K3. PBB 18 - Laporan Praktikum Urinalisis - Anatomi Fisiologi Manusia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA URINALISIS



Disusun oleh: Kelompok 3 Aisyah Wardatul Jannah



1304618072



Dina Melasari



1304618045



Nanda David P



1304618016



Dosen Pengampu : Drs. Refirman DJ, M.Kes. Sri Rahayu, M.Biomed.



PENDIDIKAN BIOLOGI B 2018 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2020



A. Tujuan 1. Mengetahui pemeriksaan urin menggunakan dipstick 2. Mengetahui pengujian sedimen pada urin secara mikroskopis Pemeriksaan kimia pada urin 1. Mengetahui tahapan dalam pemeriksaa pH pada urin 2. Mengetahui tahapan dalam pengujian Glukosa, pengujian protein dan pengujian keton ada urine 3. Mengetahui hasil dari pengujian Glukosa, pengujian protein dan pengujian keton ada urine 4. Mengetahui fungsi dari reagen benedict pada pengujian glukosa, reagen biuret pada pengujian protein dan reagen rothera dengan/ ammonium hidroksida pada pengujian keton. Pemeriksaan fisika pada urin 1. Mengetahui hasil pemeriksaan volume pada tiap sampel urin 2. Mengetahui hasil pemeriksaan kejernihan pada setiap sampel urin 3. Mengetahui hasil pemeriksaan warna pada setiap sampel urin 4. Mengetahui hasil pemeriksaan berat jenis pada tiap sampel urin B. Tinjauan Pustaka Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes mellitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum (Pratama, 2016). Urin merupakan keluaran akhir yang dihasilkan ginjal sebagai akibat kelebihan urine dari penyaringan unsur-unsur plasma  (Frandson, 1992). Urine atau urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Proses pembentukan urin di dalam ginjal melalui tiga tahapan yaitu filtrasi (penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (penambahan). Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning keruh. Urin berbau khas yaitu  berbau ammonia. Ph urin berkisar antara 4,8 – 7,5 dan akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein serta urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran.  Berat jenis urin yakni 1,002 – 1,035 g/ml (Uliyah, 2008). Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Di dalam urin  terkandung bermacam – macam  zat, antara lain  (1) zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan amoniak, (2) zat warna empedu yang memberikan  warna kuning pada  urin, (3) garam, terutama NaCl, dan (4)  zat – zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya



vitamin C, dan obat – obatan serta  juga kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya hormon (Ethel, 2003).  Urin yang normal tidak mengandung protein dan glukosa. Jika urin mengandung protein, berarti telah terjadi kerusakan ginjal pada bagian glomerulus. Jika urin mengandung gula, berarti tubulus ginjal tidak menyerap kembali gula dengan sempurna. Hal ini dapat diakibatkan oleh kerusakan tubulus ginjal. Dapat pula karena kadar gula dalam darah terlalu tinggi atau melebihi batas normal sehingga tubulus ginjal tidak dapat menyerap kembali semua gula yang ada pada filtrat glomerulus. Kadar gula yang tinggi diakibatkan oleh proses pengubahan gula menjadi glikogen terlambat, kerena produksi hormon insulin terhambat. Orang yang demikian menderita penyakit kencing manis (diabetes melitus). Zat warna makanan juga dikeluarkan melalui ginjal dan sering memberi warna pada urin. Bahan pengawet atau pewarna membuat ginjal bekerja keras sehingga dapat merusak ginjal. Adanya insektisida pada makanan karena pencemaran atau terlalu banyak mengkonsumsi obat – obatan juga dapat merusak ginjal (Scanlon, 2000). Zat yang dapat dikeluarkan dalam keadaan normal yang tidak terdapat dalam urin adalah glukosa, aseton (keton), albumin, darah dan nanah. Pemeriksaan urin merupakan pemeriksaan yang dipakai untuk mengetahui adanya kelainan di dalam saluran kemih yaitu dari ginjal dengan salurannya, kelainan yang terjadi di luar ginjal, untuk mendeteksi adanya metabolit obat seperti zat narkoba dan mendeteksi adanya kehamilan (Ethel 2003). Aseonaria, adalah terdapatnya senyawa keton dalam urin karena terlalu banyak mengkonsumsi lemak atau jumlah karbohidrat yang tersedia untuk pembakaran berkurang. Aseton juga terebentuk saat keadaan lapar. Proteinuria, adalah salah satu keadan dimana satu macam protein plasma yang terdapat dalam urin Seperti terdapatnya albumin dalam urin (albuminaria). Hal ini menunjukan gejala penyakit hematuria, yaitu terdapatnya darah dala urin karena infeksi pada ginjal atau salah satu air kemih (Wulangi.1990). Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urine seperti umur, berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan. Rata-rata didaerah tropik volume urine dalam 24 jam antara 800 – 1300 ml untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuria. Poliuria ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Selain itu poliuri dapat pula disebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes mellitus, diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila volume urine selama 24 jam 300-750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri. Keadaan ini mungkin didapat pada diare, muntah muntah, deman edema, nefritis menahun. Anuria adalah suatu keadaan dimana jumlah urine selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Jumlah urin siang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih banyak dari urin malam 12 jam. Bila perbandingan tersebut terbalik disebut nokturia, seperti didapat pada diabetes mellitus



