Jurnal Literasi Anak Usia Dini [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Lisbet simanjuntak







PERAN GURU DAN ORANGTUA DALAM PENGEMBANGAN LITERASI DIGITAL ANAK USIA DINI Oleh: Lisbet Simanjuntak [email protected] [email protected]



Abstrak Tujuan pengkajian ini adalah untuk melihat peran orangtua dan guru dalam pengembangan literasi anak usia dini dan mengeksplorasi kegiatan yang dilakukan orangtua bersama anak di rumah , dan guru bersama anak disekolah. Pengkajian ini menggunakan metode deskriptif kuantitaf dengan observasi, wawancara. pengisian instrumen, dan studi dokumentasi, yang dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2020 di Kabupaten Langkat, Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Toba. Temuan penting pengkajian ini 1) Peran orang tua dalam mengembangkan kegiatan literasi dini dilakukan untuk menambah kemampuan bahasa dan kosakata anak dengan meminta anak untuk bernyanyi, kemudian membacakan dongeng sebelum anak tidur dan membacakan nama jalan. dan membicarakan berbagai topik diantaranya tentang aktivitas disekolah, pertemuan di sekolah, nilai anak di sekolah dan masalah yang dihadapi anak. 2) Kegiatan pengembangan literasi dini anak yang dilakukan orangtua di rumah juga didukung dengan penyediaan alat dan bahan/APE yang tersedia di rumah 3) Guru sangat berpengaruh dalam lingkungan sekolah anak, dan orangtua berpengaruh dalam kehidupan maupun kebiasan anak di rumah, kehidupan anak di rumah haruslah mendukung pembelajaran anak disekolah, dan apa yang sudah diajarkan disekolah tentunya harus berguna pada kehidupan anak di rumah .



Abstract The purpose of this study is to look at the role of parents and teachers in the development of early childhood literacy, and explore activities carried out by parents with children at home, and teachers with children at school. This study uses a quantitative descriptive method with observation, interviews and instrument filling, and documentation studies, conducted from February to March 2020 in Langkat, Simalungun and Toba districts. Important findings of this study 1) The role of parents in developing early literacy activities is done to increase children's language and vocabulary skills by asking children to sing, then reciting fairy tales before the child sleeps and reading street names. and discuss various topics including activities at school, meetings at school, children's grades at school and problems faced by children. 2) Early childhood literacy development activities carried out by parents at home are also supported by the provision of tools and materials / APE available at home 3) Teachers are very influential in the child's school environment, and parents are influential in the lives and habits of children at home, the lives of children at home must support children's learning at school, and what has been taught at school must certainly be useful in children's lives at home



Kata kunci : peranan orang tua dan guru, literasi anak usia dini (Keywords: the role of parents and teachers, early childhood literacy



1



A. PENDAHULUAN Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Sejalan dengan itu pada pasal 28 menyebutkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, dan dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal dan informal. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Froebel (dalam Martini Jamaris 2006: 2) menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah pembinaan secara sadar yang dilakukan orang dewasa kepada anak usia 0-8 tahun sebagai dasar atau fondasi terpenting bagi perkembangan anak selanjutnya. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan anak usia dini diberikan sejak anak dilahirkan. Dengan demikian keluargalah yang sangat berperan dalam pendidikan anak usia dini. Hal ini juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini yang menyatakan bahwa pencapaian pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal membutuhkan peran orang tua dan orang dewasa serta akses layanan PAUD yang bermutu. Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk mempersiapkan anak memasuki pendidikan lebih lanjut, pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan di Sekolah Dasar. Di Sekolah Dasar, anak diharap sudah mampu membaca dan menulis karena pembelajaran yang diberikan sudah menggunakan kata-kata yang cukup panjang. Dengan demikian persiapan kemampuan membaca dan menulis sudah sangat diperhatikan oleh para pelaku pendidikan anak usia dini sebelum anak masuk ke bangku sekolah dasar agar anak tidak kesulitan mengikuti pembelajaran. Pencapaian perkembangan bahasa anak usia Taman Kanak-kanak adalah anak mampu memahami bahasa reseptif, ekspresif, dan keaksaraan. Kemampuan reseptif meliputi kemampuan memahami cerita, perintah, aturan, menyenangi, dan menghargai bacaan. Kemampuan ekspresif meliputi kemampuan bertanya, menjawab pertanyaan,



2



berkomunikasi secara lisan, menceritakan kembali yang diketahui, belajar bahasa pragmatik, mengekspresikan perasaan, ide, dan keinginan dalam bentuk coretan. Kemampuan keaksaraan meliputi kemampuan memahami bentuk dan bunyi huruf, mniru bentuk huruf, dan memahami kata dalam cerita (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014). Dalam praktiknya, Taman Kanak-kanak lebih banyak menstimulasi perkembangan bahasa keaksaraan anak. Hal ini adalah salah satu langkah untuk mempersiapkan anak sebelum memasuki bangku sekolah dasar. Membaca menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 35) adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis; mengeja atau melafalkan apa yang tertulis; mengucapkan; mengetahui; meramalkan; memperhitungkan; atau memahami. Menulis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 576) adalah membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya); melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan; menggambar; melukis; dan membatik. Dengan kata lain membaca dan menulis bukanhanya sebatas melafalkan tulisan saja dan membuat huruf atau angka saja tetapi memahami simbol dan mampu mengungkapkan pemikiran melalui simbol. Kemampuan ini harus dipupuk atau distimulasi sejak dini agar dapat berkembang dengan baik. Berdasarkan pendapat Kuder dan Hasit (dalam Anisa Rohmati Farihatin, 2013: 1) yang menyatakan bahwa salah satu kebutuhan yang sangat penting untuk dimiliki setiap orang dan merupakan kemampuan awal untuk proses belajar anak selanjutnya serta memiliki peranan penting dalam kehidupan seorang anak terutama untuk kesuksesan akademisnya adalah kemampuan literasi. Literasi diartikan sebagai proses membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, melihat dan berpendapat Kuder & Hasit dalam Ainin Amariana, 2012: 8). Literasi secara umum juga didefinisikan sebagai kemampuan membaca dan menulis serta menggunakan bahasa lisan. National Institutes of Children and Human Development (dalam Galuh Amithya Pradipta, 2011: 2) menerangkan bahwa literasi dini adalah kemampuan membaca dan menulis sebelum anak benar-benar mampu membaca dan menulis. Perkembangan literasi pada anak prasekolah berada pada tahap literasi dasar. Kemampuan literasi bukanlah kemampuan yang dimiliki anak seiring dengan pertambahan usia tetapi kemampuan yang dimiliki karena adanya pembiasaan atau stimulasi. Multnomah Public Library dan NICHD (National Institute of Child Health and Human Development) menerangkan bahwa ada enam keterampilan yang harus dimiliki anak untuk mencapai perkembangan kemampuan literasi dini yang baik. Keenam keterampilan tersebut adalah vocabulary (kosa kata), print motivation (tertarik terhadap simbol/tulisan cetak), print awareness (mengenali dan



