Kandidiasis Kutis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DEPARTEMEN ILMU KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN



REFARAT Februari 2019



KANDIDIASIS KUTIS



Oleh: Richard Holman Matanta Alexander Changay Muh. Haedar Edwin Putra Pomada Pahista Pamberiaski



C11115321 C11115322 C11115324 C11115326 C11115330



Residen Pembimbing dr. Rina Munirah Bulqini



Supervisor Dr. dr. Anni Adriani, Sp.KK, FINSDV, FAADV FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018



HALAMAN PENGESAHAN



Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa : Nama : 1. 2. 3. 4. 5.



Richard Holman Matanta Alexander Changay Muh. Haedar Edwin Putra Pomada Pahista Pamberiaski



C11115321 C11115322 C11115324 C11115326 C11115330



Judul Referat: Kandidiasis Kutis



Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.



Makassar, Februari 2019



Pembimbing Supervisor



Dr. dr. Anni Adriani, Sp.KK, FINSD, FAADV



Pembimbing Residen



dr. Rina Munirah Bulqini



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii I.



PENDAHULUAN ..................................................................................... 1



II. EPIDEMIOLOGI ....................................................................................... 2 III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS............................................................ 3 IV. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS ...................................................... 6 V. DIAGNOSIS BANDING ........................................................................... 9 VI. TERAPI DAN EDUKASI.......................................................................... 10 VII. KESIMPULAN .......................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 13



iii



I.



PENDAHULUAN Kandidiasis kutis adalah penyakit jamur, yang disebabkan oleh Candida spp misalnya spesies Candida albicans yang mengenai kulit[1]. Candida merupakan spesies tersering yang mengakibatkan infeksi jamur pada penderita yang imunokompromais[2]. Walaupun dianggap sebagai patogen oportunistik pada manusia, spesies Candida juga ditemukan sebagai organisme komensal pada kulit dan membran mukosa gastrointestinal, genitourinaria, dan saluran respirasi[2]. C. albicans, jamur utama penyebab infeksi Candida pada manusia, berbentuk oval dan bukuran 2-6 x 3-9µm[3,4]. Selain C. albicans, dalam genus Candida terdapat lebih dari 100 spesies lainnya, kebanyakan merupakan organisme komensal non parasit pada manusia. Spesies lain Candida contohnya C. tropicalis, C. dubliniensis, C. parapsilosis, C. guelliermondii, C. krusei, C. pseudotropicalis, C. lusitaniae, C. zeylanoides, dan C. glabrata, merupakan penyebab kandidiosis pada kondisi tertentu, biasanya pada infeksi yang luas[4] Kandidiasis biasanya bersifat akut atau subakut yang disebabkan oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru[5], namun pada kondisi tertentu dapat juga menyebabkan esofagitis, septikemia, endokarditis, peritonitis, dan infeksi saluran kemih[3] Kandidiasis jika dibiarkan dapat menjadi kronis dan berkembang menjadi kandidiasis leukoplakia yang bersifat pra ganas, dan kemudian mengakibatkan karsinoma sel skuamosa. Selain itu, kandidiasis dapat berkembang menjadi infeksi sistemik melalui aliran getah bening yang menyerang organ vital seperti ginjal, paru-paru, otak, dan dinding pembuluh darah yang bersifat fatal[5].



1



II.



EPIDEMIOLOGI Penyakit Kandidiasis terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Sumber agen penyebab utama adalah pasien, namun transmisi dapat terjadi melalui kontak langsung dan fomites[1]. Candida biasanya hanya terbatas pada host manusia dan hewan, tetapi candida terdapat juga pada lingkungan rumah sakit seperti meja, ventilasi pendingin ruangan, lantai, alat respirator, dan petugas medis[2]. Penelitian yang dilakukan oleh Havlickova menyebutkan bahwa kelainan kulit yang disebabkan oleh infeksi kandida di China menempati urutan ketiga (14%) dari infeksi jamur pada kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur pada kulit dan menempati urutan ketiga dan keempat pada laporan kasus infeksi kandida pada kulit dan kuku di Singapura[6]. Di Amerika, spresies kandida merupakan penyebab keempat infeksi aliran darah pada usia di atas 65 tahun. Di Jepang, Nishimoto mendapatkan bahwa kandidiosis kutis terdapat pada 1% pasien rawat jalan dimana paling banyak mederita kandidiosis intertriginosa[7]. Di Indonesia sendiri, kasus Kandidiasis menempati urutan ketiga dalam insidensi dermatomikosis, tetapi pada beberapa kota, yaitu Makassar, Medan, dan Denpasar menempati urutan pertama dalam kasus insiden dermatomikosis. Penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya menyebutkan bahwa jumlah kandidiasis menempati urutan ketiga setelah dermatofitosis dan pitiriasis versicolor[7]. Prevalensi tinggi di negara berkembang, diduga banyak terjadi di daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi[6]. Angka infeksi Candida meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun belakangan ini seiring dengan meningkatnya pasien imunokompromais.



