Karakteristik Perkembangan Bahasa Anak SD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN BAHASA ANAK SD Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat dipisahkan dari kegiatan saling berkomunikasi dan bentuk komunikasi manusia merupakan yang paling sempurna daripada binatang, karena manusia dapat melakukannya melalui berbagai sarana dan prasarana yang ada. Untuk berkomunikasi manusia memerlukan sautu media, terutama yaitu bahsa. Oleh karenanya setiap masyarakat mempunyai suatu media untuk berinteraksi dengan yang lainnya. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dengan orang lain, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambing atau symbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan dan mimik muka. Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa merupakan anugerah dari Allah SWT, yang dengannya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai mahluk berbudaya dan mengembangkan budayanya. Tiap individu dituntut untuk memiliki kemampuan menyatakan atau mengekspresikan pikirannya dan menangkap pemikiran orang lain melalui bahasa, sehingga komunikasi menjadi efektif. Anak-anak lebih dapat mengerti apa yang dikatakan orang lain daripada mengutarakan pikiran dan perasaan mereka dengan kata-kata. Semakin matang organ-organ yang berkaitan dengan proses berbicara seperti alat bicara dan pertumbuhan atau perkembangan otak, anak semakin jelas dalam mengutarakan kemauan, pikiran maupun perasaannya melalui ucapan atau bahasa. Hal itu tidak lepas ari pengaruh lingkungan, terutama orang tua atau keluarga. Anak yang selalu mendapat motivasi positif akan terpacu untuk mengembangkan potensi bicaranya. a. Unsur Dasar Bahasa Sebagai suatu alat komunikasi, bahasa memiliki seperangkat sistem yang satu sama lain saling mempengaruhi yaitu:  Fonologi, merupakan salah satu bagian dari tata bahasa yang mempelajari bunyibunyi bahasa pada umumnya. Fonologi mempelajari fungsi dari sistem pembeda bunyi dalam suatu bahasa, mancoba menetapkan aturan-aturan untuk menentukan dan membedakan fonem satu dengan yang lain dan begaimana ia dapat berfunngsi didalam sistematika bahasa, sehingga komunikasi dapat menjadi lebih efektif.  Morfologi ialah ilmu yang membicarakan morfem serta bagaimana morfem itu dibentuk menjadi kata. Morfem yaitu unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.  Sintaksis yaitu penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat aturan SPO atau subjek-predikat-objek. Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa Belanda dan Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata kerja selalu menjadi kata kedua dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa Inggris yang memperbolehkan kata kerja diletakan bukan pada urutan kedua dalam suatu kalimat.  Semantik ialah studi yang mempelajari arti dan makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suatu kalimat.  Diskurs mengkaji bahasa pada tahap percakapan, paragraf, bab, cerita atau literatur. Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 – 5 bulan. Orang tua yang bijak selalu membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari yang sederhana sampai anak memiliki keterampilan berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa. Oleh karena itu



bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua membimbing anaknya. Fungsi bahasa manusia antara lain untuk mengekspresikan perasaan, merupakan kalimat spontan yang terucap tanpa ada tujuan apapun dan kepada siapapun, untuk mempengaruhi orang lain, merupakan kalimat batau isyarat yang dapat menyebabkan orang lain terpengaruh, dan untuk menyampaikan informasi, merupakan kalimat untuk menyampaikan informasi atau pemberitahuan kepada orang lain. Sebelum dapat berbicara lancar, ada tahapan yang biasa dilalui seseorang, antara lain : 1. Menangis, merupakan cara yang biasa dilakukan oleh bayi untuk berkomunikasi dan melakukan hubungan sosial dengan lingkungannya. 2. Berceloteh, dilakukan oleh anak sebelum usia 2 tahun. 3. Holofrase, dilakukan oleh anak setelah usia 2 tahun sampai menjelang sekolah. 4. Mengobrol, disebut juga social speech merupakan bentuk berbicara yang mempunyai makna social, bertujuan agar pembicaraannya didengar dan dimengerti oleh orang lain. Potensi anak berbicara didukung oleh beberapa hal. Yaitu: (a) kematangan alat berbicara, (b) kesiapan mental, (c) adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak, (d) kesempatan berlatih, (e) motivasi untuk belajar dan berlatih dan (f) bimbingan dari orang tua. Di samping adanya berbagai dukungan tersebut juga terdapat gangguan perkembangan berbicara bagi anak, yaitu: (a) anak cengeng, (b) anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain. Sedangkan Faktor-faktor yang Memeacu Anak Cepat Berbicara ialah Keluarga yang paling utama, Media Elektronik dan Sekolah b. Bahasa Lisan Ada dua ragam komunikasi yang digunakan manusia melalui bahasa, yaitu ragam bahasa lisan dan ragam tulisan. Sebagaimana diungkapkan oleh Moeliono (Ed.), bahwa ragam bahasa menurut sarananya lazim dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan (1988: 6). Dalam penggunaannya, kedua ragam ini pada umumnya berbeda. Penggunaan ragam bahasa lisan mempunyai keuntungan, yaitu karena bahasa ragam lisan digunakan dengan hadirnya peserta bicara, maka apa yang mungkin tidak jelas dalam pembicaraan dapat dibantu dengan keadaan atau dapat langsung ditanyakan kepada pembicara. Hal ini menunjukan bahwa peranan penggunaan bahasa ragam lisan itu penting. Berkaitan dengan ini, Pateda (1987: 63) menyebutkan bahwa ada empat alasan mengapa bahasa lisan itu penting dalam komunikasi, yaitu: 1. faktor kejelasan, karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerakanggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakannya. 2. faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakan 3. dapat disesuaikan dengan situasi, artinya meskipun gelap orang masih bisa berkomunikasi, dan 4. faktor efisiensi, karena dengan bahasa lisan banyak yang dapat diungkapkan dalam waktu yang relatif singkat dan tenaga yang sedikit. Sebaliknya, berbeda halnya dengan penggunaan ragam bahasa tulisan. Apa yang tidak jelas dalam bahasa tulisan tidak dapat ditolong oleh situasi seperti bahasa lisan. Dalam bahasa lisan, apabila terjadi kesalahan, pada saat itu pula dapat dikoreksi, sedangkan dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar. C. Penggunaan Bahasa Ragam Lisan Berbicara tentang penggunaan bahasa, tentunya tidak terlepas dari penutur-penutur bahasa itu atau orang yang menggunakan bahasa dalam kehidupan bermasyarakat. Penutur-penutur bahasa itu, dalam proses sosialisasinya dapat berfungsi sebagai pembicara, penulis, pembaca dan pendengar atau penyimak. Penyimak dan pembaca dalam hal proses berbahasa ini berfungsi sebagai penerima, sedangkan pembicara dan penulis berfungsi sebagai orang yang memproduksikan (menghasilkan) bahasa. Komunikasi di antara pembicara dan pendengar atau penulis dengan pembaca dapat berjalan lancar, apabila di antara kedua belah pihak terdapat dalam masyarakat bahasa yang sama. Dengan demikian, setiap bahasa memiliki seperangkat sistem, yaitu sistem bunyi bahasa, sistem gramatikal (tata bentuk kata, tata bentuk kalimat), tata makna, dan kosa kata. Perangkat sistem ini ada dalam benak penutur. Saussure memberinya istilah dengan