kesadaran akan tulisan), narrative skills (kemampuan bercerita), letter knowledge (keterampilan mengenal huruf), dan phonological awareness (kesadaran terhadap berbagai bunyi). Pengalaman masa kecil mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan berikutnya, apa yang dilihat oleh anak adalah sebuah pelajaran. Hal tersebut apabila tanpa bimbingan yang terarah dan terpadu dari orang tua dan keluarga, perkembangan anak akan mengarah pada sisi negatif. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh anak pada usia tersebut pastilah tidak luput dari peran media informasi dan teknologi yang ada pada saat bersamaan dengan perkembangan anak. Hal ini sesuai dengan laporan dari Preventing Reading Difficulties in Young Children, menekankan bahwa pengaruh dari orang dewasa baik secara kualitas atau kuantitas dalam pengalaman literasi awal pada anak (Felicity Martini&Monique Senechal,2012). Dalam hal ini orang tua dan guru adalah orang dalam posisi terbaik dalam mendukung literasi dini sebab orang tua paling tau kondisi psikologis anak, orang tua adalah sebagai fondasi untuk anak-anak dalam hal belajar membaca. Data statistik, Indonesia adalah negara pengguna internet dan media sosial terbesar di Asia Tenggara (survei Data Global Web Index) rata-rata penduduk Indonesia menghabiskan waktu mengakses informasi selama 5,5 jam per hari dan 2,5 jam untuk mengakses smartphone. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia pada bulan Februari tahun 2014 merilis hasil penelitian bersama dengan UNICEF, Berkman Center for Internet and Society, Harvard University, untuk melakukan survei pada Indonesia dengan kepemilikan telepon selular mencapai 84 persen dari total penduduk. Hasilnya adalah penggunaan media sosial dan digital menjadi bagian yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari anak muda Indonesia. Studi ini menemukan bahwa 98 persen dari anak-anak dan remaja yang disurvei tahu tentang internet dan 79,5 persen diantaranya adalah pengguna internet. Peran guru dan orangtua sangat diharapkan dalam situasi yang demikian, sinergitas antara orang tua dan anak akan menghasilkan Literasi yang optimal untuk anak-anak dalam masa perkembangannya. Literasi Dini atau Early Literate merupakan fondasi yang kuat dan tepat dalam menyikapi berbagai masalah yang telah dipaparkan dan langkah awal lifelong learning dalam era Informasi saat ini, dan harus menjadi salah satu concern guna memberikan kontribusi optimal di dalam proses pendidikan sebab lifelong learning telah menjadi bagian integral dari sistem pendidikan di sejumlah negara maju. Sehingga, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa konsep lifelong learning telah menjadi embrio lahirnya budaya belajar (termasuk budaya baca) yang kuat di dalam



kehidupan masyarakatnya dan terwujudnya generasi yang lebih Literasi Untuk mendapatkan informasi yang tepat terkait dengan peran orang tua dan guru dalam pengembangan literasi anak usia dini maka penulis melakukana kegiatan pengkajian agar dapat menjadi bahan rujukan dalam penyusunan program dalam mengatasi permasalahan di lapangan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus masalah yang akan dikaji dalam pengkajian ini adalah sebagai berikut: bagaimana peran orang tua dan guru dalam pengembangan literasi anak usia dini ? Tujuan dan Kontribusi Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka tujuan dari maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peran orang tua dan guru dalam pengembangan literasi anak usia dini Pengkajian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi kepentingan teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan memperkaya kajian media baru (new media) khususnya mengenai kajian pengembangan literasi anak usia dini untuk kalangan akademisi. Manfaat praktis penelitian ini dapat memberi masukan bagi semua pihak yang melaksanakan program pembelajaran pendidikan anak usia dini dalam pengembangan literasinya. TINJAUAN PUSTAKA Literasi Digital Menurut UNESCO, literasi adalah kekuatan untuk pengenalan, mengartikan, menginterpretasikan, memproduksi, berkomunikasi, menjumlah dan memakai materi tulisan maupun cetak yang berhubungan dengan bermacam-macam situasi. Literasi menggandeng beberapa penetaran yang bias menjadikan mereka untuk menggapai tujuannya, untuk memperbanyak pemahaman dan kekuatan mereka, dan untuk berperan aktif secara utuh dalam kelompok mereka dan masyarakat secara komprehensif. Derasnya arus informasi berbasis digital menuntut peserta didik untuk lebih cermat memahami informasi yang berkualitas. Merujuk pada pendapat (O’Brein & Scharber, 2008) bahwa literasi digital dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran yang aktual. Penggunaan media digital ini tidak hanya memudahkan, tetapi juga memberikan gambaran lain yang autentik tentang media digital. Adapun manfaat lain, yaitu meningkatkan rasa cinta gembar membaca di luar jam sekolah, meningkatkan rasa percaya diri



