya. Maka tidak usah heran jika tokoh-tokoh seperti Dr. Sukiman, Agus Salim, AM. Sangaji, Mr. Mohammad Roem, Kartosuwiryo, Abikusno dan terakhir, Anwar Cokroaminoto, semuanya mengalami tindakan pemecatan dari Syarikat Islam. Dan terhadap Muhammadiyah, sayap moderat Syarikat Islam (karena didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, salah seorang anggota pucuk pimpinan SI di bawah Cokroaminoto) pun dikenakan disiplin organisasi. Sebabnya, karena Muhammadiyah menerima subsidi (uang) dari pemerintah kolonial Belanda mulai 1926 di saat orang orang lain melawan dengan sengitnya.



17 Bukan saja SI yang "marah" pada Muhammadiyah, tapi juga kaum pergerakan lainnya. Mr. AK. Pringgodigdo, dalam bukunya yang terkenal: „Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia", mengatakan bahwa Muhammadiyah telah berada di luar pagar perjuangan. Penyakit "mengemis" dan meminta bantuan Pemerintah itu tetap berlanjut sampai akhir ini. Dan hal inilah yang melemahkan semangat juang Muhammadiyah, dan karena itu pula Muhammadiyah mudah mengikut arus dan mudah didikte sekalipun untuk mencoret asas Islam dari UndangUndang Dasarnya sendiri. Ya, oportunis, menjual diri dengan harga yang murah untuk membela yang bathil. Sebagai orang yang konsekuen terhadap sikapnya, beliau Kartosuwiryo rela dipecat dari partainya sendiri, bahkan rela menyongsong maut ditembus peluru dalam memperjuangkan Darul Islam yang dicetuskan pada tanggal 7 Agustus 1949 di Jawa Barat. Beliau tertangkap pada tanggal 4Juni 1962, setelah bergerilya 13 tahun lamanya. Kemudian beliau diadili pada bulan Agustus 1962 dan dieksekusi mati pada bulan September 1962. Konon untuk berubah dari tuntutan hukuman mati, kepadanya diminta supaya bersedia mencabut bai'atnya dan membatalkan proklamasi Darul Islam. Tawaran itu beliau tolak dan rela syahid ditembus peluru yang berlumuran darah. Itulah dia sikap pejuang yang jantan dan istiqomah, konsekuen dalam membela pendiriannya. Cuma ada pertanyaan masyarakat yang belum terjawab sampai kini. Mengapa begitu cepat



18 dieksekusi mati? Padahal Dr. Subandrio, tokoh G30S/PKI juga telah divonis mati, tetapi belum dilaksanakan juga, malah akhirnya dibebaskan dari penjara oleh pemerintahan Soeharto. Mengapa ada ukuran ganda dalam pelaksanaan hukuman? Bandingkanlah keteguhan pendirian Kartosuwiryo ini dengan sikap tokoh tokoh Masyumi yang menyerah kalah dalam pemberontakan PRRI/RPI di Sumatera. Untuk keluar bebas dari tahanan politik, kepada mereka disodorkan surat perjanjian yang berisi antara lain: Berjanji taat kepada Pancasila dan UUD 1945. Padahal mereka telah dengan tegas menolak Pancasila dan UUD 45 itu dalam sidang konstituante Bandung pada tahun 1957. Jelas mereka tidak istiqomah, tidak konsekuen dan tidak konsisten. Mereka tidak lulus dari testing politik, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh Kartosuwiryo. Sebenarnya kalau mereka menolak, juga tidak ada resikonya. 5



Saya kira pemerintah menyodorkan surat perjanjian itu, hanyalah sekadar "ujian" dan gertak belaka, karena hal itu tidak ada dalam peraturan atau undang-undang yang mewajibkan tahanan politik untuk bebas dari tahanan, terlebih dahulu harus menandatangani suatu perjanjian atau membuat sebuah skripsi umpamanya.



Mendapat R e s t u P a n g l i m a B e s a r J e n d r a l Sudirman Setelah perjanjian Renvile ditandatangani antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948, maka pasukan Siliwangi harus "hijrah" dari Jawa Barat ke Yogyakarta, sehingga



19 Jawa Barat dikuasai Belanda. Jelas, perjanjian itu sangat merugikan Republik Indonesia. Waktu itu Jendral Sudirman menyambut kedatangan pasukan Siliwangi di Stasiun Tugu Yogyakarta. Seorang wartawan Antara yang dipercaya sang Jendral diajak oleh beliau naik mobil sang Panglima TNI itu. Di atas mobil itulah sang wartawan bertanya kepada Jendral Sudirman: "Apakah siasat ini tidak merugikan kita?" Pak Dirman menjawab, "Saya telah menempatkan orang kita disana," seperti apa yang dikatakan oleh wartawan Antara itu kepada penulis. Bung Tomo, bapak pahlawan pemberontak Surabaya, 10 November dan mantan menteri dalam negeri kabinet Burhanuddin Harahap, dalam sebuah buku kecil berjudul "Himbauan", yang ditulis beliau pada tanggal 7 September 1977, mengatakan bahwa Pak Karto (Kartosuwiryo), telah mendapat restu dari Panglima Besar Sudirman. Dalam keterangan itu, jelas lah bahwa waktu meninggalkan Yogyakarta pada tahun 1948 sebelum pergi ke Jawa Barat, beliau (Kartosuwiryo) pamit dan minta restu kepada Panglima Besar TNI itu dan diberi restu seperti keterangan Bung Tomo tersebut. Dikatakan dengan keterangan Jendral Sudirman kepada wartawan Antara di atas tadi, maka orang dapat menduga bahwa yang dimaksud "orang kita" atau orangnya Sudirman itu tidak lain adalah Kartosuwiryo sendiri. Apalagi kalau diingat bahwa waktu itu Kartosuwiryo adalah orang penting dalam Kementrian Pertahanan Republik Indonesia yang pernah ditawari



20 menjadi Menteri Muda Pertahanan, tetapi ditolaknya. Jabatan Menteri Muda Pertahanan itu ternyata kemudian diduduki oleh sahabat beliau sendiri, Arudji Kartawinata. Dapat lah dimengerti, kenapa Panglima Besar Sudirman tidak memerintahkan untuk menumpas DI/TII; dan yang menumpasnya adalah jendral AH. Nasution dan Ibrahim Adji. Alangkah banyaknya orang Islam yang mati terbunuh oleh Nasution dan Ibrahim Adji!. Apakah itu bukan dosa?



Berjuang Mewujudkan Cita Cita Setelah memperhatikan kondisi dan situasi serta membaca peta politik, maka Kartosuwiryo mulai berjuang mewujudkan cita citanya.



"In zeinempolitischen Manifest, das kurz nach der Proklamatio herausgebracht wurde, und in dem er sich gegen die Round Table Konferenz sowie di Grundig der Vereinigten Staaten van Indonesie wendet, erklart Kartosuwiryo, dass nun der Zeitpunkt gekommen aan dem sich das Schiksal des Indonesischen Volkes, insbesondere d ummat Islam, entscheide. Der Kampf musse nun mit dem Islam gefuh werden bis der mardhatillah erreircht sei. Dies sei der einzige weg un, die ummat Islam venjeglicherArt von Unterdruckung auf dieser Welt und im Jenseite zu befreien. Die Feinde Allahs, der Religion, und des Negara Islam Indonesia mussten vernichtet werden, auf das daas Gesetz des Islam in Ubereinstimmung mit der Lehre des Koran und der sunna des Propheten voll und ganz uberall in Indonesien verwirklicht werde" 1



Darul Islam, Kartostiwirjos Kampf um einen Islamishen Staat Indonesien; Dr.Holk H.Dengal.VerlagWeisbaden GMBH Stuttgart, 1986, h. 97. (Darul Islam, Perjuangan Kartosuwiryo untuk Negara Islam Indonesia)



21 Terjemahan SIN: "Dalam Manifesto politiknya yang dikeluarkan tidak lama setelah proklamasi (Negara Islam Indonesia, SIN) dirancang dan diadakannya Konferensi Meja Bundar yang menuju terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kartosuwiryo menerangkan, bahwa kini telah tiba saatnya untuk menentukan nasib Bangsa Indonesia, khususnya umat Islam. Perjuangan kini haruslah dilaksanakan lebih luas lagi dengan Islam, agar dapat tercapai Mardhatillah. Ini adalah satu satunya cara (jalan) yang akan melepaskan umat Islam dari segala bentuk penindasan, di dunia dan di akhirat. Musuh Allah, (musuh) agama, dan (musuh) Negara Islam Indonesia haruslah dibinasakan, agar hukum Islam yang sesuai dengan ajaran Al Qur'an, Sunnah Nabi dapat terwujud secara lengkap di seluruh Indonesia."



Sebagai Pimpinan dan Wartawan. Dalam kongres Partai Syarikat Islam Hindia Timur (PSIHT), Desember 1927, Kartosuwiryo terpilih sebagai Sekretaris Umum (kini Sekjen) PSIHT Dan dalam perkembangannya diputuskan bahwa, pengurus besar Partai dipindahkan ke Jakarta. Apabila Kartosuwiryo dilahirkan tanggal 1 Februari 1905, maka ketika ia terpilih sebagai Sekjen itu baru umur 22 tahun. Setibanya di Jakarta, disamping bekerja sebagai Sekjen partai, dia juga terjun dalam bidang jurnalistik, bekerja sebagai redaktur "Fajar Asia", surat kabar harian yang dikelola partai. Dalam waktu 16 bulan saja dia terus berhasil naik dari korektor, reporter, wartawan dan akhirnya sebagai pejabat Kepala Redaksi. Sewaktu Agus Salim melawat ke Genewa untuk menghadiri Konferensi Liga Bangsa-Bangsa dan



22 Cokroaminoto jatuh sakit, Kartosuwiryo dipercaya memimpin surat kabar "Fajar Asia" itu. 2



Dalam usia 22 tahun, Kartosuwiryo menjadi redaktur "Fajar Asia", dan mulailah ia menulis artikel. Mula-mula ditujukan kepada penguasa kolonial, kemudian juga ditujukan kepada kaum bangsawan Jawa. Dalam artikelnya itu tergambar selain pendirian radikalnya, juga sikap politiknya. Begitulah dia mengkritik Sultan (seharusnya: Sunan, SIN) Solo, sewaktu merayakan HUT-nya yang ke-64 dan mengadakan perayaan hanya mengundang wartawan Belanda. Mengenai Sunan, dia menulis:



"Rasa kebangsaan ia' ada; ke-Islaman poen demikian poela haln kendatipoen ia menoeroet titelnja mendjadi kepala agama Islam Bangsanja dibelakangkan dan bangsa lain diberi hakjang lebih dari batas Jang soedah terang dan njata ialah: Boekan karena tjinta bangsa dan tanah air,... melainkan karena keperloean diri sendiri belaka, keperloean jang bersangkoetan dengan kesoenanannja. " Kartosuwiryo dengan tulisan-tulisannya menyebabkan banyak mendapat musuh, baik dari kalangan penguasa, lebih-lebih dari kalangan bangsanya sendiri, dari golongan kaum nasionalis sekuler. Menunut Holk H. Dengel, artikel-artikel yang tajam tidak ditandai dengan namanya sendiri, tetapi dengan nama samaran, yaitu ArjoDjipang.



3



4



2



3



4



Salim pergi ke Genewa pada bulan Juni 1929 dan HOS Cokroaminoto jatuh sakit bulan September 1929. Lihat Fajar Asia, 22 Juni dan September 1929 SM. Kartosuwiryo, Sambil Laloe, Fadjar Asia, 16.1.1929 Keterangan Ny. Siti Dewi Kalsum, istri kedua Kartosuwiryo di Malangbong, Mei 1983. Dr. Holk H . Dengel, h. 11.



23



"Kebangsaan kita dianggap aneh oleh Darmo Kondo. Djanganlah kira kalaoe kita kaoem kebangsaan jang berdasarkan kepada Islam dan ke Islaman tidak berangan angan Indonesia Merdeka. Tjita tjita itoe boekan monopolinya collega dalam Darmo Kondo. Dan lagi djangan kira bila kita orang Islam tidak senantiasa beroesaha dan berichtiar sedapat-dapatnja oentoek mentjapai tjita-tjita kita, soepaja kita dapat mengoeasai tanah air kita sendiri. Tjoema perbedaan collega dalam Darmo Kondo dan kita ialah, bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia bagi Nasionalisme kebangsaan Indonesia jang dinjatakan oleh redaksi Darmo itoe adalah poentjaknja jang setinggitingginya. Sedang kemerdekaan negeri toempah darah kita bagi kita hanjalah satoe sjarat, satoe djembatanjang haroes kita laloei oentoek mentjapai tjita-tjita kita jang lebih tinggi dan moelia, ialah kemerdekaan dan berlakoenja agama Islam di tanah air kita Indonesia ini, dalam arti katajang seloeas-loeasnja dan -sebenar-benarnja. Djadi jang bagi kita hanja satoe sjarat itoe, bagi redaksi Darmo Kondo adalah maksoed dan toedjoean (doel)jang tertinggi. "Pertama-tama adalah kita moeslim, dan di dalam kemoesliman kita itoe adalah kita nasionalist dan Patriot, jang menoedjoe kemerdekaan negeri toempah darah kita, tidak tjoema dengan perkataan-perkataanjang hebat dalam vergadering sadja, tetapi pada tiap-tiap saat bersedia djoega mendjandjikan korban sedjalan apa sadja jang ada pada kita oentoek mentjapai kemerdekaan negeri toempah darah kita. 5



6



5



6



SM. Kartosuwirjo, Roedjak Sentoel dalam Fadjar Asia 17.7.1929, vide Dr. Holk H . Dengel HOS. Cokroaminoto: Islam dan Nasionalisme, Fadjar Asia 25 Mei 1929 dalam buku Dr Holk H . Dengal: Kartosuwiryo, 1986 h. 26. Catatan SIN: "Darmo Kondo adalah surat kabar milik Boedi Oetomo, kemudian dikelola.... Parindra (Partai Indonesia Raya), setelah BO fusi dengan PBI. Terbit di Solo, mula mula dalam Bahasa Jawa, kemudian Jawa Indonesia dan dalam perkembangannya berganti ama menjadi "Pewaris Oemoem" _ Tngff|i iwiii B



PEIMG/UMTAR K H . FIRDAUS AISI»



,



24



Negara Islam Darul Islam atau Negara Islam itulah puncak cita-cita Kartosuwiryo yang hendak dicapainya dengan perjuangan yang gagah berani. Sementara itu ada pihak-pihak yang sinis mengatakan bahwa Negara Islam itu tidak ada dalam Al-Qur an. Inilah bicara yang tidak bertanggung jawab, karena kurangnya ilmu dan pengertian terhadap kitab suci itu. Yang amat menyedihkan, ucapan itu keluar dari kaum intelektual atau sarjana yang pernah belajar di negeri sekuler di luar negeri, walaupun yang mengucapkan anak ulama sendiri. Ironisnya, itulah para orang tua mereka dahulu setiap pidato dimana-mana meneriakkan agar terwujudnya Negara Islam, sedang anak-anak mereka membatalkan apa yang dikatakan orang tuanya, bahwa dalam Al-Qur an tidak ada Allah perintahkan mendirikan Negara Islam. 5



5



Numpang tanya: Apakah dalam UUD'45 ada kata Pancasila? Tidak ada! Kata Pancasila memang jelas tidak ada, tetapi bila orang mau mengerti dan membaca dengan teliti maka jelas makna Pancasila ada dalam Mukaddimah UUD 1945 itu. Demikian pula dalam al-Qur'an, tak ada terdapat dan tertulis kata "Darul Islam" atau "Daulah Islamiyah". Tetapi bila orang mengerti dan mau mendalami pengetahuan agama Islam terutama tentang tafsir al-Qur'an, maka tak ragu lagi bahwa mereka akan banyak bertemu dengan ayat-ayat al-Qur'an yang mengarah dan menuju Negara Islam itu. Ya, dapat lah



25 dikatakan bahwa 6236 ayat al-Qur'an diwahyukan Allah sebagai pedoman untuk membentuk masyarakat dan Negara Islam yang sempurna dan ideal.



Ambillah sebuah ayat yang artinya berbunyi: "Masuklah kalian ke dalam Islam secara total menyeluruh, dan janganlah kalian iku langkah-langkah syetan" (Qs. al-Baqarah, 2:208) Maksud total menyeluruh (kaffah) itu ialah dalam seluruh lapangan dan sektor kehidupan masyarakat dan negara, umat Islam harus Islami atau berdasarkan Islam. Politik, ekonomi, kultural, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain, seluruhnya harus Islami atau berdasarkan Islam. Sayangnya ayat ini tidak direnungkan dan diterjemahkan dalam kehidupan bermasyarakat dan perjuangan kaum muslimin. Kaum intelektual kita lebih senang menggeluti dan menghayati kitab kitab atau bukubuku iptek saja, buku-buku ekonomi atau buku-buku keagamaan yang ditulis oleh kaum orientalis yang anti Islam atau yang menuduh orang-orang yang ingin menerapkan ajaran al-Qur'an dan sunnah secara murni, konsekuen dan konsisten sebagai "Fundamentalis dan Ekstrimis". Dan Alhamdulillah mahasiswa mahasiswa Islam yang lulusan Universitas atau Perguruan Tinggi Islam tidak ada terdengar yang berlaku sinis terhadap kitab suci al Qur'an itu, bahkan mereka ingin berjuang menjadikan al Qur'an sebagai pedoman hidup bagi masyarakat dan negara. Yang sinis itu pada umumnya orang orang yang pengetahuan agamanya terlalu minim atau imannya lemah atau rusak karena diracuni oleh



26 ajaran-ajaran sekuler yang sesat dan menyesatkan orang banyak, seperti yang dilakukan oleh kaum nasionalis yang sekuler (kafir). Dalam Qur'an surat Al Baqarah ayat 208 itu, Allah M melarang kita menuruti langkah langkah syetan yang menyesatkan kita. Jadi menyimpang dari al Qur'an dan Sunnah, menyimpang dari masyarakat dan Negara Islam itu berarti menuruti syetan yang merugikan dan menyesatkan kaum muslimin. Dan dalam manifesto politik Kartosuwiryo seperti yang disebutkan di atas tadi, jelaslah bahwa beliau mengajak umat Islam untuk mencapai Mardhatillah, yaitu dengan menegakkan hukum Islam yang sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Itulah cita-cita Kartosuwiryo yang ingin dicapainya dengan perjuangan yang gagah perkasa.



Penutup Terus terang penulis ini bukanlah pengikut Imam SM. Kartosuwiryo. Tetapi kita semua dapat menghargai pemimpin yang jujur dan ikhlas berjihad memperjuangkan cita-citanya sebagaimana halnya Kartosuwiryo. Ia syahid sebelum citacitanya tercapai, namun dia telah menebus cita-citanya yang mulia itu dengan darah dan jiwanya sendiri; seperti halnya pemimpin-pemimpin Ikhwanul Muslimin di Mesir yang syahid di atas tiang gantungan musuh-musuhnya yang dzalim. Berbeda dengan Abdul Qadir Audah; seorang hakim dan sarjana hukum di Kairo yang divonis mati dan dieksekusi di tiang gantungan,



27 tetapi persatuan pengacara Mesir memprotes dan sepakat menuntut pemerintahnya supaya diadakan sidang pengadilan ulangan untuk mengetahui bagaimana jalannya pengadilan itu supaya diketahui umum. Dan terhadap Kartosuwiryo yang divonis dalam sidang pengadilan tertutup, tak seorang pun pengacara Indonesia atau persatuan pengacara yang menuntut ulang bagaimana sidang pengadilan berlangsung. Namun demikian ia tetap dipandang dan dicatat sejarah sebagai pemimipin yang istiqomah, konsekuen dan konsisten sampai akhir hayatnya. Buku yang berjudul "Menelusuri Perjalanan Jihad SM. Kartosuwiryo"'ini, adalah bertujuan mengabadikan sang Imam. Ya, melestarikan cita-cita dan perjuangannya, walaupun jasad beliau telah berbaring di pangkuan ibu pertiwi sejak September 1962 lalu. Kata orang, menulis sebuah biografi berarti menghidupkan tokohnya kembali. Dan menurut para pengikutnya, Imam Kartosuwiryo tetap hidup dan belum mati, dia masih hidup dalam hati dan jiwa mereka sebagai pemimpin Islam yang militan dan revolusioner.



Allah berfirman: "Janganlah kamu berkata tentang orang yang syahid dijalan Allah bahwa mereka itu telah mati. Tidak! Mereka itu tetap hidup, meskipun kamu tidak menyukainya". (Qs. al Baqarah :154) Buku ini patut dan perlu dibaca oleh generasi penerus dan pelurus agar mereka tidak terpedaya oleh sejarah yang sudah



28 mengalami distorsi masa kini.7 Buku ini akan banyak manfa'atnya untuk menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan mereka. Demikian hendaknya, Amien! Wabillahi Taufiq Wal Hidayah, wabillahifie sabilil Haq.



K . H . Firdaus A.N



Manipulasi atau distorsi sejarah yang memutar balikkan fakta sejarah secara mencolok adalah terjadi pada Budi Utomo yang dijadikan tonggak sejarah pergerakan nasional Indonesia. Padahal bukan Budi Utomo yang merupakan partai politik pertama, tetapi Syarikat Islam (pertama kali bernama Syarikat Dagang Islam ) lahir tahun 1905. D i samping itu BU bukanlah partai rakyat yang menantang penjajah Belanda, tetapi golongan kaum priyayi yang menjadi anak mas dan bekerjasama dengan Belanda. Anggota BU tidak ada yang masuk penjara, dibuang ke Digul atau yang ditembak mati oleh Belanda. Tetapi tokoh-tokoh SI berdesak-desak masuk penjara yang sempit, ditembak mati atau di buang ke Digul (Irian Barat). BU bukanlah bersifat nasional, tetapi regional dan anggotanya terbatas pada suku, bangsa tertentu saja (Jawa dan Madura) dan yang lain .... dari pada itu tidak boleh menjadi anggotanya. Sedang tokoh-tokoh SI mencakup seluruh suku Bangsa Indonesia, Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku, dan Kalimantan, bersifat nasional. BU tidak mengantarkan Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan, tetapi SI mengantarkan Bangsa Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan itu. Beda dengan SI, anggaran dasar BU memakai Bahasa Belanda. BU itu sekuler dan anti Islam, karena itu ia dikutuk oleh kaum muslimin dan bubar pada tahun 1935. Tetapi anehnya dia diperingati sebagai tonggak sejarah Indonesia. Itulah distorsi sejarah yang harusdikoreksi dan diperbaiki oleh generasi penerus. Jangan mau saja menelan yang diputar balikkan, demi kebenaran. Generasi penerus harus membuka matanya untuk memberantas kepalsuan demi tegaknya keadilan sejarah sesuai dengan fakta yang sebenarnya.