langue, yaitu totalitas dari sekumpulan fakta satu bahasa. Ini sebagai satu gudang segala fakta kebahasaan yang ada pada setiap orang. Istilah competence (kompetensi) diartikan sebagai “… the speaker hearers knowledge of his language …” (Aiwasilah, 1985: 4). Langue adalah sesuatu yang ada pada setiap individu, sama bagi semuanya dan berbeda di luar kemauan penyampainya. Langue adalah suatu sistem yang memiliki susunan sendiri. Langue merupakan norma dari segala pengungkapan bahasa. Berbeda halnya dengan penggunaan bahasa, karena penggunaan bahasa bersifat heterogen. Konsep penggunaan bahasa itu didasari teori Sassure, yaitu diistilahkan dengan parole. Parole adalah bahasa sebagaimana ia dipakai karena itu sangat bergantung pada faktor-faktor linguistik ekstern (Sassure dan Rahayu, 1988: 88). Kaitannya dengan penelitian ini penggunaan bahasa yang dimaksud adalah parole. D. Pelafalan (Pengucapan) Masyarakat Indonesia terdiri dari beratus-ratus suku, dan masing-masing suku memiliki bahasa daerah. Bahasa daerah tersebut dipergunakan oleh bangsa (masyarakat) Indonesia sebagai sarana komunikasi antar suku, dan juga dipergunakan di lingkunagn keluarga. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau bahasa daerah tersebut sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Keadaan seperti ini akan berpengaruh terhadap pemakaian bahasa Indonesia. Pengaruh tersebut beragam. Ada pengaruh lafal, ada pengaruh bentuk kata, ada pengaruh makna kata, ada juga pengaruh struktur kalimat. Lagi pula agaknya pengaruh-pengaruh tersebut sulit untuk dihindari dengan sepenuhnya. Seperti dikatakan oleh Badudu (1985: 12) bahwa tidak seorang pun yang dapat melepaskan diri dari pengaruh itu seratus persen. Lebih lanjut dikatakannya, yang mungkin adalah bahwa pengaruh ini sangat sedikit, sehingga sukar kita menerka dari suku manakah orang yang bertutur itu berasal. E. Ragam Bahasa Lisan yang Digunakan Anak-anak Dwibahasawan di SD Denggunaan bahasa Indonesia lisan dalam situasi formal atau resmi hendaknya digunakan ragam bahasa baku. Demikian juga, dalam proses belajar mengajar di kelas, karena dituntut penggunaan bahasa yang cermat terutama terkait dengan keperluan keilmuan, maka hendaknya menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Namun, tidak dapat disangkal bahwa seseorang (dwibahasawan) akan mengalihkan atau mencampurkan bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan pada saat komunikasi sedang berlangsung. Hal ini dapat terjadi karena berbagai alasan. Alasan-alasan itu, antara lain agar pembicaraan dapat berlangsung komunikatif, untuk menunjukan status sosialnya, dan kesulitan mencari padanan kata. Senada dengan hal ini, Grosjean (1982: 149) menjelaskan, bahwa kegiatan beralih bahasa (kode) terjadi manakala dwibahasawan kekurangan fasilitas pada suatu bahasa pada saat dwibahasawan itu mengemukakan suatu topik. Alih kode juga terjadi sewaktu dwibahasawan menemukan kata yang sulit diungkapkannya tidak ada padanan yang tepat. Selanjutnya alih kode sering terjadi ketika dwibahasawan sedang dalam keadaan lelah, atau sedang marah. Berdasarkan deskripsi dan hasil analisis data ditemukan pergantian bahasa dalam ujian lisan anak-anak dwibahasawan ketika berinteraksi atau mengikuti pelajaran di kelas, yaitu pergantian penggunaan ragam baku keragam tidak baku atau sebaliknya. Pergantian ragam baku ke ragam tidak baku terjadi apabila interaksi terjadi antar anakanak atau antara anak dan guru yang sebahasa ibu. Adapun faktor lain yang menyebabkan timbulnya peralihan bahasa (kode) tersebut disebabkan oleh kesulitan mencari padanan kata dan faktor situasi yang melingkupinya. Faktor-faktor situasional ini terjadi pada anak-anak dwibahasawan, khususnya ketika proses belajar-mengajar berlangsung, sementara mereka mengalami berbagai kendala. Wujud kendala itu adalah berupa kesulitan-kesulitan tertentu, seperti pada saat merespon atau memahami materi pelajaran. Di samping itu, situasi kelas yang ramai, ribut, penat dan panas (jam pelajaran terakhir), maka mereka beralih bahasa (kode) ketika menyampaikan ujarannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Suwito (1983: 149), bahwa ada kalanya terjadi kesenjangan penutur dengan situasinya. Pemakaian bahasa yang demikian biasanya tidak disadari dimaksudkan untuk mengubah situasi tertentu menjadi yang lain. Oleh karena itu, wajarlah apabila dalam ujaran anak-anak dwibahasawan SD terdapat ragam tidak baku ketika mengungkapkan kembali isi/materi pelajaran di kelas.