3



sebagai pembaca yang baik, dan menumbuh kembangkan penggunaan sumber bacaan yang aktual. Salah satu tokoh yang mempopulerkan istilah literasi digital adalah Paul Gilster yang menerbitkan bukunya pada tahun 1997 dengan judul Digital Literacy. Menurut Paul Gilster (2007) literasi digital adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam banyak format dari berbagai sumber ketika itu disajikan melalui komputer. Sementara itu Common Sense media (2009) menyebutkan bahwa literasi digital itu mencakup tiga kemampuan, yaitu kompetensi pemanfaatan teknologi; memakai dan memahami konten digital serta menilai kredibilitasnya, juga bagaiamana membuat; meneliti dan mengkomunikasikan dengan alat yang tepat. Literasi digital menurut Dyna adalah suatu rangkaian kekuatan yang paling mendasar untuk mengoperasionalkan peranti computer dan internet. Selanjutnya, juga mengetahui dan bias menganalisis secara kritis melakukan penilaian bahan digital, serta bias mempertimbangkan isi komunikasi. Bawden (2010) memberikan pandangan lain tentang literasi digital yang bersal pada computer dan literasi informasi. Literasi informasi menyebar pada kurun waktu 1980-an, pada saat computer masih berbentuk mikro dan semakin banyak digunakan, tidak hanya dipergunakan di perusahaan bisnis, tetapi juga dipergunakan dilingkungan masyarakat. Namun literasi informasi baru berkembang secara gencar pada kurung waktu 1990-an, pada saat informasi tersebut gampang dirangkat, ditelusur, diposting melalui jejaring media sosial. Pendampingan orangtua dan guru Ketika media digital dan internet hadir dalam masyarakat, banyak orangtua yang merasa kehadiran peranti teknologi komunikasi terbaru akan memberikan manfaat yang buruk. Dalam kepanikan tersebut, seringkali orangtua melupakan bahwa setiap media juga mengandung sisi positif asal bisa dimanfaatkan secara maksimal. Dalam kondisi tersebut, solusi yang ditawarkan adalah adanya pendampingan orangtua pada anak. Pola pendampingan yang diterapkan oleh orangtua merupakan salah satu aspek penting dalam proses sosialisasi agar anak memahami dan dapat menggunakan media secara tepat dan optimal (Clark,2011:323). Peran orangtua dalam pendampingan tidak lain adalah sebagai agen primer dalam sosialisasi penggunaan media oleh anak (Shin,2015:651). Media pembelajaran anak usia dini memiliki beberapa jenis yaitu media visual, media audio, media proyeksi dan media audiovisual. Media yang sering digunakan pada pendidikan anak usia dini adalah media visual. Media visual ini menyampaikan pesan melalui penglihatan, jadi anak akan melihat secara langsung apa yang akan disampaikan oleh guru. Anak akan diajak berpikir secara konkret.



4



Seorang guru PAUD yang profesional harus memiliki pandangan bahwa media itu merupakan bagian integral dari keseluruhan proses belajar dan bermain pada pendidikan anak usia dini. Tanpa media maka proses belajar di PAUD tidak akan berjalan dengan efektif. Penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar memiliki banyak manfaat seperti yang dikemukakan oleh Kemp dan Dayton (1985) yaitu : (1) Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar. (2) Pembelajaran dapat lebih menarik. (3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar. (4) Waktu pelakasanaan pembelajaran dapat diperpendek. (5) Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan (6) Proses pembelajaran dapat berlangsung kapan pun dan dimana pun diperlukan. (7) Sikap positif siswa terhadap materi pelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan. (8) Peranan guru ke arah yang positif. . C. METODOLOGI Pengkajian ini dilaksanakan di 3 (tiga) Kabupaten yang ada di Sumatera Utara dan menyelengarakan PAUD yaitu Kabupaten Langkat, Kabupaten Simalungun dan Kabuptaten Toba Samosir. Dengan pelaksana pengkajiana dalah Lisbet simanjuntak dengan kegiatan, menyusun pedoman, menyusun instrumen, mempersiapkan, melaksanakan menganalisis data dan menyusun laporan studi eksplorasi Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara yang dilakukan peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Sementara itu instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam pengkajian ini adalah teknik observasi, tes tertulls, dan studi dokumentasi. Tehnik analisis data dilakukan dengan menggunakan analisa data deskriptif kuantitatif. Dan subjek pengkajian adalah pengelola PAUD, tenaga pendidik PAUD dan orangtua murid. Sedangkan untuk menjaring data tentang Guru, Orangtua dan Program Literasi maka dilakukan eksplorasi tentang peranan Orangtua dan Guru dalam pengembangan program literasi dilakukan dengan menggunakan angket/kuesioner. D. HASIL



DAN PEMBAHASAN



1. GURU SEBAGAI PENGAJAR a. Keaktifan guru sebagai pengajar Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi kebiasaan dan lain-lain yang merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat



dicapai melalui alat-alat tersebut. Hasil lapangan menunjukkan 20% sangat aktif, dan 80% aktif Ini menunjukkan sebagian besar guru sudah melakukan kegiatan belajar secara akif, hal ini di buktikan dengan presentase yang cukup besar menyatakan bahwa sebagai guru responden melakukan kegiatan belajar mengajar secara aktif, sedangkan 20% lainnya melakukan kegiatan belajar mengajar secara sangat aktif. Dalam kegiatan pengembangan literasi dini di sekolah, keaktifan guru dalam mengajar dan memberikan materi akan memaksimalkan kegiatan literasi dini. b. Guru sebagai pembimbing 1) Identifikasi permasalahan dalam belajar Diagnosis kesulitan belajar sebagai suatu proses upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan – kesulitan belajar dengan menghimpun berbagai informasi selengkap mungkin sehingga mempermudah dalam pengambilan kesimpulan guna mencari alternatif kemungkinan pemecahannya. Mayoritas guru sudah melakukan kegiatan indentifikasi sedini mungkin atas kesulitan belajar anak, 20 orang responden atau setara dengan 80% menyatakan bahwa sebagai guru responden sering melakukan identifikasi dan membantu anak yang mengalami kesulitan, sedangkan 20% responden menyatakan sangat sering. Dari data di atas diketahui bahwa sebagian besar guru di Kabupaten Langkat, Toba dan Simalungun melakukan kegiatan identifikasi belajar secara dini, hal ini dimaksudkan agar guru bisa mengetahui kesulitan kemudian memberikan stimulasi untuk anak yang mengalami kesulitan belajar sedini mungkin. Berdasarkan temuan data di lapangan peserta didik yang memiliki masalah seperti kurang motivasi belajar, kurang berkonsentrasi, kurang percaya diri, kurang bisa membagi waktu dan tidak bisa bersosialisasi harus diberikan dukungan dan bantuan untuk memecahkan masalahnya dengan pemberian pertimbangan pemecahan masalah yang tepat. c.



