Kaidah Muhkam Dan Mutasyabih [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDAHULUAN I.



Latar Belakang Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.



sebagai petunjuk bagi manusia, membimbing ke jalan kebaikan,memelihara fitrah kesucian manusia, mempertahankan derajat kemanusiaan.Dengan hidayah al- Qur’an seseorang dapat membedakan yang haq dan bathil dan mampu memilah baik buruk suatu perbuatan. Al-Qur’an sebagai buku panduan kehidupan manusia seutuhnya.Oleh sebab fungsinya yang sangat vital maka al-Qur’an mesti dipahami dengan tepat dan benar sehingga nilai asli yang terkandung di dalamnya dapattersampaikan dan diaplikasikan dengan baik oleh manusia itu sendiri yang padaakhirnya akan berdampak positif bagi kehidupannya. Adapun salah satu ilmuyang perlu dipahami yaitu ilmu Muhkam dan Mutasyabih. II.



Rumusan Masalah



1. Apa pengertian Muhkam dan Mutasyabih? 2. Apa saja kaidah-kaidah Muhkam dan Mutasyabih? III.



Tujuan Pembahasan



1. Mengetahui pengertian Muhkam dan Mutasyabih. 2. Mengetahui kaidah-kaidah Muhkam dan Mutasyabih.



1



PEMBAHASAN A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih Secara etimologis (bahasa) muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud makna lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah



Muhkam



juga berarti ( sesuatu ) yang



dikokohkan, tidak goyah dan tidak berubah. Dengan pengertian inilah Allah menjelaskan bahwa ayat-ayat al-Quran seluruhnya adalah muhkam sebagaimana firman Nya dalam surat Hud ayat 1:



‫ير‬ ِّ ُ‫ا ٓل ۚر ِك ٰتَبٌ أُ ۡح ِك َم ۡت َءا ٰيَتُ ۥهُ ثُ َّم ف‬ ٍ ِ‫صلَ ۡت ِمن لَّد ُۡن َح ِك ٍيم َخب‬ ”Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatnya dimuhkamkan (disusun dengan rapi,kokoh) serta dijelaskan secara terperinciyang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” Maksudnya al-Quran itu kata-katanya fasih(indah dan jelas). Menurut Syadali muhkamialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan. Sedangkan mutasyabih ialah ayat yang tidak berdiri sendiri, tetapi memerlukan keterangan tertentu dan kali yang lain diterangkan pula karena terjadinya perbedaan dalam menakwilnya (Syadali, 2000:202). Ramli Abdul Wahid dalam bukunya mengemukakan bahwa Muhkam ialah ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasakh,dan mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi (maknanya),tidak diketahui maknanya baik secara aqli maupun naqli(Ramli,1996:83), dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah SWT saja mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat, huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat. Pendapat ini menurut Al-Alusi dibangsakan kepada pemimpin-pemimpin mazhab Hanafi. Pengertian yang lebih terperinci tentang muhkam dan mutasyabih serta perbedaannya dipaparkan secara panjang lebar oleh Al-Husni (1999:145), secara terminologis sebagai berikut : 1. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara jelas dan tegas, baik melalui takwil (metafora) ataupun tidak. Sedangkan



mutasyabih adalah ayat yang



maksudnya hanya dapat diketahui oleh Allah, seperti saat kedatangan hari kiamat, 2