F. Fungsi Bahasa yang Digunakan Anak-anak Dwibahasawan SD Fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai alat komunikasi. Dalam hal ini berbagai penjelasan mengenai fungsi bahasa telah dapat dikemukakan para ahli bahasa. Bebereapa pakar memberikan penjelasan mengenai fungsi bahasa dilihat dari cara pandang masingmasing. Akan tetapi, penjelasan mengenai fungsi bahasa tersebut secara keseluruhan memiliki banyak persamaan. Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, secara konstekstual bahasa yang digunakan anak-anak dwibahasawan berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau interaksiona, merupakan alat untuk diri atau personal, alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan atau heuristik, dan untuk menyatakan imajinasi dan khayal. Selanjutnya, dilihat dari struktur kalimatnya penggunaan bahasa lisan anak-anak dwibahasawan berfungsi untuk menyatakan perasaan atau ekspresi, bertanya, meminta suatu pendapat, tanggapan atau jawaban, untuk menjelaskan informasi atau materi pelajaran, dan memberi atau membuat contoh. Fungsi untuk menyatakan perasaan atau ekspresi dalam ujaran anak-anak dwibahasawan, antara lain ditandai oleh adanya rasa gembira, senang, kagum, atau kecewa. Ungkapan ini dapat tergambar pada kalimat (a) Aku sangat senang pergi bersama-sama keluarga, (b) Aduh, senagnya pengalaman waktu libur, dan (c) Pada saat aku mengamati gambar tugu monas aku heran melihat bangunan yang amat tinggi. Fungsi untuk menjelaskan informasi atau materi pelajaran ini terkait secara kontekstual. Ungkapan-ungkapan tersebut dapat tergambar pada kalimat (a) Paman Mus pergi bertransmigrasi karena Gunung Galunggung meletus. Sekarang masa depan Paman dan keluarganya terjamin, (b) Rumah Wangi terbakar karena ledakan kompor tetangganya, dan (c) Keamanan di Desa Pak Thomas sangat terganggu. Ayam di kandang hilang tanpa suara. Begitu pila kambing dan ternak lainnya. Akhir-akhir ini malingnya berani mencongkel jendela rumah Pak Lurah. Untung cepat diketahui, tapi maling itu melarikan diri. Berkaitan dengan fungsi ‘untuk menjelaskan informasi atau materi pelajaran’, fungsi ‘memberi atau membuat contoh’ pun berkaitan dengan topik dan situasi pembicaraan. Fungsi tersebut dapat digambarkan melalui kalimat (a) Ada anjungan dari berbagai daerah di Indonesia, Pak, (b) Kita mengadakan upacara di sekolah, di desa, di kecamatan, (c) Saya Pak, ada Burung Pipit, Kutilang, Bangau, dan (d) Saya Pak, perlombaan panjat pinang, lari karung, tarik tambang, baca puisi. Fungsi ‘bertanya, meminta suatu pendapat, tanggapan, atau jawaban’ juga terjadi karena terikat oleh konteks pembicaraan. Pembicaraan tersebut berlangsung di kelas, ketika proses belajar-mengajar berlangsung antara murid dan guru. Hal ini dapat dilihat pada contoh-contoh kalimat (1) Judulnya liburan, Pak?, (2) Judulnya apa, Pak?, (3) Pahlawan juga, ya, Pak?, (4) Judulnya Ronda Malam, ya Bu?, (5) Di buku halaman berapa, Pak?, dan (6) Yang mana, Bu?… Melihat kontek ujaran anak-anak dwibahasawan di atas, pada dasarnya masih terkait dengan fungsi-fungsi yang lain. Hal ini disebabkan oleh faktor materi pelajaran yang disampaikan di sekolah. Materi pelajaran bahasa Indonesia yang disajikan kepada murid pada umumnya berhubungan dengan masalah sosial, kebudayaan, ekonomi, pertanian, dan alam sekitar. Untuk itu, fungsi lain yang berkaitan, antara lain bahwa bahasa dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat. Bahasa dan kebudayaan ini mengemban fungsi kebudayaan. Fungsi kebudayaan itu mencakup fungsi bahasa sebagai (1) sarana pengembangan kebudayaan, (2) jalur penerus kebudayaan, dan (3) inventaris ciri-ciri kebudayaan. Dalam konteks itu, bahasa merupakan unsur kebudayaan yang memungkinkan pengembangan dan perkembangan kebudayaan. Apabila dikaitkan dengan pengajaran bahasa Indonesia, tampak jelas bahwa pengajaran bahasa Indonesia itu dimaksudkan untuk membuat anak didik mampu mengintegrasikan diri dalam masyarakat Indonesia. Dengan berbahasa Indonesia diharapkan anak didik menjadi bagian utuh dari bangsa Indonesia. Sekaitan dengan itu, bahasa Indonesia adalah bahasa yang membuka jalan bagi kita menjadi anggota yang seutuhnya dari bangsa Indonesia. Oleh karena itu sangat penting bagi lembaga pendidikan di sekolah dasar untuk memasyarakatkan bahasa Indonesia kepada anak-anak. Setidaknya terdapat tiga teori utama yang menjelaskan tentang perolehan dan



perkembangan bahasa pada anak-anak, yaitu: 1. Model Behaviors Inti pandangan model ini ialah Language is a function of reinfoercement. Orang tua dan guru mengajar anak berbicara dengan memberikan penguatan sebagai prinsip pendekatan behaviorist terhadap tingkah laku verbal, dengan pemberian penguatan ini anak belajar memberi nama pada benda-benda secara tepat sehingga anak mengetahui arti kata-kata itu. Hal ini dapat terjadi karena setiap kali anak berbuat suatu kesalahan akan segera dikoreksi oleh guru dan juga orang tuanya atau masyarakat verbal lainnya melalui penguatan yang selektif. Penguasaan gramatika juga terjadi dengan cara yang sama, tetapi bagaimana anak dapat tahu arti kata-kata? Menurut teori ini anak-anak mula-mula merupakan tabula rasa. Kata-kata yang didengarnya disimpan di dalam ingatan melalui asosiasi. Kemudian dalam observasinya sehari-hari terhadap lingkungan, ia melihat adanya suatu hubungan antara entry (kombinasi antara objek dengan person) dengan suatu aksi tertentu. Lama-lama terjadi asosiasi yang kuat antara keduanya dan asosiasi tersebut disimpannya dalam ingatan (memory). Makin banyak asosiasi yang terjadi dan disimpan dalam ingatannya. 2. Model Linguistik Menurut Chomsky, anak-anak dilahirkan dengan dilengkapi dengan kemampuan untuk berbahasa. Melalui kontak dengan lingkungan sosial, kemampuan bahasa tersebut akan tampak dalam perilaku berbahasa. Dari sudut pandang ini bahasa adalah suatu kemampuan yang khas yang dimiliki manusia. 3. Model Kognitif. Kelompok ini diwakili oleh Piaget, Bruner, dan Vigotsky (Mar’at, 2001:86). Model ke tiga ini adalah pandangan terbaru mengenai perolehan bahasa pada anak. Pandangannya disebut dengan model proses atau analisis strategi. Inti dari pendekatan baru ini adalah suatu model kognitif untuk bahasa yang mencoba menjelaskan bagaimana bahasa itu diproses secara kognitif dan bagaimana manifestasinya dalam tingkah laku. Model ini berusaha menghubungkan segi performance dengan segi competence, hal mana belum diungkapkan hubungannya oleh kedua pendekatan tersebut. G. Aspek-aspek Berbahasa Anak Setidaknya terdapat empat aspek dalam berbahasa (Marat, 2010), keempat aspek tersebut dipaparkan sebagai berikut: 1. Kemampuan menggunakan bahasa untuk meyakinkan orang lain agar mau melakukan sesuatu . aspek ini seperti yang dimiliki oleh para pemimpin dan politikus. 2. Potensi yang membantu mengingat atau menghafal, yaitu adanya kapasitas untuk menggunakan alat bantu mengingat informasi, member jarak dan suatu urutan menjadi aturan permainan atau dari suatu perintah menjadi prosedur meggerakkan sesuatu, misalnya mesin. 3. Penjelasan, yaitu menjelaskan secara oral, membuat syair, mengumpulkan pepatah atau peribahasa dan penjelasan singkat kemudian meningkat sampai pada menggunakan kata-kata untuk menyusun sebuah tulisan. 4. Berbahasa untuk menjelaskan bahasa itu sendiri, kemampuan menggunakan bahasa untuk merefleksikan bahasa itu sendiri dan menggunakan analisa metalinguistik. Ini tampak pada anak saat bertanya, “maksudmu yang mana, yang merah atau yang abuabu?”, ini dikatakan oleh anak dalam rangka mengarahkan anak lain untuk kembali merefleksikan apa yang sudah dikatakan. Aspek bahasa lainnya adalah semantic (arti kata) dan pragmatis (memandang sesuai keinginannya), yaitu dapat memanfaatkan dengan baik mekanisme pemrosesan informasi secara lebih luas, dikaitkan dengan organ bicara. Maraat (2001) menjelaskan beberapa pendekatan yang dipandang bermanfaat bagi perkembangan bahasa anak, pendekatan tersebut adalah: 1. Menggunakan pendekatan informal 2. Memfokuskan diri pada maksud pembicara 3. Harapan dan keberhasilan 4. Bercirikan kreativitas 5. Menghargai keberhasila



