Kajian Situasi Lca (Laporan Seminar Proposa Kelompok 5) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL PENGELOLAAN RUANG RAWAT INAP LCA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan DISUSUN OLEH: KELOMPOK 5 Ade Winta Arianty Ellisya Sopacua Jeni Veraningsi Selly Nadya Herliani Rolos Syane Cintia Lumalessil Zulkarnain Mustika Yunita Yuliana Maahury Yoyo Claudya Liptiay



1490119018 1490119001 1490119036 1490119045 1490119014 1490119050 1490119038 1490119057



PROGRAM STUDI PROFESI NERS XXI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG 2020



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan anugerahnya maka Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam pembuatan tugas ini. Kami juga menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan agar dapat diperbaiki di kemudian hari. Kiranya tugas ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Akhir kata tiada gading yang tak retak demikian juga pula dengan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Terima Kasih.



Bandung, 11 Maret 2020                                             Kelompok 5



2



DAFTAR ISI



COVER........................................................................................................................1 KATA PENGANTAR................................................................................................2 DAFTAR ISI...............................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................5 A. Latar Belakang..................................................................................................5 B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 11 C. Tujuan ............................................................................................................ 11 D. Sistematika Penulisan..................................................................................... 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 13



A.



Konsep Kepemimpinan......................................................................... 13



B.



Konsep Manajemen.............................................................................. 16



C.



Model Praktik Keperawatan Profesional.............................................. 21



D.



Metode Pemberian Asuhan Keperawatan............................................. 23



E.



Konsep Analisis SWOT........................................................................ 32



F.Konsep Fishbone............................................................................................ 35 G.



Ketenagakerjaan.................................................................................... 37



H.



Pengertian POA ................................................................................... 40



I. Konsep Handover........................................................................................... 42 3



J. Konsep Hand Hygiene.................................................................................... 44 K.



Konsep Geriatri dan Care Giver .......................................................... 60



BAB III KAJIAN SITUASI..................................................................................... 62



A.



Profil RS Immanuel.............................................................................. 62



B.



Profil Ruang LCA................................................................................. 66



C.



Kajian Situasi........................................................................................ 66



D.



Analisis Swot........................................................................................ 81



E.



Fishbone................................................................................................ 91



F.Perumusan Masalah Dan POA....................................................................... 96 BAB IV PENUTUP.................................................................................................. 97



A.



Kesimpulan........................................................................................... 97



B.



Saran..................................................................................................... 97



DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 98



4



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan salah satu bentuk organisasi yang memberikan pelayanan kesehatan yang komperhensif. Adanya tuntutan terhadap kualitas pelayanan keperawatan di rasakan sebagai suatu fenomena yang harus di respon oleh perawat. Pelayan keperawatan secara profesional perlu mendapatkan perhatian dalam pengembangan dunia keperawatan (Abu Rasyid, 2017).Kualitas pelayanan keperawatan sangat di pengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari manajemen pelayanan keperawatan, karena setiap rumah sakit di tuntut untuk 5



memiliki manajemen mutu pelayanan yang baik dalam meningkatkan sistem pelayanan. Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional dan bagian integral dari layanan kesehatan yang berbasis ilmu dan kiat keperawatan, yang berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spritual komprehensif, ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit, yang mencakup keseluruhan proses kehidupan manusia (Asmadi, 2008). Salah satu mutu pelayanan kesehatan yang harus ditingkatkan secara berkesinambungan adalah mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit (Depkes, 2012). Populasi perawat di rumah sakit mempunyai proporsi yang lebih besar dibandingkan tenaga kesehatan lain. Hampir 60-70% dari total sumber daya manusia yang ada, ditempati oleh perawat. Bahkan, 90% dari pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan bentuk dari pelayanan keperawatan (Linggardini, 2010). Pelayanan keperawatan profesional dapat tercapai dengan baik salah satunya dilakukan manajemen keperawatan yang efektif dan efisien. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif, karena manajemen adalah penggunaan waktu yang efektif, keberhasilan rencana perawat manajer klinis, yang mempunyai teori atau sistematik dari prinsip dan metode yang berkaitan pada institusi yang besar dan organisasi keperawatan di dalamnya, termasuk unit. (Asmuji, 2013). Mutu pelayanan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan penderitaan orang lain, kesakitan, kesengsaraan yang dialami masyarakat. Salah satu indikator dari mutu pelayanan keperawatan yaitu apakah pelayanan keperawatan yang diberikan memuaskan pasien atau tidak (Nursalam, 2011). Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai satu metode perlakuan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga 6



diharapkan keduanya dapat saling menopang, sebagaimana proses keperawatan, dalam manajemen keperawatan terdiri dari pengumpulan data, identifikasih masalah, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil. Karena manajemen keperawatan mempunyai kekususan terhadap mayoritas tenaga dari pada seorang pegawai,maka setiap tahapan di dalam proses manajemen lebih rumit di bandingkan proses keperawatan (Nursalam, 2011). Mencuci tangan di pelayanan kesehatan merupakan salah satu upaya preventif yang dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai HAIs. Infeksi nosokomial atau Healthcare Associated Infections (HAIs) merupakan masalah penting di seluruh dunia dan menjadi isu yang menarik untuk diteliti terutama tentang upaya pencegahan infeksi tersebut. Sumber penularan dan cara penularan terutama melaluitangan dan dari petugas kesehatan maupun personil kesehatan lainnya, jarum injeksi, kateter urin, kasa pembalut atau perban dan cara yang keliru dalam menangani luka. Infeksi nosokomial ini pun tidak hanya mengenai pasien saja, tetapi juga dapat mengenai seluruh personil yang ada di pelayanan kesehatan. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling berisiko terjadinya infeksi nosokomial, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas ke pasien (Rikayanti, 2014). Mencuci tangan sangatlah penting dilakukan terutama bagi setiap orang yang berada di pelayanan kesehatan. Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun atau handruboleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung (Kemenkes, 2014). Mencuci tangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan air 7



dan sabun, dapat pula dilakukan menggunakan cairan berbasis alkohol (WHO, 2014). Hasil penelitian Suratmi (2018) tentang Pendidikan Kesehatan Dalam Upaya Praktek Hand Hygiene Pada Penunggu Pasien Di Puskesmas Karangbinagun Kabupaten Lamongan. Didapatkan hasil bahwa hampir seluruh penunggu pasien rawat inap di Puskesman Karangbinangun Lamongan tidak melakukan hand hygiene dengan baik dan benar sebelum dilakukan pendidikan kesehatan. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan terdapat pengaruh pendidikan kesehatan hand hygiene pada penunggu pasien rawat inap di Puskesmas Karnginangun Lamongan. Dewasa ini patient safety menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit (WHO, 2013).Patient safety merupakan komponen vital dan penting dalam asuhan serta langkah untuk memperbaiki mutu layanan yang berkualitas (Findyartini, 2015). Penilaian mutu rumah sakit didapatkan melalui sistem akreditasi, salah satunya adalah sasaran keselamatan pasien karena telah menjadi prioritas untuk layanan kesehatan di seluruh dunia (Join Commission International, 2015). Keselamatan pasien di rumah sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu rumah sakit yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya mengukur resiko, indentifikasi, dan pengolahan resiko terhadap pasien, analisa insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi resiko. “safety is a fundamental principle of patient care and a critical component of hospital quality management” (World Alliance for Patient Safety, Forward). Salah satu sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen dan mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Orang-orang yang berada di rumah sakit, seperti pasien, 8



petugas kesehatan, penunggu/ pengunjung sangat beresiko terkena infeksi (Depkes, 2011). Dewasa ini patient safety menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit (WHO, 2013). Langkah sederhana untuk mempertahankan patient safety namun efektif dalam melindungi pasien dari kejadian infeksi adalah cuci tangan (Williams dalam Aditya, 2019). Patient safety merupakan prioritas, isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan. Dalam Mustikati (2011) menyatakan bahwa Patient safety merupakan komponen penting dan vital dalam asuhan keperawatan yang berkualitas. Komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan pasien antar profesi kesehatan di Rumah sakit merupakan komponen yang fundamental dalam perawatan pasien (Riesen, 2010). Transfer informasi pada saat pergantiin shif disebut dengan Handover adalah proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab utama untuk memberikan perawatan klinis kepada pasien dari satu pengasuh ke salah satu pengasuh yang lain. Pengasuh termasuk dokter jaga, dokter tetap ruang rawat, asisten dokter, praktisi perawat, perawat terdaftar, dan perawat praktisi berlisensi, (The Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, 2010). Bedside handover sangat penting dilakukan untuk mengawasi status kesehatan pasien yang dapat berubah-ubah kapan saja. Hal ini dapat menjadi tanggung jawab perawat yang bertugas setiap shift. Selama proses bedside handover berlangsung, perawat yang akan keluar akan memperkenalkan tim yang bertugas kepada shift selanjutnya



kepada



pasien



dan



secara



bersama-sama



dengan



pasien



membicarakan layanan keperawatan yang akan diterima maupun yang sudah dilakukan (Chaboyer, Mc Murray, dan Walis, 2010). Stase kepemimpinan dan manajemen keperawatan dalam tahap profesi ners menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan teori-teori 9



manajemen berdasarkan disiplin ilmu keperawatan. Dalam konteks pembelajaran ini, mahasiswa diberikan wahana berupa ruang rawat inap untuk dikelola dengan pendekatan proses manjemen keperawatan, salah satunya adalah Ruang Rawat Inap LCA Rumah Sakit Immanuel. Ruang Rawat Inap LCA RS Immanuel memiliki 2 ruangan yang di khususkan untuk pasien Geriatri. Geriatric berasal dari kata geron (usia lanjut) saat ini ilmu geriatric menjadi sangat penting dan wajib dipahami tenaga kesehatan karena secara global jumlah populasi penduduk usia lanjut semakin meningkat (Setiati, 2013). Lansia merupakan kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih (WHO, 2015). Menurut UU No. 13/Tahun 1998 disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.Pertumbuhan populasi lansia di Indonesia pada tahun 2012 termasuk negara Asia ketiga dengan jumlah populasi tertinggi di atas 60 tahun ke atas yakni setelah Cina 200 juta, India 100 juta dan Indonesia 25 juta Rahmayani, dkk. (2016). Indonesia termasuk dalam lima besar Negara dengan jumlah lansia terbanyak di dunia. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah lansia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Pada tahun 2014, jumlah lansia di Indonesia menjadi 18,781 juta jiwa dan di perkirakan pada tahun 2025 jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa (Kemenkes RI, 2015). Menurut data pemerintah, hingga kini jumlah lansia mencapai 18 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta lebih dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Nantinya di tahun 2050, satu dari empat penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan penduduk lansia dibandingkan bayi atau balita. Sayangnya, perhatian terhadap penduduk lansia ini dianggap masih sangat kurang (Haryanto, 2015). Data yang didapat dari Dinas Kesehatan Jawa Barat (2014), menunjukkan jumlah lansia dari tahun 2008-2014. Pada tahun 2008 jumlah lansia ± 2,53 juta jiwa (5,48%). Pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi ± 2,15 juta jiwa 10



(4,66%), jumlah ini stabil sampai tahun 2011. Pada tahun 2012 kembali mengalami peningkatan menjadi 2,19 juta jiwa (4,73%). Dan pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 0,13 dengan jumlah ± 2,1 juta jiwa (4,6%).Penduduk lansia di kota Bandung pada tahun 2014 sebesar 4,59% (113.430 jiwa), dengan jumlah lansia laki-laki 51.206 jiwa dan jumlah lansia perempuan sebesar 62.224 jiwa (BPS kota Bandung, 2014). RS Immanuel merupakan Rumah Paripurna yang berada di Kota Bandung, Jawa Barat. RS Immanuel mempunyai visi “memberikan pelayanan dan pendidikan kesehatan yang prima dan inovatif berfokus kepada pasien sebagai perwujudan cinta kasih Allah”. Salah satu Ruangan yang ada di Rs Immanuel adalah Ruang Rawat Inap LCA yang memiliki kapasitas 23 tempat tidur dan terdapat ruangan (Geriatri) ruangan kusus lansia, dari data diatas didapatkan jumlah lansia dari Tahun ke tahun makin meningkat. Proses belajar ini diharapkan mampu menjadi suatu kesempatan bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan teori-teori manajemen yang dipadukan secara komperhensif dengan



kemampuan



intelektual,



teknis



keperawatan



dan



kemampuan



interpersonal dalam lingkup tatanan pelayanan kesehatan yang nyata di ruang rawat inap di bawah arahan dan bimbingan intensif dari pembimbing akademik dan pembimbing klinik. Dari hasil kajian situasi yang dilakukan kelompok pada tanggal 9 Maret 2020 didapatkan 3 temuan masalah yang dimana mahasiswa harus dapat mengelola masalah temuan tersebut sehingga dapat di intervensikan dan dievaluasi dengan melihat perbandingan dari perubahan tersebut sehingga akan dilakukan rencana tindak lanjut untuk perbaikan yang lebih baik. Sehingga kelompok harus melakukan manajemen tata kelola ruang LCA B. RUMUSAN MASALAH



11



Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang dirumuskan adalah “Bagaimana Pengelolaan Di Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel ?” C. TUJUAN



1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu menerapkan konsep, teori dan prinsip manajemen keperawatan dalam tatanan pelayanan keperawatan dan pengelolaan unit pelayanan keperawatan di Ruang Inap LCA. 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu menerapkan fungsi-fungsi manajemen dalam pengelolaan unit pelayanan keperawatan b. Mahasiswa



mampu



menerapkan



model-model



atau



tipe-tipe



kepemimpinan dalam unit pelayanan keperawatan c. Mahasiswa mampu bekerja sama dalam tim keperawatan dan tim kesehatan lainnya d. Mahasiswa mampu melaksanakan analisis internal dan eksternal (SWOT) di ruang LCA e. Mahasiswa mampu membuat prioritas masalah f. Mahasiswa mampu melakukan analisis Fish Bone g. Mahasiswa mampu mengaplikasikan rencana kegiatan yang telah di susun berdasarkan prioritas kegiatan dan rencana kegiatan (POA) h. Mahasiswa mampu membuat implementasi, evaluasi dan RTL



D. SISTEMATIKA PENULISAN 1. BAB I PENDAHULUAN Berisikan latar belakang, rumusan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, sistematika penulisan 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA



12



Terdiri dari konsep manajemen dan konsep yang berkaitan dengan permasalahan yang ditemui diruangan 3. BAB III KAJIAN SITUASI Terdiri dari profil rumah sakit, profil ruangan, kajian situasi ruangan, analisis SWOT, matriks IFE EFE IF, fishbone, perumusan masalah dan planning of action. 4. BAB IV PENUTUP Terdiri dari kesimpulan dan saran



BAB II TINJAUAN TEORITIS



A. Konsep Kepemimpinan 1. Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan adalah sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi arah tercapainya suatu tujuan (Kirsmansa, 2011). Pemimpinnya dikenal dengan istilah team



13



leader (pemimpin kelompok) yang memahami apa yang menjadi tanggung jawab kepemimpinannya, menyelami kondisi bawahannya, kesediaannya untuk meleburkan diri dengan tuntutan dan konsekuensi dari tanggung jawab yang dipikulnya, serta memiliki komitmen untuk membawa setiap bawahannya mengeksplorasi kapasitas dirinya hingga menghasilkan prestasi tertinggi. Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,



memotivasi



perilaku



pengikut



untuk



mencapai



tujuan,



mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Seorang pemimpin yang baik harus pandai dalam mengambil keputusan yang tepat dan beredukasi pada tindakan atau action Terry dan Leslie (2010). Pemimpin yang baik adalah pandai dalam mengambil keputusan yang tepat dan berorentasi pada tindakan/action (Tappen, 2014). 2. Tipe Gaya Kepemimpinan Menurut Sutikno gaya kepemimpinan berkembang menjadi beberapa tipe kepemimpinan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Tipe Otokrastis Tipe kepemimpinan ini menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak pribadinya (pemimpin), sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang lain dan tidak boleh ada orang lain yang turut campur. Seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karateristik yang biasanya dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik adalah seorang yang egois. Seorang pemimpin otokratik akan menunjukan sikap yang menonjolakan keakuannya, dan selalu mengabaikan peranan bawahan dalam proses pengambilan keputusan, tidak mau menerima saran dan pandangan bawahannya. 14



b. Tipe Militeristik Pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Pemimpin yang bertipe militeristik ialah pemimpin dalam menggerakan bawahannya lebih sering mempergunakan sistem perintah, senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, dan senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya, dan sukar menerima kritikan dari bawahannya. c. Tipe Paternalistis Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Pemimpin yang paternalistik mengharapkan agar legitimasi kepemimpinannya merupakan penerimaan atas peranannya yang dominan dalam kehidupan organisasi.



d. Tipe Karismatik Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik khusus yaitu daya tariknya yang sangat memikat, sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara konkrit mengapa orang tersebut itu dikagumi. Hingga sekarang, para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpinmemiliki kharisma. Yang diketahui ialah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya penarik yang amat besar. e. Tipe Demokratis



15



Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.



