Laporan Kasus Kandidiasis Vulvogaginitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS KANDIDIASIS VULVOGAGINITIS



Disusun oleh : Marcella Arista 112017034



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA PERIODE 4 FEBUARI – 9 MARET 2019 RUMAH SAKIT HUSADA BAB I



STATUS 1. IDENTITAS Nama



: Ny. DF



Jenis Kelamin



: Perempuan



Usia



: 26 tahun



Alamat



: Karang anyar



Nomor RM



: 00029206



Status perkawinan



: menikah



Pekerjaan



: pegawai kantoran



2. ANAMNESIS a. Keluhan Utama : Kemaluan gatal sejak 2 hari SMRS b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli Kulit Kelamin dengan keluhan bibir kemaluan gatal sejak 2 hari SMRS. Keluhan terasa sangat gatal sehingga pasKeluhan disertai dengan keputihan. Keputihan yang dialami berwarna putih kekuningan dan menggumpal seperti susu basi. Keputihan tidak berbau dan tidak berbusa. BAK terasa nyeri. Darah -, pasir -, nyeri pinggang -. Pasien terakhir berhubungan seks dengan suami 4 hari yang lalu, dan terasa nyeri. Tidak ada bau amis setelah berhubungan. Pasien tidak sedang hamil, mengkonsumsi obat-obat tertentu atau mengkonsumsi pil kontrasepsi. c. Riwayat Penyakit Dahulu 



Ht -, DM -, Aleegi -



d. Riwayat Penyakit Keluarga



Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jamur dan yang serupa dengan pasien. e. Riwayat kebiasaan dan lingkungan 



Pasien memiliki kebiasaan menggunakan panty liner setiap hari.







Pasien tidak pernah menggunakan sabun pencuci vagina.







Pasien membilas kemaluan dengan Aqua jika sedang berada di luar rumah







Pasien jarang mengeringkan kemaluan sehabis BAK







Air di rumah pasien adalah Air tanah







Handuk digunakan per orang



3. PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan Umum b. Kesadaran c. Vital Sign



: baik : Composmentis



- Suhu



: afebris



- Nadi



: 88 x/menit



- Pernafasan



: 20 x/menit



- Tekanan darah



: 110/80



d. Status lokalis : Lokasi : genitalia Status dermatologis : hiperemis pada labia minora dekstra et sinistra dan pada daerh vulva. Tampak adanya fluor albus.



4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan 5. RESUME Pasien datang ke poli Kulit Kelamin dengan keluhan bibir kemaluan gatal sejak 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan gatal dan keputihan. Keputihan yang dialami berwarna putih kekuningan dan menggumpal seperti susu basi. Keputihan tidak berbau dan tidak berbusa. Pasien memiliki kebiasaan menggunakan panty liner setiap hari dan jarang mengeringkan kemaluan sehabis BAK Pada status dermatologis didapatkan pada genitalia, hiperemis pada labia minora dekstra et sinistra dan pada daerh vulva. Tampak adanya fluor albus. 6. DIAGNOSIS BANDING a. Kandidasis vulvovaginitis b. Trichomoniasis c. Bakterial vaginosis 7. DIAGNOSIS Kandidiasis vulvovaginitis 8. PEMERIKSAAN ANJURAN Tes KOH10% 9. PENATALAKSANAAN  Fluconazole 150mg 1x1 PO  Miconazole vaginal supp 1x1 3 hari 10. PROGNOSIS Quo ad vitam : bonam



