Jurnal Kesehatan Lingkungan PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI KAWASAN INDUSTRI DI KELURAHAN MADIDIR UNET KECAMATAN MADIDIR KOTA BITUNG SULAWESI UTARA 1



Nurul Hidayah Eka Setiawaty, 2Rama P. Hiola, 3Ekawaty Prasetya1



1



Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo, Nurul Hidayah Eka Setiawaty [email protected] 2 Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan,Universitas Negeri Gorontalo, Rama P. Hiola [email protected] 3 Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan,Universitas Negeri Gorontalo, Ekawaty Prasetya [email protected]



ABSTRAK Bitung merupakan Kota industri dari Provinsi Sulawesi Utara, seperti yang kita ketahui industri merupakan salah satu sumber pencemaran udara, berdasarkan data dari BLH kadar NO2 di Kota Bitung dalam kategori sedang, pencemaran NO2 dapat berdampak di saluran pernapasan, data dari Puskesmas Paceda Menunjukan tingginya Kejadian ISPA dari tahun-ketahun. Rumusan masalah yaitu Apa faktor risiko kejadian ISPA di kawasan industri Kelurahan Madidir unet. Penelitianini bertujuan untuk mengetahui faktor resiko kejadian ISPA. Dengan mengetahui hubungan Faktor Resiko Seperti Kebiasaan Merokok, kepadatan Hunian,Jenis Bahan Bakar dan Konsentrasi Kadar NO2.Penelitian ini adalah Survei Analitik dengan metode penelitian Cross sectional. Objek pada penelitian ini yaitu udara ambien NO2 di 2 Titik lokasi dan 200 responden masyarakat yang tinggal di Kelurahan Madidir unet. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis Griess Satzman untuk pengukuran NO2 sedangkan untuk Hubungannya dengan ISPA menggunakan uji Chi Square.Variabel yang berhubungan signifikan dengan kejadian ISPA berdasarkan hasil analisis Chi Square adalah kebiasaan merokok(p value = 0,042), kepadatan hunian (p value = 0,006), Jenis bahan BakarMemasak(p value = 0.002) Dimana p value 3.841 (x2 hitung >x2tabel), maka dengan demikian H0 ditolak sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di kawasan industri Kelurahan Madidir unet. 3. Hubungan jenis bahan bakar dengan kejadian penyakit ISPA Tabel 3. Distribusi Hubungan Jenis Bahan Bakar yang digunakan untuk Memasak dengan Kejadian ISPA di Kelurahan Madidir Unet Kec. Madidir Kota Bitung Kejadian ISPA Jenis Bahan ISPA Tidak ISPA Bakar yang Total X2 P value dugunakan n % n % n % Kayu Bakar 13 12.1 1 1.1 14 7.0 0.002 9.373 Gas/ minyak 94 87.9 92 98.9 186 93.0 tanah Jumlah 107 100.0 93 100.0 200 200.0 Sumber : Data Primer 2014 Dari hasil analisis Chi Square diperoleh nilai pvalue 0.002 < 0,05 atau 9.373 > 3.841 (x2 hitung >x2tabel),maka dengan demikian H0 ditolak sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara Jenis Bahan Bakar Memasak dengan kejadian Penyakit ISPA di Kelurahan Madidir unet 4. Hubungan kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA Tabel 4.Distribusi Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA di Kelurahan Madidir Unet Kec. Madidir Kota Bitung Kepadatan Kejadian ISPA Hunian Total X2 P value ISPA Tidak ISPA n % n % n % TMS 70 65.4 43 34.6 107 100.0 0.006 MS 37 34.6 50 53.8 93 100.0 7.450 Jumlah 107 100.0 87 43.5 200 200.0 Sumber : Data Primer 2014 *MS : Memenuhi Syarat *TMS : Tidak Memenuhi Syarat Dari hasil analisis Chi Square diperoleh nilai p value 0.006< 0,05 atau 7.450> 3.841 (x2 hitung >x2tabel),maka dengan demikian H0 ditolak sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA di Kelurahan Madidir unet Pembahasan 1. Hubungan Kadar NO2 dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan akut Secara garis besar konsentrasi kadar NO2 setelah dilakukan pengukuran di 2



lokasi diperoleh hasil di titik 1 yaitu 60 μg/Nm3 dan titik 2 yaitu 67 μg/Nm3 bila dibandingkan dengan PP. No. 41 Tahun 1999 tentang pengendalian udara dimana nilai baku mutu NO2 400 μg/Nm3 dari masing-masing titik belum melewati