Sumber informasi yang guru kenalkan pertama kali pada anak usia dini



Sebagai pembimbing dalam belajar, guru juga membimbing dalam pengenalan sumber informasi. Diketahui bahwa mayoritas sumber informasi utama yang digunakan oleh guru yang pertama kali diperkenalkan pada anak adalah mainan edukatif dengan persentase sebesar 78% responden dan 6% sisanya menjadikan buku dan perpustakaan sebagai sumber informasi utama yang dikenalkan pada anak. Responden guru di Kabupaten Langkat, Toba dan Simalungun mayoritas menggunakan mainan edukatif sebagai sarana sumber informasi yang dikenalkan pertama kali pada anak, hal ini dikarenakan penggunaan perpustakaan



dengan mengenalkan berbagai macam buku cerita anak masih jarang dilakukan oleh guru. Sedangkan permainan edukatif merupakan suatu media yang sangat menyenangkan bagi anak dan dapat merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat mendidik dan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, berpikir serta bersosialisasi dengan lingkungan atau untuk menstimulasi anggota tubuh anak (motorik kasar dan motorik halus), mengembangkan kepribadian, mendekatkan hubungan antara pendidik dengan peserta didik, serta menyalurkan kegiatan anak didik dan sebagainya. Selain itu dunia anak adalah dunia bermain, melalui bermain anak belajar yang berguna untuk mengembangkan aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi dan fisik motoriknya. d. Multiperan guru disekolah 1) Jenis motivasi Proses pembelajaran akan berhasil manakala peserta didik mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar peserta didik. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar peserta didik, sehingga terbentuk perilaku belajar peserta didik yang efektif. Berbagai cara atau motivasi digunakan guru untuk melakukan pembelajaran di sekolah. Jenis motivasi yang paling sering diberikan oleh guru pada pembelajaran anak di sekolah adalah dengan memberi pujian pada anak dengan jumlah responden yang menyatakan hal tersebut sejumlah 25 responden atau 100%, hal ini dikarenakan pujian akan membangkitkan semngat anak untuk bisa lebih baik menyelesaikan tugasnya, dengan pujian anak akan merasa senang maka tugas atau pekerjaan sekolah berikutnya akan lebih mudah untuk dikerjakan. 2) Intensitas guru memberikan motivasi pada anak Intensitas guru memberikan motivasi pada anak dalam kegiatan literasidari data yang ada diketahui bahwa 25 orang responden atau 100% guru menyatakan bahwa mereka setiap hari memberikan motivasi pada anak dalam kegiatan literasi yakni pengenalan huruf dan kata. e. Guru sebagai Mediator Guru sebagai mediator yang melaksanakan kegiatan transfer ilmu ke peserta didik diharapkan bisa memaksimalkan kemampuannya. Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar yang diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran disekolah. Sebagai mediator ini berkaitan



5



dengan kepemilikan media belajar serta kondisi media belajar tersebut. Diketahui bahwa sebanyak 25 PAUD tempat pengkajian dilaksanakan memiiki alat peraga pendidikan untuk mengembangkan kemampuan literasi anak usia dini, dari tabel diketahui juga bahwa sebanyak 52% sekolah memiliki buku cerita anak-anak, 15% sekolah yang memiliki majalah anak-anak dan 9% sekolah yang memiliki alat komunikasi pendidikan yang digunakan guru dalam pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan literasi anak. Sebanyak 32% menyatakan bahwa kondisi media pembelajaran yang dimiliki sangat layak, dan dalam kondisi layak sebesar 56%, serta sebesar 12 % kondisi media pembelajarannya kurang layak. Dalam setiap pembelajaran berlangsung, seorang guru dituntut untuk memperhatikan hal-hal yang dianggap penting sebelum menggunakan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik, seperti ketepatan guru dalam memilih media pembelajaran. Hal tersebut dilakukan selain mempermudah guru dalam mengajar dan memudahkan peserta didik dalam memahami setiap materi yang disajikan. Berdasarkan temuan data dilapangan mayoritas guru mampu mengoperasional alat bantu pendidikan yang dimiliki sekolah, sebesar 92 % guru dikategorikan mampu dan 4 % sangat mampu. Berdasarkan temuan data dilapangan dan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti ditempat pengkajian bahwa penggunaan media pembelajaran membuat pembelajaran lebih menarik sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuan peserta didik. f. Guru sebagai Fasilitator Guru sebagai fasilitator adalah bagaimana guru dapat menciptakan suasana dan kondisi literasi yang baik serta bagaimana gambaran atau bentuk literasi yang diciptakan pihak sekolah. Bahwa seluruh sekolah tempat study eksplorasi dilaksanakan sudah menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif saat kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan data diketahui bahwa sebanyak 76% sekolah tempat pengkajian di Kecamatan Langkat, Simalungun dan Toba menyediakan berbagai jenis pengenalan media baca anak, sebanyak 64 % sekolah yang menyediakan majalah anak-anak dan menyediakan media pengenalan bahasa anak, sebanyak 72 % sekolah menyediakan buku-buku bacaan dan sebanyak 64 % sekolah menyediakan fasilitas bermain anak serta media maupun fasilitas bermain yang disediakan oleh sekolah tersebut semuanya dalam kondisi layak. Diketahui bahwa 96% guru mampu menciptakan kondisi belajar yang kondusif, dengan suasana belajar yang nyaman memungkinkan peserta didik untuk memusatkan pikiran dan perhatian kepada apa yang sedang dipelajari. Sebaliknya, suasana belajar yang tidak nyaman dan



6



membosankan akan membuat kosentrasi belajar peserta didik terganggu. Faktor penentu tercipta atau tidaknya suasana belajar yang kondusif salah satunya yakni guru, harus dapat memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, menyampaikan materi pembelajaran, dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar. Oleh karena itu, peran guru selayaknya membiasakan pengaturan peran dan tanggung jawab bagi setiap anak terhadap terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan proses pembelajaran dapat berlangsung secara bermakna. g. Guru sebagai Evaluator Guru sebagai evaluator adalah evaluasi yang dilaksanakan guru pada peserta didik untuk dapat mengetahui apakah tujuan pembelajaran yang telah disusun sudah tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian. Berdasarkan data diketahui bahwa sebanyak 96% guru melakukan evaluasi rutin dan 4% guru tidak melakukan evaluasi rutin terhadap anak. Penilaian/evaluasi merupakan upaya untuk mendapatkan informasi atau data secara menyeluruh yang menyangkut semua aspek perkembangan anak yang telah dicapai melalui proses pembelajaran, meliputi perkembangan fisik motorik, sosial, emosi, kognitif, moral, dan nilai-nilai agama, serta seni. 64% responden melakukan evaluasi harian pada peserta didik, 16% responen me-lakukan evaluasi mingguan, 24% responden melakukan evaluasi bulanan dan 52% responden yang melaksanakan evaluasi semesteran. Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi pengkajian evaluasi harian yang dilaksanakan oleh guru merupakan hasil penilaian guru atas pekerjaan/tugas yang diberikan guru kepada anak setiap harinya. Hasil dari evaluasi harian ini akan diakumulasi guru menjadi laporan perkembangan anak pada tiap semester. Dalam melaksanakan evaluasi belajar pada peserta didik setiap lokasi tempat pengkajian berbeda pelaksanaannya. Untuk pengarsipan diketahui bahwa semua responden menyatakan bahwa hasil penilaian akan diarsipkan, dilaporkan ke pihak sekolah dan dibagikan ke orangtua murid. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, laporan penilaian perkembangan anak diberikan pada saat pertemuan dengan orang tua, pertemuan ini bertujuan untuk mendiskusikan perkembangan dan kemajuan anak. h. Guru sebagai Pengelola Kelas Dalam perannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas yang merupakan lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisir. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar



terarah kepada tujuan pendidikan. Lingkungan belajar yang baik adalah yang dapat memberikan rasa aman dan kepuasan bagi peserta didik dalam belajar. Guru sebagai pengelola kelas dapat dilihat dari aspek perancangan dan pelaksanaan kurikulum, penilaian aspek-aspek perkembangan anak. bawah ini : Sebanyak 60% responden menyatakan bahwa sekolah sudah merancang dan melaksanakan kurikulum pembelajaran dengan lengkap, dan sebesar 40% responden yang menyatakan pelaksanaan dan perancangan kurikulum baru dirancang dan dilaksanakan sebagian. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan pada saat study eksplorasi diketahui bahwa Kurikulum 2013 PAUD yang dipakai pada hakikatnya merupakan seperangkat rencana yang akan dilakukan selama proses pembelajaran, sehingga mutlak diperlukan oleh setiap satuan pendidikan. Kurikulum PAUD disiapkan oleh satuan PAUD yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan anak dengan mengacu pada Permendikbud No.137 Tahun 2014 tentang Standar PAUD. Setiap anak diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai potensi masing-masing. Pendidik bertugas memfasilitasi kegiatan bermain sambil belajar anak untuk dapat mengembangkan keenam aspek perkembangan anak. Penilaian sudah dilakukan pada semua aspek-aspek perkembangan anak. Semua sekolah tempat lokasi study eksplorasi sudah melakukan penilaian pada semua aspek. Hal ini disebabkan semua sekolah sudah menggunakan kurikulum 2013 PAUD. i. Peran Guru dalam Mengembangkan Literasi Anak 1) Kegiatan membaca bersama anak Berdasarkan data dapat diketahui bahwa dari 25 responden guru terdapat 21 Guru atau 84 % yang menyatakan sering melakukan kegiatan membaca bersama anak di kelas, dan terdapat 4 orang guru atau 16% yang menyatakan sangat sering melakukan kegiatan membaca bersama di kelas. Dari hasil observasi pada saat pengkajian di Kabupaten Langkat, Simalungun dan Toba diketahui bahwa guru secara rutin melaksanakan kegiatan membaca bersama anak di sekolah dengan menggunakan buku-buku bacaan berupa buku dongeng bergambar. Hal ini dapat dilihat dari tersedianya bukubuku bacaan bergambar yang ada di rak-rak buku sekolah. 2) Bahan bacaan yang dibacakan pada anak Berdasarkan data dapat diketahui bahwa sebanyak 76% guru menggunakan buku cerita dan majalah anak sebagai bahan bacaaan yang dipakai untuk dibacakan pada anak, sebanyak 8% guru menggunakan koran, 4% guru menggunakan bacaan digital dan 3% guru menggunakan bahan bacaan lainnya sebagai bahan bacaan yang dipakai untuk dibacakan pada anak.



3) Aktivitas membaca dengan suara lantang di depan anak. Intensitas Guru membaca dengan suara lantang di depan anak diketahui dari 25 responden 22 0rang guru atau 88% menyatakan sering melakukan aktivitas membaca dengan suara lantang didepan anak dan sebanyak 3 orang guru atau 12% guru menyatakan sangat sering melakukan aktivitas membaca dengan suara lantang di depan anak, hasil observasi pada saat pengkajian diketahui bahwa jika guru tidak menyampaikan dengan suara lantang, maka informasi dari guru ke anak tidak tersampaikan, selain itu juga dengan suara lantang anak akan mengenal kosakata baru sehingga anak dapat menambah kosa kata mereka. 4) Reaksi Anak saat guru membaca di depan kelas Jenis reaksi anak saat guru membaca di depan kelas Dari data dapat diketahui bahwa saat guru membaca di depan kelas, sebanyak 36 % anak meminta guru untuk membacakan lagi, 52% anak menirukan gaya guru membaca sambil pura-pura membaca, 7% anak melakukan kegiatan lain saat guru membaca di depan kelas, 12% anak mendengarkan sampai selesai saat guru membaca di depan kelas, dan 60% anak bertanya terkait dengan cerita yang dibacakan guru di depan kelas. Sehingga dapat disimpulkan dari keterangan responden guru diketahui bahwa ketika guru membaca di depan kelas banyak anak yang bertanya terkait dengan cerita yang dibacakan oleh guru. Dari hasil diatas dapat kita ketahui bahwa penyampaian informasi isi cerita dari guru ke anak dapat dikatakan tersampaikan dengan baik. Hanya beberapa persen anak yang tidak menyimak. Hal ini menjadi pertanda baik untuk proses pengembangan literasi anak. 5) Intensitas Guru mengajak anak meminjam buku Ada sebanyak 13 orang guru atau sebesar 52% yang pernah mengajak anak meminjam buku di perpustakaan, sebanyak 3 orang guru atau sebesar 12% yang jarang mengajak anak meminjam buku di perpustakaan dan 9 orang guru atau sebesar 36% yang tidak pernah mengajak anak meminjam buku di perpustakaan. Dari hasil diatas diketahui bahwa ada guru yang jarang dan tidak pernah mengajak anak meminjam buku di perpustakaan, dari hasil observasi diketahui bahwa tidak tersedianya perpustakaan di sekolah dan pada umumnya guru mengajak anak ke perpustakaan yang dimiliki oleh Pemda setempat. Oleh sebab itulah hasil pengkajian ditemukan ada guru yang jarang dan tidak pernah mengajak anak ke perpustakaan. 6) Peran Guru memilihkan buku anak Peran Guru memilihkan buku anak saat di perpustakaan Berdasarkan table 3.22 di atas dapat diketahui bahwa dari 100 responden guru terdapat 14 orang guru atau sebesar 56% yang menyatakan ikut memilihkan buku yang anak suka di perpustakaan, 6 orang guru atau s e b e sa r 24% yang menyatakan kadang-kadang memilihkan buku yang anak suka di perpustakaan, dan