Quo ad functionam : bonam Quo ad sanasionam : bonam



BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kandidiasis vulvovaginitis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada daerah vulva dan vagina yang disebabkan oleh adanya berbagai jenis Candida, secara sekunder bisa juga terjadi akibat penurunan daya tahan tubuh seseorang, ditandai oleh adanya secret bewarna putih serta adanya rasa gatal di daerah vagina.1 Kandidiasis vulvovaginitis merupakan penyebab infeksi terbanyak kedua pada infeksi vulvovaginal, dimana pada nomor urut satu bacterial vaginosis merupakan penyebab terbanyak.2 ETIOLOGI 3,4 Antara 85-90% dariyeast strain yang diambil sebagai sampel didapatkan adanya Candida albicans, sedang kasisanya sebanyak 12-14 % merupakan non Candida albicans, yang umum ditemukan yaitu Candida glabrata, Candida glabrata ditemukan pada 10-20 % wanita, dari 15-17% dari keseluruhan vaginitis, dan jarang yang disebabkan oleh Candida parapsilosis, Candida tropicalis, dan Candida krusei, walaupun demikian jenis kandida yang paling terkait dengan penyakit ini, selain itu juga mempunyai gejala klinis yang sama dengan Candida albicans, malah spesies ini biasanya lebih resiten terhadap pengobatan. EPIDEMIOLOGI 3,4 Kandidiasis vagina adalah penyebab paling umum dari keputihan. Lebih dari 50% wanita yang umurnya lebih dari 25 tahun terserang kandidiasis vulvovaginitis, kurang dari 5% dari wanita mengalami kekambuhan. PATOFISIOLOGI 4,6 Pada keadaan normal, jamur candida dapat ditemukan dalam jumlah sedikit di vagina, mulur rahim dan saluran pencernaan. Jamur kandida disini hidup sebagai saprofit tanpa menimbulkan keluhan atau gejala (asimptomatis), jamur ini dapat



tumbuh dengan variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH 4,5 - 6,5. Organisme kandida mendapatkan akses ke dalam lumen vagina dan sekret terutama melalui area dekat perianal. Serangan sporadik kandidiasis vulvovaginitis biasanya terjadi dengan, atau tanpa faktor predisposisi yang diketahui kecuali pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol. Adanya faktor-faktor predisposisi menyebabkan pertumbuhan jamur kandida di vagina menjadi berlebihan sehingga terjadi koloni simptomatik yang mengakibatkan timbulnya gejala gejala penyakit kandidiasis vagina. Pada semua kelainan yang mengganggu flora normal vagina dapat menjadikan vagina sebagi tempat yang sesuai bagi kandida untuk berkembang biak. Infeksi kandida dapat terjadi secara endogen maupun eksogen atau secara kontak langsung. Infeksi endogen lebih sering karena sebelumnya memang kandida sudah hidup sebagai saprofit pada tubuh manusia. Pada keadaaan tertentu dapat terjadi perubahan sifat jamur tersebut dari saprofit menjadi patogen sehingga oleh karena itu jamur kandida disebut sebagai jamur oportunistik. Kandida dapat dibawa oleh aliran darah ke banyak organ termasuk selaput otak, tetapi biasanya tidak dapat menetap di sini dan menyebabkan abses-abses milier kecuali bila imunitas lemah. Penyebaran dan sepsis dapat terjadi pada penderita dengan imunitas seluler yang lemah, misalnya mereka yang menerima kemoterapi kanker atau penderita limfoma, AIDS, atau keadaan-keadaan lain. Faktor yang dapat memicu kolonisasi jamur pada vagina dapat berbeda dari masing-masing faktor yang memediasi kolonisasi asimptomatik ke simptomatik vaginitis. Faktor pemicu dibagi menjadi 2 yaitu faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen a. Kehamilan, karena perubahan pH vagina b. Kegemukan, karena banyak keringat c. Diabetes Mellitus, HIV/AIDS



d. e. f. g. h.



Pemberian antimikroba yang intensif (yang mengubah flora bakteri normal) Terapi progesterone, kontrasepsi Terapi kortikosteroid Immunodefisiensi Umur. Pada orangtua dan bayi lebih mudah terkena karena system imun yang tidak sempurna