ambang batas, rendahnya kadar NO2 dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi kadar NO2 seperti Suhu, Kelembaban, dan kecepatan angin. Pada saat sampling udara NOcuaca dalam keadaan mendung sehingga Suhu, kelembaban, dan kecepatan angin dapat mempengaruhi konsentrasi NO2. Hal ini sejalan dengan penelitian Subaid (2002), dimana suhu udara yang tinggi dapat menyebabkan naiknya massa udara, yang menyebabkan ikut naiknya gas-gas yang dipermukaan sehingga konsentrasi gas yang ada di permukaan berkurang. Dengan demikian semakin tinggi suhu udara maka dapat menyebabkan konsentrasi gas–gas di permukaan berkurang. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kadar NO2 dikawasan industri setelah dibandingkan dengan PP No. 41 tahun 1999 dimana kadar NO2 belum melewati ambang batas yang ditentukan sehingga kadar NO2 tidak ada hubungan dengan kejadian ISPA di kawasan industri kelurahan Madidir unet. NO2 memang bukan penyebab utama terjadinya ISPA.Namun berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, diketahui bahwa NO2 dapat mengiritasi saluran pernapasan dan menurunkan fungsi paruparu.Hal inilah yang dapat meningkatkan resiko seseorang untuk menderita ISPA. Hasil penelitian di Hongkong juga menyebutkan bahwa NO2 merupakan polutan yang paling beresiko untuk meningkatkan jumlah kasus penyakit saluran pernapasan bagian atas ( Wong, et.al. dalam Eka satriani sakti, 2012). 2. Hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA Dari hasil analisis Chi Square diperoleh nilai pvalue 0.042 < 0,05, maka



dengan demikian H0 ditolak sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Kelurahan Madidir unet. Hasil wawancara dengan responden sebagian besar responden laki-laki adalah perokok aktif, dan memiliki kebiasaan merokok di dalam ruangan sehingga penghuni lain yang tinggal bersama menjadi prokok pasif memiliki resiko terkena ISPA dari asap rokok yang dihirup oleh perokok pasif. Hasil Penelitian ini sesuai dengan penelitian Nurhidayah dalam Gesti (2013) yang menyatakan bahwa perilaku merokok dapat menyebabkan Infeksi Saluran Pernapasan Akut bertambah , karena merokok dapat menghasilkan asap rokok yang dapat membuat sillia dalam sistem pernapasan rusak sedikit demi sedikit, karena dalam 1 batang rokok yang dinyalakan akan menghasilkan asap sampingan selama sekitar 10 menit, sedangkan asap utamanya akan dikeluarkan pada waktu rokok itu dihisap dan biasanya hanya kurang dari 1 menit 3. Hubungan jenis bahan bakar memasak dengan kejadian ISPA Dari hasil analisis Chi Square diperoleh nilai pvalue 0.002 < 0,05,maka dengan demikian H0 ditolak sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara jenis bahan bakar memasak dengan kejadian penyakit ISPA di Kelurahan Madidir unet. dari 200 responden yang menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak ada 14 responden meski sebagian besar telah menggunakan gas sebagai bahan bakar memasak, responden yang menggunakan kayu bakar untuk memasak dikarenakan kemampuan ekonomi keluarga yang rendah, keluarga kurang mampu membeli bahan bakar dari gas yang harganya relatif tinggi sehingga



lebih banyak memanfaatkan kayu sebagai bahan bakar memasak karena harga yang bisa dijangkau oleh keluarga yang kurang mampu. Penggunaan bahan bakar dari kayu akan mengeluarkan asap, Asap ini dapat menjadi media bagi bakteri dan virus jika terhirup penghuni rumah, selain itu asap dapat mengganggu saluran pernapasan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salmiati dalam Ribka layuk (2013) yang menunjukan bahwa ada hubungan antara penggunaan bahan bakar dengan kejadian ISPA.Pertikel-partikel dari hasil pembakaran kayu bakar tersebut bila masuk kedalam tubuh akan menyebabkan sel epitel dan silianya mudah rusak sehingga benda yang masuk kedalam saluran pernapasan tidak dapat dikeluarkan. Dengan demikian, saluran pernapasan akan mengerut yang disebabkan oleh syaraf-syaraf yang terdapat dalam saluran pernapasan terganggu. Respon yang diberikan tubuh bila mengalami keadaan tersebut adalah mengeluarkan sekret atau benda asing secara aktif melalui batuk (Kassamsi dal Ribka Layuk, 2013). 4. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian Penyakit ISPA Dari hasil analisis Chi Square diperoleh nilai p value 0.006< 0,05,maka dengan demikian H0 ditolak sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA di Kelurahan Madidir unet. hasil observasi di kelurahan Madidir unet, masalah kepadatan hunian di kawasan industri kelurahan madidir unet disebabkan karena sebagian besar masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut menempati kost-kostan yang luas rumah dengan jumlah/orang yang melebihi batas ketentuan yang telah ditetapkan. Selain itu



