KAD Internsip [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



TINJAUAN PUSTAKA Dokter Internsip: dr. I Dewa Gde Dwi Sumajaya, S.Ked Pembimbing: dr. Desak Nyoman Puriani KETOASIDOSIS DIABETIK 1.1 DIABETES MELLITUS 1.1.1. Definisi Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit gangguan kronik pada metabolism yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut.1 1.1.2 Klasifikasi Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI (2003-2006) adalah sesuai dengan klasifikasi DM oleh American Diabetes Association (ADA). Klasifikasi etiologi DM (ADA 2011)4: 1. DM tipe 1, destruksi sel β, biasanya menjurus ke defisiensi insulin absolut: autoimun dan idiopatik. 2. DM tipe 2, biasanya berawal dari resistensi insulin yang predominan dengan defisiensi insulin relatif menuju ke defek sekresi insulin yang predominan dengan resistensi insulin. 3. DM tipe spesifik lain: a. Defek genetik fungsi sel β (Maturity Onset Diabetes of the Young [MODY], DNA mitokondria, dll) b. Defek genetic kerja insulin c. Penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, pankreopati fibrokalkulus) d. Endokrinopati (akromegali, Cushing syndrome, hipertiroid) e. Karena obat atau zat kimia (glukokortikoid, tiazid) f. Infeksi (Rubella kongenital, cytomegalovirus) g. Imunologi (antibodi anti insulin) h. Sindrom genetik yang berkaitan dengan DM (Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner)



2



4. DM Gestasional



1.1.3 Patofisiologi Pada DM tipe 1 kelainan terletak pada sel β, yaitu destruksi sel β oleh faktor imunologis ataupun idiopatik. Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus DM tipe 1 terdapat kekurangan insulin secara absolute (insulin dependen).1 Patofisiologi pada DM tipe 2 disebabkan oleh karena dua hal yaitu 1. Penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa ini dinamakan resistensi insulin dan 2. Penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini berdampak pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahan postreceptor, yaitu penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi glucose transporter dan aktivasi glycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Pada resistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia). Pada tahap ini, sel β pankreas mengalami adaptasi diri sehingga responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitif, dan pada akhirnya membawa pada defisiensi insulin.1,4 1.1.4 Gejala Klinis Gejala klinis DM yang klasik: mula-mula polifagi, poliuri, polidipsi dan berat badan naik (fase kompensasi). Apabila keadaan ini tidak segera diobati, maka akan timbul gejala fase dekompensasi (dekompensasi pankreas), yang disebut gejala klasik DM, yaitu poliuria, polidipsi, dan berat badan turun. Ketiga gejala klasik di atas disebut pula “Trias Sindrom Diabetes Akut”, yang apabila tidak diobati dapat disusul dengan mual muntah dan Ketoasidosis Metabolik.1,4



3



Gejala kronis DM yang sering muncul adalah lemah badan, kesemutan, kaku otot, penurunan kemampuan seksual, gangguan penglihatan yang sering berubah,, sakit sendi dan lain-lain.1,4 1.1.5 Diagnosis Pemeriksaan screening perlu dilakukan pada kelompok tersebut di bawah ini (Committee Report ADA-2011):4 1. Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun ) 2. Tidak aktif secara fisik 3. Ras/etnis yang beresiko tinggi (African American, Latino, Native American, Asian American, Pasific Islander) 4. Obesitas: IMT > 25 ( kg/m3) 5. Tekanan darah tinggi ( > 140/90mmHg ) 6. Riwayat DM dalam garis keturunan 7. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau abortus berulang 8. Wanita dengan polycystic ovarian syndrome (PCOS) 9. Riwayat DM pada kehamilan 10. Dislipidemia ( HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl ) 11. A1C ≥5,7%, pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu ) atau glukosa darah puasa terganggu ( GDPT ) Kriteria Diagnosis DM ( ADA 2011 )4 Dinyatakan DM apabila terdapat: 1. AIC ≥ 6.5%, atau 2. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200mg/dl, ditambah gejala klasik : poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya, atau 3. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dl, atau 4. Kadar glukosa plasma ≥ 200mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau beban glukosa 75 gram pada TTGO.