keluarnya dajjal, dan huruf-huruf muqaththa’ah. Definisi ini dikemukakan kelompok ahlussunnah. 2. Muhkam adalah ayat yang maknanya jelas dan mudah dipahami, sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya. 3. Muhkam adalah ayat yang tidak mungkin dapat diartikan dari sisi arti lain, sedangkan ayat mutasyabih mempunyai kemungkinan muncul arti yang banyak. Definisi ini dikemukakan Ibnu ‘Abbas. 4. Muhkam adalah ayat yang maknanya dapat dipahami akal, seperti bilangan raka’at shalat, kekhususan bulan Ramadhan untuk pelaksanaan puasa wajib, sedangkan ayatayat mutasyabih sebaliknya. Pendapat ini dikemukakan Al-Mawardi. 5. Muhkam adalah ayat yang pemahaman maknanya dapat berdiri sendiri, sedangkan ayatayat mutasyabih untuk memahaminya bergantung pada ayat lain. 6. Muhkam adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa ditakwil terlebih dahulu, sedangkan ayat mutasyabih memerlukan penakwilan untuk mengetahui maksudnya. 7. Muhkam adalah ayat yang lafazh-lafazhnya tidak berulang-ulang, sedangkan ayat mutasyabih sebaliknya. 8. Muhkam adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman, dan janji, sedangkan ayat mutasyabih berbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan-perumpamaan. 9. Muhkam adalah ayat yang menghapus (nasikh), berbicara tentang halal, haram, ketentuan-ketentuan (hudud), kefarduaan, serta yang harus diimani dan diamalkan. Adapun ayat yang mutasyabih adalah ayat yang dihapus(mansukh),yang berbicara tentang perumpamaan-perumpamaan ( amsal ), sumpah ( aqsam), dan yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam sebuah riwayat dari Ali bin Abi Thalib dari Ibnu Abbas. 10. Muhkam adalah ayat-ayat yang tidak dihapus, sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang dihapus. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Abdullah bin Hamid dalam sebuah riwayat dari Adh-Dhahak bin al-Muzahim (w.105 H.). 11. Muhkamadalah ayat yang harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang harus diimani tetapi tidak harus diamalkan. Hal ini diungkapkan oleh Ibnu Abi Hatim yang mengatakanbahwa Ikrimah (w.105 H.), Qatadah bin Du’amah (w.117 M.) mengatakan demikian.



3



12. Ibnu Abi Hatim mengeluarkan sebuah riwayat dari Muqatil bin Hayyan yang mengatakan bahwa ayat-ayat mutasyabih adalahseperti alif lam mimdanalif lam mim ra. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan para ulama terkait pengertian muhkam dan mutasyabih dapat disimpulkan bahwa inti muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya sudah jelas, tidak samar lagi. Termasuk dalam kategori muhkam adalah nash (kata yang menunjukkan sesuatu yang dimaksud dengan terang dan tegas, dan memang untuk makna itu ia disebutkan) dan zhahir (makna lahir). Adapun mutasyabih adalah ayat-ayat yang maknanya belum jelas. Termasuk kedalam kategori ini adalah mujmal (global), mu’awwal (harus ditakwil), musykil dan ambigius.1 B. Kaedah Tentang Muhkam dan Mutasyabih 1. Kaidah Pertama:



‫ وبعضه محكم و بعضه متشابه باعتبار ثالث‬، ‫القرأن الكريم كله محكم باعتبار و كله متشابه باعتبار‬ “Al-Qur’an al-Karim semua ayatnya Muhkam ditinjau dari satu sisi, dan semua ayatnya Mutasyabih ditinjau dari sisi lain, dan sebagian ayatnya Muhkam dan sebagian lagi Mutasyabih ditinjau dari sisi ketiga” 2 a. Ditinjau dari segi kerapian dan koherensi, kesolidan dan keakuratan susunan ayatnya, maka semua ayat Al-Qur’an itu adalah Muhkam. Jadi, Muhkam pada penggalan pertama kaidah tersebut bermakna muhkam dari segi bahasa, seperti yang telah disinggung di atas. Inilah yang dimaksud dalam ayat surah Hud ayat 1:



‫ير‬ ِّ ُ‫ا ٓل ۚر ِك ٰتَبٌ أُ ۡح ِك َم ۡت َءا ٰيَتُ ۥهُ ثُ َّم ف‬ ٍ ِ‫صلَ ۡت ِمن لَّد ُۡن َح ِك ٍيم َخب‬ “Alif Lām Rā. (Inilah) Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci, (yang diturunkan) dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana, Mahateliti”. b. Ditinjau pula dari segi kesamaan, kemiripan dan kesetaraan ayat-ayatnya, maka semua ayat al-Qur’an itu adalah mutasyahih. Artinya: sama-sama bagus susunan dan keindahan bahasanya, sama-sama mengandung hidayah dan hikmah di dalamnya. Jadi, makna