Pengantar Penulis



MENGUNGKAPKAN sejarah perjuangan Darul Islam di Indonesia, sama pentingnya dengan mengungkapkan kebenaran. Sebab, perjalanan sejarah gerakan ini telah banyak dimanipulasi, bahkan berusaha ditutup-tutupi oleh penguasa. Rezim orde lama dan kemudian orde baru, mengalami sukses besar dalam membohongi serta menyesatkan kaum muslimin khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya dalam memahami perjalanan masa lalu negeri ini. Setelah buku "Menelusuri Perjalanan Jihad SM. Kartosuwiryo" ini terbit untuk pertama kalinya (1999), berulangkali diadakan acara Bedah Buku oleh kaum muslimin dan masyarakat pembaca yang sadar, bahwa selama ini mereka telah tertipu membaca buku-buku sejarah serta berbagai publikasi sejarah perjuangan umat Islam di Indonesia. Sukses besar yang diperoleh dua rezim penguasa di Indonesia dalam mendistorsi sejarah Darul Islam, adalah munculnya trauma politik di kalangan umat Islam. Hampir seluruh kaum muslimin di negeri ini, memiliki semangat untuk memperjuangkan agamanya, bahkan seringkali terjadi hiruk pikuk di ruang diskusi maupun seminar untuk hal tersebut. Tetapi begitu memasuki pembicaraan menyangkut perlunya mendirikan Negara Islam dan berlakunya Syari'at Islam, segera setelah itu, kita akan menyaksikan orang-orang



30 yang berusaha menghindar, memasuki pembicaraan lain atau bungkam laksana syetan bisu. Di masa akhir-akhir ini, bahkan semakin banyak tokoh-tokoh Islam yang menampakkan kekhawatirannya terhadap persoalan Negara Islam dan Syari'at Islam. Mantan Ketua Umum PBNU, KH. Abdurrahman Wahid misalnya, secara terus terang bahkan mengatakan: "Musuh utama saya adalah Islam kanan, yaitu mereka yang menghendaki Indonesia berdasarkan Islam dan menginginkan berlakunya Syari'at Islam". (Republika, 22 September 1998, hal. 2 kolom 5). Selanjutnya ia katakan: "Kita akan menerapkan sekularisme, tanpa mengatakan hal itu sekulerisme." Salah satu pendiri partai Islam yang lahir di era reformasi ini, malah tidak bisa menyembunyikan ketakutannya sekalipun dibungkus dalam retorika melalui slogan gagah: "Kita tidak memerlukan Negara Islam. Yang penting adalah negara yang Islami." Bahkan, dalam suatu pidato politik, ketua partai tersebut mengatakan: "Bagi kita tidak masalah, apakah pemimpin itu muslim atau bukan, yang penting dia mampu mengaplikasikan nilai-nilai universal seperti kejujuran dan keadilan." Demikian besar ketakutan sebagai tokoh Muslim terhadap isu Negara Islam, melebihi ketakutan orang-orang kafir dan sekuler, sampai-sampai mereka tidak menyadari bahwa segala isme (faham) atau pun ideologi di dunia ini berjuang meraih kekuasaan untuk mendirikan negara berdasarkan isme atau ideologi yang dianutnya. Sebab tidak mungkin suatu ideologi



o



31



atau sistem hidup dapat ditegakkan tanpa kekuasaan pemerintahan. Komunisme di Rusia, China, Nikaragua, Korea Utara, sekularisme di Perancis dan negara-negara Eropa lainnya, demokrasi di Inggris, Amerika dan lain-lainnya, semuanya ditegakkan melalui kekuasaan negara. Selama 32 tahun berkuasanya rezim Soeharto, sosialisasi informasi tentang Negara Islam Indonesia seakan terhenti. Oleh karena itu adanya bedah buku atau pun terbitnya buku-buku yang mengungkapkan manipulasi sejarah ini, merupakan perbuatan luhur dalam meluruskan distorsi sejarah yang selama bertahun-tahun menjadi bagian dari khazanah sejarah bangsa. Pertama kali acara Bedah Buku diselenggarakan oleh mahasiswa Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) 22 Mei 1999. Berturut-turut setelah itu Bedah Buku diadakan oleh FORPASI (Forum Pengkajian Strategi dan Studi Islam), 23 Mei 1999 di PDHI Yogyakarta dengan tema, "Mengungkap Manipulasi Sejarah Darul Islam dan Mengantisipasi Radikalisme Kiri." Kemudian, dengan tema yang sama DPW Partai Umat Islam Purwokerto, Jum'at 4 juni 1999, mengganti judul kampanye Pemilunya dengan acara Bedah Buku. Sebagian dari fakta-fakta yang terungkap di bawah ini merupakan rekaman dari Bedah Buku yang diadakan di Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, yang disampaikan oleh salah seorang pembicara, Al-Chaidar, penulis buku Pengantar Pemikiran Proklamator Negara Islam Indonesia SM. Kartosoe wirj o."



32 Sejak berdirinya Republik Indonesia, rakyat negeri ini pada umumnya, telah ditipu oleh penguasa, hingga saat sekarang. Umat Islam yang menduduki jumlah mayoritas telah disesatkan dari pemahaman sejarah perjuangan Islam yang benar. Sudah seharusnya, di masa reformasi ini, umat Islam menyadari bahwa di Indonesia pernah ada suatu gerakan anak bangsa yang berusaha membangun supremasi Islam, yaitu Negara Islam Indonesia yang sukses diproklamasikan 7 Agustus 1949, dan berhasil mempertahankan eksistensinya hingga 13 tahun lamanya (1949-1962). Namun rezim yang berkuasa telah memanipulasi sejarah tersebut dengan semau-maunya, sehingga umat Islam sendiri tidak mengenal dengan jelas sejarah masa lalunya. Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, adalah sebuah nama yang cukup problematis dan kontroversial di negara Indonesia, dari dulu hingga saat ini. Bahwa dia dikenal sebagai pemberontak harus kita luruskan. Bukan saja demi membetulkan fakta sejarah yang keliru atau sengaja dikelirukan, tetapi juga supaya kezaliman sejarah tidak berlanjut terhadap seorang tokoh yang seharusnya dihormati. Semasa Orla berkuasa (1947-1949) yang merupakan puncaknya perjuangan Negara Islam Indonesia, SM. Kartosuwiryo memang dikenal sebagai pemberontak. Tetapi fakta yang sebenarnya adalah, Kartosuwiryo sesungguhnya tokoh penyelamat bagi Bangsa Indonesia, lebih dari apa yang dilakukan oleh Soekarno dan tokoh-tokoh nasionalis lainnya. Pada waktu Soekarno bersama tentara Republik pindah ke Yogyakarta sebagai pelaksaan dari perjanjian Renville, yang



33 menyebutkan bahwa wilayah Indonesia hanya tinggal Yogyakarta dan sekitarnya saja, dan wilayah yang masih tersisa itu pun, dipersengketakan antara Belanda dan Indonesia, sehingga pada waktu itu nyaris Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah tidak ada lagi. Dan yang ada hanyalah negara-negara serikat, baik yang sudah terbentuk, ataupun yang masih dalam proses melengkapi syarat-syarat kenegaraan. Seperti Jawa Barat, ketika itu dianjurkan oleh Belanda supaya membentuk Negara Pasundan, namun belum terbentuk sama sekali, karena belum adanya kelengkapan kenegaraan. Ketika segala peristiwa yang telah disebutkan di atas, menggelayuti atmosfir politik Nusantara, pada saat itu Indonesia dalam keadaan vacuum of power. Pada saat itulah Soekarno memerintahkan semua pasukan untuk pindah ke Yogyakarta sebagai pelaksanaan perjanjian Renville. Guna memberi legitimasi politik, dan untuk menipu umat Islam Indonesia dalam memindahkan pasukan ke Yogyakarta, Soekarno telah memanipulasi terminologi al-Qur an dengan menggunakan istilah "Hijrah" untuk menyebut pindahnya pasukan Republik sehingga terkesan Islami, dan bukan melarikan diri. Namun SM. Kartosuwiryo dengan pasukannya tidak mudah tertipu ataupun terprovokasi, karena itu menolak untuk pindah ke Yogyakarta. Bahkan bersama pasukannya, ia mempertahankan wilayah Jawa Barat, dan menamakan Soekarno dan pasukannya sebagai pasukan liar y ang kabur dari medan perang. 5



Jauh sebelum kemerdekaan, yaitu pada tahun 1930-an, istilah "hijrah" sudah pernah diperkenalkan, dan dipergunakan



34



sebagai metoda perjuangan modern yang brillian oleh SM. Kartosuwiryo, berdasarkan tafsirnya terhadap sirah Nabawiyah. Ketika itu, pada tahun 1934 telah muncul dua metode perjuangan yaitu cooperatif dan non cooperatif. Metode non cooperati artinya tidak mau masuk ke dalam parlemen dan bekerja sama dengan pemerintah Belanda namun tidak bersifat pasif tidak berusaha menghadapi penguasa yang ada. Metode ini sebenarnya dipengaruhi oleh politik SWADESI, politik Mahatma Gandhi dari India. Lalu muncullah SM. Kartosuwiryo dengan metode hijrah, sebuah metode yang berusaha membentuk komunitas sendiri, tanpa kerjasama dan aktif, berusaha untuk melawan kekuatan penjajah. Akan tetapi, pada waktu itu, metode ini dikecam keras oleh Agus Salim, karena menganggap SM. Kartosuwiryo menerapkan metode hijrah ini di dalam suatu masyarakat yang belum melek politik. Sehingga ia kemudian berusaha memahamkan politik dan metode hijrah ini kepada anggota PSII pada khususnya. Dengan harapan setelah memahami politik, mereka mau menggunakan metode ini, karena paham politik sangat penting. Namun Agus Salim menolaknya karena ia tidak setuju dengan politik tersebut. Menurutnya rakyat atau anggota partai hanyalah boleh mengetahui masalah mekanisme organisasi tanpa mengetahui konstelasi politik yang sedang berlangsung, dan hanya elit pemimpin saja yang boleh mengetahui. Sedangkan "hijrah" adalah berusaha menarik diri dari perdebatan politik, kemudian berusaha membentuk barisan tersendiri dan berusaha dengan kekuatan sendiri untuk



35 mengantisipasi sistem perjuangan yang tidak cukup progresif dan tidak Islami. Faktor inilah yang menjadi awal perpecahan PSII, yaitu melahirkan PSII Hijrah yang memakai metode hijrah dan PSII Penyadar yang dipimpin Agus Salim. Walaupun metode hijrah bagi sebagian tokoh politik saat itu, terlihat mustahil untuk digunakan sebagai metode perjuangan, namun ternyata dapat berjalan efektif pada tahun 1949 dengan berdirinya Negara Islam Indonesia yang diproklamasikan di bawah bendera Bismillahirrahmanirrahim. Sehingga pantaslah, jika kita tidak memperhatikan rangkaian sejarah sebelumnya secara seksama, memunculkan anggapan bahwa berdirinya Negara Islam Indonesia berarti adanya negara di dalam negara, karena Proklamasi RI pada tahun 1945 telah lebih dahulu dilakukan. Namun, sebenarnya jika kita memahami sejarah secara benar dan adil, maka kedudukan Negara Islam Indonesia dan RI adalah negara dengan negara. Karena negara RI hanya tinggal wilayah Yogya waktu itu, sementara Negara Islam Indonesia berada di Jawa Barat dan mengalami ekspansi (pemekaran) wilayah. Daerah Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh mendukung berdirinya Negara Islam Indonesia. Dan dukungan itu bukan hanya berupa pernyataan atau retorika belaka, tapi ikut bergabung secara revolusional. Barangkali benar, bahwa Negara Islam Indonesia adalah satu-satunya gerakan rakyat yang disambut demikian meriah di beberapa daerah di Indonesia.



36 Melihat sambutan yang demikian hangat dari saudara muslim lainnya, maka rezim Soekarno berusaha untuk menghambat tegaknya Negara Islam Indonesia bersama AH. Nasution, seorang tokoh militer beragama Islam yang dibanggakan hingga sekarang, tetapi ternyata mempunyai konstribusi yang negatif dalam perkembangan Negara Islam Indonesia. Bersama Soekarno, Nasution berusaha menutup segala hal yang memungkinkan SM Kartosuwiryo dan Negara Islam Indonesia kembali terangkat dalam masyarakat, seperti penyembunyian tempat eksekusi dan makam mujahid Islam tersebut. Nampaklah sekarang bahwa sebenarnya penguasa Orla dan Orba, telah melakukan kejahatan politik dan sejarah sekaligus, yang dosanya sangat besar yang rasanya sulit untuk dimaafkan. Mungkin bisa diumpamakan hampir sama dengan dosa syirik dalam pengertian agama, yang merupakan dosa terbesar dalam Islam. Karena perilaku politik yang mereka pertontonkan telah menyesatkan masyarakat dalam memahami sejarah perjuangan Islam di Indonesia dengan sebenarnya. Berbagai rekayasa politik untuk memanipulasi sejarah telah dilakukan sampai hal yang sekecil-kecilnya mengenai perjuangan serta pribadi SM Kartosuwiryo. Seperti pengubahan data keluarganya, tanggal dan tahun lahirnya. Semua itu ditujukan agar SM Kartosuwiryo dan Negara Islam Indonesia jauh dari ingatan masyarakat. Sekalipun demikian, SM. Kartosuwiryo tidak berusaha membalas tindakan dzalim pemerintah RI. Pernah suatu ketika Mahkamah Agung (Mahadper) menawarkan untuk mengajukan



37



permohonan grasi (pengampunan) kepada presiden Soekarno, supaya hukuman mati yang telah dijatuhkan kepadanya dibatalkan, namun dengan sikap ksatria ia menjawab, "Saya tidak hkan pernah meminta ampun kepada manusia yang bernama Soek Kenyataan ini pun telah dimanipulasi. Menurut Holk H . Dengel dalam bukunya berbahasa Jerman, dan dalam terjemahan Indonesia berjudul: "Darul Islam dan Kartosuwiryo, Angan-angan yang gagal", mengakui bahwa telah terjadi manipulasi data sejarah berkenaan dengan sikap Kartosuwiryo menghadapi tawaran grasi tersebut. Tokoh sekaliber Kartosuwiryo tidak mungkin minta maaf, namun ketika kita baca dalam terjemahannya yang diterbitkan oleh Sinar Harapan telah diubah sebaliknya, bahwa Kartosuwiryo meminta ampun kepada Soekarno, dan kita tahu Sinar Harapan adalah bagian dari kekuatan Kristen yang bahu membahu dengan penguasa sekuler dalam mendistorsi sejarah Islam. Dalam majalah Tempo 1983, pernah dimuat kisah seorang petugas eksekusi SM. Kartosuwiryo, yang menggambarkan sikap ketidakpedulian Kartosuwiryo atas keputusan yang ditetapkan Mahadper RI kepadanya. Ia mengatakan bahwa 3 hari sebelum hukuman mati dilaksanakan, Kartosuwiryo tertidur nyenyak padahal petugas eksekusinya tidak bisa tidur sejak 3 hari sebelum pelaksanaan hukuman mati. Dari sini akhirnya diketahui kemudian dimana pusara Kartosuwiryo berada, yaitu di Pulau Seribu. Usaha untuk mengungkapkan manipulasi sejarah adalah sangat berat. Satu di antara fakta sejarah yang dimanipulasi



38 adalah untuk mengungkap tuduhan teks proklamasi dan UUD Negara Islam Indonesia adalah jiplakan dari proklamasi Soekarno-Hatta. Yang sebenarnya terjadi justru sebaliknya. Ketika Hiroshima dan Nagasaki di bom (6 -9 Mei 45) SM. Kartosuwiryo sudah tahu melalui berita radio, sehingga ia berusaha memanfaatkan peluang ini untuk sosialisasi proklamasi Negara Islam Indonesia, la datang ke Jakarta bersama pasukan Hisbullah dan mengumpulkan massa guna mensosialisasikan kemungkinan berdirinya Negara Islam Indonesia, dan rancangan konsep proklamasi Negara Islam Indonesia kepada masyarakat. Sebagai seorang tokoh nasional yang pernah ditawari sebagai menteri pertahanan muda yang kemudian ditolaknya, melakukan hal ini tentu bukan persoalan sulit. Salah satu diantara massa yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Sukarni dan Ahmad Subarjo. Mengetahui banyaknya dukungan terhadap sosialisasi ini, mereka menculik SoekarnoHatta ke Rengasdengklok agar mempercepat proklamasi RI sehingga Negara Islam Indonesia tidak jadi berdiri tegak. Bahkan dalam bukunya, Holk H. Dengel menyebutkan tanggal 14 Agustus 1945 Negara Islam Indonesia telah diproklamasikan, tetapi yang sebenarnya baru sosialisasi saja. Ketika di Rengasdengklok Soekarno menanyakan kepada Ahmad Soebardjo, sebagaimana ditulis Mr. Ahmad Soebardjo dalam bukunya "Lahirnya Republik Indonesia", yang juga dikutip oleh KH. Firdaus AN dalam appendix buku ini.



•i



JEJAK J I H A D



39 Pertanyaan Soekarno itu adalah: "Masih ingatkah saudara, teks dari bab Pembukaan Undang-Undang Dasar kita ?" "Ya saya ingat, saya menjawab, "Tetapi tidak lengkap seluruhnya". "Tidak mengapa Soekarno bilang, "Kita hanya memerlukan kalimat-kalimat yang menyangkut Proklamasi dan bukan seluruh teksnya". Soekarno kemudian mengambil secarik kertas dan menuliskan sesuai dengan apa yang saya ucapkan sebagai berikut: "Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan". Jika kesaksian Ahmad Soebardjo ini benar, jelas tidak masuk akal, karena kita tahu bahwa UUD 1945 baru disahkan dan disetujui tanggal 18 Agustus 1945 setelah proklamasi. Sehingga pertanyaan yang benar semestinya adalah: "Masih ingatkah saudara akan sosialisasi proklamasi Negara Islam Indonesia?" Maka wajarlah jika naskah Proklamasi RI yang asli terdapat banyak coretan. Jelaslah bahwa ternyata Soekarno-Hatta yang menjiplak konsep naskah proklamasi Negara Islam Indonesia, dan bukan sebaliknya. Memang sedikit sejarawan yang mengetahui mengenai kebenaran sejarah ini. Di antara yang sedikit itu adalah Ahmad Mansyur Suryanegara, beliau pernah mengatakan bahwa SM. Kartosuwiryo pernah datang ke Jakarta pada awal Agustus 1945 bersama pasukan Hizbullah dan Sabilillah. "Sebenarnya, sebelum hari-hari menjelang proklamasi RI tanggal 17 Agustus 1945, Kartosuwiryo telah lebih dahulu



40 menebar aroma deklarasi kemerdekaan Islam, ketika kedatangannya pada awal bulan Agustus setelah mengetahui bahwa perseteruan antara Jepang dan Amerika memuncak dan menjadi bumerang bagi Jepang. Ia datang ke Jakarta bersama dengan beberapa orang pasukan laskar Hisbullah, dan segera bertemu dengan beberapa elit pergerakan atau kaum nasionalis untuk memperbincangkan peluang yang mesti diambil guna mengakhiri dan sekaligus mengubah determinisme sejarah Rakyat Indonesia. Untuk memahami mengapa pada tanggal 16 Agustus pagi Hatta dan Soekarno tidak dapat ditemukan di Jakarta, kiranya Historical enquiry berikut ini perlu diajukan: Mengapa Soekarno dan Hatta mesti menghindar begitu jauh ke Rengasdengklok padahal Jepang memang sangat menyetujui persiapan kemerdekaan Indonesia? Mengapa ketika Soebardjo ditanya Soekarno, apakah kamu ingat pembukaan Piagam Jakarta? Mengapa jawaban yang diberikan dimulai dengan kami Bangsa Indonesia .... ? Bukankah ini sesungguhnya adalah rancangan Proklamasi yang sudah dipersiapkan Kartosuwiryo pada tanggal 13 dan 14 Agustus 1945 kepada mereka? Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, yaitu Soekarni dan Ahmad Soebardjo, ke Garnisun PETA di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak di sebelah barat kota Karawang, dengan dalih melindungi mereka bilamana meletus suatu pemberontakan PETA dan HEIHO. Ternyata tidak terjadi suatu pemberontakan pun, sehingga Soekarno dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan suatu usaha memaksa mereka supaya menyatakan



41



kemerdekaan diluar rencana pihak Jepang, tujuan ini mereka tolak. Laksamana Maida mengirim kabar bahwa jika mereka dikembalikan dengan selamat, maka dia dapat mengatur agar pihak Jepang tidak menghiraukan bilamana kemerdekaan dicanangkan. Mereka mempersiapkan naskah proklamasi hanya berdasarkan ingatan tentang konsep proklamasi Islam yang dipersiapkan SM. Kartosuwiryo pada awal bulan Agustus 1945. Maka, seingat Soekarni dan Ahmad Soebardjo, naskah itu didasarkan pada bayang-bayang konsep proklamasi dari SM. Kartosuwiryo, bukan pada konsep Pembukaan UUD 1945 yang dibuat oleh BPUPKI atau PPKI. (Al-Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia SM. Kartosoewirjo, ha 65, Pen. Darul Falah, Jakarta). Demikianlah, berbagai manipulasi sejarah yang ditimpakan kepada Darul Islam dan pemimpinnya, sedikit demi sedikit mulai tersibak, sehingga dengan ini diharapkan dapat membuka cakrawala berfikir dan membangun kesadaran historis para pembaca. Lebih dari itu, upaya mengungkap manipulasi sejarah Negara Islam Indonesia yang dilakukan semasa Orla dan Orba oleh para sejarawan merupakan suatu keberanian yang patut didukung, supaya pembaca mendapatkan informasi yang berimbang dari apa yang selama ini berkembang luas. Mengakhiri pengantar cetakan ini, kami bersyukur kepada Allah Malikurrahman atas antusiasme generasi muda Islam dalam menerima informasi yang benar dan obyektif mengenai sejarah perjuangan menegakkan Negara Islam dan berlakunya syari'at Islam di negeri ini. Selain itu, penulis meminta maaf



42 atas adanya beberapa kesalahan yang tidak disengaja pada cetakan pertama. Pada cetakan ini telah dilakukan revisi serta perbaikan terhadap kesalahan tersebut, sehingga diharapkan tidak terjadi lagi kesalahan yang sama. Semoga Allah memberi hidayah dan kekuatan kepada kita semua, sehingga, perjuangan menjadikan hukum Allah, sebagai satu-satunya sumber dari segala sumber hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara segera terwujud di Indonesia yang, menurut sensus adalah negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Amin, Ta Arhamar Rahimin!



Jogjakarta,



1 Muharram 1420 H 17April 1999 M



Muqaddimah MILITANSI Islam telah pernah mengangkat kehormatan kaum Muslimin di negeri ini, dan melahirkan laki laki aqidah yang berakhlaq tinggi lagi terpuji. Berani menentang kedzaliman dan kebathilan. Dengan kumandang Allahu Akbar, mereka melawan yang dzalim dan durjana, menentang yang bathil dan palsu. Karena Islam mewajibkan untuk membela kebenaran dan menegakkan keadilan. Dewasa ini, militansi Islam yang pernah digelar oleh para mujahid Darul Islam berangsur pudar. Selama bertahun tahun kaum Muslimin dicekam ketakutan oleh sejumlah propaganda anti Islam. Tuduhan Darul Islam, ekstrim kanan, subversif dan Jama'ah NII saja, sudah mampu menimbulkan rasa takut dan kebencian di kalangan rakyat banyak. Bahkan ketika membicarakan perjuangan Darul Islam, banyak orang yang tidak dapat menyembunyikan rasa takutnya dan bersikap apriori. Seminar TNI angkatan darat misalnya, pada bulan Agustus 1966 di Bandung malah bersikap antipati, "Menganggap gerakan Darul Islam atau NII sebagai musuh bangsa nomor satu, baru menyusul PKI". Sekalipun belum pernah diungkapkan secara terus terang, tapi dapat difahami bahwa di Indonesia, Islamisme agaknya dipandang justru lebih berbahaya dari pada sekularisme, komunisme, atau missionaris Kristen dan Yahudi.



44 Pada gilirannya, masyarakat memang bisa terkena hipnotis akibat tuduhan: "pemberontak DI /TII atau neo N I I " dan sebagainya. Di samping adanya tujuan tujuan politis, juga oleh karena mereka tidak melihat apa yang ada di balik tujuan perjuangan Islam yang agung. Namun demikian, kebenaran tidak bisa dihapuskan begitu saja hanya oleh permusuhan dan rasa benci. Peristiwa ini sudah pernah dicoba untuk dihapuskan dari halaman sejarah Indonesia. Sehingga walaupun baru berlalu setengah abad, umat Islam melupakannya dan seakanakan sirna dari ingatan generasi muda Muslim. Ironi seperti ini sering terjadi dalam perjuangan Harakah Islamiyah di seluruh dunia. Menurut Syeikh Hasan Al Banna, hal itu terjadi disebabkan oleh dua hal: Pertama, karena ketidaktahuan kita terhadap sistem, metode serta tujuan perjuangannya. Maksudnya bisa dijelaskan begini: "jika diperhatikan sejarah kemajuan suatu bangsa, baik di Timur atau Barat, baik yang dahulu ataupun yang sekarang, maka kita akan tahu, bahwa mereka memiliki metode yang telah ditentukan untuk bekerja dan tujuan tertentu yang harus dicapai. Metode itu semua dibuat oleh para ahlinya untuk mencapai kemajuan, selaras dengan waktu dan kemampuan mereka. Jika mereka tidak ada lagi, maka generasi selanjutnya meneruskan cita cita mereka, dengan meneruskan metode dan apa yang telah mereka capai serta bangun. Generasi baru tidak menghancurkan apa yang telah ditegakkan oleh generasi sebelumnya. Generasi yang sanggup memperbaiki dan menambah bangunan yang



45 didirikan oleh generasi sebelumnya, sampai mencapai tujuan bersama umatnya, itulah yang disebut generasi penerus. Jika generasi itu telah tiada, maka generasi penerus harus siap meneruskan cita cita pendahulunya? Kedua, karena terpotongnya hubungan antara generasi tua dengan generasi muda sebagai generasi penerus. Generasi tua telah mencapai separuh perjalanan, sedangkan generasi muda tidak meneruskannya karena terputus hubungan di antara keduanya. Mereka memulai jalan baru yang kadang kadang mencapai hasil sebagaimana generasi awal, atau bahkan lebih sedikit, atau lebih banyak, tetapi belum sanggup untuk mencapai tujuannya. Karena umur seseorang lebih pendek dari umur suatu pergerakan atau suatu bangsa. Dan berangan angan bahwa satu orang dapat mencapai cita cita suatu bangsa, adalah pemikiran yang fantastis, suatu penipuan yang harus dihilangkan. Itulah dua hal yang menyebabkan perjuangan para mujahidin pendahulu kita begitu mudah tersapu dari benak kaum Muslimin. Ketidakmengertian kita terhadap sistem, metode serta tujuan perjuangan secara jelas, di satu pihak. Dan munculnya usaha usaha sistematis yang memotong rantai sejarah antara mujahid mujahid terdahulu dan mujahid-mujahid yang datang kemudian di pihak lainnya. Maka manakala pendahulu pendahulu yang meletakkan metode perjuangan tersebut terjaga dari kekeliruan dan berhasil mencapai setengah dari perjalanannya, sementara kita tidak. Lantas siapakah yang bersalah?