2



Bertambahnya umur dihubungkan juga dengan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas. Hal ini dikarenakan orang lanjut usia lebih sering terekspos pada situasi yang meningkatkan risiko invasi kandidiasis, termasuk penggunaan antibiotik spektrum luas, hiperalimentasi, dan seringnya kontak dengan alat monitor invasif di ICU[3]. III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS



(1)



(3)



(2)



Gambar 1: (1) Struktur dinding; (2) bentuk mikroskopis [13] (3) struktur skematik dinding C. Albicans [10] Dinding sel C. albicans bersifat dinamis dengan struktur berlapis, terdiri dari karbohidrat (80-90%) dengan: (i) Mannan (polymers of mannose) berpasangan dengan protein membentuk glikoprotein (mannoprotein); (ii) βglucans yang bercabang menjadi polimer glukosa yang mengandung β-1,3 dan β-1,6 yang saling berkaitan, dan (iii) chitin, yaitu homopolimer N-acetyl-Dglucosamine (Glc-NAc) yang mengandung ikatan α-1,4. Unsur pokok yang lain adalah adalah protein (6-25%) dan lemak (1-7%). Yeast cells dan germ tubes 3



memiliki komposisi dinding sel yang serupa, meskipun jumlah α-glucans, chitin, dan mannan relatif bervariasi karena faktor morfologinya. Jumlah glucans jauh lebih banyak dibanding mannan pada C. albicans yang secara imunologis memiliki keaktifan yang rendah[13]. Disamping itu, candida albicans memiliki beberapa atribut dan faktor virulensi yang istimewa yaitu sebagai berikut[12] : 1. Polymorphyism & pH-sensing C. albicans memiliki bentuk yang beragam yaitu budding yeast, pseudohifa, dan hifa sejati. Disamping bentuk yang bervariasi, mikroorganisme ini juga memiliki protein yang peka terhadap pH melalui mekanisme adaptasi yang diperantarai dinding sel β-glikosidase dua lapis yaitu Phr1 (pH-reseptor 1) yang peka terhadap kondisi basa dan phr2 (pH-reseptor 2) yang peka terhadap kondisi asam. 2. Quorum sensing & dimorphism C. albicans memiliki kemampuan adaptasi morfologi sesuai kepadatan permukaan pejamu/host. Pada densitas > 107 cell/ml, candida tipe ini akan cenderung berubah menjadi bentuk yeast dan sebaliknya kan cenderung menjadi hifa yang sering dikaitkan merupakan bentuk invasif dari Candida albicans. Kemampuan berubah bentuk menjadi dua jenis ini disebut juga dimorfisme. 3. Adhesins & invasins C. albicans memiliki kemampuan daya lekat yang tinggi dengan mengeluarkan protein adhesin sebagai protein untuk membuat nya tetap berlengket pada host. Adhesin ini merupakan protein Agglutinin-like Sequence 3 (ALS3) dan Hypa assosiated GPI-linked protein (HWP1) yang berfungsi sebagai perekat pada host. Proses endositosis dan meningkatkan daya penetrasi, jamur ini mengeluarkan protein invasins (E-cadherins di sel epitel dan N-cadherin di sel endotel) 4. Contact sensing & thigmotropism 4



C. albicans dianggap memiliki kemampuan menyesuaikan bentuk permukaan host



hingga



kemampuan



menyesuaikan



dengan



respon



stimulus



mekanosensorik (tigmotropisme) 5. Biofilm formation Biofilm formation merupakan bentuk perlindungan berlapis struktur yeast, hifa, dan matriks ektraseluler dipuncak struktur sehingga mampu mempertahankan bentuk infektif dari jamur. Bahkan mekanisme formasi biofilm dianggap sebagai teknik menjaga diri dari paparan antimikroba dan sistem kekebalan tubuh host. 6. Secreted hydrolases Untuk proses penetrasi aktif dibutuhkan enzim pemecah seperti protease, phospolopase, dan lipase sehingga daya invasi menjadi lebih kuat dari jamur lainnya. Mekanisme C. albicans menyerang manusia dijelaskan berdasarkan gambar di bawah ini [11] :