Pemeriksaan terhadap warna urine mempunyai makna karena kadangkadang dapat menunjukkan kelainan klinik. Warna urine di nyatakan dengan tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah, coklat, hijau, putih susu dan sebagainya. Warna urine dipengaruhi oleh kepekatan urin, obat yang di minum maupun makanan. Pada umumnya warna di tentukan oleh kepekatan urin, makin banyak diuresa makin muda warna urin itu. Warna normal urin berkisar antara kuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa macam zat warna seperti urochrom, urobilin dan porphyrin. Bila didapatkan perubahan warna mungkin disebabkan oleh zat warna yang normal ada dalam jumlah besar, seperti urobilin menyebabkan warna coklat. Disamping itu perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya zat warna abnormal, seperti hemoglobin yang menyebabkan warna merah dan bilirubin yang menyebabkan warna coklat. Warna urine yang dapat disebabkan oleh jenis makanan atau obat yang diberikan kepada orang sakit seperti obat dirivat fenol yang memberikan warna coklat kehitaman pada urine. Kejernihan dinyatakan dengan salah satu pendapat seperti jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Biasanya urine segar pada orang normal jernih. Kekeruhan ringan disebut nubecula yang terdiri dari lendir, sel epitel dan leukosit yang lambat laun mengendap. Dapat pula disebabkan oleh urat amorf, fosfat amorf yang mengendap dan bakteri dari botol penampung. Urine yang telah keruh pada waktu dikeluarkan dapat disebabkan oleh chilus, bakteri, sedimen seperti epitel, leukosit dan eritrosit dalam jumlah banyak Pemeriksaan berat jenis urine bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri, menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens 'pita'. Berat jenis urin sewaktu pada orang normal antara 1,003 - 1,030 . Berat jenis urin herhubungan erat dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urine makin tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urin sewaktu yang mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urin kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun.



C. Metodologi Pemeriksaan Urin dengan Dipstik Alat 1. Beaker glass 2. Kaca objek dan penutup kaca objek 3. Mikroskop 4. Sentrifugasi 5. Tabung reaksi 10ml



Bahan 1. Reagentstrip 2. Urin segar Cara Kerja 1. Sampel urin segar laki – laki dan perempuan masing – masing ditempatkan dalam suatu wadah (cup). 2. Reagentstrip (reagent strip) dicelupkan maksimal satu detik ke dalam cup lalu reagent strip diangkat sambil menyapukannya pada pinggiran cup untuk membuang urin yang berlebih dari reagent strip. 3. Petunjuk pembacaan waktu untuk setiap reaksi diikuti. 4. Setiap perubahan warna pada reagent strip diamati dan hasilnya dibandingkan dengan skala warna yang biasanya terdapat pada wadah/botol reagent strip. 5. Hasil pemeriksaan urin tersebut kemudian diinterpretasikan untuk setiap parameter Pengujian Sedimen pada Urin Alat 1. Pipet tetes 2. Tabung sentrifus 3. Rak tabung 4. Obyek gelas 5. Deck gelas 6. Setrifuse 7. Mikroskop Bahan 1. Urin abnormal 2. Tissue Cara Kerja 1. Disiapakan alat dan bahan 2. Dimasukan Urin dalam tabung sentrifuge. 3. Disamakan volume yang terdapat setiiap tabung sentrifuse 4. Disentrifuge urin selama 5 menit dengankecepatan 1500-2000rpm 5. Dibuang supernatannya dan diamil sedimentasinya 6. Deperiksa dbawah mikroskop dengan perbesaran kecil 10x dan pembesar besar 40x Pemeriksaan Kimia pada Urin 1. Penentuan Derajat Keasaman Alat 1. Tabung Reaksi 2. Rak tabung reaksi Bahan 1. Sampel urin