46 Pelajarilah sejarah kebangkitan suatu gerakan, mereka pasti memiliki metode tertentu untuk diperjuangkan sekuat daya. Seperti perjuangan yang ditempuh periode awal dakwah Islam di masa Rasulullah. Demikian pula perjuangan Darul Islam di Indonesia di bawah kepemimpinan Imam Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Beliau telah berhasil mewujudkan cita cita Darul Islam menjadi kenyataan, dan selama 13 tahun (sejak proklamasi NII 7 Agustus 1949 sampai beliau tertangkap 4 juni 1962) bersama pengikutnya berjuang terus menerus guna mempertahankan eksistensi negara yang diproklamasikannya, sehingga dalam waktu relatif singkat pengaruhnya menyebar ke daerah daerah penting: Jawa Barat, Aceh, Sulawesi, Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah. Pengalaman Darul Islam di masa lalu telah memberikan contoh dan pelajaran pada generasi Muslim kini, tentang ketabahan mental para mujahid fie sabilillah dan kejantanan seorang satria. Semua itu telah menumbuhkan kesan luar biasa bagi mereka yang mau mengambil pelajaran. Mereka bergerilya dan berlindung di balik gunung selama bertahun tahun. Mereka telah memberikan contoh menakjubkan dan jiwa kepahlawanan yang jarang bandingannya. Bagaimana mereka memiliki kesabaran dan ketabahan semacam itu? Bagaimana pula menyirami iman di dalam kalbu, agar tumbuh subur di dalam keluhuran insan Rabbani? Baru sekarang kita menyadari, sesungguhnya generasi muda Islam menjadi terputus dari masa lalunya yang bersejarah oleh usaha usaha sistematis dari musuh musuh yang ingin menguasainya.



47 Bila kita teliti dan cermati, lepas dari sentimen chauvinis yang merusak, tentang kehidupan tokoh sejarah seperti Imam SM Kartosuwiryo. Melihatnya dari sudut pandang agama (dienul haq) dan tidak semata-mata politis, maka sangat mudah bagi orang orang berakal, jujur dan cinta kebenaran untuk menolak dan membuktikan, bahwa tuduhan tuduhan buruk dan serangan serangan negatif yang selama ini dialamatkan terhadap diri dan missi Islam yang diperjuangkannya, sesungguhnya keliru dan tidak bersumber pada hujjah yang benar. Dalam sejarah Indonesia modern, SM Kartosuwiryo masih dipandang sebagai tokoh yang sangat kontroversial. Sebab masih terlalu banyak misteri sejarah disekitar diri dan perjuangannya, yang hingga kini menanti campur tangan ahli sejarah yang jujur dan obyektif untuk mengungkap serta meluruskannya. Apabila peristiwa itu tidak diungkap dan tidak pula disajikan secara benar dan obyektif, maka Indonesia akan kehilangan momen sejarah yang paling dramatis. Dan bagi umat Islam khususnya, mengabaikan masalah ini berarti tidak menghargai pejuangan seorang mujahid besar yang dengan segala keikhlasan dan keberaniannya, rela mengorbankan hidupnya demi menegakkan Syari'at Islam sebagaimana dicontohkan Rasulullah M dan para khulafaur rasyidin. Dan itu juga berarti, kemunduran mental serta merosotnya semangat dalam bejihad fisabilillah. Bila umat Muslim sehari saja behenti untuk kebangkitannya, berarti mereka telah menyia-nyiakan waktu yang lama di dalam meraih kemenangannya. Bukankah di antara seman jihad, termasukjuga rasa gairah dan rindu untuk



MUKADIMAH



48 mengembalikan kejayaan dan kemuliaan Islam? Kerinduan terhadap kembalinya kekuatan dan kekuasaannya. Sebaliknya, sedih melihat kelemahan dan kehinaan yang menjangkiti kaum Muslimin sekarang. Benci menyaksikan keadaan yang tidak disukai Allah dan Rasul Nya, dan tidak disenangi pula oleh nurani orang orang shalih dari jamaah kaum Muslimin. Jama'ah Darul Islam, generasi inilah yang sekarang hilang dari halaman sejarah Indonesia modern dan yang sedang dicari oleh para pecinta Al Qur'an dan sunnah Rasulullah. Suatu generasi yang menjadi jundullah (tentara Allah), yang rela menyerahkan jiwa dan hartanya untuk membela dienullah. Mereka adalah pejuang di garis terdepan dalam menegakkan kebenaran untuk menjadi orang yang benar, dan bukan penentang kebenaran. Inilah seman mereka yang senantiasa berkumandang. Barangkali sudah ditaqdirkan Allah flt, bahwa SM Kartosuwiryo lahir, tumbuh dan berkembang di saat-saat gelora perjuangan melanda segenap Bangsa Indonesia. Bebas dari kekuasaan asing, adalah tuntutan yang penuh resiko ketika itu. Tetapi juga sebagai bukti, bahwa bangsa dan umat Islam Indonesia tidak rela membiarkan diri dizimmikan (dikuasai) dan diperbudak oleh penguasa thaghut dan orang orang kafir.



"Maka janganlah kamu mengikuti orang orang kafir, dan berjihadlah menghadapi mereka dengan jihad yang besar". (Qs. Furqan, 25:52). "....sekali kali Allah tidak akan memberi jalan (kesempatan) bagi orang orang kafir untuk mengalahkan oran -orang beriman". (Qs. an Nisa, 4:141).



Pengantar Edisi Revisi



N U K W Bukan Pewaris Darul Islam 9



Dalam rangka menegakkan tatanan kehidupan yang Islami, umat Islam telah menempuh berbagai pola gerakan. Dari pengalaman bertahun-tahun di medan dakwah, pola gerakan umat Islam di Indonesia dapat diidentifikasi sebagai berikut: Pertama, gerakan politik Islam di bawah sistem demokrasi, dengan mendirikan partai Islam untuk bersaing dengan partai sekuler memperebutkan kursi legislatif, dan posisi strategis di kabinet. Kedua, gerakan bersenjata yang menempuh jalan konfrontasi untuk merebut kekuasaan dari penguasa sekuler yang menolak Syari'at Islam. Ketiga, gerakan dakwah kultural, yaitu membaur ke dalam masyarakat dan sistem kemasyarakatan sambil memperbaikinya melalui penanaman nilai-nilai Islam sejauh yang dapat diterima masyarakat. Keempat, gerakan pembinaan aqidah, akhlaq, pendidikan, dengan menghindari politik peraktis. Gerakan ini hanya mengedepankan pendekatan akhlaq individual yang dilakukan melalui lembaga pendidikan formal dan non-formal seperti majelis ta'lim, jama'ah zikir serta kursus-kursus keagamaan lainnya. Adapun pola kelima, adalah gerakan uzlah, yaitu menarik diri dari segala corak gerakan di atas, dan hanya ingin menyelamatkan diri sendiri sembari menanamkan nilai-nilai Islam sejauh yang mampu dilakukan.



50



Setiap gerakan Islam yang memilih salah satu, atau memadukan di antara pola gerakan di atas, tentu saja punya argumentasi masing-masing. Tapi yang sudah jelas, dari sejumlah corak dan pola gerakan yang kini ditempuh kaum Muslimin, belum satu pun yang berhasil menghantarkan Islam ke posisi pemenang, yaitu Islam sebagai dasar Negara Indonesia. Sehingga, dengan begitu, Islam dapat berfungsi, seperti dikatakan Roger Geraudy, Allslamu hillun wahiidun lil mustaqbaali 'alam. Islam sebagai solusi tunggal bagi penyelesaian peroblema dunia kontemporer. Meluruskan Paham Salah Kehadiran buku 'Jejak Jihad SM. Kartosuwiryo, Mengungkap Fakta yang Didustakan dengan format berbeda dan sedikit perubahan judul dari cetakan sebelumnya, sudah lama dinanti pembaca. 5



Upaya formalisasi Syari'at Islam di lembaga negara selalu dikaitkan dengan Negara Islam Indonesia (NII), karena beberapa alasan, antara lain: Pertama, gagasan kembali ke Islam melalui penegakan Syari'at Islam di lembaga Negara, yang digaungkan umat Islam akhir-akhir ini, dianggap memiliki benang merah dengan Darul Islam atau NII pimpinan SM Kartosuwiryo. Darul Islam, dipandang sebagai embrio atas suatu paham yang mengedepankan pentingnya melaksanakan Syari'at Islam secara sistemik, melalui jalur kekuasaan pemerintahan. Karena, tanpa kekuasaan, Islam tidak akan bisa secara optimal melaksanakan misi Rahmatan lil Alamin. Anggapan ini, boleh



51 jadi kian menguatkan rasa ingin tahu, apa dan siapa Darul Islam dan SM. Kartosuwiryo? Pengamat politik yang paling getol mengampanyekan paham ini, adalah Sidney Jones, seorang wanita Yahudi Amerika, dan direktur International Crisis Group (ICG) di Indonesia. Ia tidak saja mengaitkan gerakan Islam Syari'at dengan Darul Islam, tapi juga menyematkan labelilasi terorisme. Kedua, upaya menyelewengkan missi Darul Islam yang diperjuangkan SM. Kartosuwiryo, telah dilakukan bukan saja oleh mereka yang memusuhinya. Tapi, yang lebih berbahaya justru munculnya gerakan sempalan NII, yang melakukan penyimpangan atas nama NII oleh orang yang malah mengaku sebagai penerus perjuangan NII. Salah satu upaya jahat itu dilakukan oleh Totok Abdussalam alias AS Panji Gumilang, pimpinan Ma'had Al-Zaytun, Inderamayu, Jawa Barat, di bawah paying gerakan N i l KW 9. Padahal, missi NII yang diperjuangkan SM. Kartosuwiryo dan N i l KW 9 versi AS Panji Gumilang, membawa missi kontradiktif, berbeda dalam tujuan, dan bertentangan secara aqidah. NII atau DI/TII Kartosuwiryo berjuang menegakkan Negara Islam Indonesia berdasarkan Qur'an dan Sunnah, sedangkan AS Panji Gumilang membawa missi sesat dan menyesatkan. Yaitu, membangun NII sebagai retorika belaka, dengan menginjak-injak ajaran Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Istilah N I I , bukan nama sebuah gerakan keagamaan, melainkan institusi Negara dengan konstitusi Islam yang memiliki kekuasaan berdaulat penuh. Memberi label NII pada aktivitas



52 gerakan keagamaan, sangat riskan dari sudut pandang keamanan, juga dapat disalah gunakan sebagai alat penipuan secara ideologis. Penolakan penggunaan nama NII terhadap aktivitas yang hanya sekadar gerakan, tanpa basis teritorial serta otoritas kekuasaan yang jelas, selain sebagai upaya mengamankan dan mengamalkan amanah perjuangan. Juga, meluruskan pemahaman yang keliru, memberi nama pada sesuatu yang bukan menjadi namanya. Menganggap gerakan sebagai Negara, koordinasi sebagai kekuasaan pemerintahan, sangat rentan terhadap penyusupan dan penyelahgunaan wewenang. Sejarah mencatat, bahwa Khilafah Utsmaniyah telah runtuh pada 3 Maret tahun 1924. Menyatakan eksistensi Khilafah Islamiyah masih kokoh berdiri, pasti hanya akan dilakukan oleh mereka yang tidak waras berfikirnya. Kasus lain mislanya, jatuhnya Negara Islam Afghanistan di bawah pemerintah Thaliban, tidaklah munasabah jika menganggapnya masih berdaulat. Itu hanya angan-angan kosong. Begitupun N I I , sebagai lembaga Negara, institusi maupun kekuasaannya sudah tidak ada lagi. Lebih dari 13 tahun Istilah Negara Islam Indonesia (NII) menjalankan misinya, merupakan fakta sejarah. Sebuah peristiwa sejarah yang patut ditauladani (The best historical cases). Di dalam Buku PDB (Pedoman Darma Bhakti) Darul Islam jilid I I yaitu pedoman, pegangan umum, tuntunan dan bimbingan amaliah mujahidin menuju mardhatillah, pada Bab IX tentang Gambaran Negara Karunia Allah (NKA). Imam



53 N i l , SM Kartosuwiryo menegaskan, bahwa eksistensi NKA hanya dapat dipertahankan apabila memenuhi syarat masyrutnya. Yaitu, antara lain, adanya Negara yang berdaulat 100% ke luar dan ke dalam, defacto dan deyure, memiliki kedaulatan basis teritorial, dengan diselenggarakannya kekuasaan pemerintahan yang berdaulat dalam sebuah wilayah. Kemudian, berlakunya Syari'at Islam secara formal-konstitusional. Dalam sejarah DI, basis teritorial dikenal dengan istilah D1 (wilayah kedaulatan NII, dan diberlakunya Syari'at Islam dalam segala aspek). Kemudian, D2 merupakan wilayah campuran antara warga NII dan RI, dan daerah front perang antara pasukan T I I dengan TNI. Adapun D3, merupakan wilayah musuh yang berlokasi di pusat-pusat kota, dan menjadi obyek dakwah. ?



Gerakan NII Palsu Sebaliknya, NII KW 9 yang dipimpin AS Panji Gumilang dengan Ma'had Al-Zaytun sebagai sentral aktivitasnya, melakukan penipuan, dan pemerasan atas nama NII. Pemahaman keagamaan, dan prilaku pengikutnya yang sama sekali tidak bisa dikategorikan Islami, adalah fakta kongkrit. Mereka menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an menggunakan metode safsathah, tafsir semau gue berdasarkan kepentingan hawa nafsu. Kesesatan N i l KW9 dapat dilihat dari pemahaman keagamaan, dan perilaku pengikutnya yang sama sekali tidak bisa dikategorikan Islami, antara lain sebagai berikut:



54 /. Ingkar Sunnah: Pengajian-pengajian diselenggarakan sangat ekslusif dan tertutup. Materi awal disampaikan tentang kebenaran Al-Qur'an, dalam materi berikutnya akan selalu menggunakan Al-Qur'an sebagai rujukan, jarang sekali menggunakan Hadist. Alasannya, adanya perkataan Nabi Saw :"Inna khairul hadist kibaballah - sebaik-baik hadist adalah kitabullah". Mereka menolak hadist dengan menggunakan dalil hadist. Dalam hal ini, NII KW 9 menggunakan kalimat yang benar untuk tujuan kebathilan, sebagaimana di katakan Imam Ali bin Abi Thalib, "Kalimatu haqqin yuradu biha bathilun." Sedang ustadz yang memberikan pengajian selalu menyembunyikan identitasnya, dengan alasan security (keamanan). Bukan itu saja, calon pengikut NII KW 9 diajak kesuatu tempat, selama dalam perjalanan, matanya ditutup rapat dan hanya boleh dibuka setelah sampai di tempat tujuan untuk dibai'at. 2. Tafsir Safsathah: Mereka menafsirkan ayat-ayat AlQur'an semau gue, sesuai kepentingan hawa nafsunya. Penggunaan hujjah Al-Qur'an hanya sekadar alat legitimasi atas suatu pemahaman sesat. Misalnya, peristiwa Isra' Mi'raj ketika Rasulullah Saw naik ke langit ke tujuh, mereka artikan sebagai tujuh tingkat struktur pemerintahan, yaitu RT, RW, Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, dan Presiden. Ibadah shalat dianggap bukan kewajiban setiap Muslim, karena belum futuh Makkah, padahal Al-Qur'an sudah turun 30 juz dan Rasulullah Saw sudah wafat. 3. Menghalalkan yang diharamkan Allah: Siapa saja di luar kelompoknya dianggap kafir, karena itu halal darahnya dan hartanya boleh dirampas, dengan mengangapnya sebagai



55 harta rampasan (fa'i). Jama'ahnya diperas, dijadikan objek pengumpulan dana dengan alasan infaq dan shadaqah; sementara penggunaan dana yang terkumpul tidak transparan. Para anggota jama'ah yang tidak berinfaq dianggap berhutang. Karena itu mereka membolehkan pengikutnya untuk mencuri, merampok, berdusta atas nama agama demi memenuhi tuntutan bai'atnya. 4. Istilah NII hanyalah kedok, untuk memudahkan rekrutmen para aktivis Muslim, sementara di sisi lain mereka menghalalkan darah dan harta sesama Muslimin di luar kelompoknya, persis prilaku dan pemahaman kaum komunis PKL Kelompok NII KW 9 ini disinyalir banyak pengamat dan aktivis Muslim, sebagai pembawa misi terselubung untuk menghancurkan Islam dari dalam. Melakukan penyimpangan aqidah dan syari'ah dengan memakai label Islam, mengikuti pandangan Napolen Bonaparte yang menyatakan: "Jika mau membunuh kuda, gunakan kuda". Gerakan N I I KW 9, juga mengusung misi intelijen. Tujuannya, membangun citra negatif bagi gerakan yang bertujuan menegakkan Syari'ah Islam secara kaffah, menakutnakuti umat Islam agar menolak perjuangan tegaknya Syari'at Islam. Labelisasi Islam terhadap prilaku dan pemahaman yang bertentangan dengan ajaran Islam, adalah di antara metode dakwah yang ditempuh NII KW 9 pimpinan Totok Salam alias AS Panji Gumilang. Pusat gerakan aliran sesat KW 9 di Ma'had Al-^aytun (bukan Az-Zaytun), Haurgeulis, Kabupaten Inderamayu, Jawa Barat.



56 Jadi, Darul Islam atau NII pimpinan SM Kartosuwiryo, yang diproklamasikan 12 Syawal 1368 H/ 7 Agustus 1949 M , hanya menjadi tameng gerakan KW 9 (Komandemen Wilayah 9), sama sekali tidak memiliki kaitan sejarah, baik secara harakiyah maupun ideologis dengan NII KW 9 pimpinan Totok Salam. Hal ini penting ditegaskan, agar masyarakat tidak keliru menilai, dan tidak rancu dalam memahami peran sentral Darul Islam dalam membangkitkan semangat jihad, untuk membasmi kebathilan. Dengan berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa Indonesia memperoleh kemerdekaannya, bersatu dan berdaulat. Jika hingga hari ini Syari'ah Islam belum menjalankan perannya mengatur republik ini, sehingga bencana dan malapetaka melanda dimana-mana. Kewajiban kita, adalah terus menerus menumbuhkan kesadaran bersyari'at, membangkitkan semangat jihad, demi Islam yang berdaulat.



Segala amal yang kita lakukan, semoga Allah Swt menjadikannya sebagai andil perjuangan, dan memenuhi optimisme, sebagaimana firman Allah Swt : "Sekiranya penduduk negeri it beriman dan bertaqwa, pastilah Kami melimpahkan kepada m barakah dari langit dan bumi (Qs. Al-A'raf, 7:96). 39



10 April 2007 M / '21 Rabiul awwal 1428 H



BABI



Proklamator N e g a r a |slam I n d o n e s i a



Kami mengenal kebenaran bukan karena seseorang Melainkan kami kenali kebenaran lebih dahulu, Lalu kami mengenal siapa ahlinya. - Ali bin Abi Thalib Karamullahu Wajhah -



58



Riwayat Pendidikan dan Aktivitas Politiknya 1. Pendidikan : HAMPIR semua catatan sejarah mengenai tokoh dan pendiri Negara Islam Indonesia, SM. Kartosuwiryo, memperkenalkan riwayat hidup dan perjuangannya dimulai setelah beliau tampil sebagai pemimpin dan menjadi politikus profesional Partai Syarikat Islam Indonesia. Sedikit sekali ditemukan catatan tentang bagaimana kehidupan masa kecilnya, seperti apa pendidikan yang diterapkan orang tuanya, dan sejauhmana hal itu membawa pengaruh terhadap keperibadiannya. Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, adalah nama yang diberikan orang tuanya. Lahir 7 Februari 1905 Cepu, sebuah kota kecil antara Blora dan Bojonegoro, daerah perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Aslinya bernama Sekarmaji. Sedangkan Marijan Kartosuwiryo adalah nama ayahnya, seorang pegawai Gubernemen Hindia Belanda dengan jabatan mantri kehutanan. Di desa inilah SM. Kartosuwiryo menghabiskan masa kanak-kanak bersama orang tuanya. Sebelum menyertai keluarganya pindah ke Bojonegoro, pada usia 6 tahun SM. Kartosuwiryo kecil masuk Sekolah Rakyat (Tweede Inlandsche School) di desa Pagotan Rembang, dan empat tahun kemudian, 1915, ia pindah ke Hollandsch Inlandsche School (HIS). Selanjutnya ia diterima menjadi siswa Europeesche Lagere School (ELS), sekolah rendah bagi anak-anak Eropa di Bojonegoro dari tahun 1919 dan tamat pada tahun 1923, saat usianya menginjak 18 tahun.



59 Sesudah menamatkan pelajarannya di Hogere Burgelijks School (HBS), SM. Kartosuwiryo melanjutkan pelajaran di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), yaitu sekolah tinggi kedokteran di Surabaya. Di kota itulah ia bertemu dengan HOS. Cokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam, yang kemudian menjadi bapak asuh, pembimbing rohani dan mentor politiknya sekaligus. Sejak duduk di tingkat pertama NIAS 1926, SM. Kartosuwiryo telah aktif terjun ke dalam partai politik. Sehingga ia hanya bertahan sampai tingkat empat, untuk kemudian dikeluarkan karena akibat kegiatan politik yang dilakukannya dalam Liga Pemuda Islam (Jong Islamieten Bond). Adapun pengetahuan agama diperoleh dari pergaulannya yang luas dengan para ulama atau ajengan dikala itu. Dapat dikatakan di sini, berdasarkan informasi yang dapat ditelusuri, pendidikan agama ditempuh sebagaimana umumnya para aktivis muslim di zaman revolusi, tidak melalui jenjang pendidikan formal. Melainkan berguru secara privat, menjadi santri dari ulama-ulama tertentu yang dapat dikunjunginya dalam masa yang tidak dapat ditetapkan. Sekalipun agak sulit menjadi seorang faqih atau ulama dengan sistem belajar perivat atau mulazamah, tapi keuntungannya adalah, bahwa seseorang bisa'mendapatkan berbagai pengetahuan ad-dien dari ulamaulama yang, tentu saja memiliki keahlian dan keunggulan yang tidak sama. Di atas semua itu, sesungguhnya Allah menganugerahkan ilmu dan hikmah kepada siapa yang Ia kehendaki.



60 Sekarmaji menjadi seorang yatim pada umur 20 tahun ketika pada tahun 1925 ayahnya, Marijan Kartosuwiryo meninggal dunia. Maka setelah dikeluarkan dari NIAS karena kegiatan politiknya, untuk beberapa waktu lamanya, SM. Kartosuwiryo memilih bekerja menjadi guru swasta di Bojonegoro.



2. Bertemu Jodoh Seorang mahasiswa militan, muda, terpelajar dan aktivis partai Islam, di tengah kehidupan masyarakat yang di dominasi kaum penjajah asing, tentulah identitas demikian cukup berharga dan disegani. Setiap orang tua tentu bangga sekiranya mendapat menantu yang memiliki idealisme yang sama dengan dirinya. Begitulah pada tahun 1929, ketika SM. Kartosuwiryo berusia 23 tahun, ia menemukan jodohnya di kampung Bojong, dengan menikahi seorang gadis lima belas tahun bernama Dewi Siti Kalsum, putri dari Ardiwisastra, seorang ulama yang dihormati dan tokoh PSII di Malangbong. Dari pernikahannya ini, beliau dikaruniai 12 orang putra-putri, tapi hanya 6 orang yang masih hidup hingga kini, antara lain: Mohammad Darda, Tahmid, Danti, Kartika, Komalasari dan Sarjana. Sebagai seorang aktivis partai dengan jabatan Sekjen PSII waktu itu, hari-hari beliau tentu sangat sibuk. Namun demikian, kepentingan keluarga tak pernah diabaikannya. Menurut cerita yang sampai kepada penulis, SM. Kartosuwiryo dikenal sebagai seorang yang tinggi akhlaqnya, suami yang sangat santun pada istrinya dan penuh kasih sayang pada anak-anaknya. Mengenai



61 hal ini, Dewi Siti Kalsum sendiri menuturkan kisahnya kepada Tatang Sumarsono, yang dimuat bersambung dalam Majalah AMANAH No. 41-43. Ia berkisah: "Aku memang tidak salah pilih. Disinilah aku mulai mengenal dan belajar tentang sikap dan sifat suamiku. Ia ternyata seorang laki-laki yang penuh tanggung]awab pada keluarganya dan menyayangiku. Ia tak segan-segan memperkenalkanku, istrinya yang dari kampung dengan kawan-kawan seperjuangannya yang terpelajar dan terhormat. Bahkan dua bulan setelah kami berada di Jakarta, mungkin atas prakarsa teman-temannya, perkawinan kami dirayakan di rumah Pak Cokroaminoto. Aku ingat benar pesta yang sederhana tapi amat mengesankan itu berlangsung pada tanggal 12 Zulhijjah. Bapak waktu itu menjadi redaktur Fajar Asia. Tapi yang paling banyak menyita waktunya adalah kedudukannya di Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam. Begitu aktifnya di organisasi sampai mencari nafkah hanyalah sekedarnya. Akibatnya, kami memang tak punya rumah tetap, pindah dari rumah sewa ke rumah sewa lainnya. Tapi aku sendiri tidak mengeluh. Sebagai istri yang mendapat pendidikan agama cukup lekat dari orang tua, kuterima segalanya dengan rasa syukur. Karena itulah, boleh jadi kehidupan keluarga kami berjalan tenang, kalau tidak dikatakan bahagia". Sekalipun kegiatan partai cukup banyak menyita waktunya, tetapi bila sedang di rumah beliau selalu menyediakan waktu untuk menggendong atau menimang anak-anaknya. Istrinya



MENGENAL PROKLAMATOR NEGARA ISLAM INDONESIA



62 Dewi Siti Kalsum, di samping putri seorang tokoh juga dikenal sebagai wanita yang sangat rupawan tapi sederhana. Ia selalu kelihatan gembira -dan bahagia bersama suaminya dalam kehidupan yang bagaimanapun: sebab ia juga seorang aktivis partai PSII. Ia seorang istri yang setia dan pandai melayani suaminya, sehingga keadaan rumah tangganya senantiasa harmonis.