4



Keempat kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain atau esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.



Keterangan gambar : GDP: Glukosa darah puasa, GDS: Glikosa darah sewaktu, GDPT: Gula darah puasa terganggu, IFG: Impaired Fasting Glucose, TGT: Toleransi Glukosa Terganggu 1.1.6 Terapi Penatalaksanaan dasar terapi DM meliputi 4 pilar utama: 1. Edukasi 2. Nutrisi



5



3. Aktivitas Fisik 4. Obat-obatan1,4



1.2 KETOASIDOSIS DIABETIK 1.2.1 Pendahuluan Ketoasidosis diabetik (KAD) atau diabetic ketoacidosis (DKA) merupakan komplikasi yang sering terjadi pada DM dengan angka kejadian pertahun 46-50 dari 10.000 populasi diabetes. Angka severitas komplikasi akut ini hingga menyebabkan kematian mencapai 5-10%. Ketoasidosis diabetik lebih sering terjadi pada DM tipe 1, namun juga dapat terjadi pada DM tipe 2. Seseorang yang tidak menyadari bahwa dirinya telah menderita DM tipe 1 biasanya datang ke dokter dengan KAD. KAD juga terjadi pada pasien yang gagal untuk mendapatkan insulin atau jatuh sakit, seperti terserang pneumonia atau infeksi ginjal.5,6 Tiga persen pasien dengan DM tipe 1 mengalami KAD. 2 KAD dapat menjadi manifestasi pertama pada DM tipe 1 atau merupakan akibat dari peningkatan kebutuhan insulin pada pasien DM tipe 1 pada saat terserang infeksi, trauma, infark miokard, atau menjalani pembedahan. KAD merupakan keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang dengan tingkat mortalitas 5% pada individu di bawah 40 tahun, namun prognosis yang lebih serius pada lansia, dengan tingkat mortalitas lebih dari 20%.1 Sebelum insulin ditemukan, tingkat mortalitas KAD mencapai 100%.2 KAD yang terjadi pada pasien DM tipe 2 akan muncul ketika terjadi stress berat seperti sepsis atau trauma. KAD juga telah diketahui merupakan salah satu komplikasi dari terapi injeksi insulin yang umum terjadi pasien DM. Kebanyakan pasien DM yang memonitor level gula darah perifer secara teratur mengabaikan pengukuran keton urin. Keton yang terkandung di dalam urin dapat menjadi petunjuk awal bila terjadi kebocoran insulin atau kegagalan pump sebelum penyakit serius berkembang.5,6 1.2.2. Patogenesis



6



Defisiensi insulin akut menyebabkan mobilisasi cepat energi yang tersimpan di otot dan lemak subkutan, sehingga mengakibatkan meningkatnya asam amino di hati untuk dikonversi menjadi glukosa, dan asam lemak untuk dikonversi menjadi badan keton (asetoasetat, β-hidroksibutirat, dan aseton). Terdapat pula efek langsung dari rasio insulin:glukagon yang rendah pada hati, yaitu meningkatnya produksi keton dan juga glukosa melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Respon terhadap defisiensi insulin akut dan stres metabolik ketosis mengakibatkan konsentrasi antagonis hormon insulin (kortikosteroid, katekolamin, glukagon, dan growth hormone) secara konsisten meningkat. Selanjutnya, karena tidak adanya insulin, penggunaan insulin dan keton di perifer juga menurun. Kombinasi dari peningkatan produksi dan penurunan penggunaan glukosa dan keton menyebabkan terjadinya akumulasi dari substansi tersebut di dalam darah (hiperglikemia dan asidosis metabolik). Konsentrasi glukosa plasma mencapai 500 mg/dL dan keton plasma 8-15 mmol/L.7,8