B. Konsep Manajemen 1. Pengertian Manajemen Menurut Terry (2010) menejemen merupakan suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Menurut Gillies (Nursalam, 2011), manajemen adalah suatu proses dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain dan manajemen keperawatan adalah suatu proses kerja melalui anggota staf keperawatan 16



untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Manajer keperawatan dituntut untuk merencanakan, mengorganisasi, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan seekfektif dan seefisien mungkin bagi individu, keluarga dan masyarakat. 2. Fungsi-Fungsi Manajemen a. Planning (perencanaan) Sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk mencapainya, melalui perencanaan yang akan daoat ditetapkan tugastugas staf. Dengan tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman untuk melakukan supervisi dan evaluasi serta menetapkan sumber daya yang dibutuhkan oleh staf dalam menjalankan tugastugasnya b. Organizing (pengorganisasian) Rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber data yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi. c. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau penggerakan Proses memberikan bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja secara optimal dan melakukan tugas- tugasnya sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki sesuai dengan dukungan sumber daya yang tersedia. d. Controlling (pengawasan, monitoring) Proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi. e. Staffing



17



Kegiatan yang berhubungan dengan kepegawaian meliputi: rekruitmen, wawancara,



mengorientasikan



staf,



menjadwalkan



dan



mengsosialisasikan pegawai baru serta pengembangan staf (Nursalam, 2011). Unsur yang dikelola sebagai sumber manajemen adalah man, money, material, method, machine, dan Environtment. 3.



Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan Prinsip-prinsip yang mendasari manajemen keperawatan: a. Manajemen keperawatan adalah perencanaan. Perencanaan merupakan yang utama untuk seluruh aktivitas atau dari fungsi-fungsi manajemen. Perencanaan akan menolong pekerja-pekerja mencapai kepuasan bekerja. Nursalam (2011) menspesifikasikan 6 tahap dalam proses perencanaan: a) tahap merancang; b) tahap delegasi; c) tahap mendidik; d) tahap perkembangan; e) tahap implementasi; f) tahap tindak lanjut. b. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif. Keberhasilan rencana perawat klinis dipengaruhi oleh penggunaan waktu yang efektif. c. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan.Manajemen keperawatan membutuhakan keputusan yang dibuat oleh perawat manajer pada setiap tingkatan bagian di bangsal atau unit. d. Manajemen keperawatan adalah suatu formulasi dan pencapaian tujuan sosial. Perubahan sosial penting dalam hubungannya dengan kebutuhan kesehatan orang miskin, orang yang tinggal di kota besar dan orang yang berpaparan dengan polusi lingkungan. e. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian. Pengorganisasian adalah pengidentifikasian kebutuhan organisasi dari pernyataan misi kerja yang dilakukan dan menyesuaikan desain organisasi dan struktur untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Ada empat bentuk stuktur 18



organisasi: 1) unit; 2) departemen; 3) puncak: divisi atau tingkat eksekutif dari manajemen organisasi; 4) tingkat operasional, meliputi semua fase pekerjaan dalam struktur organisasi. f. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat sosial, disiplin dan bidang studi. Divisi keperawatan mempunyai fungsi manajemen tentang pemenuhan tujuan dan sasaran, tugas-tugas manajemen dan kerja manajemen. Aktivitas-aktivitas ini dilakukanoleh perawat manajer dengan jabatan yang menunjukkan peningkatan tanggung jawab. g. Manajemen keperawatan adalah bagian aktif divisi keperawatan. Divisi keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk memperlihatkan penampilan kerja yang baik. h. Manajemen keperawatan mengarahkan dan memimpin.Pengarahan adalah



elemen



tindakan



dari



manajemen



keperawatan,



proses



interpersonal yang dengannya petugas keperawatan menyelesaikan sasaran keperawatan. i. Manajemen keperawatan merupakan komunkasi efektif. Komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan memberikan persamaan pandangan, arah dan pengertian diantara pegawai. j. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian. Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang meliputi penilaian tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat, pemberian instruksi dan menetapkan prinsip-prinsip melalui penetapan standar, membandingkan



penampilan



dengan



standar



dan



memperbaiki



kekurangan. Fungsi pengendalian dari manajemen keperawatan sering disebut pengevaluasian (Swansburg, 2000). 4. Lingkup Manajemen Keperawatan



19



Upaya mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah industri besar yang melibatkan berbagai aspek upaya kesehatan (Nursalam, 2011). Pelayanan kesehatan kemudian menjadi hak yang paling mendasar bagi semua orang dan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan membutuhkan upaya perbaikan menyeluruh sistem yang ada (Nursalam, 2011). Pelayanan kesehatan yang memadai ditentukan sebagian besar oleh gambaran pelayanan keperawatan yang terdapat didalamnya (Nursalam, 2011). Keperawatan



merupakan



disiplin



praktek



klinis.



Manajer



keperawatan yang efektif sudah semestinya memahami hal ini dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana. Kegiatan perawat pelaksana meliputi: a. Menetapkan penggunaan proses keperawatan. b. Melaksanakan



intervensi



keperawatan



berdasarkan



diagnosa



keperawatan.Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat. c. Menerima akuntabilitas untuk hasil-hasil keperawatan. d. Mengendalikan lingkungan praktek keperawatan (Nursalam, 2011). 5. Proses Manajemen Keperawatan Menurut Nursalam (2011) proses manajemen keperawatan terdiri atas: a.



Pengkajian (Pengumpulan Data) Pada tahap ini perawat dituntut tidak hanya mengumpulkan informasi tentang keadaan klien, melainkan juga mengenai institusi (rumah sakit/puskesmas),



tenaga keperawatan,



administrasi,



dan bagian



keuangan yang akan mempengaruhi fungsi organisasi keperawatan secara



keseluruhan.Pada



tahap



ini,



perawat



harus



mampu



mempertahankan level yang tinggi bagi efisiensi salah satu bagian dengan



cara



menggunakan



ukuran



pengawasan



untuk



mengidentifikasikan masalah dengan segera, dan setelah terbentuk 20



kemudian dievaluasi apakah rencana tersebut perlu diubah atau ada halhal yang perlu dikoreksi. b. Perencanaan Perencanaan disini dimaksudkan untuk menyusun suatu rencana yang strategis dalam mencapai tujuan, seperti menentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan



kepada semua klien, menegakkan tujuan,



mengalokasikan anggaran belanja, memutuskan ukuran  dan tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur organisasi yang dapat mengoptimalkan efektifitas staf serta menegakkan kebijaksanaan dan prosedur operasional untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. c. Pelaksanaan Pada tahap ini manajemen keperawatan memerlukan kerja melalui orang lain, maka tahap implementasi di dalam proses manajemen terdiri dari bagaimana memimpin orang lain untuk menjalankan tindakan yang telah direncanakan. d. Evaluasi Tahap akhir dari proses manajerial adalah melakukan evaluasi seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan. Pada tahap ini manajemen akan memberikan nilai seberapa jauh staf mampu melaksanakan tugasnya dan mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan mendukung dalam pelaksanaan.



C. Model Praktek Keperawatan Profesional 1. Pengertian MPKP adalah suatu sistem (struktur, proses, dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian



21



asuhan tersebut. Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Sitorus dan Panjaitan, 2011). Unsur struktur yang harus disiapkan untuk dapat melaksanakan MPKP, yaitu: a. Menetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah tenaga keperawatan menjadi penting karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan , maka tidak ada waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan. Akibatnya perawat hanya melakukan tindakan kolaboratif dan tidak sempat melakukan tindakan terapi keperawatan, observasi, dan pemberian pendidikan kesehatan. b. Menetapkan jenis tenaga keperawatan di ruang rawat, yaitu kepala ruang, perawat primer dan perawat asosiate, sehingga peran dan fungsi masing masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat tanggungjawab



yang



jelas



dalam



sistem



pemberian



asuhan



keperawatan. c. Menyusun standar rencana keperawatan. Dengan standar renpra, maka PP hanya me lakukan validasi terhadap ketepatan penentuan diagnosis berdasarkan pengkajian yang sudah dilakukan, sehingga waktu tidak tersita untuk membuat penulisan renpra yang tidak diperlukan (Sitorus dan Panjaitan, 2011).



2. Peran dan Tanggung Jawab Dalam MPKP a. Peran Kepala Ruangan (Karu) 22



1) Sebelum melakukan sharing dan operan pagi, karu melakukan ronde keperawatan kepada pasien yang dirawat, meliputi : menanyakan



keadaan



pasien



dan



kebutuhannya



serta



mengobservasi keadaan infuse, tetesan infus dan bila ada obat yang belum diminum oleh pasien segera diberikan dengan memberikan motivasi kepada pasien tentang kegunaan obat. 2) Memimpin sharing pagi 3) Memimpin operan pagi 4) Memastikan pembagian tugas perawat yang telah dibuat oleh Kepala Tim dalam pemberian asuhan keperawatan pada hari itu. 5) Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik, meliputi : pengisian askep, visite dokter (advise), pemeriksaan penunjang (hasil lab), dll 6) Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan kebutuhan. 7) Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di area tanggung jawabnya. 8) Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer. b. Ketua Tim (KATIM) 1) Tugas Utama: Mengkoordinir pelaksanaan Askep sekelompok pasien oleh Tim keperawatan dibawah koordinasinya. 2) Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien yang dikoordinirnya pada saat Pre Confrence 3) Memastikan seluruh PP membuat rencana asuhan yang tepat untuk setiap pasiennya. 4) Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan sesuai rencana yang telah dibuat PP 5) Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien dibawah koordinasinya pada saat Post Confrence. 23



c. Penanggung Jawab Shift (PJ Shift) a) Tugas Utama: Menggantikan fungsi pengatur pada saat shift sore/malam dan hari libur. b) Memimpin kegiatan operan shift sore-malam. c) Memastikan PP melaksanakan follow up pasien tanggung jawabnya d) Memastikan seluruh PA melaksanakan Askep sesuai rencana yang telah dibuat PP e) Mengatasi permasalahan yang terjadi diruang perawatan f) Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan. d. Perawat Pelaksana (PP) & Perawat Asosiet (PA) 1) Tugas Utama :Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang menjadi tanggung jawabnya, merencanakan asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi (follow up) perkembangan pasien. 2) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan oleh PA 3) Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana (Sitorus dan Panjaitan, 2011). D. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan Berikut adalah beberapa jenis model metode asuhan keperawatan menurut Marquis & Huston (2010) di antaranya yaitu: a. Metode Fungsional Merupakan pengorganisasian tugas pelayanan keperawatan yang didasarkan kepada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan. Setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya merawat luka dan injeksi) untuk semua klien yang ada pada unit perawatan tersebut. Kepala



24



ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan menerima laporan tentang semua klien dan menjawab semua pertanyaan tentang klien. 1) Kelebihan : a)



Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu,



b)



Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas,



c)



Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman untuk suatu tugas yang sederhana,



d)



Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik yang praktek untuk keterampilan tertentu.



e)



Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan pengawasan yang baik.



2) Kekurangan: a)



Pelayanan keperawatan terpilah-pilah atau tidak total sehingga proses keperawatan sulit dilakukan.



b)



Apabila pekerjaaan selesai cederung perawat meninggalkan klien dan melakukan tugas non keperawatan.



c)



Tidak memberikan kepuasan pada klien maupun perawat.



d)



Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja.



e)



Kepuasan



kerja



keseluruhan



sulit



dicapai



diidentifikasikan kontribusinya terhadap pelayanan klien.



25



dan



sulit



Bagan 2.1 Pembagian Tugas Metode Fungsional Kepala Ruangan



Perawat: Pengobatan



Perawat: Perawatan luka



Perawat: Pengobatan



Perawat: Perawatan luka



Pasien Sumber: Nursalam 2011 b.



Metode TIM Menurut Marquis & Huston (2010), metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok klien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri dari tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu tim kecil yang saling membantu. Pembagian tugas dalam kelompok atau grup dilakukan oleh ketua kelompok. Selain itu, ketua tim bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota tim sebelum tugas dan menerima laporan kemajuan pelayanan perawatan pasien, serta membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan, selanjutnya ketua tim yang melaporkan kepada kepala ruangan tentang kemajuan pelayanan atau asuhan keperawatan terhadap klien. 1) Keuntungan a) Menungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. b) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan. c) Memungkinkan antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim. 26



2) Kelemahan Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk. 3) Konsep Metode Tim a)



Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan.



b)



Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana terjamin.



c)



Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.



d)



Peran kepala ruangan penting dalam metode ini.



4) Tanggung Jawab Ketua Tim a) Membuat perencanaan. b) Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi. c) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien. 5) Tanggung Jawab Anggota Tim a) Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dibawah tanggung jawabnya. b) Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim. c) Memberikan laporan. d) Mengembangkan kemampuan anggota. e) Menyelenggarakan konferensi. 6) Tanggung Jawab kepala ruangan a) Perencanaan 



Menunjuk ketua tim yang akan bertugas diruangan masingmasing.







Mengikuti serah terima pasien pada waktu penggantian shift.



27







Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan bersama ketua tim.







Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.







Mengikuti visite dokter.







Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan.







Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan.







Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah.







Membantu mengembangkan niat pendidikan dan pelatihan diri.







Membantu membimbing peserta didik keperawatan.







Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit.



b) Pengorganisasian 



Merumuskan metode penugasan yang digunakan.







Merumuskan tujuan metode penugasan.







Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas.







Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan,







Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktek.







Mendelegasikan tugas kepada ketua tim saat kepala ruangan tidak berada di tempat.







Memberikan wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi



pasien.



Mengidentifikasi



masalah



dan



cara



penyelesaiannya. c) Pengarahan 



Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.







Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik.



28







Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.







Menginformasikan



hal-hal



yang



dianggap



penting



dan



berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien. 



Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.







Membimbing



bawahan



yang



mengalami



kesulitan



dalam



melaksanakan tugasnya. 



Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.



d) Pengawasan 



Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan



ketua



tim



maupun



pelaksana



mengenai



asuhan



keperawatan yang diberikan kepada pasien. 