Allah Malikurrahman Maha Bijaksana menjodohkan hambaNya, wanita-wanita yang baik pasangannya pria yang baik pula, sebagaimanan firmanNya: "Wanita-wanita yang jahat untuk pria yang jahat. Pria-pria yang jahat untuk wanita-wanita jahat. Wanita-wanita yang haik untuk pria-pria yang haik. Dan pr priayang baik untuk wanita-wanita yang baik". (Qs. An-Nur, 24:



3. Aktivitas Politik Sejak masa mudanya, SM. Kartosuwiryo telah memperlihatkan kecenderungan yang kuat terhadap pergerakan politik Islam. Pengaruh perkembangan politik Indonesia begitu menarik perhatiannya. Untuk itu ia giat di dalam Syarekat Islam pimpinan HOS. Cokroaminoto. Dari pimpinan Syarekat Islam inilah, yang terbukti kemudian tempatnya berguru mengenai taktik dan perjuangan partai, juga tempatnya memperoleh gagasan mengenai suatu negara Indonesia yang berlandaskan Islam. 8



8



HOS Cokroaminoto (1882 1934), seorang tokoh dinamis yang berasal dari lingkungan priyayi muslim. Ia muncul sebagai tokoh modernis Islam pertama Indonesia yang mempersatukan rasa kebangsaan dengan rasa keislaman dengan padu. Soekarno adalah salah seorang anggota klub Surabaya yang diselenggarakan



63 HOS. Cokroaminoto, tokoh politik paling berpengaruh di zaman itu, menyadari kecenderungan serta bakat terpendam yang ada dalam diri pemuda asuhannya. Maka pemuda ini dibina dan dipersiapkan menjadi kader pemimpin masa depan. Dari tahun 1927-1929 SM. Kartosuwiryo menjadi asisten pribadi (Aspri) HOS.Cokroaminoto dan ikut sebagai redaktur koran "Fajar Asia" yang dipimpinnya. SM. Kartosuwiryo adalah seorang jurnalis yang piawai, sehingga hanya dalam tempo setahun saja, sejak memulai karier jurnalistiknya dari bagian korektor, reporter hingga dipercaya se-bagai Hoofd Redaktur atau Pemimpin Redaksi harian "Fajar Asia". Berdasarkan catatan Kapten Suyono HW, yang menulis publikasi terbatas untuk kalangan TNI AD diterangkan, bahwa "Sewaktu Sekarmaji mulai berkecimpung di dalam partai politik, terutama sejak menjadi anggota PSII, hampir seluruh perhatiannya dicurahkan untuk kegiatan partai. Bahkan ia ternyata penganut partai yang menjadi kesayangan HOS. di rumahnya. Dari pengalaman sejarah Para modernis, kita tahu ternyata pengikutpengikut mereka berjalan sendiri sendiri sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan masing-masing. Gagasan sinkretis sangmodermis serpih-serpih dalam pemahaman pengikutnya. Masing-masing pengikut akan mengembangkan serpihan yang bisa dipahami menjadi gagasan sikretis modernisme (Soekarno adalah contoh sejarah). Ketika Soekarnno memuat sintesa mengenai dasar negara RI yang akan dibntuk tahun 1945, ia merumuskan gagasan itu dengan nama Pancasila setelah menanggalkan konteks keislaman gagasan HOS.Cokroaminoto. Tetapi mungkin juga sang murid akan sama sekali anti agama, kalau serpihan yang diambilnya adalah bagian yang berasal dari barat (Muso adalah contoh untuk ini). Kemungkinan lain Syarekat Islam pengikut modernis akan mengambil serpihan Islam saja dan kemudian mengembangkannya menjadi suatu bentuk islamisme Islam sebagai ideology (Kartosuwiryo adalah contoh kasus ini). Dikutip dari : Bayang boyang Gerakan Tajdid, Armahedi 1 Agustus, 1983)



Mazhar,



Panji Masrarakat



No. 403.21 Syawal



1403/



64 Cokroaminoto . Sejarah membuktikan, SM. Kartosuwiryo hingga akhir hayatnya merupakan pengagum politik Islamisme Cokroaminoto. Pada gilirannya nanti, justru pada saat-saat ia konsekuen dengan politik Islamisme tersebut malah akhirnya di non-aktifkan dari PSII, partai yang telah memperkenalkan dirinya dengan nilai-nilai Islam. 9



Kharisma kepemimpinan SM. Kartosuwiryo, sudah mulai nampak sejak usia mudanya. Prestasi-prestasi di bidang politik yang meluncur tinggi dapat membuktikan hal ini. Sewaktu masih berusia 26 tahun ia terpilih sebagai Sekjen PSII pada tahun 1931. Ketika HOS. Cokroaminoto wafat di tahun 1934 sebagai ketua PSII, SM. Kartosuwiryo masih memegang jabatan tersebut. Dalam kongres berikutnya, 1936, ia terpilih menjadi wakil ketua, sedangkan ketuanya adalah Wondo Amiseno. SM. Kartosuwiryo juga pernah dipilih menjadi sekretaris umum Masyumi, sampai kemudian ia menyadari, tidak ada satu partai pun ketika itu yang bisa diharapkan untuk secara sungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya Daulah Islamiyah, sehingga ia memilih meninggalkan sistem perjuangan lewat kepartaian. Kemudian bersama kawan-kawannya, membentuk dan 10



9



10



Penumpasan Pemberontakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat, hal 25. Publikasi Terbatas oleh Disjarah T N I AD, November 1974. Dalam suatu dialog dengan penulis FIS A l Jazair Syeikh Nasiruddin al Albani berfatwa bahwa kaum muslmin terlarang masuk dalam parlemen dengan alasan: 1) Hal itu menyalahi petunjuk Nabi SAW. Karena beliau tidak pernah duduk bersama sama orang kafir dalam satu majelis semacam parlemen sekarang ini untuk membuat Undang undang bersama mereka. 2) Setiap orang yang masuk dalam parlemen sudah pasti melakukan penyimpangan dari ajaran Islam sedikit demi sedikit. (Disarikan dari Madaarikun Nadlar Fi Siyasah, Terjemahan M . Thalib: Partai, Pemilu, Parlemen, hal. 55. Penerbit Media Hidayah, 1999).



65 menyusun kekuatan yang menuju ke arah cita-cita Islam. SM. Kartosuwiryo ternyata demikian kaya dengan konsep-konsep yang hebat dalam rangka mendukung terwujudnya cita-cita Daulah Islamiyah tersebut. Umumnya para pengamat menilai perjuangan Darul Islam dari segi lahiriyah dan bentukformalnyasaja. Dan menutup mata terhadap motivasi serta inspirasi spiritual yang pada hakekatnya, justru merupakan inti dari perjuangan itu sendiri. Sebagai akibatnya, segala aktivitas yang dilakukan para pemimpinnya selalu dipandang dengan penuh curiga dan prasangka negatif. Sekalipun aktivitas yang sama misalnya, dilakukan juga oleh lawan-lawan politiknya dari golongan nasionalis maupun kelompok-kelompok sekuler yang tidak setuju dengan berdirinya Negara Islam. Para pengamat tetap menilainya dengan kacamata berbeda atau menggunakan standar ganda. Sudah menjadi adat mereka menempatkan tokoh-tokoh Darul Islam pada timbangan yang "salah", dan lawan-lawan politiknya pada timbangan yang "benar". Diantara fitnah yang selalu dihembuskan, bahwa tokoh-tokoh DI berjuang untuk kepentingan pribadi, sementara lawannya berjuang untuk kepentingan bangsa? Hal ini bisa terjadi, mungkin disebabkan oleh sentimen kebangsaan yang rendah, apriori atau karena ketidakmengertian mereka tentang rahasia perjuangan Islam. Sesungguhnya di balik kenyataan yang nampak dari perjuangan Darul Islam, terdapat dinamika dan kekuatan rohani yang menggerakkan, mengawasi



66 dan melahirkan kekuatan luar biasa yang membuatnya mampu bertahan lama menghadapi tantangan. Sebagai ikhtiyar memahami pemikiran-pemikiran Imam SM. Kartosuwiryo sejak masa mudanya, penulis telah berupaya menyelami pola berpikir beliau dengan mencari tulisantulisannya ketika mejadi Hoofd Redaktur Fajar Asia. Selain itu, masih ada cara lain untuk dapat memahami pandanganpandangan beliau tentang Islam dan negara. Yaitu dengan mengikuti pemikiran beliau yang tertuang di dalam buku PDB (Pedoman Dharma Bakti) yang menjadi rujukan sistem perjuangan mendirikan Negara Islam Indonesia. PDB itu sendiri berisi beberapa hal, antara lain: Qanun Asasi, Statemen dan Surat-surat kenegaraan, Manifesto politik serta Maklumatmaklumat (aturan-aturan pemerintah). 11



Pemahaman keagamaan dari SM. Kartosuwiryo tercermin dalam sikap maupun pemikiran politiknya. Berbicara dalam kedudukannya sebagai Imam Negara Islam Indonesia dan Panglima Perang Tentara Islam Indonesia (TII), dengan maksud menumbuhkan kemauan keras dalam jiwa pasukan-pasukan Hizbullah dan Sabilillah , tidak lemah dalam membela 12



11



12



Tulisan beliau selama menjadi kolonis Fajar Asia menyangkut berbagai persoalan Agama, Politik Idiologi serta pembelaannya terhadap kaum dlu'afa, akan diterbitkan di bawah judul: "Kartosuwiryo, Pembela Kaum Tertindas", Insya Allah. Ciri-ciri Hizbullah: "Apabila muncul seorang yang telah menetapi pada dirinya cinta kepada Allah, bersikap lemah-lembut pada orang mu'min, tegas kepada orang kafir, berjihad serta menyerahkan keta'atan hanya kepada Allah, Rasul Nya dan orang mu'min maka ketika itu telah lahir suatu undividu Hizbullah. Dan sekiranya terdapat individu-individu seperti ini tetapi tidak saling mengenal antara satu sarna lainnya, juga, tidak ada hubungan antara, mereka dan tidak bekerja sarna dalarn



67 kebenaran, perlunya melatih fisik agar kuat dan sehat sehingga dapat mengemban tugas-tugas perjuangan secara baik, dan menjadi alat ampuh untuk merealisasikan cita-cita membela kebenaran dan menegakkan keadilan. Imam SM.Kartosuwiryo mengucapkan doktrin perjuangannya yang tercantum dalam buku PDB (Pedoman Dharma Bakti), antara lain dikatakan :



"Hidup dan berjuang semata-mata untuk melaksanakan amanah Ilahy, mutlak merealisasikan kewajiban yang tertanam dalam jiwa seorang mujahid. Maka seluruh barisan mujahidin, tanpa kecuali, dimanapun mereka berada dan bertugas, terikat erat satu sama lain sedemikian rupa, baik oleh bai'at negara, bai'at jabatan, bai'at setia maupun bai'at selaku mujahid; sehingga mereka itu mewujudkan sat jama'ah besar yang anggota-anggotanya terdiri dari para mujahid danmujahidah. Tegasnya, jama'ah besar mujahidin. Selaku jama'ah besar mujahidin, maka tiap-tiap mujahid akan merasa makin bertambah besar dan mendalam rasa setia kawannya, rasa tanggung jawab, rasa wajib, sampai akhirnya meliputi seluruh ummat, bangsa dan negara. Hendaklah semangat, kesadaran dan keinsafan serupa itu ditanam dalam-dalam, dan dipupuk baik-baik dalam jiwa setiap mujahid, kemudian dikembangkan serta diwujudkan dalam bentuk amal ataupun jasa; baik jasa terhadap ummat dan bangsa, maupun terhadap negara dan agama. Demikianlah Dharma-ning ksatrian suci"penegak Kalimatullah. Harap direnung-kan dan diresapkan u



rangka mencapai tujuan yang sama. Pada tahap ini berarti telah muncul individu -individu Hizbullah di sana sini. Tetapi apabila individu individu ini tenkat menjadi shaf dengan memenuhi syarat syarat di atas, kemudian mereka melancarkan suatu gerakan (aktivitas) melalui syura dalam rangka mencapai tujuan dan cita cita bersama maka ketika itu barulah terwujud Hizbullah". (Syeikh Sa'id Hawa, Beberapa Pelajaran dalam Arnal Islam, hal. 23, Pen. Dewan Pustaka Fajar, Kuala Lumpur'85)



68 sebaik-baiknya dan sedalam-dalamnya hingga terwujud bukti kebenaran yang sebenarnya. Di dalam kehidupan berjama'ah, masalah paling rawan dan sering mengundang musibah adalah perpecahan. Untuk itu, sejak dini beliau sudah mengantisipasi kemungkinan bakal timbulnya permusuhan dan perpecahan di kalangan jama'ah mujahidin. Maka beliau mewasiatkan perlunya setiap mujahid membersihkan niat, ikhlas berjuang semata-mata untuk melaksanakan amanah Ilahi. Untuk maksud ini hendaknya mereka membangun kebersamaan dan mengokohkan persaudaraan berdasarkan iman dan kasih sayang. 99



Mengenai anjuran supaya ikhlas dalam berjuang, seperti diceritakan oleh seorang ikhwan, bahwa Abu Daud Beureuh, Imam Negara Islam Indonesia yang kedua, senantiasa menasehatkan dengan kata-katanya: "Hendaknya kamu ikhlas dalam berjuang. Bila kesuksesan menyertaimu, maka ummat akan ikut menikmati hasil perjuanganmu. Tapi bila gagal dan musibah menimpamu, janganlah menyusahkan ummat dengan keluhan-keluhanmu. Sabar dan tabahlah menghadapinya sendirian. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar."



Para muballigh Darul Islam, mengikuti jejak para pendahulunya, senantiasa menekankan bahwa berjuang itu harus ikhlas, berdasarkan Qur'an dan hadits shahih. Anjuran demikian seiring dengan pandangan ulama-ulama shalih, seperti yang dikatakan oleh seorang ulama tabi'in bernama Al-Fudhail bin Iyad "Sesungguhnya amal itu apabila mengerjakannya ikhla c



69



tidak benar, maka tidak diterima. Dan apabila amal itu benar te tidak ikhlas juga tidak diterima, sehingga amal itu ikhlas dan benar benar dan ikhlas. Adapun yang disebut ikhlas itu mesti karena Allah, benar itu mesti mengikuti sunnah". Ukhuwah fillah, persaudaraan dijalan Allah, juga mendapat perhatian amat besar Imam SM. Kartosuwiryo dalam menggalang persatuan ummat. Persaudaraan dijalan Allah, kata beliau, harus terbangun kokoh di atas landasan taqwa, kasih sayang, rasa cinta dan senasib di antara para mujahid dimanapun mereka berada dan pada posisi apapun mereka ditempatkan. Sejauh mana tingkat kemesraan antar individu jama'ah dengan pemimpinnya atau antara sesama personil jama'ah, sejauh itulah tingkat kekuatan dan ketahanan bangunan lembaga dalam menghadapi anasir-anasir perusak; dan ini menunjukkan rapinya bangunan jama'ah. Setiap mujahid haruslah menjalin hubungan dengan sikap lembut, kasih sayang dan rendah hati, sehingga setiap orang di antara mereka menjadi perekat dengan lainnya demi kuatnya ikatan tali persaudaraan. Hubungan yang penuh emosi, keras, congkak dan acuh tak acuh harus dihindari sejauh-jauhnya. Apabila hubungan antar individu jama'ah dalam suatu harakah, laksana budak dengan majikan, atau semisal atasan dengan bawahan, seperti birokrat dengan rakyatnya tanpa adanya ukhuwah dan rasa kebersamaan di dalamnya, ibarat api di dalam sekam, setiap saat siap meledak dan membakar hangus bangunan yang telah dengan susah payah didirikan oleh para pendahulu kita. Sesungguhnya pribadi-pribadi mujahid itu bersatu dalam persaudaraan Ilahiyah, laksanaj^/dan marjan. Bertambah indah



70 manakala dirangkai dalam satu untaian. Ibarat permata yang terhampar, tetap memancarkan kilau yang gemerlapan. Dan bukan seperti berkumpulnya buih di atas permukaan air, yang kemudian lenyap disapu gelombang. Dalam hal ini Rasulullah j£ bersabda:



"Tidaklah ada kelemah lembutan dalam sesuatu kecuali membuatnya menjadi indah. Dan tidaklah kelemah lembutan itu l dari sesuatu kecuali membuatnya menjadi jelek". Dan oleh karena itu, sebagai salah satu perekat persaudaraan di antara para mujahid, hendaknya setiap orang tidak merasa lebih penting, lebih hebat, atau lebih shalih dari yang lainnya. Sebaliknya merasa tiada berarti apa-apa manakala mandiri tanpa kebersamaan yang lainnya. Alangkah indahnya kata-kata yang pernah diucapkan AsSyahid Ustadz Abdullah Umar, seorang mujahid yang dieksekusi mati di masa pemerintahan rezim Orde Baru pada hari Kamis, 30 Maret 1988 di penjara Nirbaya, Nusa Kambangan, Jawa Tengah, karena dituduh terlibat peristiwa Komado Jihad tahun 1979, hendak mendirikan negara Islam dan menggantikan dasar negara Pancasila dengan Qur'an dan Hadits. Beliau berkata: "Setiap orang memiliki kelebihan pada kelebihannya. Dan memiliki kekurangan pada kekurangannya. Maka hargailah saudaramu karena kelebihannya, dan bersabarlah dengan kekurangannya". Dalam rangka menumbuhkan rasa kasih sayang dan membina ketaatan serta kepatuhan berdasarkan iman dan kecintaan Islami,



71



Imam SM. Kartosuwiryo menggariskan ketentuan-ketentuan berikut dengan kata-katanya: "Dalam kita ta'at dan patuh, termasuk pula istilah disiplin dalam pengertian khusus maupun umum. Ta'at d tanpa rasa cinta-setia, niscaya akan terasa kaku, tegang, gersang d laksana suara tanpa irama. Bahkan adakalanya terasa sebagai sesu keras dan kejam, kasar dan bengis. Maka untuk memperoleh hasi sempurna, jiwa-jiwa yang besar manfa'at dan mashlahatnya untuk negara dan agama. Kuncinya terletak di dalam jiwa, atau lebih jelas mujahid yang harmonis selaras dengan tugasnya. Dan pokok pang keselarasan jiwa itu terletak pada rasa cinta, yaitu perasaan suci mur bersemayam di dalam kalbu setiap mujahid sejali. Untuk kepenting jiwa yang berani bertindak menyalurkan tingkah laku dan amal perbu berdasarkan hukum-hukumjihad. Landasanpembinaanjiwa kesatria lain:



1. Rasa cinta setia pada Allah dalam makna dan wujud. Sanggup mampu melaksanakan tiap-tiap perintah-Nya dan menjauhi tiap larangan-Nya, tanpa kecuali dan tawar menawar. Mendahului mengutamakan pelaksanaan perintah-perintah Allah daripada se di luarnya. Mendasarkan tiap-tiap tindakan dan amalnya atas wahdaniyat Allah, tegasnya atas tauhid sejati dan tidak atas ala pertimbangan atau dalih apapun, melainkan hanya berdasarkan: minded 100%. 2. Rasa cinta setia kepada Rasulullah M dalam makna dan wujud Sanggup dan mampu merealisasikan ajaran dan sunnahnya, d kepercayaan serta keyakinan sepenuhnya, bahwa tidak ada cont tauladan lebih utama daripada ajaran dan sunnah beliau. Kh dalam rangka jihad, tegasnya dalam rangka usaha membina "N



72



Madinah Indonesia". Pantang melakukan sesuatu di luar ajar hukum Islam sepanjang sunnah hingga mencapai tarap: Islam 100%. 3. Rasa cinta setia kepada Ulil Amri Islam atau Imam Negara Is Indonesia, Panglima Tertinggi Angkatan Perang yang di dala termasuk: a) Rasa cinta setia kepada pemerintah NII dan tidak kepada sesuatu di luarnya. b) Rasa cinta setia kepada NII dan tidak kepada sesuatu negara di luarnya. c) Rasa cinta setia kepada undang-undang (Qpnun Asasi) Negara Islam Indonesia dan tidak kepada undangundang negara manapun. Kesempatan itu tercakup dalam istilah: Negara Islam Indo minded 100%. Demikian beberapa peraturan dasar serta doktrin kejuangan yang digariskan Imam SM. Kartosuwiryo yang harus dipatuhi oleh segenap anggota jama'ah besar mujahidin. Segala apa yang diwasiatkan oleh beliau hendaknya direnungkan, diresapkan serta diamalkan dalam kenyataan. Sebab jika tidak, niscaya wasiat itu hanya akan menjadi pengetahuan yang mati. Sekalipun katakata itu sering dikutip, bila tidak diamalkan, akan menjadi kurang berarti, setelah kita sendiri tidak mengalami apa yang telah dialami oleh mereka. Sehingga pada akhirnya, nasehat-nasehat yang merupakan hikmah terpendam itu hanya akan menjadi ilmu pengetahuan yang mati, yang tidak memiliki daya dan guna dalam meneruskan langkah-langkah perjuangan.



JEJAK J I H A D SM. KARTOSUWIRYO



73 Disini ditegaskan lagi pentingnya kelembutan dan kasih sayang dalam pergaulan diantara sesama mujahid. Dan pangkal utama dari segala itu adalah tauhid. Dari wasiat di atas, manfaat yang bisa diambil dan difahami oleh pioner perjuangan dewasa ini adalah, bahwa setiap tahap perjalanan dari gerakan jihad, harus menuju kearah melapangkan jalan bagi tahap berikutnya. Melanjutkan perjuangan berarti meneruskan apa yang telah dimulai oleh para pendahulu. Pemikiran perjuangan haruslah berkesinambungan dengan gerak langkah para perintis, supaya perjalanan jihad para mujahid yang datang kemudian tidak selalu dimulai dari nol, tidak terus menerus menjadi "kanakkanak", tidak pernah mencapai tingkat dewasa, baik dalam bersikap, berfikir maupun bertindak. Pemikiran perjuangan yang berkesinambungan, tidak berarti memenjarakan kreatifitas generasi pioner ke dalam kerangkeng masa lalu, melainkan upaya memposisikan diri secara proporsional, dengan tetap membuka ruang gerak bagi penyegaran dan dinamika yang tersusun dalam format perjuangan yang terprogram, berkesinambungan dan terpadu antara benang sejarah masa lalu, masa kini dan mendatang. Dengan pemahaman demikian, maka gerakan jihad dari mujahid-mujahid yang tulus tidak akan menyelewengkan arah perjuangan dari prinsip-prinsipnya yang telah jelas. Mereka tidak akan mengalihkan roda perjuangan ini dari tujuan yang telah digariskan sejak awal keberangkatan yaitu: "Berjuang menegakkan Negara Karunia Ilahi demi terlaksananya syari'at



74 Allah". Maka seluruh aktifitas jihad haruslah dimaksudkan untuk mengamankan dan mengamalkan amanah perjuangan, mengidhharkan Islam serta meninggikan kalimatillahi hiyal Ulya.