7



Walaupun glukagon berperan sebagai antagonis hormon insulin ketika terjadi penurunan level glukosa darah dengan menstimulasi proses glikogenolisis di hepatosit, insulin memiliki peran yang lebih besar, dengan efek luas di seluruh tubuh. Ada ataupun tidak adanya insulin dapat menjadi penyebab dalam patogenesis KAD. Insulin memilik half-life yang pendek di dalam darah, sehingga level insulin dalam darah dengan cepat menurun seiring dengan berhentinya sekresi oleh pankreas.7,8



8



Kebanyakan sel di dalam tubuh sensitif terhadap satu atau lebih efek insulin; kecuali eritrosit, neuron, beberapa jaringan intestinal, dan sel beta pankreas, selsel tersebut tidak membutuhkan insulin untuk menyerap glukosa dari darah. Variasi sensitivitas terhadap insulin tersebut terjadi karena perbedaan protein transporter glukosa (GLUT).5,7,8 Abnormalitas elektrolit lain juga dapat terjadi secara sekunder oleh karena hiperglikemia dan asidosis metabolik. Terjadinya glikosuria dikaitkan dengan dehidrasi ringan dan peningkatan blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin. Walaupun konsentrasi natrium dalam serum meningkat pada keadaan dehidrasi, efek osmotik glukosa menarik air ke dalam ruang ekstraseluler sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi natrium pada KAD. Konsentrasi kalium cenderung meningkat karena merupakan kompensasi fisiologis asidosis metabolik dan hiperosmolaritas, serta adanya defisiensi insulin, walaupun pada KAD, konsentrasi total kalium dalam tubuh rendah.5 Pada pasien dengan DM tipe 1, level glukosa plasma, natrium, klorida, BUN, kreatinin, dan fosfat yang lebih tinggi dibandingkan dengan DM tipe 2. Pasien dengan DM tipe 2 memiliki presentasi biokimia KAD yang berbeda dengan DM tipe 1. Pada DM tipe 2, asidosis yang terjadi lebih ringan dan kecenderungan level potasium serum normal.7 Sedangkan konsentrasi kalsium dan magnesium cenderung sama pada DM tipe 1 dan 2. Jumlah neutrofil pada DM tipe 1 lebih tinggi dibandingkan dengan DM tipe 2.7 Pasien dengan DM tipe 2 dapat mengalami ketosis yang lebih ringan dan KAD dengan derajat sedang hingga berat.5 Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan glikosuria +4 dan ketonuria dengan hiperglikemia, ketonemia, pH darah arteri rendah, dan bikarbonat plasma rendah. Potasium serum umumnya meningkat walaupun level potasium total dalam tubuh cenderung menurun karena poliuria dan muntah-muntah. Peningkatan amilase serum umum terjadi, dan dapat ditemui pada saliva maupun pankreas. Namun amilase serum tidak spesifik dalam mendiagnosa pankreatitis akut. Leukositosis, 25.000/mcL dapat terjadi dengan atau tanpa infeksi. Suhu tubuh yang meningkat atau normal dapat terjadi pada infeksi, pasien KAD umumnya hipotermia jika tidak terkena infeksi1. Perbedaan rentang anion (anion



9



gap) yang besar dapat mengindikasikan penurunan bikarbonat tanpa peningkatan klorida. Ketika terjadi disosiasi asam asetoasetik dan β-hidroksibutirat akan menghasilkan ion H+ yang akan segera dinetralkan oleh bikarbonat, bila tersedia. Hal tersebut akan menyebabkan hilangnya bikarbonat sehingga terjadi anion gap yang besar.7,8 1.2.3