Faktor eksogen a. Kebersihan diri dan kulit b. Iklim panas dan lembab sehingga menyebabkan perspirasi meningkat c. Kontak dengan penderita, yang punya aktifitas seksual tinggi maupun yang tidak punya, baik muda maupun tua. GEJALA KLINIS Pada kandidiasis vulvovaginitis dapat timbul gejala berikut ini : a. Rasa gatal / iritasi serta keputihan tidak berbau atau kadang berbamasam ( asam ) b. Discharge berwarna putih seperti susu pecah dan kental c. Pada keadaan berat terdapat rasa panas, nyeri sesudah BAK, dan dispareunia d. pada vulva dan vagina terdapat tanda-tanda radang disertai maserasi, pseudomembran, fisura, lesi satelit papulo pustular. Labia mayor tampak bengkak, merah dan ditutupi oleh lapisan putih yang menunjukkan maserasi. PEMERIKSAAN PENUNJANG 5,7,10-13 a. Pemeriksaan Mikroskopis Cara yang paling sederhana mengambil cairan vagina ialah dengan bantuan spekulum, cairan vagina diambil dari fornix vagina. Bahan pemeriksaan selanjutnya dibuat sediaan langsung dengan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram. Pada pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai kandida dalam bentuk sel ragi (yeast form) yang berbentuk oval, fase blastospora berupa sel-sel tunas yang berbentuk germ tubes atau budding dan pseudohifa sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang. Pada sediaan dengan pewarnaan Gram, bentuk ragi bersifat gram posistif, berbentuk oval, kadang-kadang berbentuk germ tube atau Budding. Candida albicans adalah satu-satunya ragi patogen penting yang secara invivo menunjukan adanya pseudohypa yang banyak, yang mudah



dideteksi dari duh tubuh vagina dengan pewarnaan Gram. Sensitifitas pemeriksaan ini pada penderita simptomatik sama dengan biakan. b. Pemeriksaan Biakan Kultur vaginal sangat bermanfaat, tapi tidak rutin diperlukan dalam diagnosis kandidiasis vulvovaginitis. Karena tidak rutin, kultur tidak diperlukan jika pemeriksaan mikroskopis positif, tapi kultur vagina harus dilakukan pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis vulvovaginitis dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal. Kultur vaginal dapat mengidentifikasi spesies kandida namun didapatnya Candida albicans pada kultur tidak dapat menegakkan diagnosis kandidiasis karena Candida merupakan penghuni normal dari saluran pencernaan. Bahan pemeriksaan dibiakan pada media Sabouraud Dextrose Agar. Dapat dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Pembenihan ini disimpan pada suhu kamar atau suhu 37o C. Koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa “yeast like colony”, warna putih kekuningkuningan, di tengah dan dasarnya warnanya lebih tua, permukaannnya halus mengkilat dan sedikit menonjol. Test Fermentasi. Fermentasi oleh jamur yang diambil dari spesimen dapat menghasilkan karbon dioksida dan alkohol. Produksi gas yang banyak dibandingkan



perubahan



dilakukannya fermentasi.



pH



yang



signifikan



merupakan



indikasi



Candida albicans dapat memfermentasikan



glukosa, maltosa dan galaktosa tetapi tidak terhadap sakarosa. Test Asimilasi. Percobaan ini dapat dilakukan untuk membedakan masingmasing spesies. Uji ini didasarkan pada kemampuan ragi untuk mengasimilasi senyawa organik. Candida parakrusei mengadakan asimilasi glukosa, galaktosa dan maltosa, sedangkan Candida krusei hanya mengasimilasikan glukosa.



Gambar 1. Pseudohifa pada tes mikroskopik



Gambar 2. Kultur Candida albicans pada Sabouroud Dextrose Agar



Gambar 3. Germ tube pada tes mikroskopis DIAGNOSIS BANDING 13 Dibawah



ini



merupakan



beberapa



diagnosa



banding



dari



kandidiasis



vulvovaginitis: a. Trichomoniasis Adalah penyakit infeksi saluran urogenital bagian bawah pada wanita maupun pria, dapat bersifat akut atau kronik. Disebabkan oleh Trichomonas vaginalis



dan



penularannya



biasanya



melalui



hubungan



seksual.



Trikomoniasis pada wanita yang diserang ialah dinding vagina, dapat bersifat akut maupun kronik. Pada kasus akut terlihat secret vagina seropurulen berwarna kekuningkuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi berwarna merah yang dikenal sebagai strawberry appearance dan disertai gejala dipareunia, perdarahan pascakoitus dan perdarahan intermenstrual. Bila secret banyak yang keluar dapat timbul irirtasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna. Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis. Bartholistis, skenitis



dan sistitis pada umumnya muncul tanpa keluhan. Pada kasus kronik gejala lebih ringan dan sekret tidak berbusa.