Melalui supervisi: pengawasan langsung melalui inspeksi dan pengawasan tidak langsung dengan mengecek daftar hadir ketua tim.



e) Evaluasi 



Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim. Bagan 2.2 Pembagian Tugas Metode Tim Kepala Ruangan



Ketua Tim



Anggota Tim



Pasien



Ketua Tim



Ketua Tim



Anggota Tim



Anggota Tim



Pasien



Pasien



29



Sumber : Nursalam (2011) c. Metode Primer Menurut Marquis & Huston (2010), pengorganisasian pelayanan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh satu orang ”Registered Nurse” sebagai perawat primer yang bertanggung jawab dalam asuhan keperwatan selama 24 jam terhadap klien yang menjadi tanggung jawab mulai dari masuk sampai pulang dari rumah sakit. Apabila perawat primer libur atau cuti, tanggung jawab dalam asuhan keperawatan klien diserahkan kepada teman kerjanya yang satu level, satu tingkat pengalaman dan keterampilan (associated nurse). Metode ini ditandai oleh adanya keterkaitan kuat, terus menerus antara klien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan mengkoordinasikan asuhan keperawatan selama klien dirawat. Metode ini mendorong kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Bagan 2.3 Pembagian Tugas Metode Primer Tim medis



Karu



Sarana RS



Perawat Primer Pasien/Klien Perawat Pelaksana Evening



Perawat Pelaksana Night



30



Perawat Pelaksana Jika Diperlukan Days



Sumber : Nursalam (2011 d. Metode Kasus Menurut Nursalam (2011) setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan klien saat ia dinas. Klien akan dirawat oleh perawat yang berbeda pada setiap shif dan tidak ada jaminan bahwa klien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu klien satu perawat, dalam hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau perawat khusus seperti isolasi, dan intensive care. 1) Keuntungan a) Perawat lebih memahami kasus perkasus. b) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah. 2) Kerugian a) Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab. b) Selanjutnya perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama. Bagan 2.4 Pembagian Tugas Manejemen Kasus Kepala Ruangan



Staf Perawat



Staf perawat Staf perawat



Pasien



Pasien 31



Pasien



Sumber: Nursalam (2011) e. Model Modifikasi Tim – Primer (Moduler) Nursalam (2011) pada model ini digunakan secara kombinasi dari kedua sistem yang didasarkan pada beberapa alasan: 1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena sebagai perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 atau setara. 2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni karena tanggung jawab asuhan keperawatan terfragmentasi pada berbagai tim. 3) Melakukan kombinasi diharapkan kontinuitas asuhan keperawatan dan akontabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer, sedangkan perawat primer sebagai ketua tim akan memberikan bimbingan kepada anggota tim tentang asuhan keperawatan. Dengan menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan empat orang perwat primer dengan kualifikasi S1 keperawatan dan kepala ruangan S1 keperawatan serta perawat associate dengan kualifikasi pendidikan D3 keperawatan Tabel 2.1 Peran dari Pembagian Tugas Modifikasi Tim Primer (Moduler) Kepala Perawat 1. Menerima klien. 2. Memimpin rapat. 3. Evaluasi kinerja perawat.



Perawat primer



Perawat Associate



1. Membuat perencanaan asuhan 1. keperawatan.



an asuhan



2. Mengadakan tindakan kolaborasi.



keperawatan. 2.



4. Membuat daftar dinas.3. Memimpin timbang terima. 5. Menyediakan material.4. Mendelegasikan tugas. 6. Perencanaan,



Memberik



timbang terima. 3.



5. Memimpin ronde keperawatan. 32



Mengikuti Melaksana kan tugas yang



pengawasan, dan



6. Evaluasi pemberian asuhan



pengarahan.



keperawatan.



didelegasikan. 4.



7. Bertanggung jawab terhadap klien



Mendoku mentasikan tindakan.



5.



8. Memberi petunjuk jika klien akan pulang.



Melaporka n asuhan keperawatan yang dilaksanakan.



9. Mengisi resume keperawatan Sumber: Nursalam (2011 Bagan 2.5 Pembagian Tugas Modifikasi Tim Primer



Kepala Ruangan



Perawat Primer



3 Perawat Associate



Perawat Primer



3 Perawat Associate



7-8 Pasien



7-8 Pasien



Perawat Primer



3 Perawat Associate



7-8 Pasien Sumber: Nursalam (2011)



E. Konsep Analisis SWOT 1.



Pengertian Analisis SWOT Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisisi ini didasarkan pada logika



33



yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (oppurtunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). SWOT merupakan singkatan dari strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity (peluang) dan threats (ancaman). Pendekatan ini mencoba menyeimbangkan kekuatan dan kelemahan internal organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal organisasi. Pendekatan ini mencoba menyeimbangkan kekuatan dan kelemahan internal organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal organisasi. a. Kekuatan (strength) adalah suatu kondisi di mana perusahaan mampu melakukan semua tugasnya secara sangat baik (diatas rata-rata industri). b. Kelemahan (weakness) adalah kondisi di mana perusahaan kurang mampu melaksanakan



tugasnya



dengan



baik



di



karenakan



sarana



dan



prasarananya kurang mencukupi. c. Peluang (opportunity) adalah suatu potensi bisnis menguntungkan yang dapat diraih oleh perusahaan yang masih belum di kuasai oleh pihak pesaing dan masih belum tersentuh oleh pihak manapun. d. Ancaman (threats) adalah suatu keadaan di mana perusahaan mengalami kesulitan yang disebabkan oleh kinerja pihak pesaing, yang jika dibiarkan maka perusahaan akan mengalami kesulitan dikemudiaan hari. 2.



Tujuan Analisis SWOT Analisis SWOT dapat pula digunakan untuk berbagai keperluan. Sebagaimana Sukristono (1995) menjelaskan bahwa analisis SWOT dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain: a. Apabila analisis tersebut dimaksudkan untuk menilai data dan informasi guna keperluan penyusunan rencana strategi untuk keseluruhan perusahaan (corporate level strategic planning) maka data dan informasi yang dinilai adalah data dan informasi yang mencakup keseluruhan perusahaan. Demikian pula halnya dengan asumsi-asumsi yang disusun. 34



Hasil analisis SWOT untuk tujuan ini adalah memberikan gambaran posisi suatu perusahaan yang menggambarkan strengths dan weaknesess perusahaan secara keseluruhan atau SWOT overall (analisis SWOT dengan tujuan inilah yang dapat digunakan sebagai tools di dalam melakukan audit pemasaran). b. Sedangkan apabila analisis SWOT dimaksudkan untuk tujuan menilai data dan informasi suatu Strategi Business Unit (SBU) (strengths dan weaknesess SBU) maka analisis SWOT dimaksudkan sebagai analisis dalam rangka penyusunan rencana strategis suatu SBU. c. Analisis SWOT dapat juga ditujukan untuk penyusunan rencana operasional atau program kerja fungsional. Karenanya, analisis untuk tujuan ini disebut pula dengan analisis SWOT fungsional. Dalam analisis SWOT fungsional, data dan informasi intern yang dianalisis adalah data dan informasi yang berasal dari suatu bidang kegiatan tertentu atau bidang unit kerja tertentu. Sedangkan data eksteren adalah data yang relevan dengan bidang kerja yang bersangkutan. Bidang-bidang tersebut dapat berupa bidang pemasaran, keuangan, logistik, dan lain sebagainya. Tentunya hasil analisis SWOT ini dapat pula menghasilkan rencana tujuan-tujuan,



sasaran-sasaran



serta



strategi



bidang



kerja



yang



bersangkutan. 3. Matriks SWOT Matriks SWOT memerlukan key success factor dari lingkungan eksternal dan internal dengan jadgement yang baik. Ada 4 strategi SO, Strategi SO, Strategi WO, Srtategi ST, dan Strategi WT dengan penjelasan sebagai berikut: a.



Strategi SO (Strengths-Oppotunies) adalah menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan.



35



b.



Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) adalah strategi yang bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.



c.



Strategi ST (Strength-Threats) adalah strategi perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancama eksternal.



d.



Strategi WT (Weaknesses-Threats) adalah strategi untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghidari ancaman.



F. Konsep Fishbhone 1. Pengertian FISHBHONE Diagram



FISHBHONE



merupakan



suatu



alat



visual



untuk



mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Menurut Scarvada (2004), konsep dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan mendasar diletakan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagaian kepala dari kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya. FISHBHONE analisis meliputi : a. Metode sederhana yang dapat dipergunakan untuk menelusuri penyebab sutau permasalahan terjadi b. Melibatkan partisipasi semua orang c. Dasarnya adalah prinsip bahwa pemikiran yang bersumber dari orag banyak lebih baik dari satu orang d. Dinamakan diagram tulang ikan karena bentuk dari diagram ini seperti tulang ikan, dengan permasalahan sebagai kepalanya, dan penyebabpenyebab yang ada sebagai durinya 2. Manfaat Diagram FISHBHONE (Tulang Ikan) Fungsi dasar diagram Fishbone (tulang ikan)/Cause and effect (sebab dan akibat)/ ishikawa adalah : untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi 36



penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu effect spesifik dan kemudian memisahkan akar penyebabnya sering dijumpai orang menyatakan “ penyebab yang mungkin” dan dalam kebanyakan kasus harus menguji apakah penyebab untuk hipotesa adalah nyata, dan apa atau



Man



Money



Methode



Masalah



Materials



Machinies



Enviroment



Dari analisa fishbone diperoleh kesimpulan yang memberikan gambaran spesifik tentang penyebab dari satu efek atau problem. Temuan penyebab yang spesik tersebut menjadi dasar untuk mendesain atau merancang program solutif untuk mengatasi efek permasalahan. (Hendra poerwanto G ). Tabel 2.2 Matriks SWOT Internal



Streghts-S



Weakness –W



Catatalah



kekuatan- Catatlah kelemahan-kelemahan



kekuatan Eksternal Opportunities-O



internal internal perusahaan



perusahaan Strategi SO



Strategi WO



Catatlah peluang- Daftar kekuatan untuk Daftar peluang eksternal meraih yang ada



untuk



keuntungan kelemahan



dari peluang yang ada 37



memperkecil dengan



memanfaatkan keuntungan dari



peluang yang ada Strategi WT



Threats-T



Straregi ST



Catatlah



Daftar kekuatan untuk Daftar



ancaman-



menghindari ancaman



ancaman ekternal



untuk



kelemahan



memperkecil



dan



menghindari



ancaman.



yang ada (Nursalam, 2011) G. Ketenagakerjaan 1. Penetapan Jumlah Tenaga Keperawatan Penetapan jumlah tenaga keperawatan adalah proses membuat perencanaan untuk menentukan berapa banyak dan dengan kriteria tenaga yang seperti apa pada suatu ruangan tiap shiftnya. Berbagai cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat diruang rawat inap yang dapat menjadi acuan, seperti: a. Jumlah BOR BOR =



Jumlah hari perawatan x 100



Jumlah tempat tidur x jumlah hari dalam setahun



b. Formula gillies



TenagaPerawat(TP )=



AxBx 365 (365−C )xjam ker ja/hari



Keterangan: A



: jam perawatan/24 jam (waktu perawatan yang dibutuhkan klien)



B



: Sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur)



38



C



: Jumlah hari libur 78 hari (libur hari minggu = 52 hari, cuti tahunan = 12 hari, libur Nasional = 14 hari)



365 hari



: Jumlah hari kerja setahun



6 jam



: Jam kerja perhari



c. Depkes RI 2005



Loss



Day=



jmlh hari minggu dalam 1tahun +cuti+ haribesar x jmlh perawat jmlh hari kerja efektif



d. Douglas Penghitungan jumlah tenaga keperawatan menurut Douglas dihitung berdasarkan tingkat ketergantungan untuk setiap shift pasien dan hasil keseluruhan ditambah sepertiga (1/3). Klasifikasi derajat ketergantungan pasien terhadap keperawatan menurut Douglas berdasarkan kriteria sebagai berikut : Perawatan minimal memerlukan waktu selama 1 – 2 jam/24 jam, dengan kriteria: 1) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri. 2) Makan dan minum dilakukan sendiri 3) Ambulasi dengan pengawasan. 4) Observasi tanda-tanda vital dilakukan tiap shift. 5) Pengobatan minimal, status psikologi stabil. 6) Persiapan pengobatan memerlukan prosedur.



39



Perawatan intermediet memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam dengan kriteria: 1) Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu. 2) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam. 3) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali. 4) Folley catheter/intake output dicatat. 5) Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan memerlukan prosedur. Perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam dengan kriteria : 1) Segalanya diberikan/dibantu. 2) Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam. 3) Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena. 4) Pemakaian suction. 5) Gelisah/disorientasi (Nursalam, 2011)



Tabel 2.2 Kebutuhan Perawat Berdasarkan Klasifikasi Pasien Klasifikasi Pasien Jumlah Pasien



Perawatan Minimal



Perawatan Parsial



Perawatan Total



Pagi



Siang



Malam



Pagi



Siang



Malam



Pagi



Siang



Malam



1



0,17



0,14



0,10



0,27



0,15



0,07



0,36



0,30



0,20



2



0,34



0,28



0,20



0,54



0,30



0,14



0,72



0,60



0,40



3



0,51



0,42



0,30



0,81



0,45



0,21



1,08



0,90



0,60



Dst



40



(Nursalam, 2011)



H. Konsep Plan of Action (PoA) 1. Pengertian Plan of Action (PoA) POA adalah proses penyusunan rencana yang digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan di suatu wilayah tertentu. Suatu perencanaan kegiatan perlu dilakukan setelah suatu organisasi melakukan analisis situasi, menetapkan prioritas masalah, merumuskan masalah, mencari penyebab masalah dengan salah satunya memakai metode fishbone, baru setelah itu melakukan penyuunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK). Plan of Action (PoA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan (RUK) merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran kegiatan. Rencana kegiatan dapat memiliki beberapa bentuk, antara lain: a. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu lebih pendek b. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya alternatif pemecahan masalah c. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik, kebutuhan sumber daya yang spesifik, dan akuntabilitas untuk setiap tahapannya. Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007), Perlu beberapa hal yang dipertimbangkan sebelum menyusun Plan of Action (PoA), yaitu dengan memperhatikan kemampuan sumber daya organisasi atau komponen masukan (input), seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme, Teknologi atau Cara, dan Sumber Daya Manusia (SDM).



41



2. Tujuan Plan of Action (PoA) Tujuan dari Plan of Action (PoA), antara lain: a. Mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan b. Menguji dan membuktikan bahwa: 1) Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan 2) Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran 3) Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh 4) Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai sasaran dapat diperoleh 5) Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan. c. Berperan sebagai media komunikasi 1) Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam organisasi memiliki peran yang berbeda dalam pencapaian 2) Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam pencapaian sasaran. 3. Kriteria Plan of Action (PoA) yang Baik Dalam penerapannya Plan of Acton (PoA) harus baik dan efektif agar kegiatan program yang direncanakan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan. Berikut ini beberapa kriteria Plan of Acton (PoA) dikatakan baik, antara lain: a. Spesific (spesifik) : Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan dengan



keadaan yang ingin dirubah. Rencana kegiatan perlu



penjelasan secara pasti berapa Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan,



siapa



saja



mereka,



bagaimana



dan



kapan



mengkomunikasikannya. b. Measurable (terukur) : Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan apa yang sesungguhnya telah dicapai.