PRINSIP – PRINSIP PENDIDIKAN DI SD PRINSIP – PRINSIP PENDIDIKAN DI SD



1. Salah satu titik lemah budaya pendidikan di sekolah kita selama ini bahwa titik sentral pendidikan adalah bukan siswa , melainkan guru , bahkan selama 32 tahun titik sentralnya adalah pemerintah dengan berbagai aturan . Titik lemah ini secara konsepsional dapat diubah bilamana perkembangan siswa dijadikan sebagai tujuan pembelajaran . 2. Proses pembelajaran di SD harus bersifat terpadu dengan perkembangan siswa , baik perkembangan fisik , kognitif , sosial, moral maupun emosional . 3. Dari aspek keterpaduan perkembangan dan belajar , ada dua prinsip pendidikan , yaitu : (a) guru sekolah dasar harus selalu peduli dan memahami anak sebagai keseluruhan ; dan (b) kurikulum dan proses pembelajaran di SD harus bersifat terpadu. 4. Aspek keterpaduan di atas meliputi tiga sub – aspek yaitu : (a) aspek perkembangan fisik , (b) aspek perkembangan kognitif , dan (c) aspek perkembangan sosio – emosional dan moral . Setiap aspek itu memiliki prinsip oprasional yang tersendiri .



TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN SD TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN SD



1. Tujuan pendidikan merupakan gambaran kondisi akhir atau nilai – nilai yang ingin di capai dari suatu proses pendidikan . Setiap tujuan pendidikan memiliki dua fungsi , yaitu (a) menggambarkan tentang kondisi akhir yang ingin dicapai, dan (b) memberikan arah dan cara bagi semua usaha atau proses yang dilakukan . 2. Tujuan pendidikan SD harus selalu mengacu pada tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan dasar serta memperhatikan tahap dan karakteristik perkembangan



siswa, kesesuaiannya dengan lingkungan dan kebutuhan pembangunan daerah , arah pembangunan nasional serta memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kehidupan umat manusia secara global. 3. Tujuan pendidikan di SD mencakup pembentukan dasar kepribadian siswa sebagai manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan tingkat perkembangan dirinya . 4. Secara oprasional pendidikan SD , dinyatakan di dalam Kurikulum Pendidikan Dasar, yaitu memberi bekal kemampuan dasar membaca , menulis dan berhitung , pengetahuan dan keterampilan dasaar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya , serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP. 5. Fungsi yang sangat mendasar dan menonjol dari pendidikan SD adalah fungsi edukatif , daripada fungsi pengajaran , di mana upaya bimbingan dan pembelajaran di orientasikan pada pembentukan landasan kepribadian yang kuat .



DEFINISI PENDIDIKAN DEFINISI PENDIDIKAN



1. Walaupun definisi pendidikan yang dikemukakan para ahli sangat beragam , namun untuk keperluan aplikasi , Anda tetap perlu memiliki pegangan tertentu yang cukup mantap. Salah satu pandangan yang tetap mantap tentang pendidikan hingga sekarang adalah pandangan perkembangan . 2. Oleh karena setiap pendidik (guru) selalu berhadapan dengan individu yang tengah berkembang maka pendidikan dapat dipandang sebagai proses membantu peserta didik untuk mencapai tingkat perkembangan yang optimal dalam seluruh aspek kepribadiannya sesuai dengan potensi yang dimiliki dan sistem nilai yang berlaku di lingkungan sosial – budaya di mana dia hidup.



3. Pendidikan bukanlah proses memaksakan kehendak orang dewasa ( guru ) kepada peserta didik , melainkan upaya menciptakan kondisi yang kondusif bagi optimalisasi perkembangan anak. 4. Pendidikan di SD dapat didefinisikan sebagai proses pengembangan kemampuan yang paling mendasar setiap siswa , di mana tiap siswa belajar secara aktif karena adanya dorongan dalam diri dan adanya suasana yang memberikan kemudahan ( kondusif ) bagi perkembangan dirinya secara optimal . 5. Pendidikan di SD bukan hanya diorientasikan pada memberi bekal kemampuan membaca , menulis dan berhitung , melainkan pada penyiapan intelektual, sosial , dan personal siswa secara optimal untuk belajar secara aktif mengembangkan dirinya sebagai pribadi , sebagai anggota masarakat , sebagai warga negara , dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.



PENDEKATAN PEMBELAJARAN HOLISTIK DAN KONSTRUKTIVISME PENDEKATAN PEMBELAJARAN HOLISTIK DAN KONSTRUKTIVISME



Peran guru dakam proses membelajarkan siswa semakin penting karena di masa depan guru tidak lagi merupakan sumber informasi atau penyampaian pengetahuan kepada siswa melainkan lebih merupakan fasilitator yang mempermudah siswa belajar. Cara – cara mengajar konvensional, sudah selayaknya untuk diperbarui dan dikembangkan. Di sinilah pentingnya pemahaman guru terhadap berbagai pendekatan dalam pembelajaran. Dalam pendekatan holistik atau terpadu, suatu objek akan terlihat maknanya apabila diamati secara menyeluruh, bukan terpisah – pisah. Pendekatan ini merupakan aplikasi teori dari psikologi Gestalt. Dalam pendekatan pembelajaran, aplikasi teori Gestalt dapat dilihat, seperti berikut. 1. Pengalaman insight. 2. Ppembelajaran yang bermakna. 3. Prilaku bertujuan. 4. Prinsip ruang hidup. 5. Transfer dalam pembelajaran. Selanjutnya, untuk dapat memperlihatkan proses belajar sebagai proses yang terpadu, ada 9 hal yang perlu diperhatikan. Pertama, pembelajaran berfungsi secara penuh untuk membantu perkembangan individu seutuhnya. Kedua,



