Kak Gizi Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMERINTAH KOTA PEMATANGSIANTAR



DINAS KESEHATAN



UPTD PUSKESMAS BAH BIAK Jalan Manunggal Karya Pematangsiantar 21127 Email : [email protected]



KERANGKA ACUAN KADARZI NOMOR:



I.



PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Kesehatan



2005-2009 menetapkan 4 (empat) sasaran pembangunan kesehatan, satu diantaranya adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi setinggi-tingginya 20 %. Guna mempercepat pencapaian sasaran tersebut, di dalam Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005-2009 telah ditetapkan 4 strategi utama, yaitu 1) Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat; 2) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas; 3) Meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan, dan 4) Meningkatkan pembiayaan kesehatan. Dari empat strategi utama tersebut telah ditetapkan 17 sasaran prioritas, satu diantaranya adalah seluruh keluarga menjadi Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). sebagai salah satu tujuan Desa Siaga. Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan. Di dalam Undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan di dalam visi Indonesia Sehat 2010, ditetapkan bahwa 80% keluarga menjadi Keluarga Mandiri Sadar Gizi (KADARZI), karena keluarga mempunyai nilai yang amat strategis dan menjadi inti dalam pembangunan seluruh masyarakat, serta menjadi tumpuan dalam pembangunan manusia seutuhnya. Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan : 1. Menimbang berat badan secara teratur. 2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI eksklusif). 3. Makan beraneka ragam. 4. Menggunakan garam beryodium. 5. Minum suplemen gizi (TTD, kapsul Vitamin A dosis tinggi) sesuai anjuran.



Kegiatan KADARZI ini bekerja sama dengan lintas sector dan lintas program. Adapun kerjasamanya dengan lintas sector adalah, seperti kegiatan menimbang berat badan dilakukan di Posyandu yang melibatkan kelurahan Bah manis dan Bah Biak dalam pemilihan kader yang akan bertugas disetiap posyandu dan menyediakan tempat untuk setiap posyandu. Kerjasama dengan lintas program yaitu dengan program KIA yaitu bersama-sama mendata balita yang ASI



Eksklusif. Petugas gizi selalu mengimplementasikan tata nilai Puskesmas Bah Biak yaitu “SEHAT”, Petugas gizi selalu sopan dan santun dalam melakukan kegiatan kadarzi seperti melakukan penimbangan, Petugas gizi sangat empati terhadap status gizi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Bah Biak., Petugas gizi yang melakukan kegiatan ini handal sesuai dengan keilmuannya, dan bersikap teladan dalam memberikan nasehat gizi terkait masalah gizi yang dihadapi oleh masyarakat. 1.2TUJUAN 1.2.1. Tujuan Umum a. Mengubah anggota keluarga supaya berprilaku Kadarzi b. Tercapainya keadaan gizi yang optimal pada keluarga secara terus menerus 1.2.2. Tujuan Khusus a. Meningkatkan pengetahuan dan perilaku anggota keluarga untuk mengatasi masalah gizi b. Meningkatkan kepedulian masyarakat dalam menanggulangi masalah gizi keluarga II. PELAKSANAAN 2.1 SASARAN Ibu-ibu balita di Posyandu, Ibu-ibu Lansia di Posyandu, dan kelas ibu hamil. 2.2 METODE Ceramah dan Diskusi 2.3 MEDIA LCD, Laptop, Materi 2.4 TEMPAT DAN WAKTU Puskesmas Bah Biak Waktu kondisional sesuai kebutuhan 2.5 PEMBIAYAAN Dana Alokasi Kesehatan ( DAK ) 2.6 LUARAN 1. Diperoleh data berat badan dan tinggi badan/panjang badan balita 2. Diperoleh data ASI Eksklusif 3. Diperoleh data tes garam beryodium 4. Diperoleh data balita mendapatkan Vitamin A 5. Diperoleh data TTD pada ibu hamil dan ibu nifas



2.7 EVALUASI Pengisian Formulir 1 data dasar keluarga sasaran, formulir 2 rekapitulasi daftar keluarga sasaran tingkat desa, formulir 3 rencana jadwal kunjungan rumah keluarga sasaran, formulir 4 catatan hasil kunjungan pendampingan keluarga.



