Jurnal Tuberkulosis [PDF]

  • Author / Uploaded
  • mifta
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FAKTOR-FAKTORYANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA MASYARAKAT FACTOR RELATED TO THE EVENTS OF TUBERCULOSIS DISEASE IN COMMUNITIES Mifta Hulzana Yunus Jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas Negeri Gorontalo E-mail: [email protected] ABSTRAK Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh Mycrobacterium Tuberculosis, yang dapat ditularkan melalui percikan dahak (droplet) dari penderita TBC kepada individu lain yang rentan.. Penyakit Tuberkulosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik Negara maju maupun Negara berkembang (Depkes 2017). Penyakit TBC adalah termasuk penyakit kronis karena rentang penyembuhan yang memerlukan waktu yang cukup yang lama yaitu sekitar 6-8 bulan selain pengobatannya yang berlangsung lama obat-obatan yang diberikan juga terbilang cukup banyak sehingga merasa bosan untuk mengkonsumsi obat-obatan tersebut. Determinan penyakit TB paru adalah kependudukan dan faktor lingkungan. Kependudukan meliputi jenis kelamin, umur. Sedangkan faktor lingkungan meliputi kepadatan hunian. Penderita Tubekulosis pada saat ini sangat banyak terjadi pada usia dewasa khususnya pada usia 21-45 tahun. Penderita tuberkulosis di Asia Tenggara dilaporkan sebanyak 35 persen. Menurut laporan WHO tahun 2013, prevalensi TB di Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China yaitu hampir 700 ribu kasus, angka kematian masih tetap 27/100 ribu penduduk. Kata Kunci: TB, Tuberculosis ABSTRAC Tuberculosis (TB) is a direct infectious disease caused by Mycrobacterium Tuberculosis, which can be transmitted through sputum spills (droplets) from TB sufferers to other vulnerable individuals. Tuberculosis is still a public health problem both in developed and developing countries (Depkes 2017). Tuberculosis is a chronic disease because the healing range requires a long time, which is around 6-8 months. In addition to the long-lasting treatment, the drugs provided are also quite large so they feel bored to consume these drugs. Determinants of pulmonary TB disease are population and environmental factors. Population includes gender, age. While environmental factors include occupancy density. Patients with Tubeculosis at this time very much occurs in adulthood, especially at the age of 21-45 years. Patients with tuberculosis in Southeast Asia are reported as much as 35 percent. According to the 2013 WHO report, the prevalence of TB in Indonesia ranks third after India and China, which is almost 700 thousand cases, the death rate still remains 27/100 thousand population. Keyword: TBC, Tuberculosis



1. PENDAHULUAN Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanus. Namun hampir semua penyakit Tuberkulosis padamanusia disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman Tuberkulosismenyerangparu, tetapi dapat pula menyerangorgan lainnya. Penyebaran kuman TB melalui udara (batuk, tertawa dan bersin) dengan melepaskan droplet, sinar matahari dapat mematikan kuman tersebut, akan tetapi kuman tersebut dapat hidup beberapa jam dalam suhu kamar. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet, orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Daya penularan dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut, bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Subdirektorat TB Depkes RI, 2008:1). Saat ini diperkirakan terdapat 9 juta orang menderita TB setiaptahunnya dan 3 juta diantaranya terdapat di Negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Negara berkembang lainnya. Setiap tahunnya, sekitar 2 juta orang meninggal karena menderita penyakit TB di seluruh dunia. Oleh karena itu jika tidak dilakukan antisipasi pencegahan dan pengobatan yang adekuat, maka antara tahun 2002 sampaidengan 2020, diperkirakan 1 milyar orang akan terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Sekitar 150 juta orang akan menderita sakit dan diperkirakan pula sekitar 36 juta orang akan meninggal. Disamping itu dengan menurunnya kualitas pelayanan kesehatan serta meningkatnya penyebaran penyakit HIV/AIDS akan semakin meningkatkan jumlah penderita TB dan munculnya strain mycobacterium yang resisten terhadap beberapa obat TBstandar (Multi Drug