2. Indikator universal Cara Kerja 1. Meamasukan sampel urin sebanyak 2 ml kedalam tabung reaksi 2. Menyelupkan kertas indicator universal kedalam tabung reaksi berisi sampel urin 3. Mencocokan perubahan warna kertas indicator dengan standar pH 4. Mencatat hasil pengamatan pH sampel urin 2. Pengujian Glukosa Pada Urin Alat 1. Tabung reaksi 2. Rak tabung reaksi 3. Pipet tetes 4. Gelas kimia 5. Kaki tiga 6. Kasa asbes 7. Pembakar spirtus 8. Penjepit tabung reaksi Bahan 1. Sampel urin 2. Reagen benedict Cara Kerja 1. Meemasukan sampel urin sebnayak 2 ml kedalam tabung reaksi 2. Menambahkan 5-8 tetes reagen benedisct kedalam sampel urin 3. Memasukan tabung reaksi berisi campuran sampel dan reagen benedict ke dalam gelas kimia berisi air panas selama 5 menit 4. Mengamati perubahan warna dan endapan yang terjadi 5. Mencatat hasil pengamatan dan pengujian glukosa pada sampel urin 3. Pengujian Protein Pada Urin Alat 1. Tabung reaksi 2. Rak tabung reaksi 3. Pipet tetes Bahan 1. Sampel urin 2. Reagen biuret Cara Kerja 1. Masukan sampel urin sebanyak 2 ml kedalam tabung reaksi 2. Menambahkan 2ml reagen biuret 3. Mengamati perubahan yang terjadi. Hasil positif mengandung protein didapatkan warna keunguan pada sampel 4. Mencatat hasil pengamatan dari pengujian protein sampel urin



4. Pengujian Keton Pada Urin Alat 1. Tabung reaksi 2. Rak tabung reaksi 3. Spatula 4. Pipet tetes Bahan 1. Sampel urin 2. Reagen rothera 3. Ammonium hidroksida Cara Kerja 1. Memasukan 5 ml sampel urin dalam tabung reaksi 2. Menambahkan 1 gram reagen rothera dan kocok sampai larut 3. Meletakan tabung raksi dalam posisi miring 4. Meneteskan ammonium hidroksida pekat melalui dinding dinding tambung reaksi 5. Meletakan tabung reaksi dalam posisi tegak 6. Menunggu selam 3 menit 7. Mencatat hasil pengamatan dan pengujian pada sampel urin Pemeriksaan Fisik pada Urin 1. Pemeriksaan Volume Urin Alat dan Bahan 1. Sampel urin 2. Gelas ukur Cara Kerja 1. Dituangkan sampel urin seluruhnya ke dalam gelas ukur 2. Dihitung sampel urin menggunakan gelas ukur 3. Dicatat hasil perhitungan volume sampel urin 2. Pemeriksaan Kejernihan Urin Alat dan Bahan 1. Sampel Urin 2. Tabung reaksi 3. Rak tabung reaksi 4. Senter Cara Kerja 1. Diletakkan sampel urin pada tabung reaksi hingga ¼ bagian tabung 2. Diletakkan tabung reaksi dalam posisi miring 3. Diberikan penyinaran pada tabung reaksi menggunakan senter 4. Diidentifikasi kejernihan tiap sampel urin termasuk pada kategori jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh



5. Dicatat hasil identifikasi kejernihan sampel urin 3. Pemeriksaan Warna Urin Alat dan Bahan 1. Sampel urin 2. Tabung reaksi 3. Rak tabung reaksi 4. Senter Cara Kerja 1. Dituangkan sampel urin pada tabung reaksi hingga ¾ bagian 2. Diletakkan tabung reaksi pada posisi miring 3. Diberikan penyinaran pada tabung terseut 4. Diamati warna tiap sampel urin 5. Diidentifikasi sampel tersebut termasuk jenis urin normal atau tidak normal 6. Dicatat hasil identifikasi warna sampel urin 4. Pemeriksaan Berat Jenis Urin Alat dan Bahan 1. Sampel urin 2. Gelas ukur 3. Urinometer 4. Thermometer reaksi 5. Thermometer ruangan Cara Kerja 1. Dimasukkan 40 ml sampel urin ke dalam gelas ukur 2. Dilepaskan secara perlahan urinometer ke dalam gelas ukur 3. Dibiarkan urinometer hingga terapung bebas 4. Diamati dan dicatat berat jenis yang terbaca pada urinometer sejajar dengan meniskus bawah (tiga angka belakang koma) 5. Dihitung suhu urin dan suhu ruangan menggunakan thermometer 6. Jika suhu urin dan suhu ruangan terdapat perbedaan, dilakukan pengoreksian dengan perhitungan menggunakan rumus berikut: suhu kamar−suhu urin Bj urin=Bj terbaca+( ) x 0,001 3 7. Dicatat hasil perhitungan berat jenis sampel urin