Syamsu Nahar, Keberadaan Ayat Muhkam dan Mutasyabih Dalam Al-Qur’an, Vol 6 No 2 ( Juli-September 2016) h 2-4 2 Khalid bin Utsman, Al-Sabt, Mukhtasar fii Qawa’id al-Tafsir, (Kairo: Dar Ibn Qayyim, 1426), j.1, h. 24. 1



4



mutasyabih pada penggal kedua dari kaidah di atas adalah kemiripan, kesamaan dan kesetaraan di antara ayat-ayatnya. Ini pula yang dimaksud kata Mutasyabih pada ayat berikut:



ِ ‫ٱللَّه َنَّز َل أَ سۡحن ٱ ۡلح ِد‬ ‫يث كِٰتَب ٗا ُّمتَ َٰشبِهٗا‬ ُ َ ََ “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur`ān yang serupa (ayat-ayatnya)...”.(QS. Az-Zumar: 23) c. Adapun makna Muhkam dan mutasyabih pada penggalan ketiga dari kaidah tersebut adalah makna istilah dari masing-masing kata tersebut, yang menjadi topik kajian kita ini. Ditinjau dari segi dalalahnya, maka sebagian dari ayat Al-Qur’an itu ada yang dalalahnya muhkam dan sebagian lagi ada yang dalalahnya mutasyabih. Itulah yang dimaksud dalam surat Al-Imran ayat 7 berikut:



ٌ ‫ت ُّم ۡح َك ٰ َم‬ٞ َ‫ هُ َءا ٰي‬y‫ب ِم ۡن‬ ‫غ‬ٞ y‫م ز َۡي‬yۡ‫وبِ ِه‬yyُ‫ ۖت فَأ َ َّما ٱلَّ ِذينَ فِي قُل‬ٞ َ‫بِ ٰه‬y‫ ُر ُمت ٰ ََش‬yَ‫ب َوأُخ‬ َ y‫ َز َل َعلَ ۡي‬y‫ي أَن‬ ٓ ‫و ٱلَّ ِذ‬y َ َ‫ك ۡٱل ِك ٰت‬ ِ َ‫ت ه َُّن أُ ُّم ۡٱل ِك ٰت‬ َ yُ‫ه‬ ‫ونَ َءا َمنَّا‬yyُ‫ ُخونَ فِي ۡٱل ِع ۡل ِم يَقُول‬y ‫أ ِويلَ ٓۥهُ إِاَّل ٱهَّلل ۗ ُ َوٱل ٰ َّر ِس‬yۡ yَ‫فَيَتَّبِعُونَ َما تَ ٰ َشبَهَ ِم ۡنهُ ۡٱبتِغَٓا َء ۡٱلفِ ۡتنَ ِة َو ۡٱبتِغَٓا َء ت َۡأ ِويلِ ِۖۦه َو َما يَ ۡعلَ ُم ت‬ ْ ُ‫ ّل ِّم ۡن ِعن ِد َربِّن َۗا َو َما يَ َّذ َّك ُر إِٓاَّل أُوْ ل‬ٞ ‫بِِۦه ُك‬ ‫ب‬ ِ َ‫وا ٱأۡل َ ۡل ٰب‬ “Dialah yang menurunkan Kitab (Al-Qur`ān) kepadamu (Muhammad). Di antaranya ada ayat-ayat yang muḥkamāt, itulah pokok-pokok kitab (Al-Qur`ān) dan yang lain mutasyābihāt.* Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyābihāt untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya Al-Qur`ān), semuanya dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.”3



2. Kaidah Kedua:



‫يجب العمل بالمحكم واإليمان بالمتشابه‬ “Wajib mengamalkan ayat yang Muhkam dan Mengimani ayat yang Mutasyabih



3



Fikri Mahmud, Qawa’id tafsir (Kaidah-Kaidah Menafsirkan Al-Qur’an), (Pekanbaru: Azka Pustaka, 2021), h.