Gambar 4. Strawberry appearance pada trichomoniasis b. Bakterial Vaginosis: Merupakan suatu sindrom akibat pergantian Lactobacillus spp yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam kosentrasi tinggi. Gejala klinis yang bisa diperhatikan pada penyakit ini rasa gatal dan terbakar pada alat kelamin serta secret vagina berbau tidak enak.



Gambar : Sekret pada bakterial vaginosis



Diagnosis klinis kandidiasis vulvovaginitis dibuat berdasarkan keluhan penderita,



pemeriksaan



klinis,



pemeriksaan



laboratorium



berupa



pemeriksaan mikroskopik sediaan basah maupun gram dan pemeriksaan biakan jamur, selain itu juga pemeriksaan pH cairan vagina. Diagnosis banding dari kandidiasis vulvovaginitis adalah vaginosis bakterial dan trikomoniasis vaginalis. Ketiga peyebab vaginitis tersebut memiliki gejala klinis yang hampir sama, tetapi berbeda pada hasil pemeriksaan. Berikut merupakan tabel perbedaan ketiga penyebab vaginitis. Kondisi Kandidiasis



Tanda dan Gejala



Penemuan pada



Sekret yang



pemeriksaan Sekret kental, seperti



meningkat



susu pecah (curdy)



pH



Sediaan basah



4.5



Clue cells (>20%) Pergantian flora vagina Bau amis setelah penambahan KOH pada sediaan basah



Trikhomoniasis Sekret yang



Sekret kuning, berbusa



meningkat



dengan atau tanpa



(kuning,berbusa),



eritem pada vagina



bau menyengat



atua serviks.



(malodorous)



>4.5



Trikhomonad motil



Pruritus ,Disuria Kadang akan tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry appereance Tabel 1: Diagnosis Banding Diagnosis banding dari Kandidiasisis yaitu Vaginosis bakteri dan Trikhoomoniasis vaginalis. Ketiga peyebab vaginitis tersebut memiliki gejala klinis yang hampir sama, tetapi berbeda pada hasil pemeriksaan. PENATALAKSANAAN 13-16 Penatalaksanaan kandidiasis vulvovagina bertujuan untuk menyembuhkan seorang penderita dari penyakitnya dan mencegah infeksi berulang. a. Pemberian Obat Anti Jamur Pengobatan kandidiasis vulvovagina dapat dilakukan secara topikal maupun sistemik. Obat anti jamur tersedia dalam berbagai bentuk yaitu : krim, tablet vagina, suppositoria dan tablet oral. 1) Sistemik: Obat anti jamur sistemik terdiri dari golongan azoles merupakan agen fungistatik sintetik dengan aktiviti spektrum luas. Azoles menghambat enzim fungal sitokrom P450 3A (CYP3A) dan lanosin 14α-demetilase



yang diperlukan dalam proses konversi lanosterol ke ergosterol yaitu sterol utama dalam membrane sel jamur. Penurunan dari ergosterol mengubah komponen membran dari sel jamur seterusnya menghambat replikasi dari sel-sel tersebut. Azoles juga menghambat transformasi selsel ragi jamur kepada hifa. Obat-obat yang dapat diberikan adalah ketokonazol, itrakonazol dan flukonazol: - Ketokonazol 2x200 mg selama 5 hari - Itrakonazol 2x100 mg selama 3 hari atau 2x200 mg dosis tunggal - Flukonazol 150 mg dosis tunggal 2) Topikal: Obat-obat topical tersedia dalam bentuk krim, ointment, tablet vagina dan suppositoria diberikan secara intravaginal. Dosis dan cara pemberiannya adalah seperti berikut:  Butoconazole 2% kream, 5 grà 3 hr  Butoconazole 2% kream, 5 gr, aplikasi intravagina tunggal  Clotrimazole 1% kream, 5 gr à 7-14 hr  Clotrimazole 100 mg, vaginal tablet à 7 hr  Clotrimazole 100 mg, vaginal tablet, 2 tablet à 3 hr  Clotrimazole 500 mg, vaginal tablet, 1 tablet dalam aplikasi tunggal  Miconazole 100 mg, vaginal suppositoria, 1 suppositoria à 7 hr  Miconazole 200 mg, vaginal suppositoria, 1 suppositoria à 3 hr  Tioconazole 6,5% ointment, 5 gr, intravagina dalam aplikasi tunggal  Terconazole 0,4% kream, 5 gr, intravaginal à 7 hr  Terconazole 0,8% kream, 5 gr, intravaginal à 3 hr