Gambar 2. Patogenesis dan respon imun host terhadap C. albicans



5



C. albicans memiliki kemampuan menempel karena memiliki molekul



adhesin dan berubah dari yeast menjadi hifa yang bersifat reversibel. Kemudian jamur ini mampu membentuk berkolonisasi membentuk biofilm seperti pagar berlapis sebagai proteksi dari sistem imun host dan terhindar dari antimikroba yang diberikan. Namun pada saat berkoloni, C. albicans masih bersifat komensal ketika daya tahan tubuh manusia yang masih baik.. Disamping jamur ini berkompetisi bersama flora normal yang ada di kulit dan mukosa. Sebaliknya ketika kondisi immunokompromised justru jamur ini bersifat patogen. Selain kondisi immunokompromised, disebutkan bahwa kondisi host yang rentan seperti kerusakan mukosa juga salah satu faktor risiko/port d’ entry jamur ini menjadi patogen. Pada saat daya tahan tubuh host menurun dan faktor risiko lainnya, jamur ini akan melakukan penetrase aktif dengan mengeluarkan enzim hidrolase dan protein invasin (N-cadherin dan E-cadherin), maka jamur ini mampu masuk ke dalam sitem aliran darah dan mengaktifkan kemokin & sitokin proinflamasi [11].



IV. GAMBARAN KLINIS Terdapat berbagai variasi gambaran klinis kandidiasis kutis, hal ini bergantung pada bagian tubuh yang terkena, sistem imun pejamu dan faktorfaktor predisposisi. Dibawah ini akan dibahas gambaran klinis yang sering dilihat sesuai dengan klasifikasinya. a. Kandidosis Intertriginosa Kandidiasis intertriginosa memberikan gambaran lesi di daerah lipatan kulit ketiak, genitokrural, intergluteal, lipat payudara, interdigital, dan umbilikus, serta lipatan kulit dinding perut berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa.1 Manifestasi klinis dari kandidiasis intertriginosa adalah pruritus, nyeri tekan. Lesi awal berupa pustul dengan dasar eritem yang akan mengalami 6



erosi. Batasnya cukup tegas, berbentuk polisiklik, eritem.2 Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau



bulla yang bila pecah akan memberikan gambaran daerah erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.[1]



Gambar 1. Kandidiasis kutaneus: intertriginosa Papul satelit yang berukuran kecil



pada bagian tepi lesi dan pustul yang berkumpul di bagian sentral, menghasilkan suatu daerah erosi yang luas pada regio mamma bagian bawah (submamma).



Gambar 2. Kandidiasis kutaneus : papul eritem dengan sedikit pustul dan skuama, yang berkumpul pada regio perigenital dan perianal.2



7



Gambar 3. Kandidiasis kutaneus: intertriginosa interdigitalis : Seorang perempuan berusia 55 tahun dengan lesi pruritus pada sela jari tangan. Erosi yang disertai eritem dan maserasi terlihat pada sela jari.[2]



b. Diaper-rash (Candidal diaper dermatitis) Kelainan



dipicu



oleh



adanya



kolonisasi



ragi



di



traktur



gastrointestinal. Infeksi dapat terjadi karena oklusi kronik area popok oleh popok yang basah. Lesi berawal dari area perianal meluas ke perineum dan lipat inguinal berupa eritema cerah



Gambar 4 : Kandidiasis kutaneus , Sebagian plak terkikis pada vulva dikelilingi oleh kerah halus pada bayi. Di luar lesi utama terdapat beberapa lesi satelit pustular.2



c.



Kandidosis kutis granulomatosa Penyakit ini sering diderita menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasar. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai, dan larings.



8



V.



DIAGNOSIS Diagnosis kandidiasis dikonfirmasi dengan pemeriksaan KOH atau kultur. Pada pemeriksaan KOH akan terlihat sel ragi, spora, atau pseudohifa.1 Kombinasi dari pewarnaan Gomori Methenamine Silver (GMS) dan Congo dapat membantu untuk menyingkirkan diferensial diagnosis dari infeksi jamur. Candida memberikan gambaran positif pada pewarnaan GMS dan negatif pada pewarnaan Congo. Pada pemeriksaan kultur, C. albicans dapat dibedakan dengan bentuk candida lain yang jarang bersifat pathogen seperti Candida krusei, Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, dan Candida guilliermondii. Pada medium Saboraud Glucose Agar memperlihatkan gambaran pertumbuhan koloni yang berwarna kecoklatan, keabuan dalam waktu kurang lebih 4 hari.13 Dalam medium tersebut dapat pula dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan tersebut disimpan dalam suhu kamar atau pada suhu 37oC.1



9



Gambar 5. Candida albicans memperlihatkan koloni berwarna putih hingga kecoklatan pada glukosa-pepton agar. [9]