pembelajaran merupakan aktivitas belajar siswa untuk memperoleh pengalaman yang menempatkan siswa sebagai pusat. Ketiga, pembelajaran diarahkan untuk memberikan ruang gerak siswa secara aktif dan intensif. Keempat, pembelajaran harus menjamin setiap siswa pada posisi yang baik dalam suasana kebersamaan untuk menyelesaikan proses yang dihadapi. Kelima, pembelajaran sebagai prosesterpadu mendorong siswa untuk terus – menerus belajar. Keenam, belajar secara terpadu memberikan kemungkinan yang luas agar siswa belajar dengan irama dan gayanya masing – masing, tentunya dengan standard – standard yang ditetapkan sendiri – sendiri. Ketujuh, pembelajaran secara terpadu dapat berfungsi dan berperan secara efektif yang menciptakan lingkungan belajar yang melihat berbagai aspek. Kedelapan, pembelajaran terpadu memungkinkan agar pembelajaran bidang studi tidak harus secara terpisah. Kesembilan, pembelajaran terpadu memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan keluarga. Pada pendekatan konstruktivisme, individu membentuk sendiri pengetahuan yang dipelajarinya. Menurut Von Glaserfeld, pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang sudah mempunyai pengetahuan (dalam hal ini adalah guru) kepada pikiran orang yang belum memiliki pengetahuan itu (siswa). Siswalah yang menginterprestasikan serta mengonstruksikan pemindahan pengetahuan tersebut berdasarkan pengalaman yang mereka miliki masing – masing. Konstruktivisme dibedakan atas 3 level yaitu: konstruktivisme radikal, realisme hipotesis, dan konstrutivisme yang biasa (jika dikaitkan dengan hubungan antara dan kenyataan). Selain itu, pandangan konstruktivisme juga menghendaki guru untuk menerapkan pendekatan mengajar yang berpusat pada siswa (student – centered approach). Beberapa hal yang diperlukan menyokong pendekatan berorientasi pada anak/siswa. Pertama, orientasi mengajar tidak hanya untuk pencapaian prestasi akademik. Kedua, topik – topik yang dipelajari dapat berdasarkan pengalaman anak yang relevan. Ketiga, metodemengajar harus berorientasi pada anak dengan sifat yang menyenangkan. Keempat, kesempatan anak untuk bermain dan bekerja sama dengan orang lain mendapat prioritas. Kelima, bahan pembelajaran dapat diambil dari bahan yang konkret. Keenam, penilaian tidak hanya terbatas pada aspek kognitif semata. Ketujuh, keenam hal terdahulu membawa implikasi bagi guru yang harus menampilkan diri sebagai guru dalam proses pembelajaran, dan bukan hanya sekadar mentransformasikan pengetahuan kepada siswa.



PERAN KECERDASAN INTELEKTUAL DAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA ANAK SD PERAN KECERDASAN INTELEKTUAL DAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA ANAK SD



Keberhasilan hidup manusia tidak hanya ditentukan oleh bagaimana tingkat kecerdasan intelektualnya. Sepandai – pandainya manusia, jika tidak ditunjang dengan sikap dan kepribadian yang memadai juga tidak akan mencerminkan individu yang sehat dan matang. Mengingat begitu banyaknya tantangan yang akan dihadapi anak dalam kehidupannya kelak maka orang tua maupun guru perlu memberikan bimbingan dan pengarahan untuk mencerdaskan kemampuan dan emosinya. Melalui struktur intelek dari Guilford, dapat disadari bahwa aktivitas mental manusia, meliputi interaksi dari proses, isi dan produk. Yang masing – masing memiliki unsur – unsur tersendiri karena berdasarkan penggambaran struktur



intelek Guilford tersebut akan diperoleh 120 aktivitas mental manusia. Dari penggambaran struktur intelek Guilford ini, orang tua maupun guru diharapkan dapat memberikan rangsangan yang optimal untuk unsur – unsur yang terdapat dalam seluruh aktivitas mental manusia. Di samping itu, orang tua dan guru juga berperan besar dalam mengembangkan kemampuan emosinya. Bagaimana hidup dengan emosi yang sehat dan seberapa besar peran emosi yang sehat dalam kehidupan dan keberhasilan pendidikan seorang anak tidaklah diragukan lagi. Dalam dunia pendidikan kadang kala dijumpai siswa yang berkemampuan kurang atau siswa yang berkemampun sangat baik. Mereka yang memiliki kecerdasan jauh di bawah atau jauh di atas rata – rata kebanyakan siswa ini dikenal dengan siswa yang memiliki kecerdasan ekstrem. Tampaknya hal ini perlu dikenal dan dipahami oleh guru, khususnya. Guru haruslah memberikan rangsangan yang sesuai dengan yang dibutuhkan anak.



BAKAT DAN KREATIVITAS ANAK SD BAKAT DAN KREATIVITAS ANAK SD



Bakat merupakan suatu kemampuan bawaan yang masih perlu dikembangkan dan dilatih karena tanpa latihan dan pengembangan maka bakat tidak akan terwujd. Lingkungan anak, seperti orang tua, guru dan pergaulan dengan teman sebaya atau sepermainan dapat berpengaruh terhadap terwujud atau tidaknya bakat seorang anak. Tercakup di dalamnya adalah dorongan dan kesempatan yang diberikan orang tuanya lengkap dengan sarana dan prasaranya maupun tempat tinggal anak. Selain itu, juga lingkungan sekolah, seperti sikap guru, kelengkapan sekolah, dll. Ada berbagai macam definisi mengenai kreativitas, namun tidak ada satu definisi pun yang dapat diterima secara universal karena demikian kompleksnya konsep kreativitas. Pengertian tentang kreativitas dapat dilihat dari belahan otak manusia yang masing – masing berkaitan dengan kemampuan tertentu dalam diri seseorang. Pengertian kreativitas juga dapat dilihat dari segi oprasionalnya, yang mencakup kelancaran, keluwesan, orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk memerinci. Kreativitas juga dapat dilihat dari konsep 4P yaitu pribadi, pendorong, proses dan produk. Kreativitas sebagai pribadi menunjukkan bahwa kreativitas dimiliki setiap orang. Sebagai pendorong, kreativitas diartikan sebagai seberapa besar lingkungan dapat memberikan andil dalam memberikan rangsangan. Proses menunjukkan pada bagaimana suatu hasil dapat dinikmati. Produk menunjukkan bahwa setiap hasil kreatif dapat dinikmati dan bermakna. Kaitan kreativitas dengan kemampuan intelektual memang sudah menjadi perhatian para pakar sejak dulu. Teori ambang inteligensia menunjukkan bahwa sampai seputar IQ 120,ternyata ada hubungan antara intelligensia dan kreativitas. Kemampuan berpikir divergen menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kemampuan berpikir konvergen. Selain itu yang perlu diingat adalah kreativitas diperoleh dari pengetahuan atau pengalaman hidup.