2.8 PENCATATAN, PELAPORAN, DAN EVALUASI KEGIATAN Hasil kegiatan dicatat dalam buku monitoring, dilaporkan kepada Ketua UKM untuk dilakukan evaluasi.



Diketahui Kepala Puskesmas Bah Biak



Penanggungjawab Program



Rumondang RJ Sirait,M.Kes



Herlina Sirait



NIP.19710710 199403 2 001



NIP.19790415 200903 2 005



PEMERINTAH KOTA PEMATANGSIANTAR



DINAS KESEHATAN



UPTD PUSKESMAS BAH BIAK Jalan Manunggal Karya Pematangsiantar 21127 Email : [email protected]



KERANGKA ACUAN MONITORING GARAM BERYODIUM NOMOR :



I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Bab VIII) mengamanatkan bahwa Upaya Perbaikan Gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu



dan



teknologi.



Upaya



pembinaan



gizi



dilaksanakan



secara



bertahap



dan



berkesinambungan sesuai dengan perkembangan masalah gizi, pentahapan dan prioritas pembangunan nasional (Kemenkes, 2013). Masalah Gizi Di Indonesia sangat beragam salah satu masalah gizi di Indonesia adalah GAKY. Mengingat dampak negatif dari GAKY berpengaruh langsung terhadap kualitas sumber daya manusia, Yodium merupakan salah satu mikronutrien penting untuk tubuh manusia. Kekurangan zat tersebut dapat mengakibatkan berbagai gangguan yang dikenal sebagai GAKY (Gangguan akibat kekurangan Yodium). Akibat kekurangan yodium yang paling banyak dikenal adalah pembesaran kelenjar gondok, namun sebenarnya akibat defisiensi yodium masih lebih luas lagi, yaitu gangguan mental dan kecerdasan yang akan mempengaruhi keseluruhan produktivitas dan potensi pembangunan Negara ini.(SGY, 1999). Secara visual garam beryodium tidak dapat dibedakan dari garam beryodium. Kecuali label yang menyatakan adanya yodium, pembuktiannya hanya dapat dilakukan dengan pengujian secara laboratoris dan telah diproduksi pula suatu alat tes sederhana (tester) yang dapat langsung digunakan dilapangan.Walaupun seluruh produksi garam untuk konsumsi telah beryodium, namun keadaan ini belum sepenuhnya menjamin bahwa garam tersebut dikonsumsi, kebenaran label dan ada tidaknya garam beryodium dipasaran. Karena itu, cara yang tepat untuk mengetahui sejauh mana tingkat konsumsi garam beryodium dimasyarakat adalah dengan langsung mengetesnya dirumah tangga (SGY, 1999). Upaya penanggulangan masalah GAKI mengutamakan kegiatan promosi garam beriodium.Untuk daerah-daerah endemik masalah GAKI, upaya yang dilakukan yaitu menjamin garam yang dikonsumsi adalah garam beriodium melalui penyusunan peraturan daerah yang mengatur pemasaran garam beriodium. Sampai dengan tahun 2009, terdata 9 (sembilan) provinsi dan 13 kabupaten/kota yang sudah memiliki Perda Penanggulangan masalah GAKI (Kemenkes 2013) Hasil pemantauan konsumsi garam beriodium tahun 2012 di 29 provinsi menunjukkan cakupan sebesar 87,9% rumah tangga mengonsumsi garam beriodium. Meskipun secara nasional angka ini meningkat dari tahun sebelumnya dan sudah mencapai target program