Manifestasi Klinik



Manifestasi klinis pada pasien dengan KAD tidak khas. Pada studi oleh Newton dan Raskin menyebutkan frekuensi gejala pada pasien KAD berturutturut sebagai berikut: mual (83,4%), muntah (78,5%), poliuria (75,2%), polidipsi (74,4%), nyeri perut (51,2%), penurunan berat badan (42,1%), dan polifagia (33,1%). Keluhan nyeri perut bisa membingungkan, sebagai manufestasi lambat atau misdiagnosis KAD. Nyeri perut muncul sebagai manifestasi asidosis metabolik, namun mekanisme belum dipahami.6 Kebanyakan pasien dengan DM tipe 1 yang mengalami KAD menunjukan gejala-gejala sebagai berikut: muntah-muntah, nyeri perut, dan tidak sering disebabkan oleh kegagalan dalam mendapatkan terapi insulin atau infeksi. Gejala yang timbul pada KAD yang terjadi pada DM tipe 2 adalah sebelum pasien masuk rumah sakit terjadi disregulasi glikemia, poliuria, polifagia, polidipsi, dan penurunan berat badan13. Walaupun tidak spesifik, mual, muntah dan nyeri perut dihubungkan dengan ketonemia. Gejala diuresis osmotik (polidipsi dan poliuria) jarang membuat pasien mencari pertolongan medis. Namun mual, muntah dan nyeri perut dapat mendorong pasien untuk pergi ke dokter 7. Mual, muntah, dan nyeri perut merupakan beberapa gejala akhir pada KAD dan dapat mengancam jiwa penderita dan perlu penanganan yang tepat. Gejala akhir lain pada KAD adalah penurunan nafsu makan, gejala seperti flu, lethargy dan apathy, serta koma. Gejala-gejala lain yang dapat timbul pada KAD adalah pasien merasa lelah dan lemas luar biasa, fruity smell (oleh karena aseton), hiperventilasi, sariawan pada rongga mulut dan/atau infeksi persisten vagina yang terjadi karena terganggunya flora normal di rongga mulut dan cervix karena penurunan pH.6 Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi: hilangnya turgor kulit, mukosa kering, takikardi dan hipotensi. Kebanyakan pasien temperaturnya



10



normal atau hipotermi walaupun banyaknya insiden infeksi dan kondisi hipotermi yang berat berhubungan dengan prognosis buruk. Pasien dengan KAD datang dengan level kesadaran bermacam-macam, mayoritas dalam kompos mentis dan kurang dari 20% dengan koma.6 Dehidrasi hampir selalu muncul dalam KAD. Menurunnya transport glukosa ke dalam jaringan tubuh akan menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glikosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan over-produksi asam lemak, yang



sebagian



diantaranya



akan



dikonversi



(dirubah)



menjadi



keton,



menimbulkan ketonemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potasium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (pernafasan Kussmaul). Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan DKA adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.6 1.2.4. Kriteria Diagnosis American Diabetes Association (ADA 2003) telah memodifikasi kriteria diagnosis untuk KAD dengan menambahkan severitas ringan, sedang dan berat (Tabel 1).



Diadaptasi dari ADA.6



Trias dari KAD meliputi hiperglikemia, ketonemia dan asidosis metabolik. Sebagian besar guidelines KAD menyebutkan bahwa hiperglikemia lebih dari 13,9mmol/l cukup untuk mendiagnosis KAD, walaupun ini bukan persyaratan



11



absolute. Pasien KAD tanpa hiperglikemia dilaporkan terjadi selama kehamilan, dan pada pasien dengan muntah atau kelaparan yang lama. Ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gagal hati atau penyalahgunaan alkohol. Untuk terjadi KAD, kekurangan insulin relatif atau absolut harus ada. Dari ketiga badan keton yang terbentuk, β-hidroksibutirat memegang peranan untuk kondisi asam dalam tubuh, dan aseto asetat diperiksa di urin dengan dipstik. Ketika KAD sudah teresolusi, βhidroksibutirat akan teroksidasi menjadi aseto asetat, sehingga pemeriksaan urin semata dalam monitoring KAD akan memberikan kesan bahwa kondisi tidak membaik. pH arterial kurang dari 7,3 harus terpenuhi untuk mendiagnosis KAD. Pengukuran pH dan/atau serum bikarbonat sangat penitng dalam diagnosis dan perkiraan severitas KAD.6 Ada beberapa hal yang dapat memicu terjadinya KAD. Yang paling sering sebagai pemicu munculnya KAD yaitu adanya infeksi (28-45% kasus). Penyakit paru seperti pneumonia harus sangat diwaspadai sebab dapat mempengaruhi oksigenasi dan gagal nafas, yang akan berdampak mengganggu mekanisme kompensasi respirasi dari kondis asidosis metabolik yang terjadi. Pemicu tersering kedua yaitu tidak adanya insulin, dan yang ketiga yaitu onset baru diabetes. Beberapa hal lain juga dapat memicu KAD seperti stroke, infark miokard dan gangguan pembuluh darah perifer dengna gangren. Dilaporkan juga KAD banyak terjadi pada pasien skizofrenia (hingga 10 kali) oleh sebab pemakaian obat baru antipsikotik yaitu clozapin dan olanzapin.6



