Jurnal Apra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pemberontakan APRA



R



atu Adil adalah mitologi yang sakral di dalam masyarakat Indonesia. Ratu Adil berasal dari ramalan Jayabaya, yaitu pemimpin yang akan memerintah rakyat dengan adil dan bijaksana, sehingga keadaan akan aman dan rakyat makmur sejahtera. Namun, bagaimana jika mitologi tersebut justru dijadikan sebagai salah satu propaganda politik, seperti yang dilakukan oleh Westerling beserta Angkatan Perang Ratu Adil nya (APRA). Dengan menggunakan embel-embel Ratu Adil, Westerling mencoba mencari simpati rakyat untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Republik Indonesia.



Pierre Westerling, yang mulai menyusun kekuatan dengan menarik anggota KNIL yang didemobilisasikan. Raymond Westerling pemimpin APRA



Latar Belakang Pemberontakan APRA Di antara anggota pasukan Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) banyak yang tidak puas terhadap hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB). Ringkasnya mereka tidak suka dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang pada waktu itu bernama RIS. Apalagi KNIL harus bergabung ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI). Bagi TNI sebagai pejuang kemerdekaan yang setia tentu saja agak sulit menerima kehadiran KNIL, begitupula bagi KNIL sulit bergabung dengan TNI sebab mereka pernah berhadapan satu sama lain dalam pertempuran pada masa Perang Kemerdekaan. Kecemburuan KNIL terhadap TNI semakin menjadi setelah diputuskan bahwa pimpinan APRIS harus berasal dari TNI. Hal ini diperparah dengan sambutan rakyat yang lebih simpatik terhadap keberadaan TNI.



Westerling dikenal sebagai seorang militer yang berpengalaman dan kejam. Perjalanan hidupnya di Indonesia diwarnai dengan genangan darah.



Pada titik inilah, kaum reaksioner yang subversif memanfaatkan situasi untuk terus menyebar hasutan guna merongrong pemerintah Indonesia.



Di Jawa Barat, Westerling terus berusaha melebarkan sayap. Kekejamannya itu mendapat penghargaan dari pihak yang berjuang di pihak Belanda.



Pada pertengahan November 1949, muncul seorang tokoh militer Belanda, Raymond



Akan tetapi Pemerintah Belanda, akhirnya memecat Westerling dari dinas ketentaraan. Namun, hal ini ternyata lebih



Pada awalnya, ia ditugaskan sebagai Kapten Tentara Kerajaan Belanda untuk melumpuhkan semangat juang rakyat di Sulawesi Sealatan. Selesai bertugas di Sulawesi, ia ditarik ke Jawa Barat sebagai pimpinan atas 1.500 orang Speciale Troepen. Westerling kembali melakukan pembantaian terhadap penduduk di Cibarusah, Cikalong, Tasikmalaya, dan Cirebon.



memberikan keleluasaan kepadanya. Ia bisa lebih dekat dan semakin aktif melakukan kegiatan bersama unsur-unsur penentang Republik Indonesia. Bebas dari tugas militer, Westerling justru membentuk gerakan dengan nama Ratu Adil. Dengan nama ini gerakan Westerling semakin mendapat simpati rakyat. Dalam waktu yang realtif singkat, ia telah berhasil mengumpulkan modal dan pengikut sebanyak 8.000 orang termasuk para bekas pasukan Belanda. Tujuan APRA dan kaum kolonialis yang ada di belakangnya adalah mempertahankan bentuk federal di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara tersendiri pada setiap negara-negara bagian RIS. Tujuan ini bertolak belakang dengan hasil Konferensi Antar-Indonesia di Yogyakarta yang telah menyetujui bahwa APRIS adalah Angkatan Perang Nasional. Dimulainya Serangan APRA Tidak lama setelah APRA dibentuk, Westerling mengajukan ultimatum kepada Pemerintah RIS agar kekuasaan militer daerah Pasundan diserahkan sepenuhnya kepada APRA. Ia menilai TNI kurang mampu menjalankan tugas itu dan meminta agar APRA dijadikan pasukan resmi. Pemerintah RIS menganggap ultimatum itu sebagai sebuah kekonyolan. Oleh karena itu, Westerling mulai berusaha merebut kekuasaan dengan kekerasan. Target utama dari kebengisan Westerling adalah Jakarta dan Bandung. Setelah menyusun rencana, APRA mulai bergerak di sekitar Cililin, di bawah pimpinan dua orang Inspektur Polisi Belanda, van Beeklen dan van der Meula. Gerakan APRA yang terdiri dari sekitar 800 orang di antaranya 300 anggota KNIL bersenjata lengkap menyerang kota Bandung pada pagi hari tanggal 23 Januari 1950. Walaupun satu hari sebelum serangan pimpinan Divisi Siliwangi telah mensinyalir adanya suatu gerakan dari sekelompok orang