D. Hasil Pengamatan Pemeriksaan Urin dengan Dipstik



Pengujian Sedimen pada Urin



Pemeriksaan Kimia pada Urin 1. Penentuan Derajat Keasaman



Sampel A



Sampel B 2. Pengujian Glukosa Pada Urin



Sampel A



Sampel B 3. Pengujian Protein Pada Urin



Sampel A



Sampel B 4. Pengujian Keton Pada Urin



Sampel A



Sampel B Tabel 1. Hasil Pengujian Kimia Urin Uji Sampel A



Sampel B



Uji Tingkat Keasaman



pH 6



pH 9



Uji benedict



Negatif



Positif



Uji Biuret



Negatif



Positif



Uji Rothera



Negatif



Positif



Keterangan Urin normal memiliki pH 4,77,5 Positif jika urin berubah warna menjadi merah bata Positif jika urin berubah warna menjadi ungu Positif jika urin warna cincin yang terbentuk berwarna keunguan



Pemeriksaan Fisik pada Urin 1. Pemeriksaan Volume Urin Sampel A



Sampel B



2. Pemeriksaan Kejernihan Urin Sampel A



Sampel B



3. Pemeriksaan Warna Urin Sampel A



Sampel B



4. Pemeriksaan Berat Jenis Urin Sampel A



Sampel B



Pemeriksaan Fisik



Sampel A



Sampel B



Volume



100 ml



50 ml



Kejernihan



Jernih



Agak Keruh



Keterangan Volume urin normal berkisar antara 600-2000 ml selama 24 jam Urin normal memiliki



Warna



Kuning Pucat



Kuning Pekat



Berat Jenis



1,005



1,040



kejernihan yang jernih atau tidak ada endapan Warna urin normal meliputi tidak berwarna/bening hingga kuning Kisaran berat jenis urin normal adalah 1.003 sampai 1.035



E. Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan analisis pendahuluan sampel urin secara kimia menggunakan reagent strip. Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengevaluasi fungsi ginjal dengan cara urinalisis dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh. Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum. Sampel urin yang digunakan adalah urin dari wanita dan pria. Sampel urin yang digunakan untuk uji haruslah dalam keadaan segar. Artinya, reagent strip langsung dicelupkan ke dalam urin yang baru keluar dari tubuh. Alasannya karena ada kemungkinan urin mengalami perubahan jika tidak segera dilakukan pengujian. Dimana perubahan ini akan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pemeriksaan urin dengan menggunakan reagent strip mempunyai beberapa keuntungan yaitu mudah dilakukan, cepat dan biaya relatif murah. Akan tetapi, reagent strip tidak dapat dijadikan informasi yang akurat tentang adanya kelainan karena analisis urin reagent strip ini merupakan tes secara kualitatif. Reagent strip merupakan strip plastik kecil yang memiliki beberapa kotak berwarna yang melekat padanya. Pada masing-masing kotak merupakan komponen dari uji yang digunakan untuk menafsirkan urinalisis berdasarkan nilai referensi urin. Uji kimia yang tersedia pada reagent strip umumnya adalah specific gravity (SG)/ berat jenis, pH, leukosit, nitrogen, protein, glukosa, keton, urobilinogen, bilirubin, eritrosit dan Hb. Cara analisis urin yaitu strip dicelupkan ke dalam sampel urin setelah itu dilihat perubahan warna pada kotak-kotak kecil tersebut. Setiap perubahan pada kotak kecil tersebut harus selalu diperhatikan dengan cermat dan dicatat karena warna pada reagent strip mudah berubah. Perubahan warna ini terjadi setelah beberapa detik hingga beberapa menit dari mencelupkan strip. Pembacaan tidak boleh terlalu cepat atau terlalu lama agar didapat hasil yang akurat. Setiap perubahan warna pada kotak tertentu mungkin menunjukkan kelainan tertentu dalam sampel urin yang disebabkan oleh reaksi kimia tertentu. Acuan perubahan warna terdapat pada wadah botol plastik strip tes urine, sehingga perubahan warna-warna tersebut dapat diinterpretasikan.