65-66.



5



Maksudnya: Jika ayat itu dalalahnya muhkam, maka wajib mengamalkannya, baik berupa perintah maupun larangan. Perintah seperti: shalat, puasa, zakat, haji, bermu’amalah secara baik dengan manusia dan sebagainya, wajib dilaksanakan; sedangkan larangan seperti: memakan harta orang lain dengan cara haram, berzina, berbohong, dan lain sebagainya wajib ditinggalkan. Apabila dalalah ayat itu mutasyabih, maka wajib mengimaninya, tidak membahasnya lebih jauh jika mutasyabihnya hakiki; bila mutasyabihnya idhafi atau mishi, maka bertanyalah kepada orang yang mendalam ilmunya di bidang Al-Qur’an. Allah SWT berfirman:



y‫فَ ۡسلُ ٓو ْا‬



َ‫(أَ ۡه َل ٱل ِّذ ۡك ِر إِن ُكنتُمۡ ال ت َۡعلَ ُمون‬...maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (QS. An-Nahl: 43)4



3. Kaidah Ketiga:



‫ نصوص القرأن المفهومة لدى المخاطبين‬y‫جميع ظواهر‬ “Semua makna zhahir ayat-ayat Al-Qur’an difahami oleh orang yang diserunya Maksudnya: Secara zhahir makna ayat Al-Qur’an itu semuanya dapat dipahami oleh semua yang mendengarnya, termasuk ayat-ayat mutasabihat. Karena ayat-ayat itu turun dalam bahasa Arab, tentu orang Arab mengerti dengan maknanya. Tetapi, apa makna haqiqi dari ayat mutasyahihat tersebut, hanya Allah SWT yang tahu.5



4. Kaidah Keempat:



‫يجب رد المتشابه ألى المحكم و حمله على معناه دون حمله على ما يخالفه‬



4 5



Khalid bin Utsman Al-Sabt, Mukhtasar fii Qawa’id al-Tafsir,..., h. 24. Ibid h 25



6



“Wajib mengembalikan ayat yang Mutasyabih kepada ayat yang Muhkam dan membawanya ke atas makna ayat yang Muhkam itu, bukan membawanya kepada makna yang berlawanan dengan ayat yang Muhkam tersebut.” 6 Maksudnya: Ayat-ayat yang mutasyabihat tidak boleh dipahami maknanya secara hakiki menurut pengertian bahasanya, tetapi haruslah dipahami dalam kerangka ayat yang muhkamat. Jangan sampai ayat yang mutasyabihat itu dipahami atau ditafsirkan dengan makna yang



َ ‫س َك ِم ۡثلِِۦه‬ bertentangan dengan ayat muhkamat. Misalnya ayat-ayat berikut: ‫شئ‬ َ ‫“ لَ ۡي‬...Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia...”(QS. Asy-Syura: 11); ‫ح ۢ ُد‬ َ َ‫“ َولَمۡ يَ ُكن لَّهۥُ ُكفُ ًوا أ‬Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 4); Ayat ini merupakan diantara ayat-



ۡ ۡ ‫ش‬ ayat yang Muhkamat yang menerangkan sifat Allah. Tapi ayat, ‫ٱست ََوى‬ ِ ‫ٱلر َّۡح ٰ َمنُ َعلَى ٱل َع ۡر‬ “(yaitu) Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas Arasy.” (QS. Tha-Ha: 5); ‫َءأَ ِمنتُم َّمن‬



