15 0 66 KB
KERANGKA ACUAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT
A. PENDAHULUAN Sejak tahun 1996 Departemen Kesehatan bekerja sama dengan WHO mengembangkan pendekatan Manajemen Terpadu Blita Sakit (MTBS) di Indonesia. Keterpaduan pelayanan tidak hanya pelayanan kuratif berupa pengobatan penyakit saja, namun sekaligus pelayanan preventif seperti imunisasi, pemberian vitamin A, menilai dan memperbaiki cara pemberian ASI serta pelayanan promotif seperti memberikan konseling kepada ibu cara merawat dan mengobati anak sakit di rumah, serta masalah pemberian makan. Sasaran utama penerapan MTBS adalah perawat, bidan atau bidan di desa yang menangani balita sakit. Tentunya dokter puskesmas perlu juga terlatih MTBS agar dapat melakukan supervise penerapan MTBS di wilayah kerja puskesmas. Dengan pelatihan ini, tenaga kesehatan akan memahami konsep MTBS serta lebih terampil dan termotivasi untuk menggunakan bagan manajemen kasus sebagai standar pelayanan di lini tedepan, utamanya di tingkat pelayanan kesehatan dasar. B. LATAR BELAKANG Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam penurunan angka kematian balita (AKABA) sejak tahun 1990, meskipun trend penurunan menunjukkan perlambatan dalam beberapa tahun terakhir yaitu 40 kematian per 1000 kelahiran hidup (KH) dan angka kematian bayi (AKB) 32 per 1000 KH pada tahun 2012 (SDKI 2012). Sebanyak 15 (lima belas) dari 33 (tiga puluh tiga) propinsi di Indonesia mempunyai AKABA lebih tinggi dari angka rata-rata nasional, berkisar dari 42 per 1000 kelahiran hidup di Provinsi Kepulauan Riau kemudian 115 per 1000 kelahiran hidup di Provinsi Papua (SDKI 2012). Hal ini menunjukkan perbedaan yang besar secara nasional dan adanya tantangan besar untuk menjawab isu keadilan (equity issue). Angka kematian balita di kuintil
termiskin dalam populasi 3,6 kali lebih tinggi dibandingkan dalam kuintil terkaya (Utomo et al., 2011). Pada era desentralisasi, pengukuran angka kematian berbasis kabupaten telah menjadi isu, terutama dimana sistem pencatatan vital tidak berfungsi dan kelahiran tidak tercatat (Heywood and Choi, 2010). Bahkan dalam satu provinsi pun terdapat disparitas yang cukup signifikan antar kabupaten (Riskesdas 2007). Sekitar 36% dari kematian balita di Indonesia disebabkan oleh masalah bayi baru lahir (neonatal) diantaranya asfiksia, Berat Badan Lahir Rendah, kelahiran prematur, infeksi bayi baru lahir, diikuti oleh diare 17,2%, pneumonia 13,2%. Pada bayi baru lahir (0-28 hari), 78,S % kematian terjadi pada minggu pertama kehidupan (Riskesdas, 2007). Gizi kurang pada masa kehamilan dan kanak-kanak merupakan penyumbang jumlah kesakitan lebih dari sepertiga kematian secara global (UNICEF, 2010). Penanganan kondisi tersebut di atas seharusnya dilakukan oleh tenaga medis yaitu dokter, namun di Indonesia masih banyak desa yang tidak punya akses ke pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter. Pemerintah dan pemerintah daerah mendukung bidan/perawat bekerja sama dengan dukun untuk melaksanakan pertolongan persalinan yang aman dan perawatan bayi baru lahir yang baik. Bidan/perawat juga diberi wewenang tertentu untuk memberikan penanganan penyakit pada balita melalui Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Data Potensi Desa (PODES) tahun 2011 menunjukkan bahwa 15% desa di Indonesia tidak mempunyai akses kepada tenaga kesehatan. Beberapa Negara dengan situasi yang sama telah membuktikan bahwa pemberdayaan masyarakat seperti kader dan dukun dapat dilatih untuk mengenali tanda bahaya umum, perawatan esensial bayi baru lahir dan penyakit-penyakit utama penyebab kematian balita seperti pneumonia,
diare
atau
malaria.