penyebab terjadinya kepadatan hunian diakibatkan oleh jumlah anak yang terlalu banyak yang tidak sesuai dengan ekonomi keluarga.Tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah keluarga yang menempati rumah.Kepadatan hunian ini memungkinkan bakteri maupun virus dapat menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu kepenghuni rumah yang lainnya. Menurut beberapa penelitian yang dilakukan terdapat hubungan kepadatan hunian dengan kejadian ISPA hal ini sejalan dengan penelitian Siska Djafar (2013) tentang Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Sosial Ekonomi Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita. Kepadatan hunian dapat menyebabkan kondisi ruangan pengap dan kesulitan bernapas anggota keluarga karena udara segar dalam ruangan untuk kebutuhan bernapas tidak mencukupi. Akibat udara yang pengap, suhu didalam ruangan menjadi meningkat dan terasa lebih panas dan lembab uap air yang dihasilkan dari metabolisme tubuh. Kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dapat mengakibatkan terganggunya aktifitas manusia, terjadinya polusi udara karena aktifitas manusia dan bangunan rumah, ketidakteraturan dalam ruangan membuka kesempatan serangga dan tikus bersarang, tidak terpeliharanya sanitasi perumahan, memudahkan terjadinya penularan penyakit serta mengganggu kenyamanan tinggal dirumah ( Sinaga, dalam Halim Fitria, 2012). 4. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta membuktikan bahwa antara



kedua variabel yang diteilti maka dapat disimpulkan yaitu ada hubungan antara kejadian ISPA dengan kebiasaan merokok(p value = 0,042), kepadatan hunian (p value = 0,042), Jenis bahan Bakar Memasak(p value = 0.002) Dimana p ≤ value 0.05. Sedangkan untuk hasil Konsentrasi Kadar NO2 di 2 titik Sampling masing-masing belum melewati Ambang batas sehingga NO2 belum mengganggu kesehatan dan tidak ada hubungan dengan kejadian penyakit ISPA. Saran Diharapkan pemerintah lebih memperhatikan dan mengambil tindakan terhadap limbah yang di hasilkan dari industri-industri besar yang berada di kota bitung agar dapat mengurangi dan mencegah pencemaran lingkungan yang berada di kota bitung, dan Diharapkan agar masyrakat di sekitar kawasan industri agar lebih memperhatikan sanitasi rumah dan lingkungan tempat tinggal. 5. DAFTAR PUSTAKA Arya, Wardhana. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Andi. Halim, fitria . 2012. Hubungan Faktor Lingkkungan Fisik dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Pekerja Di industri Mebel Dukuh Tukrejo, Desa Bondo Kecamatan Bangsari, Kabupaten Jepara. Provinsi Jawa Tengah.Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.



(http://www.lib.ui.ac.id/file?file=digi tal/20318892-S-PDFFitria%20Halim.pdf diakses 10 februari 2014) Layuk, Ribka.2013. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura. Jurnal. FKM UNHAS Mukono. H.J. 2003. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Surabaya : Airlangga University Press. 2003. Nurhidayati,Istiana. 2009. Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puseksmas Karangnongko Kabupaten Klaten 2009. Jurnal. FKUB. (http://.www.jurnal.stikesmukla.ac.i d/index.php/motorik/article/downloa d/45/41. diakses 11 Februari 2014) Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. 1999. (http.//.www.bpkp.go.id/uu/filedownl oad/4/67/1265.bpkp. Diakses 5 Febrauri 2014) Sakti, E. 2012. Tinjauan tentang Kualitas Udara Ambient (NO2, SO2, Total Suspended Particulate) terhadap Kejadian ISPA.Skripsi. FKM UI. Tulus, A. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan Fisik yang Berhubungan denganKejadian Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kawungan Kabupaten Cilacap. Skripsi. UNDIP