42



c. Attainable/achievable (dapat dicapai) : Rencana kegiatan harus dapat dicapai dengan biaya yang masuk akal. Ini berarti bahwa rencana tersebut harus sederhana tetapi efektif, tidak harus membutuhkan anggaran yang besar. Selain itu teknik dan metode yang digunakan juga harus yang sesuai untuk bisa dilakukan. d. Relevant (sesuai) : Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan di suatu organisasi atau di suatu wilayah yang ingin di intervensi. Harus sesuai dengan pegawai atau masyarakat di wilayah tersebut I. Konsep Handover 1. Pengertian Handover Handover adalah proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab utama untuk memberikan perawatan klinis kepada pasien dari satu pengasuh ke salah satu pengasuh yang lain. Pengasuh termasuk dokter jaga, dokter tetap ruang rawat, asisten dokter, praktisi perawat, perawat terdaftar, dan perawat praktisi berlisensi, (The Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, 2010). Menurut Australian Medical Association dalam kamil 2011), mendefinisikan handover sebagai transfer tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk beberapa atau semua aspek perawatan untuk pasien, atau kelompok pasien, kepada orang lain atau kelompok profesional secara sementara atau permanen. 2. Prinsip-prinsip Australian Resource Centre for Healthcare Innovation (2009); Friesen, White, dan Byers dalam Kamil 2011) memperkenalkan enam standar prinsip serah terima pasien, yaitu: a. Kepemimpinan dalam dalam serah terima pasien Semakin luas proses serah terima (lebih banyak peserta dalam kegiatan serah terima), peran pemimpin menjadi sangat penting untuk mengelola 43



serah terima pasien di klinis. Pemimpin harus memiliki pemahaman yang komprehensif dari proses serah terima pasien dan perannya sebagai pemimpin. Tindakan segera harus dilakukan oleh pemimpin pada eskalasi pasien yang memburuk. b. Pemahaman tentang serah terima pasien Mengatur sedemikian rupa agar timbul suatu pemahaman bahwa serah terima pasien harus dilaksanakan dan merupakan bagian penting dari pekerjaan sehari-hari dari perawat dalam merawat pasien. c. Peserta yang mengikuti serah terima pasien harus mengidentifikasi dan mengorientasikan peserta, melibatkan mereka dalam tinjauan berkala tentang proses serah terima pasien. Mengidentifikasi staf yang harus hadir, jika memungkinkan pasien dan keluarga harus dilibatkan dan dimasukkan sebagai peserta dalam kegiatan serah terima pasien. Dalam tim multidisiplin, serah terima pasien harus terstruktur dan memungkinkan anggota multiprofesi hadir untuk pasiennya yang relevan. d. Waktu serah terima pasien Mengatur waktu yang disepakati, durasi dan frekuensi untuk serah terima pasien. Hal ini sangat direkomendasikan, di mana strategi ini memungkinkan untuk dapat memperkuat ketepatan waktu. Serah terima pasien tidak hanya pada pergantian jadwal kerja, tapi setiap kali terjadi perubahan tanggung jawab, misalnya; ketika pasien diantar dari bangsal ke tempat lain untuk suatu pemeriksaan. Ketepatan waktu serah terima sangat penting untuk memastikan proses perawatan yang berkelanjutan, aman dan efektif. e. Tempat serah terima pasien Sebaiknya, serah terima pasien terjadi secara tatap muka dan di sisi tempat tidur pasien. Jika serah terima pasien tidak dapat dilakukan secara tatap muka, maka pilihan lain harus dipertimbangkan untuk memastikan serah terima pasien berlangsung efektif dan aman. 44



Untuk komunikasi yang efektif, pastikan bahwa tempat serah terima pasien bebas dari gangguan, misal; kebisingan di bangsal secara umum atau bunyi alat telekomunikasi. Bedside handover sangat penting dilakukan untuk mengawasi status kesehatan pasien yang dapat berubah-ubah kapan saja. Hal ini dapat menjadi tanggung jawab perawat yang bertugas setiap shift. Selama proses bedside handover berlangsung, perawat yang akan keluar akan memperkenalkan tim yang bertugas kepada shift selanjutnya kepada pasien dan secara bersama-sama dengan pasien membicarakan layanan keperawatan yang akan diterima maupun yang sudah dilakukan (Chaboyer, Mc Murray, dan Walis, 2010).



J. Konsep Hand Hygiene dan Five Moment 1. Definisi Hand Hygiene Kesadaran cuci tangan (hand hygiene) pada petugas kesehatan merupakan perilaku yang mendasar dalam upaya mencegah infeksi silang. Cuci tangan mempunyai pengaruh besar terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dan perawat mempunyai andil besar karena berinteraksi dengan pasien selama 24 jam (Neila Fauza, dkk 2014) Perilaku hand hygiene perawat merupakan salah satu mendampingi pasien, maka di asumsikan ikut mengambil faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap peran yang cukup besar dalam memberikan kontribusi pencegahan terjadinya infeksi nosokomial (INOS) di terhadap pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit. Kebersihan tangan merupakan hal paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi yang dilakukan bertujuan untuk menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikoorganisme pada



45



kulit, di mana mikroorganisme ini diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan(Kemenkes RI, 2011). Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan, di antaranya: a. Hindari menyentuh permukaan di sekitar pasien agar tangan terhindar kontaminasi patogen dari dan ke permukaan. b. Bila tangan jelas terlihatkotor, mengandung bahan berprotein, cairan tubuh, lakukan cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dengan air mengalir. c. Bila tangan tidak jelas terlihatkotor, dekontaminasi dengan alkohol handrub. d. Melakukan cuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien dan pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan. e. Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun telah menggunakan sarung tangan



atau



alat



pelindung



lain.



Hal



ini



bertujuan



untuk



menghilangkan/mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga dapat mengurangi penyebaran infeksi danlingkungan tetap terjaga (Rafitah Ferdinah, 2017). Menurut WHO(2009), terdapat lima indikasi kebersihan tangan yang kemudian di kembangkan oleh Komite PPIRS Rumah Sakit Y (2015) menjadi sebagai berikut: a. Kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir apabila terlihat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh lainnya, atau setelah menggunakan toilet. b. Apabila terbukti atau dicurigai kuat memiliki kontak dengan patogen yang kemungkinan membentuk spora. c. Penggunaan handrub berbasis alkohol dipilih untuk antiseptik tangan rutin pada semua situasi dan bila tangan tidak terlihat kotor. 46



d. Dilakukan kebersihan tangan pada kondisi berikut: sebelum dan sesudah menyentuh pasien; sebelum melakukan tindakan invasif untuk perawatan pasien, tidak peduli apakah menggunakan sarung tangan atau tidak; setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit yang tidak intak, atau merawat luka; apabila berpindah dari area tubuh yang terkontaminasi ke area tubuh lain selama perawatan pada pasien yang sama; setelah kontak dengan permukaan benda mati dan objek termasuk peralatan medis; setelah melepas sarung tangan steril. e. Sebelum menangani obat-obatan atau menyiapkan makanan. Keefektifan kegiatan cuci tangan ini juga harus didukung dengan sarana cuci tangan yang memadai. Sarana tersebut yaitu: (Kemenkes RI, 2011) a. Air mengalir Air mengalir merupakan sarana utama untuk cuci tangan disertai dengan saluran pembuangan atau bak penampungan yang memadai. Air mengalir dapat melepaskan mikroorganisme dari tangan karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur dengan gayung, namun cara mengguyur dengan gayung tidak dianjurkan karena memiliki risiko kontaminasi yang cukup besar, baik melalui gagang gayung maupun dari percikan air bekas cucian yang dapat kembali ke bak penampungan air bersih. b. Sabun Sabun yang digunakan dalam proses mencuci tangan tidak dapat membunuh mikroorganisme tetapi hanya menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air.Namun,meskipun jumlah mikroorganisme



dapat



berkurang, cuci tangan dalam frekuensi yang sering dapat membuat



47



lapisan lemak kulit menghilangdan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah. c. Larutan antiseptik Larutan antiseptik atau antimikroba topikal digunakan untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Tingkat efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada kulit setelah pemakaian antiseptik tergantung oleh keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing-masing individu.Pemilihan antiseptik yang digunakan perlu mempertimbangkan beberapa kriteria, di antaranya: 1) Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas (gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, bacillusdan tuberculosis, fungi, endospora). 2) Efektivitas, kecepatan aktivitas awal, dan efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan. 3) Tidak mengakibatkan iritasi kulit dan alergi. 4) Dapat diterima secara visual maupun estetik. 5) Lap tangan yang bersih dan kering Ada sebelas langkahyang diadaptasi dari WHO guidelines on hand hygiene in health care : first global patient safety challenge tahun 2009 dalam prosedur standar membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir yang harus dilakukankira-kira dalamwaktu satu menit, yaitu sebagai berikut: a. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih b. Tuangkan 3-5 cc sabun cair untuk menyabuni seluruh permukaan tangan c. Ratakan dengan kedua telapak tangan; d. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya e. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari f. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci



48



g. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya h. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya i. Bilas kedua tangan dengan air mengalir j. Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benarbenar kering k. Gunakan handuk sekali pakai atau tissue towel untuk menutup kran Jika tidak terdapat fasilitas air mengalir untuk mencuci tangan, maka dapat dipertimbangkan untuk menggunakan larutan berbasis alkohol tanpa air (handrub antiseptic).Penggunaan handrubini akan lebih efektif dalam penurunan jumlah flora tangan awal pada tangan yang bersih, dapat melindungi dan melembutkan kulit karena berisi emolien seperti gliserin, glisol propelin, atau sorbitol.Teknik untuk menggosok tangan dengan handrub antisepticadalah sebagai berikut:(WHO, 2009) a. Tuangan handrubberbasis alkohol untuk dapat mencakup seluruh permukaan tangan dan jari-jari (kira-kira 3-5 cc atau satu sendok teh) b. Gosokkan kedua telapak tangan c. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya d. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari e. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci f. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya g. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya h. Diamkan tangan hingga kering.Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kebersihan tangan dengan menggunakan handrub antiseptic adalah kurang lebih 20-30 detik (WHO, 2009). Perlu di perhatikan bahwa penggunaan 49



handrub antiseptic ini tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh maka harus mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir terlebih dahulu. Selain itu, jika telah menggunakan handrub antiseptic 510 kali maka tetap diperlukan untuk mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir untuk mengurangi penumpukan emolien pada tangan. 2. Defenisi Five Moment Kebersihan tangan merupakan komponen terpenting dari kewaspadaan standard merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam mencegah penularan patogen yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan (WHO, 2008). Mencuci tangan dengan sabun dan air telah digunakan untuk meningkatkan kebersihan pribadi selama berabadabad. Namun, hubungan antara cuci tangan dan penyebaran penyakit baru didirikan pada pertengahan abad kesembilan belas. Seorang petugas medis Austria, Ignaz Semmelweis, dianggap menjadi orang pertama yang mengakui bahwa infeksi didapat di rumah sakit langsung ditularkan melalui tangan petugas kesehatan. Kebersihan tangan tetap menjadi dasar pencegahan infeksi. Dan menurut penelitian kepatuhan petugas layanan kesehatan dalam cuci tangan masih di bawah 40% (Koutokidis, Kate & Jodie, 2013:370). Oleh karena itu, praktik kebersihan tangan yang buruk pada petugas layanan kesehatan sangat terkait dengan transmisi infeksi kesehatan dan merupakan faktor utama dalam penyebaran patogen resisten antibiotik di dalam fasilitas kesehatan. (Galuh Nilawati,2016). Salah satu pencegahan infeksi rumah sakit adalah dengan menjaga kebersihan tangan (Khoiriyati, 2013). Kepatuhan petugas kesehatan dalam melakukan hand hygiene dengan teknik enam langkah dan waktu lima momen (five moments) di rawat inap merupakan salah satu indikator mutu area sasaran patient safety yang ada pada Standar Pelayanan Minimal (SPM). 50



Mencuci tangan merupakan hal yang penting pada setiap lingkungan tempat klien dirawat, termasuk rumah sakit. Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan mikroorganisme sementara yang mungkin ditularkan ke perawat, klien, pengunjung, atau tenaga kesehatan lain (Berman, Shirlee, Barbara, & Glenora, 2009:2) WHO menetapkan lima waktu untuk pelaksanaan hand hygiene (World Health Organization, 2009b) yaitu five moments hand hygiene : a. Sebelum menyentuh pasien, bersihkan tangan sebelum menyentuh pasien untuk melindungi pasien dari bakteri patogen yang ada pada tangan petugas. b. Sebelum melakukan tindakan aseptik, bersihkan tangan segera sebelum melakukan tindakan aseptik untuk melindungi pasien dari bakteri patogen, termasuk yang berasal dari permukaan tubuh pasien sendiri yang bisa memasuki bagian tubuh. c. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien, bersihkan tangan setelah kontak atau resiko kontak dengan cairan tubuh pasien dan setelah melepas sarung tangan untuk melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri patogen yang berasal dari pasien. d. Setelah kontak dengan pasien, bersihkan tangan setelah menyentuh pasien, sesaat setelah meninggalkan pasien untuk melindungi petugas kesehatan dan area seklilingnya bebas dari bakteri patogen yang berasal dari pasien e. Setelah menyentuh benda-benda dilingkungan sekitar pasien, bersihkan tangan setelah menyentuh objek atau furniture yang ada di sekitar pasien saat meninggalkan pasien, walaupun tidak menyentuh pasien untuk melindungi petugas kesehatan dan area sekelilingnya bebas dari bakteri patogen yang berasal dari pasien. Jika petugas kesehatan berada dalam lima kondisi tersebut, petugas harus melaksanakan hand hygiene agar tangan petugas tidak terkontaminasi. 51



Handhygiene yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, agar kuman yang terdapat pada tangan bila dihilangkan.



K. Konsep Geriatri 1. Pengertian Lansia Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. World Health Organization(WHO), lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun atas (Azizah 2011). Lansia merupakan tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran, yang dapat menyebabkan stress psikososialPotter & Perry (2010). 2. Klasifikasi Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia menurut Maryam, dkk (2008). a. Pra Usia Lanjut (Prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. b. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. c.



Usia Lanjut Resiko Tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.



d. Usia Lanjut Potensi Usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa. e. Usia Lanjut Tidak Potensial Usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.



52



3. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia Nugroho (2015) perubahan fisik dan fungsi akibat proses menua sebagai berikut: a. Perubahan fisik 1) Sel Perubahan yang terjadi pada sel, akibat proses penuaan pada lansia adalah antara lain: a) Jumlah sel menurun/lebih sedikit b) Ukuran sel lebih besar c) Jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular berkurang d) Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun e) Jumlah sel otak menurun f)



Mekanisme perbaikan sel terganggu



g) Otak menjadi artofi, beratnya berkurang 5-10% h) Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar 2) Sistem saraf Perubahan yang terjadi pada sistem persarafan akibat proses penuaan pada lansia adalah antara lain: a) Menurun hubungan persarafan b) Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinya) c) Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stres. d) Saraf panca indra mengecil. e) Penglihatan berkurang, pendnegaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebaih sensitifterhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin. f) Kurang sensitif terhadap sentuhan g) Defisit memori



53



3) Sistem pendengaran. Perubahan yang terjadi pada sistem pendengaran akibat proses penuaan pada lansia adalah antara lain: a) Gangguan pendnegaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%terjadi pada usia di atas umur 65 tahun. b) Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis. c) Terjadi pengumpulan serumen, dapat menegeras karena meningkatnya keratin. d) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan / stres. e) Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus-menerus atau intermiten). f) Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar). 4) Sistem penglihatan Perubahan yang terjadi pada sistem penglihatan akibat proses penuaan pada lansia adalah antara lain: a) Sfingter pupil timbul sklerosis dan respon terhadap sinar menghilang b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola). c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan. d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya kegelapan lebih lambat.