7



sebanyak 5 orang guru yang tidak menjawab. Guru berusaha untuk memilihkan buku-buku yang cocok untuk bahan bacaan anak, hal ini ditujukan agar anak tidak salah memilih buku bacaan yang sesuai usianya. 7) Sumber informasi yang sudah dikenalkan pada anak Untuk informasi, 22 orang guru atau sebesar 88% yang telah mengenalkan bahan cetak sebagai sumber informasi, dan 3 orang guru atau sebesar 12 % sisanya belum mengenalkan bahan cetak sebagai sumber informasi. Dari 100 responden guru terdapat 19 orang guru atau sebesar 76% yang telah mengenalkan majalah anak sebagai sumber informasi, dan 6 orang guru atau 24% sisanya belum mengenalkan majalah anak sebagai sumber informasi. Dari 100 responden guru terdapat 5 orang guru atau sebesar 20% guru telah mengenalkan internet sebagai sumber informasi, hasil observasi pada saat study eksplorasi diketahui alasan responden mengenalkan internet pada anak adalah sebagai sarana belajar anak, suapaya anak tidak ketinggalan informasi dan teknologi semenjak dini. Namun dalam pelaksanaanya kegiatan pengenalan internet hanya dilakukan pada akhir pekan semisal hari Jumat/Sabtu dan dalam pelaksanaannya guru mendampingi anak dalam penggunaan internet sebagai sumber informasi. j. Phonological awarenes 1) Kegiatan yang dilakukan untuk melatih anak dalam mengeja kata atau suku kata Phonological awareness yakni kemampuan untuk mendengar dan memainkan bunyi dari sebuah kata sederhana. Dalam mengembangkan kemampuan pada anak ada berbagai macam kegiatan untuk memaksimalkan kegiatan literasi dini, dan bernyanyi adalah salah satu kegiatan yang paling banyak dipilih oleh responden, 25 responden guru terdapat 23 orang guru atau sebesar 92% yang melatih anak mengeja kata atau suku kata dengan kegiatan menyanyi, kegiatan bernyanyi adalah kegiatan paling mudah diterapkan pada anak dan hasilnya pun anak menjadi mudah mengingat setiap kata dan kalimat yang ada pada lagu, meskipun mereka belum bisa sepenuhnya bisa membaca. Sebanyak 16 orang guru atau sebesar 64%, yang menggunakan kegiatan bermain tebak kata untuk melatih anak mengeja kata atau suku kata. Kemudian kegiatan menyuruh anak bercerita, ada sebanyak 12 orang guru yang melakukan kegiatan tersebut untuk melatih anak, diikuti dengan kegiatan berbicara di depan umum ada sebanyak 3 orang guru yang melakukan kegiatan tersebut untuk melatih anak mengeja kata atau suku kata. 2) Kegiatan yang dilakukan agar anak tertarik menambah kosa kata anak Dalam phonological awarness, kegiatan menambah kosakata juga dalam dikembangkan melalui beberapa kegiatan, Ada sebanyak 14 orang guru yang melakukan kegiatan membaca dengan irama (lagu) dan membacakan buku cerita untuk membuat anak tertarik menambah kosa kata. Kegiatan ini dilakukan secara tidak disadari



8



oleh anak sehingga perbendaharaan kata anak dapat bertambah. Berdasarkan data dari tabel 3.25 dapat dilihat juga bahwa ada 12 orang guru yang meminta anak untuk mengamati tulisan pada buku cerita kemudian disusul kegiatan memutarkan lagu anak-anak. Kegiatan ini dilakukan untuk dapat menarik anak menambah kosa kata anak. 3) Kegiatan mengembangkan perbendaharaan kata Intensitas berbicara dengan anak Mengingat dalam literasi dini juga didukung kegiatan mengembangkan kosakata dan suku kata pada anak, maka perlu dilihat intensitas peran guru dalam mengajak anak berbicara, sebab dalam pembicaraan antara orangtua dan anak akan menimbulkan kosakata dan katakata baru untuk anak sehingga anak memperoleh tambahan kosakata baru untuk berbicara selanjutnya. Berdasarkan data diketahui bahawa dari 25 orang responden guru terdapat 17 orang guru atau sebesar 68%, guru yang sangat sering berbicara dengan anak pada saat kegiatan belajar mengajar dan ada sebanyak 8 orang guru atau sebesar 32% guru yang sering berinteraksi dengan anak. Berdasarkan hasil observasi dilapangan pada saat study eksplorasi diketahui bahwa interaksi yang dilakukan pendidik dan peserta didik, sangat berguna bagi peserta didik dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif, baik bagi dirinya maupun lingkungannya. 4) Topik pembicaraan antara pendidik dengan anak Topik pembicaraan antara pendidik dengan anak 23 orang guru atau sebesar 92% guru yang paling sering membicarakan seputar kegiatan sekolah dengan anak, 21 orang guru atau sebesar 21% guru yang paling sering membicarakan mengenai pertemuan anak disekolah, 19 orang guru atau sebesar 76 % guru yang paling sering membicarakan aktivitas di rumah dengan anak saat dikelas, dan sebanyak 14 orang guru yang sering membicarakan masalah anak dirumah. 5) Kegiatan yang dilakukan untuk menambah kemampuan bahasa dan kosakata anak 20 orang guru yang meminta anak untuk bernyanyi dan terdapat 17 orang guru yang membacakan dongeng di depan anak untuk menambah kemampuan bahasa dan kosa kata anak. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik dengan bahasa sehingga anak dapat membangun hubungan sehingga tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak. 6) Guru mengajak anak bermain peran atau bermain panggung boneka Dalam literasi dini pada kegiatan print motivation salah satunya bertujuan untuk menumbuhkan



kemampuan anak untuk mampu bercerita dan menambah kosa kata melalui kegiatan bermain peran atau bermain panggung boneka. Dibawah ini disajikan data intensitas guru mengajak anak bermain peran atau bermain panggung boneka. Guru sering mengajak anak untuk bermain peran atau bermain panggung boneka yaitu 17 orang guru, dan terdapat 2 orang guru yang sangat sering mengajak anak bermain peran atau bermain panggung boneka. Sedangkan berdasarkan data ada 5 orang guru dan 1 orang guru yang jarang dan sangat jarang mengajak anak bermain peran atau bermain panggung boneka. Berdasarkan hasil observasi di lapangan bahwa intensitas melaksanakan kegiatan bermain peran atau bermain panggung boneka juga dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas di sekolah termasuk alat-alat bermain peran. Adapun manfaat dari bermain boneka atau bermain panggung boneka ini anak-anak senang sekali kalau dengan kegiatan bercerita, ini sesuai dengan usia anak, jadi anak lebih suka untuk mendengarkan cerita dan bermain peran dengan boneka. Dari 25 orang responden guru terdapat 17 orang guru yang sering menyuruh anak untuk bercerita kembali tentang isi buku cerita, 4 orang guru yang sangat sering menyuruh anak untuk bercerita kembali tentang isi buku cerita, dan 4 orang guru yang kadang-kadang menyuruh anak untuk bercerita kembali tentang isi buku cerita. Berdasarkan hasil observasi di lapangan saat pengkajian, kegiatan bercerita kembali yang dilakukan oleh anak bertujuan untuk menambah kata-kata baru dan bahasa yang diketahui anak, dan untuk mengembangkan daya ingat dan imajinasi anak. k. Kemampuan Pengenalan Huruf dan Angka