Gambar 6. Candida albicans: Pemeriksaan KOH. Tampak budding yeast dan pseudohifa yang berbentuk seperti sosis (sausage-like pseudohyphal).2



VI. TERAPI Penatalaksanaan kandidiasis kutis menggunakan antijamur topical (mis. Clotrimazole, econazole, ciclopirox, miconazole, ketoconazole, dan nystatin). Terdapat beberapa sediaan untuk terapi topical antifungal, sediaan lotion biasanya digunakan untuk lesi yang lebih besar atau di area yang berambut. Pengobatan dengan obat topical diberikan sebanyak dua kali sehari dan diberikan hingga di area kulit normal sekitar 2cm dari tepi lesi. Untuk kelas imidazole terapi sebaiknya dilanjutkan seminggu setelah gejala sudah tidak ada. Untuk



10



penggunaan nystatin biasanya terapi dilakukan selama kurang lebih 2 minggu. Untuk penggunaan ciclopirox terapi dilakukan selama 2 minggu hingga 1 bulan. Penggunaan preparat bedak juga dapat digunakan untuk lingkungan lembab yang merupakan factor predisposisi infeksi candida. Terapi antijamur sistemik direkomendasikan untuk infeksi kulit meliputi area yang luas, keterlibatan folikel rambut atau kuku, infeksi pada pasien imunokompromais, atau infeksi yang resisten terhadap terapi topikal. Obat sistemik yang dipilih sebagai terapi lini pertama untuk infeksi kandidiasis kutis adalah fluconazole. Dulu obat sistemik yang biasa digunakan adalah ketoconazole, akan tetapi karena banyaknya efek samping obat yang merugikan dan adanya pengobatan lain yang lebih aman dan efektif, ketoconazole sekarang sudah tidak dipilih sebagai terapi lini pertama. Resistensi candida terhadap obat antijamur topikal juga perlu diperhatikan. Resistensi Candida albicans terhadap clotrimazole telah pernah didapatkan pada pasien dengan positif HIV. Resistensi terhadap beberapa golongan imidazole lain juga telah pernah ditemukan. Seringkali, resistensi ini juga berkaitan dengan resistensi terhadap fluconazole oral.



11



VII. KESIMPULAN Kandidiasis kutis adalah penyakit jamur, yang disebabkan oleh Candida spp misalnya spesies Candida albicans yang mengenai kulit. Penyakit ini sering menyerang bagian tubuh yang memiliki area lipatan kulit seperti pada ketiak, genitokrural, gluteal, interdifital dan inframamari. Gambaran klinis berupa eritema dan eksudat dan gatal dan nyeri. Pengobatan farmakologi dengan menggunakan antifungal topikal dan sistemik dapat digunakan. Preparat bedak untuk mengurangi kelembapan pada daerah tubuh juga dapat digunakan.



12



DAFTAR PUSTAKA



1. 2. 3.



4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



11.



12. 13.



Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. Fitzpatrick T. Dermatology in general medicine. 8th ed. New York u.a.: McGraw-Hill; 2012. Scheinfeld N. Cutaneous Candidiasis: Background, Pathophysiology, Etiology [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2019 [cited 7 February 2019]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1090632-overview Griffiths C, Barker J, Bleiker T, Chalmers R, Creamer D, Rook A. Rook's textbook of dermatology. 8th ed. New York: Wiley-Blackwell; 2010. Hakim L, Ramadhian R. Kandidiasis Oral. Majority. 2015;4(8):53-57. Soetojo S, Astari L. Profil Pasien Baru Infeksi Kandida pada Kulit dan Kuku. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2016;28(1):34-41. Wirata G. Kandidosis Kutis. Bali: Bagian Anatomi Unud; 2017. Mayer F, Wilson D, Hube B. Candida albicans pathogenicity mechanism. Landes Bioscience. 2013;4(2):119-128. James W, Elston D, Berger T, Andrews G. Andrews' Diseases of the skin. 12th ed. [London]: Saunders/ Elsevier; 2016. Elorza, M. V., & Valent, E. (2006). Molecular organization of the cell wall of Candida albicans and its relation to pathogenicity, 6, 14–29. https://doi.org/10.1111/j.1567-1364.2005.00017.x Lewis, R. E., Viale, P., & Kontoyiannis, D. P. (2014). The potential impact of antifungal drug resistance mechanisms on the host immune response to Candida, (June). https://doi.org/10.4161/viru.20746 Mayer, F. L., Wilson, D., & Hube, B. (2013). Candida albicans pathogenicity mechanisms, 119–128. Mutiawati, V. K. (2016). Pemeriksaan mikrobiologi pada candida albicans, 53– 63.



13