54



adaptasi terhadap



e) Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopia, seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa. f) Lapang pandang menurun: luas pandnagan berkuarang. g) Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada skala. 5) Sistem kardiovaskular Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskular akibat proses penuaan pada lansia adalah antara lain: a) Katup jantung menebal dan menjadi kaku. b) Elastisitas dinding aorta menurun. c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1%



setiap tahun



sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun (frekuensi denyut jantung maksimal = 200-umur) d) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun). e) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak). f) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan. g) Tekanan darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat. Sistole normal ±170 mmHg, diastole ±95 mmHg. 6) Sistem pengaturan suhu tubuh Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu termostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu.Kemunduran terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya. Yang sering ditemui antara lain:



55



a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±35̊C ini akibat metabolisme yang menurun. b) Pada kondisis ini, lanjut usia akan meras kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat, dan gelisah. c) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot. 7) Sistem pernafasan Perubahan yang terjadi pada sistem pernafasan akibat proses penuaan pada lansia adalah sebagai berikut: a) Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku. b) Aktivitas silia menurun. c) Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dengan kedalaman bernafas menurun. d) Ukuran alveoli melebar (membesar secara progesif) dan jumlah berkurang. e) Berkurangnya elastisitas bronkus. f) Oksigen pada erteri menurun menjadi 75 mmHg. g) Karbon dioksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu. h) Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang. i) Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun. j) Sering terjadi emfisema senilis. k) Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan menurun seiring pertambahan usia. 8) Sistem pencernaan Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan akibat proses penuaan pada lansia adalah sebagai berikut: 56



a) Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi buruk. b) Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendiri yang kronis, atrofi indra pengecap (±80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap asiaan, asam, dan pahit. c) Esofagus melebar. d) Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun. e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi. f) Fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu, terutama karbohidrat) g) Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.



9) Sistem reproduksi a) Perubahan pada Wanita Vagina megalami kontraktur dan mengecil, ovari menciut, uterus mengalami atrofi, atrofi payudara, atrofi vulva,selaput lendiri vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna. b) Perubahan pada Pria Tesis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur dan dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik. 10) Sistem genitourinaria



57



Keseimbangan



eletrolit



dan asam lebih



mudah terganggu bila



dibandingkan dengan usia muda. Renal plasma flow (RPF) dan glomerular filtration rate (GFR) atau klirens kreatinin menurun secara linier sejak usia 30 tahun menurut Cox Jr.dkk dalam (Nugroho, 2008). Jumlah darah yang difiltrasi oleh ginjal berkurang. 11) Sistem endokrin Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang memproduksi hormon.Hormon pertumbuhan berperan sangat penting dalam pertumbuhan, pematangan, pemiliharaan, dan metabolisme organ tubuh. Yang termasuk hormon kelamin adalah : a) Estrogen, progesteron, dan testosteron yang memilihara alat reproduksi dan gairah seks. Hormon ini mengalami penurunan. b) Kelenjar pankreas (yang memproduksi insulin dan sangat penting dalam pengaturan gula darah). c) Kelenjar adrenal yang memproduksi adrenalin kelenjar berkaitan dengan hormon pria/wanita. Salah satu kelenjar endokrin dalam tubuh yang mengatur agar arus darah ke organ tertentu berjalan dengan baik, dengan jalan mengatur vasokonstriksi pembuluh darah. Kegiatan kelenjar anak ginjal ini berkurang pada lanjut usia. d) Produksi hampir semua hormon menurun e) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah. f) Hipofisis: pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah; berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH. g) Aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate), dan daya pertukaran zat menurun. h) Produksi aldosteron menurun



58



i) Sekresi hormon kelamin 12) Sistem integument Perubahan yang terjadi pada sistem integumen akibat proses penuaan pada lansia adalah sebagai berikut: a) Kulit mengerut b) Permukaaan kulit cendrung kusam, kasar, dan bersisik (karena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis). c) Timbul bercak pigmentasi akibat proses penuaan melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik atau noda cokelat. d) Terjadi perubahan pada daerah sekiat mata, tumbuhnya kerut-kerut halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis. e) Kulit kepala dan rambut menipis dan bewarna kelabu.



13) Sistem musculoskeletal Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal akibat proses penuaan pada lansia adalah sebagai berikut: a) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi b) Kekuatan



dan



stabilitas



tulang



menurun,



terutama



vertebra,



pergelangan, dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut. c) Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas. d) Gangguan gaya berjalan. e) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis. b. Perubahan mental



59



Dibidang mental atau psikis pada lanjut usia, perubahan dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu. Yang perlu dimengerti adalah sikap umum yang ditemukan pada hampir setiap lanjut usia, yakni keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin dihemat (Nugroho, 2015). c. Perubahan psikososial Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya.Perubahan psikososial pada lansia meliputi : 1) Kehilangan Nugroho



(2015),



nilai



seseorang



sering



di



ukur



melalui



produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun (purnatugas), seseorang akan mengalami kehilangan antara lain: a) Kehilangan finansial (pendapatan berkurang) b) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan semua fasilitas) c) Kehilangan teman d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan dan merasakan atau sadar terhadap kematian. 2) Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup (memasuki rumah perawatan, bergerak lebih sempit) 3) Kemampuan ekonomiakibat pengasingan dari lingkungan sosial 4) Adanya gangguan saraf panca-indra, timbul kebutaan dan ketulian. 5) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan 6) Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman & famili.



60



7) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan ter-hadap gambaran diri, perubahan konsep diri). d. Perubahan psikologis Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan (Maryam, dkk 2008). Penyesuaian diri lansia juga sulit karena ketidak inginan lansia untuk berinteraksi dengan lingkungan ataupun pemberian batasan untuk dapat berinteraksi (Hurlock, 1995). e. Perkembangan Spiritual 1) Agama / kepercayaan semakin terintgrasi dalam kehidupan (Maslow, 1970). 2) Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970). 3) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan keadilan. 4.



Konsep Care Giver a. Pengertian Caregiver Defenisi caregiver dalam Merriam-Webster Dictionary (2012) adalah orang yang memberikan perawatan langsung pada anak atau orang dewasa yang menderita penyakit kronis. Elsivier (2009) menyatakan caregiver sebagai seseorang yang memberikan bantuan medis, social, ekonomi, atau sumber daya



lingkungan



kepada



seseorang 61



individu



yang



mengalami



ketergantungan baik sebagian atau sepenuhnya karena kondisi sakit yang dihadapi individu tersebut. Defenisi caregiver dari literature Bahasa Indonesia, dikemukakan oleh Subroto (2012) sebagai “seseorang yang bertugas untuk membantu orang-orang yang ada hambatan untuk melakukan kegiatan fisi sehari-hari baik yang bersifat kegiatan harian personal (Personal activity daily living) seperti makan, minum, berjalan, atau kegiatan harian yang bersifat efektif instrumental (Instrumental daily living) seperti memakai pakaian, mandi, menelpon atau belanja. b. Tugas Caregiver Tugas – tugas yang dilaksana oleh caregiver salah satunya adalah membantu penderita dalam aktivitas sehari-hari (ADL), yaitu mandi, makan, mobilisasi, dan membantu manajemen pengobatan serta perawatan penyakitnya (Spillman et al, 2014). Kegiatan ADL dilakukan lansia mengalami keterbatasan atau sudah tidak mampu lagi melakukan secara mandiri.



c. Dukungan dan Kebutuhan Caregiver Dukungan yang diberikan oleh caregiver adalah penting untuk membantu kesembuhan pasien baik dari segi fisik, psikososial, dan spiritual. Tujuan dari rencana pendidikan kesehatan juga berbeda antara pasien dan caregiver. Caregiver mungkin membutuhkan bantuan dalam mempelajari perawatan fisik dan teknik penggunaan alat bantu perawatan. Menentukaan sumber home care, menempatkan peralatan, menata lingkungan rumah untuk mengakomodasi kesembuhan pasien (Lewis, et al 20110. Pasien dan caregiver mungkin memiliki kebutuhan akan pengajaran yang berbeda. Pemberian rencana pengajaran yang sukse disarankan untuk melihat dari



62



kebutuhan pasien dan kebutuhan caregiver yang merawat pasien (Leweis et al, 2011).



BAB III KAJIAN SITUASI MANAJEMEN RUANG RAWAT LION CLUB A (LCA)



A. PROFIL RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG Arti yang tersirat dalam logo Yayasan Badan RS Gereja Kristen Pasundan Heman Geten Ka



: Penuh kasih sayang : Penuh perhatian dan telaten : Kepada



63



Papancen : Tugas dan Kewajiban Arti warna pada lambing Rumah Sakit Immanuel menunjukan Warna merah : Darah Yesus yang menyelamatkan Warna Biru



: Kedamaian, kejujuran, ketulusan



Warna Kuning



: Keagungan karya penyalihan Yesus Kristus Juru Selamat Dunia



Rumah Sakit Immanuel Bandung merupakan rumah sakit tipe B yang memiliki kebijakan mutu dalam berupaya memenuhi kepuasan dan keselamatan pasien dengan senantiasa memperbaiki sistem manajemen mutu, manajemen risiko, pendidikan dan penelitian kesehatan berbasis bukti secar konsisten dan berkesinambungan (Iskandar,2014). Rumah sakit Immanuel merupakan Rumah Sakit Swasta yang diselenggarakan oleh Yayasan Badan Rumah Sakit Gereja Kristen Pasundan. Rumah Sakit Immanuel mempunyai tugas upaya kesehatan, pendidikan serta penelitian dibidang kedokteran, keperawatan, kesehatan serta berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan serta berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan serta melaksanakan upaya rujukan, yang dilaksanakan secara serasi danterpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan dengan tidak menyampingkan kualitas mutu pelayanan dengan melihat terpenuhinya pelanggan dengan senantiasa menyempurnakan serta kesinambungan system manajemen mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Immanuel secara Konsisten. Rumah Sakit Immanuel Bandung merupakan Rumah Sakit Swasta setara Tipe B telah terakreditasi 16 jenis pelayanan dan telah mengikuti ISO 9001:2008. Serta telah lulus akreditasi Rumah Sakit dengan kelulusan Paripurna. Rumah Sakit Immanuel Bandung mempunyai 3 area rawat inap yaitu rawat inap Prima 1, rawat inap Prima 2, IPI (Instalasi Perawatan Intensif). Area rawat inap Prima 1 tediri dari kelas 3B sampai 1C, rawat inap Prima 2 terdiri dari kelas 1, VIP dan



64



VVIP. Sedangkan ruang IPI terdiri dari ruang HCU, ICU, NICU-PICU, Cath Lab atau bisa disebut juga ruang Cateterisasi Jantung. 1. Visi Misi Rumah Sakit Immanuel Bandung a. Visi Rumah Sakit Immanuel Bandung “Memberikan Pelayanan Dan Pendidikan Kesehatan Yang Prima Dan Inovatif Berfokus Kepada Pasien Sebagai Perwujudan Cinta Kasih Allah” b. Misi Rumah Sakit Immanuel Bandung 1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima dan berbasis keselamatan pasien 2) Menyelenggara pendidikan, penelitian dan mengembangkan budaya ilmiah di bidang kesehatan 3) Mengembangan layanan tersier, unggul dan berkembang 4) Membangun budaya kerja dan karakter sumber daya manusia berlandaskan nilai-nilai kritiani agar memberikan pelayanan terbaik, handal dan beretika dalam menjalankan kompotensinya 5) Menjalani kemitraan dengan berbagai pihak dalam upaya memperkuat peran rumah sakit dalam pelayanan dan pendidikan kesehatan



2. Tujuan Rumah Sakit Immanuel Bandung a. Terwujudnya layanan dan pendidikan kesehatan yang memberikan kepuasan dan kepercayaan pelayanan b. Adanya penelitian dan pengembangan dibidang pelayanan dan pendidikan kesehatan yang menghasilkan produk inovatif c. Terwujudnya sinergitas kerja sama dengan semua pihak dala rangka memperkuat peran rumah sakit dalam pelayanan pendidikan kesehatan 3. Falsafah Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung



65



Falsafah keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung yakni EMPATI artinya melakukan tindakan nyata untuk mengatasi penderitaan dan kesulitan orang lain yang dijabarkan sebagai berikut: a. Energik Bersemangat untuk melaksanakan tugas b. Mutu Memberikan pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan dengan kualitas terbaik yang memenuhi kebutuhan harapan pelangganan c. Professional Memberikan



pelayanan



keperawatan



dan



pelayanan



kebidanan



berdasarkan standar profesi dan kode etik profesi d. Aman Memberikan pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan yang bebas berbahaya atau resiko bagi pasien, diri sendiri, staf lain dan rumah sakit e. Tekun Senantiasa memberikan pelayanan keperawatan dan pelayan kebidanan dengan sungguh-sungguh f. Integritas Bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai kebijakan, pedoman, panduan dan standar yang berlaku di Rumah Sakit Immanuel Bandung 4. Visi Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung “Menjadi Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung Sebagai Pilihan Layanan Keperawatan Professional Atas Dasar Kasih Kristus” 5. Misi Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung a. Meningkatkan komitmen perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan professional b. Menerapkan sistem pemberian pelayanan keperawatan professional



66



c. Meningkatkan



budaya



pembelajaran



ilmu



keperawatan



serta



berkesinambungan 6. Tujuan Keperawatan Rumah Sakit Immanuel Bandung a. Terselenggaranya pelayanan keperawatan yang holistic, bermutu, dan terintergrasi b. Terwujud iklim kerja akademis dan professional di keperawatan c. Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung penyelenggarakan pelayanan keperawatan 7. Kebijakan Mutu Rumah Sakit Immanuel Bandung “Rumah Sakit Immanuel Senantiasa Berupaya Memenuhi Kepuasan Pelanggan Dengan Perbaikan-Perbaikan Dan Penyempurnaan Yang Berkesimambungan Serta Konsisten Dalam System Manajemen Mutu Pelayanan, Pendidikan Dan Penelitian Kesehatan Yang Berbasis Bukti”. Rumah Sakit Immanuel dilengkapi beberapa sarana pelayanan yang dapat menunjang pelayanan kesehatan. Sarana pelayanan rawat inap mencakup rawat inap untuk anak, dewasa, ruangan ODC (One Day Care), ruang intensif (terdiri dari kelas I, II, III, VIP, VVIP). Sarana pelayanan rawat jalan mencakup poli klinik anak, umum, gizi, penyakit dalam, penyakit jantung, saraf, THT, mata, kandungan dan KB, poli klinik paru, KIA, kulit dan kelamin, konsultasi gizi dan jiwa, serta terdapat fasilitas kesehatan lain seperti CT-Scan, USG, EEG, EKG, Medikal Check-Up, Radiologi, laboratorium, Kamar bedah, Wound care, rehabilitas medic dan fisioterapi dan mempunyai ruang tindakan angiografi (Cath Lab). B. PROFIL RUANGAN LION CLUB A (LCA) Rumah Sakit Immanuel Bandung memiliki ruang rawat inap salah satunya adalah ruang Lion Club A (LCA) sebagai ruang rawat multi. Ruang LCA memilikI tenaga medis, perawat, dan non medis tenaga perawat di ruang LCA ada 15 orang dengan tingkat pendidikan S1 Keperawatan + Ners dan DIII 67



Keperawatan dengan masa kerja 7 bulan sampai 13,1 tahun . Selain tenaga medis dan perawat pembagian jadwal dinas terbgi menjadi 3 shift yaitu dinas pagi, dinas sore, dan dinas malam yang telah disusun dan diatur oleh kepala ruangan. Ruang LCA memiliki 20 bed dengan rata-rata BOR 3 bulan terakhir 63,8%, terdiri dari ruang kelas I, II, VIP, Geriatri. Memiliki fasilitas kamar mandi disetiap kamar. C. KAJIAN SITUASI RUANG LCA Pengkajian dilakukan oleh mahasiswa program studi profesi ners angkatan XXII pada tanggal 9 maret – 12 maret 2020, meliputi (Sumber Daya Manusia, Struktur organisasi, Sarana dan Prasarana, Metode pemberian Asuhan keperawatan di ruang LCA). 1. Sumber Daya Manusia (Man) a. Struktur Organisasi Ruangan LCA RSI dipimpin oleh kepala ruangan dengan lulusan S1 Ners, kepala ruangan memiliki pengalaman kerja 11 tahun 7 bulan dan 14 perawat yang terbagi atas 5 PJ shift dan 9 perawat pelaksana, inventaris. Adapun struktur organisasinya adalah :