4. Kepribadian dan Analisis Psikologi: Guna lebih mengenal sosok Imam SM. Kartosuwiryo, sangat sedikit sekali catatan-catatan sejarah yang bisa ditemukan menyangkut diri serta kepribadian tokoh ini. Namun demikian, sebagai langkah awal mengenal kepribadian beliau, agaknya analisis psikologi yang dilakukan oleh Kaskodam VI/Siliwangi terhadap diri beliau sewaktu berada dalam tahanan, kiranya dapat bermanfaat. Tetapi bagaimanapun juga analisis ini tidak semestinya dipandang dengan penuh obyektivitas, begitu pula sebaliknya. Analisis ini di maksudkan untuk mengenal kepribadian serta tingkat kecerdasan tokoh sejarah ini. Tes dilakukan ketika SM. Kartosuwiryo berumur 59 tahun, di kamar tahanannya setelah tertangkap pada tanggal 4 Juni 1962. Hasil evaluasi didasarkan pada penilaian grafologis , dari tulisan tangan buku harian dari tahun 1960. Di samping itu, juga melalui observasi dan analisa pembicaraan sewaktu diadakan introgasi oleh AS-1 KASKODAM VI/Slw, 27 Juni 1962. Dan observasi sewaktu diadakan intervew oleh PA ROKDAM VI/Siliwangi, 18Juli 1962. Menurut observasi tersebut; "Kecerdasan SM. Kartosuwiryo, berdasarkan hasil evaluasi psychologi adalah bertarap tinggi. Mutunya tidak bertitik berat pada kemampuan



75 akademis semata-mata, melainkan juga pada penggunaan fungsi-fungsi intelektual yang ada padanya. Mengingat pada umurnya yang sudah agak lanjut, fungsi intelektual ini masih tampak baik. Bahkan daya ingat, yang pada tarap umur ini biasanya sudah mulai berkurang, hanya memperlihatkan kemunduran sedikit. Di dalam struktur kecerdasannya terdapat keseimbangan antara kemampuan yang bersifat teoritis dan yang praktis. Faktor kedua yang menarik perhatian di dalam struktur intelegensianya ialah, bahwa kemampuan intuisi (intuitie-vermogen) juga besar. Terutama di bidang inter human relation. Jadi dalam menghadapi manusia lain sebagai individu maupun sebagai suatu kelompok yang ia secara intuitif dapat mengambil langkahlangkah yang paling sesuai dijalankan untuk mencapai maksudnya. Faktor ini dapat memperkuat kedudukannya sebagai pimpinan. Intuisi yang kuat ini juga menyebabkan^ interest terhadap mistik dan metaphysik ada. Akan tetapi dilain pihak, rationalitasnya demikian besar sehingga daya kritik yang obyektif tetap terpelihara. Segi lain dari pada struktur intelegensianya yang pantas disebut adalah, jalan pikirannya yang sangat kausal. Kausalitasnya bertitik tolak pada prinsip-prinsipnya, sehingga pembahasan segala persoalan dilakukannya menurut garis-garis tertentu yang tidak dapat dirubah lagi. Dengan demikian, suatu problem tertentu, bagi dia, mempunyai suatu cara pemecahan yang tertentu pula. Tindakan-tindakannya yang konsekuen dapat dipandang dari sudut ini. Fantasinya adalah konkret dan



76 disesuaikan dengan keadaan realita. Itu sebabnya ia dapat menunjukkan akal dan siasat yang tepat untuk mengatasi problema-problema yang nyata. Ia adalah seorang intelektual yang sangat produktif. Sebagaimana manusia umumnya, SM. Kartosuwiryo juga memiliki emosi. Tetapi karena kuatnya kontrol rasional terhadap pergolakan emosinya, menyebabkan ia tidak mudah terangsang oleh kejadian-kejadian sekitarnya. Secara pisik ia dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dimana ia berada. Berkat intelegensianya yang penuh dengan perhitungan dan pertimbangan yang konkrit, maka ia mampu menghadapi dan menerima situasi aktual secara obyektif, tanpa mengalami perasaan-perasaan depressif. Kapten Drs. Suyono HW. melanjutkan analisisnya, bahwa struktur pribadi SM. Kartosuwiryo menggambarkan adanya dorongan-dorongan jasmaniyah yang besar, dorongan mana berada dibawah dominasi intelektual secara keras. Maka dari itu, cara hidup dan cara mengatur lingkungannya, adalah hygienis. Energi vital yang berakar di dalam bidang dorongan ini menyebabkan ia tidak dapat tinggal diam, melainkan memerlukan penyaluran melalui kegiatan-kegiatan yang produktif. Arus dari pada penyaluran energi ini adalah keras dan terpusat. Hal ini dapat dilihat dari usaha-usaha yang dijalankan dengan intensif, agresif dan terpusatkan pada inti persoalan. Pragnosa mengenai sikapnya dapat pula dievaluasi. Pada waktu itu, SM. Kartosuwiryo telah dapat mengatasi proses



77 penyesuaian diri secara rasional dengan situasinya yang baru sebagai tahanan. Berkat intuisi dan daya analisanya yang tajam, maka ia makin hari makin tambah kewaspadannya. Ia sudah dan akan dapat membuat estimate (perkiraan) yang tepat mengenai maksud dan tujuan sebelumnya dari orang-orang yang datang untuk mengadakan intrograsi, interview, wawancara dan sebagainya. Sehingga akan dapat menyesuaikan sikapnya sedemikian rupa, yang praktis menguntungkan bagi dirinya" 13



Hasil evaluasi psychologi seperti yang sudah dikutip diatas terhadap pribadi SM. Kartosuwiryo menunjukkan, bahwa motivasi dan kesadaran spiritual yang manjadi dasar harokah Darul Islam, berpengaruh nyata terhadap kehidupan individu muslim. Memang kesadaran demikian akan bereaksi dalam jiwa seseorang yang menghendaki agar setiap individu memiliki intuisi yang peka, yang dengan itu dapat membedakan " y g ini benar dan yang itu salah", serta dapat merasakan yang indah dan yang buruk. Bukankah Islam mengajarkan cara paling utama untuk menghubungkan hati seorang muslim dengan khalik-Nya, yaitu dengan mujahadah, mendidik intuisi yang peka dan perasaan halus. Pemikiran islami dapat meningkatkan dan mendorong kepada penemuan baru yang dapat mengetahui alam dan mengetahui rahasianya. Karena itu manusia muslim diwajibkan agar senantiasa menjaga ibadah dan mengikuti perintah Allah guna meningkatkan intuisi ummat, mempelajari apa-apa yang an



13



Drs. Suyono H W "Penumpasan Pemberontakan D I Tentara Islam Indonesia / SMK di Jawa Barat", Dinas Sejarah T N I AD, 1974, hal. 27 dan seterusnya.



78 dapat memperluas wawasan pengetahuan agar pengamatannya semakin luas, tajam serta menjangkau kedepan. Dalam hubungan ini, kiranya bermanfaat juga bila kita kutip ungkapan seorang ulama ketika mensifati diri Rasululah $8. Manusia Muhammad H , katanya rahmat adalah jiwanya, keadilan adalah syari'atnya, kasih sayang nalurinya, keluhuran budi amal perbuatannya dan derita manusia kebaktian ibadahnya. Adapun sistem kehidupannya, merenung dan mendengar bisikan halus yang datang dari dalam hakekat itu sendiri. Sedangkan manusia Abu Bakar 4*>, sistem kehidupannya adalah tafakkur dan mendengarkan hikmah dari mulut hukama dan logika orang-orang shaleh yang berpandangan tajam. Wallahu a'lam! Dapat pula ditambahkan disini. Berdasarkan pengakuan pembantu-pembantu dekatnya, diantara ciri kepribadian imam SM. Kartosuwiryo yang paling menonjol, adalah beliau menyukai hidup sederhana, baik dalam hal makanan maupun pakaian. Postur tubuhnya sedang, rambutnya ikal dan bicaranya pelan tapi jelas. Tidak banyak bicara. Apabila berjalan menundukkan kepala, tenang tanpa gaya. Manakala berada di tengah-tengah prajuritnya beliau jarang dikenal karena tak pernah menonjolkan diri hanya karena jabatannya lebih tinggi. Dalam salah satu wawancara penulis dengan seorang tokoh penting jama'ah Darul Islam, Ules Sudja'i, beliau menggambarkan kepribadian SM. Kartosuwiryo: "Bapak - panggilan beliau untuk SM. Kartosuwiryo -adalah seorang yang sangat



79 konsekwen dengan keyakinannya. Musyawarah merupakan tabi'atnya. Belum pernah beliau mengambil keputusan apapun, tanpa bermusyawarah dengan para pembantunya. Selama mengikuti beliau, saya menyaksikan ketekunan beliau dalam beribadah kepada Allah. Membaca al-Qur'an secara teratur, shalat tahajud, istiharah serta puasa sunnah. Kebiasaan lainnya, beliau senang berolahraga sehingga fisiknya termasuk yang paling perkasa dan sangat kuat. Sedangkan sesuatu yang paling benci, apabila putusan musyawarah dilanggar atau tidak dilaksanakan". Kyai Yusuf Taujiri, salah seorang mentor pada Institut Suffah dan pernah bergaul selama 20 tahun dengan SM. Kartosuwiryo, memberikan penilaiannya sebagai berikut: "SM. Kartosuwiryo adalah seorang yang mempunyai dasar-dasar jiwa pemimpin dan berkemauan keras". Demikianlah serba sedikit yang dapat diungkapkan tentang masa kecil, pola hidup serta kepribadian imam Negara Islam Indonesia itu yang, tentu saja masih perlu penelitian lebih cermat guna mendapatkan data serta informasi obyektif dan valid.



M E N G E N A L PRi



80



BABU Perjuangan M e n u j u N e g a r a Jslam I n d o n e s i a Mendirikan Negara Islam dan melaksanakan Syari'at Islam, dalam konsep Al Qur'an merupakan kewajiban setiap muslim. Tetapi mengapa, dalam pandangan sebagian besar umat Islam kini, kewajiban tersebut malah menjadi unsur pemecah belah dan menakutkan ? Ikhtiyar menjadikan Indonesia sebagai negara dan pemerintahan yang berlandaskan Islam, telah lama menjadi bahan kajian dan perdebatan. Dan telah ditempuh dengan banyak cara, melalui parlemen dan juga peperangan



82 MENGAPA kaum muslimim menginginkan berlakunya syari'at Islam dan berdirinya Negara Islam? Pertanyaan ini kedengarannya aneh, lebih-lebih jika diajukan oleh seorang Muslim. Adalah wajar jika kaum Muslimin tidak menginginkan syari'at dan negara apapun kecuali Syari'at dan Negara Islam. Justru, jika ada seorang muslim yang menginginkan sebaliknya, syari'at yang bukan Syari'at Islam dan negara yang bukan negara Islam, merupakan suatu hal yang tidak bisa dimengerti. Abui Ala Al Maududi memberikan penjelasan yang lebih rinci, tentang perlunya kaum muslimin memiliki negara yang berdasarkan Islam. Dalam bukunya, The Islamic Law Constitution beliau menerangkan begini, "Menurut Al Qur'an, misi para Nabi adalah menegakkan kebajikan dan keadilan sesuai dengan tuntunan wahyu Nya".



"Sesungguhnya Kami telah mengatas beberapa orang Rasul K dengan membawa bukti bukti nyata dan Kami turunkan bersam mereka kitab kitab syari'at dan neraca keadilan agar ummat manu dapat menta'ati hukum yang benar. Dan Kami telah menurunka besi untuk dijadikan senjata yang hebat dan manja'at lainnya bag manusia agar Allah mengetahui siapa-siapa saja yang membantu dan rasul-rasulNya dalam menegakkan dienullah". (QS. Al-Hadid 57:25). Dengan demikian, Islam ingin mengangkat kehidupan seseorang selaras dengan prinsip prinsip perilaku individu dan sosial sebagaimana yang diwahyukan Allah, dan tidak memencilkan dirinya pada kekakuan-kekakuan kehidupan individual semata. Di pihak lain, ilmu politik mengkaji hubungan-



83 hubungan manusia dengan negara, dan manusia dengan manusia. Dalam Islam, hal ini juga merupakan wilayah agama, karena ia mencakup, semua segi kehidupan. Islam tidaklah menyetujui penyekatan antara agama dan politik. Islam ingin melaksanakan politik selaras dengan tuntunan yang telah diberikan agama dan menggunakan negara sebagai sarana pelayan Allah. Islam menggunakan kekuatan politik untuk mereformasi masyarakat dan tidak membiarkan masyarakat melorot ke dalam "tempat terakhir yang paling buruk". Inilah agaknya yang mendorong Nabi i i , pernah berdo'a agar para penguasa muncul dari golongan orang-orang beriman dan menjadi pendukung-pendukung kebenaran. "Katakanlah: Ya Rabbi, masukkanlah aku melalui gerbang kebenaran dan keluarkanlah aku melalui gerbang kebenaran pula. Dan berilah aku dari sisi Engkau kekuasaan yang dapat membantuku". (QS. al Isra', 17:80). Hal ini menunjukkan bahwa reformasi yang dikehendaki Islam tidak dapat dilaksanakan melalui khutbah-khutbah saja. Kekuatan politik juga penting untuk mencapainya. Inilah cara pendekatan Islam. Dan konsekuensi logis dari cara ini adalah bahwa negara harus dibentuk berdasarkan polapola Islami. Inilah ketentuan keimanan Islam dan tidak dapat diabaikan begitu saja. Konsep Barat mengenai pemisahan agama dari politik (sekulerisme) adalah asing bagi Islam, dan menganut paham ini sama artinya pembangkangan hakiki dari konsep politik Islam. 14



14



Abui A'la A l Maududi, The Islamic Law and Constitution, (terj: Hukum dan Konstitusi, Sistem Politik Islam), Pen. A l Mizan Bandung, 1413H/1993M, hal 32 33.



84 Apakah Islam menginginkan agar Negara Islam ditegakkan? Pertanyaan ini patut disertakan, mengingat pada paruh tahun 80-an pernah muncul polemik disekitar pandangan bahwa di dalam. Al Qur'an tidak ada istilah Negara Islam. Dr. M. Amin Rais, mantan Ketua PP. Muhammadiyah adalah yang pertamatama mengangkat masalah tersebut. 10



Dan 18 tahun kemudian, 1998, Amin Rais menjadi pemimpin Partai Amanat Nasional setelah mengundurkan diri dari kepemimpinan Muhammadiyah. Sikap dan pemikiran politik Amin Rais sekarang, agaknya merupakan kelanjutan dari pernyataannya itu. Artinya, pada era reformasi sekarang ini, Amin Rais menemukan momentum yang tepat untuk melaksanakan gagasannya yang tidak menghendaki berdirinya negara Islam, melalui PAN (Partai Amanat Nasional), sebuah partai baru yang merupakan kumpulan manusia Indonesia yang berasal dari berbagai keyakinan, pemikiran, latar belakang etnis, suku, agama dan gender. Partai ini menganut prinsip non sektarian dan non diskriminatif. (Majalah Ummat, 12 Agustus 1998). Pernyataan Amin Rais bahwa tidak ada istilah negara Islam dalam al Qur'an, kemudian mendapat dukungan dari almarhum Mr. Mohamad Roem, tokoh tokoh Masyumi dari kalangan nasionalis muslim. Sekiranya beliau masih hidup dan menyaksikan sepak terjang Amin Rais yang menurut penilaian banyak orang punya ambisi menjadi Musthafa Kemal Ataturk Indonesia 15



Tidak ada Negara Islam, Surat surat Politik Nurcholis Madjid--Mohararnad Roem, kutipan di Panji Masyarakat No. 379/1982, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1997



85 barang kali tidak akan terlalu menggebu-gebu mendukung pernyataan tersebut di atas. Akan tetapi yang penting sekarang adalah, apa jawaban bagi pertanyaan, "Apakah Islam menginginkan agar negara Islam ditegakkan? Jawaban bagi pertanyaan ini sebenarnya tidak sulit. Sudah pasti Islam menginginkannya. Sebab missi Islam sangat jelas. Islam menghendaki agar apa yang dipandang baik harus terjadi dan dilaksanakan. Dan apa yang dipandang buruk harus lenyap dan dihindari. Hal itu tidak mungkin bisa terpenuhi selama ummat Islam berada di bawah cengkraman penguasa di sebuah negara yang tidak menghendaki berlakunya syari'at Islam. Adanya pandangan, bahwa kaum muslimin bisa saja membangun masyarakat yang Islami di dalam negara yang bukan negara Islam, seperti slogan salah satu partai Islam: "Kita menghendaki negara yang Islami bukan negara Islam", hanyalah angan-angan, ibarat membangun rumah laba laba, atau bagai membangun rumah di atas lumpur. Hal yang harus disadari sepenuhnya oleh tokoh-tokoh organisasi Islam, bahwa mengharapkan terlaksananya ajaran Islam secara kaffah di dalam negara yang menggunakan sistem non Islam adalah sesuatu yang absurd. Bagaimanakah gambaran sebuah negara yang di dalam negara yang bukan negara Islam? Apakah ada contohnya di zaman Rasulullah, para khalifah atau di zaman kita sekarang ini? Jika memang ada, alangkah bagusnya misalnya, lahir



86 Indonesia Baru berdasarkan Pancasila dan hukum yang berlaku adalah hukum Islam. Dapatkah konsep semacam ini direalisasikan? Selama bertahun tahun di bawah rezim Soekarno, kemudian 32 tahun berada di bawah rezim Soeharto, kaum muslimin bagai menanam pohon di pekarangan milik orang lain, hanya mengerjakan program yang dibuat pihak lain. Dan orang lain itu adalah mereka yang tidak menghendaki berlakunya Syari'at Islam. Di era reformasi ini, apakah umat Islam tidak berfikir dan menyusun program, bagaimana membangun Indonesia baru yang berlandaskan Islam? Apabila tokoh tokoh Islam kini belum juga menyadari kenyataan ini, maka hakekatnya merekalah sesungguhnya yang mempercepat missi de Islamisasi dan penyempitan terhadap ruang gerak Islam di negeri ini.



Tanpa adanya negara dan kekuasaan Islam, bagaimana kita dapat merealisasikan firman Allah: "Dan katakanah: "Tang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap". Sesungguhnya yang itu adalah sesuatu yang pasti lenyap". (Qs. Al-Isra', 17:81). Adanya kewajiban umat Islam untuk mendirikan Negara Islam, telah dibahas secara panjang lebar oleh Prof. Dr. M. Yusuf Musa, MA. dalam, bukunya "Nidhamul Hukmifil Islam" Terhadap pertanyaan, apakah Islam mewajibkan berdirinya Negara Islam, Dr. M . Yusuf Musa menjawab: "Islam telah membawa ketentuan Syari'at yang menjadi tuntunan otomatis bagi kepentingan wujudnya satu ummat dan negara berdasarkan 16



Prof. DR M. Yusuf Musa: "Politik & Negara dalam Islam", terjemahan, Moh.Thalib, Penerbit Pustaka LSI Yogyakarta, 1991



87 prinsip-prinsip yang rasional dan memenuhi kebutuhan masyarakat manapun pada setiap zaman dan tempat. Ciri khusus dari dienul Islam ialah, missinya yang bersifat abadi dan universal, missi yang Allah jadikan sebagai penutup seluruh missi Ilahiyah kepada manusia. Karenanya, Islam merupakan agama universal mencakup semua manusia yang berbeda kebangsaan, golongan dan warna kulitnya, sampai saatnya jagad ini diwarisi oleh Allah (kiamat). Yusuf Musa selanjutnya mengatakan: "Memang bukanlah suatu keharusan untuk mengakui bahwa Bangsa Arab Islam dahulu, sekalipun pada kurun awalnya telah ada sebuah negara yang melaksanakan dan memperhatikan serta mengurus kepentingan ummat sesuai dengan Syari'at Allah dan rasul-Nya. Dan memang tidak kita dapati secara definitif di dalam Al Qur'an dan sunnah yang shahih kaedah-kaedah umum yang menjadi landasan tatanan pemerintahan dalam Islam. Akan tetapi dengan mengambil kesimpulan dari perilaku Rasulullah dan para sahabatnya di Madinah yang telah menjadikan negeri itu tanah air bagi mereka untuk selamanya, maka menjadi sempurnalah langkah Bangsa Arab dan kaum muslimin dalam menegakkan sebuah negara yang memiliki segala unsur dan pilar-pilarnya, sebuah negara yang oleh AlQur'an dan sunnah Rasul diisyaratkan kewajiban untuk menegakkannya. Dan hal ini sesuai dengan definisi tata negara tentang negara itu sendiri. Sebuah negara yang memiliki pemimpin yang dipatuhi oleh seluruh kaum muslimin yang berbeda asal-usul, bangsa, dan warna kulitnya".



88 Islam mendidik manusia supaya bersih jiwanya, sehat pikirannya, cerdas akalnya, luas wawasan ilmunya dan kuat jasmaninya, "ifo^AtftoJiel ilmi waljismi". Tetapi bagaimana hal itu bisa terjadi tanpa adanya sebuah negara dan pemerintahan yang eksistensinya tegak diatas dasar-dasar Islam? c



Jawaban bagi pertanyaan di atas adalah, Islam yang agung telah mewajibkan kepada para pemeluknya untuk menjadi pemimpin di negaranya dan penguasa di bumi manapun mereka tinggal. Mereka harus mendakwahkan Islam, mengajak orang lain untuk masuk ke dalam Islam, hidup menurut ajaran al Qur'an dan merasa tenang di bawah naungan petunjuk-Nya. Ummat muslim sesungguhnya memiliki potensi untuk memimpin bangsa dan ummat ini, asalkan mereka tetap melangkah dengan mantap menuju tujuan yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, dan bukan tujuan yang ditetapkan manusia berdasarkan hawa nafsunya. Bahwa ummat Islam harus memiliki negara, tempat atau wadah bagi dilaksanakannya syari'at yang mustahil dilakukan di dalam sebuah negara yang bukan negara Islam, harus ditumbuhkan ke dalam hati setiap orang yang mengaku dirinya muslim. Untuk selanjutnya, ummat Islam di seluruh dunia berjuang mengembalikan sistem kekhalifahan yang telah dihancurkan oleh musuh-musuhnya. Negara Islam hanyalah basis awal untuk mencapai tujuan yang lebih spesifik dan mendunia, yaitu tegaknya Khilafah Islamiyah. Dalam pengertian inilah barangkali, yang menyebabkan Syarikat Islam (SI) di bawah komando HOS. Cokroaminoto



89 memilih jalan non cooperatifdan dengan tegar menjalankan politik hijrah sebagai strategi perjuangannya sejak tahun 1923. Dan akibat paling menakjubkan dari sepak terjang tokoh ini, khususnya bagi regenerasi Islam adalah lahirnya kekuatan melawan imperialisme dan kolonialisme. Sikap yang ditunjukkannya seperti yang kemudian tertuang di dalam anggaran dasar partai adalah berjuang, "Menuju Kemerdekaan Kebangsaan Berdasarkan Agama Islam . 55 17



Tidaklah mengherankan, jika kemudian prinsip demikian itu mempengaruhi paradigma berpikir, pandangan hidup maupun perilaku politik SM. Kartosuwiryo, mengingat bahwa dia adalah murid, sekretaris pribadi serta pengagum politik Islamisme (Islam sebagai ideologi) HOS. Cokroaminoto. PROSES MEMBANGUN NEGARA ISLAM Tahapan D a k w a h



Sejak tahun 30-an SM. Kartosuwiryo sudah mulai secara terus terang memperkenalkan ide serta istilah Darul Islam. Tahapan-tahapan yang dilaluinya dalam memperjuangkan citacita Islamnya terdapat suatu pelajaran tarikhi yang sangat berharga. 18



Menurut Syekh Hasan Albanna, pendiri jama'ah Ikhwanul Muslimin, perkembangan dakwah, tidak bisatidak,mesti melalui 17



18



A K . Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, 1942 halaman 53 (Putusan Kongres Gabungan PSI dan Muktamar 'Alam Islami Far'al Hind Asy syarqiyah (MAIHIS) di Pekalongan 14 17 Januari 1927) Dalam Fajar Asia 23-24 Mei 1929 beliau menulis tentang Ulil Amri, dan 28 Jumadil Akhir 1362 dimuat tulisan berjudul Baitul Mal di jaman pancaroba



90 tahapan-tahapan berikut ini: /Vtara^tahap propaganda, pengenalan serta penyebaran ide untuk menyampaikan kepada publik. Tahap kedua, pembentukan seleksi pendukung, penyiapan pasukan dan menyusun barisan dari kalangan massa. Kemudian tahapteradalahpelaksanaan dan kerja nyata. Ketiga tahapan itu. saling bahu-membahu, mengingat kesatuan dakwah dan kuatnya hubungan satu sama lain. Setiap da'i harus menyeru, dan pada waktu yang sama ia harus menyeleksi dan mendidik sekaligus melaksanakan seluruh langkah-langkah kebijaksanaan dakwah. Akan tetapi tidak diragukan lagi bahwa tujuan akhir dari hasil yang sempurna baru bisa dicapai setelah meratanya propaganda, banyaknya pendukung dan matangnya pembinaan.