memiliki peranan yang sangat penting bagi tumbuh kembang anak, dan anak-anak belajar banyak hal dari orang tuanya. Peran orangtua dan guru menjadi bagian terpenting bagi anak dan sebagai mitra kerja yang saling berintegrasi. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa dari 25 responden guru, melakukan komunikasi aktif dengan orang tua anak. Guru perlu membina komunikasi yang aktif dan kerjasama yang baik dengan orangtua agar terjadi sinergitas di sekolah dan di rumah untuk dapat mengembangkan aspek-aspek pertumbuhan anak secara optimal. 2) Materi yang dikomunikasikan dengan orang tua Untuk jenis materi yang dikomunikasikan dengan orang tua dapat diketahui bahwa materi yang paling sering dikomunikasikan guru kepada orang tua adalah tentang perkembangan anak, kemudian kegiatan sekolah dan tentang fasilitas yang dimiliki oleh sekolah. 3) Media yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang tua Media yang digunakan berkomunikasi dengan orang tua diketahui bahwa media yang paling sering digunakan untuk berkomunikasi dengan orang tua adalah rapat terbuka dengan orang tua, kemudian melalui telepon dan surat dan dari media lainnya. Berdasarkan temuan data di lapangan diketahui bahwa orang tua yang berkomukasi dengan guru melalui media selain rapat terbuka, disebabkan oleh keadaan orang tua yang disibukkan dengan pekerjaaan, sehingga media yang paling efektif menurut guru saat itu adalah telepon dan surat. 4) Respon orangtua tentang kegiatan di sekolah Respon orang tua tentang kegiatan yang melibatkan orang tua di sekolah



Data ketersediaan alat peraga/APE untuk dapat memperkenalkan anak dengan huruf, angka dan gambar, jenis-jenis alat peraga/APE yang tersedia di sekolah, jenis alat peraga/APE yang paling sering digunakan oleh guru kepada anak untuk memperkenalkan anak dengan huruf, angka dan gambar. Untuk Jenis Alat Peraga/APE yang paling sering digunakan sebanyak 25 sekolah yang menjadi responden untuk pengkajian memiliki Alat Peraga/APE sebagai media untuk mengenalkan angka, huruf dan gambar pada anak. Sebanyak 22 sekolah responden yang memiliki poster huruf, angka dan gambar serta benda/permainan berbentuk huruf/angka. Ada sebanyak 21 sekolah yang memiliki buku bacaan dan 1 sekolah yang memiliki gadget (tablet,ipad,smartphone) yang dapat digunakan anak untuk dapat mengenal angka, huruf dan gambar. Sinergisitas orang tua dan guru dalam mengembangkan literasi dini pada anak a. Menciptakan dukungan orang tua dalam kegiatan sekolah 1) Komunikasi aktif dengan orang tua Orangtua adalah guru yang pertama bagi anak. Anak belajar pertama sekali dari orang tua di rumah. Orangtua



Dari data diketahui bahwa dari 25 responden, ada 22 orang yang menyatakan bahwa orangtua sangat setuju dan berpartisi terhadap kegiatan sekolah yang melibatkan orangtua dan ada 7 orang guru yang menyatakan bahwa ada orangtua yang setuju tetapi tidak berpartisipasi. Baik guru maupun orangtua memiliki peran yang cukup penting untuk perkembangan anak. Guru sangat berpengaruh dalam lingkungan sekolah anak, dan orangtua berpengaruh dalam kehidupan maupun kebiasan anak di rumah. Namun semua kehidupan anak haruslah berjalan seirama, artinya kehidupan anak di rumah haruslah mendukung pembelajaran anak disekolah, dan apa yang sudah diajarkan disekolah tentunya harus berguna pada kehidupan anak di rumah. Sinergitas antara orangtua dan guru sangatlah dibutuhkan untuk perkembangan anak. Dan untuk membangun sinergitas ini dibutuhkan peran guru dan orangtua secara aktif. b. Menciptakan keaktivan orang tua dan guru dalam menumbuhkan kemampuan awal literasi Literasi dini memberikan alternatif baru guna membantu anak-anak belajar berbicara, membaca, dan menulis dengan kegiatan bermain. Kegiatan literasi ini



9



tidak memaksa atau mengarahkan dan menyuruh anak untuk membaca dan menulis, sebab hal ini tidak sesuai dengan tahapan perkembangan usia mereka. Instruksi formal yang dilakukan oleh orang tua dan guru untuk meminta anak-anak membaca diusia yang tidak siap dalam perkembangannya, akan berpotensi menganggu anak-anak dalam proses membaca, dan lebih buruk mengakibatkan gagal dalam proses membaca dikemudian hari. Oleh sebab itu sinergisitas antara orang tua dan guru dibangun agar adanya kesatuan pemikiran untuk mengoptimalkan kegiatan literasi. Ada bentuk kemampuan literasi dini yang dimiliki anak, yakni Early Literacy Skill, data tentang sinergitas guru dan orang tua dalam membangun literasi dini diketahui bahwa ada sebanyak 22 orang guru yang mengetahui adanya pengulangan kegiatan print motivation di rumah yang dilakukan orangtua dengan anaknya tetapi berdasarkan ada 3 orang guru yang tidak mengetahui ada kegiatan print motivation di rumah. Untuk kegiatan orang tua membaca bersama anak di rumah ada 12 orang guru mengetahui bahwa orangtua sering melakukan kegiatan membaca bersama dengan anak di rumah, dan ada 3 orang guru yang mengetahui bahwa orangtua sangat sering melakukan kegiatan membaca bersama dengan anak di rumah. Tetapi ada 7 orang guru yang mengetahui bahwa orang tua jarang melakukan kegiatan membaca bersama anak di rumah, dan ada 1 dan 2 orang guru yang mengetahui bahwasanya orangtua sangat jarang dan tidak pernah melakukan kegiatan membaca bersama anak di rumah. Untuk orang tua melakukan kegiatan membaca di depan anak dengan jumlah responden yang menyatakan hal tersebut sebanyak 10 responden atau sebesar 40 %. Tetapi dari data di tabel dapat diketahui ada sebesar 13 responden atau sebesar 52 % yang menyatakan bahwa orangtua jarang, tidak pernah dan tidak tau untuk melakukan kegiatan membaca di depan anak. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya waktu orang tua dan bahan buku bacaan untuk dibaca bersama anak. Untuk intensitas orangtua membacakan cerita pada anak sebelum tidur sangat jarang, tidak pernah dan tidak tahu, hal ini dilihat dari tabel, ada sebanyak 21 responden yang menyatakan orangtua jarang, tidak pernah dan tidak tau untuk membacakan cerita pada anak sebelum tidur. Sumber informasi yang paling sering diperkenalkan orangtua pada anak adalah bahan cetak berupa buku, koran, peta, buku cerita bergambar. Hal ini dapat dilihat di tabel ada sekitar 84% orangtua yang menggunakan bahan cetak untuk diperkenalkan pada anak. Kemudian disusul oleh smartphone yang digunakan orangtua untuk diperkenalkan pada anak tentang literasi dini. Saran guru pada orangtua tentang buku bacaan anak sebanyak 22 orang guru memberikan saran pada orangtua tentang referensi buku bacaan yang cocok untuk anak dan ada sebanyak 3 orang guru yang tidak memberikan saran pada orangtua. Respon orangtua tentang saran guru