Pelatihan
tersebut
juga
mencakup
penanganan penyakit sederhana lainnya serta keterampilan untuk merujuk ke tenaga kesehatan. C. TUJUAN 1. Tujuan Umum a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan mandiri dengan memberikan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
b. Menurunkan angka kesakitan bayi dan balita serta menekan morbiditas karena penyakit tersering terjadi pada bayi dan balita. 2. Tujuan Khusus : a. Adanya manajemen yang baik dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan terhadap bayi dan balita sesuai SPO yang ada. b. Pelayanan kesehatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. c. Masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan mudah dan terjangkau. d. Adanya
peningkatan
mengembangkan
kualitas
sumber
profesionalisme
dan
daya
manusia
proporsionalitas
untuk dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada balita sakit. e. Agar semua tenaga kesehatan meliputi perawat, bidan dan dokter mampu menangani bayi dan balita sakit yang berkunjung ke fasilitas kesehatan sesuai dengan tatalaksana MTBS. f. Mengetahui jumlah balita sakit yang dating berkunjung dan ditangani dengan sesuai dengan tatalaksana MTBS. g. Agar dapat mempersiapkan sarana dan prasarana dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan balita. D. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN Untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan baik secara umum maupun secara khusus perlu adanya langkah-langkah kongkrit yang harus dilaksanakan, oleh karena itu perlu disusun secara sistematis yaitu: 1. Melakukan persiapan-persiapan yang diperlukan. 2. Melakukan perencanaan diantaranya: a. Inventarisasi kebutuhan. b. Pelaksana dan penanggung jawabnya. c. Waktu dan tempatnya kegiatan akan dilaksanakan. d. Indikator yang harus dicapai. 3. Pelaksanaan Setelah perencanaan dibuat maka selanjutnya mulai pelaksanaan yaitu dengan melakukan: a. Membentuk tim kerja.
b. Mengadakan pertemuan tim kerja guna membahas pelaksanaan rencana yang sudah disusun bersama. c. Pelaksanaan:
No. 1.
Menyusun SOP MTBS.
Menyusun langkah-langkah kegiatan pelayanan MTBS.
Melakukan pelayanan balita sakit sesuai tatalaksana MTBS.
Kegiatan Pokok Anamnesa
Rincian Kegiatan Metode Memperoleh data atau Pelayanan langsung informasi
tentang pada
pasien
(tanya
permasalahan yang sedang jawab). Pemeriksaan
dialami oleh pasien Untuk mengumpulkan
Pasien
memperoleh
3.
Klasifikasi
tentang kesehatan pasien. pasien. Untuk pengkajian penegakkan Mengisi
4.
Menentukan
diagnose klinis. pasien. Memberikan tindakan medis Mengisi rekam medis dan
tindakan
dan pengobatan berdasarkan resep pasien.
2.
5.
Penyuluhan
data
dan Pelayanan
langsung
dasar pada pasien, memeriksa
klasifikasi/diagnosa. dan Untuk perubahan
rekam
medis
perilaku Ceramah, tanya jawab
pendidikan
individu,
keluarga
dan dan diskusi.
kesehatan
masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku hidup
6.
Pencatatan pelaporan
sehat. dan Pencatatan kegiatan setiap
dan
pelaporan Form pelaporan data.
MTBS
hari
dilakukan
dilaporkan
tiap
akhir bulan ke DINKES
E. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN a. Pendaftaran bayi/balita menuju ruang pelayanan MTBS b. Petugas mencocokkan identitas bayi/balita. c. Petugas melaksanakan anamnesa d. Petugas melakukan pemeriksaan e. Petugas menulis hasil anamnesa dan pemeriksaan serta mengklasifikan dan memberikan edukasi
f. Petugas memberikan pengobatan sesuai buku pedoman MTBS bila perlu dirujuk ke ruang pengobatan untuk konsultasi ke dokter. F. SASARAN Adalah anak umur 0-5 tahun dan di bagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun. G. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN Jadwal kegiatan pelayanan MTBS disesuaikan dengan jadwal kegiatan difasilitas kesehatan Puskesmas Tajur yaitu pelayanan MTBS dilakukan setiap hari dari pukul 08.00 – 11.30 WIB di hari senin sampai kamis, hari jumat dari pukul 08.00-10.30 WIB, dan di hari sabtu dari pukul 08.00-11.00 WIB.
No
Kegiatan
.
1.
Anamnesa
2.
Pemeriksaa n
fisik
pasien 3.
Klasifikasi
4.
Menentukan tindakan dan terapi
5.
Penyuluhan dan pendidikan kesehatan
6.
Pencatatan dan
2021 Ja
Fe
Ma
Ap
Me
Ju
Ju
Ag
Se
Ok
No
De
n
b
r
r
i
n
l
t
p
t
v
s
pelaporan
H. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN Pelaporan hasil pelayanan MTBS dilakukan setiap akhir bulan kepada Dinas Kesehatan Kota Tangerang Sub Bagian KIA. I. PENCATATAN, PELAPORAN, DAN EVALUASI KEGIATAN Pencatatan selanjutnya,
baik
dan
pelaporan
peningkatan
untuk
dan
memudahkan
pengembangan
dalam kegiatan,
proses perlu
dilaksanakan pencatatan kegiatan pada kelompok tersebut. Hal-hal yang dicatat adalah pelaksanaaan hasil kegiatan yang dilakukan termasuk diagnose serta hal-hal lainnya sesuai kebutuhan. Pencatatan dilakukan di puskesmas dan dinas kesehatan kota, sedangkan untuk pencatatan di tingkat provinsi disesuaikan dengan kebutuhan.