Dalam rangka Idzharul Haq, merealisasikan kebenaran dan memenangkan Islam, dalam pandangan SM. Kartosuwiryo, haruslah melalui tahapan tahapan berdasarkan Qs. Al Baqarah, ayat 218. "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang ora berhijrah dan berjihad dijalan Allah, mereka itulah yang menghar rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayan



"Orang-orangyang beriman, berhijrah dan berjihad pada jalan dengan harta dan jiwa mereka, lebih tinggi derajatnya di sisi Alla mereka itulahyang menang dunia dan akhirat". (Qs. At Taubah, 9 Demikianlah Tahapan Imarahad, yaitu iman hijrah dan jihad merupakan tahapan perjuangan yang mesti dilalui sebagaimana Rasulullah H memulai da'wah beliau dengan menanamkan keimanan terlebih dahulu. Setelah itu, orang orang yang telah



91 beriman itu diperintahkan untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah atau dan pola hidup jahiliyah menuju kehidupan yang Islami, dari kekafiran menuju keimanan. Selanjutnya mereka diwajbkan untuk berjihad fie sabilillah, guna mempertahankan keimanan serta melanjutkan misi da'wah.



Strategi Hijrah : Antara Taktik dan Konflik Wafatnya HOS. Cokroaminoto (1934), dibarengi dengan kekacauan politik yang melanda seluruh negeri, dan secara otomatis amat berpengaruh bagi kondisi ummat Islam Indonesia. Tahun-tahun berikutnya kita akan menyaksikan perpecahan demi perpecahan telah merobek robek kesatuan ummat. Tidak terkecuali PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) pun dilanda oleh badai kemelut internal. Menurut sejarahwan Pringgodigdo, pada tahun 1937saja kemelut di dalam tubuh PSII telah memecah belah partai tersebut akibat perbedaan paham di kalangan tokoh-tokoh partai, dalam hal menentukan kebijakan serta taktik perjuangan. Ketika diadakan kongres PSII 1931, SM. Kartosuwiryo terpilih sebagai sekretaris umum, dan jabatan ini tetap dipegangnya hingga menjelang diadakannya kongres partai berikutnya. Timbulnya berbagai kemelut di dalam tubuh partai Islam pertama itu berkisar antara masalah cooperasi, non cooperasi serta sistem politik hijrah. Suasana ini di perburuk lagi dengan semakin hebatnya tekanan yang dilakukan rezim kolonial Belanda terhadap partai-partai politik non cooperatif.



PERJUANGAN



MENUJU



WPG



92 Pada gilirannya, dengan partai akan menjadi lemah karena tekanan penguasa, maka pada tahun 1935, Agus Salim sebagai ketua Dewan Partai meminta kepada Lajnah Tanfidziyah yang dipimpin Abikusno Cokrosuyoso untuk meninjau kembali sistem politik hijrah. Permintaan ini diajukan sehubungan dengan keluarnya peraturan-peraturan yang lebih ketat dari penjajah Belanda guna membatasi kegiatan partai politik yang non cooperasi. Tetapi Lajnah menolak usul Agus Salim. Atas penolakan ini, Agus Salim memisahkan diri dari PSII. Selanjutnya memilih untuk mendirikan PSII penyadar bersama kawannya Sangaji. Inilah yang mufarraqah (memisahkan diri) dari PSII. Golongan kedua yang memisahkan diri dari induk organisasi dipimpin oleh Sukiman bersama-sama dengan Wali Al Fatah dan KH. Mas Mansur. Kelompok ini tidak setuju dengan diteruskannya sistem politik hijrah yang dianggapnya terlampau radikal. Karena tuntutannya tidak dapat dipenuhi, akhirnya mereka juga keluar dan mendirikan Partai Islam Indonesia (Pil). Akan tetapi tidak lama setelah itu, Sukiman dkk. mengirim surat kepada PB PSII, dan menerangkan bahwa mereka mau ber-gabung lagi asalkan partai ini bersedia menerima syarat-syarat yang akan diajukan. Syarat yang dimaksud, terdiri dari tiga poin. Pertama, melepaskan konsep hijrah (pengirim surat berpendapat, hijrah tidak boleh dijadikan asas perjuangan, tapi hanyalah taktik perjuangan). Kedua, agar partai semata-mata mengurusi aksi politik (pekerjaan sosial dan ekonomi haruslah diserahkan kepada



93 perkumpulan-perkumpulan lainnya). Dan ketiga, selekasnya mencabut disiplin partai yang sudah di kenakan terhadap Muhammadiyah. 19



PB PSII menolak usulan tersebut, kecuali demi persatuan ummat, disiplin partai terhadap Muhammadiyah mungkin dapat ditinjau kembali. Maka tanggal 17 September 1937, golongan kedua ini rujuk dengan organisasi induk, kecuali golongan pertama, Agus Salim dkk. memilih sikap cooperasi dengan rezim penjajah dan menjadi anggota Volksraad. Adapun golongan ketiga, sudah tentu adalah PSII induk dengan tokoh tokohnya antara lain: Abikusno Cokrosuyoso, Wondo Amiseno, dan SM. Kartosuwiryo. Di kala timbulnya kemelut internal mengenai apakah mereka akan bekerja sama dengan rezim penjajah Belanda. Golongan ketiga ini tetap istiqamah dengan sikapnya yang non cooperasi. Bahkan memperbarui tekad, untuk terus melaksanakan konsep hijrah. Abikusno Cokrosuyoso yang terpilih sebagai ketua formatur dalam kongres PSII ke 22, Juli 1936 berpendapat bahwa politik hijrah harus diteruskan karena dengan ini dilahirkan maksud untuk mempelajari dan mencontoh sunah Rasulullah M yang terpenting dalam melakukan maatschapiij opbouw (pembinaan masyarakat). 19



"Algemenene Discipline", Tindakan Disiplin Partai terhadap Muhammadiyah karena : 1) Bersikap anti politik dan memfitnah PSI. 2). Menerima subsidi bagi pendirian sekolah dan poliklinik dari penjajah, dengan alasan "karena Sending Kristen mendapat subsidi, sedang Muhammadiyah tidak diberi". Akibatnya Muhammadiyah tidak pernah menentang Kristenisasi. (Fajar Asia, 29 Januari 1929).



94



Hasil selengkapnya dari kongres ke 22 di Cirebon itu adalah: Mengangkat Wondo Amiseno sebagai presiden partai dan SM. Kartosuwiryo sebagai wakil; selanjutnya, kembali kepada pola perjuangan Rasulullah dengan metode Imarahad (iman hijrah jihad), berdasarkan Qur'an surat Al-Baqarah: 218: "Sesungguhnya orang orang yang beriman, hijrah dan berjihad fie sabilillah, mereka it yang mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun Maha Penyayang". Sementara Agus Salim Cs. telah masuk menjadi anggota Volksraad (Parlemen Belanda). Dasar-dasar pemikiran yang mengilhami lahirnya sistem politik hijrah, diuraikan secara terperinci dalam sebuah brosur dan kemudian menjadi sistem politik yang dianut oleh PSII. Dan wewenang untuk menjelaskan sikap hijrah ini diserahkan kepada SM. Kartosuwiryo dalam kedudukannya sebagai Vice President Dewan PSII, sebagaimana tercantum dalam kata pengantar yang diberikan oleh pimpinan lajnah tanfidziyah PSII, Abikusno Cokrosuyoso. "Bahwa kini sudah selesai brosur sikap hijrah PSII, yang oleh formatie pucuk, pimpinan PSII diserahkan dalam kongres Majelis Tahkim Partai ke 22 kepada saudara SM. Kartosuwiryo untuk dikerjakan olehnya, terutama tentang segala keterangan, penerangan dan pertimbangan yang bersifat menjelaskan atas asasnya sikap hijrah PSII. Dikatakan selanjutnya, sejak terbitnya brosur ini akan mempunyai kekuatan hukum bagi dunia PSII. Ia akan menentukan gerak, langkah usaha ikhtiyar dan daya upaya yang



95 wajib dijadikan pedoman PSII dalam mengejar cita-citanya yang mulia, kemudian dengan segala kekuatan tenaga dan fikiran akan beroleh buah dari padanya. Maka dengan pedoman sikap hijrah tersebut, kaum PSII wajib dan tentu mempunyai keyakinan yang seteguh-teguhnya, bahwa insya Allah segala citacitanya yang mulia akan tersampai kepada arah yang dituju". Brosur hijrah tersebut terdiri dari dua jilid, di mana uraian uraian penulisnya menjadikan Qur'an dan Hadits sebagai rujukan utamanya. Bagian pertama terbagi ke dalam lima bab yang mengandung segala keterangan, penerangan, pertimbangan (over wegingen) dan lain-lain, yang berkenaan dengan hijrah. Pada bagian ini diuraikan tentang pengertian ad Dien yang menyangkut seluruh aspek kehidupan. Diuraikan pula tentang status dan tugas manusia dalam kehidupan di dunia ini. Lebih jauh dijelaskan mengenai perjalanan hijrah Rasulullah M yang menjadikan hijrah sebagai pola dan strategi perjuangannya, sekaligus menjadi pedoman bagi perjuangan seluruh ummatnya yang datang kemudian. Karena sesungguhnya strategi hijrah me-rupakan awal kemenangan perjuangan Rasulullah^. Setelah itu diuraikan pula tentang makna jihad, tujuan dan programnya. Dalam hal ini beliau mengaitkan: "Hampir setiap tempat di mana kata hijrah digunakan dalam al-Qur'an selalu diikuti dan diasosiasikan dengan jihad fi sabilillah. Tiada tindakan hijrah dianggap absah, bila dalam hijrah cita cita jihad tidak dilaksanakan". Allah H berfirman: "Dan orang-orang yang beriman dan hijrah serta berjihad pada jalan Allah dan juga orang orang yang memberikan



96



pemondokan dan pertolongan (kepada Muhajirin), adalah orang-o mukmin sejati Mereka beroleh ampunan dan rezeki yang besar nila Dan orang orang yang beriman sesudah, itu, dan (menyusul) hijra dan berjihad bersamamu, termasuk golonganmu. Dan orang ora yang ada pertalian darah, sebahagiannya lebih dekat terhadap ya lain di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Mafia Mengetahui se suatu".(QS: Al-Anfal, 8:74 75) Pada ayat yang lain Allah M menegaskan kedudukan mereka dengan firman Nya: "Orang orangyang beriman, berhijrah dan be pada jalan Allah dengan harta benda dan jiwa mereka, lebih t derajatnya di sisi Allah. Dan mereka itulah orang orangyang m (Qs. At -Taubah, 9:20) Di sini perlu dijelaskan, bahwa prakarsa menulis brosur tidak datang dari SM. Kartosuwiryo sendiri, melainkan atas permintaan dan persetujuan kongres 1936, seperti dapat dibaca dalam "pengiring kalam" yang ditulis langsung oleh pimpinan Lajnah Tanfidziyah Partai SI, Abikusno Cokrosuyoso. Penjelasan ini penting karena ada sebagian orang menuduh bahwa tulisan dalam brosur tersebut hanyalah rekayasa SM. Kartosuwiryo sendiri demi memaksakan kehendaknya.



Kongres partai yang diadakan tanggal 30 Juli sampai 7 Agustus 1938, di Surabaya, antara lain menjelaskan sikap partai mengenai politik hijrah tersebut. SM. Kartosuwiryo yang diserahi wewenang dalam masalah ini tampil menjelaskan: "Hijrahyang jadi sikap partai itu haruslah jangan diartikan sama dengan sik cooperasiyang dilakukan oleh partai-partai lain dalam pemerinta non co-operasi itu adalah sikap negatif. Tetapi sikap hijrah m



97



satu sikap yang positif dan bersifat membangun. Sebab hijrah itu sesungguhnya suatu sikap penolakan, akantetapi disamping itu dijal usaha dengan sekuat-kuatnya untuk membentuk kekuatan hebatyan kepada Darul Islam". ® 2



Aktualisasi Iman, Hijrah dan Jihad. Hijrah dalam terminologi al Qur'an merupakan pola dan strategi perjuangan fi sabilillah menuju futuh dan falah. Di samping perintah Allah yang wajib dijalankan, pada masa Nabi M hijrah juga merupakan tindakan praktis, gerak langkah serta strategi perjuangan yang pada gilirannya menjadi titik awal kemenangan Islam dan kejayaan kaum muslimin. Di setiap tempat dimana kata hijrah digunakan dalam al Qur'an, selalu diawali dengan iman, kemudian diikuti dan diasosiasikan dengan jihad. Dan tidak ada tindakan hijrah dianggap shahih (absah) manakala dalam hijrah tersebut, iman dan hijrah tidak disertakan. Akan tetapi, umumnya kaum muslimin mengenal bahwa dalam sejarah Islam, hijrah syar'i hanya terjadi dua kali saja. Yaitu pertama, hijrahnya beberapa sahabat Nabi M ke Ethiopia. Dan kedua, hijrahnya Nabi Muhammad M dan kaum muslimin ke Madinah. Setelah itu, hijrah tidak ada lagi. Kalaupun ada istilah ataupun tindakan hijrah di luar yang sudah disebutkan tadi, dianggap tidak memiliki landasan syari'ah. 20



Cornells Van Dijk, Darul Islam Sebuah Pemberontakan, 1983. hal 23. Selanjutnya Pringgodigdo, Sejarah



hal. 141.



Pen.Grafiti Pers Jakarta,



Pergerakan



Rakyat



Indonesia,



98 Perintah hijrah kepada Nabi Muhammad M telah diperintahkan Allah sejak masa pertama turunnya wahyu. Di dalam surat al Muddatsir ayat 5, Allah berfirman: "Warrujza fahjur"- "Dan tinggalkanlah hal hal yang keji (dosa)".



Hijrah dalam pengertian ayat di atas, berarti meninggalkan segala macam sifat dan perbuatan keji yang tidak diridhai Allah, dan tidak berdasarkan hudud (aturan) Allah §g. Sesungguhnya sikap hijrah merupakan konsekuensi dari aqidah tauhid. Kalimat syahadat sebagai pernyataan tauhid, adalah berarti pernyataan taat kepada hukum Allah, dan pengingkaran terhadap hukum lainnya. Realisasi dari pernyataan ini adalah dalam bentuk hijrah yang akan membuahkan sikap furqan. Dengan demikian, manusia yang sudah mengikrarkan syahadatain secara otomatis dituntut untuk melakukan hijrah. Sebab tidaklah sempurna iman seseorang tanpa melakukan hijrah, sebagaimana firman Allah: "Dan orang-orangyang beriman dan berhijrah serta berjihad dijal dan orang orangyang memberi tempat pemondokan dan pertolong itulah orangyang benar benar beriman. Mereka memperoleh a dan rezekiyang mulia". (Qs. Al Anfal; 8:74).



Sebagai tuntunan syari'at hijrah berlaku sepanjang zaman. Rasulullah $g§ bersabda: "Tidak terputus hijrah hingga terputus taubat. Dan tidak terputus taubat hingga terbit matahari dari (Hr. Ahmad dan Abu Dawud) Hadits ini secara eksplisit mengisyaratkan, bahwa wajib bagi kaum muslimin untuk melakukan hijrah kapan dan dimanapun juga. Sebagaimana diyakini oleh Imam SM. Kartosuwiryo,



99 bahwa hijrah bukan sekadar peristiwa sejarah berpindahnya Nabi M dari Makkah ke Yatsrib saja, tetapi lebih dari itu, "Hijrah itu adalah salah satu perbuatan Nabi yang sangat penting; penting karena sesudah hijrah kaum muslimin hidup di zaman baru, zaman yang terang cuaca, karena sorotnya nur Ilahy ke tanah Madinah". 21



Di dalam al Qur'an disebutkan, bahwa latar belakang dilakukannya hijrah oleh Nabi M dan kaum muslimin yang menyertai beliau adalah terjadinya fitnah yang menimpa ummat ini. Allah berfirman: "Sesungguhnya Rabmu bagi orang-orang yan berhijrah setelah mereka mendapatfitnah, kemudian berjihad dan be sesungguhnya Rab-mu setelah itu adalah Maha Pengampun lagi M Penyayang". (Qs.An Nahl, 16:110).



Selain itu, Nabi M bersabda: "Maka hijrah itu di wajibkan bagi orang Islam karena khawatir mendapatkan fitnah (ujian) lantaran s agamanya". Istilah fitnah, tidak saja berarti ujian dalam bentuk fisik, teror mental, intimidasi, atau tekanan-tekanan lahiriah. Fitnah dalam pengertian syar'i juga dimaksudkan, segala daya upaya yang dilakukan musuh Islam, yang menyebabkan tidak berlakunya syari'at Islam. Bahkan segala ikatan kelembagaan, organisasi, partai, tradisi, sosial kemasyarakatan atau apapun jua, jika karena itu menyebabkan seseorang menyimpang dari jalan Allah, itu juga fitnah. Oleh karena itu semua fitnah itu harus dijauhi; dan menjauhi fitnah itu disebut hijrah. 21



Furqon artinya sikap atau keterangan yang membedakan antara yang haq dan yang bathil



100 Hijrah dalam pengertian seperti inilah, maka konsep hijrah yang ditawarkan oleh SM. Kartosuwiryo sebagai strategi perjuangan harus dipahami. Di dalam brosur "Sikap Hijrah PSII" yang ditulis oleh SM. Kartosuwiryo berdasarkan keputusan kongres 1936, beliau menjelaskan makna hijrah secara lengkap dan mendetail. Dijelaskan disitu bahwa, dengan mengutip ayat-ayat Al Qur'an, makna serta tahapan tahapan hijrah itu ada 6. Dalam penjelasannya itu, beliau menulis: "Istilah hijrah di dalam al-Qur'an, berasal dari kata "Hajara", yang mempunyai arti bermacam macam sesuai dengan keadaan, peristiwa dan waktu digunakannya istilah tersebut". Selanjutnya beliau jelaskan, bahwa di antara makna yang terkandung dalam kata Hajara itu adalah sebagai berikut:



1. Hijrah di dalam makna menjauhi sesuatu, seperti yang termaktub di dalam al Qur'an, surat al Muddatsir; 74:5 "Dan perbuatan-perbuatan dosa itu jauhilah". Ayat ini termasuk ay ayat yang pertama kali turun (ayat Makiyah). Jadi selak awal risalah Islam diturunkan Allah M telah memerintahkan kepada Nabi Muhammad H supaya berhijrah. 2. Hijrah di dalam makna meninggalkan dan berpaling dari pada sesuatu, seperti makna yang terkandung dalam surat Maryam, 19:46, "Berkata bapaknya: Bencikah kamu kepada tu tuhanku wahai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya akan kurajam, dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama dalam surat Al Furqan, 25:30, "Berkatalah Rasul: Yaa Rabbi,



101



sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur'an ini sebagai sesuatu ditinggalkan (tidak diacuhkan)". Kedua ayat yang terdapat dalam surat yang berlainan di atas, turun di Makkah. Ayat pertama menceritakan riwayat Nabi Ibrahim p3i ketika menghadapi kaumnya. Kata-kata itu adalah ungkapan kaum kafir kepada beliau. Mereka mengharap agar Nabi Ibrahim meninggalkan mereka selama-lamanya. Sebab dengan keberadaan serta aktivitas Nabi Ibrahim di masyarakat dianggap mengganggu kepercayaan serta bangunan sosial kemasyarakatan yang sudah mereka programkan. Sedangkan ayat kedua merupakan keluhan Nabi Muhammad M sebab betapa banyak dari kaum beliau yang berpaling dan menolak kebenaran al-Qur an. 3. Hijrah di dalam makna menjauhkan diri dari sesuatu, seperti tercantum di dalam surat Al-Muzammil, 73:10, "Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan, dan jauhilah me dengan cara yang baik". Ayat ini pun termasuk ayat Makiyah yang turun pada masa awal kenabian. Ayat ini mengandung makna khusus mengenai Nabi $g. Sebab segala sesuatu telah dibuktikan oleh penglihatan dan pendengaran, bahwa tidak mudah hidup bersama-sama kaum musyrikin. Misalnya, seorang muslim melihat orang musyrik menyembah berhala. Orang muslim ini, jika ia jujur dengan keimanannya, tidak akan mengajak saudara muslim lainnya menyaksikan kemungkaran itu, baru kemudian meninggalkannya. Melainkan pada saat itu juga ia harus meninggalkan tempat itu dan menjauhkan diri dari pelaku-pelaku maksiat tersebut. 5



102 Demikian pula, jika mereka mengucapkan kata-kata yang kotor. Orang muslim yang mendengarnya tak perlu mencari kawan untuk ikut mendengarkan. Pada saat ia mendengar katakata tak sopan, yang tidak diperkenankan oleh Allah itu, ia harus meninggalkan tempat itu dan menjauhkan diri dari mereka. Baik ada teman atau tidak. Sedangkan cara melakukan perbuatan itu, ditunjukkan dengan kata Jaro/tf/z, yang berarti bagus. Dalam sejarah kita melihat sikap Rasulullah kepada kaum Quraisy, kebaikan perilaku beliau tak ada tandingannya. Perbuatan dan tingkah lakunya pantas menjadi tauladan bagi segenap manusia. Kemurahan hati, keindahan budi pekerti dan keluhuran sikap yang ada di dalam dada. Rasulullah M yang melahirkan perbuatan, sikap dan langkah yang baik itu ditauladani oleh para sahabat. Dan harus ditauladani oleh semua kaum muslimin sebagai orang yang mengaku ummat beliau. Dengan kata Jamilan itu menunjukkan bahwa perbuatan Rasulullah #g dan para sahabat jauh dari dorongan hawa nafsu yang mengandung kebencian. Sebab Nabi Muhammad M diutus ke muka bumi ini sebagai rahmat bagi semua manusia yang mau mengikutinya. Untuk menyebarkan perdamaian dan bukan untuk menimbulkan permusuhan antara satu orang dengan yang lainnya, atau antara satu, kelompok dengan kelompok lainnya. Untuk mengikat persaudaraan yang teguh dan kuat, bukan untuk mengadakan pemboikotan. Untuk meletakkan asas persamaan antara manusia, yang kaya dan miskin, yang pandai dan bodoh, yang kuat dan lemah,



103 antara tuan dan budaknya; semuanya harus beribadah kepada Allah, Allah yang Esa, yang kuasa mengurus dan memelihara hamba-Nya. Jadi bukan untuk kesombongan. Untuk menganjurkan persatuan kemanusiaan, bukan untuk mengadakan perpecahan. Tak pernah didapati suatu riwayat dari Rasulullah M berbuat kasar atau dzalim terhadap seseorang, meskipun ia musuhnya yang paling jahat. Pendek kata, al-Qur'an yang selalu menjadi pedoman kehidupan Rasulullah H dan riwayat hidup beliau yang shahih memberikan petunjuk kepada orang yang berakal, bahwa hijrah Rasulul-lah tidak dilakukan lantaran rasa benci, karena mogok atau rasa permusuhan.