 Terconazole 80 mg, vagina suppositoria, I suppositoria à 3 hr  Nistatin 100,000 unit, vaginal tablet, 1 tablet à 14 hr b. Pencegahan Usaha pencegahan terhadap timbulnya kandidiasis vagina meliputi penanggulangan faktor predisposisi dan penanggulangan sumber infeksi yang ada. Penanggulangan faktor predisposisi misalnya tidak menggunakan antibiotika atau steroid yang berlebihan, tidak menggunakan pakaian ketat, mengganti kontrasepsi pil atau AKDR dengan kontrasepsi lain yang sesuai, memperhatikan higiene. Penanggulangan sumber infeksi yaitu dengan mencari dan mengatasi sumber infeksi yang ada, baik dalam tubuhnya sendiri atau diluarnya.



BAB III KESIMPULAN Pada pasien ini didiiagnosis sebagai kandidiasis vulvovaginitis yang berdasarkan dari anamnesis dan gejala klinis yang mengarah pada kandidiasis vulvovaginitis. Namun, untuk penegakan pasti diagnosis kandidiasis vulvovaginitis diperlukan adanya pemeriksaan mikroskopis dengan pemeriksaan sediaan dengan KOH 10% untuk menemukan pseudohifa. Namun jika anamnesis dan gejala klinis mengarah ke kandidiasis vulvovaginitis namun dengan pemeriksaan KOH 10% tidak didapatkan pseudohifa maka perlu untuk dilakukan pemeriksaan kultur sekret



vagina. Untuk penatalaksanaan sendiri diberikan Fluconazole oral dan Miconazole vaginal supp.



DAFTAR PUSTAKA 1. Sarzuri BP, Reynold EM, Vaginal thrust. Pacena rev med fam 2007; 4(6): 121-7 2. Spence D. Vulvovaginal Candidiasis. National Center For Biology Information.2009.p.1. 3. Yan ZE. Vulvovaginal candidiasis. Clinical Prevention Services. 2012 4. Sobel, DJ. Vulvovaginal candidiasis. Lancet, 2007;369:1961-71. 5. Habif T, varicella zoozter. In: A Color Guide to Diagnosis and Therapy4 th edition. New York: McGraw-Hill;2009.p.440-2 6. Sobel DJ. Vaginitis. The New England Journal of medicine.1997;337:1896-903.



7. Wolf K, Johnson R.A. Genital Candidiasis. In Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2009. p.727-30. 8. Nabhan A. Vulvovaginal Candidiasis. ASJOG. 2006;3:73-9. 9. Babic M, Hukic M. Candida Albicans And Non Alcans Species As Etiological Agent Of Vaginitis In Pregnant And Non Pregnant Women. Bosnian Journal Of Basic Medical Sciences. 2010;10(1):89-97 10. Faraji R, Rahimi MA, Rezvanmadani F, Hashemi M. Prevalence Of Vaginal Candidiasis Infection In Diabetic Women. African Journal Of Microbiology Research. 2012;6(11):2773-8. 11. Rajkumar R, Radhakrishnan S, Seenivasan C, Kannan S. Culture and Identification of Candida Albicans From Vaginal Ulcer And Separation Of Enolase on SDS-PAGE. International Journal Of Biology. 2010;2(1):8493. 12. Neerja J, Aruna A, Paraamjet G. Significance of candida culture in women with vulvovaginal symptoms. J Obstet Gynecol India. 2006;56(2):139-41. 13. Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 6 (cetakan kedua 2011). FK UI. Jakarta p.383-388 14. Thomas P., Md. Habif, Thomas P. Habif By Mosby, Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th edition (October 27, 2003) p. 441-443 15. Linda O. Eckert.2006. Acute Vulvovaginitis. The New England Journal of medicine.p355:1244-52. http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp053720 16. H. P. Rang, M. M. Dale, J. M. Ritter, P. K. Moore. Antifungal drugs, Pharmacology Fifth Edition. Elsevier p 666-671