Gambar 3.1 Struktur Organisasi Ruang LCA KEPALA RUANGAN Firdaus Murdianso, S.Kep., Ners



PENANGGUNG JAWAB SHIFT Sarina M. Nadeak, S.Kep., Ners Dhytha Pramastuti, S.Kep., Ners



PERAWAT PELAKSANA 68



Yudhi Febri Kurnia, S.Kep., Ners



Jeriska J Seimahuira, S.Kep., Ners Ardiana, S.Kep., Ners Kristiyan Bagus Utomo, AMK Gilang Ramadhan, Amd, Kep



Rina Karlina, AMK



Saputra A Prasetya, S.Kep., Ners Rani Osla Aritonang, S.Kep., Ners Suhatman, Amd.Kep



Tabel 3.1 Kualifikasi Pendidikan Dan Lama Bekerja Perawat Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel No 1 2 3 4 5



Nama



Kategori Jabatan Pendidikan Kepala Ruangan S1 Ners PJ Shift S1 Ners PJ Shift S1 Ners Perawat Pelaksana S1 Ners PJ Shift D3



Firdaus Murdianso, S.Kep., Ners Dhytha Pramastuti, S.Kep., Ners Sarina M. Nadeak, S.Kep., Ners Yudhi Febri Kurnia, S.Kep., Ners Melya Risnayanti, AMK



69



Lama Bekerja 11.7 tahun 6.3 tahun 9.2 tahun 4.1 tahun 12.3 tahun



6 7 8 9 10 11 12 13 14 15



Rina Karlina, AMK PJ Shift D3 Jeriska Junike Seimahuira, S.Kep., Ners Perawat Pelaksana S1 Ners Dhita Christian Nugraha, Amd. Kep PJ Shift D3 Saputra Agung Prasetya, S.Kep., Ners Perawat Pelaksana S1 Ners Ardiana, S.Kep., Ners Perawat Pelaksana S1 Ners Kristiyan Bagus Utomo, AMK Perawat Pelaksana D3 Gilang Ramadhan, Amd, Kep Perawat Pelaksana D3 Rani Osla Aritonang, S.Kep., Ners Perawat Pelaksana S1 Ners Suhatman, Amd.Kep Perawat Pelaksana D3 Evan Haris Sang Putra, S.Kep., Ners Perawat Pelaksana S1 Ners Sumber : Dokumen Jadwal Dinas Ruang LCA Bulan Maret 2020



5.7 tahun 1.4 tahun 4.8 tahun 4.5 tahun 4.0 tahun 13.1 tahun 4.5 tahun 1.7 tahun 4.5 tahun 7 bulan



Interpretasi data : Tabel diatas menunjukkan jumlah tenaga perawat yang ada di ruang LCA berjumlah 15 orang, terdiri dari : 1 orang kepala ruangan, 5 orang PJ Shift dan 9 orang perawat pelaksana. Perawat yang bekerja dengan masa kerja paling lama yakni 13.1 tahun dan masa kerja perawat baru adalah 7 bulan.



Tabel 3.2 Kualifikasi Pendidikan Perawat Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel No Jenis Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1 S1 Ners 9 orang 60% 2 DIII Keperawatan 6 orang 40% Total 15 orang 100 % Sumber : Dokumen Ruangan LCA Bulan Maret 2020 Interpretasi diatas : Tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan perawat di ruang LCA adalah S1 Profesi Ners berjumlah 9 orang (60%), dan tingkat pendidikan D3 Keperawatan terjumlah 6 orang (40%) dari keseluruhan



70



tenaga kerja perawat di LCA. Selain tenaga medis dan keperawatan, ruang LCA juga memiliki inventaris. Tabel 3.3 Distriusi Tenaga Non Keperawatan Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel No 1.



Nama Petugas Nengsih



Pendidikan SMP



Tugas Inventaris



b. Tingkat Ketergantungan Pasien dan Kebutuhan Perawat LCA Tabel 3.4 Kapasitas Tempat Tidur Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel Ruang LCA



Kelas I II VIP GERIATRI



Total Sumber : Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel



Jumlah Tempat Tidur 8 Tempat tidur 3 Tempat tidur 5 Tempa tidur 4 Tempat tidur 20 Tempat tidur



Berdasarkan dengan tabel di atas dapat diketahui jumlah tempat tidur di ruang LCA berjumlah 20 tempat tidur c. Perhitungan BOR Perhitungan BOR menggunakan rumus DEPKES R1, 2005 adalah : BOR=



Lama hari perawatan x 100 % Jumlah bed x periode Tabel 3.5 Distribusi BOR 3 Bulan Di Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel Bulan



BOR 74,6%



Desember 2019



71



Januari 2020 Februari 2020 Rata-rata Sumber : Dokumen Rekap Pasien Per Bulan



64,5% 52,4% 63,8 %



d. Rata-rata Jumlah Pasien Perhitungan rata-rata jumlah pasien di ruang LCA menggunakan rumus : BOR x Jumlah Bed



Rata-rata jumlah pasien 3 bulan terakhir Rata-rata jumlah pasien = 63,8 % x 20 TT = 12,76 = 12 Pasien Jadi jumlah rata-rata pasien dalam 3 bulan terakhir adalah 12 pasien Sedangkan jika menurut hasil kajian situasi dari 09 maret 2020 14 pasien diruang LCA, total care 4 orang dan parsial care 10 orang Jumlah Klien ×100 % Jumlah Tempat Tidur 14 BOR ¿ × 100 % 20 BOR=0,7 ×100 % ¿ 70 % Jadi BOR diruangan LCA dari 09 maret 2020, yaitu: 70% Sensur Harian : BOR = 70% x 20 = 14 pasien BOR:



Jumlah Tempat tidur : 20 bed Jumlah pasien total care 4, partial care 10 Perhitungan SDM: 1) Waktu perawatan langsung Partial Care: 3 jam x 10 = 30 jam



72



Total Care: 5 jam x 4 = 20 jam Total = 50 jam 2) Waktu perawatan tidak langsung 38 x 14 pasien = 532 60 menit = 8,86 = 9 jam 3) Waktu penyuluhan kesehatan 15 x 14 pasien = _210_ 60 menit = 3,5 jam 4) Rata-rata perawatan =a + b + c jumlah pasien = 50 + 9 + 3,5 = 62,5 Sensus Harian BOR x TT = 70% x 20 = 14 e. Perhitungan Jumlah Perawat Ruangan 1) Metode Gillies Tenaga Perawat



A x B x 365 (365−c ) x jam kerja /hari



Keterangan : A = Jam perawatan / 24 jam B = Sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur) C = Jumlah hari : cuti 12 hari + hari minggu 52 + hari besar 14 = 78 hari Jumlah tenaga perawat menurut Gillies :



73



TP =



62,5 x (70 % x 20)x 365 319,38 =15,8=16 orang = 2009 ( 365−78 ) X 7



Jadi tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 16 orang perawat Rata-rata waktu perawat langsung adalah 50 jam, waktu perawat tidak langsung adalah 9 jam. Waktu penyuluhan kesehatan 3,5 jam. Tenaga perawat yang dibutuhkan dalam satu hari adalah 16 orang. 2) Rumus PPNI Tenaga Perawat :



A x 52 ( Mg ) x 7 hr (TT x BOR) X 125 % 41 ( Mg ) x 40 Jam



Keterangan : TP



: Tenaga Perawat



A



: Jumlah perawatan/24 jam



BOR : Bed Accupancy Rate TP :



62,5 x 52 ( Mg ) x 7 hr ( 20 x 70 % ) X 125 % 41 ( Mg ) x 40 Jam TP :



318.500 X 125 % 1640



TP : 24,2 = 24 Orang f. Distribusi Penyakit Di Ruang LCA Penyakit terbanyak di ruang LCA selama 3 bulan terakhir : Tabel 3.6 Daftar Penyakit Terbanyak Bulan Desember 2019, Januari, Februari 2020 Di Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel No 1 2



Nama Penyakit Observasi Febris GEA 74



Jumlah 10 10



Presentase 35% 34%



3



TB Paru



9



31%



g. Edukasi Hand Hygiene Pasien Baru Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap 13 keluarga pasien pada tanggal 09 maret 2020 didapatkan bahwa belum optimalnya pelaksaaan edukasi hand hygiene pasien baru. Tabel 3.7 Daftar Edukasi Hand Hygiene Di Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel No 1 2



Edukasi Hand Hygiene Menerima edukasi Tidak menerima edukasi



Jumlah 3 orang 10 orang



Presentasi 23% 77%



h. Pelaksanaan Five Moment



17%



83%



Dilakukan Belum Dilakukan



Berdasarkan diagram di atas maka dapat disimpulkan bahwa 10 dari 12 perawat atau 83% perawat Ruang LCA belum optimal dalam melakukan penerapan five moment. Hal ini di dapat dari kajian situasi dan observasi yang dilakukan mulai tanggal 09-11 Maret 2020 sampel yang di gunakan selama kajian situasi adalah sebanyak 12 perawat di ruang LCA. i. Handover



75



Hasil observasi selama 3 hari dari tanggal 09 -11 maret 2020 didapatkan bahwa belum optimalnya pelaksanaan handover hal dikarenakan tidak efektifnya waktu atau ketepatan waktu saat melakukan handover. j. Care Giver Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 09-11 maret 2020 dan wawancara terhadap 2 orang care giver didapatkan bahwa hanya 1 care giver yang mengikuti pelatihan (pelatihan dasar) sebelum turun kelapangan sedangkan care giver yang lainnya belum mengikuti pelatihan, dan rata-rata care giver belum bisa memenuhi kebutuhan dasar lansia (geriatri).



1



Nn. F



25 tahun



SMA



Lama Pekerjaan 1 tahun



2



Ny. D



59 tahun



SD



1 minggu



No Care Giver



Umur



Pendidikan



Pelatihan Mengikuti pelatihan dasar Belum mengikuti pelatihan



2. Matherial a.



Sarana dan Prasarana Tabel 3.8 Daftar Peralatan & Fasilitas Di Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel No 1. 2. 3. 4. 5. 5. 6. 7.



Nama peralatan Ruang obat Kulkas obat Dispenser Trolley shopping Lampu tindakan Trolly 2 tahap Bedside kabiet Lemari gantung Jam dinding 76



Satuan 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah



8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 1.



Tempat sampah Lemari obat Tempat tissu Kursi kaki besih Cermin Baki kayu besar Baki kayu kecil Baki stenles Box plastik Jelly box sedang Jelly box kecil Spoll hock Steleci Lemari kayu besar Trolley baskom mandi Ember besar Tempat sampah Tiang infus Baskom mandi Tempat botol cebok Urinal Pispot Tempat linen kotor Koridor Kursi tamu Lukisan Tempat sampah Dispenser besar 3 kran Ruang ganti perawat Felling kabinet Lemari besar Lukisan Kursi bulat kaki besi White boartd Cermin Tempat sampah Vas bunga+Pot Meja kayu Kursi lipat chitos Counter perawat Salib 77



4 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 4 buah 5 buah 2 buah 104 buah 5 buah 16 buah 1 buah 3 buah 6 buah 2 buah 21 buah 4 buah 8 buah 11 buah 2 buah 19 set 4 buah 5 buah 1 buah 1 buah 1 buah 2 buah 4 buah 1 buah 1 buah 3 buah 1 buah 2 buah 1 buah



2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



Pesawat telepon Kipas angin White boartd Televisi Tempat tissu Jam dinding Lemari kayu Monitor Meja konter Keyboard Mouse Barcode Bell sistem Lemari formulir Figura visi misi Meja tulis besar Meja komputer Printer canon CPU Kursi bulat kaki besi Kursi kayu Tempat sampah Rak plastik 4 susun Kakulator Trolley 2 tahap Emergency trolley Lukisan Hecter Dispenser selotip Alat medis Matras dekubitus Stetoskop Tensimeter Timbangan Alat EKG + trolley Oxymetri Termometer Nebulier Suction pump Light case



2 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 2 buah 1 buah 1 buah 1 buah 7 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 9 buah 4 buah 2 buah 3 buah



2 buah 3 buah 2 buah 1 buah 1 buah 1 2 buah 2 buah 1 buah 1 buah



78



Kamar pasien 1. Jumlah kamar 2. Bed pasien 3. Tiang infus 4. Kamar mandi 5. Bedside kabinet 6. Sofa 7. Kursi tamu 8. Lemari besar 9. Cermin 10. Ac 11. Tempat sampah 12. Tv 13. Meja makan 14. Kursi mandi pasien 15. Walker 16. Quadripot 17. Stick 18. Tripod Sumber: Data Fasilitas Ruangan LCA, 2020



12 kamar 20 buah 20 buah 12 kamar 20 buah 15buah 20 buah 12 buah 1 buah/ruangan 13 buah 24 buah 9 buah 20 buah 2 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah



3. Method a. Penerapan Model Praktik Keperawatan Prosesional (MPKP) Model asuhan keperawatan yang dijalankan di ruang LCA adalah model modular. Hasil wawancara dengna kepala ruangan dan beberapa perawat ruang LCA bahwa penerapan model modular seringkali diterapkan apabila situasi ruangan sibuk. b. Operan Operan dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pada pergantian shift malam ke pagi dengan jam kerja mulai pukul 07:00 WIB–14:00 WIB, pagi ke sore dengan jam kerja 14:00 WIB -21:00 WIB dan sore ke malam dengan jam kerja pada pukul 21:00 WIB-07:00 WIB. Berdasarkan hasil oberservasi, belum 100% perawat mengikuti pelaksanaan operan belum baik dan tidak tepat waktu. Perawat masih sibuk dengan hal-hal lain.



79



Kegiatan ini dipimpin langsung oleh perawat yang dinas pada shift tersebut. c. Prosedur SOP Ruang LCA memilik 95 SOP keperawatan. 4. Money Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan diruang LCA diperoleh data biaya perawatan pasien sebagian besar dengan BPJS. Menurut nursalam kritikan yang diterima oleh ruangan biasanya terkait dengan kurangnya sumber daya tenaga kesehatan sehingga pelayanan menjadi kurang optimal. Pembiayaan di ruangan LCA yakni pembiayaan gaji intensif perawat, pembiayaan kegiatan pelatihan dan pembiayaan pengadaan sarana dan prasana di ruang LCA diatur oleh bagian keuangan rumah sakit.



5. Machine Tabel 3.8 Fasilitas Di Ruang LCA Rumah Sakit Immanuel No 1 2 3 4 5 6 7 8 9



Alat Telpon ruangan EKG Computer Suction Pump Nebulizer Alat Sterilisasi Infus Pump Syringe Pump Monitoring



Jumlah 1 1 1 1 2 4 2 1



80



Keterangan Baik Bagus Baik Baik Bagus Bagus Bagus Bagus



6. Environment a. Denah Ruang LCA



Keterangan : KELAS Kamar Bed Kamar mandi



RUANG LCA VIP I 5 6 7 8 9 3 11 12 1 4 1 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1



II 10 3 1



GERIATRI JUMLAH 1 2 12 2 1



2 1



Berdasarkan hasil observasi terhadap situasi lingkungan ruangan LCA dapat disimpulkan bahwa : 1) Terdapat ruang perawat, ruang tunggu keluarga, ruang rekreasi 2) Ventilasi : segar, udara masuk keluar dengan baik melalui taman dan pintu masuk ruang LCA, setiap ruangan memiliki jendelanya masing-masing



81



20 12



3) Pencahayaan : Terang disemua ruangan, terpapar langsung sinar matahari, bisa untuk membaca 4) Atap : Rapat, tidak ada yang bocor diruangan LCA 5) Dinding : Kuat, tidak retak dan bersih 6) Lantai : Lantai keramik, cukup bersih dan kering 7) Sarana Air Bersih : Tersedia, pembuangan air limbah lancar 8) Tempat sampah non infeksius dan infeksius terpisah dan adanya sampah flabot dan benda tajam diruangan.