4. Hijrah di dalam makna memisahkan sesuatu, seperti dalam surat An Nisa', ayat 34: "... maka nasehatilah merekadanpisahkanlah mer di tempat-tempat tidur mereka...". Ayat ini dimulai dengan firman Nya^ "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita". D kata-kata, "di tempat tempat tidur mereka" itu mengandung pengertian adanya ikatan rumah tangga. Hal tersebut bisa terjadi ketika permasalahan antara keduanya yang tidak mudah diselesaikan. Bahkan bisa jadi akan sampai pada hukum nusuz atau bahkan talaq. Yang perlu digaris bawahi, bahwa sikap tersebut tidak dilakukan oleh Rasulullah dan tidak dijelaskan oleh al-Qur'an lantaran kebencian. 5. Hijrah di dalam makna mendapatkan sesuatu dengan segera, seperti dalam surat Al Ankabut ayat 26, "Maka Luth



104



membenarkan kenabiannya. Dan berkatalah Ibrahim: Sesun aku akan berpindah ke (tempat yang di perintahkan), Rabbku (kepadaku), sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi M Bijaksana". Ayat ini juga turun di Makkah. 6. Hijrah di dalam makna memutuskan hubungan dengan sesuatu atau pindah dari sesuatu kepada yang lainnya, seperti yang terdapat dalam surat Ali Imran, ayat 195: "Maka orang orangyang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, disakiti pada jalan Ku, yang berperang dan yang dibunuh pasti Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka "P Ayat terakhir ini termasuk ayat Madaniyah. Jelaslah bahwa arti hijrah dalam ayat ini adalah memutuskan hubungan, atau pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Putusnya hubungan ini disebabkan karena mereka diusir dari kediamannya semula, bukan karena sengaja memutuskan hubungan yang dilatar belakangi hawa nafsunya. Ayat ini mencakup pengertian umum, sebab di sana disebutkan, "min dzakarin au untsa". Dari keseluruhan ayat-ayat Qur'an yang kita paparkan di atas, orang orang berakal akan dapat memahami dengan jelas dan jernih, bagaimana seharusnya tindakan hijrah dilakukan. Dan pada akhirnya akan diwujudkan dan kehidupan serta menjadi pedoman dalam pergaulan di tengah-tengah lingkungan masyarakat. 23



Demikianlah beberapa pengertian hijrah yang dirangkum oleh SM. Kartosuwiryo, berdasarkan ayat-ayat Al Qur'an. 22



2



'



SM. Kartosuwiryo, Sikap Hijrah PSII: Ditetapkan Majelis Tahkim PSII ke 22, hal 9. Idem



105 Brosur ini kemudian menjadi dasar taktik dan strategi politik PSII dalam mengembangkan dakwah dan menghadapi penjajah Belanda. Namun dalam perjalanan perjuangan ke depan, membawa misi Idzharul Haq melalui sistem kepartaian, sangat disayangkan, kesatuan ide dan persamaan di antara para elite partai tidak bisa bertahan lama. Dalam tahun 1939 kebijaksanaan politik hijrah lagi-lagi mengundang konflik, yang melibatkan dua tokoh utama partai, yaitu Abikusno Cokrosuyoso dan SM. Kartosowiryo, dan pada gilirannya menyebabkan hubungan mereka menjadi retak berkeping-keping. Disatu pihak SM. Kartosuwiryo konsekuen melaksanakan putusan kongres PSII 1938, tetap tegar dengan strategi hijrah sebagaimana telah disepakati bersama. Di pihak lain, Abikusno justru bersikap sebaliknya, karena pertimbangan pertimbangan tertentu ia meninggalkan politik hijrah dan beralih kepada garis parlementer. Di samping semakin meningkatnya tekanan pemerintah kolonial, perubahan sikap ini juga sebagian disebabkan oleh kian merosotnya kuantitas anggota PSII, dan sebagian lagi karena pengaruh provokasi dari orang orang barisan penyadar pimpinan Agus Salim. Dalam kondisi demikian, Abikusno agaknya terseret pada suatu pandangan yang dulu pernah ditentangnya, bahwa sikap hijrah hanyalah taktik perjuangan, bukan prinsip, yang boleh berubah sesuai tuntutan situasi dan kondisi. Pada akhirnya Abikusno bergabung dengan partai partai politik lain ke dalam



106 federasi politik nasional. GAPI (Gabungan Politik Indonesia) dalam tahun itu juga. Abikusno menjadi ketua federasi tersebut. Pertentangan internal PSII meluas dan meningkat tajam. "Ketika PSII setuju dengan gerakan mencapai parlemen, SM.Kartosuwiryo bersama sahabat-sahabatnya menyatakan penolakannya terhadap putusan partai", tulis Pringgodigdo dalam bukunya SPRI. Akibat penolakan ini, badai perpecahan tak dapat dielakkan lagi dan dengan menggunakan wewenangnya selaku presiden partai, Abikusno memutuskan untuk mengeluarkan SM. Kartosuwiryo dari kepengurusan partai dalam tahun 1939. Dasar pemecatan itu semata-mata, karena SM. Kartosuwiryo berpegang teguh mempertahankan putusan kongres ke 22, yaitu menjalankan konsep hijrah secara konsisten, maka di-anggap membangkang terhadap perintah pucuk pimpinan. Dengan berubahnya haluan partai, maka Abikusno memerintahkan agar dihentikannya penyebaran brosur hijrah, karena tuntutan situasi dan kondisi, dipandang mengandung pikiran-pikiran anakronisme. Sementara itu SM. Kartosuwiryo tetap berpandangan bahwa merubah politik hijrah dengan sistem parlementer, berarti melakukan talbis (campur aduk antara haq dan bathil), dan itu tidak Islami. Oleh karena itu partai harus diselamatkan dari penghianatan oknum oknum elit pimpinan, untuk mempertahankan serta merealisir tujuan Islam yang menjadi ciri khas PSII. Kiranya telah menjadi kehendak taqdir, SM. Kartosuwiryo yang dipecat bersama sejumlah cabang PSII pengikutnya segera mendirikan KPK PSII (Komite Pertahanan Kebenaran PSII),



107 yang dimaksudkan bergerak dalam lingkungan PSII sendiri. Komite ini menggunakan segala ketentuan yang ada dalam PSII dan tampil sebagai PSII yang sebenarnya. Cabang-cabangnya terdapat di setiap tempat dimana ada PSII Abikusno diseluruh Indonesia. Dalam suatu rapat umum, 24 April 1940 di Malangbong, Garut Jawa Barat, disitu ditegaskan bahwa KPK PSII akan tetap menjalankan politik hijrah dengan kokoh.Untuk maksud ini, maka akan didirikan suatu laboraturium pendidikan yang diberi nama "Institut Shuffah". Suatu laboraturium pendidikan tempat mendidik kader-kader mujahid, seperti juga di masa Nabi M didirikan sesudah hijrah ke Madinah suatu Shuffah yang telah melahirkan pembela-pembela Islam dengan ilmu yang sempurna dan keimanan yang teguh kuat. Dari rentetan peristiwa sejarah, seperti terlihat dalam uraian di atas, siapapun yang memiliki sedikit kearifan pasti mengakui bahwa terdapat contoh positif pada diri dan karier politik SM. Kartosuwiryo. Ia memiliki pemahaman yang lurus, dan jauh ke depan terhadap masalah-masalah agama, sosial dan politik. Dengan memandang Islam, sebagai satu kesatuan politik, agama dan sosial, ia meyakini kebenaran perjuangannya serta membelanya dengan gigih dan penuh keberanian. Dalam manifesto politik pemerintah NII, hal ini terbukti dengan jelas, dimana dikatakan, "Kita harus memandang Islam sebagai peraturan hidup, stelsel masyarakat, stelsel pemerintahan, stelsel negara dan stelsel dunia. Dengan sendi yang pasti, kuat



108 dan sentausa, luas dan mendalam, suci dan terpelihara yang tidak dapat diperkuda dan dipermainkan oleh siapapun juga. Kami tidak ingin ingkar dari padanya . 55 24



Oleh karena itu, ketika orang-orang lain merasa le-mah menghadapi tekanan rezim dan cenderung ingin bekerjasama guna menghindari resiko perjuangan serta demi tujuan tujuan pragmatis. SM. Kartosuwiryo tetap tegar, konsekuen dan istiqamah, melangkah dengan mantap menuju cita cita Islam yang diperjuangkan sejak awal tanpa bergeser sedikitpun. Ia tidak pernah mencari jalan untuk kalah demi keselamatan yang remeh, sebaliknya mencari jalan untuk menang dan melawan musuh sekalipun harus menghadapi berbagai tekanan dan tantangan. Demikianlah, ketika kawan-kawannya dilanda kebingungan dan berkata, "Politik hijrah bukanlah strategi perjuangan, tetapi sekedar taktik yang suatu saat bisa di gunakan dan di saat lain bisa ditinggalkan . Ia sama sekali tidak terpengaruh, melainkan tetap tenang dan meyakinkan pengikut-pengikutnya, "Dengan Islam kita laksanakan hukum, untuk Islam kita berjuang, di atas dasar-dasar Islam kita bekerja sama dan menurut ketentuan Islam kita mengarungi kehidupan dunia yang fana, sebelum menuju kehidupan akhirat yang abadi . 55



55



Itulah dia Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo yang senantiasa menekankan pada pengikut-pengikutnya, marilah berlomba menjadi orang yang benar dan tidak menentang kebenaran. Dia mengukur manusia dengan ukuran Islam, menilai musuh atau 24



Kapten Drs. Suyono HW. Opcit hal. 122



109 kawan sesuai dengan sikapnya terhadap Islam. Setiap negara yang memusuhi Islam adalah negara yang dzalim, maka akhlaqnya harus diubah dengan lisan kalau bisa, dengan kekerasan jika terpaksa. Cornelis Van Dijk, penulis buku DI Sebuah Pem-berontakan pada halaman 11, menggambarkan sikap SM. Kartosuwiryo yang istiqamah dan lurus itu dengan kalimat berikut: "SM. Kartosuwiryo seorang organisatoris ulung yang mampu memikat banyak pengikut di kalangan rakyat pedesaan. Dia berpengalaman dalam politik nasional dan telah memainkan peranan penting dalam gerakan Islam sebelum perang. Di samping itu, riwayat politiknya cemerlang. Sebelum perang ia senantiasa keras menentang kerjasama dengan pemerintah Belanda juga pada saat para pemimpin nasionalis dan lainnya menjatuhkan pilihan untuk bekerjasama. Jadi, ia tetap jernih dari kesan negatif. Hampir senada dengan penilaian di atas, Abdul Qahhar Muzakkar, seorang teman seperjuangannya, pemimpin RPII (Republik Persatuan Islam Indonesia) di Sulawesi yang menggabungkan diri ke dalam NII Jawa Barat pada tahun 1953, menilai kepribadian Imam SM. Kartosuwiryo dengan sangat hormat, sekalipun pada masa-masa terakhir keduanya berbeda faham. Pengakuannya atas kelebihan Imam SM. Kartosuwiryo dinyatakan dalam buku "Catatan Bathinnya" sebagai berikut: "Keseluruhan peserta sidang PUPIR (Pertemuan Urgentie Pedjuang Islam Revolusioner) yang dihadiri para alim ulama dan



110 pemimpin Islam yang menjadi perutusan dari Jawa, Sumatera Aceh, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, Tengah, Tenggara dan Selatan sebanyak 465 orang, mengakui bahwa pribadi saudara SM. Kartosuwiryo adalah ulama besar dan intelektual Muslim"



Institut Shuffah: Membina Kader Mujahid. Untuk mewujudkan cita-cita perjuangan menegakkan Negara Islam Indonesia, Kartosuwiryo membangun suatu gerakan yang didukung oleh kekuatan dan perhitungan serta konsep yang matang. Ia mulai mendidik para mujahid, pionerpioner muda muslim menjadi jundullah yang bejuang sematamata lillahi ta'ala. Maka disuatu daerah yang terletak di pinggir jalan antara Malangbong Belubur Limbangan, Garut Jawa Barat, didirikan sebuah laboratorium Qur'ani yang bernama "Institut Shuffah". Institut ini tidak saja didatangi oleh siswa-siswa dari Banten dan sekitarnya. Tapi juga dari Wonorejo, Cirebon bahkan dari Tolitoli Sulawesi Selatan. Tenaga-tanaga pengajarnya adalah ulama-ulama terpilih antara lain: Yunus Anis (Bandung), Yusuf Taujiri (Wonorejo), Musthafa Kamil (Tasik Malaya), Abdul Qudus, Ghazali Tusi (Malangbong) dan R.Oni Qital (Tasik Malaya), Abu Suja', Ais Kartadinata, H . Sulaeman, Umar Hamzah dll. Institut Shuffah tempat mendidik mujahid mujahid fie sabilillah, tidak hanya soal keagamaan, tapi diajarkan pula ilmu kemiliteran serta kenegaraan. Tujuannya jelas, melahirkan



Ill



kader-kader hizbullah yang militan dan tahan uji, yang memiliki kualifikasi shabirun dan muttaqin, sebagai salah satu pondasi dan tiang utama, serta penyokong utama berdirinya Negara Islam dan lahirnya Tentara Islam Indonesia. Ide lahirnya Institut Shuffah merupakan pengamalan dari firman Allah surat Ash Shaff ayat 4, yang maksudnya: "Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang ber-perang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seaka akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh". Langkah langkah da'wah yang dimulai SM. Kartosuwiryo menunjukkan dengan jelas tentang kemurnian perjuangannya dan ittiba'nya yang sungguh-sungguh pada manhaj nubuwwah (metode dakwah) Rasulullah f|. Bagaimana membangun masyarakat baru berdasarkan Islam, dengan cermat ia mencontoh dan menerapkan tahapan-tahapan yang dilalui Rasulullah dalam pelaksanaan sistem politiknya. Seperti tercatat dalam sejarah, mula mula Rasulullah melakukan politik hijrah dari Mekkah ke Madinah. Setelah itu. di daerah yang baru, beliau membangun masjid sebagai suatu kebutuhan yang mendesak, tempat berkumpul dan beribadah menyembah Allah SI. Di samping masjid, beliau juga membangun sebuah lembaga pendidikan yang bernama Shuffah. Setelah itu barulah beliau mengarahkan pandangannya dengan memperhatikan kesengsaraan hidup kaum muhajirin. Mereka semua meninggalkan harta benda yang mereka miliki demi memenuhi perintah Allah dan Rasul Nya. Untuk itu beliau mengikat "Persaudaraan Kaum Muslimin". Ajaran Islam yang menyatakan bahwa setiap muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, mengalami uji coba yang besar di Madinah.



112 Jadi apabila lembaga tempat mendidik kader-kader Hizbullah itu diberi nama Shuffah bertujuan melahirkan kaderkader militan Darul Islam, tentu bukan tanpa pertimbangan historis Islami. Seorang sejarawan melukiskan, bahwa Shuffah di masa Rasul Allah H adalah: "Sebuah panggung luas beratapkan jerami, dibangun disalah satu pojok masjid. Tempat ini sekaligus menjadi training centre untuk pendidikan Islam dan juga sebagai tempat berteduh bagi orang-orang muslim yang miskin (khususnya orang-orang fakir muhajirin). Mereka yang tinggal disini disebut Ashhabush Shuffah (sahabat-sahabat dari Shuffah). Abu Hurairah 4&>, perawi hadits terkenal juga salah satu alumni dari Ash habush Shuffah". 2:)



Sampai tahun 1942, ketika Jepang masuk menduduki Indonesia, Institut Shuffah, lembaga pendidikan yang dibina dengan menekankan pengajaran ilmu Tauhid, militansi Islam, teori kenegaraan dan pendidikan militer masih terus berlangsung. Pada akhirnya yang lebih menonjol malahan latihan militernya yang merupakan cikal bakal lahirnya pasukan Hizbullah dan Sabilillah, dan kemudian menjadi Tentara Islam Indonesia. Ketika Jepang menguasai Indonesia, semua partai-partai Islam dibubarkan dan terjadilah fusi mengikuti kehendakJepang, dan terbentuklah Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Juga dibentuk PETA HEIHO, sedang Institut Shuffah telah berubah fungsi menjadi tempat latihan militer. 25



Dr. Majid Ali Khan, Muhammad SAW. Rasul Terakhir, Penerbit Pustaka Salman, Bandung, 1405 H , hal. 92



113 Pada tahun 1943 Jepang membentuk Cikio Sangiin (semacam DPR), Agus Salim dan Abikusno ikut menjadi anggotanya. Berawal dari sini, perjalanan para tokoh sempalan PSII seperti telah disebutkan di atas, mulai tidak lurus lagi, larut dalam konstelasi politik penjajah. September 1944 Kaiso (PM Jepang) ketika itu, menjanjikan kemerdekaan pada Bangsa Indonesia. Tanggal 1 Maret 1945, BPUPKI atau dikenal juga dengan panitia 9 bersidang membahas kemerdekaan yang dijanjikan pemerintah Jepang. Dan tanggal 22 juni 1945 disusun Piagam Jakarta. 26



26



Sebenarnya Dasar Negara I (Sila Pertama Pancasila) yang aslinya terdapat dalam Piagam Jakarta, berbunyi: "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk pemeluknya". Jadi bukan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan U U D 1945, maka dikalangan ahli tata negara populerlah adanya ungkapan bahwa pengguguran "Tujuh Kata" yaitu anak kalimat Islam dari Piagam Jakarta tersebut yang menggantikannya dengan "tiga kata" yaitu Yang Maha Esa sesuai Pembukaan U U D 1945. Sejarah terjadinya perubahan ini sangat menarik dan sangat penting untuk disimak secara obyektif dan ilmiah. Perubahan itu terjadi mendadak dan tergesa-gesa yaitu pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Usul perubahan itu datang dari Hatta yang pada petang hari 17 Agustus 1945 mengaku kedatangan tamu Opsir Kaigun Jepang, yang namanya sudah tidak diingatnya yang mengatakan bahwa wakil wakil Protestan dan Katolik dalam kawasan Kaigun (angkatan laut Jepang) berkeberatan sangat atas kalimat dalam rancangan Pembukaan U U D 1945 yang berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari'at Islam bagi pemeluk pemeluknya". Bung Hatta dengan mudahnya percaya pada perkataan opsir Jepang itu dan menjadikannya sebagai bahan masukan penting dalam sidang PPKI. Dalam istilah era reformasi sekarang ini, opsir Jepang itu sebenarnya adalah seorang provokator yang telah berhasil memprovokasi Bung Hatta. Selanjutnya Bung Hatta dengan dibantu oleh Bung Karno yang ketua sidang PPKI berhasil memprovokasi K i Bagus Hadikusumo, Mr Kasman Singodimejo, dan Mr Teuku Hasan dari Aceh, dan seluruh anggota sidang terprovokasi. Mereka yang beragama Islam lupa bahwa Opsir Jepang itu adalah orang kafir, zalim dan fasik yang omongannya tidak boleh dipercaya begitu saja mengingat firman Allah



n



114



Bagi mereka yang senang bermain angka, ada saja yang menghubung-hubungkan jumlah sembilan tadi dengan sebuah ayat di dalam Al Qur'an, bahwa tokoh-tokoh yang terlibat dalam BPUPKI itu telah keliru membaca situasi dan membawa ummatnya ke jurang yang berbahaya. Ayat Qur'an yang dimaksudkan, sekali lagi oleh mereka yang suka bermain angka, sesungguhnya berkenaan dengan ummat Nabi Shaleh yaitu kaum Tsamud yang maksudnya adalah: "Dan adalah di kota itu, sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bum mereka tidak berbuat kebaikan" (QS. 27:48). "Hai orang-orang suatu



berita,



suatu



musibah



yang beriman,



maka



menyebabkan



periksalah



kepada kamu



suatu



menyesal



jika datang kepadamu dengan kaum



orang fasik



teliti,



agar kamu



tanpa



mengetahui



atas perbuatanmu



itu



33



membawa



tidak



menimpakan



keadaannya



yang



(Qs. Al-Hujurat; 49:6).



Dengan melanggar firman Allah inilah maka keluar hasil: Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengandung makna Tauhid bagi ummat Islam, sehingga mereka merasa sudah baik dan benar. Tetapi ketahuilah bahwa tauhid ini kemudian akan dipaksakan kepada ummat yang non muslim juga diseluruh Indonesia karena dasar negara itu berlaku umum. Padahal ajaran Tauhid dalam Islam itu tidak boleh dipaksakan kepada orang non muslim, ingat firman Allah Qs. Al-Baqarah; 2:256: "Tidak



ada paksaan



mana petunjuk dan beriman



untuk



memasuki



agama Islam.



dan mana



kesesatan.



Maka



kepada Allah,



sudah



nyata Thaghut



maka sesungguhnya ia telah ber-pegang pada



tali yang kuat sekali, yang tidak akan putus. Maha



Sesungguhnya



siapa yang mengingkari Dan Allah



Maha Mendengar



bughul lagi



Mengetahui"



Maka secara diam diam orang orang Indonesia yang non Muslim sebenarnya tidak bisa menerima "Pancasila" karena Ketuhanan mereka, ada yang trimurti, ada yang trinitas, ada yang tripurusa dll. Inilah benih-benih kerusuhan seperti yang terjadi di Kupang, Timor timur, Sambas, Ambon dll yang bernuansa keagamaan. Kelihatan bahwa dasar_negara 1 versi Piagam Jakarta itu jauh lebih bijaksana dari pada dasar negara I versi pembukaan U U D 1945. Dalam Piagam Jakarta, urusan Tauhid itu hanya akan merjadi urusan intern ummat Islam sesuai kandungan syari'atnya dan akan memberi kebebasan penuh bagi pemeluk agama lain untuk bertuhan sesuai tuntunan agamanya masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa Pancasila itu mengandung tiga kesalahan:



115 Panitia 9 mungkin bukanlah yang dimaksudkan oleh firman Allah diatas. Tapi melihat kenyataan, situasi politik, latar belakang, segi syari'ahnyA, serta akibat-akibat yang ditimbulkannya bagi generasi muslim dikemudian hari, maka sulit untuk menyangkal jika ada orang mencari-cari relevansi antara kandungan ayat dengan perilaku politik yang mereka tunjukkan. Mungkin ini suatu kebetulan saja. Wallahu a'lam bish shawab.



Rintangan Perjalanan.



Perjuangan menuju terbentuknya Negara Islam Indonesia (DarulIslam), tidaklah lempang tanpa rintangan. Sebab siapapun yang sungguh-sungguh hendak melanjutkan perjuangan Rasulullah $|, maka dia juga harus siap menerima segala rintangan dan ujian yang pernah menimpa beliau dan para sahabatnya. Isyarat tentang berbagai rintangan yang bakal meng-halangi perjalanan jihad fi sabilillah, tertera dalam A l Qur'an: "Apakah kamu mengira bahwa akan dibiarkan begitu saja (t ada ujian), sedang Allah belum mengetahui dalam kenyataan orang yang berjihad di antara kamu dan mereka tidak mengambil menjadi setia selain Allah, Rasul Nya dan orang orangyang beriman. Dan A Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS. 9:16). Pada surat a. Bahasa Sila seharusnya Dasar. b. Panca harusnya Catur (empat) c. Produk provokasi Jepang yang telah menjerumuskan bangsa Indonesia ke jurang disintegrasi, sehubungan dengan paksaan berketuhanan Yang Maha Esa (taultid). (Ir. RHA. Sahirul Alim, RI Sebuah Kritik", dalam Timur,



suatu diskusi 19 Maret



Msc. dalam makalah



yang telah dipresentasikan di Gedung



1999)



Laboratorium



berjudul



"Pancasila



dihadapan Pancasila



Dasar



tokoh-tokoh IKIP



Negara Pancasila



Malang,



Jawa



116



dan ayat yang lain Allah berfirman: "Dan sesungguhnya Kami bena benar akan menguji kamu agar kami mengetahui orang orangyan dan bersabar di antara kamu dan agar Kami menyatakan baik b hal ihwalmu". (QS.47:31).



Iman itu tidak hanya pengakuan, tapi juga pengamalan. Manusia akan diuji dengan berbagai kesulitan sebagai test kesabaran dan keimanan, siapa yang sungguh-sungguh dengan keimanannya dan siapa yang hanya pengakuan di mulutnya saja. Sebagaimana hadits Rasulullah M yang artinya: "Bukan dinamakan iman jika hanya angan-angan. Akan tetapi (iman i yang terhujam di dalam hati dan dilaksanakan dalam amal perbu (Muttafaq alaih)



Allah Malikurrahman berfirman: "AlifLaam Mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan kami beriman". Sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhn Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesunggu Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta". (Qs. Al-Ankabut, 29:1-3). Bagi mereka yang sabar dan konsisten dengan keimanannya, mengetahui dengan jelas bahwa setiap rintangan di arena jihad fie sabilillah merupakan jalan jalan syari'at yang harus dilalui oleh setiap mujahid. Dan bagi mujahid yang ikhlas, rintangan dijalan Allah bagaikan seorang yang berwudlu ketika hendak shalat, menjadi pencuci bagi dosa dosanya. Adapun rintangan yang menghalangi perjalanan ke arah berdirinya Negara Islam Indonesia, datang dari berbagai jurusan. Bukan saja datang dari musuh kafirin dan penguasa thaghut, tapi juga datang dari kawan yang tidak sefaham. u



117



Situasi Pra Proklamasi NII Agresi Belanda 1 terjadi pada tanggal 21 Juli 1947. Dalam perjanjian Linggar Jati 25 Maret 1947, wilayah RI tinggal Sumatera dan Jawa. Tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan agresi kedua kalinya ke dalam wilayah RI dan menguasai hampir seluruh kantong pertahanan RI. Selanjutnya diadakannyalah perjanjian Renville 17 Januari 1948 yang memutuskan bahwa pasukan RI harus ditarik mundur dari daerah-daerah yang resmi dikuasai Belanda. Sebagai akibat langsung dari perjanjian ini maka TNI harus meninggalkan daerah pertahanannya mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, (antara perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah) serta Jawa Timur sebelum daerah Malang. Daerah RI nyaris tinggal Yogyakarta dan beberapa daerah sekitarnya, sehingga menyebabkan pasukan RI lari mengungsi, yang kemudian terkenal dengan Long March. Sebelum agresi Belanda kedua terjadi, pembentukan Kabinet Amir Syarifuddin 13 Juli 1947, SM. Kartosuwiryo pernah ditawari jabatan wakil menteri pertahanan oleh pemerintah RI, yang tentu saja ditolaknya. Dan memilih melanjutkan perjuangan mengenyahkan Belanda. Dengan bergeriliya di hutan hutan ketimbang menerima tawaran menjadi menteri di sebuah negara yang menolak berlakunya syari'at Islam. Menyaksikan kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Bangsa Indonesia akibat berbagai perjanjian yang diadakan pemerintah RI dengan Belanda, maka para tokoh KPK PSII antara lain SM. Kartosuwiryo, R. Oni Qital, Kamran



118 dan lain lain mengadakan pertemuan. Hasilnya adalah, menolak setiap jenis kompromi dengan Belanda serta menolak perjanjian Renville yang diadakan oleh pihak RI dan Belanda. Selanjutnya menolak mundur ke belakang garis demarkasi yang telah disepakati RI dan Belanda, dengan alasan perjuangan harus diteruskan. Oleh karena itu seluruh pasukan Hizbullah dan Sabilillah tidak diizinkan ikut pindah ke Yogyakarta mengikuti langkah yang diambil tentara RI, sebagai akibat dari ke-konyolan tokohtokoh politiknya. Maka pada tanggal 10 Februari 1948 KPK PSII mengadakan konferensi di Cisayong Jawa Barat. Konferensi Cisayong berhasil mengeluarkan putusan-putusan penting di antaranya adalah: Membentuk Majelis Islam. Mengangkat SM. Kartosuwiryo menjadi Imam dan Pangti DI/ T I I , dan R. Oni Qital sebagai Panglima T I I yang tugas utamanya menyusun pasukan pertahanan dalam tempo tiga bulan. Markas TII yang semula berada di Cihaur di pindahkan ke Gunung Cupu, karena mendapat serangan dari Belanda dan menyebabkan terjadinya pertempuran hebat di Gunung Cupu pada tanggal 17 Februari 1948. Peristiwa pertempuran ini kemudian diabadikan, sebagai hari Angkatan Perang DI/TII. Sebulan kemudian, Maret 1948 diadakan lagi konferensi di daerah Cihiudeung sebelah selatan Malangbong dengan hasil sebagai berikut: Membentuk Negara Islam Indonesia (NII), mendesak pemerintah RI untuk membubarkan diri, mendesak kepada RI untuk diadakan lagi konferensi di daerah Cihiudeung setelah menetapkan daerah-daerah kantong yaitu D I (daerah basis Nil), D I I (daerah pertempuran), dan D III (daerah musuh).