Resistant TB/MDR-TB), serta semakin meningkatkan kekhawatiran pandemik penyakit TB (Warta Gerdunas TB, 2010:1). Berdasarkan data dari WHO, di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan kematian130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya. Kejadian kasus tuberculosis paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan sosio ekonomi lemah. Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkandipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu dankepadatan hunian lingkungan tempat tinggal(Depkes RI, 2002:2). Faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit Tuberkulosis adalah faktor genetik, malnutrisi, vaksinasi, kemiskinan dan kepadatan penduduk. Tuberkulosis terutama banyak terjadi di populasi yang mengalami stress, nutrisi jelek, penuh sesak, ventilasi rumah yang tidak memenuhi standar, perawatan kesehatan yang tidak cukup. Genetik berperan kecil, tetapi faktor lingkungan rumah berperan besar pada insedensi kejadian Tuberkulosis. Lingkungan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia.Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan dalam proses terjadinya gangguan kesehatan masyarakat, termasuk gangguan kesehatan berupa penyakit Tuberkulosis (Hopwell 1988 dalam Rahman 2005:22). Lingkungan sendiri mempunyai 2 unsur utamayaitu fisik dan sosial. Lingkungan fisik adalah semua hal yang berhubungan langsung dengan kesehatan dan perilaku seseorang. Sedangkan lingkungan sosial yaitu adanya masalah kesenjangan sosial yang nantinya akan menyebabkan kemiskinan. Kemiskinan inilah yang nantinya berdampak terhadap status kesehatan masyarakat dimana akan timbul penyakit berbasis lingkungan. Masalah kesehatan berbasis lingkungan disebabkan oleh berbagai hal antara lain yaitu kondisi lingkungan yang tidak



memadai, baik kualitas maupun kuantitasnya serta perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah. HASIL PEMBAHASAN 1. Definisi Tuberkulosis Pengertian Tuberkulosis (TBC atau TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. TBC, umumnya dikenal sebagai TB, adalah infeksi bakteri yang dapat menyebar melalui kelenjar getah bening dan aliran darah ke organ dalam tubuh Anda. Hal ini paling sering ditemukan di paru-paru. Kebanyakan orang yang terkena TB tidak pernah mengembangkan gejala karena bakteri dapat hidup dalam bentuk tidak aktif di dalam tubuh. Tetapi jika sistem kekebalan tubuh melemah, seperti pada orang dengan HIV atau orang dewasa lanjut usia, bakteri TB dapat menjadi aktif. Dalam keadaan aktif mereka, bakteri TB menyebabkan kematian jaringan di organ mereka menginfeksi. Penyakit TB aktif dapat berakibat fatal jika tidak diobati. Karena bakteri yang menyebabkan tuberkulosis yang ditularkan melalui udara, penyakit ini bisa menular. Infeksi yang paling mungkin terjadi jika Anda terkena seseorang dengan TB pada sehari-hari, misalnya dengan tinggal atau bekerja dalam jarak dekat dengan seseorang yang memiliki penyakit aktif. Bahkan kemudian, karena bakteri umumnya tinggal laten (tidak aktif) setelah mereka menyerang tubuh, hanya sejumlah kecil orang yang



terinfeksi TB akan pernah memiliki penyakit aktif. Sisanya akan memiliki apa yang disebut infeksi TB laten, mereka tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan tidak akan dapat menyebarkan penyakit kepada orang lain, kecuali penyakit mereka menjadi aktif. Karena ini infeksi laten pada akhirnya dapat menjadi aktif, bahkan orang-orang tanpa gejala harus menerima perawatan medis. Obat dapat membantu menyingkirkan bakteri tidak aktif sebelum mereka menjadi aktif. 2. Perkembangan Tuberkulosis (TBC) Perkembangan Tuberkulosis telah hadir pada manusia sejak jaman dahulu. Deteksi jelas awal Mycobacterium tuberculosis adalah sisa-sisa bison tanggal 17.000 tahun sebelum sekarang ini. Namun., Apakah berasal TBC pada sapi dan kemudian ditransfer ke manusia, atau menyimpang dari satu nenek moyang, saat ini tidak jelas. Menunjukkan sisa-sisa kerangka manusia prasejarah (4000 SM) telah TB, dan pembusukan TBC telah ditemukan di punggung mumi Mesir 30002400 SM penyakit paru-paru adalah istilah Yunani untuk konsumsi;. sekitar 460 SM, Hippocrates diidentifikasi penyakit paruparu sebagai penyakit yang paling luas kali melibatkan batuk darah dan demam, yang hampir selalu fatal. Studi genetik menunjukkan bahwa TB hadir di The Amerika dari sekitar tahun 100 Masehi. Sebelum Revolusi Industri, tuberkulosis kadang-kadang mungkin telah dianggap sebagai vampir. Ketika salah satu anggota keluarga meninggal dari itu, anggota lain yang terinfeksi akan kehilangan kesehatan mereka perlahanlahan. Orang percaya bahwa ini disebabkan oleh korban asli menguras kehidupan dari anggota keluarga lainnya. Selanjutnya, orang yang memiliki TB menunjukkan gejala mirip dengan apa yang orang dianggap sifat vampir. Orang dengan TB seringkali memiliki gejala