D. ANALISA SWOT 1. Strength a. Adanya visi dan misi rumah sakit b. Salah satu rumah sakit paripurna yang memiliki ruang rawat khusus geriatrik c. Kepala ruangan LCA berpendidikan S1 Ners dengan pengelaman kerja selama 11,7 tahun d. Tenaga perawat yang berpendidikan S1 Ners sebanyak 9 orang (60%) dan D3 sebanyak 6 orang (40%) e. Adanya dokter spesialis geriatrik f. Perawat yang mengikuti pelatihan khusus geriatrik berjumlah 3 orang g. Ruang LCA memilik staf non kesehatan yaitu bagian inventaris h. Ruang LCA memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) sebanyak 95 SOP i. Ruang LCA memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk pasien, perawat, tenaga kesehatan dan keluarga pasien yaitu terdapat 20 tempat tidur, terdiri dari kelas 1 terdapat 4 ruangan, kelas 2 terdapat 1 ruangan, 5 ruang VIP dan ruang Geriatrik ada 2 ruangan j. Terdapat taman ditengah-tengah LCA



2. Weakness



82



a. berdasarkan hasil kajian wawancara terhadap 13 keluarga pasien didapatkan 3 (23%) keluarga pasien yang menerima edukasi hand hygiene b. Belum adanya SOP keperawatan geriatrik di RS Immanuel Bandung c. Berdasarkan hasil wawancara handover diruangan belum terlalu baik karena tidak adanya disiplin waktu dan ketetapan saat melakukan handover d. Berdasarkan hasil wawancara handover diruangan menggunakan metode face to fece dan itu yang paling efektif karena tidak memakan waktu banyak. e. Berdasarkan hasil wawancara dengan 2 care giver terdapat 1 care giver yang miliki pengelaman kerja sebagai care giver baru 1 minggu, f. Dari 2 care giver hanya 1 yang mendapat pelatihan sebelum bekerja g. Pendidikan terakhir care giver SMA dan SD h. Bertambahnya beban kerja perawat terhadap kamar geriatrik i. Belum diaktifkan ruangan aktivitas untuk geriatrik



3. Opportunity a. Telah disahkan UU Keperawatan no 38 Tahun 2014, mengenai professionalism perawat b. Adanya seminar untuk meningkatkan pengetahuan perawat c. Adanya program PKL D3, S1, Profesi Ners mahasiswa Stikes Immanuel Bandung d. Ruang LCA memiliki tenaga perawat yang telah mengikuti pelatihan yang diprogramkan dari rumah sakit. Dengan mengikuti pelatihan tersebut masyarakat dapat pelayanan kesehatan profesonal dan berkualitas e. Satu satunya di RS Immanuel Bandung yaitu ruang LCA yang memiliki kamar geriatric khusus pasien lansia 4. Threaths a. Adanya persaingan dalam segi pelayanan dan geografis dengan ruangan dewasa lainnya di RS Immanuel Bandung b. Adanya tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang professional



83



c. Semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan d. Semakin mudahnya masyarakat mengakses informasi mengenai kesehatan melalui media sosial e. Makin mudahnya penyebaran informasi kesehatan dengan cepat melalui teknologi dan pers



MARTIKS SWOT SW Strength a. Adanya visi dan misi rumah sakit b. Salah satu rumah sakit paripurna yang memiliki ruang rawat khusus geriatrik c. Kepala ruangan LCA berpendidikan S1 Ners dengan pengelaman kerja selama 11,7 tahun d. Tenaga perawat yang berpendidikan S1 Ners sebanyak 9 orang (60%) dan D3 sebanyak 6 orang (40%) e. Adanya dokter spesialis geriatrik f. Perawat yang mengikuti pelatihan khusus geriatrik berjumlah 3 orang g. Ruang LCA memilik staf non kesehatan yaitu bagian inventaris h. Ruang LCA memiliki Standar Operasional 84



Weakness a. berdasarkan hasil kajian wawancara terhadap 13 keluarga pasien didapatkan 3 (23%) keluarga pasien yang menerima edukasi hand hygiene b. Belum adanya SOP keperawatan geriatrik di RS Immanuel Bandung c. Berdasarkan hasil wawancara handover diruangan belum terlalu baik karena tidak adanya disiplin waktu dan ketetapan saat melakukan handover d. Berdasarkan hasil wawancara handover diruangan menggunakan metode face to fece dan itu yang paling efektif karena tidak memakan waktu banyak. e. Berdasarkan hasil wawancara dengan 2 care



Prosedur (SOP) sebanyak 95 SOP i. Ruang LCA memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk pasien, perawat, tenaga kesehatan dan keluarga pasien yaitu terdapat 20 tempat tidur, terdiri dari OT kelas 1 terdapat 4 ruangan, kelas 2 terdapat 1 ruangan, 5 ruang VIP dan ruang Geriatrik ada 2 ruangan j. Terdapat taman ditengah-tengah LCA Opportunity Strategi S-O a. Telah disahkan UU a. Peningkatan mutu Keperawatan no 38 pelayanan dengan cara Tahun 2014, mengenai mengadakan pelatihan professionalism dan mini seminar perawat b. Peningkatan kompetensi b. Adanya seminar untuk mahasiswa keperawatan meningkatkan melalui praktek di RSI pengetahuan perawat serta mewujudkan visi c. Adanya program PKL dan misi sebagai rumah D3, S1, Profesi Ners sakit pendidikan mahasiswa Stikes Immanuel Bandung d. Ruang LCA memiliki tenaga perawat yang telah mengikuti pelatihan yang diprogramkan dari rumah sakit. Dengan mengikuti pelatihan tersebut masyarakat



85



f.



g. h.



i.



giver terdapat 1 care giver yang miliki pengelaman kerja sebagai care giver baru 1 minggu, Dari 2 care giver hanya 1 yang mendapat pelatihan sebelum bekerja Pendidikan terakhir care giver SMP dan SD Bertambahnya beban kerja perawat terhadap kamar geriatrik Belum diaktifkan ruangan aktivitas untuk geriatrik



Strategi W-O a. Meningkatkan pengetahuan Care giver b. Edukasi hand hygiene keluarga pasien atau pengunjung sebelum kontak dengan pasien c. Ikut sertakan mahasiswa dalam pelayanan keperawatan untuk mengurangi beban kerja perawat



dapat pelayanan kesehatan profesonal dan berkualitas e. Satu satunya di RS Immanuel Bandung yaitu ruang LCA yang memiliki kamar geriatric khusus pasien lansia Threaths Strategi S-T a. Adanya persaingan a. Memanfaatkan kamar dalam segi pelayanan khusus geriatric sebagai dan geografis dengan ruang lansia yang ruangan dewasa bermutu di RS lainnya di RS Immanuel bandung Immanuel Bandung b. Memfasilitasi hand b. Adanya tuntutan dari senitizer bagi keluarga masyarakat untuk pasien /pengunjung mendapatkan untuk mencuci tangan pelayanan yang professional c. Semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan d. Semakin mudahnya masyarakat mengakses informasi mengenai kesehatan melalui media sosial e. Makin mudahnya penyebaran informasi kesehatan dengan cepat melalui teknologi dan pers



86



Strategi W-T a. Membuat SPO asuhan keperawatan pada lansia b. Mengoptimalkan menejemen waktu dan ketertipan saat handover di nurse station c. Meningkatkan keselamatan pasien dengan kepatuhan perawat dalam penggunaan APD sesuai standar prosedur operassional



Matriks IFE dan EFE N O 1. 2. 3. 4. 5. 6 7 8 9



10



FAKTOR



BOBOT RATING



KEKUATAN (STRENGTHS) Adanya visi dan misi rumah sakit 0,04 Salah satu rumah sakit paripurna yang 0,14 memiliki ruang rawat khusus geriatrik Kepala ruangan LCA berpendidikan S1 Ners dengan pengelaman kerja selama 11,7 0,07 tahun Tenaga perawat yang berpendidikan S1 Ners sebanyak 9 orang (60%) dan D3 0,18 sebanyak 6 orang (40%) Adanya dokter spesialis geriatrik 0,12 Perawat yang mengikuti pelatihan khusus 0,11 geriatrik berjumlah 3 orang Ruang LCA memilik staf non kesehatan 0,05 yaitu bagian inventaris Ruang LCA memiliki Standar Operasional 0,09 Prosedur (SOP) sebanyak 95 SOP Ruang LCA memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk pasien, perawat, tenaga kesehatan dan keluarga pasien yaitu terdapat 20 tempat tidur, terdiri dari kelas 1 0,17 terdapat 4 ruangan, kelas 2 terdapat 1 ruangan, 5 ruang VIP dan ruang Geriatrik ada 2 ruangan Terdapat taman ditengah-tengah LCA 0,03 JUMLAH 1,0 KELEMAHAN (WEAKNES) 87



SKOR



3



0,12



4



0,56



3



0,21



4



0,72



4



0,48



4



0,44



3



0,15



3



0,27



4



0,68



3



0,09 3,72



1.



2. 3.



4.



5.



6. 7. 8. 9.



berdasarkan hasil kajian terhadap 13 keluarga pasien didapatkan 3 (23%) keluarga pasien yang menerima edukasi hand hygiene Belum adanya SOP keperawatan geriatrik di RS Immanuel Bandung Berdasarkan hasil wawancara handover diruangan belum terlalu baik karena tidak adanya disiplin waktu dan ketetapan saat melakukan handover Berdasarkan hasil wawancara handover diruangan menggunakan metode face to fece dan itu yang paling efektif karena tidak memakan waktu banyak. Berdasarkan hasil wawancara dengan 2 care giver terdapat 1 care giver yang miliki pengelaman kerja sebagai care giver baru 1 minggu Dari 2 care giver hanya 1 yang mendapat pelatihan sebelum bekerja Pendidikan terakhir care giver SMP dan SD Bertambahnya beban kerja perawat terhadap kamar geriatrik Belum dimanfaatkan ruangan aktivitas untuk geriatrik JUMLAH JUMLAH TOTAL



0,19



2



0,38



0,17



2



0,34



0,06



1



0,06



0,03



1



0,03



0,11



2



0,22



0,14



2



0,28



0,1



2



0,2



0,07



1



0,07



0,13



2



0,26



1,0



1,84 5,57



Keterangan : Daftar critical success factors untuk aspek internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness). Menentukan rating setiap critical success factors dengan skala antara 1 sampai dengan 4, yakni : 1 = kelemahan besar, 2 = kelemahan kecil, 3 = kekuatan kecil 4 = kekuatan besar Jadi, rating di matriks IFE mengacu pada kondisi internal ruang LCA sedangkan bobot mengacu pada nilai kepentingan internal ruangan LCA.



88



Berdasarkan hasil dari matriks IFE didapatkan total skor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness) adalah 5,57.



N



FAKTOR



O 1. 2. 3. 4.



5.



1. 2. 3. 4. 5.



BOBOT RATING



PELUANG (OPPORTUNITY) Telah disahkan UU Keperawatan no 38 Tahun 0,27 2014, mengenai professionalism perawat Adanya seminar untuk meningkatkan 0,13 pengetahuan perawat Adanya program PKL D3, S1, Profesi Ners 0,19 mahasiswa Stikes Immanuel Bandung Ruang LCA memiliki tenaga perawat yang telah mengikuti pelatihan yang diprogramkan dari rumah sakit. Dengan mengikuti pelatihan 0,17 tersebut masyarakat dapat pelayanan kesehatan profesonal dan berkualitas Satu satunya di RS Immanuel Bandung yaitu ruang LCA yang memiliki kamar geriatric 0,24 khusus pasien lansia JUMLAH 1,0 ANCAMAN (THREATS) Adanya persaingan dalam segi pelayanan dan geografis dengan ruangan dewasa lainnya di 0,14 RS Immanuel Bandung Adanya tuntutan dari masyarakat untuk 0,26 mendapatkan pelayanan yang professional Semakin tingginya tingkat kesadaran 0,16 masyarakat tentang pentingnya kesehatan Semakin mudahnya masyarakat mengakses 0,21 kesehatan melalui media sosial Makin mudahnya penyebaran informasi kesehatan dengan cepat melalui teknologi dan 0,23 pers JUMLAH 1,0 JUMLAH TOTAL



Keterangan : 89



SKOR



4



1,08



3



0,39



4



0,76



3



0,51



4



0,96 3,7



1



0,14



2



0,52



1



0,16



2



0,42



2



0,46 1,7 5,4



Daftar critical success factors untuk aspek eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Menentukan rating setiap critical success factors dengan skala antara 1 sampai dengan 4, yakni : 1 = Dibawah rata - rata 2 = Rata - rata 3 = Diatas rata - rata 4 = sangat Bagus Jadi, rating mengacu pada kondisi eksternal ruang LCA sedangkan bobot mengacu pada nilai kepentingan eksternal ruangan LCA. Berdasarkan hasil dari matriks EFE didapatkan total skor peluang (opportunities) dan ancaman (threats) adalah 5,4. DIAGRAM CARTESIUS Y= T + O



1,7 + 3,7 = 5,4



X= S + W



3,72 + 1,84 = 5,57



Berdasarkan diagram kartesius diatas, bahwa ruang LCA berada pada kuadran strategi agresif. Dimana kuadran ini menunjukan situasi yang sangat menguntungkan. Ruangan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan



90



peluang yang ada. Strategi yang diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy)



91



E. FISHBONE 1. Belum optimal asuhan pada lansia berhubungan dengan kurang pengetahuan care giver terhadap KDM



Man: ˗ ˗



˗ ˗ ˗



Perawat yang mengikuti pelatihan khusus geriatric hanya berjumlah 3 orang Dari hasil wawancara didapatkan pendidikan terakhir care giver rata rata pada tingkat SD (59 tahun) belum mengikuti pelatihan & SMA (25 tahun) sudah mengikuti pelatihan Berdasarkan data dari Kemenkes RI (2015), Prevalensi lansia di Indonesia tiap tahun semakin meningkat. Dari hasil observasi pasien geriatric di ruang ranap di kategori Total care Adanya dokter spesialis Geriatric.



Material: ˗ ˗ ˗ ˗ ˗



Walker tidak di gunakan Stick (tongkat kaki 4) tidak di gunakan Tripod (Tongkat kaki 3) Sofa Terdapat dua ranap geriatric dengan 2 bed pada masingmasing ruangan



Money -



Method: ˗



Belum ada sop untuk Geriatric di ruangan



˗



PROBLEM: Belum Optimalnya asuhan pada lansia berhubungan dengan kurangnya pengetahuan care giver terhadap KDM



Machine -



Environment - Belum optimalnya pemanfanfaatan ruangan aktivitas lansia



92



2. Belum optimal dalam melakukan penerapan five moment hand hygiene



Man: ˗Kurangnya pengetahuan keluarga tentang hand hygene. ˗Kesibukan perawat di ruang nurse station (dokumentasi assessment perawat, adminitrasi pasien, meresepkan obat dsb) ˗Sebagian perawat tidak memberikan edukasi ˗Dari hasil quisioner di dapatkan 10 dari 13 keluarga tidak mendapatkan edukasi terkait hand hygiene ˗Sebanyak 83,3 % Perawat belum optimal dalam penerapan five moment ˗Kurangnya rasa saling mengingatkan sesama perawat



Money -



Method ˗



PROBLEM: belum optimal dalam melakukan penerapan five moment hand hygiene



Material: -



Belum optimanya penggunaan handwash dan handrub



Machine -



93



Environment: ˗



Belum terjadi infeksi silang ataupun nosokomial



3. Belum optimalnya pelaksanaan hand over di ruangan



Man: ˗ ˗ ˗ ˗



Belum optimalnya kedisiplinan waktu datang dinas Masih di temukan sebagian perawat yang tidak tertib pada saat pelaksanaan hand over Tidak ada reward bagi perawat yang datang tepat waktu Hasil wawancara dengan salah satu perawat hand over di ruangan masih belum efektif karena tidak adanya kedisiplinan waktu.