1.2.5



Penatalaksanaan KAD



Penatalaksanaan KAD memerlukan kerjasama tim dari klinisi maupun perawat. Dalam studi Scottish, terlambat dalam memulai terapi cairan intravena dan pemberian insulin terjadi pada 70% kasus. Tidak adekuatnya pemberian cairan intravena dan tidak adekuatnya penggantian kalium selama 24 jam pertama terjadi juga pada 70% kasus. Setiap rumah sakit yang merawat pasien dengan KAD harus terstruktur dan milikiki jalur terintegrasi yang mengikuti sekuens dan timing, serta spesifisitas untuk siapa dikerjakan, sehingga mencapai tujuan



dari



pengobatan.



Studi



terbaru



menunjukkan



bahwa



kinerja



12



penatalaksanaan yang terintegrasi akan meningkatkan mutu pengobatan pasien dengan KAD.6 a. Terapi Cairan. Pada pasien dengan KAD, terjadi deficit cairan hingga 100ml/kgBB, dimana jumlahnya mencapai lima hingga tujuh liter pada rata-rata pasien dewasa. Defisit cairan dpt dihitung dengan rumus: (0,6xberat badan (kg)) x (Na terkoreksi/140). Pemberian cairan sendiri sudah dapat menurunkan kadar glukosa darah. Kemudian ini diikuti dengan pemulihan laju filtrasi glomerulus, dimana terjadi penurunan oleh sebab dehidrasi yang berat karena KAD. Semua guidelines menyebutkan bahwa rekomendasi cairan yang diberikan yaitu 0,9% NaCl untuk resusitasi awal, atau 0,45% NaCl jika kadar natrium darah tinggi. Tidak ada penelitian acak terkontrol terbaru yang mendukung superioritas jenis cairan lain dibanding NaCl. Resusitasi cairan harus agresif dengan memasukkan 1 hingga 1,5 liter cairan pada jam pertama dan kemudian 250-500ml/jam. Tujuannya untuk mengembalikan 50% deficit cairan pada 8-12 jam pertama dan sisanya pada 12 hingga 16 jam berikutnya. Jika kadar glukosa turun hingga dibawah 14mmol/l, sangat dianjurkan untuk mengganti cairan dengan yang mengandung dekstrosa (5% cairan dextrosa, atau 5% dextrosa dalam 0,9% NaCl, atau 5% dextrosa dalam 0,45% NaCl). Pada pasien lansia dengan penyakit kardiovaskular, ginjal atau hati sangat hati-hati dalam pemberian cairan untuk mencegah overhidrasi atau overload cairan. Sangat dianjurkan pada pasien ini untuk dipasang monitor berupa jalur vena sentral.6 b. Terapi Insulin Standar penggunaan insulin dalam penatalaksanaan pasien dengan KAD saat ini yaitu dosis rendah (0,1U/kg/jam) intravena. Insulin seperti regular, lispro atau aspart harus digunakaan, namun perlu diperhatikan bahwa insulin sintetik tidak bekerja lebih cepat dibanding insulin regular ketika dimasukkan melalui intravena. Sebelum memulai terapi insulin, adanya hipokalemia (Kalium