seperti merah, mata bengkak (yang juga menciptakan kepekaan terhadap cahaya terang), kulit pucat dan batuk darah, menunjukkan gagasan bahwa satu-satunya cara untuk menderita untuk mengisi ini kehilangan darah adalah dengan menghisap darah. Meskipun didirikan bahwa bentuk paru dikaitkan dengan “tuberkel ‘oleh Dr Richard Morton tahun 1689, karena berbagai gejalanya, TB tidak diidentifikasi sebagai penyakit tunggal hingga 1820-an dan tidak bernama ‘TBC’ sampai 1839 oleh Schönlein JL. Selama tahun 1838-1845, Dr John Croghan, pemilik Mammoth Cave, membawa jumlah penderita tuberkulosis ke dalam gua dengan harapan penyembuhan penyakit dengan suhu konstan dan kemurnian udara gua: mereka meninggal dalam setahun Yang sanatorium TB pertama kali dibuka pada 1859 di Sokołowsko, Polandia oleh Hermann Brehmer. Dr Robert Koch menemukan basil tuberkulosis. Basil yang menyebabkan tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis, telah diidentifikasi dan dijelaskan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Ia menerima Penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1905 untuk penemuan ini Koch tidak percaya bahwa bovine (sapi) dan TB manusia adalah serupa, yang menunda pengakuan susu yang terinfeksi sebagai sumber infeksi.. Kemudian, sumber ini telah dieliminasi oleh proses pasteurisasi. Koch mengumumkan gliserin ekstrak dari basil tuberkulum sebagai “obat” untuk TB pada tahun 1890, menyebutnya “tuberkulin”. Itu tidak efektif, tetapi kemudian diadaptasi sebagai tes untuk pre-gejala TB.Keberhasilan asli pertama di imunisasi terhadap TBC dikembangkan dari sapiregangan dilemahkan oleh Albert Calmette TB dan Camille Guerin pada tahun 1906. Itu disebut ‘BCG’ (Bacillus Calmette dan Guerin dari). Vaksin BCG pertama kali digunakan pada manusia pada tahun 1921 di Perancis, tetapi tidak sampai setelah Perang Dunia II yang BCG menerima



penerimaan luas di Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman. Tuberkulosis disebabkan perhatian publik yang paling luas di abad ke-20 ke-19 dan awal sebagai penyakit endemis masyarakat miskin perkotaan. Pada tahun 1815, satu dari empat kematian di Inggris konsumsi; oleh 1918 satu dari enam kematian di Prancis masih disebabkan oleh TB. Setelah berdirinya di tahun 1880-an bahwa penyakit ini menular, TB adalah membuat penyakit dilaporkan di Inggris, ada kampanye untuk berhenti meludah di tempat umum, dan kaum miskin terinfeksi “didorong” untuk masuk sanatorium yang mirip penjara, sedangkan santoria untuk kelas menengah dan atas menawarkan perawatan yang sangat baik dan perhatian medis konstan. Apapun manfaat yang diklaim sebagai udara segar dan tenaga kerja di sanatorium, bahkan di bawah kondisi terbaik, 50% dari mereka yang memasuki mati dalam lima tahun (1916). 3. Penyebaran Tuberkulosis Penyebaran Tuberkulosis merupakan penyakit infeksius terbanyak penyebab kematian di dunia. Menurut WHO pada tahun 2014, 9,6 juta jiwa terjangkit penyakit Tuberkulosis dan 1,5 juta diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Hampir 95 % kasus kematian akibat Tuberkulosis (TB) berada di negara berpendapatan menengah ke bawah. Tuberkulosis bukan hanya banyak ditemukan pada dewasa, namun juga pada anak-anak. Bersumber yang sama dari WHO, sekitar 1 juta anak-anak terkena penyakit TB dan 140.000 diantaranya meninggal akibatnya. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB (WHO, 2014). Di Indonesia, prevalensi TB paru dikelompokkan dalam tiga wilayah, yaitu wilayah