Method Money -



˗



Belum ada punishment untuk kedisiplinan waktu



˗



PROBLEM: Belum optimalnya pelaksanaan waktu hand over di ruangan



Material: - Buku status pasien tidak pada tempatnya.



Machine -



94



Environment: ˗ ˗



Manajemen waktu kurang efektif Suasana hand over tidak kondusif



4. PERUMUSAN MASALAH DAN POA 1. Perumusan masalah 1. Belum optimal asuhan pada lansia berhubungan dengan kurang pengetahuan care giver terhadap KDM 2. Belum optimal dalam melakukan penerapan five moment hand hygiene 3. Belum optimalnya pelaksanaan handover diruangan 2. Scoring Prioritas Masalah Uraikan perumusan masalah dan planning of action terkait dari kasus tersebut scoring. 1. Prioritas masalah dengan metode CARL Ruang LCA a.



Proses untuk mendapatkan masalah di dengan menggunakan metode pembobotan yang memperhatikan aspek : C ( Capability ) = yaitu ketersediaan sumber daya (sarana, peralatan dan dana) A ( Accessibility ) = yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi atau tidak. Kemudian dapat didasarkan pada ketersediaan R ( Readinessy ) = kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran, seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi L ( Leverage ) = seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain dalam pemecahan masalah yang dibahas. Rumus : C x A x R x L



b.



Rentang Nilai Rentang nilai yang digunakan adalah 1-5 : 1) Sangat penting



:5



2) Penting



:4



3) Cukup penting



:3



4) Kurang penting



:2



5) Sangat kurang penting : 1



95



Tabel Scoring Prioritas Masalah No . 1.



Masalah



C



A



R



L



Skor



Ket



Belum optimal asuhan pada



5



4



5



5



500



I



5



4



5



4



400



II



5



4



4



4



320



III



lansia berhubungan dengan kurang pengetahuan care giver 2.



terhadap KDM Belum optimal dalam melakukan penerapan five



3



moment hand hygiene Belum optimalnya pelaksanaan handover diruangan



96



3. Planning of Action Tabel : Planning of Action No Masalah Tujuan 1 Belum optimal o Mengedukasi mengenai asuhan pada geriatri atau lansia lansia kepada care give berhubungan o Untuk adanya dengan kurang pelaksanaan modul pengetahuan perawatan geriatri care giver terhadap KDM 2



3



Belum optimal o Menginformasikan dalam pentingnya orientasi melakukan ruangan pada pasien penerapan five baru moment hand o Mengedukasi pasien hygiene baru tentang hand hygienen dan 5 moment o Mengoptimalkan perawat dalam penerapan five moment hand hygene Belum o Untuk meningkatkan optimalnya standar mutu pelayan pelaksanaan keperawatan handover o Untuk mengoptimalkan diruangan handover



Strategi Intervensi Koordinasi dengan  DESIMINASI kepala ruangan, CI, dan PJ Shift tentang belum optimal asuhan pada lansia berhubungan dengan kurang pengetahuan care giver Koordinasi dengan  REDEMONSTR kepala ruangan, ASI CI, dan PJ Shift tentang penerapan five moment hand hygiene



Sasaran Waktu Seluruh tenaga kerja keperawata n di ruangan LCA dan care giver



PJ Kelompo kV



Seluruh tenaga kerja keperawata n di ruangan LCA



Seluruh Anggota Kelompo kV



Koordinasi dengan  kepala ruangan,  CI, dan PJ Shift untuk menjadi contoh terkait pelaksanaan



Seluruh tenaga kerja keperawata n dan keluarga pasien di



Seluruh Anggota Kelompo kV



97



DESIMINASI ROLEPLAY



-



handover di ruagan



98



ruangan LCA



BAB IV PENUTUP



A. Kesimpulan Dari kajian status selama 4 hari dapat disimpulkan dari masalah yang berada diruang LCA, ada tiga masalah yaitu belum optimalnya dalam melakukan penerapan five moment handhygiene, belum optimalnya pelaksanaan handover diruangan, dan belum optimalnya asuhan pada lansia berhubungan dengan kurang pengetahuan care giver terhadap KDM. Dan dari hasil perhitungan kebutuhan tenaga perawat yang sudah dilakukan maka diruang LCA tidak kekurangan tenaga perawat. B. Saran Saran dari kelompok 5 adalah diharapakan perawat dapat mengoptimalkan pelayan dalam melakukan penerapan five moment hand hygiene dan meningkatkan pelaksanaan handover yang lebih baik lagi dan belum optimalnya asuhan pada lansia berhubungan dengan kurang pengetahuan care giver terhadap KDM dalam memastikan kesalamatan pasien dalam proses pemberian asuhan keperawatan



99



DAFTAR PUSTAKA



Arrum, D., & dkk. 2015. Pengetahuan Tenaga Kesehatan dalam Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah sakit Sumatera Utara. Idea Nursing Journal, VI, 1-6.



Asmadi. 2008. Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC Asmas, 2016.Pengaruh Hubungan Partisipasi Manajerial



dengan Komitmen



Anggaran Terhadap KInerja Organisasi



sebagai variabel



intervening (Studi Empiris pada Manulife Financial Indonesia). Jurnal IImia Universitas Batanghari Asmuji. 2013. Manajemen Keperawatan Cetakan ke II. Ar-Ruzz Medika. Yogjakarta. Australian Comission on Safety and Quality in Healthcare (ACSQHC). 2009. Guide to clinical handover improvement. Australia: Australian comission on safety and quality in healthcare. Australian



Healthcare



&



Hospital



Association.



2009.



Clinical



handover:



systemcahnage, leadership, and principle. Sydney: Issue Paper. Australian Resource Centre for Healthcare Innovation. (2011). Standard Key Principles for Clinical Handover. NSW Department of Health. Azizah. M. 2011. Keperawatan lanjut Usia. Yogjakarta: Graha BPS Kota Bandung (2014). Proyeksi Penduduk Bandung. Bandung: BPS Kota Bandung Chaboyer, W, McMurray, A, & Wallis, M. (2007). Bedside Nursing Handover: A Case Study. Research Centre for Clinical and Community Practice Innovation, Griffith University Gold Coast Campus, Griffith University,



Queensland



4222,



Australia.



http://www98.griffith.edu.au/dspace/bitstream/handle/10072/35845/66 81 2_1.pdf



100



Chaboyer, W. McMurray, A., Wallis, M. & Chang, H,Y. (2010). Standard operating protcol for implementing bedside handover in nursing. Journal of Nursing Management Depkes RI. 2012. Peraturan Mentri Penelitian Keperawatan Republik Indonesia. No 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keslamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta Haryanto.



2015.



Penduduk



Lansia



dan



Bonus



Demografi



Kedua.



www.kemenkeu.go.id Join Commission Internasional (JCI), 2015. Standar Akreditas Rumah Sakit : Enam Sasaran Keslamatan Pasien. Edisi ke-4. Jakarta Joko Tri Haryanto. 2015. Penduduk Lansia dan Bonus Bemografi Kedua. Jakarta. Kamil, H. 2011. Handover dalam pelayanan keperawatan. Volume 4 No. 11 (102 116). Kemenkes RI. 2015. Pelayanan dan Peningkatan Kesehatan Usia Lanjut. www.depkes.go.id Kepemenkeu RI. 2015. Penduduk Lansia dan Bonus Demografi Kedua. www.kemenkeu.go.id Kemenkes. 2015. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019 jakarta: Kementrian Kesehatan RI Kirmansa. 2018. Analis Gaya Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja Kepala Ruangan Di



Rumah



Sakit.diakses



pada



tanggal



12-02-2020



https://www.researchgate.net/publication Linggardini, K. 2010. Hubungan supervise



dengan pendokumentasian berbasis



computer yang dipersepsikan perawat pelaksana di instalasi rawat inap RSUD Bany Humas Jawa Tengah Marquis, B. L. & Huston, C. J. 2010. Kepemimpinan dan manajemenkeperawatan : teori dan aplikasi, (Ed. 4). Jakarta : EGC



101



Mustika, Yully. 2011. Analisa Determinan Kejadian Nyaris Cedera dan Kejadian Tidak di Harapkan di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta,.Thesis, Indonesia Neila Fauzia dkk. 2014. Kepatuhan Standar Prosedur Hand Hygiene Pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit.Universitas Brawiaya Malang. Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Mediak Nugroho. 2015. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta:EGC Pedaste, M. 2015. phase of Inquiry-based Learing : Defenition and the Inguiry Cycle, Educational hand over. Potter & Perry. 2010. Fundamental of Nursing. Jakarta: Salemba Medika Profil Kesehatan Indonesia 2014. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Rahfita Ferdinah. 2019. Gambaran Perilaku Hand Hygiene dan Determinannya pada Perawat di Ruang Rawat Inap Gedung X Rumah Sakit Y Jakarta 2019. UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. Rikayanti, K, H,. Arta, S. 2014. Community Health: Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Mencuci Tangan Petugas Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Bandung Tahun 2013. Diakses pada Agustus 2016, dalam ojs.unud.ac/jch/article/5783 Scarvada, A.J., Tatiana, B.C., Susan, M.G., dan Julie, M.H., dan Arthur, V.H., 2004. A Review of the Causal Mapping Practice andResearch Literature. Second World Conference on POM and 15th Annual POM Conference. Mexico, Cancun, 30 April – 3 Mei 2004. Setiati S, Seto E, Sumantri S. A. 2013. Pilot study of sarcopenia in eldery outpatient Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. In press. Sitorus, Ratna & Panjaitan, R. 2011. Manajemen Keperawatan: Manajemen Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta: Sagung Seto.



102



Supriyanto dan Nyoman. 2007. Perencanaan dan Evaluasi Surabaya Penerbit: Airlangga University Press Suratmi. 2018. Jurnal tentang Pendidikan Kesehatan Dalam Upaya Praktek Hand Hygiene. STIKES Muhamamadiyah Lamongan Tappen. 1998. Essential of nursing leadership and management. Philadelphia: FA. Davis Company. Terry, George & Leslie W Rue. 2010. Dasar- Dasar Manajemen. Cetakan Kesebelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Wales, J,. 2010. Serum Darah . http://www.wikipedia.com. WHO. 2014. Material Mortality: World Health Organization



103



LAMPIRAN WAWANCARA PROSES HANDOVER N O 1.



NAMA



PERTANYAAN



JAWABAN



Kepala ruangan



1. Sejauh ini belum ada yang pas untuk di terapkan di ruangan LCA, tetapi kita modular 2. Ya sharing di ruangan dilakukan dan disini membahas evaluasi dan perkembanagan kerja 3. Ada pelatihan dilakukan oleh perawat



2.



Ns. S



3.



Ns. d



1. Metode MPKP apa yang diterapkan di ruangan LCA? 2. Apakah dilakukan sharing di ruangan ? 3. Adakah pelatihan untuk tenaga perawat ? 1. Bagaimana penerapan handover? Apakah sudah efektif dilskuksn 2. Bagaimana penerapan handover ? Apakah sudah efektiif dilalukannya ? 3. Bagaimana penerapan Ronde keperawatan di ruangan ?



104



1. Handover diruangan belum tidak terlalu baik karena tidak adanya displin waktu dan ketetapan saat melakukan handover 2. Handover di ruangan mengunakan metode face to face dan itu yang paling efektif karna tidak memakan waktu banyak 3. Ronde keperawatan di ruang LCA hanya di lakukan 2x dalam sehari yaitu di pergantian shift dari malam ke pagi dan dari pagi ke sore sajah malam tidak dilakuakan karna pasien sedang istirahat (tidur)



WAWANCARA CARE GIVER N NAMA PERTANYAAN O 1 Ny F 1. Lama pekerjaan menjadi care giver? 2. Pernah mengikuti pelatihan lansia? 3. Sejauh mana pengetahuan tentang lansia? 4. Apakah tahu cara memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda ? jika ya, apakah anda membutuhkan bantuan orang lain 5. Apakah anda tahu cara memberi makan melalui NGT ? 6. Apakah anda tahu perawatan dekubitus (mika miki) pada lansia? 7. Apakah anda tahu cara menyuntik insulin? 8. Apakah anda bisa memijit lansia? 9. Apakah anda bisa melakukan personal hygiene pada lansia? 10. Apakah ada kendala / kesulitan yang di alami saat merawat lansia? 11. Apakah anda tahu cara menangani lansia yang tersedak? 105



JAWABAN 1. Pengalaman kerja 1 tahun 2. Pernah, sebelum bekerja diberi pelatihan dulu 3. Lansia seperti anak-anak 4. Ya, dan juga membutuhkan bantuan orang lain karena ada lansia yang cukup berat 5. Ya tahu, tahu juga melakukan residu sebelum makan 6. Ya tahu 7. Tidak tahu, tetapi ingin belajar 8. Bisa, dan baru di ajarkan oleh dr.v 9. Ya, bisa 10. Setiap kerjaan pasti ada suka dukanya tetapi senangsenang saja menjaga lansia 11. Tidak tahu



12. Apakah anda tahu cara menangani lansia yang mengalami penurunan kesadaran? 13. Apakah anda dapat membantu lansia dalam proses eliminasi? 14. Apakah mempunyai jadwal harian untuk perawatan lansia? 2



Ny D



1. Lama pekerjaan menjadi care giver? 2. Pernah mengikuti pelatihan lansia? 3. Sejauh mana pengetahuan tentang lansia? 4. Apakah tahu cara memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda ? jika ya, apakah anda membutuhkan bantuan orang lain 5. Apakah anda tahu cara memberi makan melalui NGT ? 6. Apakah anda tahu perawatan dekubitus (mika miki) pada lansia? 7. Apakah anda tahu cara menyuntik insulin? 8. Apakah anda bisa memijit lansia? 9. Apakah anda bisa melakukan personal hygiene pada lansia? 10. Apakah ada kendala / kesulitan yang di alami saat merawat lansia? 11. Apakah anda tahu cara



106



12. Tidah tahu



13. Ya,bisa 14. Tidak ada, hanya nonton, dengar lagu, berjumur di panas, itu saja 1. Sudah bekerja sebagai cara giver selama 1 minggu 2. Hanya mengetahui soal memindahkan lansia lain dari pada itu tidak bisa dilakukan



menangani lansia yang tersedak? 12. Apakah anda tahu cara menangani lansia yang mengalami penurunan kesadaran? 13. Apakah anda dapat membantu lansia dalam proses eliminasi? 14. Apakah mempunyai jadwal harian untuk perawatan lansia?



KUESINOER ( TENTANG EDUKASI HAND HYGIENE PADA PASIEN BARU) No



Intial Keluarga Pasien



Menerima Edukasi



Tidak Menerma



Edukasi 1 Tn. A  2 Tn. H  3 Ny. F  4 Ny. E  5 Tn. S  6 Ny. T 7 Ny. E 8 Tn. T  9 Ny. F  10 Ny. D  11 Ny. W  12 Ny. D  13 Ny. I  Dari pertanyaan yang diberikan kepada 13 keluarga pasien selama 2 hari, didapatkan bahwa ada 10 keluarga pasien yang tidak menerima edukasi handhygiene pada saat penerimaan pasien baru oleh perawat dan 3 keluarga menerima edukasi handyiene oleh perawat.



107