Epitel merupakan unsur organi yang dalam keadaan normal didapatkan dalam sedimen urin. Dalam keadaan patogenik jemlah epitel ini dapat meningkat, seperti pada infeksi, radang dan batu dalam saluran kemih. Asam oksalat yang terbentuk di dalam tubuh manusia berasal dari mrtabolisme asam amino dan asam karbonat yakni vitamin C. kalium oksalat terbentuk hingga 50% yang dikeluarkan oksalat urin. Manusia tidak mampu melakukan metabolism oksalat, sehingga harus dikeluarkan melalui ginjal. Jika fungsi kerja organ gijal mengandung asupan oksalat berlebih akan mengakibatkan peningkatan oksalat yang mmendoorong terbentuknya batu oksalat di ginjal / kandung kemih. Kotoran dalam urin sering ditemukan , ini biasanya akibat obyek gelas yang digunakan atau kandungan-kandungan tertentu dalam urin. Pembentukan Kristal atau garam amorf dipengaruhu oleh jenis makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolism dan konsentrasi urin, yang perlu diwaspadai jika kristal-kristal tersebut ternyata berpotensi terhadap pembentukan batu ginjal. Abut tersebut jika konsentrasi garam-garaam tersebut melampaui keseimbangan kelarutan. Butiran-butiran mengendap dalam saluran urin, mengeras dan terbentuk batu.Leukosit dalam keadaan normal, jumlah leukosit dalam urin adalah 0Pada prkatikum yang dilakukan pada senin, 23 November 2020 praktikan melakuakan uji urinalisis lewat virtual laboratorium. Pada praktikum ini praktikan melekukan pemeriksaan kimia pada urin yaitu dengan melakukan pengujian untuk penentuan derajat keasaman (pH) urin, pengujian glukosa urin, pengujian protein urin dan pengujian keton urin. Pada pengujian pertama yaitu uji pH urin, dilakukan dengan memasukkan kertas indicator pH universal ke dalam urin dan mengamati perubahan warnanya. Pada praktikum ini terdapat dua sampel uri yaitu urin sampel A dan sampel B. Pada urin sampel A ternyata urin yang diuji mempunyai pH=6 yang artinya asam dan pada urin sampel B ternyata memiliki PH=9 yang artinya basa. Karena jika pH asam, pH=7 =>netral, pH>7 =>basa. Dari pemeriksaan sampel urin A didapat pH urin 6. Dan ini berarti urin masih nomal. Hala ini dikareanakan pH urin nomal berkisar antara 4,7-7,5 pada pemeriksaan pembacaan pH hendaknya segera dilakukan (urine dalam kondisi segar), karena urine yang lama cenderung menjadi alkalis (karena perubahan ureum menjadi amonia). Sedangkan pada pemerikasaan sampel urin B didapatkan hasil urin yang terlalu basa. Kingkat pH urn yang terlalu basa tersebut dapat disebabkan adanya urea, amoniak dan beberapa zat lainnya yang terkandung dalam urin yang mempunyai sifat basa. Seharusnya urin normal memiliki pH berkisar 4,7-7,5. Pada pengujian ke dua yaitu pengujian glukosa pada urin. Pada pengujian ini adanya kandungan glukosa dalam urin dapat diketahui melalui perubahan warna yang terjadi setelah urin ditetesi benedict dan berubah warna menjadi merah bata. Namun, data yang didapatkan setelah urin ditetesi benedict pada dua sampel urin menghasilkan data yang berbeda. Pada sampel urine A ternyata hasil setelah



ditetesi benedict berwarna hijau kebiruan, artinya urin yang diuji tidak mengandung glukosa. Sementara pada sampel urin B setelah ditetesi benedict warnanya berubah menjadi warna merah bata. Dari dua percobaan ini mengartikan bahwa sampel A negative glukosa dan sampel B positif terdapat glukosa. Pereaksi yang dapat digunakan untuk pengujian ini yaitu pereaksi benedict yang mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Gula pereduksi akan mereduksi cu2+  yang berupa CU(OH)2 menjadi cu2+ sebagai CUOH yang selanjutnya akan menjadi CU2O yang tidak larut dan berwarna merah atau kuning  (Poedjiadi A. 1994). reaksi yang terjadi pada analisis gula pereduksimetode benedict, yaitu :