‫فِي ٱل َّس َمٓا ِء‬.... “Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit...” (QS. Al-Mulk: 16) adalah diantara ayat-ayat yang mutasyabihat. Dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, tidak boleh memahaminya secara zhahir, karena bisa membuat ayat itu kontradiktif antara satu dengan yang lainnya. Bila ayat yang berkaitan dengan wujud Allah di atas difahami secara tekstual, itu akan dapat menimbulkan kesalahpahaman dan menyerupakan Allah dengan Makhluk-Nya. Sedangkan Allah itu “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia”. Inilah makna “mengembalikan ayat yang mutasyabihat kepada ayat yang muhkamat itu,” karena ayat yang muhkamat tersebut adalah “ummul kitab”. Yaitu, induk tempat asal dan tempat kembali (merujuk) kepadanya ketika menemui kesulitan dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat tersebut. 7 Oleh karena itu, para ulama, baik dari kalangan salaf maupun khalaf, mengambil sikap berhati-hati sekali dalam membicarakan ayat-ayat mutasyabihat tersebut. Syeikh Muhammad Abdul 'Azhim al-Zarqani (w. 1948) menjelaskan bahwa di antara ulama ada yang menyerahkan sepenuhnya (tafdwidh) hakikat makna dan maksud ayat itu kepada Allah SWT, walaupun makna zhahirnya diketahui secara bahasa; dan ada pula yang 6



Ahmad bin Ali Abu Bakar Al-Razi Al-Jasshash, Ahkam Al-Qur’an, ed. Abdul Salam Muhammad Ali



Syahin, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994), j. 2, h. 282.



7



Fikri Mahmud, Qawa’id tafsir (Kaidah-Kaidah Menafsirkan Al-Qur’an),..., h. 67-68



7



menta'wilkannya kepada makna yang layak dengan Allah, ini adalah mazhab ulama khalaf, itu mereka lakukan agar tidak timbul persepsi menyerupakan-Nya dengan makhluk. Di samping itu ada pula yang mutawassith (moderat), memakai tafidh dan juga ta’wil; artinya tidak seluruhnya ditafwidhkan kepada Allah, jika ta’wil itu lebih dekat dan didukung oleh bahasa Arab maka bisa diterima, tetapi jika tidak maka ditafwidhkan kepada Allah, ini adalah pandangan Imam Ibn Daqiq al-‘Id (625-702 H). 8



8



Muhammad Abdul Azhim Al-Zarqani, Manual Al-'Irfan Fi Llam Al Qur'an, ed. Fawwaz Ahmad



Zamarli (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 2015), j.2, h. 226-228.)



8



PENUTUP Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai petunjuk bagi manusia, membimbing ke jalan kebaikan,memelihara fitrah kesucian manusia, mempertahankan derajat kemanusiaan.Dengan hidayah Al-Qur’an seseorang dapat membedakan yang haq dan bathil dan mampu memilah baik buruk suatu perbuatan. AlQur’an sebagai buku panduan kehidupan manusia seutuhnya.Oleh sebab fungsinya yang sangat vital maka Al-Qur’an mesti dipahami dengan tepat dan benar sehingga nilai asli yang terkandung di dalamnya dapattersampaikan dan diaplikasikan dengan baik oleh manusia itu sendiri yang padaakhirnya akan berdampak positif bagi kehidupannya.



9



DAFTAR PUSTAKA Abdul Muhammad Azhim Al-Zarqani, Manual Al-'Irfan Fi Llam Al Qur'an, ed. Fawwaz Ahmad Zamarli (Beirut:Dar al-Kitab al-Arabi, 2015) Bin Ahmad Ali Abu Bakar Al-Razi Al-Jasshash, Ahkam Al-Qur’an, ed. Abdul Salam Muhammad Ali Syahin, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994) Bin Khalid Utsman, Al-Sabt, Mukhtasar fii Qawa’id al-Tafsir, (Kairo: Dar Ibn Qayyim, 1426) Mahmud Fikri, Qawa’id tafsir (Kaidah-Kaidah Menafsirkan Al-Qur’an), (Pekanbaru: Azka Pustaka, 2021) Nahar Syamsu, Keberadaan Ayat Muhkam dan Mutasyabih Dalam Al-Qur’an, Vol 6 No 2 ( Juli-September 2016)



10