tahun 2012 (80%), namun masih ada 4 (empat) provinsi yang belum melaksanakan pemantauan garam beriodium di wilayahnya. (Kemenkes 2013) Diharapkan semakin bertambah wilayah yang melakukan pemantauan garam beriodium dengan penerapan Permendagri No. 63 tahun 2010 tentang Pedoman Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di Daerah.Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 diketahui bahwa hampir 90% rumah tangga(RT) di Sumatera Utara telah mengkonsumsi garam yang mengandung cukup iodium. Konsumsi garam mengandung cukup iodium merupakan upaya prevalensi penderita GAKY(Kemenkes 2013) Kegiatan monitoring garam beryodium ini bekerja sama dengan lintas sector adapun bentuk kerjasamanya adalah dengan kader posyandu yaitu turun ke rumah-rumah penduduk untuk melakukan tes garam didampingi oleh kader posyandu. Petugas gizi selalu mengimplementasikan tata nilai Puskesmas Bah Biak yaitu “SEHAT”, Petugas gizi selalu sopan dan santun dalam melakukan kegiatan monitoring garam beryodium, Petugas gizi sangat empati terhadap status gizi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Bah Biak, Petugas gizi yang melakukan kegiatan ini handal sesuai dengan keilmuannya, dan bersikap teladan dalam memberikan nasehat gizi terkait masalah gizi yang dihadapi oleh masyarakat. 1.2 TUJUAN 1.2.1. Tujuan Umum Terlaksananya pemantauan garam beryodium untuk memperoleh gambaran berkala tentang akses masyarakat terhadap garam beryodium. 1.2.2. Tujuan Khusus a. Memperoleh gambaran berkala tentang situasi dan masalah konsumsi garam beryodium yang memenuhi syarat di rumah tangga b. Mendapatkan informasi tentang garam beryodium ( bentuk, merk, dan hasil uji garam ) di tingkat masyarakat



II. PELAKSANAAN 2.1 SASARAN Seluruh rumah tangga yang ada di kelurahan Bah manis dan Bah Biak kecamatan Sibolga Selatan wilayah kerja Puskesmas Bah Biak. 2.2 METODE Pemeriksaan Garam yang dikonsumsi keluarga dirumah dan Penyuluhan tentang Garam Yodium.



2.3 MEDIA a. Lembar Balik b. Poster c. Format Laporan d. Garam yang dibawa murid dari rumah e. Iodina test



2.4 TEMPAT DAN WAKTU 1. Tempat Rumah Tangga wilayah kerja Puskesmas Bah Biak 2. Waktu Waktu kondisional sesuai kebutuhan 2.5 PEMBIAYAAN Dana Alokasi Kesehatan ( DAK ) 2.6 LUARAN Diperoleh data masyarakat yang menggunakan garam beryodium dan tidak menggunakan garam beryodium 2.7 EVALUASI Pengisian formulir sudah dilakukan pada rumah tangga dan sudah direkap oleh Tim Survey. 2.8 PENCATATAN, PELAPORAN, DAN EVALUASI KEGIATAN Hasil kegiatan dicatat dalam buku monitoring, dilaporkan kepada Ketua UKM untuk dilakukan evaluasi.



Diketahui Kepala Puskesmas Bah Biak



Penanggungjawab Program



Rumondang RJ Sirait,M.Kes



Herlina Sirait



NIP.19710710 199403 2 001



NIP.19790415 200903 2 005



PEMERINTAH KOTA PEMATANGSIANTAR



DINAS KESEHATAN



UPTD PUSKESMAS BAH BIAK Jalan Manunggal Karya Pematangsiantar 21127 Email : [email protected]



KERANGKA ACUAN DISTRIBUSI VITAMIN A NOMOR:



I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap warga negara.Peningkatan kemajuan dan keejahteraan bangsasangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumberdayamanusianya. Ukuran kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat padaIndeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraanmasyarakat antara lain dapat dilihat pada tingkat kemiskinan dan statusgizi masyarakat (Bapennas, 2011). Tolok ukur yang dapat mencerminkan status gizi masyarakatadalah status gizi pada anak balita yang diukur dengan beratbadan dan tinggi badan menurut umur dan dibandingkan denganstandar baku rujukan WHO (2005). Selain itu keadaan gizimasyarakat juga dapat diketahui dari besarnya masalahkekurangan gizi mikro pada kelompok rentan, yaitu GAKY, AGB, dan KVA (Bapennas, 2011). Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukanPuslitbang Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan RI pada Tahun 2006 memperlihatkan balita dengan Serum Retinol kurang dari 20μg/dl adalah sebesar 14,6%. Hasil studi tersebut menggambarkan terjadinya penurunan bila dibandingkan dengan Survei Vitamin A Tahun 1992 yang menunjukkan 50% balita mempunyai serum retinol kurang dari 20 μg/dl. Oleh karena itu, masalah kurang Vitamin A (KVA) sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi karena berada di bawah 15% (batasan IVACG).Hal tersebut salah satunya berkaitan dengan strategi penanggulangan KVA dengan pemberian suplementasi Vitamin A yang dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus (Bulan Kapsul Vitamin A) (Kemenkes, 2009). Direktorat Bina Gizi Masyarakat bekerja sama dengan SEAMEOTROPMED RCCN Universitas Indonesia, UNICEF dan Micronutrient Initiative pada tahun 2007 melakukan survei di 3 Provinsi terpilih yaitu Kalimantan Barat, Lampung dan Sulawesi Tenggara untuk melihat cakupan suplementasi Vitamin A dan mengevaluasi manajemen program Vitamin A. Hasil survei menunjukkan bahwa di provinsi Kalimantan Barat cakupan Vitamin A pada bayi (6-11bulan) adalah sebesar 55,8% dan anak balita (12-59 bulan) sebesar 56,6%, sementara untuk provinsi Lampung cakupan pada bayi adalah 82,4% dan anak balita 80,4%, dan Sulawesi Tenggara adalah 70,5% Pada bayi dan anak balita sebesar 62,2%. Hasil survei juga menemukan bahwa sebanyak 70,2% bayi umur 6-11 bulan dan 13,9% anak balita umur 12-59 bulan mendapatkan suplementasi Vitamin A dengan dosis yang tidak sesuai umur(Kemenkes, 2009). Rendahnya cakupan suplementasi vitamin A ini mengindikasikanbahwa manajemen dansosialisasi program Vitamin A tingkat Kabupaten/Kota belum berjalan optimal.Berkaitan hal



tersebut diperlukan pelatihan penyegaran terkait dengan manajemen suplementasi Vitamin A bagi petugas dalam rangka meningkatkan cakupan program khususnya pada Kabupaten/Kota dengan cakupan rendah(Kemenkes, 2009). Xerophthalmia merupakan masalah kesehatan masyarakat yangtelah dapat ditangani sejak tahun 2006 (studi gizi mikro di 10 provinsi), namun KVA pada balita dapat berakibat menurunnya daya tahan tubuh sehingga dapat meningkatkan kesakitan dankematian. Untuk itu suplementasi vitamin A tetap harus diberikan pada balita 6-59 bulan, setiap 6 bulan, dianjurkan pada bulan kampanye kapsul vitamin A yaitu pada bulan Februari dan Agustus. Kapsul vitamin A juga harus didistribusikan pada balita di daerah endemik campak dan diare. Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa cakupan pemberian kapsul vitamin A secara nasional pada anak balita sebesar 69,8 persen . Terjadi disparitas antar provinsi dengan jarak 49,3 persen sampai 91,1 persen Cakupan nasional ini menurun dari 71,5 persen. Hasil studi gizi mikro tahun 2006 yang dilaksanakan di 10 propinsi diperoleh gambaran prevalensi xeropthalmia 0,13%, dan indeks serum retinol