IMPLIKASI TEORI – TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN



IMPLIKASI TEORI – TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN



Proses pembelajaran yang berpegang teguh pada prinsip dan pemahaman teori behaviorisme menekankan pentingnya ketrampilan dan pengetahuan akademik maupun perilaku sosial sebagai hasil belajar. Pendekatan ini lebih menekankan pada penguasaan secara tuntas (mastery) terhadap apa – apa yang dipelajari. Pandangan kalangan humanisme tentang proses belajar mengimplikasikan perlunya penataan peran guru/tenaga kependidikan dan prioritas pendidikan. Menurut pandangan ini guru / tenaga kependidikan berperan sebagai fasilitator daripada sebagai pengajar belaka. Guru/tenaga kependidikan sebaiknya bukan lagi sebagai pusat proses pembelajaran, tetapi yang terpenting adalah memfasilitasi tumbuhnya motivasi belajar secara intrinsik pada diri peserta didik. Kebutuhan peserta didik harus menjadi bahan pertimbangan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Dari aliran psikologi kognitif, teori Piaget tampak lebih bnyak digunakan dalam praktik pendidikan atau proses pembelajaran meskipun teori ini bukanlah teori mengajar. Menrut teori kognitif adalah benar bahwa belajar tidak harus berpusat pada guru/tenaga kependidikan, tetapi anak harus lebih aktif. Oleh karenanya, peserta didik harus dibimbing agar aktif menemukan sesuatu yang dipelajarinya. Konsekuensinya materi yang dipelajari harus menarik minat belajar peserta didik dan menantang sehingga mereka asyik dan terlibat dalam proses pembelajaran. Sedikitnya ada empat aplikasi dari teori belajar Ausubel yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Pertama, advance organizer yang banyak diterjemahkan sebagai pengatur awal (Dahar, 1996), dan entry behavior pengetahuan siap (Abin Syamsuddin, 1999). Kedua, diferensiasi progresif yang menentukan proses pembelajaran yang berlangsung dari umum ke khusus. Ketiga, superordinat yang merupakan pengenalan terhadap konsep – konsep yang telah dipelajari sebelumnya sebagai unsur – unsur dari suatu konsep yang lebih luas. Keempat, penyesuaian interaktif yang merupakan upaya untuk mengatasi dan mengurangi terjadinya pertentangan kognitif dalam proses



TEORI – TEORI BELAJAR TEORI – TEORI BELAJAR Perilaku menurut teori behaviorisme ialah hal – hal yang berubah dan dapat diamati. Perilaku terbentuk dengan adanya ikatan asosiatif antara stimulus dan respons (S-R). Manusia berprilaku pada dasarnya mencari kesenangan yang sekaligus menghindari hal – hal yang menyakitkan, dan perilaku pada dasarnya ditentukan oleh lingkungan sesuai dengan pola stimulus respons yang terjadi. Proses belajar terjadi dengan adanya 3 komponen pokok, yaitu stimulus, respons, dan akibat. Stimulus adalah sesuatu yang datang dari lingkungan yang dapat membangkitkan respons individu. Respons menimbulkan perilaku jawaban atas stimulus. Sedangkan akibat adalah sesuatu yang terjadi setelah individu merespons baik yang bersifat positif maupun negatif. Teori belajar Humanisme memandang bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor internal dirinya dan bukan oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuan. Menurut teori belajar humanisme, aktualisasi diri merupakan puncak perkembangan individu. Kebermaknaan perwujudan dirinya itu bahkan bukan saja



dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya. Teori belajar humanisme ini yakin bahwa motivasi belajar harus datang dari dalam diri individu. Para teoriwan belajar kognitif berpandangan bahwa proses belajar pada manusia melibatkan proses pengenalan yang bersifat kognitif. Menurut mereka, cara belajar orang dewasa berbeda dengan cara belajar anak. Proses belajar orang dewasa melibatkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses belajar anak. Konsep ialah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek – objek, kejadian – kejadian, kegiatan – kegiatan atau hubungan – hubungan yang mempunyai atribut – atribut yang sama (Croser, 1984). Flavell (1970) mengemukakan tujuh dimensi konsep yaitu (1) atribut, (2) struktur, (3) keabstrakan, (4) keinklusifan, (5) generalitas/keumumam, (6) ketepatan, dan (7) kekuatan atau power. Tingkatan – tingkatan konsep terdiri atau (1)



PENGARUH SEKOLAH PADA KEPRIBADIAN PENGARUH SEKOLAH PADA KEPRIBADIAN



Saat ini begitu banyak siswa yang tampaknya kurang termotivasi untuk sekolah. Hal ini memang lebih banyak dijumpai pada siswa remaja. Namun, agar penyakit ini tidak menular ke siswa SD maka diperlukan usaha yang maksimal untuk menciptakan lingkungan belajar yang dapat memotivasi siswanya. Pada dasarnya ada dua macam motivasi yang dapat menentukan keberhasilan seseorang, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Di antara keduanya motivasi intrinsik merupakan motivasi yang terpenting dalam diri seseorang, dan motivasi inilah yang diharapkan lebih ditingkatkan dalam diri individu, Hal ini dapat dimengerti karena motivasi intrinsik merupakan sumber yang kuat dan positif dalam kehidupan manusia. Untuk meningkatkan motivasi intrinsik, diperlukan usaha untuk menciptakan suatu Kegietan Belajar yang menantang, yang dapat mendorong rasa ingin tahu anak, yang dapat mengontrol dan dapat meningatkan daya imajinasi siswa. Untuk menciptakan situasi belajar yang demikian memang diperlukan usaha yang maksimal dari pengajarnya. Dalam mencapai sesuatu, kita dapat menentukan apakah seseorang lebih berorientasi pada mastery atau tugas ataukah beroriantasi helpless (merasa tidak berdaya, di mana anak sudah menyerah ketika diberi suatu tugas yang sulit). Orientasi pada tugas merupakan hal yang positif yang perlu dikembangkan pada diri seseorang karena anak yang berorientasi pada tugas umumnya mementingkan kemampuannya, memusatkan perhatian pada strategi belajarnya. Anak juga umumnya berpikir dan bertindak hati – hati, dan sangat senang pada tugas – tugas yang penuh tantangan. Bagaimana cara anak memandang kecerdasannya, sejauh mana ia percaya akan kemampuannya dapat berpengaruh pada kemampuan dan harapan anak untuk menguasai suatu pelajaran. Sikap orang tua dan bagaimana lingkungan rumah serta jenis pola asuh yang diterapkan di rumah turut berperan dalam perwujudan motivasi intrinsiknya.