bersenjata yang bergerak dari Cimahi menuju kota Bandung, tetap saja Westerling berhasil memasuki kota itu. Keesokan harinya APRA telah memasuki kota Bandung dan secara ganas membunuh setiap anggota TNI yang dijumpai. Pasukan APRA di Bandung



Gerombolan APRA berhasil menduduki Markas Staf Divisi Siliwangi, pertempuran tidak berimbang pun terjadi antara 150 orang APRA melawan 180 orang anggota TNI. Pertempuran itu menyebabkan 15 orang, termasuk Lenan Kolonel Lemboh gugur, sedangkan hanya 3 orang yang berhasil melarikan diri. Secara keseluruhan gerakan APRA di kota Bandung menyebabkan 79 anggota APRIS gugur dan banyak penduduk sipil menjadi korban pembantaian. Reaksi Pemerintah Menumpas APRA



Indonesia



untuk



Pemerintah RIS segera bereaksi dengan mengirimkan bala bantuan ke Bandung untuk menghentikan APRA. Di Jakarta juga segera diadakan perundingan antara Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri RIS dengan Komisaris Tinggi Belanda. Hasilnya, Mayor Jenderal Engels, Komandan Tentara Belanda di Bandung mendesak Westerling untuk pergi dari kota itu. Setelah terdesak, gerombolan APRA pergi meninggalkan Bandung. Setelah meninggalkan Bandung, gerombolan APRA menyebar ke berbagai wilayah dan terus dikejar oleh Apris. Dengan bantuan rakyat,, gerombolan APRA yang telah berceceran berhasil dilumpuhkan oleh TNI.



Penyerangan APRA di Jakarta dibantu Sultan Hamid II Selain ke Bandung, gerakan APRA juga diarahkan ke Jakarta. Di daerah ini, Westerling mengadakan kerjasama dengan Sultan Hamid II yang menjadi menteri negara tanpa portofolia di dalam kabinet RIS. Untuk mewujudkan ambisinya, Westerling dan Sultan Hamid II menyusun rencana akan menyerang gedung tempat Kabinet RIS bersidang. Semua Menteri RIS akan diculik Menteri Pertahanan (Sultan Hamengku Buwono IX), Sekjen Kementrian Pertahanan (Ali Budiarjo) dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang (Kol. T. B. Simatupang) akan dibunuh. Supaya publik tertipu, Sultan Hamid II juga akan ditembak di tangan atau kakinya agar orang mengira bahwa ia juga termasuk yang akan dibunuh Westerling. Sultan Hamid II dijanjikan oleh Westerling akan dijadikan Menteri Pertahanan jika rencana itu sukses. Akan tetapi berkat kesigapan APRIS, usaha APRA di Jakarta juga menemui kegagalan. Meskipun demikian Westerling dengan gerombolannya masih terus mencoba untuk mencapai tujuannya. Tetapi usahanya tetap berujung pada kegagalan. Sementara itu, Westerling yang melihat indikasi kegagalan rencananya, memilih melarikan diri dengan pesawat Catalina Angkatan Laut Belanda ke Singapura pada 22 Februari 1950. Di Singapura, Westerling justru ditahan polisi setempat dengan tuduhan telah memasuki wilayah itu tanpa izin. Westerling menjalani hukuman selama satu bulan di Singapura. Pemerintah Indonesia berusaha menuntut agar buronannya tersebut diserahkan kepada Indonesia. Namun, tuntutan itu ditolak mentah-mentah oleh pihak Inggris, dengan alasan bahwa RIS tidak punya perjanjian dengan Inggris tentang hal itu. Sementara itu Sultan Hamid II yang ikut serta dalam rencana makar tersebut baru tertangkap pada 5 April 1960.



Presiden Soekarno di depan Singan DPR RIS menyampaiakan pidato yang menegaskan sikap pemerintah untuk menumpas pemberontakan Westerling. Selanjutnya, ia mengingatkan pula agar rakyat, khususnya umat Islam agar tidak terpancing dan masuk gerakan pemberontak