Sumatera (33%), wilayah Jawa dan Bali (23%), serta wilayah Indonesia Bagian Timur (44%) (Depkes, 2008). Penyakit TB paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan pada semua kelompok usia serta nomor satu untuk golongan penyakit infeksi. Korban meninggal akibat TB paru di Indonesia diperkirakan sebanyak 61.000 kematian tiap tahunnya (Depkes RI, 2011). 2 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang angka kejadian TB parunya cukup tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, angka kejadian TB paru di Sumatera Barat adalah 0,2 %. Angka kejadian TB paru di Sumatera Barat terus mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2007 sebanyak 3660 kasus, tahun 2008 sebanyak 3896 kasus, tahun 2009 sebanyak 3914 kasus, dan pada tahun 2010 ditemukan sebanyak 3926 kasus yang tersebar dalam 19 kabupaten/kota dalam Propinsi Sumatera Barat termasuk Kota Padang. Kota Padang sebagai ibu kota provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu kabupaten/kota yang menyumbang angka kejadian TB paru yang cukup tinggi. Jumlah kasus TB paru di kota Padang pada tahun 2008 sebanyak 699 kasus (52%), tahun 2009 sebanyak 748 kasus (56,6%), tahun 2010 sebanyak 853 kasus (62%), tahun 2011 sebanyak 942 kasus, tahun 2012 sebanyak 628 kasus ditambah dengan kasus lama (kambuh) 8 kasus, dan tahun 2013 jumlah kasus baru sebanyak 927 kasus dengan jumlah seluruh



kasus TB paru adalah 1.288 kasus (Riskesdas, 2013). Tingginya angka kejadian TB paru di seluruh dunia sering terjadi karena kepatuhan pasien dalam pengobatan yang rendah (45%) (Viney, 2011).Kepatuhan minum obat merupakan salah satu indikator penting dalam keberhasilan pengobatan suatu penyakit.Kepatuhan rata-rata pasien pada pengobatan jangka panjang terhadap penyakit kronis sangat bervariasi.Di negara maju persentase kepatuhan pasien minum obat adalah sebesar 50% sedangkan untuk negara berkembang persentase hanya sekitar 24% (WHO, 2003). 4. Epidemiologi Tuberkulosis Penyakit tuberculosis menrupakan penyakit infeksi menuar yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium tuberculosis ditemukan pada tahun 1882 pertama kali oleh Robert Koch. Bakteri tuberculosis masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan menuju kedalam bagian paru-paru, kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran linfa, dan saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke bagian atau organ lainnya. Terdapat dua kondisi yang dapat dijumpai dalam tuberkulosis paru pada manusia, yaitu: a) Tuberkulosis primer: bila penyakit tuberkulosis muncul dan langsung menginfeksi manusia; b) Tuberkulosis paska primer: bila penyakit tuberkulosis timbul setelah beberapa waktu seseorang terkena infeksi dan sembuh. Bakteri tuberkulosis dapat ditemukan dalam dahak penderita



yang menjadi sumber penularan (Notoatmodjo, 2007). Bakteri ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus, yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan yang biasa disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri TB dapat bertahan hidup beberapa jam di udara, tempat yang gelap dan lembab selama berbulanbulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari. Dalam jaringan, tubuh kuman ini dapat bersifat dormant (tertidur lama selama beberapa tahun) (Suryo, 2010). Bakteri tuberculosis ini mati pada tingkat pemanasan 100oC selama 5- 10 menit atau pada tingkat pemanasan 60oC selama 30 menit, dan dengan alcohol 70- 95% selama 15-30 detik Masa inkubasi penyakit tuberculosis yaitu selama 3-6 bulan (Widyono, 2008). Bakteri Tuberkulosis menular melalui udara dari orang ke orang. Bakteri TB berada di udara ketika seseorang dengan penyakit TB mengalami batuk, bersin, berbicara dan bernyanyi. Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis paru BTA positif. Orang terdekat yang berada disekitarnya ketika bernapas dapat menghirup bakteri TB yang keluar ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara ataupun bernyanyi dan terhisap ke dalam paru-paru serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain dan menjadi terinfeksi. Namun tidak selalu langsung terinfeksi, orang tersebut harus menghabiskan waktu yang cukup lama dalam kontak dekat dengan orang yang terinfeksi TB untuk dapat menangkap bakteri TB dan menjadi terinfeksi kuman TB (CDC: Tuberculosis (TB) Disease, 2016). Selain menginfeksi orang dewasa, infeksi tuberkulosis dapat menginfeksi bayi dan anak (TB