PENDEKATAN PEMBELAJARAN EXPERIENTIAL LEARNING DAN MULTIPLE INTELLIGENCE PENDEKATAN PEMBELAJARAN EXPERIENTIAL LEARNING DAN



MULTIPLE INTELLIGENCE



Akhir – akhir ini, dikenal ada pendekatan pembelajaran kontemporer yang sedang trend digunakan di Sekolah Dasar. Diantaranya adalah pendekatan Experiential Learning dan Multiple Intelligence yang masing – masing membawa angin segar bagi inovasi pembelajaran. Kendati telah teruji secara empirik, pendekatan pembelajaran tersebut dalam penerapannya pada konteks pembelajaran Sekolah Dasar di Indonesia perlu pengkajian kreasi dari para guru . Artinya, akan lebih baik jika keunggulan dari masing – masing pendekatan itu bukan diterapkan secara lugas melainkan dikreasi kembali sehingga muncul pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan konteks Indonesia . Pada hakikatnya experiential learning mengandung 4 syarat



TEORI KEBUTUHAN DAN PENERAPANNYA BAGI ANAK SD TEORI KEBUTUHAN DAN PENERAPANNYA BAGI ANAK SD



Teori kebutuhan dari Maslow berawal dari adanya berbagai kebutuhan dalam diri seseorang, yang tersusun secara hierarkis, dimana jika salah satu kebutuhan sudah terpenuhi maka akan timbul kebutuhan lainnya yang tingkatannya lebih tinggilagi. Anda tentunya masih ingat mengenai gambaran dari kelima kebutuhan yang tersusun secara hierarkis tersebut. Secara garis besar kelima kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan dalam 2 kebutuhan besar, yaitu basic need (kebutuhan dasar) dan meta need. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang penting untuk memahami perkembangan anak, di mana jika manusia mengarah kepada kenutuhan ini maka manusia menggunakan sepenuhnya bakat, kapasitas dan potensi – potensinya. Teori kebutuhan Maslow memang banyak ditentang oleh beberapa ahli, hal ini karena kebutuhan manusia tidak tersusun secara hierarki tetapi kebutuhan lebih bersifat situasional, misalnya mereka yang merupakan pengungsi dari daerah konflik, seperti Sampit atau Ambon, akan lebih memerlukan kebutuhan dasar meskipun sebelumnya kebutuhan ini sudah terpenuhi. Jadi tidak berarti manusia yang sudah melewati kebutuhan fisiknya, tidak akan memerlukan kebutuhan fisiknya kembali karena sudah meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Pada awalnya motivasi insentif lebih menunjukkan mengenai pentingnya faktor penguat dalam belajar atau kebiasaan dan potensi reaksi yang efektif. Namun, sesuai dengan perkembangan teorinya, motivasi insentif lebih merupakan kinerja daripada variabelbelajar. Untuk memupuk harga diri dan aktualisasi dari anak perlu dipertimbangkan keunggulan dan kelemahan serta kebutuhan anak. Pada saat anak memasuki usia SD, anak membentuk 3 buah kebutuhan dasar, yang bentuknya



TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN SD TUJUAN DAN FUNGSI PENDIDIKAN SD



1. Tujuan pendidikan merupakan gambaran kondisi akhir atau nilai – nilai yang ingin di capai dari suatu proses pendidikan . Setiap tujuan pendidikan memiliki dua fungsi , yaitu (a) menggambarkan tentang kondisi akhir yang ingin dicapai, dan (b) memberikan arah dan cara bagi semua usaha atau proses yang dilakukan . 2. Tujuan pendidikan SD harus selalu mengacu pada tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan dasar serta memperhatikan tahap dan karakteristik perkembangan siswa, kesesuaiannya dengan lingkungan dan kebutuhan pembangunan daerah , arah pembangunan nasional serta memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kehidupan umat manusia secara global. 3. Tujuan pendidikan di SD mencakup pembentukan dasar kepribadian siswa sebagai manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan tingkat perkembangan dirinya . 4. Secara oprasional pendidikan SD , dinyatakan di dalam Kurikulum Pendidikan Dasar, yaitu memberi bekal kemampuan dasar membaca , menulis dan berhitung , pengetahuan dan keterampilan dasaar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya , serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP. 5. Fungsi yang sangat mendasar dan menonjol dari pendidikan SD adalah fungsi edukatif , daripada fungsi pengajaran , di mana upaya bimbingan dan pembelajaran di orientasikan pada pembentukan landasan kepribadian yang kuat .



DEFINISI PENDIDIKAN DEFINISI PENDIDIKAN



1. Walaupun definisi pendidikan yang dikemukakan para ahli sangat beragam , namun untuk keperluan aplikasi , Anda tetap perlu memiliki pegangan tertentu yang cukup



mantap. Salah satu pandangan yang tetap mantap tentang pendidikan hingga sekarang adalah pandangan perkembangan . 2. Oleh karena setiap pendidik (guru) selalu berhadapan dengan individu yang tengah berkembang maka pendidikan dapat dipandang sebagai proses membantu peserta didik untuk mencapai tingkat perkembangan yang optimal dalam seluruh aspek kepribadiannya sesuai dengan potensi yang dimiliki dan sistem nilai yang berlaku di lingkungan sosial – budaya di mana dia hidup. 3. Pendidikan bukanlah proses memaksakan kehendak orang dewasa ( guru ) kepada peserta didik , melainkan upaya menciptakan kondisi yang kondusif bagi optimalisasi perkembangan anak. 4. Pendidikan di SD dapat didefinisikan sebagai proses pengembangan kemampuan yang paling mendasar setiap siswa , di mana tiap siswa belajar secara aktif karena adanya dorongan dalam diri dan adanya suasana yang memberikan kemudahan ( kondusif ) bagi perkembangan dirinya secara optimal . 5. Pendidikan di SD bukan hanya diorientasikan pada memberi bekal kemampuan membaca , menulis dan berhitung , melainkan pada penyiapan intelektual, sosial , dan personal siswa secara optimal untuk belajar secara aktif mengembangkan dirinya



PENDEKATAN PEMBELAJARAN HOLISTIK DAN KONSTRUKTIVISME PENDEKATAN PEMBELAJARAN HOLISTIK DAN KONSTRUKTIVISME



Peran guru dakam proses membelajarkan siswa semakin penting karena di masa depan guru tidak lagi merupakan sumber informasi atau penyampaian pengetahuan kepada siswa melainkan lebih merupakan fasilitator yang mempermudah siswa belajar. Cara – cara mengajar konvensional, sudah selayaknya untuk diperbarui dan dikembangkan. Di sinilah pentingnya pemahaman guru terhadap berbagai pendekatan dalam pembelajaran. Dalam pendekatan holistik atau terpadu, suatu objek akan terlihat maknanya apabila diamati secara menyeluruh, bukan terpisah – pisah. Pendekatan ini merupakan aplikasi teori dari psikologi Gestalt. Dalam pendekatan pembelajaran, aplikasi teori Gestalt dapat dilihat, seperti berikut.