119 Dua bulan berikutnya, 1 Mei 1948 diadakan lagi konferensi di Cijogo yang menelurkan beberapa keputusan sebagai penyempurnaan dari putusan hasil konferensi sebelumnya, yaitu: Ekspansi N I I , Hukum yang berlaku adalah hukum Islam, membentuk Dewan Imamah/Dewan Menteri, membentuk Dewan Fatwa di bawah Mufti Besar sebagai penasehat Imam, dan terakhir menyusun Qanun Asasi (UUD NII) yang akan menentukan bahwa hukum tertinggi adalah A l Qur'an dan Hadits Shahih, sedang pemegang pimpinan ter-tinggi adalah Imam.



Jihad melawan penjajah Belanda Di Yogyakarta keadaan sudah sedemikian gawat-nya, sehingga pada Bulan Desember 1948 Yogya dikuasai Belanda dalam waktu hanya 6 jam saja. Soekarno dan Hatta ditangkap lalu dibuang ke Bangka. Pemerintahan R I menjadi vacum. Eksistensi Negara RI secara defacto sudah tidak ada. Seluruh wilayah RI yang hanya tinggal Yogyakarta dan sekitarnya saja, sementara presiden dan wakilnya ditangkap serta dikuasai Belanda. Menyaksikan kondisi yang serba tidak menentu, dimana tentara RI sudah mengungsi ke Yogyakarta sementara presiden dan wakilnya ditangkap lalu dibuang oleh agresor Belanda, maka tidak bisa lain harus ada upaya menyelamatkan negara dan membebaskan diri dari kekuasaan penjajah Belanda. Untuk mempertahankan eksistensi pemerintah RI yang sedang vacuum, Mr. Syafruddin Prawiranegara mendirikan PD RI (Pemerintah



120 Darurat RI) di Sumatera, tapi jasanya tak pernah dihargai menurut selayaknya oleh pemerintah RI. Sementara itu pada tanggal 20 Desember 1948, ummat Islam Bangsa Indonesia di bawah komando SM. Kartosuwiryo mengumandangkan perang suci melawan penjajah Belanda. Seruan perang suci ini terilhami oleh firman Allah yang artinya:



"Hai Nabi, "berjihadlah melawan orang orang munafiq, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah nera Jahannam. Dan itulah tempat kembali seburuk buruknya". (QS A Taubah,9:73). Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu'min itu untuk berjuang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang orang kafir, disebabkan aran orang kafir itu kaum yang tidak mengerti". (QS. Al-Anfal, 8:64¬ 65). Lebih tegas lagi, Allah berfirman: "Mengapa tidak kamu perangi saja kaum yang merusak perjanjiannya, padahal mereka telah berte untuk mengusir Rasul dan merekalah yang mula-mula memerangim Apakah kamu takut pada mereka, padahal Allah-lah yang lebih pan kamu takuti, jika kamu benar benar orang beriman. Perangilah mer Allah akan menyiksa mereka dengan perantaraan tanganmu dan A akan menghinakan mereka dan menolongmu, danjuga menentera hati orang-orang beriman". (Qs. 9:13 14) "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari akhirat, dan juga viereka tidak mengharamk u



121



apa yang diharamkan Allah dan Rasul Nya, dan mereka tidak beragama dengan agama yang benar (Islam). Mereka adalah orang-orang yang diberi kitab (Taurat dan Injil), sehingga mereka membayarjizyah dengan tunduk dan patuh". (Qs. At-Taubah, 9:29) "Hai orang-orang beriman! Perangilah orang-orang kafir disekitarmu, dan hendaklah mereka merasakan kekerasan (kekuatan) daripadamu. Dan ketahuilah Allah bersama (membela) orang orangyan bertaqwa". (Qs. At-Taubah, 9:123) Api semangat yang memancar dari wahyu Ilahiy inilah, yang mendorong Tentara Islam Indonesia bangkit dengan gagah perkasa mempelopori perjuangan ummat Islam Bangsa Indonesia. Komando perang dikeluarkan dengan M K T (Maklumat Komandemen Tertinggi) yang menyatakan bahwa negara dalam situasi perang, dan diberlakukan hukum Islam kondisi perang. Di samping itu, maklumat tersebut juga berisi pernyataan jatuhnya RI dan dengan tertangkapnya tokoh tokoh pemerintah RI, maka RI dinyatakan de Vacto Van Mook. Setelah seman ini dikeluarkan, maka revolusi nasional yang semula dikumandangkan oleh pemerintah RI berubah menjadi revolusi Islam di bawah bendera Tentara Islam Indonesia (TII). Maklumat Imam bertarikh, 19 Shafar 1368 H/ 20 Desember 1948 M itu berpendapat, bahwa perang suci, perang totalitas, perang rakyat seluruhnya menghadapi Belanda. Komando perang itu berbunyi: 1. Diperintahkan kepada seluruh ummat Islam Indonesia untuk perang suci mutlak hingga penjajahan musnah dari muka bumi Indonesia.



122



2. Diperintahkan kepada Angkatan Perang NII untuk mempelopori dan melindungi rakyat hingga revolusi Islam selesai dan Negara Islam Indonesia berdiri dengan sempurnanya. Firman Allah: 1. Infiru khifajan wa tsiqalan wajahidu bi amwalikum wa-anfu fi sabilillah 2. Inna fatahna lakafathan mubina ....



Proklamasi Negara Islam Indonesia Setelah dikeluarkan maklumat Imam No. 5 sebagaimana tersebut di atas, dan kira-kira 9 bulan setelah seman perang suci melawan penjajah Belanda diumumkan, saatnya telah tiba untuk memproklamasikan berdirinva Negara Islam Indonesia. Proklamasi NII akhirnya dikumandangkan ke seluruh dunia pada tanggal 12 Syawal 1368 H bertepatan dengan 7 Agustus 1949 M, di sebuah desa bernama Gunung Cupu, Tasikmalaya Jawa Barat. Teks Proklamasi NII berbunyi:



Bismillahirmhmaanirrahiim, Asyhaduan Lailahaillailah, wa asyhaduanna Muhammadarra Kami ummat Islam Bangsa Indonesia menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia. Maka hukum yang berlaku atas Negara Islam Indonesia itu adalah hukum Islam.



Mahu Akbar,Allahu Akbar, Allahu Akbar Madinah Indonesia, 12 Syawal 1368H 7 Agustus 1949M Atas nama ummat Islam Bangsa Indonesia Imam Negara Islam Indonesia: Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo



123 Penjelasan Teks Proklami L Alhamdulillah, maka Allah telah berkenan mencurahkan karunia Nya yang maha besar atas ummat Islam Bangsa Indonesia ialah: Negara Islam Indonesia, yang meliputi seluruh Indonesia. 2. Negara Karunia Allah itu adalah "Negara Islam Indonesia", atau dengan kata lain "Ad Daulatul Islamiyah". Atau "Darul Islam", atau dengan singkatan yang sering dipakai orang " D I " (dibaca de-ie). Selanjutnya hanya dipakai satu istilah resmi yakni: NEGARA ISLAM INDONESIA 3. Sejak bulan September 1945, ketika datangnya Belanda ke dan di Indonesia, khususnya ke dan di pulau Jawa, atau sebulan kemudian dari pada Proklamasi berdirinya "Negara Republik Indonesia", maka revolusi nasional yang mulai menyala pada tanggal 17 Agustus 1945 itu, merupakan "perang", sehingga sejak masa itu seluruh Indonesia di dalam keadaan perang. 4. Negara Islam Indonesia tumbuh di masa perang di tengahtengah revolusi nasional, yang pada akhir kemudiannya, setelah naskah Renville dan ummat Islam Bangsa Indonesia bangun serta berbangkit melawan keganasan penjajah dan perbudakan yang dilakukan oleh Belanda, beralih sifat dan wujudnya, menjadilah revolusi Islam atau perang suci. 5. Insya Allah, perang suci atau revolusi Islam itu akan berjalan terus hingga: A. Negara Islam Indonesia berdiri dengan sentosa dan tegak teguhnya, ke luar dan ke dalam 100% de facto dan de yure di seluruh Indonesia.



124 B. Lenyapnya segala macam penjajahan dan perbudakan. C. Terusirnya segala musuh Allah, musuh agama dan musuh negara dari Indonesia. D. Hukum Islam berlaku dengan sempurnanya di seluruh negara Islam Indonesia. .6. Selama itu, Negara Islam Indonesia merupakan Negara Islam di masa perang atau Darul Islam Fi waktil harbi. 7. Maka segala hukum yang berlaku, pada masa itu, di dalam lingkungan Negara Islam Indonesia adalah hukum Islam dimasa perang. 8. Pada dewasa ini perjuangan kemerdekaan nasional yang diusahakan selama hampir empat tahun itu, kandaslah sudah. 9. Proklamasi ini disiarkan ke seluruh dunia, karena ummat Islam Bangsa Indonesia berpendapat dan berkeyakinan, bahwa kini sudahlah tiba saatnya melakukan Wajib Suci yang serupa itu, bagi menjaga keselamatan negara Islam Indonesia dan segenap rakyatnya, serta bagi memelihara kesucian agama, terutama sekali bagi: Mendhahirkan keadilan Allah di dunia. 10.Semoga Allah membenarkan Proklamasi Berdirinya Negara Islam Indonesia itu jua adanya. Bismillahi.... Allahu Akbar!



Tentara Islam Indonesia Diantara Sumber kekuatan Islam, menurut Syeikh SayyidSabiq dalam bukunya An-NashirulQuwah fil Islam, antara lain: 1. Kekuatan Aqidah 2. Kekuatan Ukhuwah dan 3. Kekuatan Asykariah.



125 Setiap mujahid yang akan memperjuangkan Islam mesti menyadari urgensinya tiga kekuatan di atas, dan tidak boleh hilang salah satu di antaranya. Pada tahun 1948, kira-kira setahun sebelum N I I diproklamasikan, sudah lebih dahulu dibentuk pasukan militer T I I (Tentara Islam Indonesia). Lahirnya T I I merupakan gabungan dari berbagai kesatuan aksi militer yang semuanya bertujuan sama, yaitu mengusir Belanda dari bumi Indonesia. Di antara faksi faksi militer yang bergabung menjadi TII antara lain: DEMUI (Dewan Mobilisasi Ummat Islam), PADI (Pahlawan Darul Islam), Pasukan Elang dan bahkan disebutsebut juga bergabungnya pasukan Jepang yang menyerah. Penting dijelaskan di sini bahwa tujuan dan program yang diemban pemerintah Negara Islam Indonesia ada dua. Pertama, menyadarkan manusia bahwa mereka adalah hamba Allah. Dan kedua, menegakkan Khilafah fil Ardhi. Lahirnya NII, sesungguhnya bukan hasil rekayasa manusia, melainkan af'alullah, yaitu perbuatan serta program langsung dari Allah St. Imam SM. Kartosuwiryo, apabila beliau menulis NII selalu diawali dengan kalimat NKA (Negara Karunia Allah). Masalah ini selalu beliau pesankan kepada seluruh mujahid Darul Islam dengan kata-kata yang mengandung makna dalam. 'Jika suatu ketika, kata beliau, Allah memberi kemenangan kepada kalian, janganlah merasa bahwa itu lantaran usaha kalian semata-mata. Tetapi yakinlah bahwa kemenangan itu merupakan karunia dari Allah §1". Salah seorang sesepuh Darul



126 Islam, bernama Ajengan Masduki, juga selalu menasehatkan kepada para anggota jama'ah mujahidin Darul Islam, antara lain dikatakan seperti yang pernah dituturkan pada penulis: "Jadilah kalian orang-orang yang shabar dan pribadi yang khalishan mukhlishan. Terhadap kebenaran perjuangan NII, hendaklah kalian meyakininya hingga ke derajat haqqul yaqin. Sesungguhnya NII ibarat kendaraan yang melaju menuju Khilafah fil ardhi. maka demi mendapatkan mardhatillah, janganlah kalian menaiki kendaraan lain agar kalian tidak tersesat. Hendaklah kalian semua yakin, bahwa ada atau tidak adanya NII, Allah pasti akan memenuhi janji Nya untuk memenangkan orang-orang beriman atas orang-orang kafir dan mewariskan kekuasaan di bumi ini kepada mereka. Maka dalam proses menyongsong kemenangan yang dijanjikan Allah itu, janganlah kalian menjadi penonton tetapi terlibat aktif dalam jihad fie sabilillah. Inilah jalan satu-satunya meraih mardhatillah". Pada saat proklamasi Negara Islam Indonesia diikrarkan, sejak saat itulah ummat Islam di seluruh Indonesia khususnya, telah memperoleh kemerdekaannya secara hakiki. Mereka telah memiliki negara dan pemerintahan yang akan melaksanakan syari'at Islam. Karena sesungguhnya Islam datang untuk memerdekakan seluruh ummat manusia, jika kaum muslimin berada di suatu negara, dimanapun di seluruh muka bumi ini baik mereka menjadi penduduk mayoritas ataukah minoritas, sementara mereka tidak bebas melaksanakan syari'at Islam dan tidak pula diperintah oleh aturan serta undang-undang Islam,



127 hakekatnya mereka belum merdeka. Tidak akan pernah ada kebebasan apalagi kemerdekaan dalam menjalankan ajaran Islam di sebuah negara yang menolak berlakunya hukum Allah berdasarkan A l Qur'an dan Hadist Shahih. Maka menjadi kewajiban setiap muslim, untuk memperjuangkan kemerdekaannya, bebas dari segala bentuk belenggu jahiliyah demi kemanusiaan, keadilan serta kebebasan melaksanakan syari'at Islam. Sebesar apapun aktivitas yang di lahirkan oleh organisasiorganisasi ataupun partai-partai Islam di negara yang bukan negara Islam. Dan betapapun barangkali menguntungkannya, segala itu tidak akan dapat menghapus kewajiban mereka untuk berjuang menegakkan Negara Islam, yang menjamin terlaksananya hukum Allah dan Rasul Nya di muka bumi ini. Dan untuk itulah ummat Islam perlu menyusun kekuatan, baik aqidah, ukhuwah dan asykariah.



Kedudukan T I I Kedudukan TII dalam Negara Islam Indonesia di-terangkan melalui MKT. No. 10, Lampiran No.5, PPT. I , yaitu: A Sebagai Tentara Allah, yang menerima serta bertanggung] awab langsung atas penunaian tugas Ilahi mutlak, tugas mendlahirkan kerajaan Allah di dunia, tugas menggalang negara karunia Allah, Negara Islam Indonesia. B. Sebagai Tentara Ideologi, tegasnya: Ideologi Islam. Oleh karenanya, maka tiap-tiap anggota tentara Islam Indonesia, dan setiap mujahid umumnya, haruslah yakin akan:



128 a. Kebesaran Islam dan keadilan hukum-hukum Allah, dan b. Wajib membela berdirinya Negara Karunia Allah, Negara Islam Indonesia. Realisasi dari pada keyakinan itu tumbuh dari pada: 1. Tekad yang suci, Tasdiq bil qalbi, tertanam dalam-dalam dan meresap akan ideologi Islam, sehingga dalam hidup dan kehidupan sehari hari tampak keyakinan yang kuat dan semangat membaja. 2. Pernyataan yang tegas dan pasti, Iqrar bil lisan, dengan kesanggupan yang sungguh dan sempurna, bagi melakukan tugas maha suci: Mendlahirkan Keadilan dan Kebesaran Islam, di permukaan bumi Allah Indonesia dan, 3. Kemajuan, Kecakapan, Kemahiran, Kepandaian dan lainlain, Qabul bil amal, untuk melaksanakan wajib suci Menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia. Dengan Peluh (keringat) dan darah, dengan jiwa dan raga. C. Sebagai Tentara Islam Wajib: L Taat dengan sepenuhnya kepada Allah, kepada Rasulullah, dan kepada Ulil Amri. 2. Patuh kepada pimpinan, atasan, dengan disiplin tentara yang teguh. 3. Mencontoh sunnah Nabi Muhammad dan sahabatsahabat beliau, serta pahlawan pahlawan Islam kemudian dari pada itu, yang telah mendapat kesempatan dan karunia Allah untuk meluhurkan dan memuliakan agama Allah, lebih dari sesuatu yang boleh dipikirkan (periksalah kembali Bai'at). LAMPIRAN Maklumat Komandemen



129 Tertinggi (MKT) N I I No.6 berisi teks BAP AT yang berbunyi: BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM Bismillahi Tawakkalna 'alallah, La haula wala quwwata lila billah.. Asyhadu an-La Ilaha Riallah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Wallahi, Demi Allah/ 1) Saya menyatakan Baiat ini kepada Allah di hadapan dan dengan persaksian Komandan Tentara/ Pimpinan Negara yang bertanggung jawab. 2) Saya menyatakan Bai'at ini sungguh-sungguh karena ikhlas dan suci hati, lillahi ta'ala semata-mata, dan tidak karena sesuatu diluar dan keluar dari pada kepentingan agama Allah, Agama Islam dan Negara Islam Indonesia. 3) Saya sanggup berkorban dengan jiwa, raga, dan nyawa saya serta apapun yang ada pada saya berdasarkan sebesar-besar taqwa dan sesempurna sempurna tawakkal 'alallah, bagi: a. Menegakkan kalimatullah lii'lai kalimatillah, dan b. Mempertahankan berdirinya negara Islam Indonesia, hingga hukum syari'at Islam seluruhnya berlaku dengan seluas-luasnya dalam kalangan Umat Islam Bangsa Indonesia di Indonesia. 4) Saya akan taat sepenuhnya pada perintah Allah, kepada perintah Rasulullah dan kepada perintah Ulil Amri saya, dan menjauhi segala larangannya, dengan tulus dan setia hati.



130 5) Saya tidak akan berkhianat kepada Allah, kepada Rasulullah dan kepada Komandan Tentara, serta pemimpin Negara, dan tidak pula membuat noda atas umat Islam Bangsa Indonesia. 6) Saya sanggup membela komandan-komandan tentara Islam Indonesia dan pemimpin-pemimpin Negara Islam Indonesia, dan pada bahaya, bencana dan khianat dari mana dan apapun juga. 7) Saya sanggup menerima hukuman dari Ulil Amri saya, sepanjang keadilan hukum Islam, bila saya ingkar dari pada bai'at yang saya nyatakan ini. 8) Semoga Allah Berkenan membenarkan pernyataan bai'at saya ini serta berkenan pula Ia melimpahkan tolong dan kurnia Nya atas saya sehingga saya dipandaikan Nya melakukan tugas suci, ialah hak dan kewajiban tiap tiap mujahid, menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia! Amin. 9) Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. 4. Menjadi contoh dan pelopor ummat Islam dan mujahidin seluruhnya dalam mempersembahkan darma bhakti suci dalam melakukan perang (totaliter) dan menggelorakan revolusi Islam hingga hukum Allah berlaku, dengan sempurnanya di tengah ummat dan masyarakat Islam. 5. Menjadi pembela Agama terutama Agama Islam, dalarn arti kata yang luas dan sempurna. D. Sebagai Tentara Rakyat harus pandai, cakap dan cukup menjadi:



131 1 . Penghela Rakyat kearah Mardhatilallah yang sejati. 2. Pembela Rakyat, terutama fakir miskin yang tertindas oleh kekuasaan jahiliyah (seperti: RI = RIK) dan Mujahidin umumnya. 3. Hamba Allah (Muslim, Mujahid, Muwahhid) yang berakhlaq, berbudi pekerti dan berbuat demikian rupa sehingga patut menerima dan mendapatkan kepercayaan penghargaan dan kecintaan Rakyat. 27



E. Hendaklah diperhatikan pula dengan sungguh sungguh: 1. Disiplin tentara harus dan wajib diperbuat. 2. Tata tertib Tentara dan ketentaraan harus selalu diingati dan dipergunakan sebaik-baiknya, terutama di dalam peperangan. 3. Latihan ketentaraan hendaknya dilakukan menurut keadaan dan kesempatan walaupun masih di medan gerilya. PPT. II Tentara Islam Indonesia: A. Bukanlah Tentara buruh, Tentara belian, dan Tentara penjajah, yang berlaku sebagai "alat mati" yang diperintah dan digerakkan oleh tuannya, komandannya yang memberi makan dan pakaian kepadanya. Bukanlah tentara yang kosong dari ideologi, sepi dari keyakinan dan jauh dari keagamaan dan ketuhanan (Islam) serta tiada berjiwa hidup.



T



Pada waktu itu, T I I menyebut Republik Indonesia dengan Republik Indonesia Komunis.



132 B. Bukanlah Tentara yang kosong dari Idiologi, sepi daripada keyakinan dan jauh daripada keagamaan dan ketahanan (Islam), serta tiada berjiwa hidup. C. Bukanlah TentaraJahiliyah, seperti Tentara R.I. (T.N.I.), yang tidak mengenal hukum-hukum keadilan, kebenaran dan kemanusiaan; bahkan jika mereka satu-satu kali tahu, maka mereka selalu sengaja melanggar dan menginjak-injaknya. D. Dan bukanlah pula Tentara alat dan kekuasaan negara yang dzalim dan angkara murka (imprialisme, facisme dll) PPT. III SAPTA SUBAYA Di samping bai'at yang telah dinyatakan oleh tiap-tiap Tentara Islam Indonesia, maka di waktu yang tertentu, menurut lapang dan keadaan, hendaklah dinyatakan bersama atau masing-masing oleh anggota Tentara Islam Indonesia, janji-janji tentara, sebagaimana yang tercantum dalam Sapta Subaya ini.



TEKS SAPTA SUBAYA 1. Seorang Tentara Islam Indonesia harus berdisiplin. 2. Seorang Tentara Islam Indonesia harus berani. 3. Seorang Tentara Islam Indonesia harus membela pemimpin Negara dan Komandan Tentara, sebagai tulang punggung negara 4. Seorang Tentara Islam Indonesia harus jujur dan hemat. 5. Seorang Tentara Islam Indonesia harus bijaksana. 6. Seorang Tentara Islam Indonesia harus mencintai dan membela sesama mujahid. 7. Seorang Tentara Islam Indonesia pantang menyerah.



133 PPT. IV Kedudukan Polisi Islam Indonesia dan Baris A. Kedudukan Polisi Islam Indonesia menghampiri (mendekati) kedudukan Tentara Islam Indonesia. Oleh sebab itu, maka Polisi menjadi pembantu tentara yang pertama dan terutama. Istimewa dalam soal-soal dan kemiliteran. B. Adapun Baris (Baris Rakyat Islam) hendaknya betul-betul merupakan barisan rakyat, pembela rakyat, dan tentara rakyat. PPT. V Kedudukan Rois dan Baris A. Golongan Rois dan Baris tidak masuk Angkatan Perang Negara Islam Indonesia, melainkan menjadi pembantu yang aktif didalam menunaikan tugas suci, menggalang negara karunia Allah, Negara Islam Indonesia. B. Kepada Plm. K.W./DIV,Kmd.K.D./Res, Kmd. K.K/Bat., dibolehkan mengeluarkan peraturan-peraturan tersendiri bagi keperluan golongan Rois dan Baris sesuai dengan isi dan maksud yang terkandung dalam M.K.T. No.9 dan 10. Pantangan Tentara Islam Indonesia. Dengan turunnya Karunia Allah jangan sekali-kali menjadi sebab dan tempat berjangkitnya penyakit-penyakit diri dan penyakit-penyakit masyarakat seperti: 1. Kemegahan, kecongkakan, kesombongan, gila pangkat dll. yang menuju kerendahan budi dan akhlaq seorang manusia, terutama seorang mujahid.



E R J U A N G A N MENUJU N E G A R A ISLAM



134 2. Perbuatan-perbuatan yang hina dan mencemarkan agama (Islam), menodai rakyat, menurunkan nilai harga dan kehormatan negara (Islam Indonesia), misalnya: mempergunakan kekuatan dan kekuasaan untuk kepentingan diri dan hawa nafsu belaka. 3. Dan lain-lain penyakit diri dan masyarakat.



BAB III



S t r u k t u r r=m