milier).TB anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak umur 014 tahun (Kemenkes RI, 2013). TB pada anak merupakan transmisi terbaru dan berkelanjutan bakteri TB. Anak-anak paling mungkin untuk terinfeksi TB oleh kontak terdekat, seperti anggota keluarga. Anak-anak dapat mengembangkan penyakit TB pada usia berapa pun, tetapi TB yang paling sering menjangkit anakanak yaitu pada usia 1 sampai 4 tahun. Anak-anak bisa sakit dengan penyakit TB segera setelah terinfeksi bakteri TB, atau mereka bisa sakit di kemudian hari ketika terjadi pelemahan sistem imunitas sehingga bakteri TB kembali aktif dan berkembangbiak di dalam tubuh. Jika tidak diobati, kuman TB akan terus menetap di dalam tubuh seumur hidup dan memungkinkan untuk dapat menginfeksi anak-anak mereka kelak (CDC: TB in Children, 2013). Seorang anak dapat terinfeksi bakteri TB pada dasarnya dengan cara yang sama sebagai orang dewasa, yaitu menghirup bakteri TB yang ada di udara sebagai hasil dari pelepasan bakteri TB ke udara oleh seseorang yang memiliki TB BTA positif. Setelah bakteri TB dihirup dan mencapai paru-paru, selanjutnya bakteri TB berkembangbiak dan kemudian menyebar melalui pembuluh getah bening ke kelenjar getah bening di dekatnya. Beberapa anak berada pada risiko yang lebih besar terkena TB daripada anak yang lain yaitu seorang anak yang tinggal dirumah yang sama dengan seseorang yang didiagnosis mengidap TB BTA positif, seorang anak berusia kurang dari 5 tahun, seorang anak dengan infeksi HIV, seorang anak dengan gizi buruk



(CDC: Tuberculosis (TB) Disease, 2016). Dalam Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia menyebutkan bahwa faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, dan daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif adalah 17% (Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, 2014). 5. Gejala Klinis Penyakit Tuberkulosis Manifestasi TB sangat bervariasi pada masing-masing kasus karena TB kadang-kadang tidak menimbulkan gejala (asimtomatik). Manifestasi TB secara klinis dapat terjadi dalam beberapa fase diawali dengan fase asimtomatik dengan lesi yang hanya dapat dideteksi secara radiologic kemudian berkembang menjadi lisis yang jelas kemudian semakin memburuk (Notoadmodjo, 2007). Gejala klinis pasien tuberkulosis paru menurut Depkes RI (2008), adalah 1) batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih; 2) dahak bercampur darah; 3) batuk berdarah; 4) sesak napas; 5) badan lemas; 6) nafsu makan menurun; 7) berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik; 8) demam meriang lebih dari satu bulan. Seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka bila sudah memiliki keluhan-keluhan tersebut. Pemeriksaan lebih lanjut harus dilakukan foto rontgen dan pemeriksaan dahak (pemeriksaan mikroskopis) (Widoyono, 2008).



a.



b.



c.



d. e. f. g.



Gejala sistemik/umum TB anak menurut Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak (2013) adalah sebagai berikut: Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik. Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala umum lain. Batuk lama ≥ 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh kembang. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan dasar diare. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit. Biasanya bersifat multiple yaitu paling sering muncul di daerah leher, ketiak, dan lipatan paha. Tuberkulosis pada anak sulit untuk dilakukan diagnosis sehingga sering terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis tuberkulosis pada anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor yang dilakukan oleh dokter dengan parameter: uji tuberkulin, berat badan/ keadaan gizi, demam tanpa sebab yang jelas, batuk, pembesaran kelenjar limfe, koli,