1. Pengalaman insight. 2. Ppembelajaran yang bermakna. 3. Prilaku bertujuan. 4. Prinsip ruang hidup. 5. Transfer dalam pembelajaran. Selanjutnya, untuk dapat memperlihatkan proses belajar sebagai proses yang terpadu, ada 9 hal yang perlu diperhatikan. Pertama, pembelajaran berfungsi secara penuh untuk membantu perkembangan individu seutuhnya. Kedua, pembelajaran merupakan aktivitas belajar siswa untuk memperoleh pengalaman yang menempatkan siswa sebagai pusat. Ketiga, pembelajaran diarahkan untuk memberikan ruang gerak siswa secara aktif dan intensif. Keempat, pembelajaran harus menjamin setiap siswa pada posisi yang baik dalam suasana kebersamaan untuk menyelesaikan proses yang dihadapi. Kelima, pembelajaran sebagai prosesterpadu mendorong siswa untuk terus – menerus belajar. Keenam, belajar secara terpadu memberikan kemungkinan yang luas agar siswa belajar dengan



TEORI KEBUTUHAN DAN PENERAPANNYA BAGI ANAK SD TEORI KEBUTUHAN DAN PENERAPANNYA BAGI ANAK SD



Teori kebutuhan dari Maslow berawal dari adanya berbagai kebutuhan dalam diri seseorang, yang tersusun secara hierarkis, dimana jika salah satu kebutuhan sudah terpenuhi maka akan timbul kebutuhan lainnya yang tingkatannya lebih tinggilagi. Anda tentunya masih ingat mengenai gambaran dari kelima kebutuhan yang tersusun secara hierarkis tersebut. Secara garis besar kelima kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan dalam 2 kebutuhan besar, yaitu basic need (kebutuhan dasar) dan meta need. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang penting untuk memahami perkembangan anak, di mana jika manusia mengarah kepada kenutuhan ini maka manusia menggunakan sepenuhnya bakat, kapasitas dan potensi – potensinya. Teori kebutuhan Maslow memang banyak ditentang oleh beberapa ahli, hal ini karena kebutuhan manusia tidak tersusun secara hierarki tetapi kebutuhan lebih bersifat situasional, misalnya mereka yang merupakan pengungsi dari daerah konflik, seperti Sampit atau Ambon, akan lebih memerlukan kebutuhan dasar meskipun sebelumnya kebutuhan ini sudah terpenuhi. Jadi tidak berarti manusia yang sudah melewati kebutuhan fisiknya, tidak akan memerlukan kebutuhan fisiknya kembali karena sudah meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Pada awalnya motivasi insentif lebih menunjukkan mengenai pentingnya faktor penguat dalam belajar atau kebiasaan dan potensi reaksi yang efektif. Namun, sesuai dengan perkembangan teorinya, motivasi insentif lebih merupakan kinerja daripada variabelbelajar. Untuk memupuk harga diri dan aktualisasi dari anak perlu dipertimbangkan keunggulan dan kelemahan serta kebutuhan anak. Pada saat anak memasuki usia SD, anak membentuk 3 buah kebutuhan dasar, yang bentuknya



PENYESUAIAN DIRI DAN PENERIMAAN SOSIAL PENYESUAIAN DIRI DAN PENERIMAAN SOSIAL



Dalam proses sosialisai, anak menunjukkan perilaku sesuai aturan – aturan sosial yang ditentukan. Anak pun mulai membutuhkan teman dekat, yaitu teman sebagai orang yang dapat membantu jika dibutuhkan. Umumnya teman dekat ini adalah kelompok sebayanya. Kelompok sebaya dapat sebagai model dalam berperilaku, di mana anak cenderung meniru perilaku kelompoknya. Jika mempunyai teman berperilaku sesuai tuntutan masarakat, anak pun akan mengikutinya. Berbagai karakteristik dari kelompok sebaya menunjukkan bahwa kelompok sebaya memiliki keunikan tersendiri yang mungkin tidak dijumpai di kelompok yang lain. Hal ini pula yang membuat anak sebagai anggota kelompok dapat mempelajari pola – pola perilaku anggota kelompoknya. Meskipun kelompok sebaya merupakan hal yang diutamakan dalam perkembangan seorang anak, namun peran guru maupun orang tua tetap diperlukan dalam menanamkan norma yang sesuai dengan tuntutan lingkungan agar apa yang dituntut oleh kelompok seimbang dengan apa yang dituntut oleh lingkungan.



PERKEMBANGAN MORAL Modul 4. KEGIATAN BELAJAR 1 PERKEMBANGAN MORAL PADA ANAK USIA SD



Pada uraian ini telah dijelaskan tentang perkembangan moral dan sosial pada anak usia Sekolah Dasar. Pertama sekali anak belajar mengikuti aturan – aturan yang ada tanpa tahu alasan mengapa harus mengikuti aturan – aturan tersebut. Dalam mempelajari moral, ada 4 elemen penting, yaitu peran hukum, tata krama dan aturan; peran kata hati; peran rasa bersalah dan malu; serta peran interaksi sosial. Keempat elemen ini penting dalam perkembangan moral seorang anak. Perkembangan moral tidak bisa dilepaskan dari lingkungan. Ketika kecil lingkungan keluargalah yang berperan, namun begitu memasuki usia sekolah konsep moral mulai berkembang, anak mengikuti aturan – aturan yang ada disertai adanya alasan – alasan tertentu. Misalnya, agar disenangi teman sebaya atau orang di sekelilingnya anak mengikuti aturan – aturan yang diharapkan lingkungannya. Dalam perkembangan moral, disiplin mempunyai peran penting. Melalui disiplin anak belajar berprilaku sesuai dengan kelompok sosialnya, anak pun belajar perilaku yang dapat dapat diterima dan tidak diterima dalam masarakat. Dalam menanamkan disiplin, hukuman dan penghargaan mempunyai andil. Hukuman akan diberikan jika terjadi pelanggaran disiplin, anak pun belajar memahami mengapa perilakunya salah dan anak tidak akan mengulangi perilaku tersebet. Demikian pula dengan penghargaan. Adanya penghargaan, anak akan belajar mengulangi perilaku yang diterima di lingkungannya. Pemberian hukuman dan penghargaan atau penanaman disiplin haruslah secara konsisten. Pengenalan perilaku baik dan buruk tidak terlepas dari bagaimana mengenalkan agama sejak dini. Melalui contoh sehari – hari, anak belajar konsep Tuhan, surga, neraka, setan ataupun malaikat.



PRINSIP – PRINSIP PENDIDIKAN DI SD PRINSIP – PRINSIP PENDIDIKAN DI SD



1. Salah satu titik lemah budaya pendidikan di sekolah kita selama ini bahwa titik sentral pendidikan adalah bukan siswa , melainkan guru , bahkan selama 32 tahun titik sentralnya adalah pemerintah dengan berbagai aturan . Titik lemah ini secara konsepsional dapat diubah bilamana perkembangan siswa dijadikan sebagai tujuan pembelajaran . 2. Proses pembelajaran di SD harus bersifat terpadu dengan perkembangan siswa , baik perkembangan fisik , kognitif , sosial, moral maupun emosional . 3. Dari aspek keterpaduan perkembangan dan belajar , ada dua prinsip pendidikan , yaitu : (a) guru sekolah dasar harus selalu peduli dan memahami anak sebagai keseluruhan ; dan (b) kurikulum dan proses pembelajaran di SD harus bersifat terpadu. 4. Aspek keterpaduan di atas meliputi tiga sub – aspek yaitu : (a) aspek perkembangan fisik , (b) aspek perkembangan kognitif , dan (c) aspek perkembangan sosio – emosional dan moral . Setiap aspek itu memiliki prinsip oprasional yang tersendiri .