10



Ada 15 orang responden yang menyetujui saran guru tentang referensi buku bacaan anak dan ada 10 orang responden yang sangat setuju dan melakukan saran tersebut. Waktu yang paling sering digunakan orangtua untuk berinteraksi dengan anak menurut 22 orang responden adalah pada saat pulang sekolah, kemudian pada saat menonton televisi dan pada saat menjelang anak tidur. Dan ada sebanyak 23 orangtua yang membicarakan tentang aktivitas di sekolah dengan anaknya, ada sebanyak 22 orangtua yang membicarakan tentang pertemuan anak di sekolah, ada sebanyak 13 orangtua yang membicarakan tentang nilai anak di sekola, dan ada 10 orangtua yang membicarakan tentang masalah anak diluar rumah serta ada 1 orangtua yang membicarakan tentang hal lainnya dengan anak. Sebanyak 22 orangtua yang menyatakan bahwa kegiatan yang biasa dilakukan untuk menambah kemampuan bahasa dan kosakata anak adalah meminta anak untuk bernyanyi, ada sebanyak 14 orangtua yang membacakan dongeng sebelum tidur, ada sebanyak 11 orang tua menyatakan kegiatan yang biasa dilakukan untuk menambah kemampuan bahasa dan kosakata anak adalah membacakan nama jalan, dan ada 4 orangtua yang menyatakan kegiatan yang biasa dilakukan untuk menambah kemampuan bahasa dan kosakata anak adalah membacakan tajuk dari sebuah surat kabar. Dari 25 responden terdapat 14 orang tua yang menyatakan sering mengikuti kegiatan anak untuk bermain peran atau bermain panggung boneka di sekolah, 1 orangtua yang menyatakan sangat sering mengikuti anak untuk bermain peran atau bermain panggung boneka di sekolah., 3 orang tua menyatakan jarang mengikuti kegiatan anak untuk bermain peran atau bermain panggung boneka di sekolah dan 7 orang tua yang tidak pernah mengikuti kegiatan anak untuk bermain peran atau bermain panggung boneka di sekolah. 92% orang tua memiliki poster huruf dan angka atau gambar untuk memperkenalkan anak dengan huruf, angka, atau berbagai macam gambar, 64 % orang tua memiliki benda permainan berbentuk huruf atau angka untuk memperkenalkan anak dengan huruf, angka, atau berbagai macam gambar, dan 40% orang tua yang menyediakan buku bacaan untuk memperkenalkan anak dengan huruf, angka, atau berbagai macam gambar. E. REKOMENDASI Yang menjadi rekomendasi dari pengkajian ini adalah 1) Perlu dibuat peraturan/SOP yang disepakati bersama tentang frekuensi, atau seberapa sering gadget di gunakan anak dan konsisten menegakkan aturan yang sudah dibuat, 2) Menciptakan budaya membaca dalam keluarga. 3 ) Orang tua dapat berperan sebagai inspirator maupun fasilitator bagi anak 4) keluarga harus dapat menjadi benteng sekaligus filter bagi anak



Jakarta: Buku Pintar PAUD. Jogjakarta: Laksana. Sujiono ... Peran Orang Tua dan Guru dalam Mengembangkan Literasi Dini (Early Literacy) http://journal.unair.ac.id/downloadfullpapers-ln4b3f7127c6full.pdf Peningkatan Kemampuan Literasi Awal Anak Prasekolah melalui Program Stimulasi . file:///D:/model %202020/litersi%20dini.pdf O’Brein, D., & Scharber, C. (2008). Digital Literacies Go to School: Potholes and Possibilities. Journal of Adolescent & Adult Literacy, 66-68. DAFTAR PUSTAKA Amariana, Ainin (2012) Keterlibatan Orangtua Dalam Perkembangan Literasi Anak Usia Dini. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Berapa banyak waktu yang dihabiskan orang Indonesia di Media Sosial. https://www.bbc.com/indonesia/majalah49630216



Departemen Pendidikan Indonesia (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.



Farihatin, Anisa Rohmati (2013) Kegiatan Membaca Buku Cerita Dalam Pengembangan Kemampuan Literasi Dasar Anak Usia Dini. Skripsi 



Riset Kominfo dan UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan Remaja Dalam Menggunakan Internet. https://kominfo.go.id/content/detail/3834/sia ran-pers-no-17pihkominfo22014



Standar



Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Permendikbud No.137 Tahun 2014 tentang Standar PAUD



Vevy Liansari, Ermawati Z. Nuroh/Proceedings of The ICECRS, Volume 1 No 3 (2018) 241-252



Felicity Martini, & Monique Sénéchal. (2012). Learning literacy skills at home: Parent teaching, expectations, and child interest. Canadian Journal of Behavioural Galuh Amithya Pradipta . (2011). Keterlibatan orang tua dalam proses mengembangkan literasi dini pada anak usia paud di surabaya. Ghoting, S., N. & Diaz, P., M.(2006). Early Literacy Storytimes @Your Library: Partnering with Caregivers for Success, American Library Association, Chicago Gong ,Gol A. dan Irkham, Gilster, P. (1997). Digital literacy. New York, NY: John Wiley & Sons, Inc.. Jamaris, Martini. (2006). Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman. Kanak-kanak.



11