aksila, inguinal, pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang, foto thoraks (Kemenkes RI, 2013). 6. Upaya Pencegahan Penyakit TB Pada Anak Upaya pencegahan merupakan upaya kesehatan yang diharapkan agar setiap orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan dapat mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Tujuannya adalah untuk mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit yaitu penyebab penyakit (agent), manusia (host), dan faktor lingkungan (environment) (Notoatmodjo, 2007). Upaya pencegahan dan pemberantasan tuberkulosis secara efektif yaitu dengan menemukan penderita sedini mungkin, isolasi penderita selama masa penularan, segera melakukan pengobatan secara rutin dan teratur, memutuskan mata rantai penularan di masyarakat, memberikan penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru (Depkes RI, 2008). Menurut Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak (2013), pencegahan penularan penyakit tuberkulosis pada anak dapat dilakukan dengan: 1) memvaksinasi BCG bayi berumur 0-2 bulan; 2) melakukan skrining dan manajemen kontak pada anak yang mengalami paparan pasien TB BTA positif dan pada orang dewasa yang menjadi sumber penularan bagi anak yang didiagnosis TB; 3) memberikan obat isoniazid (INH) pada anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan BTA positif. Untuk memberantas penyakit tuberkulosis hal penting yang harus dilakukan adalah mengendalikan



keseimbangan unsur-unsur seperti manusia, sumber penyakit, dan lingkungan, serta memperhitungkan interaksi dari ketiga unsur tersebut (Lisa, 2013). Keberhasilan dari usaha pemberantasan tuberkulosis pada anak tergantung juga pada pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu tentang pencegahan penyakit TB, semakin rendah pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu tentang pencegahan penyakit TB maka semakin besar risiko anak tertular penyakit TB. Pemicu lain yang menyebabkan balita khususnya bayi mudah terinfeksi TB karena tidak adanya kekebalan tubuh terhadap bakteri Mycobacterium Tuberculosis. TB merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga pemerintah mewajibkan pemberian imunisasi menggunakan vaksin Bacillus Calmette Guerin (BCG) pada bayi sebelum ia berusia 3 bulan (IDAI, 2008). Begitu pula dengan lingkungan rumah yang sehat yang sangat penting untuk diperhatikan, hal tersebut didukung oleh penelitian dari Nurhidayah, et al. (2007) yang menyatakan bahwa luas ventilasi rumah, kelembaban rumah, pencahayaan rumah dan kepadatan penghuni rumah berpengaruh terhadap penularan penyakit tuberkulosis pada anak. 7. Factor Yang Yang Mempengaruhi TB Pada Anak Bustan (2008) menyebutkan studi epidemiologi adalah sebuah studi yang mempelajari tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (determinan) yang dimaksud untuk melakukan upaya pencegahan dan perencanaan kesehatan. Dalam studi Epidemiologi dikenal dengan teori segitiga Epidemiologi oleh John Gordon. Segitiga Epidemiologi merupakan



konsep dasar Epidemiologi yang memberikan gambaran tentang hubungan antara tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit. Faktor utama tersebut adalah faktor Host, Agent dan Environment. Proses integrasi ini digambarkan sebagai berikut: a. Agent adalah suatu unsur organisme hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Faktor agen dapat meliputi: faktor nutrisi, penyebab kimiawi, penyebab fisik seperti radiasi, penyebab biologis, metazoa, virus, jamur, bakteri dan lain sebagainya (Bustan, 2008). Agen yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium tuberculosis. b. Host atau pejamu adalah manusia atau makhluk hidup, termasuk burung dan antrhopoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman tuberkulosis menular melalui droplet. Komponen host dapat berupa genetik, umur, jenis kelamin, suku, keadaan fisiologi tubuh, keadaan imunologi, tingkah laku, gaya hidup, personal hygiene dan sebagainya. (Bustan, 2008). c. Lingkungan adalah semua faktor luar dari suatu individu. Komponen lingkungan dapat berupa lingkungan fisik, biologi, dan sosial. Lingkungan sosial dan lingkungan rumah merupakan faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan anak. 1) Lingkungan Sosial Lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kejadian TB pada anak. Anak yang masih dalam proses tumbuh dan berkembang tidak mengetahui terdapat bakteri TB pada tubuhnya faktor-faktor tersebut adalah a) Status Imunisasi BCG