Percobaan dengan hasil negatif pada urin sampel A yang menghasilkan larutan berwarna hijau setelah pemberian reagen benedict. Larutan berwarna hijau menunjukkan bahwa kandungan gula darah dalam kadar yang sedikit Adanya kandungan glukosa juga harus diperhatikan. Sama halnya dengan protein, jika urin mengandung glukosa maka ada masalah yang terjadi pada ginjal khususnya pada bagian Tubulus Kontortus Proksimal. Dengan uji glukosa, juga dapat diketahui jika urin menghasilkan endapan maka orang yang urinnya diuji menderita diabetes. Hal ini berhubungan dengan pancreas karena pancreas menghasilkan sedikit insulin bahkan tidak, sehingga menyebabkan diabetes. Dari pengujian urin, didapatkan data bahwa urin yang diuji tidak terbentuk endapan yang artinya orang yang urinnya diuji tidak menderita diabetes. Pengujian yang ketiga dalah pengujian untuk menentukan kandungan protein dalam urin. Pada percobaan ini digunakan dua sampel urin yaiyu sampel urin A dan sampel urin B. Urin yang diuji untuk mengetahui ada tidaknya protein, setelah melalui tahap pemberian Reagen biuret dan dilihat perubahan warna yang terjadi. Uji ini menggunakan reagen biuret yang mengandung NaOH dan CuSO4 encer. Reagen biuret akan bereaksi dengan ikatan peptida protein pada sampel. Adanya protein sampel ditunjukkan perubahan sampel menjadi warna ungu. Pembentukan warna disebabkan karena adanya kompleks ion Cu+ dengan ikatan peptida protein.. Jika urin diberikan reagen biuret berubah menjadi ungu maka dapat dipastikan urin mengandung protein. Dari hasil praktikum ini didapatkan bahwa sampel A setelah di tetesi reagen biuret berubah warna menjadi biru yang menunjukan hasil negative kandungan protein. Sementara hasil dari pengujian sampel B menunjukan perubahan warna menjadi ungu setelah ditetesai dengan reagen biuret yang menunjukan hasil posistif kandungan protein dalam urin . Adanya protein pada urine merupakan indikasi terjadinya kegagalan pada proses filtrasi, terutama filtrasi protein (albumin). Akibatnya protein lolos dalam proses filtrasi dan ditemukan dalam urine.Jika urin mengandung protein, ini ada ketidakberesan pada ginjal orang yang urinnya diuji. Seharusnya, ginjal yang



normal tidak akan meloloskan protein bersama urin. Protein (asam amino) pada ginjal yang normal, akan diserap pada proses filtrasi sebab protein (asam amino) termasuk zat yang berguna bagi tubuh. Selain itu jika ada protein (asam amino) yang masih berada pada urin primer, pada tahap re-absorpsi tepatnya di bagian Tubulus Kontortus Proksimal, semua protein (asam amino) sudah harus diserap oleh tubuh. Artinya, urin yang dikeluarkan sudah tidak lagi mengandung protein. Jadi, jika hasil praktikum menunjukkan adanya kandungan protein dalam urin, maka ginjal orang yang urinnya diuji mengalami masalah terutama pada Tubulus Kontortus Proksimal. Praktikum ke empat dari uji kimia pada urin adalah pengujian keton urin. Pada pengujian ini menggunakan dua sampel urin yaitu sampel urin A dan sampel urin B. pada pengujian keton pada urin menggunakan reagen rothera dan juga ammonium hidroksida. Pengamtan dilakukan lewat terlihatnya perubahan warna yang diamati. Uji ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan keton dalam urin. Badan keton terdiri dari senyawa, yaitu aseton, asam asetoasetat, dan asam Chidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energy yang disebabkan oleh gangguan metabolism karbohidrat, kurangnya asupan karbohidrat, gangguan absorbs karbohidrat (kelainan gastrointestinal) atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar. Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan cadangan basa contohnya bikarbonat dan HCO3  dalam tubuh dan menyebabkan asidosis. Pada ketoasi dosis diabetic, keton serum meningkat hingga mencapai lebih dari 50mg/dl (Uliyah 2008). Benda keton yang dijumpai di urin terutama adalah aseton dan asam asetoasetat. Berdasarkan hasil percobaan uji rothera sampel urin menghasilkan hasil positif yaitu dengan adanya pemebentukan cincin berwarna keunguan di dalam larutan. Biasanya jika warna cincin yang terbentuk berwarna ungu senyawa keton yang terkandung adalah asetoasetat. Dari dua sampel A dan B yang menujnukan hasil positif adalah sampel urin B. Uji keton positif dapat dijumpai pada asidosis diabetic (ketoasidosis) kelaparan atau malnutrisi, diet, rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat, pingsan akibat panas, kematian janin. Pengaruh obat seperti asam askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil alkohol, paraldehida, piridium, zat warna yang digunakan untuk berbagai uji (bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein). Diet rendah karbohidratatau tinggi lemak dapat menyebabkan temuan positif palsu. urin yang disimpan pada suhu ruangan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan hasil uji negaif  palsu serta adanya dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam asetoasetat. Pemeriksaan fisik/ maksroskopik Pemeriksaan fisik urine meliputi penentuan warna, kejernihan, bau dan berat jenis. Pemeriksaan ini memberikan informasi awal mengenai gangguan seperti perdarahan gromerulus, penyakit hati,



gangguan metabolisme bawan dan infeksi saluran kemih (ISK) (Strasinger dan Lorenzo, 2008). Pada praktikum urinalisis, pemeriksaan fisik terdiri dari volume, warna, kejernihan dan berat jenis. Parktikum dilakukan secara irtual dengan mengikuti Langkah-langkah kerja yang telah tersedia pada layar. Hasil pengamatan yang diperoleh dari pemeriksaan volume urin pada sampel A berjumlah 100 ml dan pada sampel B berjumlah 50 ml. secara teori jumlah urin normal yaitu 600-2000 ml selama 24 jam. Hal tersebut menandakan bahwa urin dibawah standar normal yang disebut anuria. Anuria adalah suatu keadaan dimana jumlah urine selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Kondisi anuria bisa merupakan gejala dari banyak penyakit serius, misal penyakit ginjal terminal, obstruksi saluran kencing atau syok berat. Selanjutnya pada pemeriksaan kejernihan urin, diperoleh hasil pengamatan sampel A jernih dan sampel B agak keruh. Secara teori urin normal memiliki kejernihan yang jernih atau tidak ada endapan. Pada beberapa keadaan urin dapat keruh sejak awal, misalnya akibat kadar fosfat yanag tinggi, bakteri, unsur-unsur sedimen (eritrosit, leukosit dan sel epitel) yang terlalu banyak, lemak (chylus), benda-benda koloid. Kejernihan urin, urin normal nampak segar jernih, bila didiamkan akan menjadi keruh yang disebut nubekula, yang terjadi akibat lendir, leukosit dan sel-sel epitel yang lambat laun mengendap. Kemudian pada hasil pengamatan warna urin diperoleh data bahwa pada sampel A kuning pucat dan sampel B berwarna kuning pekat. Secara teori, Warna urin normal meliputi tidak berwarna/bening hingga kuning. Warna urin kuning pekat umumnya disebabkan oleh dehidrasi. Dehidrasi dapat terjadi bila jumlah cairan yang dikeluarkan dari dalam tubuh lebih banyak dibandingkan jumlah cairan yang masuk. Warna urin yang sangat kuning (seperti teh) dapat memberikan petunjuk gangguan metabolisme bilirubin (urobilin), misalnya penyakit hepatitis atau obstruksi duktus biliaris. Sementara warna kuning pucat menandakan tubuh cukup terhidrasi. Terakhir pada pengamatan berat jenis urin diperoleh data pada sampel A memiliki berat jenis yaitu 1,005 dengan suhu urin dan suhu ruang sebesar 20̊ C dan pada sampel B memiliki berat jenis yaitu 1,040 dengan suhu urin dan suhu ruang sebesar 20̊ C. secara teori kisaran berat jenis urin normal adalah 1.003 sampai 1.035. Berat jenis urin adalah ukuran konsentrasi solut dalam urin. Berat jenis urin memberi informasi tentang kemampuan ginjal dalam mengonsentrasikan urin. Komponen yang dapat mempengaruhi berat jenis urin antara lain molekul berukuran besar seperti protein dan glukosa. Hal ini menunjukan bahwa urin sampel A normal dan B tidak normal karena melebihi standar normal. F. Kesimpulan 1. Pada pengujian pertama yaitu uji pH urin, dilakukan dengan memasukkan kertas indicator pH universal ke dalam urin dan mengamati perubahan warnanya. Pada praktikum ini terdapat dua sampel uri yaitu urin sampel A dan sampel B. Pada



2.



3.



4. 5.



6. 7.