Menurut Pedoman Imunisasi Indonesia (2011), bahwa BCG (Bacille Calmette Guerin) adalah vaksin yang dibuat untuk menimbulkan kekebala terhadap bakteri Mycobacterium Tuberculosis, dimana bakteri tersebut menimbulkan penyakit TB. Imunisasi BCG terbukti mengurangi morbiditas sampai 74%. Balita yang sudah mendapatkan imunisasi BCG meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi kuman/bakteri TB. Imunisasi BCG sangat berguna dan penting bagi anak. Karena dengan imunisasi BCG anak tidak mudah terserang TB paru, walaupun tidak memberikan kekebalan sempurna pada anak tetapi kekebalan tubuh anak lebih baik dibandingkan anak yang tidak mendapatkan imunisasi BCG. Hal tersebut didukung oleh peneliitian dari Imarruah (2014) yang menyatakan bahwa anak dan balita yang tidak di imunisasi BCG lebih berisiko terkena tuberkulosis paru dibandingkan dengan anak dan balita yang mendapat imunisasi BCG tepat waktu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Hadinegoro (2011), bahwa anak balita rentan terhadap infeksi bakteri TB, maka dari itu penting untuk mendapatkan imunisasi BCG dengan tujuan mencegah penyakit TB pada anak. b) Status Gizi Status gizi adalah keadaan gizi seseorang yang akan berpengaruh terhadap kekuatan, daya tahan, dan respon imunologis terhadap penyakit



dan keracunan. Status gizi didapat seseorang dari nutrient yang diberikan kepadanya. Status gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh, jika status gizi kurang atau buruk maka daya tahan tubuh akan lemah sehingga rentan terinfeksi penyakit (Soemirat, 2010). c) Pendidikan Orang Tua Pendidikan orang tua berperan sangat penting bagi tumbuh kembang anak. Orang tua dengan pendidikan yang baik dapat lebih menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara mengasuh anak, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya dengan benar dan tepat (Soetjiningsih, 1995) Dalam upaya pencegahan penularan penyakit TB paru pada anak dipengaruhi dengan tingkat pendidikan seseorang sehingga semakin tinggi pula pengetahuannya dalam menghindari penyakit TB Paru (Irianto et al., 2004). d) Pengetahuan Ibu tentang penyakit TB Menurut Notoatmodjo (2011) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang yang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan seseorang dapat berubah dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya mobilitas informasi tentang sesuatu di lingkungannya. Kurangnya pengetahuan ibu merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan. Rendahnya pengetahuan penderita, ibu,



keluarga, dan masyarakat sekitar tentang bahaya penyakit TB, maka semakin besar pula risiko orang yang terinfeksi TB menjadi sumber penularan bagi orang-orang sekitarnya. Sebaliknya, pengetahuan yang baik mengenai TB akan menolong masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan TB (Entjang, 2000). Hal tersebut didukung oleh Hamidi (2011) bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang penyakit TB paru dengan kejadian TB paru pada anak. Anak dengan ibu berpengetahuan kurang baik tentang TB paru memiliki risiko lebih besar tekena TB paru dibandingkan dengan anak yang memiliki ibu dengan pengetahuan tentang TB paru baik yang tahu bagaimana cara penularan, pencegahan maupun pengobatan yang tepat untuk penyakit TB. e) Sikap Ibu tentang Penyakit TB Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003). f) Perilaku Ibu terhadap Penyakit TB



Perilaku kesehatan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu yang meyakini dirinya sehat untuk tujuan mencegah penyakit atau mendeteksinya dalam tahap asimptomik (Niven, 2002). Teori Blum menyebutkan bahwa faktor perilaku merupakan komponen kedua terbesar dalam menentukan status kesehatan. Penularan penyakit TB paru dapat disebabkan perilaku yang kurang memenuhi standar kesehatan, seperti kebiasaan membuka jendela, dan kebiasaan membuang dahak pasien TB yang tidak benar. Kurangnya aliran udara dalam rumah meningkatkan kadar CO2 dan meningkatkan kelembaban udara yang merupakan media yang baik untuk bakteri patogen. Alasan ini yang menyebabkan penularan penyakit TB paru dalam keluarga (Agus&Arum, 2005). SIMPULAN Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang adalah TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis tipe humanus. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. .      Gejala umum dari penyakit TBC : 1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan pada malam hari disertai keringat. 2) Penurunan nafsu makan dan berat badan. 3) Batuk-batuk selama lebih



dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). 4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah. Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. UCAPAN TERIMA KASIH



Terima kasih disampaikan kepada dosen Mata kuliah Penyakit Menular yang diampuh oleh Bapak Dr. Irwan, SKM dan terima Kasih juga buat teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan jurnal ini. Saya memohonkan maaf jika jurnal ini terdapat kesalahan dan semoga jurnal ini bisa bermanfaat bagi semuanya



DAFTAR PUSTAKA [1] Depkes RI. 2008.Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, edisi 2, Jakarta: Dirjen P2M&PL. [2] Kemenkes. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia RI [3] Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta [4] Notoatmodjo, S., 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta [5] Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta



[6] Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.