8.



urin sampel A ternyata urin yang diuji mempunyai pH=6 yang artinya asam dan pada urin sampel B ternyata memiliki PH=9 yang artinya basa. Mengetahui tahapan dalam pengujian Glukosa, pengujian protein dan pengujian keton ada urine Pada sampel urine A ternyata hasil setelah ditetesi benedict berwarna hijau kebiruan, artinya urin yang diuji tidak mengandung glukosa. Sementara pada sampel urin B setelah ditetesi benedict warnanya berubah menjadi warna merah bata. Dari dua percobaan ini mengartikan bahwa sampel A negative glukosa dan sampel B positif terdapat glukosa Menggunakan reagen biuret yang mengandung NaOH dan CuSO4 encer. Reagen biuret akan bereaksi dengan ikatan peptida protein pada sampel. Adanya protein sampel ditunjukkan perubahan sampel menjadi warna ungu. pereaksi benedict yang mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Gula pereduksi akan mereduksi cu2+  yang berupa CU(OH)2 menjadi cu2+ sebagai CUOHyang selanjutnya akan menjadi CU2O yang tidak larut dan berwarna merah. Uji Rothera merupakan reaksi antara Natrium Nitroprusid dengan asam asetoasetat dan aseton membentuk senyawa yang berwarna ungu/terbentuknya cincin ungu jika keton urin. Pemeriksaan fisik pada urin terdiri dari pemeriksaan volume, kejernihan, warna dan berat jenis urin Pada sampel A dan B memiliki volume 100 ml dan 50 ml. Hal tersebut menandakan bahwa urin dibawah standar normal yang disebut anuria. Anuria adalah suatu keadaan dimana jumlah urine selama 24 jam kurang dari 300 ml. Pada pemeriksaan kejernihan urin sampel A jernih sementara sampel B keruh. Secara teori urin normal memiliki kejernihan yang jernih atau tidak ada endapan. Pada pemeriksaan warna sampel A memiliki warna kuning pucat dan sampel B memiliki warna kuning pekat. Adanya perbedaan warna menunjukan sampel A tubuh cukup terhidrasi sementara sampel B tubuh kurang terhidrasi Pada pemeriksaan berat jenis pada sampel A yaitu sebesar 1,005 dan sampel B yaitu 1,040. Secara teori kisaran berat jenis urin normal adalah 1.003 sampai 1.035. Berat jenis urin berhubungan dengan diuresis, makin besar diuresis maka semakin rendah berat jenis urin.



DAFTAR PUSTAKA Ethel, S. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta. Izzah A, Ginardi RVH, Saikhu A. 2013. Pendekatan algoritma heuristik danneural network untuk screening test pada urynalisis.Jurnal cybermatika. 1 (2) : 29-35. Lestari ES. 2017. Penggunaan laboratorium virtual untuk meningkatkan pengetahuan prosedural siswa pada pokok bahasan sistem ekskresi[thesis]. Bandung (ID): Universitas Pasundan. Leung KCW, Tonelli M, James MT. 2013. Chronic kidney disease followingacute kidney injury-risk and outcomes.Nature Reviews Nephrology 9(1):77-85. Loho IKA, Rambert GI, Wowor MF. 2016. Gambaran kadar ureum pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialysis. Jurnal e-Biomedik. 4 (2).Marks DB, Marks AD, McMurry J. 2008. Organic Chemistry 8th Edition. New York (US): WH Freemanand Company. Munzila S, Wiknjosastro GH. 2007. Pemeriksaan pH dan LEA vagina dengan dipstick sebagai metoda penapisan vaginosis bakterial dalam kehamilan. Maj Obstet Ginekol Indones 31(3): 134-141. Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA.2014. Biokimia Harper Edisi 29. Manurung LR, Mandera LI, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Harper’s Illustrated Biochemistry, 29th Ed. Mutalazimah, Mulyono B, Murti B, Azwar S. 2013. Asupan yodium, ekskresiyodium urine, dan goiter pada wanita usia subur daerah endemisdefisiensi yodium. Jur Kes Mas Nas. 8(3): 133-138. Nelson DL, Cox MM. 2002. Lehninger Principles of Biochemistry 4th edition. New York (US): W.H. Freeman and Company.



Pratama E, dkk. 2016. Pemeriksaan Urinalisis Untuk Menentukan Status Present Kambing Kacang (Capra Sp.) Di Upt Hewan Coba Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Jurnal Medika Veterinaria. ISSN : 0853-1943. Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Smith CM. 2000. Dasar- Dasar Biokimia Kedokteran Jakata (ID) : ECG. Tangkin CP, Mongan AE, Wowor MF. 2016. Gambaran urin pada pasientuberkolosis paru dewasa di RSUP Prof Dr R D Kandou Manado.Jurnale-Biomedik (eBM) 4(2): 1-7. Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Salemba Medika. Jakarta. Whiting P, Westwood BL. 2006. Clinical effectiveness and cost-effectiveness oftests for the diagnosis and investigation of urinary tract infection inchildren: a systematic review and economic model.Health Technol.1-154 Wilson K, Walker J. 2000. Principles and Techniques of Practical Biochemistry5th Edition. Cambridge (US): Cambridge University Press.